375. 615 1 Ind. a
ADMINISTRASI FARMASI Jilid III ( untuk kelas III ) Cetakan Pertama Disusun Berdasarkan Kurikulum SMF 2001 KHUSUS DIPERGUNAKAN UNTUK SEKOLAH MENENGAH FARMASI
Departemen Kesehatan RI Badan Pengembangan Dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia Kesehatan Pusdiknakes 2004
ADMINISTRASI FARMASI Jilid III ( untuk kelas III ) Cetakan Pertama
Disusun Berdasarkan Kurikulum SMF 2001 KHUSUS DIPERGUNAKAN UNTUK SEKOLAH MENENGAH FARMASI
Tim Penyusun : 1. Thomas Joko Nugroho, S.Pd. 2. Soemanto, BBA Tim Pembahas / Editor : 1. Drs. H. Amir Hamzah 2. Wahyu Wira Adimadja 3. Sultan Kurnia, SE., S.Sos. 4. Yayan Setiawan, SE. 5.
Susanti Sofas, S.Si., Apt.*)
i
KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas segala rahmat dan petunjukNya, bahwa buku pegangan untuk siswa Sekolah Menengah Farmasi telah dapat disusun kembali. Penyusunan kembali ini dikarenakan telah berlakunya kurikulum baru yakni Kurikulum Sekolah Menengah Farmasi 2001. Kami sangat menghargai usaha Tim Penyusun buku pegangan ini yang dikoordinir oleh Sekretariat Bersama Sekolah Menengah Farmasi Se Indonesia dan telah melibatkan seluruh unsur SMF Se Indonesia. Kita harapkan buku ini sangat bermanfaat bagi siswa peserta didik, guru / tenaga pendidik di sekolah dalam upaya peningkatan pengetahuan dan keterampilannya, untuk nantinya akan diabdikan dalam pelayanan masyarakat di bidang farmasi khususnya dan dibidang kesehatan umumnya. Akhirnya untuk penyempurnaan cetakan selanjutnya kami harapkan adanya saran perbaikan dan kritik dari semua pembaca.
Jakarta, Mei 2002
ii
PENGANTAR DARI SEKBER
Cepatnya perkembangan ilmu pengetahuan terutama dalam bidang farmasi telah diikuti dengan perombakan kurikulum Sekolah Menengah Farmasi 1987 dengan kurikulum Sekolah Menengah Farmasi 2001. Dalam kurikulum baru ini telah diperjelas kompetensi seorang Asisten Apoteker berdampingan dengan peran tenaga farmasi lainnya. Buku Administrasi Farmasi ini disusun kembali untuk disesuaikan dengan Garis – Garis Besar Program Pengajaran Kurikulum Sekolah Menengah Farmasi 2001 disertai dengan harapan akan menjadi buku pegangan yang sangat bermanfaat bagi siswa Sekolah Menengah Farmasi. Perlu kita sadari bahwa buku ini adalah buku pegangan bagi murid dalam menerima pelajaran, dan tentu saja buku pegangan untuk guru adalah juga beberapa referensi lainnya sehingga diharapkan para guru dapat memperbaiki kesalahan – kesalahan seperti kesalahan redaksional atau kesalahan cetak. Untuk itu kami sangat mengharapkan masukan – masukan untuk penyempurnaan buku ini. Kami sangat berterima kasih kepada Tim Penyusun, Tim Pembahas dan Editor yang telah bekerja keras sehingga buku ini dapat terbit pada waktunya.
Jakarta, Mei 2003
iii
DAFTAR ISI Halaman ii
Kata Pengantar Pengantar Dari Sekber
iii
Daftar Isi
iv
BAB I : ADMINISTRASI PERGUDANGAN FARMASI A. Gudang Farmasi Kabupaten / Kotamadya (GFK)
1
B. Pengelolaan Obat di Puskesmas
12
C. Administrasi Perbekalan Farmasi di Apotik
20
BAB II : INVENTORY CONTROL
23
BAB III : KEPEMIMPINAN A. Defenisi Kepemimpinan
27
B. Pendekatan – Pendekatan Studi Kepemimpinan
27
BAB IV : PERHITUNGAN HARGA POKOK A. Harga Pokok Perdagangan
35
B. Harga Pokok Produksi
40
BAB V : MENGHITUNG NILAI PERSEDIAAN AKHIR A. Metode Pisik / Periodik
46
B. Metode Perpetual / Permanen / Terus Menerus
49
C. Penilaian Persediaan Akhir Memakai Metode Taksiran / Kira –
53
Kira D. Penilaian Persediaan Akhir Memakai Metode Nilai Terendah
iv
55
BAB I PENGELOLAAN ADMINISTRASI PERGUDANGAN FARMASI A. Gudang Farmasi Kabupaten / Kotamadya (GFK) 1. Definisi Gudang Farmasi Adalah tempat penerimaan, penyimpanan, pendistribusian dan pemeliharaan barang persediaan berupa obat, alat kesehatan dan perbekalan kesehatan lainnya (seperti DDT, pompa, pipa, perbekalan KB, sepeda motor / sepeda roda dua, susu bubuk, dll) yang tujuannya akan digunakan untuk melaksanakan program kesehatan di kabupaten / kodya yang bersangkutan. 2. Kedudukan Gudang Farmasi Sebagai unit pelaksana teknis dalam lingkungan Depkes yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Kepala Depkes kabupaten / kodya. 3. Susunan Organisasi Gudang Farmasi Gudang farmasi kabupaten / kodya dibagi dalam 2 type yang didasarkan kepada : (a) Beban kerja (b) Jumlah kefarmasian (c) Institusi kesehatan (d) Jumlah penduduk yang dilayani (e) Jumlah proyek yang dilaksanakan (f) Intensitas tata hubungan antar Depkes dengan Pemda sesuai dengan azas dekonsentrasi, desentralisasi dan tugas perbantuan wilayah. Susunan Organisasi Gudang Farmasi Type A Kepala Gudang Farmasi Kab./Kodya Ur. Tata Usaha Sub. Sie Penyimpanan & Penyaluran
Sub. Sie Pencatatan & Evaluasi
Susunan Organisasi Gudang Farmasi Type B Kepala Gudang Farmasi Kab./Kodya Petugas Tata Usaha Sub. Sie Penyimpanan & Penyaluran
Sub. Sie Pencatatan & Evaluasi
Kepala GFK dalam melaksanakan tugasnya, wajib mengikuti dan mematuhi petunjuk - petunjuk Ka. Kandepkes Kabupaten / Kota Madya sesuai dengan peraturan perundang- undangan yang berlaku. 1
Fungsi Pokok Urusan Tata Usaha adalah melaksanakan tugas - tugas keuangan, kepegawaian, tata usaha dan urusan dalam / Rumah Tangga. Fungsi Pokok Sub Seksi Penyimpanan dan Penyaluran adalah melaksanakan tugas-tugas penerimaan, penyimpanan, pemeliharaan dan pendistribusian obat, alat kesehatan dan perbekalan farmasi lainnya. Fungsi pokok Sub Seksi Pencatatan dan Evaluasi adalah melaksanakan tugastugas penyiapan, penyusunan rencana, pencatatan dan pelaporan serta pengamatan mengenai persediaan, penerimaan, penyimpanan dan pendistribusian obat, alat kesehatan dan perbekalan farmasi lainnya. 4. Tugas Gudang Farmasi di Kabupaten / Kodya Yaitu melaksanakan pengelolaan, penerimaan, penyimpanan dan pendistribusian perbekalan farmasi dan alat kesehatan yang diperlukan dalam rangka pelayanan kesehatan, pencegahan dan pemberantasan penyakit dan pembinaan kesehatan masyarakat di Kabupaten / Kota Madya sesuai dengan petunjuk Kakandepkes Kabupaten / Kodya. 5. Fungsi Gudang Farmasi di Kabupaten / Kodya : (a) Melakukan penerimaan, penyimpanan, pemeliharaan dan pendistribusian obat, alat kesehatan dan perbekalan farmasi. (b) Melakukan penyiapan, penyusunan rencana, pencatatan dan pelaporan mengenai persediaan dan penggunaan obat, alat kesehatan dan perbekalan farmasi. (c) Melakukan pengamatan mutu dan khasiat obat secara umum baik yang ada dalam persediaan maupun yang didistribusikan. (d) Melakukan urusan tata usaha, keuangan, kepegawaian dan urusan dalam. GFK merupakan titik sentral pengelolaan obat di Daerah tingkat II. Untuk meningkatkan efektifitas dan efisien pengelolaan obat diperlukan adanya koordinasi dengan unit – unit yang terkait langsung antara lain : Pemda Dati II, Dinkes Dati II, Kandep Trans, PHB Cabang. 6. Ruang Lingkup Pengelolaan Obat di Kebupaten atau Dati II Pengelolaan obat merupakan suatu rangkaian kegiatan yang meliputi aspek perencanaan pengadaan, pengadaan, penyimpanan, pendistribusian dan penggunaan obat. Aspek Pengelolaan Obat meliputi : (a) Perencanaan Pengadaan : meliputi kegiatan penentuan jenis, perhitungan dan penetapan jumlah untuk setiap jenis obat yang akan disediakan dengan metode perhitungan yang telah ditetapkan. (b) Pengadaan : meliputi perencanaan pengadaan, pelaksanaan pembelian, pemantauan status pesanan, pemeriksaan penerimaan dan pemeliharaan mutu obat. (c) Distribusi : meliputi kegiatan pengendalian persediaan penyimpanan, pengeluaran dan pengiriman obat. (d) Penggunaan : meliputi peresepan, dispersing dan penerimaan pasien. Proses perencanaan pengadaan obat di Kabupaten / Kodya diawali di tingkat Puskesmas dengan menyiapkan dan menyediakan data yang diperlukan dan selanjutnya dikompilasi menjadi data Kab / Kodya dengan teknik perhitungan yang telah ditentukan. 7. Dokumen – dokumen / Formulir yang harus ada di Gudang Farmasi saat terjadi pengelolaan obat di Dati II sebagai berikut : a) Dokumen pada saat perencanaan pengadaan obat. Formulir I : Kartu kompilasi pemakaian obat Formulir II : Data 10 Penyakit terbesar 2
: Lembar kerja perencanaan pengadaan obat : Penyesuaian rencana pengadaan obat (untuk semua sumber anggaran) b) Dokumen pada saat pengadaan barang. Formulir V : Berita acara pemeriksaan penerimaan obat Formulir Va : Lampiran berita acara pemeriksaan penerimaan obat Formulir VI : Buku harian penerimaan obat Formulir VII : Formulir realisasi pengadaan obat
Formulir III Formulir IV
c) Dokumen pada saat penyimpanan barang. Formulir VIII : Kartu stok Formulir IX : Kartu stok induk d) Dokumen pada saat distribusi obat. Formulir X : Kartu rencana distribusi Formulit XI : Buku harian pengeluaran obat Formulir XII : Lembaran pemakaian dan lembar (LPLPO) Formulir XIII : Form surat kiriman obat
permintaan
obat
e) Dokumen pada saat pencatatan dan pelaporan Formulir XIV : Laporan mutasi obat Formulir XV : Laporan kegiatan distribusi Formulir XVI : Berita acara pencacahan akhir tahun anggaran Formulir XVIa : Laporan pencacahan obat akhir tahun anggaran Formulir XVII : Berita acara pemeriksaan / penelitian obat untuk dihapus Formulir XVIIa : Lampiran laporan berita acara pemeriksaan / penelitian obat untuk dihapus. 8. Tata Cara Pengelolaan Obat / Perbekalan Farmasi di GFK Tahapan Kegiatan Pengelolaan Obat / Perbekalan Farmasi di GFK meliputi : (a) Perencanaan (b) Pengadaan (c) Penyimpanan (d) Distribusi (e) Pencatatan (f) Penggunaan (g) Penghapusan obat (a) Perencanaan Pengadaan Obat Kegiatan perencanaan pengadaan obat bertujuan untuk menetapkan jenis dan jumlah obat yang sesuai dengan pola penyakit dan kebutuhan pelayanan kesehatan dasar termasuk program kesehatan yang telah ditetapkan. Tahapan perencanaan pengadaan obat meliputi : (1) Tahap persiapan yang meliputi : i. Pembentukan Tim Terpadu : yang terdiri dari Kepala Depkes Dati II, Kepala Dinkes Dati II, Ka GF Dati II, Ka. Sie Yankes Dinkes Dati II, Ka. Sie. P3 Dinkes Dati II, Ka Puskesmas, RSUD, Beppeda Dati II, Pemda Tk II (Bag. Kesra & perencanaan program), PT. Askes Indonesia Dati II, Kantor Transmigrasi, dll. 3
ii. Penyiapan dan pengumpulam data : - Mengkompilasikan data pemakaian obat dari seluruh unit pelayanan kesehatan / Puskesmas dari LPLPOB - Menyusun data 10 penyakit terbesar - Menyiapkan data pencacahan obat pada akhir tahun anggaran untuk tingkat GFK dan Puskesmas - Menyiapkan data tentang obat yang akan diterima pada tahun berjalan - Menyiapkan daftar harga setiap jenis obat (digunakan harga patokan obat inpres tahun lalu) (2) Tahap pelaksanaan meliputi : i. Perhitungan kebutuhan obat dengan menggunakan methode konsumsi, yaitu methode rata – rata dengan memperhatikan kemungkinan kenaikan jumlah kunjungan, waktu tunggu (lead time) dan jumlah stock penyangga (buffer stock) serta jumlah kebutuhan obat selama 1 tahun. Rumus perhitungan jumlah kebutuhan untuk periode yang akan datang dengan menggunakan methode konsumsi adalah : Jumlah kebutuhan obat 1 tahun =
12 x pemakaian rata – rata / bulan (x) + persentase kenaikan kunjungan (10%) + stock penyangga (10%) + waktu tunggu (6 bulan pemakaian) = 20,4 kali
Catatan : Waktu tunggu tidak selalu 6 bulan. Waktu tunggu untuk masing – masing daerah dapat berbeda (tergantung pada letak geografis) ii. Proyeksi kebutuhan untuk perencanaan pengadaan obat menghitung rancangan pengadaan obat periode tahun yang akan dating dapat menggunakan rumus : a= b+c+d–e–f a = Rancangan pengadaan obat tahun yang akan datang b = Kebutuhan obat untuk sisa periode berjalan ( april – maret ) c = kebutuhan obat untuk tahun yang akan datang d = Rancangan stok akhir e = Stok awal periode berjalan / stok per 31 Maret di GFK dan Unit Yankes f = Rencana penerimaan obat pada periode berjalan ( april s/d maret ) Menetapkan rancangan stok akhir periode yang akan datang. Rancangan stok akhir diperkirakan = hasil perkalian antara waktu tunggu dengan estimasi pemakaian rata – rata / bulan di tambah stok penyangga Contoh soal : Andaikan perencanaan dibuat tanggal 1 Januari 2003 dan waktu tunggu = 6 bulan serta rata – rata pemakaian obat tiap bulan x. Umpama stok awal 8 x, maka dapat dihitung : Rencana penerimaan obatperiode berjalan = 3x Rata – rata kebutuhan obat tiap bulan = 300 capsul @ Rp. 1.000 b = c = d = e = f = Maka
1
/1 s/d 1/4 = 3 bulan = 3x 20,4 6x 8x 3x a = b+c+d–e–f = 3 x + 20,4 x + 6 x + 8 x + 3 x 4
= 40,4 x = 40,4 x X 300 X Rp. 1.000 = Rp. 12.120.000 Jadi, rancangan pengadaan obat periode tahun yang akan datang Rp. 12.120.000 iii. Penyesuaian rancangan belanja obat dengan anggaran obat total yang tersedia di Dati II. Kegiatan yang dilakukan : (1) Melakukan analisis ABC – VEN Analisa ABC (pareto) adalah pengklasifikasian obat berdasarkan jumlah penyerapan dana, yang terdiri dari : - Klasifikasi A menyerap dana sampai 70 % - Klasifikasi B menyerap dana sampai 20 % - Klasifikasi C menyerap dana sampai 10 % Dalam pengisian tabel analisa pareto (ABC), penandaan obat klasifikasi A adalah berdasarkan prosentase akumulatif lebih kecil atau sampai mencapai 70 %. Sedangkan obat dengan klasifikasi B dengan prosentase akumulatif mencapai lebih besar dari 70 % sampai mencapai 90 %. Dan obat dengan klasifikasi C prosentase akumulatif melebihi 90 % hingga 100 %. VEN adalah metoda pengklasifikasian obat berdasarkan tiga golongan, yaitu : V = Very Essential E = Essential N = Non Essential (2)
Menyusun prioritas kebutuhan dan penyesuaian kebutuhan dengan anggaran yang tersedia
(3)
Menyusun prioritas kebutuhan & penyesuaian kebutuhan berdasar data 10 penyakit terbesar
iv. Pengalokasian kebutuhan obat persumber anggaran. Kegiatan yang dilakukan : (1) Menetapkan kebutuhan anggaran untuk masing – masing obat per sumber anggaran (2) Menghhitung presentase belanja untuk masing – masing obat terhadap masing – masing sumber anggaran (3) Menghitung presentase angaran masing – masing obat terhadap total anggaran dari semua sumber. (b) Pengadaan Pengadaan merupakan proses untuk penyediaan obat yang dibutuhkan di unit pelayanan kesehatan. Tujuan pengadaan obat adalah agar tersedianya obat dengan jenis dan jumlah yang cukup sesuai kebutuhan dengan mutu yang terjamin serta dapat diperoleh pada saat diperlukan. Langkah – langkah dalam pengadaan barang : (1) Pemilihan metode pengadaan (2) Pemilihan pemasok (3) Pemantauan status pesanan (4) Penentuan waktu pengadaan dan kedatangan obat (5) Penerimaan dan pemeriksaan obat Metoda pengadaan obat ada 4 macam, yaitu : Pelelangan umum Pelelangan terbatas 5
Pemilihan langsung Pembelian / pengadaan langsung Kegiatan penerimaan dan pemeriksaan obat : Penyusunan rencana pemasukan obat Penerimaan obat Pemeriksaan mutu obat Pengisian berita acara pemeriksaan dan penerimaan obat Pencatatan harian penerimaan obat Pengisian formulir realisasi pengadaan obat (c) Penyimpanan Penyimpanan adalah suatu kegiatan meyimpan dan memelihara dengan cara menempatkan obat – obatan yang diterima pada tempat yang dinilai aman dari pencurian serta gangguan baik yang dapat merusak mutu obat. Tujuan penyimpanan obat : (1) Memelihara mutu obat (2) Menghindari penggunaan yang tidak bertanggung jawab (3) Menjaga kelangsungan persediaan (4) Memudahkan pencarian dan pengawasan Kegiatan Penyimpanan Obat : (1) Pengaturan tata ruang Pertimbangan dalam menentukan tata ruang adalah : - Kemudahan bergerak arus barang - Sirkulasi udara yang baik - Penempatan rak yang tepat dan penggunaan pallet - Kondisi penyimpanan khusus untuk vaksin, narkotika dan alkohol atau zat yang mudah terbakar (2) Penyusunan stock obat Pengaturan stock obat dilakukan dengan langkah – langkah sebagai berikut : - Penerapan prinsip FIFO dalam penyimpanan dan pengeluaran barang - Penyimpanan khusus untuk narkotika dalam lemari terkunci, vaksin dalam lemari pendingin, alkohol dan zat –zat yang mudah terbakar dalam ruang terpisah. - Obat yang mempunyai batas kadaluwarsa disimpan dan dikeluarkan terlebih dahulu bagi obat yang mendekati habis waktu kadaluwarsanya. - Pallet digunakan untuk menyimpan obat dalam kemasan besar - Obat berbentuk syrup dan cairan diletakkan pada rak / lemari yang paling bawah - Cantumkan nama masing – masing obat pada rak dengan rapi. (3) Pencatatan stock obat Fungsi pencatatan kartu stock : - Untuk mencatat mutasi obat - Alat bantu untuk menyusun laporan, prencanaan pengadaan, distribusi, pengendalian persediaan dan sebagai pembanding terhadap keadaan fisik dalam tempat penyimpanan (4) Pengamanan mutu obat Mutu obat yang disimpan di gudang dapat mengalami perubahan karena faktor fisika maupun kimia. Perubahan mutu obat dapat diamati secara visual. Jika dari pengamatan visual diduga ada kerusakan yang tidak dapat ditetapkan dengan cara organoleptis, harus dilakukan sampling untuk pengujian laboratorium. 6
Tanda – tanda perubahan mutu obat adalah sebagai berikut : Tablet : - terjadi perubahan warna, bau atau rasa - kerusakan berupa noda, berbintik – bintik, lubang, sumbing, pecah, retak dan atau terdapat benda – benda asing, jadi bubuk dan lembab - kaleng atau botol rusak, sehingga dapat mempengaruhi mutu obat Kapsul
:
- perubahan warna isi kapsul - kapsul terbuka, kosong, rusak atau melekat satu dengan lainnya
Tablet salut
:
- pecah – pecah, terjadi perubahan warna - basah dan lengket satu dengan yang lainnya - kaleng atau botol rusak, sehingga menimbulkan kelainan fisik
Cairan
:
-
Salep
:
- warna berubah - pot atau tube rusak atau bocor - bau berubah
Injeksi
:
menjadi keruh atau timbul endapat konsistensi berubah warna atau rasa berubah botol – botol plastik rusak atau bocor
- kebocoran wadah (vial, ampul) - terdapat partikel asing pada serbuk injeksi - larutan yang seharusnya jernih tampak keruh atau ada endapan - warna larutan berubah Tidak lanjut terhadap obat yang terbukti rusak adalah : - Dikumpulkan dan disimpan terpisah - Dikembalikan / diklaim sesuai aturan yang berlaku - Dihapuskan sesuai dengan aturan yang berlaku (d) Distribusi Distribusi adalah suatu rangkaian kegiatan dalam rangka pengeluaran dan pengiriman obat – obatan yang bermutu terjamin keabsahan serta tepat jenis dan jumlah dari gudang obat secara merata dan teratur untuk memenuhi kebutuhan unit – unit pelayanan kesehatan. Tujuan distribusi adalah : (1) Terlaksananya pengiriman obat secara teratur dan merata sehingga dapat diperoleh pada saat dibutuhkan (2) Terjamin kecukupan dan terpelihara efisiensi penggunaan obat di unit pelayanan kesehatan (3) Terlaksana pemerataan kecukupan obat sesuai kebutuhan pelayanan dan program kesehatan. 7
Kegiatan Distribusi : Kegiatan Distribusi Rutin, mencakup distribusi untuk kebutuhan pelayanan umum diunit pelayanan kesehatan. Kegiatan yang dilakukan adalah : 1) Perencanaan distribusi. 2) Penetapan frekwensi pengiriman obat. 3) Penyusunan peta lokasi, jalur dan jumlah pengiriman obat. Kegiatan Distribusi Khusus, mencakup distribusi obat program dan perbekalan kesehatan (untuk pelaksanaan program kesehatan yang telah ditetapkan) Kegiatan distribusi khusus di Gudang Farmasi Kabupaten/Kotamadya dilakukan sebagai berikut : 1. Gudang Farmasi Kabupaten/Kotamadya menyusun rencana distribusi obat untuk masing-masing program sesuai dengan rencana pelaksanaan kegiatan program yang diterima dari Provinsi atau Dinas Kesehatan Daerah Tingkat II. Gudang Farmasi Kabupaten /Kotamadya bekerja sama dengan penanggung jawab program, mengusahakan pendistribusian obat sebelum pelaksanaan kegiatan masing-masing program. 2. Distribusi obat program kepada Puskesmas dilakukan atas permintaan penanggung jawab program yang diketahui oleh Kepala Dinas Kesehatan Tingkat II. 3. Untuk pelaksanaan program penanggulangan penyakit tertentu seperti malaria, frambusia dan penyakit kelamin, bilamana obatnya diminta langsung oleh petugas program kepada Gudang Farmasi Kabupaten/Kotamadya tanpa melalui Puskesmas, maka petugas yang bersangkutan harus membuat laporan permintaan dan pemakaian obat yang diketahui oleh Kepala Dinas Kesehatan Dati II. 4. Obat program yang diberikan langsung oleh petugas program kepada penderita di lokasi sasaran, diperoleh/diminta dari Puskesmas yang membawahi lokasi sasaran. Setelah selesai pelaksanaan pemberian obat, bilamana ada sisa obat harus dikembalikan ke Puskesmas yang bersangkutan. Khusus untuk program diare diusahakan ada sejumlah persediaan obat di Posyandu yang pengadaannya diatur oleh Puskesmas. Tata cara pendistribusian obat 1. Gudang Farmasi Daerah Tingkat II (Gudang Farmasi) melaksanakan distribusi obat ke Puskesmas dan Rumah Sakit di wilayah kerjaya sesuai dengan kebutuhan masing-masing Unit Pelayanan Kesehatan. 2. Puskesmas induk mendistribusikan kebutuhan obat-obatan untuk Puskesmas Pembantu, Puskesmas Keliling dan Unit-Unit Pelayanan Kesehatan lainnya yang ada di wilayah binaannya. 3. Distribusi obat-obatan dapat pula dilaksanakan langsung dari Gudang Farmasi ke Puskesmas Pembantu sesuai dengan situasi dan kondisi wilayah atas persetujuan kepala Puskesmas yang membawahinya. 4. Tata cara pengiriman obat ke Unit Pelayanan Kesehatan dapat dilakukan dengan cara penyerahan yaitu pengiriman dan pengawasan pengiriman obat dilakukan oleh Gudang Farmasi. Cara lain adalah dengan pengambilan bila puskesmas / RS mengatur sendiri pengambilan obat dari Gudang Farmasi. 5. Obat-obatan yang akan dikirim ke Puskesmas atau rumah sakit harus disertai dengan dokumen penyerahan/pengiriman obat. 6. Sebelum dilakukan pengepakan atas obat-obat yang akan dikirim, maka perlu dilakukan periksaan terhadap: - jenis dan jumlah obat 8
- kualitas atau kondisi obat - isi kemasan dan kekuatan sediaan - kelengkapan dan kebenaran dokumen pengiriman obat. 7. Tiap pengeluaran obat dari Gudang Farmasi harus segera dicatat pada kartu stok dan kartu stok induk obat serta Buku Harian Pengeluaran Obat. Pencatatan pendistribusian obat; meliputi pencatatan dalam: 1. Kartu Rencana Distribusi 2. Buku harian pengeluaran obat 3. Laporan Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat (LPLPO) 4. Surat kiriman obat (e) Pencatatan dan Pelaporan Pencatatan dan pelaporan data obat di Gudang Farmasi Kabupaten / Kotamadya merupakan rangkaian kegiatan dalam rangka penatausahaan obat-obatan secara tertib, baik obat-obatan yang diterima, disimpan, didistribusikan maupun yang digunakan di unit-unit pelayanan, di Puskesmas dan Rumah Sakit. Tujuan Pencatatan dan Pelaporan adalah tersedianya data mengenai jenis dan jumlah penerimaan, persediaan, pengeluaran / penggunaan dan data mengenai waktu dari seluruh rangkaian kegiatan mutasi obat. Sebagian dari kegiatan pencatatan dan pelaporan obat ini telah diuraikan pada masing-masing aspek pengelolaan obat. Berikut ini akan diuraikan secara ringkas kegiatan pencatatan dan pelaporan obat yang perlu dilakukan oleh GFK. 1. Pencatatan dan Pengolahan Data Untuk Mendukung Perencanaan Pengadaan Obat. a. Kartu Rencana Distribusi. b. Perhitungan tingkat kecukupan obat per UPK. Kegiatan ini perlu dilakukan untuk memastikan bahwa rencana distribusi akan dapat didukung sepenuhnya oleh sisa stok obat dalam gudang penyimpanan Gudang Farmasi. Perhitungan dilakukan langsung pada Kartu Rencana Distribusi Obat. Tingkat kecukupan dihitung dari sisa stok obat di Gudang Farmasi dibagi dengan total kebutuhan stok optimum obat Unit Pelayanan Kesehatan. Jika tingkat kecukupan obat semakin menurun maka petugas Gudang Farmasi dapat mempergunakan catatan pada Kartu Realisasi Pengadaan Obat untuk memberikan umpan balik kepada sumber dana obat agar mempercepat pengadaan obat yang alokasinya telah disetujui. Jika ternyata semua pengadaan telah dilakukan, maka petugas Gudang Farmasi harus segera menyesuaikan stok optimum obat bersangkutan untuk seluruh UPK. Tingkat kecukupan sisa stok obat di Gudang Farmasi dalam mendukung rencana distribusi harus selalu dilaporkan kepada Kepala Dinas Kesehatan Tingkat II setempat. 2. Laporan Pengelolaan Obat. Sebagai unit kerja yang secara fungsional berada di bawah dan langsung bertanggung jawab kepada Kepala Dinas Kesehatan Tingkat II, maka Gudang Farmasi memiliki kewajiban untuk melaporkan kegiatan pengelolaan obat yang dilaksanakan. 9
Laporan yang perlu disusun GFK terdiri dari : Laporan Mutasi Obat. Laporan Kegiatan Distribusi. Laporan Pencacahan Persediaan Akhir Tahun Anggaran. Laporan Tahunan / Profile Pengelolaan Obat Dati II. (f) Penggunaan Penggunaan obat merupakan salah satu mata rantai yang tidak dipisahkan dengan fungsi pengelolaan obat lainnya, yaitu perencanaan, pengadaan dan pendistribusian obat. Aspek penggunaan obat di Gudang Farmasi Kabupaten / Kotamadya diletakkan dalam konteks dukungan terhadap kerasionalan peresepan, meliputi halhal sebagai berikut : Pengendalian kecukupan suplai. Jaminan mutu obat. Evaluasi konsumsi obat terhadap pola morbiditas. Penerapan pedoman pengobatan yang telah ditetapkan. Penggunaan obat secara rasional Penggunaan obat yang tepat sesuai pedoman / standar terapi akan dapat menunjang optimasi penggunaan dana, meningkatkan cakupan dan mutu pelayanan kesehatan. Ketepatan penggunaan obat di unit pelayanan kesehatan perlu didukung antara lain dengan tersedianya obat yang tepat jenis dan jumlahnya serta mutu yang baik. Penggunaan obat dikatakan tepat / rasional, jika obat yang diberikan memenuhi kriteria di bawah ini : 1. sesuai standar terapi yang ditetapkan untuk diagnosa yang di tegakkan. 2. tersedia pada saat dibutuhkan. 3. diberikan dengan dosis yang tepat. 4. cara pemberian dengan interval waktu pemberiaan yang tepat. 5. lama pemberiaan tepat. 6. harus efektif, aman dan mutu terjamin. Dari keenam kriteria tersebut, maka criteria ketersediaan obat (butir 2) dan jaminan mutu (butir 6) merupakan kontribusi eksklusif dari aspek pengelolaan obat yang akan mendukung aspek medik dari pemberiaan obat oleh penulis resep (butir 1, 3, 4 dan 5) Faktor yang mempengaruhi terjadinya penggunaan obat yang tidak rasional Secara umum faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya penggunaan obat yang tidak rasional antara lain adalah : 1. Pemberian pengobatan belum didasarkan pada pedoman terapi yang telah ditetapkan. 2. Kurangnya sarana penunjang untuk membantu menegakkan diagnosa yang tepat. 3. Informasi yang sering “bias” yang dilakukan oleh industri farmasi akan berakibat adanya peresepan obat-obat yang tidak tepat dan tidak sesuai dengan kebutuhan pengobatan yang diperlukan. 4. Adanya tekanan dari pasien dalam bentuk permintaan untuk meresepkan obatobat berdasarkan pilihan pasien sendiri. 5. Sistem perencanaan dan pengelolahan obat yang lemah juga akan mendorong terjadinya penggunaan obat yang tidak rasional. Salah satu contoh adalah terbatasnya jumlah obat yang tersedia sehingga peresepan obat hanya didasarkan pada jenis obat yang ada dalam persediaan. 10
Dampak ketik rasionalan penggunaan obat terhadap suplai obat. Dari sudut penyediaan obat, dampak ketidak rasionalan penggunaan obat dapat berakibat pada : - Kualitas data penyakit akibat dari penetapan diagnosa yang keliru. - Kualitas data konsumsi yang akan dijadikan dasar bagi perencanaan kebutuhan obat. - Pengadaan obat yang tidak cost effective, karena kurang mendukung pola morbiditas. - Pemborosan biaya. Peran Gudang Farmasi dalam peningkatan penggunaan rasional Gudang Farmasi dapat berperan dalam meningkatkan penggunaan obat secara rasional melalui : 1. Perencaan obat terpadu di Dati II. Perencanaan pengadaan obat yang didasarkan pada hasil analisis/evaluasi atas data pola penyakit dan data penggunaan di UPK yang diolah oleh Gudang Farmasi dan usulan dari unit pelayanan kesehatan dan unit kerja terkait lainnya dalam rangka penyusunan rancangan pengadaan obat di setiap Daerah Tingkat II diharapkan dapat menghasilkan penyediaan obat sesuai kebutuhan di unit pelayanan kesehatan . 2. Distribusi obat. Pendistribusian obat secara tepat jenis, tepat jumlah dan tepat waktu akan sangat membantu upaya peningkatan secara rasional dimana peresepan obat dapat di laksanakan berdasarkan pada kebutuhan, tidak didasarkan pada obat yang tersedia. 3. Informasi dini atas pola penggunaan obat di unit pelanan kesehatan. Berdasarkan evaluasi/analisis data penggunaan obat yang disampaikan melalui LPLPO/LB2, Gudang Farmasi dapat memberikan informasi kepada Puskesmas mengenai pola penggunaan obat di masing-masing Puskesmas. Informasi dapat diberikan secara selektif sesuai prioritas, misalnya : - pola penggunaan antibiotika antar Puskesmas. - perbandingan penggunaan antibiotika dengan jumlah kunjungan kasus. - perbandingan penggunaan jenis antibiotika dengan jenis penyakit. - tingkat penggunaan obat suntik. Informasi inidisampaikan oleh kepala Gudang Farmasi Kabupaten/Kotamadya melalui Kepala Dinas Kesehatan Daerah Tingkat II pada acara pertemuan bulanan antara Dinas Kesehatan Daerah Tingkat II dengan dokter Puskesmas atau disampaikan langsung kepada masing – masing unit pelayanan kesehatan. Dengan penyampaian informasi ini secara berkala dan berkelanjutan diharapkan penggunaan obat yang lebih tepat di Puskesmas akan dapat di tingkatkan. Dari kegiatan-kegiatan di atas diharapkan petugas Puskesmas akan dapat : Mengenal dan mengidentifikasi berbagai masalah penggunaan obat yang tidak tepat. Memahami berbagai dampak ketidak tepatan penggunaan obat. Mengenal dan memahami berbagai factor yang berpengaruh terhadap terjadinya penggunaan obat yang tidak tepat.
11
(g) Penghapusan Obat Penghapusan adalah rangkaian kegiatan dalam rangka pembebasan obat-obatan milik/kekayaan Negara dari tanggung jawab berdasarkan peraturan perundangundangan yang berlaku. Tujuan Penghapusan Obat adalah sebagai berikut : 1. Penghapusan pertanggung jawaban petugas terhadap obat-obatan yang diurusnya, yang sudah ditetapkan untuk dihapuskan sesuai ketentuan yang berlaku. 2. Menghindarkan pembiayaan (biaya penyimpanan, pemeliharaan, penjagaan dan lain-lain) atas barang yang sudah tidak layak untuk dipelihara. 3. Menjaga keselamatan kerja dan menghindarkan diri dari pengotoran lingkungan Cara-cara Penghapusan : Bupati/Walikota KDH Tk.II mengeluarkan Surat Keputusan Penghapusan Obat. Dalam Surat Keputusan ini ditentukan cara penghapusan yaitu dengan jalan Pemusnahan Obat. Penghapusan dengan cara Pemusnahan. 1. Kepala Dinas Kesehatan Dati II, membentuk Panitia Pemusnahan, dengan tugas-tugas antara lain : Menentukan cara-cara pemusnahan dengan memperhatikan ketentuan yang berlaku di bidang AMDAL. Menyiapkan obat-obatan yang akan dimusnahkan. Menyiapkan pelaksanaan pemusnahan, sesuai dengan tata cara yang disetujui. Membuat Berita Acara Pemusnahan. Menyampaikan laporan pelaksanaan pekerjaan kepada Bupati / Walikota KDH Tingkat II setempat. 2. Berdasarkan laporan dari Panitia Pemusnahan, Bupati / Walikota KDH Tingkat II setempat melaporkan kepada Gubernur KDH Tingkat I, tentang pelaksanaan Surat Keputusan Pemusnahan, yaitu : Surat pengantar laporan pelaksanaan dari Kepala Dinas Kesehatan Dati II. Berita Acara Pemusnahan. B. Pengelolaan Obat di Puskesmas 1. Sasaran pokok pencatatan, pengolahan dan pelaporan obat di puskesmas : Terlaksananya tertib administrasi dan pengelolaan obat Tersedianya data yang akurat dan tepat waktu Tersedianya data untuk melakukan pengaturan dan pengendalian oleh unit yang lebih tinggi 2. Macam – macam format pencatatan dan pelaporan obat di puskesmas dan sub unit pelayanan kesehatan : Kartu stock obat Laporan pemakaian dan lembar permintaan obat ( LPI.PO ) Buku catatan harian penerimaan dan pemakaian obat Buku catatan harian penerimaan resep Laporan obat rusak / Daluarsa Surat pernyataan obat hilang
12
3. Tugas dan wewenang a) Kepala Puskesmas Bertanggung jawab atas pelaksanaan pengelolaan obat dan pencatatan pelaporan di Puskesmas. Mengawasi dan membina pelaksanaan pengelolaan obat dan pencatatan pelaporan Mengajukan permintaan obat kepada Kadinkes Dati II / Ka GFK setempat. Menyampaikan laporan bulanan pemakaian obat kepada Kadinkes Dati II setempat Melaporkan semua obat yang hilang, rusak, daluarsa dan obat yang tidak dibutuhkan kepada Kadinkes Dati II / GFK setempat. Mengembalikan obat – obatan yang tidak dibutuhkan, rusak dan daluarsa kepada Kadinkes Tk II / GFK. b). Petugas Gudang Obat Puskesmas Menerima, menyimpan, memelihara obat yang ada di gudang membuat catatan mutasi obat yang keluar maupun yang masuk gudang tobat Puskesmas dalam kartu stok. Mempersiapkan data penerimaan dan pemakaian obat Mengkompilasi data pemakaian dan sisa obat dari masing – masing sub unit Mempersiapkan laporan pemakaian dan permintaan obat Menerima, menyimpan dan memelihara LPLPO yang sudah diisi. Melayani permintaan obat oleh kamar obat dan Puskesmas Pembantu Menerima dan mengumpulkan obat rusak / daluarsa dari gudang simpanannya, kamar obat dan Puskesmas Pembantu Mempersiapkan laporan obat hilang, rusak dan daluarsa Melaporkan obat yang tidak dipakai, hilang, rusak dan daluarsa kepada Kepala Puskesmas Menyimpan kartu stok selama 10 tahun c). Petugas Kamar Obat Puskesmas Menyimpan, memelihara dan membuat catatan mutasi obat yang diterima maupun yang dipakai oleh kamar obat Puskesmas dalam bentuk Buku Catatan Harian Penerimaan dan Pemakaian Obat Memberi tanda “ UMUM “ pada resep – resep untuk pasien umum Memberi tanda “ PHB “ pada resep – resep untuk peserta PHB Asuransi Kesehatan. Memberi tanda “ Gratis “ pada resep – resep untuk pasien yang tidak membayar biaya pelayanan. Memelihara dan menyimpan resep obat secara tertib ( untuk bukti pengeluaran obat kepada pasien ) Setiap awal bulan mempersiapkan data pemakaian obat dan jumlah penerimaan resep ( umum, PHB dan gratis ) Membuat laporan dan secara berkala mengajukan permintaan obat kepada Kepala Puskesmas / Petugas Gudang Obat. Melayani permintaan obat untuk keperluan Kamar Suntik, Puskesmas Keliling dan Posyandu Menyimpan dan memelihara obat yang ada di Kamar Obat. Menyerahkan kembali obat rusak / daluarsa kepada Petugas Gudang Obat.
13
d). Petugas Kamar Suntik Menyimpan, memelihara dan membuat catatan obat yang digunakan maupun yang diterimanya dalam bentuk Buku Catatan Harian Penerimaan dan Pemakaian Obat. Setiap awal bulan (atau jika stok hampir habis) mempersiapkan data pemakaian obat dan melaporkan serta mengajukan permintaan obat kepada Kepala Puskesmas / Petugas Kamar Obat. Menyimpan obat yang ada di Kamar Suntik dengan baik / pada tempat yang sesuai. Menyerahkan kembali obat rusak / daluarsa kepada Kepala Puskesmas / Petugas Kamar Obat. e). Petugas Obat Puskesmas Pembantu Menyimpan, memelihara dan membuat catatan obat yang digunakan maupun yang diterima oleh Puskesmas Pembantu dalam bentuk Buku Catatan Harian Penerimaan dan Pengeluaran Obat. Setiap awal bulan mempersiapkan data pemakaian obat, sisa stok dan melaporkan serta mengajukan permintaan obat kepada Kepala Puskesmas / Petugas Gudang Obat. Menyimpan resep – resep obat sebagai bukti penggunaan obat. Menyerahkan kembali obat rusak / daluarsa kepada Kepala Puskesmas / Petugas Gudang Obat. f). Petugas Lapangan Puskesmas Keliling / Posyandu Setiap kali melaksanakan kegiatan lapangan, mengajukan permintaan obat yang diperlukan kepada Kepala Puskesmas / Petugas Kamar Obat Mencatat pemakaian dan sisa obat Menyimpan resep – resep obat sebagai bukti penggunaan obat Setelah selesai dengan kegiatan lapangan, segera mengembalikan sisa obat kepada Kepala Puskesmas. 4. Kartu Stok a). Fungsi Kartu Stok Sebagai sumber informasi tentang mutasi obat (penerimaan, pengeluaran, hilang, rusak atau daluarsa) Sebagai sumber data untuk menyusun LPLPO ( Laporan Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat ) Sebagai dokumen negara yang harus disimpan dan dipelihara secara tertib selama 10 tahun. b). Kegiatan yang dilakukan : Letakkan kartu stok bersama obat bersangkutan pada lokasi penyimpanan Pencatatan dilakukan secara rutin dar hari ke hari Setiap terjadi mutasi obat langsung dicatat dalam kartu stok Setiap ditemukan obat rusak / daluarsa atau hilang langsung dicatat di kartu stok Pada setiap akhir bulan jumlahkan penerimaan dan pengeluaran obat c). Manfaat informasi di dalam kartu stok Informasi di dalam kartu stok digunakan untuk : Pengisian formulir LPL.PO Menentukan jenis dan jumlah permintaan obat 14
Mengendalikan neraca pemasukan dan pengeluaran obat
d). Format kartu stok : KARTU STOK GUDANG OBAT PUSKESMAS Nama Obat Satuan Satuan Kemasan No. Kode
: ……………………………….. : ……………………………….. : ……………………………….. : ………………………………...
Puskesmas Kecamatan Kab/Kodya
: ………………………. : ………………………. : ……………………….
Tgl 1
No. Dokumen 2
Dari / Kepada 3
Penerimaan
Pengeluaran
4
5
Tgl Kadaluarsa 6
Sisa Stok 7
Paraf
Ket.
8
9
5. Laporan Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat (LPLPO) a). Pihak – pihak yang menggunakan LPL.PO Gudang obat Puskesmas Kamar obat Kamar suntik Puskesmas pembantu Puekesmas keliling Posyandu b). Fungsi LPL.PO Laporan pemakaian obat bulanan Lembar permintaan obat Laporan kunjungan resep Dokumen bukti pengeluaran obat / sumber informasi Dokumen bukt penerimaan obat / sumber informasi Sumber informasi untuk perencanaan Sarana untuk monitoring dan evaluasi persediaan dan penggunaan obat Sumber informasi untuk melakukan supervisi dan pembinaan (hasil pengolahan LPLPO) Sarana untuk meningkatkan kepatuhan petugas dalammenyampaikan laporan pemakaian obat c). Kegiatan yang harus dilakukan : Catat semua mutasi obat yang terjadi ( penerimaan, pengeluaran, obat rusak dan lain – lain ). Pada kartu stok secara rutin, tertib dan tepat waktu Kompilasi data obat dari masing – masing Sub Unit ( dari LPL.PO Sub Unit ) Laksanakan pengisian LPL.PO dengan memanfaatkan data dari kartu stok gudang obat puskesmas dan data hasil kompilasi laporan dari setiap Sub Unit. d). Sumber data pengisian LPLPO : Kartu stok Buku Catatan harian penerimaan dan pemakaian obat 15
Buku catatan harian penerimaan resep
e). Manfaat informasi LPLPO : Mengendalikan tingkat stok di masing – masing Unit / Sub Unit Pelayanan Kesehatan Perencanaan distribusi Perencanaan kebutuhan obat Memantau pola penggunaan obat Format LPLPO LAPORAN PEMAKAIAN dan LEMBAR PERMINTAAN OBAT PUSKESMAS PUSKESMAS KECAMATAN KODYA
: ............... : ............... : ...............
PELAPORAN BULAN / PERIODE PERMINTAAN BULAN / PERIODE
: ............ : .............
No.
Nama Obat
Satuan
Stok Awal
Penerimaan
Persediaan
Pemakaian
Sisa Stok
Stok Opt.
1
2 Air Raksa Dental use Aminofilin inj. 24mg/ml–10 ml Aminofilin Tablet 10 mg Amitriptilin HCl tabb. Salut 25 mg Amoksisilin Kaps. 250 mg Amoksisilin dry Syr. 125mg/5ml Ampisilina Kaplet 500 mg Ampisilina dry Syr. 125 mg/ml Antalgin Tabl. 500 mg Antasida DOEN tabl. kombinasi
3 Btl
4
5
6
7
8
9
1 2 3 4
5 6 7 8 9 10
DOKUMEN GFK PUSKESMAS
1 10
PHB 11
NO : .............. : ............... : ...............
A 12
Ket 13
Amp Tab Tab
Kaps Btl Kapl Btl Tab Tab
Jumlah kunjungan resep Bayar
Umum Tidak Bayar
PHB
Mengetahui / menyetujui Kepala Dinkes II
Yang menyerahkan Kepala GFK
Yang meminta Pimpinan Puskesmas
( ……………………… )
( …………………. )
( …………………. )
Jumlah
6. Buku Catatan harian Penerimaan dan Pemakaian Obat a). Pihak – pihak yang menggunakan Buku Catatan Harian Penerimaan dan Pemakaian Obat :
Kamar Obat Kamar Suntik Puskesmas Pembantu Puskesmas Keliling Posyandu 16
b). Fungsi Buku Catatan Harian Penerimaan dan Pemakaian Obat : Mencatat penerimaan dan pemakaian obat Sumber data untuk menyusun laporan bulanan menggunakan format LPL.PO c). Kegiatan yang harus dilakukan : Sediakan sebuah buku tulis ukuran folio dengan tebal 100 halaman dan buat lajur seperti contoh dibawah ini. Catat nama obat yang tersedia. Untuk satu jenis obat disediakan 1 – 2 halaman. Laksanakan pencatatan atas penerimaan dan pemakaian obat. Setiap akhir bulan jumlahkan seluruh penerimaan dan pemakaian obat dalam satu bulan. d). Format Buku Catatan Harian Penerimaan dan Pemakaian Obat : Nama Obat : ..................... TGL / TH 1/7 – 93 . . . dst s/d 31/7 – 93 Jumlah
PENERIMAAN
PEMAKAIAN
SISA
KET
e). Manfaat : Untuk pengisian format LPLPO Sub Unit PK.
7. Laporan Obat rusak dan atau Daluarsa a) Pihak – pihak yang menggunakan laporan obat rusak dan atau daluarsa : Kepala Puskesmaa Petugas Pengelola Obat b). Kegiatan yang harus dilakukan : Mengumpulkan obat – obatan yang rusak dan atau daluarsa Catat jenis dan jumlah obat yang rusak / daluarsa tersebut pada formulir laporan obat rusak / daluarsa seperti terlampir. Catat jumlah obat yang rusak / daluarsa pada kartu stok pada kolom pengeluaran. Isi format laporan. Kirimkan obat yang rusak / daluarsa bersama – sama laporan ke Dinas Kesehatan Dati II c). Manfaat informasi laporan Obat rusak dan atau daluarsa : Untuk memperbarui catatan mutasi obat dalam kartu stok pada satuan kerja yang melaporkan dan yang menerima kembali obat rusak / daluarsa. Untuk mengetahui persediaan obat yang betul – betul dapat dipakai Sebagai informasi awal untuk menelusuri penyebab kerusakan obat
17
d). Contoh Format Laporan Obat Rusak dan atau Daluarsa. Laporan Obat Rusak / Daluarsa No
Jenis Obat
1 1 2
2 Ampisilin 500mg Tiamin HCl 50mg
No. Batch / No. Lot 3 Dp 10012356 Thm 11757
Tgl Daluarsa
Jumlah
Keterangan
4 01 – 6 – 92
5 100 Kaplet 700 Tablet
6 Daluarsa Rusak
Yang menerima
Melaporkan / Menyerahkan Obat
( ……………… )
( ………………)
8. Surat Pernyataan Obat Hilang a). Pihak yang menggunakan : Kepala Puskesmas Petugas Pengelola b. Pihak yang menyimpan untuk diproses lebih lanjut : Lembar pertama untuk Dinas Kesehatan Dati II Lembar kedua untuk Gdang Farmasi Kabupaten / Kodya Lembar ketiga untuk Arsip Puskesmas c). Kegiatan yang harus dilakukan : Mempersiapkan Surat Pernyataan Obat Hilang sesuai dengan petunjuk berikut. Menyusun daftar obat jadi yang hilang seperti format terlampir. d). Fungsi : Sebagai bahan laporan kepada Kepala Dinas Kesehatan Dati II e). Manfaat informasi Surat Pernyataan Obat Hilang : Masukan untuk langkah – langkah pengamanan f). Format Surat Pernyataan Obat Hilang : Puskesmas : (1)__________________ Pemerintah Daerah Tk II. (2) ____________________________
Surat Pernyataan Obat Hilang Pada hari ini, tanggal (3) _________ bulan (4) ________, kami yang bertanda tangan di bawah ini selaku Kepala Puskesmas (6) ___________________ Daerah Tingkat II Kabupaten / Kotamadya (7) _______________ telah memeriksa dan memastikan adanya kejadian obat hilang di lokasi (8) ___________________ yang termasuk dalam wilayah kerja Puskesmas (9) __________ bersama – sama dengan petugas pengelola obat bersangkutan. Jenis dan jumlah obat yang hilang dinyatakan pada lampiran surat pernyataan ini. Kejadian tersebut timbul sebagai akibat dari (10)____________________________________ ___________________________________________________________________________ ___________________________________________________________________________ Demikian surat pernyataan ini disusun, agar dapat dipergunakan seperlunya. Petugas Pengelola Obat (11) ________________
Kepala Puskesmas (12) ______________
( ……………………… )
( ……………………. )
18
g). Lampiran Daftar Obat Hilang LAMPIRAN DAFTAR OBAT HILANG Lokasi : ( a ) ………………. Tanggal : ( b ) ……………… No.
Nama Obat
No. Batch / No. Lot
Jumlah
Keterangan
9. Alur Pelaporan Pemakaian Obat dan Permintaan Obat sbb : a). Skema Alur Pemakaian dan Permintaan Obat : Dinkes Dati II / GFK LPLPO
Puskesmas (Gudang Obat)
LPLPO
LPLPO
Kamar Obat
LPLPO Pusling
Pustu
LPLPO Posyandu
LPLPO Kamar Suntik
= jalur pelaporan = jalur distribusi obat
b). Waktu Pembuatan Laporan Secara periodik setiap Unit dan Sub Unit Pelayanan Kesehatan harus membuat laporan obat dengan menggunakan form LPLPO (Puskesmas, kamar obat, kamar suntik, Puskesmas Pembantu, Puskesmas Keliling dan Posyandu)
19
10.
Pengawasan Obat di Puskesmas a). Tugas Pengawasan Salah satu tugas dan wewenang Kepala Puskesmas wajib melaksanakan pengawasan melekat terhadap obat – obatan yang diterima, disimpan dan didistribusikan dan yang digunakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku b). Maksud dan tujuan pengawasan Mencegah secara dini terjadinya penyimpangan atau ketidak cocokan antara obat yang diterima, disimpan dan dikeluarkan di Puskesmas dengan dokumen pendukungnya tanpa menunggu pelaksanaan stok opname pada akhir bulan atau akhir tahun. c. Informasi yang diperoleh dari pengawasan di Puskesmas Kepastian bahwa seluruh obat baik jenis maupun jumlahnya yang diterima dari gudang farmasi kabupaten dan yang dikeluarkan ke Sub Unit telah tercatat pada kartu stok. Kepastian bahwa penyimpanan obat di gudang Puskesmas sesuai dengan tata cara / aturan penyimpanan obat serta secara fisik jumlahnya sama dengan jumlah pada kartu stok. d). Ruang lingkup pengawasan obat di Puskesmas Kegiatan penerimaan dan penyimpanan obat Distribusi dan penyerahan obat Penggunaan obat – obatan akhir Sub Unit 4 PK
C. Administrasi Perbekalan Farmasi di Apotik 1. Definisi Apotik ( PP 25 Th. 1980 ) Apotik adalah suatu tempat tertentu, tempat dilakukan pekerjaan kefarmasian dan penyaluran obat kepada masyarakat. 2. Tugas dan fungsi Apotik (a) Tempat pengabdian profesi seorang apoteker yang telah mengucapkan sumpah jabatan (b) Sarana farmasi yang melaksanakan peracikan, pengubahan bentuk, pencampuran dan penyerahan obat atau bahan obat (c) Sarana penyaluran perbekalan farmasi yang harus menyebarkan obat yang diperlukan masyarakat secara meluas dan merata. 3. Pengelolaan Apotik Pengelolaan apotik dibidang pelayanan kefarmasian meliputi : (a) Pembuatan, pengolahan, paracikan, pengubahan bentuk, pencampuran, penyimpanan dan penyerahan obat atau bahan obat. (b) Pengadaan, penyimpanan, penyaluran dan penyerahan perbekalan kesehatan dibidang farmasi lainnya. (c) Informasi mengenai perbekalan kesehatan dibidang farmasi 4. Perbekalan Farmasi Perbekalan farmasi yang disalurkan oleh apotik meliputi : (a) Obat (b) Bahan Obat (c) Obat asli Indonesia (d) Bahan obat asli Indonesia (e) Alat kesehatan (f) Kosmetika, dll 20
5. Aliran Barang Masuk a). Prosedur pembelian (1) Tahap persiapan Perencanan dan penentuan perbekalan farmasi yang akan dibeli baik nama barang dan banyaknya berdasarkan buku defecta yang berasal dari data penjualan bebas, bagian peracikan maupun kartu stok yang ada digudang. Dokumen yang diperlukan adalah daftar kebutuhan obat yang harus dibeli. Mencari dan menemukan penyalur masing – masing obat yang dilengkapi nama, alamat, nomor telepon penyalur ; daftar harga obat masing – masing penyalur ; penentuan waktu dan frekuensi pembelian Mengadakan perundingan dengan beberapa penyalur untuk merundingkan persyaratan jenis, mutu barang yang diperlukan ; persyaratan harga dan potongan – potongan yang diperoleh ; persyaratan pengiriman barang ; persyaratan waktu pembayaran. (2) Tahap pemesanan : Disiapkan surat pemesanan barang rangkap tiga untuk dikirim kepada penyalur, gudang dan arsip pembelian. (3) Tahap penerimaan : Barang yang diterima harus diperiksa oleh petugas gudang bila perlu disaksikan oleh petugas pembelian dengan melakukan pemeriksaan sbb : Mencocokkan surat pengiriman barang, faktur dengan surat pemesanan barang Mencocokkan surat pengiriman barang dan faktur dengan barang – barang yang nyata – nyata dikirim, baik terhadap nama barang, kemasan, jumlah serta pemeriksaan terhadap kadaluarsa (4) Tahap penyimpanan barang : Petugas gudang mencatat seluruh penerimaan barang hari itu dalam buku harian penerimaan barang Mencatat semua surat pengiriman barang ke kartu stok Menyimpan barang sesuai dengan jenis dan sifat barang Barang tertentu disimpan di tempat terpisah, misalnya : - Narkotika, disimpan di lemari terkunci - Serum, vaksin di lemari pendingin - Bahan yang mudah terbakar di tempat tersendiri (5) Pencatatan dokumen / faktur pembelian barang Mengumpulkan faktur / bon pembelian barang Mencatat dalam jurnal pembelian untuk semua faktur atau pembelian kredit Mencatat dalam jurnal pengeluaran kas, untuk semua pembelian barang secara kontan Membuat posting ke buku besar pembantu dan buku besar umum 6. Aliran Barang Keluar Prosedur penjualan : a) Penjualan obat bebas, alkes dan lain - lain : (1) Setiap pembelian obat bebas diberikan tanda bukti transaksi penjualan berupa bon atau kwitansi penjualan rangkap 3 dan diberi nomor, tanggal, nama barang, banyak harga satuan dan jumlah. (2) Bukti transaksi tersebut digunakan untuk membayar pada kasir sejumlah bon / kwitansi. Tembusan 1 dipegang sbagai arsip kasir setelah diberi stempel lunas. (3) Asli dan tembusan 2 diserahlan kepada pelayan apotik untuk pengambilan barang; setelah tembusan 2 dan asli diberi tanda barang telah diambil. Tembusan 2 sebagai arsip pelayan apotik yang menyerahkan barang. 21
(4) Bon yanga sli dan obat – obat bebas diserahkan kepada pasien. b) Penjualan obat dengan resep dokter : (1) Resep yang diterima dari pasien diberi harga sambil mengontrol ketersediaan obat dan diserahkan pada pasien lagi (2) Pasien membayar ke kasir harga obat yang akan diambil sesuai dengan resep tersebut dan ditandai jumlah yang akan diambil serta diberi nomor urut R/ dan catat nama, umur, alamat yang lengkap di belakang resep (3) Resep yang sudah lunas diserahkan kepada asisten apoteker yang bertugas untuk : Menghitung komposisi obat Menyiapkan etiket Menyiapkan obat / bahan baku obat Meracik obat sesuai ketentuan yang berlaku Pengemasan obat yang sudah selesai diracik (4) Obat yang sudah selesai diracik dikemas dan dikontrol kembali Resep obat yang sesuai dengan nama pasien Komposisi obat dan perhitungan dosis Kelengkapan bahan obat yang sudah diracik (5) Penyerahan obat oleh petugas yang ditentukan dengan kontrol yang ketat antara nomor dan nama pasien harus sesuai. (6) Paraf pasien yang telah memintan / mengambil obat tersebut. (7) Resep yang sudah dikerjakan dilampirkan dengan kalkulasi perhitungan harga pokok obat + laba + uang R/ (rangkap 2) (8) Resep yang sudah dikerjakan dengan kalkulasi harga obat, disimpan secara teratur sesuai tanggal, bulan dan tahun (9) Kalkulasi harga pokok obat diserahkan ke bagian pembukuan untuk dicatat.
22
BAB II INVENTORY CONTROL (PENGENDALIAN PERSEDIAAN)
Tujuan Inventory Control adalah untuk menciptakan keseimbangan antara besarnya persediaan dengan besarnya permintaan dari sekelompok barang. Prinsip keseimbangan adalah lengkap tetapi yang perlu saja dan jumlahnya cukup (tidak berlebihan atau tidak kekurangan). Besar kecilnya volume persediaan didasarkan pada : 1. Kecepatan bergerak atau perputaran Barang yang mempunyai kecepatan bergeraknya cepat (turn over tinggi) disediakan lebih banyak (product fast moving = persediannya banyak). Sedang barang yang mempunyai turn over rendah, disediakan lebih sedikit (product slow moving = disediakan sedikit . 2. Lokasi Apotek / P.B.F. Apotik di pulau jawa, persediaan cukup disediakan untuk 1 bulan. Diluar pulau Jawa, persediaan barang disediakan untuk 1 ½ - 2 bulan omzet. 3. Kebutuhan perbulan Pembelian berdasarkan kebutuhan perbulan diartikan pengadaan barang sebesar harga pokok, atau Cost Of Goods Sold ( C.G.S ) Contohnya : Misalnya omzet rata – rata perbulan = Rp. 100.000.000,Laba bruto rata – rata dipungut 23% dari omzet Maka harga pokoknya = 77% x Rp. 100.000.000 atau = Rp. 77.000.000,Jenis keseimbangan : Pengadaan barang berdasarkan 2 jenis keseimbangan, yaitu : 1. Keseimbangan secara total adalah : keseimbangan antara seluruh permintaan dengan seluruh persediaan atau antara seluruh pembelian dengan seluruh penjualan secara proporsional. Misalnya : omzet perbulan 100 juta, laba bruto yang dipungut = 25% Maka harga pokok = 75% = Rp. 75 juta Jadi jumlah pembelian supaya seimbang dengan penjulana ( omzet ) = Rp. 75 juta a. Keseimbangan komposisi / proporsional : adalah keseimbangan antara sekelompok produk, yaitu antara kelompok produk yang fast moving dan kelompok produk yang slow moving. Misalnya : omzet = Rp. 100 juta, COG = Rp. 75 juta, laba 25% ( hanya pokok ) Produk yang fast moving menghasilkan omzet 80% dari seluruh omzet dan yang slow moving menghasilkan 20%. Maka : persediaan barang dari kedua kelompok ini harus proporsional seimbang. Yaitu : 80% x Rp. 75 juta + Rp. 60 juta, untuk produk fast moving 20% x 75 juta = Rp. 15 juta, untuk produk slow moving Soal tentang Pengadaan barang secara seimbang : Omzet rata – rata suatu pabrik = 100 juta Terdiri dari : Penjualan dengan resep dokter = Rp. 75 juta Penjualan ke dokter rumah sakit = Rp. 20 juta Penjualan bebas = Rp. 5 juta 23
Laba yang diinginkan untuk : Penjualan dengan resep dokter = 25% Penjualan ke dokter rumah sakit = 10% Penjualan bebas = 20% Masing – masing dari omzet penjualan Ditanya : a. Berapakah total laba dan persen laba total b. Berapakah harga pokok c. Berapa jumlah pembelian bulan berikutnya agar terjadi keseimbangan 1. Penjualan dengan R/ dr = Rp. 75 juta 2. Penjualan ke dr RS = Rp. 20 juta 2. Penjualan bebas = Rp. 5 juta Jawab : a. Laba = omzet – HP % HP HP = x omzet % omzet Laba untuk obat dengan resep dari dokter : Laba untuk obat dengan resep dari rumah sakit : Laba untuk obat bebas :
100 = Rp.
75.000.000
-
= Rp.
20.000.000
-
125
x 75.000.000
= Rp.
15.000.000,000
x 20.000.000
= Rp.
1.818.181,818
x 5.000.000
= Rp.
833.33,330
100
110 100 = Rp.
5.000.000
120
Total Laba :
+ = Rp.
17.651.515,150
b. HP = Total omzet – total laba = 100.000.000 – 17.651.515,15 = 82.348.484,85 % laba
=
Total laba Total HP
=
x 100 %
17.651.515,150 82.348.484,85
x 100 % = 21,435 %
c. Perbandingan omzet
= 75 : 20 : 5 = 15 : 4 : 1 Jumlah obat dengan resep dokter yang harus dibeli bulan berikutnya adalah : 15 x 82.348.484,85 = Rp. 61.761.363,64 20 Jumlah obat dengan resep dokter dari rumah sakit yang harus dibeli bulan berikutnya adalah : 4 x 82.348.484,85 = Rp. 16.469.696,97 20 24
Jumlah obat dengan penjualan bebas yang harus dibeli bulan berikutnya adalah : 1 x 82.348.484,85 = Rp.4.117.424,243 20 Faktor utama yang harus dipertimbangkan dalam menetapkan kebijaksanaan pembelian barang : 1. Kriteria Supplier dipilih atas dasar : Harga yang kompetitif Pelayanan yang cepat Masa kredit yang menguntungkan 2. Waktu Waktu pemesanan barang adalah pada saat persediaan berada pada keadaan Re Order Point. Re Order Point adalah saat / titik pemesanan kembali, yakni bila persediaan barang pada kondisi Buffer Stock. Buffer Stock adalah jumlah persediaan yang harus ada dalam gudang untuk menjaga jangan sampai kehabisan barang selama terjadi pemesanan barang. Lead Time atau waktu tunggu yaitu waktu yang diperlukan mulai saat pemesanan barang sampai barang datang. 3. Lokasi (a) Lokasi persediaan barang Di ruang racikan Di ruang gudang Pemesanan mulai dilaksanakan bila digudang sudah habis dengan catatan di ruang racikan cukup tersedia selama pemesanan kembali. (b) Lokasi Apotik : Apotik berada di kota besar Apotik berada di luar kota Apotik berada di luar kota yang tanggung letak / lokasi aporik terhadap supplier sangat mempengaruhi waktu tunggu ( Lead Time ) 4. Volume dan frekwensi pembelian Makin kecil volume pembelian, makin tinggi frekuensi pembelian Makin besar volume pembelian, makin jarang frekuensi pembelian Akibat kecilnya volume pembelian : (a) Tingginya frekuensi pembelian (b) Tingginya frekuensi pemeriksaan dan pengaturan barang (c) Tingginya frekuensi menerima barang (d) Tingginya frekuensi kegiatan pencatatan penerimaan dan pembayaran barang Akibat dari besarnya volume pembelian : (a) Memerlukan ruang cukup besar (b) Memerlukan finansial / kapital yang besar (c) Menimbulkan resiko kerusakan barang (d) Memerlukan buffer stock yang cukup besar
25
Gambar : Pesanan / pembelian sebesar kebutuhan 4 minggu : V4 VM
VM = posisi persediaan
V3 VM = Volume maksimal pembelian
V2
R
V1
R
R = Re Order point
Safety stock
M1
M2
M3
M4
M1
M2
M3
M4
Lead Time = 1 minggu
26
BAB III KEPEMIMPINAN
A. Defenisi Kepemimpinan Menurut James AF. Stoner, kepemimpinan managerial dapat didefinisikan sebagai suatu proses pengarahan dan pemberian pengaruh pada kegiatan – kegiatan dari sekelompok anggota yang saling berhubungan tugasnya. Ada tiga implikasi penting dari definisi tersebut : 1. Kepemimpinan menyangkut orang lain, bawahan atau pengikut. Kesediaan mereka untuk menerima pengarahan dari pemimpin. 2. Kepemimpinan menyangkut suatu pembagian kekuasaan yang tidak seimbang diantara para pemimpin dan anggota kelompok. Para pemimpin mempunyai wewenang untuk mengarahkan berbagai kegiatan para anggota kelompok, tetapi para anggota kelompok tidak dapat mengarahkan kegiatan – kegiatan pemimpin secara langsung. 3. Selain dapat memberikan pengarahan kepada para bawahan atau pengikut, pemimpin dapat juga mempergunakan pengaruh. Dengan kata lain, para pemimpin tidak hanya dapat memerintah bawahan apa yang harus dilakukan tetapi juga dapat mempengaruhi bagaimana bawahan melaksanakan perintahnya. B. Pendekatan – Pendekatan Studi Kepemimpinan Klasifikasi Pendekatan Studi Kepemimpinan ada tiga ( 3 ), yaitu : 1. Pendekatan – pendekatan kesifatan 2. Pendekatan – pendekatan perilaku 3. Pendekatan – pendekatan situasional (contingency) 1. Pendekatan Kesifatan Pendekatan kesifatan memandang kepemimpinan sebagai suatu kombinasi sifat – sifat yang tampak. Pada teoritis kesifatan adalah kelompok pertama yang bermaksud menjelaskan tentang aspek kepemimpinan. Mereka percaya, bahwa para pemimpin memiliki ciri – ciri atau sifat – sifat tertentu yang menyebabkan mereka dapat memimpin para pengikutnya. Berbagai studi pembandingan sifat – sifat pemimpin dan bukan pemimpin, sering menemukan bahwa pemimpin cenderung lebih tinggi, mempunyai tingkat kecerdasan yang lebih tinggi, lebih ramah dan lebih percaya diri dari pada yang lain dan mempunyai kebutuhan akan kekuasaan lebih besar. Tetapi kombinasi sifat – sifat tertentu, akan membedakan antara pemimpin atau calon pemimpin dari pengikut belum pernah ditemukan. Sehingga timbul anggapan para peneliti sifat – sifat kepemimpinan, bahwa pemimpin dilahirkan, bukan dibuat, atau seseorang itu dilahirkan membawa atau tidak membawa sifat – sifat yang diperlukan bagi seorang pemimpin. Sifat – sifat tertentu yang tampaknya penting untuk kepemimpinan yang effektif menurut Edwin Ghiselli : Kemampuan dalam kedudukannya sebagai pengawas (Supervisory Ability) atau pelaksanaan fungsi – fungsi dasar manajemen, terutama pengarahan dan pengawasan pekerjaan orang lain. Kebutuhan akan prestasi dalam pekerjaan, mencakup percarian tanggung jawab dan keinginan sukses Kederdasan, mencakup kebijakan, pemikiran kreatif dan daya pikir 27
Ketegasan (Decisiveness), atau kemampuan untuk membuat keputusan – keputusan dan memecahkan masalah – masalah dengan cakap dan tepat Kepercayaan diri, atau pandangan terhadap dirinya sebagai kemampuan untuk menghadapi masalah Inisiatif atau kemampuan untuk bertindak tidak tergantung, mengembangkan serangkaian kegiatan dan menemukan cara – cara baru atau inovasi
Syarat – syarat kepemimpinan yang ditentukan oleh Angkatan Bersenjata RI adalah : (a) Syarat – syarat minimal yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin menurut standar ABRI adalah : Watak yang baik ( karakter, budi dan moral ) Intelegensia yang tinggi Kesiapan lahir dan bathin (b) Syarat – syarat lain yang diperlukan : Sadar akan tanggung jawab Mempunyai sifat – sifat kepemimpinan yang menonjol Membimbing diri dengan azas – azas dan prinsip – prinsip kepemimpinan Melaksanakan kegiatan – kegiatan dan perintah – perintah dengan penuh tanggung jawab ( correct ) serta mampu membimbing anak buahnya dengan baik dan mengemblengnya menjadi satu kesatuan yang efektif Mengenal anak buahnya, memahami sepenuhnya akan sifat dan tingkah laku masing – masing dalam segala macam keadaan, suasana dan pengaruh. Paham akan cara bagaimana seharusnya mengukur dan menilai kepemimpinannya. 2. Pendekatan Perilaku Pemimpin Pendekatan kedua bermaksud mengidentifikasi perilaku – perilaku (behaviours) pribadi yang berhubungan dengan kepemimpinan effektif. Pendekatan mencoba untuk menentukan apa yang dilakukan pemimpin effektif, bagaimana mereka mendelegasikan tugas, bagaimana mereka berkomunikasi dengan dan memotivasi bawahan mereka, bagaimana mereka menjalankan tugas – tugas, dan sebagainya. Tidak seperti sifat – sifat, bagaimanapun juga perilaku dapat dipelajari atau dikembangkan, sehingga individu – individu dapat dilatih dengan perilaku – perilaku kepemimpinan yang tepat agar mampu memimpin lebih effektif. Pendekatan perilaku memusatkan perhatiannya pada dua aspek perilaku kepemimpinan yaitu : fungsi – fungsi dan gaya – gaya kepemimpinan. (a) Fungsi – fungsi kepemimpinan Aspek pertama pendekatan perilaku kepemimpinan menekankan pada fungsi – fungsi yang dilakukan pemimpin dalam kelompoknya. Agar kelompok berjalan dengan effektif, seseorang harus melaksanakan dua fungsi utama : Fungsi – fungsi yang berhubungan dengan tugas (task related) atau pemecahan masalah fungsi pertama menyangkut pemberian saran penyelesaian, informasi dan pendapat. Fungsi – fungsi pemeliharaan kelompok (Group maintenance) atau sosial. Fungsi kedua mencakup segala sesuatu yang dapat membantu kelompok berjalan lebih lancar. Persetujuan dengan kelompok lain, penengahan perbedaan pendapat atau sebagainya.
28
(b) Gaya – gaya kepemimpinan Para peneliti telah mengidentifikasi dua gaya kepemimpinan, yaitu : Gaya dengan orientasi tugas (task oriented ) Manager berorientasi tugas mengarahkan dan mengawasi bawahan secara tertutup untuk menjamin bahwa tugas dilaksanakan sesuai dengan yang diinginkannya. Manager dengan gaya kepemimpinan ini lebih memperhatikan pelaksanaan pekerjaan daripada pengembangan dan pertumbuhan karyawan. Gaya dengan orientasi karyawan Manager berorientasi karyawan mencoba untuk lebih memotivasi bawahan dibanding mengawasi mereka . Mereka mendorong para anggota kelompok untuk melaksanakan tugas – tugas dengan memberikan kesempatan bawahan untuk berpartisipasi dalam pembuatan keputusan, menciptakan suasana persahabatan serta hubungan – hubungan saling mempercayai dan menghormati dengan para anggota kelompok. Salah satu Teori dan Penelitian Kepemimpinan dengan pendekatan Perilaku adalah Mc. Gregor atau Douglas Mc. Gregor, bahwa strategi kepemimpinan dipengaruhi anggapan – anggapan seseorang pemimpin tentang sifat dasar manusia. Sebagai hasil pengalamannya menjadi konsultan, Mc.Gregor menyimpulkan dua kumpulan anggapan yang saling berlawanan yang dibuat oleh para manajer dalam industri. Anggapan – anggapan teori X : Rata – rata pembawaan manusia malas atau tidak menyukai pekerjaan dan akan menghindarinya bila mungkin. Bila mungkin karakteristik manusia tersebut orang harus dipaksa, diawasi, diarahkan atau diancam dengan hukuman agar mereka menjalankan tugas untuk mencapai tujuan - tujuan organisasi. Rata – rata manusia lebih menyukai diarahkan, ingin menghindari tanggung jawab, mempunyai ambisi relatif kecil dan menginginkan keamanan / jaminan hidup diatas segalanya. Anggapan – anggapan teori Y : Penggunaan usaha phisik dan mental dalam bekerja adalah kodrat manusia seperti bermain atau beristirahat. Pengawasan dan ancaman hukuman eksternal bukanlah satu – satunya cara untuk mengarahkan usaha pencapaian tujuan organisasi. Orang akan melakukan pengendalian diri dan pengarahan diri untuk mencapai tujuan yang telah disetujuinya. Keterikatan pada tujuan merupakan fungsi dari penghargaan yang berhubungan dengan prestasi mereka. Rata – rata manusia dalam kondisi yang layak, belajar tidak hanya untuk menerima tetapi mencari tanggung jawab. Ada kapasitas besar untuk melakukan imajinasi, kecerdikan dan kreatifitas dalam penyelesaian masalah – masalah organisasi yang secara luas tersebar pada seluruh karyawan. Potensi intelektual rata – rata manusia hanya digunakan sebagian saja dalam kondisi kehidupan industri modern.
29
Kisi – kisi manajerial dari Blake dan Mounton Kisi – kisi manajerial (Managerial grid) yang dikembangkan oleh Robert Blake dan Jane Monton juga berkenan dengan orientasi manajer pada tugas (produksi) dan karyawan (orang) serta kombinasi antara kedua ekstrim.
Gambar : Menunjukkan suatu kisi – kisi atau jaringan dengan sumbu horizontal perhatian terhadap produksi dan sumber vertikal perhatian terhadap karyawan. Manajer 1.1 pada sudut kiri bawah : Dalam kisi – kisi digambarkan sebagai seorang manager yang Turun Tahta, perhatian rendah terhadap karyawan maupun terhadap produksi / tugas. Ini adalah bentuk ekstrim dari gaya manajemen Laissez Faire. Manager 1.9 : Mempergunakan kepemimpinan santai, serba mengizinkan, dengan tekanan pada pemeliharaan keuangan dan kepuasan karyawan. Manajer tipe ini cenderung menghindari ketegangan dalam pelaksanaan pekerjaan, dengan perhatian terhadap karyawan yang tinggi tetapi perhatian terhadap produksi rendah. Manager 5.5 : 30
Disebut gaya Middle of the road management atau Organization Man Management. Memperhatikan baik terhadap kepuasan karyawan maupun terhadap produksi. Kadang manajer tipe ini menggunakan pendekatan tawar menawar implisit untuk menyelesaikan suatu pekerjaan. Manager 9.1 : Digambarkan sebagai seorang otokrat, pemegang tugas yang keras, dengan berbagai karakteristik pengawasan tertutup. Management tugas atau otoriter ini perhatiannya terhadap produksi dan effisiensi tinggi tetapi rendah perhatiannya terhadap karyawan. Manager 9.9 : Percaya bahwa saling memahami dan menyetujui tentang apa tujuan – tujuan organisasi dan cara – cara pencapaiannya adalah inti pengarahan kerja. Manajement team atau Demokratik ini memberikan perhatian penuh baik pada produksi maupun semangat kerja dan kepuasan karyawan, melalui penggunaan pendekatan partisipatif atau team dalam pelaksanaan pekerjaan. Blake dan Mounton mengemukakan bahwa gaya manajemen 9.9 adalah tipe perilaku kepemimpinan yang paling effektif. Pendekatan ini dalam hampir semua situasi, akan menghasilkan peningkatan prestasi, tingkat absensi dan perputaran karyawan rendah, dan kepuasan kerja karyawan tinggi. Kisi – kisi manajerial dari Blake dan Mounton digunakan secara meluas sebagai peralatan latihan. Adakah gaya kepemimpinan ideal ? Telah terjadi perdebatan dalam waktu cukup lama untuk mencari jawaban apakah ada gaya kepemimpinan normatif atau ideal. Perdebatan ini biasanya terpusat pada gaggasan bahwa gaya ideal itu ada : yaitu gaya yang secara aktif melibatkan bawahan dalam pencapaian tujuan dengan menggunakan tehnik – tehnik manajemen partisipasif dan memusatkan perhatian baik terhadap karyawan dan tugas. Di lain pihak, beberapa penelitian membuktikan pula bahwa pendekatan otokratik dibawah berbagai kondisi, pada kenyataannya lebih effektif dibanding pendekatan lain. Jadi pengalaman – pengalaman kepemimpinan mengungkapkan bahwa dalam berbagai situasi pendekatan otokratik mungkin yang paling baik, dalam berbagai situasilain, pendekatan partisipatif yang lebih efektif, atau pendekatan orientasi tugas dibanding orientasi karyawan dari sisi lain. Kesimpulan yang dapat dibuat, bahwa kepemimpinan adalah kompleks dan gaya kepemimpinan yang paling tepat tergantung kepada beberapa variabel yang saling berhubungan seprti ditunjukkan pembahasan berikut. Type – type kepemimpinan : Bila kita mengamati cara – cara pemimpin melakukan kepemimpinannya, penulis setuju dengan pendapat para ahli lainnya di dunia, bahwa cara kepemimpinan itu dilaksanakan ke dalam lima ( 5 ) tipe, yakni : (a) Tipe otokratis Kepemimpinan yang bertipe otokratis merasa paling baik hampir dalam segala hal. Sesuai dengan sifatnya pemimpin tipe ini dalam melaksanakan kepemimpinannya akan bersikap : Menganggap organisasi sebagai miliknya sendiri Menyatukan dan menyamakan tujuan pribadi dengan tujuan organisasi Menganggap semua kerabat kerja sebagai alat semata – mata 31
Tidak mau menerima kritk, saran dan pendapat orang lain Terlalu tergantung pada kekuasaan yang dimilikinya ( kekuasaan formal karena ia telah diangkat sebagai pimpinan ) Dalam menggerakan kerabat kerjanya sering mempergunakan unsur paksaaan dan hukuman
(b)
Tipe Militeristis Kepemimpinan yang bertipe Militeristis (berprilaku seperti militer meski bukan militer). Sikap para pemimpin tipe militeristis, antara lain : Menggerakkan kerabat kerjanya dengan memerintah Tergantung pada jabatan atau pangkat yang dimilikinya Senang bersifat formalitas yang berlebih – lebihan Menuntut disiplin yang tinggi dan bersikap kaku Sukar untuk menerima kritik dari kerabat kerja / bawahan Menggemari upacara – upacara untuk berbagai keadaan
(c)
Tipe Paternalis Kepemimpinan tipe paternalistis (kebapakan / merasa serba paling tahu). Sikap parapemimpin tipe ini antara lain : Menganggap kerabat kerja tidak pernah dewasa Bersikap terlalu melindungi terhadap kerabat kerjanya Jarang memberi kesempatan untuk memutuskan sendiri segala hal yang menjadi wewenang dan tanggung jawab kerabat kerja Jarang memberi kesempatan untuk mengembangkan kreatifitas Sering bersikap maha tahu dalam banyak hal
(d)
Tipe Kharismatis Kepemimpinan tipe kharismatik (memanfaatkan wibawa / kharisma). Pemimpin yang memiliki kharisma karena cakap mendidik dan membina diri sebaik – baiknya, disamping selalu berusaha taqwa pada Tuhan YME melalui agama yang dianutnya, mereka memiliki cara memimpin yang amat sederhana sebab segenap kerabat kerjanya akan taat dan patuh melaksanakan tugasnya masing – masing serta tanpa perintah. Sikap para pemimpin tipe ini antara lain : Dalam menggerakkan kerabat kerja bersikap memberi keleluasaan, sebab manusia adalah mahluk yang mulia. Selalu berusaha menyerasikan kepentingan dan tujuan organisasi dengan kepentingan dan tujuan pribadi kerabat kerja Selalu menerima saran, pendapat dan kritik yang bersifat membangun Mengutamakan kerja sama dalam setiap usaha untuk mencapai tujuan Mengutamakan kerja yang membuat kekeliruan bukan dihukum / dimarahi melainkan diberi kesempatan seluas – luasnya untuk mengadakan perbaikan agar kesalahan serupa tidak terulang Berusaha meningkatkan kemampuan dan kreatifitas semua orang yang menjadi kerabat kerjanya, agar kesejahteraan hidup merekapun meningkat pula dari saat ke saat. Berusaha mengembangkan dirinya agar lebih cakap dan bijaksana memimpin segenap kerabat kerjanya.
(e)
Tipe Demokratis Pengetahuan tentang kepemimpinan telah membuktikan bahwa tipe pemimpin yang demokratis yang paling tepat untuk organisasi modern karena : 32
Dalam proses penggerakkan bawahan selalu bertitik tolak dari pendapat bahwa manusia itu adalah mahluk yang termulia di dunia Selalu berusaha mengsinkronisasikan kepentingan dan tujuan organisasi dengan kepentingan dan tujuan pribadi dari para bawahannya Ia senang menerima saran, pendapat dan bahkan kritik – kritik dari bawahannya Selalu berusaha mengutamakan kerjasama dan teamwork dalam usaha mencapai tujuan Dengan ikhlas memberikan kebebasan yang seluas – luasnya kepada bawahannya untuk berbuat kesalahan yang kemudian dibanding dan diperbaiki agar bawahan itu tidak lagi berbuat kesalahan yang lalu Selalu berusaha untuk menjadikan bawahannya lebih sukses daripadanya. Berusaha mengembangkan kapasitas diri pribadinya sebagai pemimpin.
Secara implisit tergambar bahwa untuk menjadi pemimpin tipe demokratis bukanlah suatu hal yang mudah untuk dicapai. Akan tetapi karena pemimpin yang demikianlah yang paling ideal, alangkah baiknya jika semua pemimpin berusaha menjadi seorang pemimpin yang demokratis. 3. Pendekatan Situasional (Contigency) Pendekatan Situasional Contigency menggambarkan bahwa gaya yang digunakan adalah bergantung pada faktor – faktor seperti situasi, karyawan, tugas, organisasi dan variable lingkaran lainnya. Faktor – faktor yang mempengaruhi perilaku kepemimpinan menurut Mary Parker Follet yang menggambarkan hukum situasi menyatakan bahwa ada 3 variable yang mempengaruhi para pemimpin, yaitu : Pemimpin Pengikut atau bawahan Situasi Ketiga faktor tersebut diatas saling berhubungan dan saling berinteraksi. Bila digambarkan ketiga variable tersebut diatas adalah sebagai berikut : Kemampuan dan kualitas pemimpin
Kemampuan dan kualitas bawahan
Situasi
Rangkaian kesatuan kepemimpinan Tannen Bawn dan Selmit : Mempertimbangkan tiga kumpulan kekuatan sebelum melakukan pemilihan gaya kepemimpinan, yaitu : 1. Kekuatan manager adalah : (a) Sistem nilai (b) KEPercayaan terhadap bawahan (c) Kecenderungan kepemimpinan sendiri (d) Perasaan aman dan tidak aman 2. Kekuatan – kekuatan di dalam diri para bawahan : (a) Kebutuhan mereka akan kebebasan (b) Kebutuhan mereka akan peningkatan tanggung jawab (c) Apakah mereka tertarik dalam dan mempunyai keahlian ………….. (d) Harapan mereka mengenai keterlibatan dalam pembuatan keputusan 33
3. Kekuatan – kekuatan situasi adalah : (a) Tipe organisasi (b) Effektifitas kelompok (c) Desakan waktu (d) Sifat masalah itu sendiri Konsep Tannen Bawm dan Selmit merupakan rangkaian kesatuan seperti ditunjukkan gambar sbb : Kepemimpinan Terpusat pada Pemimpin
Kepemimpinan terpusat pada bawahan
Penggunaan wewenang Oleh manajer Daerah Kebebasan Bagi bawahan
Manajer membuat keputusan dan mengumum kannya
1
Manajer “menjual” keputusan
2
Manajer mengemuka kan gagasan dan mengundang pertanyaan
3
Manajer mengutarakan keputusan sementara yang dapat diubah
4
Manajer mengemukakan masalah, memperoleh saran dan membuat keputusan
5
34
Manajar merusmuskan batasan, meminta kelompok membuat keputusan
6
Manajer memperbolehkan bawahan berfungsi dalam batasan yang ditenrukan atasan
7
BAB IV PERHITUNGAN HARGA POKOK
A. Harga Pokok Perdagangan Harga poko perdagangan ialah harga pembelian barang ditambah biaya – biaya lain yang diperhitungkan sampai barang siap dijual. Fungsi harga pokok adalah : 1. Untuk menetapkan harga jual 2. Untuk menghitung laba / rugi 3. Untuk menilai efisiensi ( alat pengawasan ) 4. Untuk menilai persediaan barang ( dalam neraca ) Unsur – unsur harga pokok dalam perhitungan laporan rugi / laba : 1. Persediaan awal 2. Pembelian 3. Retur pembelian 4. Potongan pembelian dan pengurangan harga 5. Beban angkut pembelian 6. Barang tersedia untuk dijual 7. Persediaan akhir Format – format perhitungan harga pokok : Persediaan Awal Pembelian Retur pembelian
xx
= xxxx = x (-) = xxx Pot.Pembelian & pengur.harga = x (-) = xx Beban angkut pembelian = x (+) Pembelian bersih = xxx Barang tersedia untuk dijual Persediaan akhir Harga Pokok Contoh Soal : Diketahui data persediaan barang PT. ABC sbb : Persediaan awal = Rp. 2.000.000 Pembelian = Rp. 4.000.000 Retur pembelian = Rp. 1.000.000 Potongan pembelian dan pengurangan harga = Rp. 500.000 Beban angkut pembelian = Rp. 750.000 Persediaan akhir = Rp. 1.000.000 Hitung harga pokok penjualan barang tersebut ! Jawab .................
35
xxx (+) xxxxx x (-) xxxx
Jawab : Persediaan awal Pembelian
Rp. 2.000.000
Rp. 4.000.000 Retur pem & pengurangan.harga Rp. 500.000 (-) Rp. 3.500.000 Beban angkut pembelian Rp. 750.000 (+) Pembelian bersih Rp. 4.250.000 Barang tersedia untuk dijual Persediaan akhir
Rp. 4.250.000 (+) Rp. 6.250.000 Rp. 1.000.000 (-)
Harga Pokok
Rp. 5.250.000
Jadi : HP = Persediaan awal + pembelian bersih – persediaan akhir
Pembelian bersih =
Pembelian – Retur pembelian – Potongan pembelian + Beban angkut pembelian
Nota Pembelian Barang : 1) Format nota pembelian barang / faktur pembelian barang Berat kotor Tara ekstra (%) Tara %
= .........…kg = .........…kg = .........…kg = .........…kg = .........…kg
- (bulat) - (bulat)
Refaksi %
= .........…kg = .........…kg
- (bulat)
Potongan lain Berat bersih
= .........…kg = .........…kg
x Rp........./kg
= Rp.........…
Rabat %
= Rp.........… = Rp.........…
-
Biaya lelang %
= Rp.........… = Rp.........…
+
Potongan tunai
= Rp.........… = Rp.........…
-
= Rp.........… = Rp.........…
+
= Rp.........…
+
Ongkos – ongkos : Kurtasi 10 % Lainnya
= Rp.........… = Rp.........… + Komisi % Pembelian bersih
Catatan : ½ kg keatas dibulatkan menjadi 1 kg Kurang dari ½ kg, hilangkan ½ rupiah ke atas dibulatkan menjadi 1 rupiah kurang dari ½ rupiah, hilangkan 36
= Rp.........…
2). Keterangan Istilah – Istilah Dalam Nota / Faktur Pembelian dan Nota / Faktur Penjualan (a) Potongan berat meliputi : Tara ekstra atau tara istimewa, potongan terhadap pembungkus (kemasan) khusus, biasanya dinyatakan dalam % ttara = pembungkus Tara atau pembungkus dapat dinyatakan dalam % Refaksi, potongan yang diperhitungkan terhadap kemungkinan menyusutnya baran, dinyatakan dalam % Potongan lainnya secara khusus adalah yang sering disebutkan dalam satuan Kg. (b)
Bruto atau Berat kotor adalah berat barang beserta pembungkus / kemasannya. Netto atau Berat bersi adalah berat barang setelah dikurangi potongan – potongan berat.
(c) Potongan harga meliputi : Rabat, potongan yang diberikan jika membeli dalam partai besar dan biasanya diberikan kepada pihak yang akan menjual kembali Potongan tunai atau potongan kontan, diberikan apabila pembayaran dilakukan tunai. (d) Macam – macam biaya : Biaya lelang, bila jual beli dilakukan melalui pelelangan umum. Biaya ini biasanya dinyatakan dalam % dan selalu ditambahkan baik dalam faktur pembelian ataupun faktur penjualan. Kurtasi atau propisi merupakan ongkos jasa seorang perantara (makelar) biasanya dinyatakan dalam % Komisi, ongkos jasa perantara komisioner yang dinyatakan dalam % Biaya / ongkos lain – lain, seperti ongkos angkuta, sewa gudang, ongkos bongkar muat, dll Ketiga biaya (1, 2, 3) dalam faktur pembelian ditambahkan, sedang penjualan dikurangkan.
dalam faktur
Contoh Soal dan Jawab Pembelian Barang Dagangan : 1. Seorang pedagang simplisia di jakarta menyuruh komisioner di semarang untuk membeli 12,650Kg simplisia. Tara 2%, tara ekstra 1%, harga Rp. 800,00/kg netto. Rabat 4%, pot. Tunai 1 ½ dan biaya lelang 1%. Komisioner memperhitungkan ongkos angkut ke jakarta sebesar Rp. 240.000,00 kurtasi 1% dan komisi 5%. Susunlah faktur pembelian sebagaimana harus dibuat oleh komisioner tersebut. Jawab : Berat kotor = 12.650 Kg Tara ekstra = 127 Kg (-) = 12.523 Kg Tara = 250 Kg (-) Berat bersih = 12.273 Kg x Rp. 800,00 = Rp. 9.818.400,00 Rabat 4% …………….. = Rp. 392.736,00 (-) = Rp. 9.425.664,00 Biaya lelang 1% = Rp. 94.256,64 (+) = Rp. 9.519.920,64 37
Pot. Tunai 1 ½%
= Rp. 141.384,96 (-) = Rp. 9.378.535,68
Ongkos – ongkos : Kurtasi 1% 94.256,64 Angkutan 240.000,00
= Rp. 334.256,64 (+) = Rp. 9.712.792,32 = Rp. 485.639,62 (+)
Komisi 5% Harga pokok = Harga pembelian bersih
= Rp. 10.198.431,94
Nota penjualan / Faktur penjualan barang dagangan 1). Format Nota / Faktur Penjualan Barang FAKTUR PENJUALAN Berat kotor a.d. berat bersih lihat faktur pembelian : (sama caranya dengan faktur pembelian) Berat bersih = …………… Kg x Rp. ……….. / Kg = Rp. ……………….. Rabat % = Rp. ……………….. (-) = Rp. ……………….. Biaya Lelang % = Rp. ………………. (-) = Rp. ……………….. Ongkos – ongkos : Kurtasi % = Rp. ……………. Lainnya = Rp. ……………. Komisi % = Rp. ……………. = Rp. ……………….. (-) Penjualan bersih = Rp. ………………..
2) Keterangan tentang perantara dalam perdagangan barang Dikenal ada 2 ( dua ) macam perantara, yaitu : Makelar : Seorang perantara perdagangan yang diangkat oleh pejabat negara atas nama presiden dan diambil sumpahnya sebelum melaksanakan tugasnya. Ia menjalankan tugas pekerjaannya atas nama orang lain (pihak penyuruhnya atau prinsipalnya) tetapi tidak mempunyai hubungan tetap atau tidak terikat dengan hubungan tetap. Atas jasanya ia memperoleh imbalan : kurtasi atau propisi yang dinyatakan dalam %. Komisioner :
Seorang perantara yang melakukan usahanya dapat mengadakan persetujuan atas nama sendiri, tetapi atas perintah dan tanggung jawab pihak lain ( prinsipalnya ).Imbalan jasanya : komisi dalam %
Perbedaan antara Komisioner dengan Makelar. KOMISIONER a. Jabatan bebas b. Bertindak atas nama sendiri, tetapi atas perintah dan tanggung jawab penyuruhnya c. Memikul kewajiban keuangan d. Merupakan perwakilan tidak langsung
38
Makelar a. Diangkat pemerintah dan disumpah b. Bertindak atas nama penyuruhnya c. Tidak memikul kewajiban keuangan d. Merupakan perwakilan langsung
Contoh soal dan jawab Nota / Faktur Penjualan Barang Dagangan Seorang saudagar kopra di Ujung Pandang menyuruh komisioner di Surabaya untuk menjualkan 2,186 Kg Simplisia dengan ketentuan sbb : Tara 2%, Tara istimewa 1%, Rabat 3%, Pot. Tunai 1%, ongkos angkutan dan bongkar muat sebesar Rp. 225.000,00. Komisi dan kurtasi yang diperhitungkan 4% dan 1%. Susunlah faktur penjualan dengan harga netto Rp. 2.000,00 per Kg. Jawab : Berat kotor = 2.186 Kg Tara ist. 1% = 22 Kg (-) = 2.164 Kg Tara 2% = 43 Kg (-) Berat bersih = 2.121 Kg x Rp. 2.000,00 = Rp. 4.242.000,00 Rabat 3% = Rp. 127.000,00 (-) = Rp. 4.114.740,00 Potongan tunai 1 ½% = Rp. 41.147,40 (-) = Rp. 4.073.592,60 Ongkos – ongkos : Kurtasi 1% = Rp. 41.147,40 Ongk. Angkut = Rp. 225.000,00 Komisi 4% = Rp. 162.943,70 (+) Harga penjualan bersih = Rp. 348.901,10 (-) = Rp. 3.689.501,50 Harga Pokok Barang di Apotik 1. Harga Netto Apotik ( HNA ) Harga netto apotik sama dengan harga beli yang dibayarkan apotik kepada penyalur tanpa memperoleh potongan penjualan. Sering disebut Harga Pokok Penjualan. Untuk menetapkan Harga Jual maka apotik mempunyai kebijaksanaan sendiri dalam menentukan % (persentase) laba. Jadi : Harga Jual = HNA + Laba Contoh : 1. Tanggal 3/3 2003 Apotik Jaya Abadi membeli Kalpicillin Kaplet 500mg 1 (satu) dos @ Rp. 85.000. dari PT. Prima Medika dengan Harga Netto Apotik (HNA). Bila laba yang diinginkan apotik = 30% dari harga pokok, hitunglah harga jualnya ! Jawab : Diketahui :
HNA = Rp. 85.000 Laba = 30 % Perhitungan : Harga jual = = = =
HNA + Laba 85.000 + ( 0,3 x 85.000 ) 85.000 + 25.500 Rp. 110.500,00
2. Tanggal 5/3 2003 Apotik Jaya Abadi membeli separtai obat – obatan dengan harga Rp. 2.000.000,00 ( HNA ) PPN 10% = Rp. 200.000,00 maka jumlah yang dibayar apotik kepada PT. Sumber Makmur = Rp. 2.200.000,00. Bila apotik mempunyai kebijaksanaan laba 331/3% dari harga pokok, maka harga jualnya ?
39
Jawab : Harga jual
= HNA + PPN Laba = 2.000.000,00 + 200.000,00 + ( 331/3 % x 2.200.000 ) = 2.200.000,00 + 733.333,00 = 2.933.333,00
Harga Eceran Tertinggi (HET) Harga eceran tertinggi adalah harga jual yang tertinggi yang ditetapkan oleh penyalur / oleh produksi farmasi sebagai imbalan keuntungan yang diperoleh apotik berupa potongan penjualan. Harga Pokok Penjualan Apotik = HET – Potongan Penjualan Atau HPP = HET – Potongan Penjualan ( Laba ) Contoh -1: 5/5 2003 dibeli Pehacort tablet sebanyak 1 fls (500 Tab.) seharga Rp. 210.000,00 (HET) dari PT.Bhakti Wira Husada dengan potongan penjualan 331/3%. Hitunglah harga pokok penjualan ! Jawab : Harga Jual Tertinggi = Rp. 210.000,00 Lab / Potongan Penjualan = 33 1/3 = Rp. 70.000,00 (-) Harga Pokok Penjualan = Rp. 140.000,00 Contoh-2 : 7/5 2003 dibeli Bartolium Kapsul 1 fls (50 kapsul) dengan harga Rp. 81.000 (HET) dengan PPN 10% (Rp. 8100,00) dengan potongan 33 1/3%. Maka harga pokok penjualan sbb : HET = Rp. 81.000,00 Potongan Penjualan = 33 1/3% = Rp. 27.000,00 (-) Harga Netto Apotik = Rp. 54.000,00 Pajak ( PPN 10% ) = Rp. 5.400,00 (+) Harga Pokok Penjualan = Rp. 59.400,00
Jadi : HPP = HET – Potongan Penjualan + PPN
B. Harga Pokok Produksi 1. Penggolongan Biaya Menurut Fungsi Pokok dalam Perusahaan Dalam perusahaan manufaktur, ada tiga fungsi pokok, yaitu fungsi produksi, fungsi pemasaran dan fungsi administrasi & umum. Oleh karena itu dalam perusahaan manufaktur, biaya dapat dikelompokkan menjadi tiga kelompok : 1. Biaya Produksi 2. Biaya Pemasaran 3. Biaya Administrasi Biaya Produksi merupakan biaya – biaya yang terjadi untuk mengolah bahan baku menjadi produk jadi yang siap untuk dijual. Contohnya adalah biaya depresiasi mesin dan 40
ekuipmen, biaya bahan baku, biaya bahan penolong, biaya gaji dan karyawan yang bekerja dalam bagian – bagian, baik yang langsung maupun yang tidak langsung berhubungan dengan proses produksi. Menurut obyek pengeluarannya, secara garis besar biaya produksi ini dibagi menjadi : 1. Biaya bahan baku, 2. Biaya tenaga kerja langsung, dan 3. Biaya overhead pabrik (factory overhead cost) Biaya bahan baku dan biaya tenaga kerja langsung disebut pula dengan istilah biaya utama (prime cost). Biaya tenaga kerja langsung dan biaya overhead pabrik sering pula disebut biaya konversi (coversion cost), yang merupakan biaya untuk mengkonversi (mengubah) bahan baku menjadi produk jadi. Biaya pemasaran merupakan biaya – biaya yang terjadi untuk melaksanakan kegiatan pemasaran produk. Contohnya adalah biaya iklan, biaya promosi, biaya angkutan dari gudang perusahaan ke gudang pembeli, gaji karyawan bagian – bagian yang melaksanakan kegiatan pemasaran, biaya contoh (samlpe). Biaya administrasi dan umum merupakan biaya – biaya untuk mengkoordinasi kegiatan produksi dan pemasaran produk. Contoh biaya ini adalah biaya gaji karyawan bagian keuangan, akuntansi, personalia dan bagian hubungan masyarakat, biaya pemeriksaan akuntan, biaya cotocopy. Jumlah biaya pemasaran dan biaya administrasi dan umum sering pula disebut dengan istilah Biaya Komersil (Commercial Expenses). 2. Penggolongan Biaya Menurut Hubungan Biaya dengan sesuatu yang dibiayai Sesuatu yang dibiayai dapat berupa produk atau departemen. Dalam hubungannya dengan sesuatu yang dibiayai, biaya dapat dikelompokkan menjadi dua golongan : 1. Biaya langsung ( Direct Cost ) 2. Biaya tidak langsung ( Indirect cost ) Dalam hubungannya dengan produk, biaya produksi dibagi menjadi dua, yaitu biaya produksi langsung dan biaya produksi tidak langsung. Dalam hubungannya dengan departemen, biaya dibagi menjadi dua golongan, yaitu biaya langsung departemen dan biaya tidak langsung departemen. Biaya langsung adalah biaya yang terjadi, yang penyebab satu – satunya adalah karena adanya sesuatu yang dibiayai. Jika sesuatu yang dibiayai tersebut tidak ada, maka biaya langsung ini akan terjadi. Dengan demikian biaya langsung akan mudah diidentifikasikan dengan sesuatu yang dibiayai. Biaya produksi langsung terdiri dari biaya bahan baku dan biaya tenaga kerja langsung. Biaya langsung departemen (direct departement costs) adalah semua biaya yang terjadi di dalam departemen tertentu. Contohnya adalah biaya tenaga kerja yang bekerja dalam departemen bagi Departemen Pemeliharaan dan Biaya Depresiasi mesin yang dipakai dalam departemen tersebut, merupakan biaya langsung bagi departemen tersebut. Biaya langsung adalah biaya yang langsung membebani produk ( hasil produksi ), seperti : Harga bahan baku serta bahan tambahan yang dipakai Upah kerja ( mesin dan manusia ) Biaya ini disebut sebagai biaya variable (tidak tetap) karena bergantung pada volume produksi. Biaya tidak langsung adalah biaya yang terjadinya tidak hanya disebabkan oleh sesuatu yang dibiayai. Biaya tidak langsung dalam hubungannya dengan produk disebut dengan istilah biaya produk tidak langsung atau biaya overhead pabrik (factory overhead costs). Biaya ini tidak mudah diidentifikasikan dengan produk tertentu. Gaji mandor yang mengawasi pembuatan produk A, B dan C merupakan biaya tidak langsung bagi baik produk A, B maupun C, karena gaji mandor tersebut terjadi bukan 41
hanya karena perusahaan memproduksi salah satu produk tersebut, melainkan karena memproduksi ketiga jenis produk tersebut. Jika perusahaan hanya menghasilkan satu macam produk (misalnya perusahaan semen, pupuk urea, gula) maka semua biaya merupakan biaya langsung dalam hubungannya dengan produk sering disebut dengan istilah biaya overhead pabrik (factory overhead costs). Dalam hubungannya dengan departemen, tetapi manfaatnya dinikmati oleh lebih dari satu departeme. Contohnya adalah biaya yang terjadi di Departemen Pembangkit Tenaga Listrik. Biaya ini dinikmati oleh departemen – departemen lain dalam perusahaan, baik untuk penerangan, maupun untuk menggerakkan mesin dan ekuipmen yang mengkonsumsi listrik. Bagi departemen pemakai listrik, biaya listrik yang diterima dari alokasi biaya Departemen Pembangkit Tenaga Listrik merupakan biaya tidak langsung departemen. Biaya tidak langsung, ialah biaya yang dikeluarkan tetapi tidak langsung membebani hasil produksi, misal : pemakaian listrik biaya pemeliharaan mesin - mesin biaya penyusutan mesin dan gedung pabrik gaji teknisi mesin - mesin biaya administrasi dan lainnya di pabrik tsb. 3. Metode Pengumpulan Harga Pokok Produksi Dalam pembuatan produk terdapat dua kelompok biaya, yaitu biaya produksi dan biaya nonproduksi. Biaya produksi merupakan biaya – biaya yang dikeluarkan dalam pengolahan bahan baku menjadi produk, sedangkan biaya nonproduksi merupakan biaya – biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan nonproduksi, seperti kegiatan pemasaran dan kegiatan administrasi dan umum. Biaya produksi membentuk harga pokok produksi, yang digunakan untuk menghitung harga pokok produk jadi dan harga pokok produk yang pada akhir periode akuntans masih dalam proses. Biaya nonproduksi ditambahkan pada harga pokok produksi untuk menghitung total harga pokok produk. Unsur – unsur harga pokok produksi dengan metode Full Costrip sbb : Biaya bahan baku xx Biaya tenaga kerja langsung xx Biaya overhead pabrik variabel xx Biaya overhead pabrik tetap xx Harga pokok produksi xx Harga pokok produk yang dihitung dengan pendekatan Full costing terdiri dari unsur harga pokok produksi (biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung, biaya overhead pabrik variabel, dan biaya overhead pabrik tetap) ditambah dengan biaya nonproduksi (biaya pemasaran, biaya administrasi dan umum). Lihat gambar yang melukiskan unsur harga pokok produksi dan harga pokok produk dengan pendekatan full costing.
42
Contoh Perhitungan Harga Pokok Produksi dan Harga Pokok Produk serta Harga Jual. Contoh-1 Dalam memproduksi 1000 botol sirup antihistaminika dikeluarkan biaya – biaya sbb : Biaya langsung - Bahan Utama - Bahan Pembantu
Rp. 472.000,00 Rp. 128.000,000
- Upah Mesin 80 Jam x Rp. 2.000 - Upah Karyawan 80 Jam x Rp. 1.200
Rp.
600.000,00
Rp. Rp.
256.000,00 856.000,00
Rp. 160.000,00 Rp. 96.000,00
Jumlah biaya langsung Biaya tidak langsung Biaya tidak langsung 20% dari biaya langsung : 20% x Rp. 856.000,00 Jumlah harga pokok produksi
+
+ Rp. 171.200,00 Rp. 1.102.000,00 per 1000 botol
Laba yang diinginkan 20% Harga jual bersih pabrik
Rp. 220.400,00 Rp. 1.322.400,00 per 1000 botol Rp. 1.322,40
Harga jual produk per unit / per botol
+
Contoh – 2 : Sebuah perusahaan farmasi membuat obat – obatan dalam suatu proses produksi membutuhkan biaya – biaya : - Bahan utama = Rp. 520.000,00 - Bahan penolong = Rp. 342.000,00 - Upah mesin dan karyawan = Rp. 441.000,00 - Biaya tidak langsung diperhitungkan 30 % dari biaya langsung - Biaya umum satu bulan = Rp. 1.204.200,00
43
Proses produksi berlangsung selama 15 hari. Barang yang dihasilkan dikemas 3 kemasan dengan perbandingan 2 : 3 : 5, yang masing – masing berjumlah 1.000 kesatuan per unit Hitunglah harga pokok barang untuk tiap – tiap kemasan. Jawab : Biaya langsung : Bahan utama …………………………………………………..Rp. 520.000,00 Bahan penolong ……………………………………………….Rp. 342.000,00 Upah mesin dan karyawan …………………………………….Rp. 441.000,00 (+) Jumlah biaya langsung Rp. 1.303.000,00 Biaya tidak langsung : 0,5 x 1.0.900,00 ……………………………………………….Rp. 390.900,00 (+) Jumlah harga pokok produksi Rp. 1.693.900,00 Biaya umum untuk 15 hari : ½ x Rp. 1.204.200,00 …………………………………………Rp. 602.100,00 (+) Jumlah harga pokok produk Rp. 2.296.000,00 / 3000 unit kemasan yang berbeda
Barang yang dihasilkan : 1000 kst kemasan I
1000 kst kemasan II 1000 kst kemasan III Perbandingan I : II : III = 2 : 3 : 5 Bila seandainya seluruh batch dihasilkan hanya untuk jenis kemasan I, akan diperoleh : Jenis kemasan I ……………………. = 1.000 kst I 1.000 kst I = 3/2 x 1.000 kst = 1.500 kst I 1.000 kst III = 5/2 x 1.00 kst = 2.500 kst I Jumlah = 5.000 kst Maka harga pokok / kst I = Rp. 2.296.000 = Rp. 429,20 Harga pokok / kst II Harga pokok / kst III
= 3/2 x Rp. 459,20 = Rp. 688,80 = 5/2 x Rp. 459,20 = Rp. 1.148,00
Soal – soal Latihan : 1. Separtai kopi dengan bruto 9.645 kg, tara ekstra 1%, tara 157 kg dibeli dengan harga Rp.600/kg netto,kalau rabat 3% dan potongan tunai 2% berapakah harga beli bersih ? 2. Separtai barang netto 4,750 kg, pembungkus 51 kg dan pembungkus istimewa 1%. Berapakah bruto barang tersebut ? 3. Buatlah nota pembelian dari separtai amylum yang dibeli oleh sebuah pabrik farmasi dengan harga Rp. 800,00/kg netto. Berat kotornya 8.865 kg. Pembungkus 2%, rabat 5%, potongan tunai 2%, biaya lelang 1 1/2 %, kurtasi 3%, ongkos – ongkos lain Rp.65.000,00 dan komisi 5%. 4. Seorang komisioner membelikan untuk komitennya 120 bal barang bruto 12.263 kg, tara 1 kg tiap bal, tara istimewa 1%, harga netto Rp. 250,00 per kg, rabat 2% dan potongan tunai 1,5%. Susunlah faktur pembelian sebagaimana harus dikirimkankomisioner kepada komitennya dengan memperhitungkan pula : (a) Jasa makelar (b) Ongkos angkut yang harus dibayar komisioner Rp.6.00/kg (c) Barang tersebut diansuransikan oleh komisioner sebesar Rp. 3.00.000,00. Premi telah dibayar 3%, biaya polis dan asmeterai Rp. 35.000,00 (d) Ongkos – ongkos lain yang telah dibayar Rp. 55.000,00 (e) Komisioner menghendaki komisi 4% 5. Separtai barang dijual dengan harga Rp. 400,00/kg netto, tara ekstra rabat 3%, potongan tunai 1%, ongkos angkut lainnya. Harga akhir nota penjualan itu Rp. 1.725.000,00. Diminta : (a) Menghitung berat kotor barang 44
(b) Menyusun nota penjualannya 6. Separtai barang dengan timbangan kotor 18.975 kg dibeli dengan harga Rp. 900.00 per kg, pembungkus 2%, pembungkus ekstra 4%, rabat 5% dan potongan tunai 2%. Seminggu kemudian barang – barang tersebut dijual. Ternyata timbangan pembungkus 3% dan potongan tunai 2%. Hitunglah : (a) Harga beli bersih (b) Harga jual bersih (c) Labanya 7. Dalam sebuah faktur penjualan tercatat : Komisi 2%, kurtasi ½%, potongan tunai 1½ % dan ongkos – ongkos Rp.100.750,00. Jika diketahui bahwa jumlah komisi Rp. 37.650,00 lebih besar dari kurtasi, hitunglah berapa penjualan kotor serta penjualan bersihnya. 8. Seorang komisioner membelikan untuk komitannya 150 karung beras yang brutonya 8.925Kg, pemnbungkus 2Kg tiap karung, harga beli Rp. 152.500,00 : kurtasi ½% dan komisi …. % @ 750/kg. Jika faktur yang dikirimkan komisioner tersebut memuat harga beli bersih Rp. 6.093.862,50 berapa % komisinya ? 9. Dalam suat faktur penjualan tercatat : Dijual 4.000 Kg barang @ Rp. 750.00 per kg, rabat 5%, potongan tunai 2%, ongkos – ongkos Rp. 18.675,00 kurtasi ……..% dan komisi 3%. Bila jumlah akhir faktur tersebut Rp. 2.683.410,00 hitung berapa % kurtasinya. 10. Timbanglah bersih separtai barang adalah 4.680 Kg. Barang tersebut dibeli dengan : Biaya lelang 1%, potongan tunai 2½, kurtasi ½ %. Jumlah penjualan bersihnya Rp. 810.810,00. Berapakah harga beli per kg barang tersebut ?
45
BAB V MENGHITUNG NILAI PERSEDIAAN AKHIR Macam – macam metode yang digunakan dalam penilaian persediaan akhir A. Metode pisik / periodik Dalam metode ini ada beberapa cara dalam menetapkan persediaan antara lain : 1. Tanda pengenal khusus 2. Rata – rata sederhana 3. Rata – rata tertimbang 4. FIFO / MPKP ( Masuk paling awal / pertama harus keluar awal / pertama ) 5. LIFO / MTKP ( Masuk paling akhir harus keluar paling awal / pertama ) B. Metode Perpetual / Permanen / Terus Menerus Dalam metode ini ada beberapa cara dalam menetapkan persediaan akhir antara lain : 1. FIFO / MPKP 2. LIFO / MTKP 3. Rata – rata tertimbang / Rata – rata bergerak C. Penilaian persediaan akhir memakai metode taksiran / kira – kira Metode ini dipakai kalau secara fisik tidak memungkinkan ( Karena kebakaran ), maka dipakai taksiran / kira – kira. Metode ini ada dua ( 2 ) cara : 1. Metode harga eceran 2. Metode laba kotor D. Penilaian persediaan akhir memakai metode nilai terendah Dalam metode ini persediaan akhir dihitung dengan cara menentukan nilai terendah antara harga pembelian dan harga pasaran. A. Metode Pisik / Periodik 1. Metode tanda pengenal khusus : Setiap barang dagangan yang mempunyai harga pokok yang sama diberi tanda pengenal yang sama waktu dilaksanakan inventarisasi serta dihitung jumlahnya. Jumlah harga / nilai persediaan akhir dihitung berdasarkan harga tanda pengenal khusus seperti yang tertera pada masing – masing barang. Contoh soal : Data – data suatu perusahaan diketahui sebagai berikut : Barang kelompok A. Persediaan tgl. 1/1 sebanyak 500 unit @ Rp. 100,00 Barang kelompok B. Pembelian tgl 3/1 sebanyak 800 unit @ Rp. 200,00 Barang kelompok C. Pembelian tgl 12/1 sebanyak 900 unit @ Rp. 300,00 Barang kelompok D. Pembelian tgl 18/1 sebanyak 1000 unit @ Rp. 400,00 Barang kelompok E. Pembelian tgl 25/1 sebanyak 500 unit @ Rp. 500,00 Jika diketahui pada tgl. 31/1 setelah dilakukan inventarisasi secara fisik / nyata, masih terdapat persediaan sebanyak 1000 – Unit yang terdiri dari barang kelompok B = 400 unit, barang kelompok D = 400 unit dan barang kelompok E = 200 unit. Berapakah harga / nilai persediaan barang tersebut ? Jawab : Barang kelompok B = 400 unit = 400 x Rp. 200,00 = Rp. 80.000,00 Barang kelompok D = 400 unit = 400 x Rp. 400,00 = Rp. 160.000,00 Barang kelompok E = 200 unit = 200 x Rp. 500,00 = Rp. 100.000,00 Jumlah 1000 unit Rp. 340.000,00 46
2. Metode rata – rata sederhana Harga pokok rata – rata per unit dengan metode rata – rata sederhana sama dengan Total Harga per unit masing – masing kelompok dibagi dengan jumlah kelompok. Σ harga per unit masing - masing HP Rata – rata per unit = Σ kelompok Nilai persediaan akhir ( NPA ) sama dengan sisa persediaan akhir dikalikan dengan banyak. Harga rata – rata : NPA = Banyak persediaan akhir x HP rata – rata per unit metode sederhana
Contoh soal : Sama dengan soal No. 1 pada soal metode Tanda Pengenal Khusus Jawab : Jadi harga pokok rata – rata per unit : Kelompok A harga pokok per unit = Rp. 100,00 Kelompok B harga pokok per unit = Rp. 200,00 Kelompok C harga pokok per unit = Rp. 300,00 Kelompok D harga pokok per unit = Rp. 400,00 Kelompok E harga pokok per unit = Rp. 500,00 5 kelompok = Rp. 1.500,00 Maka harga rata – ratanya = Rp. 1.500,00 : 5 = Rp. 300,00 Saldo / sisa persediaan akhir 1000 unit = 1000 x Rp. 300,00 = Rp. 300.000,00 3. Metode Rata – rata Tertimbang : Harga pokok rata – rata per unit dengan metode rata – rata tertimbang sama dengan hasil penjumlahan masing nilai kelompok dibagi dengan total unit dari masing kelompok HP Rata – rata tertimbang = Σ NP masing –masing kelompok Total unit masing – masing kelompok
NPA = Banyaknya persediaan akhir x HP rata – rata tertimbang
Contoh soal : Sama dengan soal No. 1 pada soal metode Tanda Pengenal Khusus Jawab : Barang kelompok A tgl. 1/1 sebanyak 500 unit 500 x Rp. 100,00 = Rp. 50.000,00 Barang kelompok B tgl. 3/1 sebanyak 800 unit 800 x Rp. 200,00 = Rp. 160.000,00 Barang kelompok C tgl. 12/1 sebanyak 900 unit 900 x Rp. Rp. 300,00 = Rp. 270.000,00 Barang kelompok D tgl. 18/1 sebanyak 1000 unit = Rp. 400.000,00 Barang kelompok E tgl . 25/1 sebanyak 500 unit 500 x Rp. 500,00 = Rp. 250.000,00 sebanyak 3700 unit = Rp. 1.130.000,00 47
Maka harga pokok rata – rata per unit = Rp. 1.130.000,00 : 3.700 = Rp. 305.4054054 = Rp. 305,41 Jumlah harga / nilai persediaan akhir untuk 1000 unit = 1000 x Rp. 305,41 = Rp. 305.410,00 4. Metode First In – First Out ( FIFO ) = Masuk pertama keluar / dijual pertama ( MPKP ) Secara fisik. Prinsip metode FIFO : Barang ayng dibeli pertama dijual pertama Nilai persediaan akhir dihitung secara mundur dari barang yang dibeli paling akhir. Slogan metode FIFO : “ Ingat beras ingat Cosmos “ atau “ Beli awal masak awal “ Cara perhitungan : Nilai persediaan akhir dihitung mundur dari barang yang dibeli paling akhir Bila jumlah persediaan akhir masih bersisa dari hasil pengurangan dengan barang yang dibeli paling akhir maka dihitung lagi dari barang yang dibeli dari nomor dua ( 2 ) terakhir dan seterusnya. Contoh soal dan Jawab : Tgl 1/1 Pembelian barang 500 unit @ Rp. 100,00 3/1 Pembelian barang 800 unit @ Rp. 200,00 12/1 Pembelian barang 900 unit @ Rp. 300,00 18/1 Pembelian barang 1000 unit @ Rp. 400,00 25/1 Pembelian barang 500 unit @ Rp. 500,00 Bila saldo akhir 1000 unit, hitunglah nilai persediaan akhir dengan metode FIFO secara fisik. Jawab : Nilai persediaan akhir sbb : Jumlah unit persediaan akhir = 1000 unit Pembelian 25/1 500 unit x Rp. 500,00 = Rp. 250.000,00 Pembelian 18/1 500 unit x Rp. 400,00 = Rp. 200.000,00 (+) Nilai persediaan akhir = Rp. 450.000,00 5. Metode Last in, First out ( LIFO ) masuk paling akhir, keluar / dijual paling awal / pertama secara fisik. Slogan metode LIFO : Ingat beras ingat gentong atau Yang dibeli akhir dimasak awal Prinsip metode LIFO : Barang yang dibeli terakhir dijual lebih awal Nilai persediaan akhir dihitung secara maju mulai dari barang yang dibeli paling awal. Cara perhitungan : Nilai persediaan akhir dihitung secara maju mulai dari barang yang dibeli paling awal. Bila jumlah persediaan akhir masih bersisa setelah dikurangi dengan barang yang dibeli paling awal maka dihitung lagi dari barang yang dibeli dari nomor dua paling awal dan seterusnya. Contoh soal sama dengan soal LIFO : Jawab : Nilai persediaan akhir sbb : Jumlah unit persediaan akhir = 1000 unit Pembelian 1/1 = 500 unit @ Rp. 100,00 = Rp. 50.000,00 Pembelian 3/1 = 500 unit @ Rp. 200,00 = Rp. 100.000,00 (+) 48
Nilai persediaan akhir
= Rp. 150.000,00
B. Metode Perpetual / Permanen / Terus Menerus Dalam penyelesaian PERPETUAL setiap transaksi / kejadian mempengaruhi besar / banyaknya persediaan akhir. Baik persediaan awal, pembelian serta penjualan dicatat harga / nilainya menurut sebesar harga pokok pembelian masing – masing unitnya. 1. Perhitungan nilai persediaan akhir metode perpetual secara FIFO Bila dalam metode fisik saldo akhir harga diketahui pada akhir suatu periode, maka pada metode perpetual setiap saat dapat diketahui nilai saldo akhirnya. Setiap terjadi transaksi prinsip dan slogannya sama dengan metode FIFO secara perpetual adalah sama. Contoh : Persediaan awal barang tgl. 1/1 sebanyak 600 unit @ Rp. 100,00 Pembelian tgl. 3/1 sebanyak 800 unit @ Rp. 200,00 Penjualan tgl. 8/1 sebanyak 1000 unit @ Rp. Pembelian tgl. 12/1 sebanyak 600 unit @ Rp. 300,00 Pembelian tgl. 18/1 sebanyak 900 unit @ Rp. 400,00 Penjualan tgl. 20/1 sebanyak 1500 unit @ Rp. Pembelian tgl. 25/1 sebanyak 500 unit @ Rp. 500,00 Jawab .............. Jawab : Cara I : Perhitungan Perpetual FIFO / MKP ( nilai dalam ratusan rupiah ) PEMASUKAN / PEMBELIAN PENGELUARAN / PENJUALAN PERSEDIAAN / SALDO / SISA Tgl B.UNIT
1/1 3/1
HP/UNIT
800
JUMLAH
2
18/1
600 400 600
900
3
4
1 2
600 800
1800 400 600 500
500 500
JUMLAH
1800
20/1
25/1 25/1
HP UNIT
1600
8/1
12/1
B.UNIT
5 5
2 3 4
800 1800 2000
2500 2500
B.UNIT
8/1 Penjualan
b.unit 600 800 1400 600
hp.unit 100 200
400 600 1000 400 600 900 1900
2 3
400
4
1600
400 500 900
4 5
1600 2500 4100
Jumlah Rp. 60.000,00 Rp. 160.000,00 Rp. 220.000,00
100 Rp. 140.000,00
400
200 49
JUMLAH
1 2
Jumlah unit saldo akhir = 900 unit Nilai saldo akhir = Rp. 410.000,00 FIFO cara lainnya : Keterangan 1/1 Pers.Awal 3/1 Pembelian
HP UNIT
600 800 1400 400
2
2 3 4
600 1600 2200 800 800 1800 2600 800 1800 3600 6200
400 600 1000 900 1900 400 600 500 400 500 900
12/1 Pembelian 18/1 Pembelian 20/1 Penjualan
25/1 Pembelian
Rp. 80.000,00 Rp. 180.000,00 Rp. 260.000,00 Rp. 360.000,00 Rp. 620.000,00
300 400 200 300 400
Rp. 460.000,00
500
Rp. 160.000,00 Rp. 250.000,00 Rp. 410.000,00
Jumlah unit saldo alhir = 900 unit Nilai persediaan akhir = Rp. 410.000,00 Keterangan : 1. Persediaan awal dan pembeliaan selalu ditambahkan 2. Sedangkan penjualan selalu dikurangkan
Contoh : Penjualan tgl. 8/1 = 1000 unit, barang yang dijual berasal dari : Pembelian tgl. 1/1 = 600 unit @ Rp. 100 Pembelian tgl. 3/1 = 400 unit @ Rp. 200,00 Penjualan tgl. 20/1 = 1500 unit, barang yang dijual berasal dari : Pembelian tgl. 3/1 = 400 unit @ Rp. 200,00 Pembelian tgl. 12/1 = 600 unit @ Rp. 300,00 Pembelian tgl. 18/1 = 500 unit @ Rp. 400,00 2. Perhitungan nilai persediaan akhir metode perpetual secara LIFO Slogan : Sama dengan slogan metode LIFO secara fisik yaitu ingat beras ingat gentong atau Yang dibeli terakhir dimasak lebih dahulu Prinsip : Sama dengan prinsip metode LIFO secara fisik : Barang yang dibeli terakhir dijual lebih dahulu Nilai persediaan akhir dihitung secara maju mulai dari barang yang dibeli paling awal Cara perhitungan : Untuk pembelian selalu ditambahkan pada setiap transaksi Untuk penjualan selalu dikurangkan dari pembelian sebelumnya atau pembelian paling akhir, kalau belum mencukupi diambil dari pembelian nomor dua (2) terakhir dari tanggal transaksi penjualan dan seterusnya. Contoh soal metode LIFO secara perpetual sama dengan soal metode FIFO secara perpetual. Jawab : Perhitungan perpetual LIFO = NIKE (dalam ratusan rupiah) (Masuk / pembelian terakhir keluar / dijual pertama / paling awal) Tgl 1/1 3/1 8/1
Pembelian / Pemasukan B. Unit HP/Unit Jumlah
800
2
Penjualan / Pengeluaran B. Unit HP/Unit Jumlah
1600 800 200
2 1
50
1600 200
Sisa / Saldo / Persediaan B. Unit HP/Unit Jumlah 600 1 600 600 1 600 800 2 1600 1400 2200 400 1 400
12/1
18/1
600
900
3
4
1800
400 600 1000
1 3
400 1800 2200
3600
400 600 900 1900 400
1 3 4
400 1800 3600 5800 400
400 500 900
1 5
900 600
20/1 25/1
500
5
4 3
3600 1800
2000
1
400 2500 2900
Jumlah unit persediaan akhir = 900 unit Nilai persediaan akhir Rp. 290.000,00
Untuk lebih jelasnya sebagai berikut : Persediaan awal tgl. 1/1 sebanyak 600 unit @ Rp. 1.00,00 = Rp. 600,00 Persediaan tgl. 3/1 sebanyak 800 unit @ Rp. 200,00 = Rp. 1600,00 1400 unit Rp. 2200,00 Penjualan tgl. 18/1 = Diambil dulu dari : Pembelian tgl. 3/1 = Pembelian tgl. 1/1 = Penjualan tgl. 20/1 = Diambil dari : Pembelian tgl 18/1 = Pembelian tgl. 12/1 =
1000 unit 800 unit 200 unit 1500 unit
(-)
@ Rp. 200 = Rp. …………… @ Rp. 100 = Rp. ……………
900 unit 600 unit
(-)
@ Rp. 400 = Rp. …………… @ Rp. 300 = Rp. ……………
Penyelesaian secara lainnya (LIFO) : Tgl 1/1 3/1
Keterangan Pers. awal Pembelian
8/1
Penjualan
12/1
Pembelian
18/1
Pembelian
20/1
Penjualan
25/1
Pembelian
B. Unit 600 800 1400 - 800 1000 - 200 400 600 1000 900 1900 - 900 1500 - 600 400 500 900
HP. Unit Rp. 100.00 Rp. 200.00
Rp. Rp.
200.00 100.00
Rp.
300.00
Rp.
400.00
Rp.
400.00
Rp.
300.00
Rp.
500.00
Rp. Rp. Rp.
Jumlah 660.000 160.000 220.000
Rp.
180.000
Rp. Rp. Rp. Rp. Rp. Rp.
40.000 180.000 220.000 360.000 580.000 540.000
Rp. Rp. Rp.
40.000 250.000 290.000
3. Metode perpetual rata – rata tertimbang / bergerak Perhitungan nilai persediaan akhir dengan metode perpetual rata – rata tertimbang / bergerak. Pada prinsip harga rata – rata perunit setiap terjadi transaksi selalu terjadi perubahan. Total harga setelah terjadi transaksi Harga pokok rata – rata per unit =
Jumlah unit setelah terjadi transaksi
51
Contoh Soal : sama dengan soal pada soal metode FIFO secara perpetual Jawab : Perhitungan Perpetual Rata – Rata Tertimbang / Bergerak (nilai ratusan rupiah) Tgl 1/1 3/1 8/1 12/1 18/1 20/1 25/1
Pembelian / Pemasukan B. Unit HP/Unit Jumlah 800
2
1600
600 900
3 4
1800 3600
500
5
2500
Penjualan / Pengeluaran B. Unit HP/Unit Jumlah
1000
1.5714
1.5714
1500
3.1729
4.759,35
Sisa / Saldo / Persediaan B. Unit HP/Unit Jumlah 600 1 600,00 1400 1.5714 2200,00 400 1.5714 628,60 1000 2.4286 2.428,60 1900 3.1729 6.028,60 400 3.1731 1.269,25 900 4.1880 3.769,25
Untuk lebih jelasnya sebagai berikut : Persediaan / saldo / sisa awal tgl. 1/1 sebanyak 600 unit @ Rp. 1,00 = Rp. 600,00 Pembelian tgl. 3/1 sebanyak 800 unit @ Rp. 2,00 = Rp. 1.600,00 (+) 1400 unit Rp. 2.200,00 Maka harga pokok rata – rata per unit = Rp. 2.200,00 : 1.400 = Rp. 1,5714 Penjualan tgl. 8/1 sebanyak 1000 unit harga pokoknya / unit = Rp. 1.5714 1000 x Rp. 1.5714 = Rp. 1.571,40 Selisih harga pokok yang tersedia dengan harga pokok yang terjual. Harga pokok tersedia = Rp. 2.200,00 Harga pokok yang terjual = Rp. 1.571,40 (-) Rp. 628,60 Maka harga pokok / unit dari sisa barang = Rp. 628,60 : 400 = Rp. 1,5715 Pembelian barang tgl. 12/1 sebanyak 600 unit @ Rp. 300 = 600 x Rp. 3,00 = Rp. 1.800,00 Sisa tgl. 8/1 400 unit @ Rp. 1.5715 = 400 x Rp. 1,5715 = Rp. 628,60 (+) 1000 unit Rp. 2.428,60 Maka harga pokok rata – rata / unit dari sisa barang : Rp. 2.428,60 : 1000 = Rp. 2,4286 Pembelian barang tgl. 8/1 – 900 unit @ Rp. 4,00 = 900 x Rp. 4,00 = Rp. 3.600,00 Barang yang tersedia tgl. 18/1 = 1000 unit @ Rp. 2,4286 = Rp. 2.428,60 900 unit @ Rp. 4,00 = Rp. 3.600,00 (+) 1900 unit Rp. 6.028,60 Maka harga pokok rata – rata / unit = Rp. 6.028,600 : 1900 = Rp. 3,1729 Penjualan barang tgl. 20/1 1500 unit harga pokok / unit Rp. 3,1729 1500 x Rp. 3,1729 = Rp. 4.759,35 Sisa barang = 1990 unit – 1500 unit = 400 unit Selisih harganya = Rp. 6.028,60 – Rp. 4.759,35 = Rp. 1.269,25 Harga pokok rata – rata / unit = Rp. 1.269,25 : 400 = Rp. 3,1731 Persediaan barang / saldo / selisih sampai dengan akhir tgl. 25/1 : Sisa barang tgl. 20/1 = 400 unit @ Rp. 3,1731 = Rp. 1.269,25 Pembelian akhir tgl. 20/1 1500 unit @ Rp. 5,00 = Rp. 2.500,00 Jumlah persediaan / saldo 900 unit Rp. 3.769,25 Cara lain : Metode Perpetual Rata – Rata Tertimbang / Bergerak Persediaan awal
Pembelian
tgl. 1/1 tgl. 3/1
600 unit 800 unit 1400 unit
@ Rp. 100,00 @ Rp. 200,00
52
= =
Rp. 60.000,00 Rp. 160.000,00 Rp. 220.000,00
hp.rata – rata Rp. 220.000,00 1400 = Rp. 157,15
Penjualan
tgl. 18/1
1000 unit 400 unit
@ Rp. 157,15
=
Rp. 157.140,00 Rp. 62.860,00
hp. Rata – rata Rp. 62.860,00 400 = Rp. 157,15
Pembelian
tgl. 12/1
500 unit 1000 unit
@ Rp. 300,00
=
Rp. 18.000,00 Rp. 242.860,00
hp.rata – rata Rp. 242.860,00 1000 = Rp. 242,86
C. Penilaian Persediaan Akhir Memakai Metode Taksiran / Kira - Kira 1. Metode harga eceran. Pemakaian persediaan akhir dengan metode harga eceran mempunyai prosedur sebagai berikut : (a) Tiap kelompok yang dimiliki tetapkan dulu harga ecerannya. (b) Barang yang dijual cari perbandingannya antara harga pokok dan harga eceran. Biasanya dinyatakan dalam % ( prosentase ), yaitu : Harga pokok x 100 % Harga eceran (c)
Persediaan akhir eceran diperoleh dari persediaan barang untuk dijual ada berapa / seharga berapa dikurangi oleh yang terjual. (d) Persediaan akhir menurut harga pokok ditetapkan oeh jumlah proses ( % ) dari hasil perbandingan antara harga pokok dan harga eceran dikalikan jumlah persediaan akhir eceran Persediaan akhir eceran diperoleh dari : Persediaan barang untuk dijual ada beberapa dikurangi oleh barang yang dijual (penjualan) Contoh menetapkan persediaan akhir memakai Metode Taksiran Harga Eceran. Data – data dari suatu perusahaan sebagai berikut : KETERANGAN HARGA POKOK HARGA ECERAN Persediaan awal Rp. 25.000,00 Rp. 35.000,00 Pembelian Rp. 65.000,00 Rp. 85.000,00 Penjualan menunjukkan Rp. 80.000,00 Ditanya : Berapakah Nilai Persediaan Akhir ? Jawab : KETERANGAN HARGA POKOK HARGA ECERAN Persediaan awal Rp. 25.000,00 Rp. 35.000,00 Pembelian Rp. 65.000,00 Rp. 85.000,00 Persediaan akhir tersedia Untuk dijual Rp. 90.000,00 Rp. 120.000,00 Maka perbandingan Harga Pokok dan Harga Eceran = Rp. 90.000,00 x 100 % = 75 % Rp. 120.000,00 Barang tersedia untuk dijual menurut harga eceran Rp. 120.000,00 Jumlah penjualan menunjukkan Rp. 80.000,00 (-) Maka persediaan akhir harga eceran Rp. 40.000,00 Maka persediaan harga pokoknya = 75% x Rp. 40.000,00 = Rp. 30.000,00 2. Metode Laba Kotor Dalam metode ini perusahaan beranggapan / menganggap bahwa prosen ( % ) laba kotor untuk dua ( 2 ) periode berturut – turut sama besarnya. Persediaan akhir memakai laba kotor ditentukan : 53
(a) (b)
Barang dijual menurut Harga Pokok Pembelian dikuranggi oleh Harga Pokok Penjualan Harga Pokok Penjualan ditetapkan Penjualan dikurangi Laba Kotor.
Data – Data Perusahaan Memakai Metode Taksiran Laba Kotor KETERANGAN Tahun 1980 Tahun 1981 Persediaan awal Rp. 200.000,00 Rp. 250.000,00 Pembelian Rp. 400.000,00 Rp. 800.000,00 Retur pembelian Rp. 25.000,00 Rp. 30.000,00 Penjualan Rp. 750.000,00 Rp. 700.000,00 Retur penjualan Rp. 50.000,00 Rp. Ditanya : Berapakah Nilai Persediaan Akhir tahun 1980 – 1981 ? Jawab : Tahun 1980 Penjualan Rp. 750.000,00 Retur penjualan Rp. 50.000,00 (-) Rp. 700.000,00 Harga pokok penjualan : Persediaan awal Rp. 200.000,00 Pembelian Rp. 400.000,00 (+) Rp. 600.000,00 Retur pembelian Rp. 25.000,00 (-) Rp. 575.000,00 Persediaan akhir Rp. 250.000,00 (-) ( yang terdapat dipersediaan awal tahun 1981) Laba kotornya Prosennya :
Tahun 1981 : Persediaan awal Pembelian Retur pembelian Pembelian bersih
Rp. 325.000,00 Rp. 325.000,00 x 100 % = 46,42857142 = 46,28 % Rp. 700.000,00 Rp. 250.000,00 Rp. 800.000,00 (+) Rp. 1.050.000,00 Rp. 30.000,00 (-) Rp. 1.020.000,00
Penjualan ……………………………………. Rp. 700.000,00 Laba kotor 46,28 % x Rp. 700.000,00 = Rp. 32.396,00 (-) Harga pokok penjualan ……………………….. Rp. 667.604,00 Maka persediaan akhirnya Rp. 1.020.000,00 Rp. 667.000,00 (-) Rp. 352.396,00 Contoh menetapkan persediaan akhir memakai metode rata – rata terendah antara Harga Pokok Pembelian dan Harga Pasaran dilakukan sebagai berikut : a. Untuk setiap jenis barang / individu / masing – masing unit b. Untuk masing – masing kelompok c. Jumlah seluruh persediaan
54
D. Penilaian Persediaan Akhir Memakai Metode Nilai Terendah Dalam metode ini persediaan akhir dihitung dengan cara menentukan nilai terendah antara harga pembelian dan harga pasaran. Penyelesaian Harga Terendah Antara Harga Pokok dan Harga Pasaran Per Kelompok Kelompok
Bahan Baku A 6000 B 5000 C 3000
6000 x 0,20 500 x 0,10 3000 x 0,30
= = =
Rp. Rp. Rp. Rp.
1200 500 900 2600
6000 x 0,15 5000 x 0,09 3000 x 0,40
= Rp. = Rp. = Rp. Rp.
900 450 1200 2550
II Bahan dalam proses
D E
8000 9000
8000 x 0,10 9000 x 0,05
= =
Rp. Rp. Rp.
800 450 1250
8000 x 0,08 9000 x 0,10
= Rp. = Rp. Rp.
640 900 1540
III Bahan jadi
F G
5000 3000
5000 x 3,30 3000 x 0,40
= =
Rp. Rp. Rp.
1500 1200 2700
5000 x 0,25 3000 x 0,50
= Rp = Rp Rp.
1250 1500 2750
I Bahan Baku
B. Unit
H. Pokok
Harga Pasaran
Maka harga terendah di
Kel. I Rp. 2.550,00 Kel. II Rp. 1.250,00 Kel. III Rp. 2.700,00 Jumlah harga terendah dari Kel. I, II, dan III ( secara kolektif ) = Rp. 6.500,00 Penyelesaian Harga Terendah Antara Harga Poko dan Harga Pasaran Secara Keseluruhan Kelompok I
Bahan Baku A 6000 B 5000 C 3000 D 8000 E 9000 F 5000 G 3000
B. Unit 6000 x 0,20 500 x 0,10 3000 x 0,30 8000 x 0,10 9000 x 0,05 5000 x 3,30 3000 x 0,40
= = = = = = =
H. Pokok Rp. 1200 Rp. 500 Rp. 900 Rp. 800 Rp. 450 Rp. 1500 Rp. 1200 Rp. 6550
Harga Pasaran 6000 x 0,15 = Rp. 5000 x 0,09 = Rp. 3000 x 0,40 = Rp. 8000 x 0,08 = Rp. 9000 x 0,10 = Rp. 5000 x 0,25 = Rp 3000 x 0,50 = Rp Rp.
Maka jumlah Persediaan dan harga terendah adalah menurut harga pokok = 6.550,00
900 450 1200 640 900 1250 1500 6840
Rp.
Penyelesaian Harga Terendah antara harga pokok dengan harga pasaran, persatuan, perkelompok dan secara keseluruhan. ( Nilai dinyatakan dalam ribuan rupiah ) adalah sebagai berikut :
55
Jenis
Jumlah
HP./ Unit
I
B. Baku
A 6.000 B 5.000 C 3.000
0,2 0,1 0,3
0,15 0,09 0,40
II
B. Dalam Proses
D 8.000 E 9.000
0,1 0,05
0,08 0,10
Kelompok
III
Barang jadi
F 5.000 G 3.000
0,3 0,4
H. Psr / Unit
Jumlah Tiap jenis nilai terendah antar harga pokok dan harga pasaran H. Pokok H.Psr. Jenis Kel Pers. Keseluruhan 1.200 900 900 500 450 450 900 1200 900 2.600 2.550 2.550
0,25 0,50
800 450 1.250
640 900 1.540
640 450
1.500 1.200 2.700 6.550
1.250 1.500 2.750 6.840
1.250 1.200
1.250
2.700 5.790
Harga terendah antara Harga Pokok dengan Harga satuan persatuan = Rp. 5.790.000 Harga satuan perkelompok = Rp. 6.500.000 Harga satuan secara keseluruhan = Rp. 6.550.000
56
6.500
6.550 6.550