ABSTRAKSI Tingginya Partisipasi pemilih merupakan salah satu indikator kesuksesan Pemilu maupun Pilkada. Karena bagaimanapun dengan tingginya partisipasi pemilih dalam sebuah pelaksanaan Pemilu hal ini menunjukkan tingginya keinginan perubahan serta partisipasi politik masyarakat dalam sebuah sistem demokrasi. Berkaca pada data statistik patisipasi pemilih dari beberapa Pemilu sebelumnya, Kabupaten Sambas sebagai salah satu wilayah otonom mempunyai catatan sendiri yang harus diperbaiki dan ditingkatkan khususnya dalam angka partisipasi pemilih pada proses Pemilu Berdasarkan data partisipasi tingkat pemilih Pemilihan Umum Legislatif Anggota DPR, DPD, DPRD 2004, 2009 sera 2014 menunjukkan bahwa tingkat partisipasi pemilih masyarakat kabupaten sambas tergolong tidak terlalu baik. Hal ini dibuktikan dari tingkat rata-rata partisipasi pemilih di kabupaten Sambas pada tahun 2014 sebesar 67,51% atau hanya meningkat 0,78% dari Pemilu sebelumnya tahun 2009 yakni 66,73%. Namun jika dibanding dengan Pemilu tahun 2004 justru angka ini mengalami penurunan sebesar 10,79% dimana rata-rata angka partisipasi pemilih pada Pemilu tahun 2004 yakni sebesar 78,30%. Artinya harus dilakukan upaya untuk meningkatkan partisipasi pemilih di Kabupaten Sambas Secara harfiah partisipasi berarti keikutsertaan, untuk memaknai partisipasi dalam konteks politik, atau dapat dikatakan sebagai bentuk keikutsertaan warga dalam berbagai proses politik. Keikutsertaan warga yang dimaksud adalah kemauan warga untuk melihat, mengkritisi serta ikut terlibat secara aktif dalam setiap proses politik. Metode yang digunakan adalah metode deskriptif analisis, dengan pendekatan Kuantitatif dimana tujuan dari metode ini adalah untuk menggambarkan kondisi obyek penelitian berdasarkan data dan fakta yang ada, yang kemudian dilakukan analisis dengan metode kuantitatif terhadap obyek penelitian. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa faktor administrasi dan teknis mempunyai skor nilai paling rendah yakni sebesar 1,75. Hal ini memberikan bukti bahwa faktor administrasi dan teknis adalah faktor yang paling dominan menyebabkan rendahnya partisipasi pemilih di Kabupaten Sambas. Adapun faktor berikutnya adalah faktor sosialisasi yang mencapai skor nilai 1,98 dan terakhir adalah pada faktor politik yang mencapai nilai 2,11. Beradasarkan hasil temuan dilapangan dan terdapat beberapa rekomendasi dan saran yang ingin peneliti sampaikan sebagai berikut: 1. Pemerintah melalui KPU dan KPUD hendaknya menyusun dan mensingkronisasikan DPT yang disesuaikan dengan kondisi dan domisili penduduk. Hal ini dalam rangka mengurangi rendahnya angka partisipasi pemilih yang disebabkan oleh masalah teknis dan administrasi. 2. Pemerintah melalui KPU dan KPUD hendaknya membuat regulasi yang jelas terhadap mekanisme suara/pergantian suara pada masyarakat yang terdaftar sebagai DPT namun tidak berada di tempat pada saat pemungutan suara. i
3. Pemerintah melalui KPU dan KPUD hendaknya membentuk tim khusus yang bertugas memberikan sosialisasi dan edukasi pada masyarakat utamanya untuk menangani pemilih pemula maupun pemilih yang sudah berpengalaman, mulai dari mengenalkan peraturan, mempersiapkan, membimbing mereka dalam menggunakan hak pilih secara baik, mandiri dan bertanggung jawab. Hal ini untuk menghindari rusaknya suara dan hilangnya hak pilih bagi masyarakat. 4. Pemerintah melalui KPU dan KPUD hendaknya menyediakan media dalam memberikan pendidikan politik dan membuka akses informasi politik yang mudah, efektif dan berkesinambungan bagi masyarakat sebagai upaya memberikan pemahaman politik yang komprehensif pada masyarakat
Sambas, 10 Juli 2015
Tim Peneliti
ii
KATA PENGANTAR Laporan Penelitian ini merupakan salah kegiatan dari pelaksanaan penelitian tentang Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat partisipasi masyarakat dalam pemilihan Umum di Kabupaten Sambas. Disusunnya laporan ini adalah sebagai laporan akhir untuk menerangkan gambaran kegiatan penelitian yang sudah dilakukan. Dalam laporan ini terdiri dari 4 (empat) bab yang meliputi
Bab I Pendahuluan, Bab 2 Gambaran Lokasi
Penelitian dan Bab 3 Analisis dan Pembahasan Bab 4 Penutup. Akhir kata, kepada semua pihak yang telah membantu kelancaran kegiatan ini secara langsung atau tidak langsung, kami ucapkan terima kasih.
Sambas, 10 Juli 2015
Tim Peneliti
iii
DAFTAR ISI Halaman ABSTRAKSI ................................................................................................
i
KATA PENGANTAR ..................................................................................
iii
DAFTAR ISI.................................................................................................
vi
BAB I.
PENDAHULUAN ...................................................................... ..........
1
A. Latar Belakang ..............................................................................
1
B. Perumusan Masalah ......................................................................
6
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian............................................. .........
6
D. Ruang Lingkup ..............................................................................
7
E. Kerangka Konsep dan Teori ..........................................................
8
F. Metode Penelitian ..........................................................................
20
GAMBARAN LOKASI PENELITIAN...............................................
28
A. Gambaran Umum Kabupaten Sambas......................................
28
BAB II.
B. Gambaran Umum Tingkat Partisipasi Masyarakat dalam
BAB III.
Pemilihan Umum di Kabupaten Sambas..................................
38
ANALISIS DAN PEMBAHASAN......................................................
52
A. Karakteristik Responden................................................................
52
B. Tanggapan Responden Terhadap Faktor-Faktor Mempengaruhi
Partisipasi Masyarakat Dalam Pemilihan Umum Di Kabupaten Sambas ..........................................................................................
64
C. Analisis Indeks Terhadap Faktor-faktor yang Mempengaruhi
Tingkat Partisipasi Masyarakat dalam Pemilihan Umum ......
iv
78
BAB V.
PENUTUP............................................................................................
84
A. Kesimpulan.....................................................................................
84
B. Rekomendasi dan Saran ................................................................
86
DAFTAR PUSTAKA ..............................................................................................
87
LAMPIRAN.............................................................................................................
89
v
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Pemilu
merupakan
salah
satu
tonggak
penting
yang
merepresentasikan kedaulatan rakyat, sehingga dapat dikatakan bahwa tidak ada negara demokrasi tanpa memberikan peluang adanya pemilihan umum yang dilakukan secara sistematik dan berkala. Oleh karenanya Pemilu digolongkan juga sebagai elemen terpenting dalam sistem demokrasi. Apabila suatu negara telah melaksanakan proses Pemilu dengan baik, transparan, adil, teratur
dan berkesinambungan, maka negara tersebut dapat dikatakan
sebagai negara demokratis. Namun sebaliknya apabila suatu negara tidak melaksanakan Pemilu atau tidak mampu melaksanakan Pemilunya dengan baik, dimana terjadinya berbagai kecurangan, deskriminasi, maka negara itu pula dinilai sebagai negara yang anti atau belum demokratis. Indonesia, sebagai sebuah bangsa besar telah melewati suatu babak baru dalam pelaksanaan demokrasi. Bahwa saat ini pemilihan umum mulai dari pemilihan anggota legislatif sampai pada pemilihan presiden dan wakil presiden, gubernur dan wakil gubernur serta bupati dan wakil bupati boleh dikatakan berjalan dengan lancar serta terlaksana dengan aman, jujur dan adil. Pemilu yang dilaksanakan secara langsung oleh rakyat dengan memilih kandidat-kandidat baik dari calon legislatif maupun calon eksekutif, memberikan kebebasan kepada rakyat untuk memilih sendiri kandidatnya.
1
2
Mekanisme ini dianggap sebagai wujud kedaulatan rakyat karena memberikan kesempatan kepada rakyat agar dapat ikut menentukan siapa yang mewakili mereka
didalam pemerintah.
Dikeluarkannya aturan dan
perundang-undangan tentang Pemilu dan Pilkada secara langsung merupakan sebuah proses sekaligus jaminan keberlangsungan dalam aktivitas demokrasi di Republik Indonesia. Hal ini memberikan rasa
optimisme
terhadap
perbaikan kualitas kepemimpinan disebuah daerah, utamanya dalam proses pemilihan gubernur wakil gubernur serta bupati dan wakil bupati dalam sebuah proses Pilkada. Selain itu Pemilu/Pilkada juga merupakan sebuah momentum pembelajaran politik bagi masyarakat. Harapan terhadap kualitas pelaksanaan Pemilu atau Pilkada sangat tinggi dengan mengedepankan prinsip-prinsip
transparansi,
partisipasi,
egalitarian, supremasi hukum, dan representasi yang maksimal dan optimal dalam
penyelenggaraan.
Proses Pemilu atau Pilkada membutuhkan
keterlibatan masyarakat yang bukan hanya sekedar memilih saja, namun juga akses masyarakat untuk ikut serta secara langsung dalam menentukan calon kepala daerah yang bakal dijadikan sebagai pemimpin mereka. Disisi lain sesempurna apapun proses Pemilu atau Pilkada, hal yang paling utama dan harus terlibat adalah masyarakat itu sendiri. Karena bagaimanapun masyarakat merupakan input sekaligus output dari proses Demokrasi. Oleh itu keterlibatan dan partisipasi masyarakat menjadi hal yang harus di perhatikan dan ditingkatkan dari waktu ke waktu.
3
Secara sederhana, konsep demokrasi dapat diartikan sebagai suatu pemerintahan yang berasal dari, oleh dan untuk rakyat. Karenanya salah satu pilar demokrasi adalah partisipasi rakyat itu sendiri. Bentuk partisipasi politik
yang
sangat
keikutsertaan dalam
penting pemilihan
dilakukan umum.
oleh
warga
Partisipasi
negara
politik
adalah
merupakan
kegiatan seseorang atau sekelompok orang untuk ikut serta secara aktif dalam kehidupan politik, antara lain dengan jalan memilih pimpinan negara dan secara langsung atau tidak langsung mempengaruhi kebijakan publik (public policy). Anggota masyarakat yang berpartisipasi dalam proses politik, misalnya dalam pemilihan umum, melakukan tindakan yang didorong oleh keyakinan bahwa melalui kegiatan itu kepentingan mereka akan tersalurkan atau sekurang-kurangnya diperhatikan, dan bahwa mereka sedikit banyak dapat mempengaruhi tindakan dari wakil rakyat yang telah mereka pilih. Akan tetapi masalah terbesar dalam Pemilu dan Pilkada bukanlan hanya pada sistem Pemilu itu sendiri melainkan hal yang sangat krusial adalah terkait pendidikan politik serta pemahaman masyarakat untuk berpartisipasi dalam pemilihan umum. Padahal pendidikan politik serta pemahaman masyarakat terhadap pentingnya Pemilu dan Pilkada sangat urgen untuk mendorong partisipasi masyarakat serta kesuksesan Pemilu itu sendiri. Tingginya Partisipasi pemilih merupakan salah satu indikator kesuksesan Pemilu maupun Pilkada itu sendiri. Karena bagaimanapun dengan tingginya partisipasi pemilih dalam sebuah pelaksanaan Pemilu hal ini
4
menunjukkan tingginya keinginan perubahan serta partisipasi politik masyarakat dalam sebuah sistem demokrasi. Berkaca pada data statistik patisipasi pemilih dari beberapa Pemilu sebelumnya, Kabupaten Sambas sebagai salah satu wilayah otonom mempunyai catatan sendiri yang harus diperbaiki dan ditingkatkan khususnya dalam angka partisipasi pemilih pada proses Pemilu. Untuk lebih jelasnya berikut ini disajikan data tingkat partisipasi pemilih pada Pemilihan Umum Legislatif Anggota DPR, DPD, DPRD 2004, 2009 sera 2014. Tabel 1.1 Persentasi Tingkat Partisipasi Pemilih Pada Pemilu DPR, DPD dan DPRD Tahun 2004, 2009 dan 2014 Di Kabupaten Sambas No Kecamatan Persentasi Tingkat Partisipasi Pemilih 2004 2009 2014 1 SAMBAS 77.55 68.52 70.17 2 TELUK KERAMAT 75.46 69.74 69.25 3 JAWAI 73.85 64.32 61.33 4 TEBAS 75.69 65.70 65.95 5 PEMANGKAT 82.45 59.85 65.32 6 SEJANGKUNG 80.03 66.62 69.00 7 SELAKAU 82.64 63.02 64.49 8 PALOH 80.93 69.71 69.19 9 SAJINGAN BESAR 86.44 68.79 64.65 10 SUBAH 83.72 75.32 79.17 11 GALING 84.01 78.79 81.76 12 TEKARANG 76.03 68.46 66.24 13 SEMPARUK 77.53 65.43 70.59 14 SAJAD 60.51 61.79 15 SEBAWI 66.68 61.92 16 JAWAI SELATAN 61.39 58.04 17 TANGARAN 69.05 65.19 18 SALATIGA 67.39 71.83 19 SELAKAU TIMUR 67.91 74.52 Sumber: Data KPU 2015.
5
Berdasarkan data partisipasi tingkat pemilih Pemilihan Umum Legislatif Anggota DPR, DPD, DPRD 2004, 2009 sera 2014 menunjukkan bahwa tingkat partisipasi pemilih masyarakat kabupaten sambas tergolong tidak terlalu baik. Hal ini dibuktikan dari tingkat rata-rata partisipasi pemilih di kabupaten Sambas pada tahun 2014 sebesar 67,51% atau hanya meningkat 0,78% dari Pemilu sebelumnya tahun 2009 yakni 66,73%. Namun jika dibanding dengan Pemilu tahun 2004 justru angka ini mengalami penurunan sebesar 10,79% dimana rata-rata angka partisipasi pemilih pada Pemilu tahun 2004 yakni sebesar 78,30%. Artinya harus dilakukan upaya untuk meningkatkan partisipasi pemilih di Kabupaten Sambas. Berdasarkan tabel 1.1 diatas juga menunjukkan bahwa kecamatan yang paling rendah angka partisipasi pemilihnya dalam pemilihan umum tahun 2014 adalah Kecamatan Jawai Selatan, bahwa rata-rata angka partsipasi pemilih tersebut hanya mencapai angka 58,04% diikuti Kecamatan Jawai dimana angka partisipasi pemilih di Kecamatan Jawai hanya sebesar 61,33%. Adapun angka partisipasi pemilih pada yang paling tinggi Pemilu tahun 2014 di Kabupaten Sambas adalah pada Kecamatan Galing yang mencapai angka 81,76 % selanjutnya diikuti oleh Kecamatan Subah mencapai angka 79,17%. Partisipasi masyarakat merupakan keharusan dalam mewujudkan pemerintahan yang demokratis, oleh karena itu pertanyaannya adalah bagaimana agar partisipasi masyarakat ini bisa muncul, serta rendahnya partisipasi masyarakat untuk mengikuti Pemilu bisa diminimalisir? Tentu saja jawabannya tidak semudah membalikan telapak tangan, harus dicarikan
6
solusi. Harus ada ikhtiar yang harus diupayakan menuju optimalisasi partisipasi tersebut. Terkadang keinginan untuk berpartisipasi dari masyarakat sangat besar, tetapi untuk mengaktualisasikan partisipasi seringkali disalah artikan dan tidak faham bagaimana mekanismenya? jika hal tersebut dibiarkan maka kemungkinan yang timbul adalah kekerasan, karena partisipasi masyarakat dalam pemerintahanan berarti masyarakat bekerja sebagai patner (mitra) pemerintah itu sendiri. B. Perumusan Masalah Adapun Masalah dalam penelitian ini adalah faktor apa saja yang mempengaruhi partisipasi Masyarakat dalam Pemilihan Umum di Kabupaten Sambas? C. Tujuan dan Manfaat Penelitian Berlandaskan rumusan masalah tersebut maka dapat di uraikan tujuan dan manfaat yang akan dihasilkan adalah sebagai berikut. a. Tujuan Adapun tujuan utama penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor apa saja yang mempengaruhi partisipasi Masyarakat dalam Pemilihan Umum di Kabupaten Sambas. Adapun sub tujuan dari penelitian ini adalah: 1) Melakukan
pemetaan
terhadap
indikator
yang
dijadikan
pertimbangan masyarakat untuk berpartisipasi dalam pemilihan umum.
7
2) Melakukan
pemetaan
masyarakat
terhadap
pemahaman
dan
partisipasi masyarakat Kabupaten Sambas dalam pemilihan umum. b. Manfaat Adapun manfaat penelitian ini meliputi: 1) Penelitian ini diharapkan menjadi sumbangan pemikiran dan sebagai panduan bagi pihak terkait untuk membuat, melakukan dan melaksanakan kebijakan pendidikan politik bagi masyarakat dalam meningkatkan partisipasi pemilih masyarakat di Kabupaten Sambas. 2) Tersedianya basis data dalam bentuk dokumen tentang faktorfaktor yang mempengaruhi partisipasi masyarakat Kabupaten Sambas dalam pemilihan umum. D. Ruang Lingkup Kegiatan Dalam upaya untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi partisipasi masyarakat Kabupaten Sambas dalam pemilihan umum, kegiatan akan difokuskan meliputi: a. Melakukan Penyebaran angket atau kuisioner pada masyarakat dengan menemui secara langsung terkait partisipasi masyarakat Sambas dalam Pemilu dan Pilkada yang menjadi fokus dalam penelitian ini. b. Menghimpun data-data sekunder yang mendukung penelitian ini untuk menjawab terkait partisipasi masyarakat Sambas dalam Pemilu dan Pilkada.
8
c. Menyajikan data terukur dan tersturktur mengenai partisipasi masyarakat Sambas dalam Pemilu dan Pilkada di kabupaten Sambas berdasarkan kondisi lapangan. d. Membuat rekomendasi strategik berdasarkan data dan temuan lapangan sebagai hasil penelitian guna meningkatkan partisipasi masyarakat dalam Pemilu dan Pilkada di Kabupaten Sambas. E. Kerangka Konsep dan Teori Kajian perilaku pemilih hanya ada dua konsep utama, yaitu; perilaku memilih (voting behavior) dan perilaku tidak memilih (non voting behavior). David Moon mengatakan ada dua pendekatan teoritik utama dalam menjelaskan prilaku non-voting yaitu: pertama, menekankan pada karakteristik sosial dan psikologi pemilih dan karakteristik institusional sistem Pemilu; dan kedua, menekankan pada harapan pemilih tentang keuntungan dan kerugian atas keputusan mereka untuk hadir atau tidak hadir memilih (dalam Hasanuddin M. Saleh; 2007). Secara harfiah partisipasi berarti keikutsertaan, untuk memaknai partisipasi
dalam konteks politik, atau dapat dikatakan sebagai bentuk
keikutsertaan warga dalam berbagai proses politik. Keikutsertaan warga yang dimaksud adalah kemauan warga untuk melihat, mengkritisi serta ikut terlibat secara aktif dalam setiap proses politik (baca: Pilkada atau Pemilu). Keterlibatan tersebut bukan berarti warga akan mendukung seluruh keputusan, kebijakan maupun pelaksanaan kebijakan yang akan dan telah ditetapkan oleh pemimpinnya. Jika terjadi sebaliknya maka kondisi ini
9
tidak bisa dikatakan sebagai partisipasi, namun yang lebih tepat adalah mobilisasi politik (Huntington& Nelson 1994:2-5). Partisipasi politik yang dimaksud adalah keterlibatan warga dalam segala tahapan kebijakan,
mulai
dari
sejak
perencanaan,
pembuatan
keputusan sampai dengan penilaian keputusan, termasuk juga peluang untuk ikut serta dalam pelaksanaan keputusan. Peran warga dalam partisipasi politik tersebut, selama ini bisa dikatakan masih sangat kurang (Gatara & Dzulkiah Said 2007:90-91). Hasil penelitian Tauchid Dwijayanto dalam kasus Pilkada Jawa Tengah menyatakan ada tiga hal yang menyebabkan terjadinya golput yaitu lemahnya sosialisasi, masyarakat lebih mementingkan kebutuhan ekonomi dan sikap apatisme masyarakat. Berdasarkan hasil temuan Efniwati ada dua hal yang menyebabkan pemilih golput yaitu faktor pekerjaan dan faktor lokasi TPS. Kemudian Eriyanto mengatakan ada empat alasan mengapa pemilih golput yaitu karena administratif, teknis, rendahnya keterlibatan atau ketertarikan pada politik (political engagement) dan kalkulasi rasional. Kegiatan pemilihan umum (Pemilu) merupakan momen yang paling tepat dalam melihat indikator pelaksanaan demokrasi di suatu wilayah. Namun dalam beberapa Pemilu banyak orang-orang yang tidak memilih atau menggunakan hak suaranya dalam Pemilu atau lebih dikenal dengan golput, yang menyebabkan keberhasilan dalam Pemilu ini kurang efektif dari hasil yang
didapatkannya.
Secara
umum
terdapat
mempengaruhi orang melakukan golput, yaitu :
beberapa
faktor
yang
10
1. Faktor Sosialisasi Menurut Peter L. Berger, Sosialisasi adalah proses belajar untuk menjadi anggota yang ikut berpartisipasi dalam masyarakat. Sementara menurut David Gaslin Sosialisasi adalah proses belajar nilai dan norma untuk menjadi anggota yang ikut aktif dalam masyarakat. Namun secara umum sosialisasi dapat diartikan sebagai proses belajar kelompok tentang aturan di dalam kelompok tersebut. Sosialisasi adalah sebuah proses penanaman atau transfer kebiasaan atau nilai dan aturan dari satu generasi ke generasi lainnya dalam sebuah kelompok atau masyarakat. Sejumlah sosiolog menyebut sosialisasi sebagai teori mengenai peranan (role theory). Karena dalam proses sosialisasi diajarkan peran-peran yang harus dijalankan oleh individu. 2. Politik uang (Money Politic) Money politic dalam Bahasa Indonesia adalah suap. Arti suap dalam buku kamus besar Bahasa Indonesia adalah uang sogok. Suap dalam bahasa arab adalah rishwah atau rushwah, yang yang berasal dari kata alrisywah yang artinya sebuah tali yang menyambungkan sesuatu ke air. Alrosyi adalah orang memberi sesuatu yang batil, sedangkan murtasyinya adalah yang menerima. Al-raisy adalah perantara keduanya sehingga Rasulullah SAW melaknat kesemuanya pihak. Menurut pakar hukum Tata Negara Universitas Indonesia, Yusril Ihza Mahendra, definisi money politic sangat jelas, yakni mempengaruhi massa Pemilu dengan imbalan materi. Yusril mengatakan, sebagaimana
11
yang dikutip oleh Indra Ismawan kalau kasus money politic bisa di buktikan, pelakunya dapat dijerat dengan pasal tindak pidana biasa, yakni penyuapan. Tapi kalau penyambung adalah figur anonim (merahasiakan diri) sehingga kasusnya sulit dilacak, tindak lanjut secara hukum pun jadi kabur. Secara umum money politic biasa diartikan sebagai upaya untuk mempengaruhi perilaku orang dengan menggunakan imbalan tertentu. Ada yang mengartikan money politic sebagai tindakan jual beli suara pada sebuah proses politik dan kekuasaan. Pengertian politik uang adalah pertukaran uang dengan posisi/ kebijakan/keputusan politik yang mengatasnamakan kepentingan rakyat tetapi sesungguhnya demi kepentingan pribadi/kelompok/partai. Politik uang dalam Pemilu legislatif bisa dibedakan berdasarkan faktor dan wilayah operasinya yaitu: Pertama, Lapisan atas yaitu transaksi antara elit ekonomi (pemilik uang) dengan elit politik (pimpinan partai/calon presiden) yang akan menjadi pengambil kebijakan/keputusan politik pasca Pemilu nanti. Bentuknya berupa pelanggaran dana perseorangan. Penggalangan dana perusahaan swasta, pengerahan dana terhadap BUMN/BUMD. Ketentuan yang terkait dengan masalah ini berupa pembatasan sumbangan dana kampanye. Kedua, Lapisan tengah yaitu transaksi elit politik (fungsi onaris partai) dalam manentukan calon legislatif/eksekutif dan urutan /pasangan calon. Bentuknya berupa uang tanda jadi caleg, uang harga nomor, uang pindah daerah pemilihan dan
12
lain-lain. Sayangnya tidak satu pun ketentuan peraturan perundangan Pemilu yang memungkinkan untuk menjerat kegiatan tersebut (politik uang). Semua aktivitas disini dianggap sebagai masalah internal partai. Ketiga, Lapisan bawah yaitu transaksi antara elit politik (caleg dan fungsionaris partai tingkat bawah) dengan massa pemilih. Bentuknya berupa pembagian sembako, “Serangan fajar”, ongkos transportasi kampanye, kredit ringan, peminjaman dan lain-lain. Dalam hal ini ada ketentuan administratif
yang menyatakan
bahwa calon anggaota
DPRD/DPD (pasangan calon presiden dan atau tim kampanye yang terbukti menjanjikan dana dan atau memberi materi lainnya untuk mempengaruhi pemilih dapat dibatalkan pencalonannya oleh KPU. Jadi, politik uang adalah suatu bentuk pemberian atau janji menyuap seseorang baik supaya orang itu tidak menjalankan haknya untuk memilih maupun supaya ia menjalankan haknya dengan cara tertentu pada saat pemilihan umum. 3. Lingkungan Masyarakat Lingkungan masyarakat adalah tempat terjadinya sebuah interaksi suatu sistem dalam menghasilkan sebuah kebudayaan yang terikat oleh norma-norma dan adat istiadat yang berlangsung dalam kurun waktu yang lama. 4. Partisipasi politik Partisipasi politik adalah secara harfiah berarti keikutsertaan, dalam konteks politik ini mengacu pada keikutsertaan warga dalam berbagai
13
proses politik. Keikutsertaan warga dalam berbagai proses politik. Keikutsertaan warga dalam proses politik tidaklah hanya berarti warga mendukung keputusan atau kebijakan yang telah digariskan oleh para pemimpinnya, karena kalau ini yang terjadi maka istilah yang tepat adalah mobilisasi politik. Partisipasi politik adalah keterlibatan warga dalam segala tahapan kebijakan, mulai dari sejak pembuatan keputusan sampai dengan penilaian keputusan, termasuk juga peluang untuk ikut serta dalampelaksanaan keputusan. Merujuk pada pendapat Bismar Arianto (2011) bahwa alasan rendahnya partisipasi masyarakat untuk memilih diklasifikasikan menjadi 2 hal yakni faktor Internal dan faktor Eksternal. Untuk lebih jelasnya dalam menjelaskan masalah tersebut berikut diuraikan sebagai berikut. 1. Faktor Internal Adapun faktor internal itu sendiri meliputi 3 faktor utama yakni a. Faktor Teknis Faktor teknis yang penulis maksud adalah adanya kendala yang bersifat teknis yang dialami oleh pemilih sehingga menghalanginya untuk menggunakan hak pilih. Seperti pada saat hari pencoblosan pemilih sedang sakit, pemilih sedang ada kegiatan yang lain serta berbagai hal lainnya yang sifatnya menyangkut pribadi pemilih. Kondisi itulah yang secara teknis membuat pemilih tidak datang ke TPS untuk menggunakan hak pilihnya. Faktor teknis ini dalam pemahaman dapat di klasifikasikan ke dalam dua hal yaitu teknis mutlak dan teknis yang bisa
14
ditolerir. Teknis mutlak adalah kendala yang serta merta membuat pemilih tidak bisa hadir ke TPS seperti sakit yang membuat pemilih tidak bisa keluar rumah. Sedang berada di luar kota. Kondisi yang seperti yang penulis maksud teknis mutlak. Teknis yang dapat ditolerir adalah permasalahan yang sifatnya sederhana yang melakat pada pribadi pemilih yang mengakibat tidak datang ke TPS. Seperti ada keperluan keluarga, merencanakan liburan pada saat hari pemilihan. Pada kasus-kasus seperti ini dalam pemahaman penulis pemilih masih bisa mensiasatinya, yaitu dengan cara mendatangi TPS untuk menggunakan hak pilih terlebih dahulu baru melakukan aktivitas atau keperluan yang bersifat pribadi. Pemilih golput karena alasan teknis yang tipe kedua ini cenderung tidak mengetahui esensi dari menggunakan hak pilih, sehingga lebih mementingkan kepentingan pribadi dari pada menggunakan hak pilihnya. Pemilih ideal harus mengetahui dampak dari satu suara yang diberikan dalam Pemilu. Hakikatnya suara yang diberikan itulah yang menentukan pemimpin lima tahun mendatang. Dengan memilih pemimpin yang baik berarti pemilih berkontribusi untuk menciptakan masa depan yang lebih baik pula. b. Faktor Pekerjaan Faktor pekerjaan adalah pekerjaan sehari-hari pemilih. Faktor pekerjaan pemilih ini dalam pemahaman penulis memiliki kontribusi terhadap jumlah orang yang tidak memilih. Berdasarkan data sensus Penduduk Indonesia tahun 2010 dari 107,41 juta orang yang bekerja,
15
paling banyak bekerja di sektor pertanian yaitu 42,83 juta orang (39,88 persen), disusul sektor perdagangan sebesar 22,21 juta orang (20,68 persen), dan sektor jasa kemasyarakatan sebesar 15,62 juta orang (14,54 persen). Data di atas menunjukkan sebagian besar penduduk Indonesia bekerja di sektor informal, dimana penghasilanya sangat terkait dengan intensitasnya bekerja. Banyak dari sektor informal
yang baru
mendapatkan penghasilan ketika mereka bekerja, tidak bekerja berarti tidak ada penghasilan. Seperti tukang ojek, buruh harian, nelayan, petani harian. Kemudian ada pekerjaan masyarakat yang mengharuskan mereka untuk meninggalkan tempat tinggalnya seperti para pebisnis, pelaut atau penggali tambang. Kondisi seperti membuat mereka harus tidak memilih, karena faktor lokasi mereka bekerja yang jauh dari TPS. Maka dalam pemahaman penulis faktor pekerjaan cukup signifikan yang mempengaruhi partisipasi pemilih dalam sebuah pemilihan umum. Pemilih dalam kondisi seperti ini dihadapkan pada dua pilihan menggunakan
hak
pilih
yang
akan
mengancam
berkurang
penghasilannya atau pergi bekerja dan tidak memilih. 2. Faktor Eksternal Faktor ektenal faktor yang berasal dari luar yang mengakibatkan pemilih tidak menggukan hak pilihnya dalam Pemilu. Ada tiga yang masuk pada kategori ini menurut pemilih yaitu aspek administratif, sosialisasi dan politik.
16
a. Faktor Administratif Faktor adminisistratif adalah faktor yang berkaitan dengan aspek adminstrasi yang mengakibatkan pemilih tidak bisa menggunakan hak pilihnya. Diantaranya tidak terdata sebagai pemilih, tidak mendapatkan kartu pemilihan tidak memiliki identitas kependudukan (KTP). Hal-hal administratif seperti inilah yang membuat pemilih tidak bisa ikut dalam pemilihan. Pemilih tidak akan bisa menggunakan hak pilih jika tidak terdaftar sebagai pemilih. Kasus Pemilu legislatif 2009 adalah buktinya banyaknya masyarakat Indonesia yang tidak bisa ikut dalam Pemilu karena tidak terdaftar sebagai pemilih. Jika kondisi yang seperti ini terjadi maka secara otomatis masyarakat akan tergabung kedalam kategori golput. Faktor berikut yang menjadi penghalang dari aspek administrasi adalah permasalahan kartu identitas. Masih ada masyarakat tidak memilki KTP. Jika masyarakat tidak memiliki KTP maka tidak akan terdaftar di DPT (Daftar Pemilih Tetap) karena secara administtaif KTP yang menjadi rujukkan dalam mendata dan membuat DPT. Maka masyarakat baru bisa terdaftar sebagai pemilih menimal sudah tinggal 6 bulan di satu tempat. Golput
yang
diakibat
oleh
faktor
administratif
ini
bisa
diminimalisir jika para petugas pendata pemilih melakukan pendataan secara benar dan maksimal untuk mendatangi rumah-rumah pemilih.
17
Selain itu dituntut inisiatif masyarakat untuk mendatangi petugas pendataan untuk mendaftarkan diri sebagai pemilih. Langkah berikutnya DPS (Daftar Pemilih Sementara) harus tempel di tempat-tempat strategis agar bisa dibaca oleh masyarakat. Masyarakat juga harus berinisiatif melacak namanya di DPS, jika belum terdaftar segara melopor ke pengrus RT atau petugas pendataan. Langkah berikut untuk menimalisir terjadi golput karen aspek adminitrasi adalah dengan memanfaatkan data kependudukan berbasis IT. Upaya elektoronik Kartu Tanda Penduduk (E KTP) yang dilakukan pemerintahan sekarang dalam pandangan penulis sangat efektif dalam menimalisir golput administratif. b. Sosialisasi Sosialisasi atau menyebarluaskan pelaksanaan Pemilu di Indonesia sangat penting dilakukan dalam rangka memenimalisir golput. Hal ini di sebabkan intensitas Pemilu di Indonesia cukup tinggi mulai dari memilih kepala desa, bupati/walikota, gubernur Pemilu legislatif dan Pemilu presiden hal ini belum dimasukkan pemilihan yang lebih kecil RT/ RW. Kondisi lain yang mendorong sosialisi sangat penting dalam upaya meningkatkan partisipasi politik masyarakat adalah dalam setiap Pemilu terutama Pemilu di era reformasi selalu diikuti oleh sebagian peserta Pemilu yang berbeda. Pada Pemilu 1999 diikuti sebanyak 48 partai politik, pada Pemilu 2004 dikuti oleh 24 partai politik dan Pemilu 2009 dikuti oleh 41 partai politik nasional dan 6 partai politik lokal di Aceh. Kondisi ini
menuntut perlunya sosialisasi terhadap masyarakat.
18
Permasalahan berikut yang menuntut perlunya sosialisasi adalah mekanisme pemilihan yang berbeda antara Pemilu sebelum reformasi dengan Pemilu sebelumnya. Dimana pada era orde baru hanya memilih lambang partai sementara sekarang selian memilih lambang juga harus memilih nama salah satu calon di pertai tersebut. Perubahan yang signifikan adalah pada Pemilu 2009 dimana kita tidak lagi mencoblos dalam memilih tetapi dengan cara menandai. Kondisi ini semualah yang menuntu pentingnya sosialisasi dalam rangka menyukseskan pelaksanaan Pemilu dan memenimalisir angka golput dalam setiap Pemilu. Terlepas dari itu semua penduduk di Indonesia sebagai besar berada di pedesaan maka menyebar luaskan informasi Pemilu dinilai pentingi, apalagi bagi masyarakat yang jauh dari akses transportasi dan informasi, maka sosiliasi dari mulut ke mulut menjadi faktor kunci mengurangi angka golput. c. Faktor Politik Faktor politik adalah alasan atau penyebab yang ditimbulkan oleh aspek politik masyarakat tidak mau memilih. Seperti ketidak percayaan dengan partai, tak punya pilihan dari kandidat yang tersedia atau tak percaya bahwa Pemilu/Pilkada akan membawa perubahan dan perbaikan. Kondisi inilah yang mendorong masyarakat untuk tidak menggunakan hak pilihnya. Stigma politik itu kotor, jahat, menghalalkan segala cara dan lain sebagainya memperburuk kepercayaan masyarakat terhadap politik sehingga membuat masyarakat enggan untuk menggunakan hak
19
pilih. Stigma ini terbentuk karena tabiat sebagian politisi yang masuk pada kategori politik instan. Para pelaku politik punya kecenderungan baru mendekati masyarakat ketika akan ada agenda politik seperti Pemilu. Maka kondisi ini meruntuhkan kepercayaan masyarakat pada politisi itu sendiri. Faktor lain adalah para politisi yang tidak mengakar, politisi yang tidak dekat dan tidak memperjuangkan aspirasi rakyat. Sebagian politisi lebih dekat dengan para petinggi partai, dengan pemegang
kekuasaan.
Mereka
lebih
mengantungkan
diri
pada
pemimpinnya dibandingkan mendekatkan diri dengan konstituen atau pemilihnya. Kondisi lain adalah tingkah laku politisi yang banyak berkonflik mulai konflik internal partai dalam mendapatkan jabatan strategis di partai, kemudian konflik dengan politisi lain yang berbeda partai. Konflik seperti ini menimbulkan antipati masyarakat terhadap partai politik itu sendiri. Idealnya konflik yang di tampilkan para politisi seharusnya
tetap
mengedepankan
etika
politik
untuk
menjaga
kewibawaan politik dan kepercayaan masyarakat. Politik pragamatis yang semakin menguat, baik dikalangan politisi maupun di sebagian masyarakat. Para politisi hanya mencari keuntungan sesaat dengan cara mendapatkan suara rakyat. Sedangan sebagian masyarakat kita, politik dengan melakukan transaksi semakin menjadijadi. Baru mau mendukung, memilih jika ada mendapatkan keutungan materi, maka muncul ungkapan kalau tidak sekarang kapan lagi, kalau sudah jadi/terpilih mereka akan lupa janji. Kondisi-kondisi yang seperti
20
penulis uraikan ini yang secara politik memengaruhi masyarakat untuk menggunakan hak pilihnya. Sebagian Masyarakat semakin tidak yakin dengan politisi. Harus diakui tidak semua politisi seperti ini, masih banyak politisi yang baik, namun mereka yang baik tenggelam dikalahkan politisi yang tidak baik. F. Metodologi Penelitian 1. Pendekatan dan Bentuk Penelitian Metode yang digunakan adalah metode deskriptif analisis, dengan pendekatan Kuantitatif dimana tujuan dari metode ini adalah untuk menggambarkan kondisi obyek penelitian berdasarkan data dan fakta yang ada, yang kemudian dilakukan analisis dengan metode kuantitatif terhadap obyek penelitian sesuai dengan tujuan penelitian yakni untuk melihat analisis faktorfaktor yang mempengaruhi tingkat partisipasi masyarakat dalam Pemilihan Umum di Kabupaten Sambas. Dalam penelitian ini, peneliti memakai bentuk penelitian survey, yang dimaksud dengan penelitian Survei adalah metode pengumpulan data yang dilakukan dengan cara mengajukan pertanyaan-pertanyaan mengenai suatu unit atau sekelompok unit. Menurut Singarimbun dan Effendi (1995: 3) metode penelitian survey adalah penelitian yang mengambil sample dari populasai dan mengunakan kuesioner sebagai alat pengumpul data yang pokok. menurut Cooper dan Emory (1996: 287) “Mensurvei adalah mengajukan pertanyaan pada orang-orang dan merekam jawabannya untuk dianalisis.”
21
2. Sumber Data Dalam suatu penelitian kita kenal adanya teknik dan alat yang sangat dipelukan untuk mengumpulkan data yang digunakan. Adapun data yang akan digunakan dalam penelitian ini meliputi; a) Data Primer Yaitu berbentuk informasi yang diperoleh secara langsung dari objek penelitian itu sendiri yang dapat dikumpulkan dengan metode survey dimana informasi tersebut diperoleh melalui Wawancara Terstruktur yaitu mengadakan tanya jawab dengan menggunakan alat baik berupa angket atau Koesioner maupun melalui wawancara tidak terstruktur melalui yakni bertanya langsung pada responden melalui teknik wawancara mendalam. b) Data Sekunder Yaitu data yang diperoleh penulis secara tidak langsung yang disediakan oleh lembaga KPU, data Kecamatan, Desa atau dari sumber lainnya seperti melakukan studi literatur atau instansi pemerintahan. 3. Populasi Dan Sampel a) Populasi Populasi
adalah
wilayah
generalisasi
yang
terdiri
atas
obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan
oleh
peneliti
untuk
dipelajari
dan
kemudian
ditarik
kesimpulnnya (Sugiono, 1999:72). Populasi dalam penelitian ini adalah masyarakat di Kabupaten Sambas yang terdata sebagai pemilih pada pemilihan umum.
22
b) Sampel Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut (Sugiyono, 1999: 72). Adapun sampel dalam penelitian ini adalah pemilihan sampel dilakukan dengan menggunakan purposive sampling. Teknik yang digunakan dalam pengambilan sampel adalah purposive sampling yaitu dimana pengambilan sampel yang dimaksud dalam sampel dilakukan dengan sengaja dengan catatan bahwa sampel tersebut mewakili populasi yang ada, hal ini dengan menggunakan pertimbangan bahwa sampel berkaitan dengan tujuan penelitian. Dalam menentukan besarnya sampel yang diambil dalam suatu penelitian, Soeratno dan Arsyad (1999:105), mengatakan bahwa “Dalam penentuan jumlah sampel tidak ada aturan yang tegas yang dipersyaratkan untuk suatu penelitian dari populasi yang tersedia”. Sofyan
(1988:149)
mengatakan,
ada
empat
Singaribun dan
faktor
yang
harus
dipertimbangkan agar mendapat data yang representatif, yaitu : 1) Derajat keseragaman, semakin seragam sampel populasi, maka akan semakin kecil sampel yang akan diambil. 2) Presisi yang dikehendaki peneliti, semakin tinggi presisi yang dikehendaki maka akan semakin besar sampel yang harus diambil. 3) Rencana analisis, pada dasarnya sampel juga ditentukan dari kebutuhan analisis, kadang kala besarnya sampel sudah mencukupi
23
sesuai dengan presisi yang dikehendaki, tetapi kalau dikaitkan dengan kebutuhan analisis maka jumlah sampel tersebut kurang mencukupi. 4) Biaya, tenaga, dan waktu yang tersedia. Semakin besar biaya, tenaga dan waktu yang tersedia, maka akan semakin besar sampel yang dapat diambil dan tingkat presisi yang diperoleh akan semakin tinggi. Berdasarkan pendapat para ahli jumlah sampel yang diambil sebanyak 30 orang responden merupakan angka yang representatif dalam sebuah besaran sampel penelitian. Donald R. Cooper & C. William Emory menjelaskan 30 responden adalah jumlah minimum yang disebutkan oleh ahli–ahli metodologi penelitian (1996: 245). Oleh itu, dalam penelitian ini peneliti mengambil jumlah responden sebanyak 35 orang dari setiap dapil (Daerah Pemilih) sebagai sampel. Pertimbangan ini karena jumlah tersebut merupakan angka yang dianggap representatif sehingga total sampel dalam penelitian ini dari 5 (lima) dapil (Daerah Pemilih) adalah 175 responden. Hal ini dengan asumsi bahwa data sampel sebanyak 35 orang telah dianggap represetatif dalam metode penelitian sosial, serta sudah merupakan bentuk data besar (> 30) yang bisa dianalisis menggunakan analisis statistik parametrik. Selain itu pertimbangan peneliti mengambil jumlah sampel 35 orang juga sudah mempertimbangkan empat aspek yang dijadikan pertimbangan pengambilan sampel berdasarkan pendapatan ahli utamanya merujuk pada pendapat Singaribun dan Sofyan (1988:149) yang menjelaskan bahwa pertimbangan derajat keseragaman, tingkat presisi,
24
analisis penelitian serta kondisi teknis meliputi biaya, tenaga, dan waktu yang tersedia dalam penyelesaian penelitian ini. Adapun bauran sampel penelitian yang diambil oleh peneliti dalam menjawab masalah penelitian ini selanjutnya dapat digambarkan berdasarkan tabel 1.2 dibawah ini. Tabel 1.2 Bauran Sampel Penelitian Dapil Wilayah Kecamatan Jumlah Sampel Dapil 1 Sambas, Sejangkung, 35 Subah, Sajad, Sebawi Dapil 2 Tebas Tekarang 35 Dapil 3 Pemangkat, Selakau, 35 Semparuk, Salatiga Dapil 4 Jawai, Jawai Selatan 35 Dapil 5 Paloh, Sajingan Besar, Tl. 35 Keramat, Tangaran, Galing Total 175 Sumber: Data Sekunder Olahan, Juni 2015.
4. Teknik Pengumpulan Data Adapun teknik pengambilan sampel yang akan digunakan peneliti meliputi: a) Kuesioner, yaitu pengumpulan data melalui daftar pertanyaan yang disebarkan kepada Masyarakat sambas yang menjadi sampel dalam penelitian ini. b) Wawancara Mendalam yakni pengumpulan data dengan melakukan wawancara pada responden yang dianggap mampu menjawab masalah penelitian. Metode ini dijadikan sebagai metode tambahan untuk memperdalam informasi dari hasil Kuesioner yang disebarkan pada responden.
25
c) Observasi, yaitu pengumpulan data dengan cara penelitian langsung terjun ketempat penelitian. 5. Teknik Analisis Data Adapun teknik analisis data yang digunakan untuk pengolahan data yaitu dengan menggunakan analisis kualitatif dan kuantitatif. a)
Analisis Kualitatif Yaitu dengan melihat jawaban dari responden melalui kuesioner yang telah disebarkan kemudian dikelompokkan menurut kriteria yang ada dan hasil dari masing-masing jawaban pertanyaan dijumlahkan kemudian dicari persentasenya, dianalisis dan ditarik kesimpulan. Selain itu data dari hasil wawancara mendalam juga dijadikan sebagai informasi tambahan untuk menjelaskan masalah penelitian.
b) Analisis Kuantitatif Analisis Data Kuantitatif adalah data yang berbentuk angka atau data kualitatif yang diangkakan. Untuk mengukur variabel yang digunakan di dalam penelitian ini, peneliti menggunakan skala likert. Menurut Sugiono, (2005: 87-86) Skala Likert ini digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi seseorang atau sekelompok orang tentang fenomena sosial. Dalam penelitian ini fenomena sosial ini diterapkan secara spesifik oleh peneliti dan selanjutnya disebut sebagai variabel penelitian. Ada empat skala yang digunakan peneliti : sangat yakin, yakin, ragu-ragu dan tidak setuju. Adapun untuk lima tingkat kualitas pelaksanaan pelayanan sesuai indikator. Variabel yang diukur meliputi:
26
1) Jawaban A = Sangat Yakin
: Bobot 4
2) Jawaban B = Yakin
: Bobot 3
3) Jawaban C = Ragu-ragu
: Bobot 2
4) Jawaban D = Tidak setuju
: Bobot 1
Selanjutnya analisis jawaban responden akan ditabulasikan dengan menganalisis jawaban responden dari penyebaran kuesioner serta observasi dan wawancara peneliti, lalu dilakukan tabulasi dan disajikan dalam bentuk tabel frekwensi kemudian dianalisis dengan menggunakan persentase. Untuk lebih memperdalam analisis dalam penelitian ini selanjutnya dilakukan penskoran dengan skala indeks. Adapun Total nilai indeks yang dijadikan ukuran peneliti adalah 4 (empat) dengan menggunakan kriteria 3 kotak (Three–box Method). Sehingga rentang 4 (0,1-4,00) akan menghasilkan rentang sebesar 1,33 yang akan digunakan sebagai dasar interprestasi nilai indeks. Adapun interpretasi nilai indeks yang dimaksud adalah sebagai berikut; 1. Dengan skor nilai 0,10 - 1,33 atau mempunyai nilai interpretasi yang paling rendah. Artinya variabel ini mempunyai pengaruh yang paling besar karena mempunyai skor yang paling rendah, menjauhi nilai indeks opitimal yang ditentukan.
27
2. Dengan skor nilai 1,34 - 2,66 dengan asumsi sedang atau mempunyai pengaruh yang sedang. 3. Dengan skor nilai 2,67 - 4,00
yang paling tinggi atau mempunyai
pengaruh yang paling rendah, mendekati nilai harapan optimal dari indeks yang ditentukan.
BAB II GAMBARAN LOKASI PENELITIAN
A. Gambaran Umum Kabupaten Sambas 1. Kondisi Fisik Wilayah Kabupaten Sambas terletak di bagian paling utara Propinsi Kalimantan Barat atau diantara 1’23’’ Lintang Utara dan 108’39’’ Bujur Timur Secara administratif, batas wilayah Kabupaten Sambas adalah: a. Utara
:
Serawak (Malaysia Timur) & laut Natuna
b. Selatan
:
Kab. Bengkayang & Kota Singkawang
c. Barat
:
Laut Natuna.
d. Timur
:
Kab. Bengkayang & Serawak
Luas Kabupaten Sambas adalah 6.395,70 km2 atau sekitar 4,36 persen dari luas wilayah Propinsi Kalimantan Barat.
28
29
Gambar 2.1 Peta Kabupaten Sambas
Daerah Pemerintahan Kabupaten
Sambas pada
tahun
2008
terbagi menjadi 19 Kecamatan dan 183 Desa serta 1 UPT. Kecamatan terluas adalah Kecamatan Sajingan Besar dengan luas 1.391,20 km2 atau 21,75 persen sedangkan yang terkecil adalah Kecamatan Tekarang dengan luas sebesar 83,16 km2 atau 1,30 persen dari luas wilayah Kabupaten Sambas.
30
Grafik 2.2 Penduduk Kabupaten Sambas Menurut Jenis Kelamin,
J U M L A H P E N D U D U K
KECAMATAN
31
Tabel 2.1. Penduduk Kabupaten Sambas Menurut Jenis Kelamin No
Kecamatan
Laki-Laki
Perempuan
Total
1.
Selakau
15.129
14.943
30.072
2.
Selakau Timur
5.118
5.082
10.200
3.
Pemangkat
22.245
22.344
44.589
4.
Semparuk
11.589
12.176
23.765
5.
Salatiga
7.254
7.417
14.671
6.
Tebas
31.551
32.062
63.613
7.
Tekarang
6.380
6.913
13.293
8.
Sambas
22.280
22.699
44.979
9.
Subah
9.154
8.373
17.527
10.
Sebawi
7.651
7.947
15.598
11.
Sajad
4.770
5.166
9.936
12.
Jawai
16.504
18.538
35.042
13.
Jawai Selatan
8.714
8.946
17.660
14.
Teluk Keramat
28.032
30.643
58.675
15.
Galing
9.933
9.720
19.653
16.
Tangaran
9.783
11.006
20.789
17.
Sejangkung
11.247
11.071
22.318
18.
Sajingan Besar
5.347
4.501
9.848
19.
Paloh
11.923
11.969
23.892
244.604
251.516
496.120
Jumlah
Sumber: Kab. Sambas Dalam Angka, 2013
2. Visi, Misi, Tujuan, Sasaran, Strategi dan Arah Kebijakan Kabupaten Sambas mempunyai bupati dan wakil bupati yang masing-masing bernama dr. Hj. Juliarti Djuhardi Alwi, MPH dan Dr. Pabali Musa, M.Ag untuk masa periode 2011-2016. Sejalan dengan
32
ketentuan peraturan perundangan yang berlaku, setiap kepala daerah berkewajiban adalah menetapkan langkah strategis berkewajiban untuk menjamin kelanjutan dan peningkatan percepatan pembangunan yang telah dicapai sebelumnya. Langkah ini harus dijabarkan dalam visi dan misi serta program prioritas yang dituangkan ke dalam dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Sambas 2012-2016, yang selanjutnya disebut RPJMD Kabupaten Sambas. Mengingat
Kepala
Daerah
terpilih
adalah
lanjutan
dari
kepemimpinan periode sebelumnya, maka dengan RPJMD 2012-2016 konsistensi dan keberlanjutan pencapaian rencana pembangunan lima tahun sebelumnya akan lebih terjamin. Untuk memastikan konsistensi dan keberlanjutan. a. Visi Dalam rangka konsistensi terhadap visi terdahulu, Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Tahun 2006-2011, maka dibutuhkan visi berikutnya (2012-2016) yang merupakan keberlanjutan dan penajaman dari visi yang digagas, dirancang, dan dirintis oleh Bupati-Wakil Bupati sebelumnya. Penetapan visi tersebut, didasarkan atas pertimbangan, sebagai berikut: 1) Visi masih aktual untuk tetap digunakan sampai target pencapaian pada tahun 2016, sebagai konsistensi terhadap Peraturan Daerah Nomor: 2 Tahun 2010 Tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) Kabupaten Sambas Tahun 2005-2025 dan
33
Peraturan
Daerah
Nomor:
6
Tahun
2007
tentang Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Tahun 2006-2011. 2) Masih tetap sesuai dengan nilai-nilai luhur masyarakat yang sebagian besar muslim dan agraris, serta didukung dengan potensi laut dan lahan pertanian yang masih besar. Nilai-nilai luhur yang masih dianut antara lain: a) Kehidupan masyarakat Kabupaten Sambas yang religius Islami, hal ini tercermin dari sebagian besar penduduk beragama Islam (87%), sehingga cukup mewarnai budaya masyarakat Sambas. b) Motto
“Terpikat
Terigas“
sudah
mulai
terinternalisasi
dan
menginspirasi seluruh stakeholders dalam merencanakan dan melaksanakan
pembangunan
daerah,
sehingga
pada
periode
berikutnya masih relevan untuk dilanjutkan dengan tambahan sedikit kata menjadi “Bersama Lanjutkan Terpikat Terigas”, yang kemudian disingkat dengan “Bela Terpikat Terigas”. Makna dari moto “Bela Terpikat Terigas” adalah: -
Bela (bersama lanjutkan), mengandung arti bahwa dengan semangat kebersamaan dan bekerja sama seluruh komponen masyarakat Sambas berkomitmen untuk melanjutkan dan meningkatkan apa yang telah digagas, dirancang, dan dirintis oleh Bupati-Wakil Bupati periode 2006-2011.
34
-
Terpikat Terigas, mengandung arti bahwa seluruh komponen masyarakat Sambas akan bahu membahu berpartisipasi aktif dalam seluruh aspek dan tujuan pembangunan, yaitu: Tingkatkan
Ekonomi
Rakyat,
untuk
membangun
kemandirian. Religius, untuk membangun kepribadian. Pendidikan, untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Ilmu pengetahuan, untuk membangun peradaban besar dan utama. Kesehatan masyarakat, untuk meningkatkan kualitas lahiriyahnya. Semua itu akan diwujudkan melalui suatu Pemerintahan Daerah yang tertib dan terukur pada aspek: Ekonomi kerakyatan yang sinergis dengan investasi. Religius. Ilmu pengetahuan dan teknologi. Good Governance. Amanah dan berakhlaqul-karimah, serta Social control and social participation. Atas dasar pertimbangan di atas dan dengan memperhatikan potensi, permasalahan, dan peluang yang dimiliki Kabupaten Sambas, nilai-nilai visi daerah, aspirasi, dan dinamika yang berkembang pada
35
masa 5 tahun sebelumnya (tahun 2006-2011), maka visi Kabupaten Sambas untuk periode 2012-2016 adalah: “TERWUJUDNYA SAMBAS YANG MANDIRI, BERPRESTASI, MADANI, SERTA SEJAHTERA, MELALUI BELA TERPIKAT TERIGAS” Adapun makna dari visi tersebut yaitu: 1) Sambas yang mandiri adalah suatu kondisi dimana perekonomian masyarakat berkembang dengan baik, kreatif, dan inovatif yang ditandai dengan meningkatnya investasi dan kapasitas ekonomi masyarakat baik karena faktor intensifikasi maupun ekstensifikasi, serta membaiknya infrastruktur dan pengelolaan sumber daya alam yang berwawasan lingkungan. 2) Sambas yang berprestasi adalah suatu kondisi dimana kualitas sosial, moral, dan intelektual masyarakat berkembang dengan baik menuju pencapaian unggul terutama pada bidang pendidikan, kesehatan, kepribadian, dan kebudayaan. 3) Sambas yang madani adalah suatu kondisi dimana kehidupan masyarakat berlangsung dengan harmonis, taat dan tertib hukum, sadar politik, demokratis, dan dinamis serta selaras dengan prinsip-prinsip good governance. 4) Sambas yang sejahtera adalah suatu kondisi dimana hak-hak dasar dan sekunder masyarakat terpenuhi dengan didukung oleh suasana kehidupan yang agamis, aman, dan damai.
36
b. Misi Dalam upaya mewujudkan visi pembangunan Kabupaten Sambas Tahun 2012-2016 tersebut, maka misi pembangunan Kabupaten Sambas adalah sebagai berikut : 1) Mengembangkan ekonomi kerakyatan dan investasi yang sinergis melalui kemitraan dan pemberdayaan antara pemerintah, swasta, dan masyarakat yang didukung oleh pelayanan prima. 2) Meningkatkan
pembangunan
infrastruktur
dasar
dengan
memperhatikan aspek pemerataan dan keadilan pembangunan serta mengutamakan faktor pengungkit perekonomian rakyat. 3) Meningkatkan kemampuan budi, daya, dan karsa insani menuju pembangunan manusia seutuhnya. 4) Meningkatkan partisipasi masyarakat dalam proses perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan pembangunan. 5) Meningkatkan kapasitas dan kualitas aparatur dan penyelenggaraan pemerintahan sesuai dengan prinsip-prinsip good governance. 6) Penegakan hukum (law enforcement) yang adil dan bertanggung jawab. 7) Memantapkan stabilitas keamanan dan ketertiban masyarakat guna memacu akselerasi pembangunan daerah. 8) Meningkatkan pembinaan mental spritual guna mengokohkan jatidiri masyarakat yang berkepribadian luhur, berbudaya, dan berwawasan kebangsaan.
37
c. Tujuan Tujuan Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kabupaten Sambas Tahun 2012-2016 adalah sebagai berikut : 1) Meningkatkan penyediaan infrastruktur dasar. 2) Meningkatkan kemampuan pengelolaan sumber daya alam yang berwawasan lingkungan hidup. 3) Meningkatkan kegiatan ekonomi dan investasi. 4) Meningkatkan kualitas sumberdaya manusia melalui pembangunan bidang pendidikan, kesehatan, kebudayaan, pemuda, olahraga dan pemberdayaan perempuan, keluarga dan anak untuk menunjang program-program unggulan daerah. 5) Meningkatkan derajat pendidikan. 6) Meningkatkan kepribadian dan kebudayaan masyarakat. 7) Meningkatkan
partisipasi
masyarakat
dalam
program
pembangunan. 8) Melakukan reformasi birokrasi dan tata kelola pemerintahan. 9) Menegakkan supremasi hukum. 10) Memantapkan stabilitas keamanan dan ketertiban masyarakat. 11) Meningkatkan kualitas kehidupan beragama. d. Sasaran Adapun sasaran pembangunan daerah Kabupaten Sambas Tahun 2012-2016 adalah: 1) Meningkatnya ketersediaan infrastruktur dasar.
38
2) Terciptanya pengelolaan sumber daya alam yang berwawasan lingkungan. 3) Berkembangnya perekonomian daerah. 4) Meningkatnya derajat kesehatan masyarakat, kebudayaan, pemuda, olahraga serta pemberdayaan perempuan dan anak. 5) Meningkatnya derajat pendidikan masyarakat. 6) Meningkatnya kepribadian dan kebudayaan masyarakat. 7) Meningkatnya partisipasi masyarakat dalam proses pembangunan. 8) Melakukan reformasi birokrasi dan tata kelola pemerintahan. 9) Meningkatnya kesadaran hukum. 10) Terciptanya stabilitas keamanan dan ketertiban masyarakat. 11) Meningkatnya kualitas kehidupan beragama.
B. Gambaran Umum Tingkat Partisipasi Masyarakat dalam Pemilihan Umum di Kabupaten Sambas Demokrasi sebagai sistem kenegaraan merupakan salah satu mekanisme yang dianggap paling ideal dalam merumuskan tujuan dan citacita Negara. Dalam hal ini Pemilu merupakan salah satu tonggak demokrasi dan instrumen untuk mewujudkan cita-cita demokrasi, yaitu terbentuknya masyarakat yang adil, makmur, sejahtera, memiliki kebebasan berekspresi dan berkehendak serta mendapatkan akses terpenuhinya hak-hak dasar mereka sebagai warga Negara. Karena itu, untuk melihat ada tidaknya demokrasi dalam penyelenggaraan negara, indikator yang dapat jadikan alat
39
ukur
adalah
dengan
dijalankannya
Pemilu
secara
bebas
dan
berkesinambungan, yang diikuti dengan tingginya partisipasi masyarakat dalam proses Pemilu tersebut. Pemilihan umum (Pemilu) itu sendiri adalah salah satu cara dalam sistem demokrasi untuk memilih wakil-wakil rakyat yang akan duduk di lembaga perwakilan rakyat, serta salah satu bentuk pemenuhan hak asasi warga negara dibidang politik. Pemilu dilaksanakan untuk mewujudkan kedaulatan rakyat. Sebab, rakyat tidak mungkin memerintah secara langsung. Karena itu, diperlukan cara untuk memilih wakil rakyat dalam memerintah suatu negara selama jangka waktu tertentu. Pemilihan Umum adalah sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang
Dasar
Republik
Indonesia
Tahun
1945.
Pemilu
diselenggarakan dengan tujuan untuk memilih wakil rakyat dan wakil daerah, serta untuk membentuk pemerintahan yang demokratis, kuat, dan memperoleh dukungan rakyat dalam rangka mewujudkan tujuan nasional sebagaimana Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Undang-Undang tentang Pemilu yaitu UU No.10/2008 mengatur tentang hak dan ketentuan Pemilu itu sendiri yang disebutkan di pasal 19 ayat 1 berbunyi: “WNI yang pada hari pemungutan suara telah berumur 17 tahun atau lebih atau sudah/pernah kawin mempunyai hak memilih.” Jelas kata yang tercantum adalah “hak”, bukan “kewajiban”. Lebih tinggi lagi,
40
dalam produk hukum tertinggi di negara kita yaitu Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 yang diamandemen tahun 1999-2002, juga tercantum hal senada. Dalam pasal 28 E disebutkan: “Pemilu dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil setiap lima tahun sekali”. Tujuannya dari Pemilu sendiri adalah : 1.
Pemilu bertujuan agar pemerintah lahir dari, oleh dan untuk rakyat dengan memilih wakil-wakilnya di DPR dan DPD serta Presiden/Wakil Presiden.
2.
Melalui Pemilu harapan-harapan rakyat disampaikan dan ditawarkan kepada calon-calon.
3.
Pemilu yang terselenggara secara periodik memberi kesempatan kepada rakyat untuk menilai, mengevaluasi dan melakukan control terhadap perjalanan pemerintahan.
4.
Pemilu bertujuan agar pemerintah berkuasa atas kehendak rakyat dan berdasarkan legitimasi rakyat. Setiap warga negara, apapun latar belakangnya seperti suku, agama,
ras, jenis kelamin, status sosial dan golongan, sesungguhnya mereka semua memiliki hak yang sama untuk berserikat dan berkumpul, menyatakan pendapat, menyikapi secara kritis kebijakan pemerintah dan pejabat negara. Hak ini disebut hak politik yang secara luas dapat langsung diaplikasikan secara kongkrit melalui media pemilihan umum. Dalam menyelenggarakan Pemilu, diperlukan tata cara dan prosedur yang disebut sistem Pemilu. Sistem Pemilu mencakup dua hal. Pertama,
41
nilai-nilai normatif yang tertuang dalam Undang-Undang Pemilu yang mengatur bagaimana membagi kekuasaan dalam lembaga perwakilan secara proporsional sesuai dengan dukungan politik yang tergambar dari hasil perolehan suara dalam Pemilu. Kedua, proses pemilihan yaitu mekanisme pemilihan yang meliputi pengelolaan Pemilu, pemilihan di tempat suara pemungutan suara, perhitungan suara, petugas Pemilu, penetapan hasil Pemilu dan menetapkan hasil Pemilu menjadi kursi di lembaga perwakilan maupun pada tingkat eksekutif. Tetapi mekanisme dan prosedur yang efektif saja tidak cukup untuk menghasilkan kepemimpinan yang benar-benar mendekati kehendak rakyat sebagai hasil dari Pemilu itu sendiri. Pemilu merupakan sarana legitimasi bagi sebuah kekuasaan. Setiap penguasa, betapapun otoriternya pasti membutuhkan dukungan rakyat secara formal untuk melegitimasi kekuasaannya. Pemilu merupakan icon demokrasi yang dapat dengan mudah diselewengkan oleh penguasa untuk kepentingan melanggengkan kekuasaannya. Maka selain mekanisme dan prosedur yang tepat, masalah sistem atau aturan main dalam penyelenggaraan Pemilu adalah hal penting yang harus diperhatikan. Oleh itu, Pemilu/Pilkada yang demokratis memiliki beberapa persyaratan. Pertama, Pemilu harus bersifat kompetitif, artinya peserta Pemilu baik partai politik maupun calon perseorangan harus bebas dan otonom. Baik partai politik yang sedang berkuasa, maupun partai-partai oposisi memperoleh hak-hak politik yang sama dan dijamin oleh undang-
42
undang (UU), seperti kebebasan berbicara, mengeluarkan pendapat, berkumpul dan berserikat. Syarat kompetitif juga menyangkut perlakuan yang sama dalam menggunakan sarana dan prasarana publik, dalam melakukan kampanye, yang diatur dalam UU. Misalnya stasiun televisi milik negara harus memberikan kesempatan yang besar pada partai politik yang berkuasa, sementara kesempatan yang sama tidak diberikan pada partai-partai peserta Pemilu lainnya Kedua, Pemilu harus diselenggarakan secara berkala. Artinya pemilihan harus diselenggarakan secara teratur dengan jarak waktu yang jelas. Misalnya setiap empat, lima, atau tujuh tahun sekali. Pemilihan berkala merupakan mekanisme sirkulasi elit, dimana pejabat yang terpilih bertanggung jawab pada pemilihnya dan memperbaharui mandat yang diterimanya pada Pemilu sebelumnya. Pemilih dapat kembali memilih pejabat yang bersangkutan jika merasa puas dengan kerja selama masa jabatannya. Tetapi dapat pula menggantinya dengan kandidat lain yang dianggap lebih mampu, lebih bertanggung jawab, lebih mewakili kepemimpinan, suara atau aspirasi dari pemilih bersangkutan. Selain itu dengan pemilihan berkala maka kandidat perseorangan atau kelompok yang kalah dapat memperbaiki dan mempersiapkan diri lagi untuk bersaing dalam Pemilu berikut. Ketiga, Pemilu haruslah inklusif. Artinya semua kelompok masyarakat baik kelompok ras, suku, jenis kelamin, penyandang cacat, lokalisasi, aliran ideologis, pengungsi dan sebagainya harus memiliki
43
peluang yang sama untuk berpartisipasi dalam Pemilu. Tidak ada satu kelompok pun yang didiskriminasi oleh proses maupun hasil Pemilu. Hal ini diharapkan akan tercermin dalam hasil Pemilu yang menggambarkan keanekaragaman dan perbedaan – perbedaan di masyarakat. Keempat,
pemilih
harus
diberi
keleluasaan
untuk
mempertimbangkan dan mendiskusikan alternatif pilihannya dalam suasana yang bebas, tidak dibawah tekanan, dan akses memperoleh informasi yang luas. Keterbatasan memperoleh informasi membuat pemilih tidak memiliki dasar pertimbangan yang cukup dalam menetukan pilihannya. Suara pemilih adalah kontrak yang (minimal) berusia sekali dalam periode Pemilu (bisa empat, lima, atau tujuh tahun). Sekali memilih, pemilih akan ”teken kontrak” dengan partai atau orang yang dipilihnya dalam satu periode tersebut. Maka agar suara pemilih dapat diberikan secara baik, keleluasaan memperoleh informasi harus benar-benar dijamin. Kelima, penyelenggara Pemilu yang tidak memihak dan independen. Penyelenggaraan Pemilu sebagian besar adalah kerja teknis. Seperti penentuan peserta Pemilu, Pembuatan kertas suara, kotak suara, pengiriman hasil pemungutan suara pada panitia nasional, penghitungan suara, pembagian kursi dan sebagainya. Kerja teknis tersebut dikoordinasi oleh sebuah
panitia
penyelenggara
Pemilu.
Maka
keberadaan
panitia
penyelenggara Pemilu yang tidak memihak, independen, dan profesional Sangay menentukan jalannya proses Pemilu yang demokratis. Jika penyelenggara merupakan bagian dari partai politik yang berkuasa, atau
44
berasal dari partai politik peserta Pemilu, maka azas ketidakberpihakan tidak terpenuhi. Otomatis nilai Pemilu yang demokratis juga tidak terpenuhi. Selanjutnya setiap kali pesta demokrasi digelar, baik dalam bentuk pemilihan umum tingkat nasional (Pemilu) ataupun tingkat daerah (Pilkada) selalu menghadirkan kelompok yang tidak dapat berpartisipasi dalam proses Pemilu atau Pilkada tersebut yang selanjutnya golongan ini disebut golput. Tingginya angka Golput disebuah wilayah merupakan sebuah indikator kuat/lemahnya sistem politik yang diterapkan di wilayah tersebut. Hal ini menjadikan sebuah tantangan bagi penyelenggara pemliu bagaimana pelaksana Pemilu untuk terus berusaha meminimalisir angka golput. Sikap orang-orang golput, menurut Arbi Sanit dalam memilih memang berbeda dengan kelompok pemilih lain atas dasar cara penggunaan hak pilih. Apabila pemilih umumnya menggunakan hak pilih sesuai peraturan yang berlaku atau tidak menggunakan hak pilih karena berhalangan di luar kontrolnya, kaum golput menggunakan hak pilih dengan tiga kemungkinan. Pertama, menusuk lebih dari satu gambar partai. Kedua, menusuk bagian putih dari kartu suara. Ketiga, tidak mendatangi kotak suara dengan kesadaran untuk tidak menggunakan hak pilih. Bagi mereka, memilih dalam Pemilu sepenuhnya adalah hak. Kewajiban mereka dalam kaitan dengan hak pilih ialah menggunakannya secara bertanggung jawab dengan menekankan kaitan penyerahan suara kepada tujuan Pemilu, tidak hanya membatasi pada penyerahan suara kepada salah satu kontesan Pemilu.
45
Kabupaten Sambas sebagai sebuah wilayah otonom yang terletak diperbatasan dengan Malaysia wilayah Sabah dan Sarawak juga tidak luput dari hal tersebut. Berdasarkan data KPU Kabupaten Sambas menunjukkan bahwa tingkat Golput atau partisipasi masyarakat dalam mengikuti pemilihan umum di Kabupaten Sambas tergolong tidak terlalu baik hal ini dibuktikan dari angka partisipasi pemilih pada Pemilihan Umum DPR, DPD dan DPRD dari tahun 2014 sebesar 67,73% atau tidak jauh lebih baik dari Pemilu sebelumnya yakni tahun 2009 sebesar 66,51%. Untuk lebih jelasnya data perbandingan Partisipasi Pemilih pada Pemilihan Umum DPR, DPD dan DPRD dari tahun 2004, 2009 dan 2014 ditunjukkan dari tabel 2.2 berikut ini; Tabel 2.2 Perbandingan Partisipasi Pemilih Pada Pemilu DPR, DPD dan DPRD Tahun 2004, 2009 dan 2014 di Kabupaten Sambas PEMILU LEGISLATIF Pemillih NO TAHUN Data Partisipasi yang Pemilih (%) hadir 1 PEMILU 2004 305,756 239,411 78.30 2
PEMILU 2009
3 PEMILU 2014 Sumber: Data KPU 2015 Berdasarkan tabel 2.2
381,768
254,762
66.73
414,715
279,993
67.51
diatas menunjukkan bahwa kecenderungan
partsipasi pemilih di Kabupaten Sambas dari tahun 2004 yakni sebesar 78,30 % sampai tahun 2014 yakni sebesar 67,51% mengalami penurunan. Hal ini menunjukkan bahwa permasalahan partisipasi pemilih di Kabupaten Sambas
46
merupakan permasalahan yang harus dicarikan solusinya agar partisipasi pemilih dapat ditingkatkan pada Pemilu atau Pilkada berikutnya. Selain itu berdasarkan data pemilihan umum Presiden tahun 2004 hingga 2014 juga mengalami penurunan yang singnifikan. Untuk lebih jelasnya tabel 2.3 berikut ini menampilkan perbandingan partisipasi Pemilih Pada Pemilu Presiden Tahun 2004, 2009 dan 2014. Tabel 2.3 Perbandingan Partisipasi Pemilih Pada Pemilu Presiden Tahun 2004, 2009 dan 2014 di Kabupaten Sambas
NO
TAHUN
1
PEMILU 2004
PEMILU PRESIDEN Putaran 1 Pemillih Data Partisipasi yang Pemilih (%) hadir 310,692 232,495 74.83
2
PEMILU 2009
389,594
252,735
64.87
413,405
269,651
65.23
3 PEMILU 2014 Sumber: Data KPU 2015
PEMILU PRESIDEN Putaran 2 Pemillih Data Partisipasi yang Pemilih (%) hadir 310,588 220,644 71.04
Berdasarkan data tabel 2.3 diatas menunjukkan bahwa partisipasi pemilih dalam pemilihan umum Presiden juga mengalami penurunan yang signifikan dari tahun 2004 mencapai angka 74,83%, menjadi hanya sebesar 64,87% pada tahun 2009 atau mengalami penurunan sebesar 9,97%. Dan tidak jauh lebih baik pada tahun 2014 dengan tingkat partisipasi pemilih hanya sebesar 65,23%. Artinya masih ada 35,13% suara yang tidak meyalurkan hak pilihnya pada proses Pilpres tersebut. Angka ini merupan angka yang cukup besar yakni melebihi 1/3 dari total suara pemilih.
47
Berdasarkan data tingkat partisipasi pemilih baik pada pemilihan umum DPR, DPD dan DPRD, maupun pemilihan Umum Presiden menunjukkan bahwa perlunya evaluasi dan peningkatan tingkat partisipasi pemilih di Kabupaten Sambas. Tidak dapat dipungkiri bahwa akses dan jarak lokasi TPS merupakan salah satu indikator tingginya tingkat partisipasi pemilih. Hal ini karena semakin dekat jarak TPS akan semakin memudahkan pemilih untuk mengikuti proses Pemilihan Umum (Pemilu) itu sendiri. Namun perlu diingat bahwa rasionalisasi penentuan jumlah PPS dan TPS per Desa bukanla tanpa alasan,
hal
ini
sangat
mempertimbangkan
berbagai
aspek
dalam
mempermudah pemilih untuk mengikuti pemilihan umum. Selain itu, jumlah PPS dan TPS di setiap kecamatan juga dapat menggambarkan sebaran pemilih disetiap kecamatan dibandingkan dengan luas wilayah, artinya semakin banyak jumlah penduduknya cenderung akan semakin luas wilayahnya, maka secara otomatis semakin banyak jumlah pemilihnya serta semakin banyak pula PPS dan TPS yang tersebar di Kecamatan tersebut. PPS maupun TPS sebagai ujung tombak dari proses pemilihan umum disuatu wilayah mempunyai peranan yang sangat vital dalam mensukseskan Pemilu/Pilkada itu sendiri. Oleh itu, perhitungan jumlah PPS dan TPS disetiap kecamatan/desa merupakan sebuah keharusan benar-benar memerlukan kalkulasi yang matang.
48
Selanjutnya tabel 2.4 berikut menyajikan data perbandingan jumlah TPS dan jumlah pemilih di setiap Kecamatan di Kabupaten Sambas. Tabel 2.4 Data Perbandingan Jumlah Pemilih Terdaftar Serta Jumlah Desa/PPS dan Jumlah TPS Pada Pemilu Anggota DPR, DPD dan DPRD tahun 2014 Di Kabupaten Sambas No 1
Nama Kecamatan
SAMBAS TELUK 2 KERAMAT 3 JAWAI 4 TEBAS 5 PEMANGKAT 6 SEJANGKUNG 7 SELAKAU 8 PALOH SAJINGAN 9 BESAR 10 SUBAH 11 GALING 12 TEKARANG 13 SEMPARUK 14 SAJAD 15 SEBAWI JAWAI 16 SELATAN 17 TANGARAN 18 SALATIGA SELAKAU 19 TIMUR TOTAL Sumber: Data KPU 2015
Jumlah Pemilih Terdaftar L P L+P 18,036 18,443 36,479
Jumlah Desa/PPS 18
Jumlah TPS 101
24
153
25,041
24,618
49,659
11 23 5 12 9 8
98 169 119 52 72 56
15,905 28,086 17,779 9,121 12,752 9,596
15,276 26,735 17,782 8,816 12,113 9,315
31,181 54,821 35,561 17,937 24,865 18,911
5
30
4,801
3,905
8,706
11 10 7 5 4 7
56 50 35 61 27 39
7,488 7,783 5,803 9,687 4,264 6,934
6,844 7,597 5,567 9,856 4,490 6,825
14,332 15,380 11,370 19,543 8,754 13,759
9
51
8,440
7,912
16,352
7 5
51 44
8,765 6,037
8,623 5,846
17,388 11,883
4
24
3,994
3,840
7,834
184
1,288
210,312 204,403 414,715
Berdasarkan tabel 2.4 diatas menunjukkan bahwa jumlah kecamatan Tebas yang mempunyai jumlah pemilih terdaftar sebanyak 54.821 mempunyai jumlah total TPS yang paling besar yakni sebanyak 169 TPS.
49
Bandingkan dengan Kecamatan Selakau Timur yang mempunyai jumlah pemilih terdaftar hanya sebanyak 7.834 hanya mempunyai TPS sebanyak 24 TPS atau kecamatan yang paling sedikit jumlah penduduk dan jumlah TPSnya di Kabupaten Sambas. Selanjutnya tabel 2.5 menjelaskan data perbandingan jumlah TPS dan jumlah pemilih di setiap Kecamatan di Kabupaten Sambas pada pemilihan umum DPR, DPD dan DPRD tahun 2009. Tabel 2.5 Data Perbandingan Jumlah Pemilih Terdaftar Serta Jumlah Desa/PPS dan Jumlah TPS Pada Pemilu ANGGOTA DPR, DPD DAN DPRD Tahun 2009 Di Kabupaten Sambas Jumlah Pemilih Terdaftar Jumlah Jumlah No Nama Kecamatan Desa/PPS TPS L P L+P 1 SAMBAS 18 90 16,080 16,500 32,580 TELUK 2 24 121 22,864 22,597 45,461 KERAMAT 3 JAWAI 11 83 14,021 13,639 27,660 4 TEBAS 23 138 25,100 24,280 49,380 5 PEMANGKAT 5 108 18,550 18,191 36,741 6 SEJANGKUNG 12 46 8,548 8,365 16,913 7 SELAKAU 9 64 11,764 11,202 22,966 8 PALOH 8 44 8,651 8,373 17,024 SAJINGAN 9 5 25 3,870 3,233 7,103 BESAR 10 SUBAH 11 55 6,774 6,107 12,881 11 GALING 10 50 7,289 7,093 14,382 12 TEKARANG 7 29 5,165 5,050 10,215 13 SEMPARUK 5 54 9,906 9,810 19,716 14 SAJAD 4 21 3,991 4,151 8,142 15 SEBAWI 7 38 6,109 5,928 12,037 JAWAI 16 9 43 7,626 7,208 14,834 SELATAN 17 TANGARAN 7 39 7,778 7,780 15,558 18 SALATIGA 5 36 5,732 5,481 11,213 SELAKAU 19 4 20 3,552 3,410 6,962 TIMUR TOTAL 184 1,104 193,370 188,398 381,768 Sumber: Data KPU 2015
50
Berdasarkan tabel 2.5 yang menjelaskan tentang perbandingan jumlah PPS/Desa, jumlah TPS serta jumlah pemilih di setiap Kecamatan di Kabupaten Sambas pada pemilihan umum DPR, DPD dan DPRD tahun 2009 menunjukkan bahwa jumlah Kecamatan Tebas yang mempunyai jumlah pemilih terdaftar sebanyak 49.380 pemilih, berbanding lurus dengan jumlah total TPS yakni sebanyak 138 TPS. Selanjutnya pada Kecamatan Teluk Keramat yang mempunyai total jumlah pemilih terdaftar sebanyak 45.461 juga mempunyai total jumlah TPS yang cukup besar yakni sebanyak 121 TPS. Bandingkan dengan Kecamatan Selakau Timur dan Kecamatan Sajingan Besar yang masing-masing mempunyai total jumlah pemilih terdaftar hanya sebanyak 6.962 dan 7.103, dengan hanya mempunyai TPS masing-masing sebanyak 20 dan 25 buah dimasing-masing kecamatan tersebut atau kecamatan yang paling sedikit jumlah penduduk dan jumlah TPS-nya di Kabupaten Sambas pada Pemilu 2009. Berkaca pada data statistik patisipasi pemilih dari beberapa Pemilu sebelumnya, setiap kecamatan yang berada di Kabupaten Sambas mempunyai problematika tersendiri khususnya terkait tentang jumlah partisipasi pemilih. Untuk lebih jelasnya berikut ini disajikan data tingkat partisipasi pemilih pada Pemilihan Umum Legislatif Anggota DPR, DPD, DPRD 2004, 2009 sera 2014.
51
Tabel 2.6 Persentasi Tingkat Partisipasi Pemilih Pada Pemilu DPR, DPD dan DPRD Tahun 2004, 2009 dan 2014 Per Kecamatan di Kabupaten Sambas No Kecamatan Persentasi Tingkat Partisipasi Pemilih 2004 2009 2014 1 SAMBAS 77.55 68.52 70.17 2 TELUK KERAMAT 75.46 69.74 69.25 3 JAWAI 73.85 64.32 61.33 4 TEBAS 75.69 65.70 65.95 5 PEMANGKAT 82.45 59.85 65.32 6 SEJANGKUNG 80.03 66.62 69.00 7 SELAKAU 82.64 63.02 64.49 8 PALOH 80.93 69.71 69.19 9 SAJINGAN BESAR 86.44 68.79 64.65 10 SUBAH 83.72 75.32 79.17 11 GALING 84.01 78.79 81.76 12 TEKARANG 76.03 68.46 66.24 13 SEMPARUK 77.53 65.43 70.59 14 SAJAD 60.51 61.79 15 SEBAWI 66.68 61.92 16 JAWAI SELATAN 61.39 58.04 17 TANGARAN 69.05 65.19 18 SALATIGA 67.39 71.83 19 SELAKAU TIMUR 67.91 74.52 Sumber: Data KPU 2015. Berdasarkan tabel 2.6 diatas juga menunjukkan bahwa kecamatan yang paling rendah angka partisipasi pemilihnya dalam pemilihan umum tahun 2014 adalah Kecamatan Jawai Selatan, bahwa rata-rata angka partsipasi pemilih tersebut hanya mencapai angka 58,04% diikuti Kecamatan Jawai dimana angka partisipasi pemilih di Kecamatan Jawai hanya sebesar 61,33%. Adapun angka partisipasi pemilih pada yang paling tinggi pada Pemilu tahun 2014 di Kabupaten Sambas adalah pada Kecamatan Galing yang mencapai angka 81,76 % selanjutnya diikuti oleh kecamatan Subah mencapai angka 79,17%.
BAB III PEMBAHASAN DAN ANALISIS DATA
A. Karakteristik Responden Masyarakat merupakan bagian terpenting yang menjadi objek sekaligus subyek dari sebuah sistem demokrasi. Tanpa peran dan partisipasi masyarakat yang bersih dan jujur dalam aktivitas demokrasi, tidak akan berjalan dengan baik sebuah mekanisme demokrasi pada Negara tersebut. Rakyat merupakan ruh sekaligus jantung dari Demokrasi. Oleh karena itu analisis partisipasi masyarakat dalam sebuah sistem demokrasi sangat menentukan dan menjadi faktor terpenting yang harus di pertimbangkan dalam mengukur sebuah kemajuan bangsa dan sistem demokrasinya. Pemilihan Umum (Pemilu) merupakan salah satu mekanisme demokrasi yang dijalankan dalam sebuah Negara. Bahwa, Pemilihan Umum (Pemilu) adalah sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945. Sejarah pemilihan umum (Pemilu) di Indonesia dimulai pada tahun 1955. Pada saat itu, Pemilu diadakan pertama kali pada masa pemerintahan Presiden Sukarno. Pemilu pertama ini dilakukan dalam dua tahap, yaitu tahap pertama untuk memilih anggota DPR dan tahap kedua untuk memilih anggota Dewan Konstituante. Pemilu pertama ini diikuti
52
53
oleh 29 partai dengan kemenangan hanya 5 partai besar. Pemilu kedua dilaksanakan pada tahun 1971 dan hanya diikuti oleh 9 partai. Pada pemilihan ketiga mulai dilaksanakan secara teratur, yakni setiap 5 tahun sekali. Pemilu ketiga hingga Pemilu ketujuh diadakan pada tahun 1977, 1982, 1987, 1992 dan 1997. Dan pada Pemilu ini hanya diikuti oleh 3 partai. Pemilu pada era ini disebut sebagai “Pemilu Orde Baru”. Pada kelima periode Pemilu ini sudah dipastikan partai Golongan Karya memenangkan Pemilu. Hal ini juga karena ada ikut campur tangan dari Soeharto yang saat itu menjabat sebagai presiden. Pada Pemilu ke delapan dan Sembilan dimulailah sistem multi partai. Pemilu kedelapan diadakan pada tahun 1999. Pada Pemilu kedelapan ini diikuti oleh tidak kurang dari 48 partai. Sedangkan pada Pemilu kesembilan pada tahun 2004 diikuti oleh 24 partai politik. Pada Pemilu kesembilan inilah untuk pertama kalinya rakyat Indonesia dapat memilih presiden dan wakil presidennya sendiri. Pemilu kesepuluh diadakan pada tahun 2009 dengan diikuti oleh 34 partai dengan kemenangan Susilo Bambang Yudhoyono sebagai presiden. Dan Pemilu kesebelas diselenggarakan pada tahun 2014. Dimana pada Pemilu kesebelas menghasilkan kemenangan pada Presiden terpilih Joko Widodo dan Yusuf Kalla sebagai wakil presiden. Pemilihan umum (Pemilu) merupakan penentu kehidupan di kemudian hari, karena dengan terpilihnya wakil rakyat yang baru merupakan harapan baru bagi masyarakat untuk mendapatkan kehidupan
54
yang lebih baik dan sejahtera dari sebelumnya. Namun dewasa ini banyak sekali terjadi carut marut dalam proses pelaksanaan pemilihan umum itu sendiri. Baik dari segi pembagian surat suara yang salah, logistik Pemilu yang kurang, daftar pemilih tetap yang kacau, golongan putih atau golput dan masih banyak lagi faktor yang merusak Pemilu di Indonesia. Partisipasi masyarakat akan pemilihan umum yang kurang bisa diidentifikasikann dengan peningkatan angka “golput”. Dalam setiap ajang Pemilu, sangat identik dengan kehadiran “golput” atau “golongan putih”. “Golput” itu sendiri merupakan sebutan bagi mereka yang tidak menggunakan hak suaranya dalam pemilihan umum. “Golput” termasuk kepada mereka yang tidak peduli dengan nasib politik Indonesia kedepan, karena satu suara yang kita berikat pada saat Pemilu sangatlah berharga. Dalam penelitian ini, responden diambil sebanyak 5 Daerah Pemilihan (Dapil) di Kabupaten Sambas yang terdiri dari 35 responden setiap Dapil atau berjumlah 175 orang diseluruh Kabupaten Sambas. Responden merupakan masyarakat Sambas yang telah mempunyai hak pilih dalam Pemilihan Umum (Pemilu) tahun 2014 baik dari golongan pemilih pemula maupun mereka yang sudah beberapa kali mengikuti Pemilu di Kabupaten Sambas. Adapun karakteristik responden dalam penelitian ini antara lain: a. Umur Responden Umur merupakan salah satu hal yang menjadi bagian terpenting dan sangat mempengaruhi pemikiran dan psikologi seseorang dalam
55
membuat dan mengambil sebuah keputusan. Karena semakin matang dan dewasa seseorang maka semakin banyak pertimbangan dan lama keputusan yang akan dibuat oleh seseorang, semakin dewasa seseorang semakin banyak hal dan kebutuhan yang akan diperlukan oleh seseorang. Pilihan dan keinginan seorang pelajar atau mahasiswa tentu berbeda dengan pilihan, kebutuhan dan keinginan seorang pekerja. Demikian pula pilihan serta kebutuhan seorang remaja berbeda dengan seseorang yang sudah lanjut usia. Masing-masing individu mempunyai pilihan, kebutuhan, keinginan, selera dan kepentingan yang berbedabeda, dan salah satu hal yang mempengaruhinya adalah faktor usia; Tabel 3.1 Usia Responden Responden yang Terdaftar Sebagai Pemilih Tahun 2015 Umur
Jumlah Responden
Pesentase (%)
< 20 Tahun
23 orang
13,1
21 – 35 Tahun
64 orang
36,6
36 – 50 Tahun
67 orang
38,3
> 50 Tahun
21 orang
12
Jumlah
175 Orang
100
Sumber : Data Primer Olahan, tahun 2015 Dari tabel 3.1 dapat diketahui bahwa responden dalam penelitian ini sebagian besar (38,3 %) adalah berusia antara 36-50 tahun, hal ini di karenakan jumlah masyarakat potensial dan produktif yang dianggap sebagai pemilih rasional mayoritas berada pada rentang
56
usia ini. Seseorang yang berada pada rentang usia 36-50 tahun merupakan rentang usai produktif yang dianggap sudah pada usia mapan, dewasa matang diatas remaja belum sampai pada usia senja. Untuk lebih jelasnya melihat bauran pada usia Responden selanjutnya akan disajikan pada gambar bagan 3.1 dibawah ini; Gambar 3.1 Tingkat Persentase Umur Responden
Sumber : Data Primer Olahan, tahun 2015 Berdasarkan gambar 3.1 diatas menjelaskan bahwa tingkat persentasi usia responden ada pada poin 3 atau responden yang berumur pada rentang usia 36-50 tahun, selanjutnya disusul usia responden pada poin 2 pada rentang usia 21 – 35 Tahun. Adapun responden yang paling sedikit menjadi responden dalam penelitian ini adalah usai responden diatas 50 tahun.
57
b. Jenis Kelamin Jenis kelamin juga menjadi pengaruh pada pilihan masyarakat dalam membuat pilihan politik. Ketika keterwakilan politik jenis kelamin terwakilkan, maka masyarakat akan cenderung lebih positif dan antusias dalam mengikuti proses Pemilu. Bagaimanapun, jenis kelamin sangat menentukan seberapa besar tingkat partisipasi politik seseorang untuk mengikuti proses Pemilu. Akan sangat berbeda prilaku antara pemilih wanita dengan prilaku pemilih seorang pria. Seorang wanita cenderung lebih teliti dan jeli, namun disisi lain sangat emosional dalam menentukan pilihan politik utamanya pada proses Pemilu. Kaum pria cenderung lebih dominan, rasional dalam hal urusan politik, utamanya dalam sebuah Negara berkembang seperti Indonesia khususnya di Kabupaten Sambas ini. Namun demikian pendapat dan teori diatas tidaklah bisa dijadikan ukuran dan mengeneralisir aspek politik dan sistem demokrasi disemua wilayah, khususnya di era global saat ini. Bagaimanapun isu gender menjadi salah satu isu menarik dalam proses demokrasi pada masa modern sekarang ini. kecenderungan menarika dalam teori politik dewasa ini, hampir tidak ada perbedaan sekat dan dinamika politik antara laki-laki dan perempuan. Berdasarkan hasil penelitian dilapangan dengan menyebarkan kuisioner maka dapat diketahui bahwa jenis kelamin responden yang
58
menjadi sampel dalam penelitian ini dijelaskan pada tabel 3.2 berikut ini; Tabel 3. 2 Perbandingan Jenis Kelamin Responden yang Terdaftar Sebagai Pemilih Tahun 2015 Jenis Kelamin
Jumlah Responden
Pesentase (%)
Laki-laki
70
40
Wanita
105
60
Jumlah
175 Orang
100
Sumber : Data Primer Olahan, tahun 2015 Dari tabel 3.2 ini menunjukkan bahwa responden yang dijadikan sampel dalam penelitian ini antara laki-laki dan perempuan memiliki jumlah perbandingan yang tidak terlalu signifikan, meskipun secara umum jumlah sampel wanita lebih banyak dibanding jumlah sampel perempuan. Hal ini dikarenakan peneliti berasumsi bahwa partisipasi politik dalam politik modern tidak membedakan gender. Artinya hak dan kewajiban politik masyarakat dalam teori politik modern tidak pernah di batasi oleh gender atau jenis kelamin. Untuk lebih jelasnya melihat tingkat persentasi responden berdasarkan jenis kelamin masyarakat Sambas yang menjadi sampel dalam penelitian ini digambarkan pada gambar 3.2 berikut ini:
59
Gambar 3.2 Tingkat Persentase Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
Sumber : Data Primer Olahan, tahun 2015 Berdasarkan gambar 3.2 diatas menjelaskan bahwa partisipasi politik responden perempuan yang menjadi sampel penelitian ini sebesar 60% atau lebih besar dibanding responden laki-laki. Hal ini karena dalam berdasarkan teori politik modern, permasalahan gender saat ini tidak lagi menjadi batasan bagi seseorang untuk terlibat aktif dalam dunia politik. Selain itu, responden dalam penelitian ini juga tidak tersegmentasi pada satu jenis kelamin saja, melainkan secara umum kepada laki-laki maupun perempuan. c. Pendidikan Pendidikan merupakan indikator yang juga mempengaruhi keputusan seseorang dalam bertindak. Demikian pula halnya dalam memutuskan untuk memilih dan terlibat dalam proses pemilu. Orang yang berpendidikan tinggi akan cenderung lebih berhati-hati dalam
60
menggunakan pilihan politik, serta lebih berfikir rasional dan matang dalam menentukan pilihan politik dalam sebuah proses Pemilu maupun Pilkada. Untuk mengetahui tingkat pendidikan responden yang menjadi sampel penelitian ini, dapat dilihat pada tabel 3.3 berikut: Tabel 3. 3 Tingkat Pendidikan Responden yang Terdaftar Sebagai Pemilih Tahun 2015 Pendidikan Jumlah Responden Pesentase (%) Tidak Tamat SD 12 6,9 SD-SMP
24
13,7
SMU-Diploma
118
67,4
Sarjana-Pascasarjana
21
12,0
Jumlah
175 Orang
100
Sumber : Data Primer Olahan, tahun 2015 Berdasarkan tabel 3.3 diatas menunjukkan bahwa sebagian besar tingkat pendidikan responden yang menjadi sampel penelitian ini adalah responden yang berada pada jenjang pendidikan SMUDiploma. Untuk lebih jelasnya melihat perbandingan gambaran tingkat pendidikan responden tersebut, selanjutnya tergambar dari gambar 3.3 dibawah ini:
61
Gambar 3.3 Tingkat Persentase Responden Berdasarkan Pendidikan
Sumber : Data Primer Olahan, tahun 2015 Berdasarkan gambar 3.3 diatas menjelaskan bahwa tingkat kecenderungan responden yang menjadi sampel penelitian ini didominasi oleh responden yang berpendidikan SMU-Diploma yakni sebesar 67,4% atau berjumlah 118 orang dari 175 total responden. Selanjutnya responden yang menjadi sampel terkecil dalam penelitian ini yakni berada pada rentang pendidikan yang tidak tamat SD yakni sebesar 6,9% atau berjumlah 12 orang. d. Pekerjaan Pekerjaan merupakan salah satu hal yang sangat mempengaruhi keputusan seseorang dalam memilih dan menggunakan hak pilih dalam sebuah proses demokrasi. Dari pekerjaan seseorang dapat diketahui tingkat pendatapan dan ekonominya. Sehingga semakin baik pekerjaan seseorang semakin besar pula pendapatan yang akan diperolehnya.
62
Dan semakin besar pendapatan yang diperoleh seseorang maka semakin mapan kehidupannya serta semakin matang pula pola pikirnya yang berakibat pada semakin banyaknya
pertimbangan
yang
diambilnya dalam menentukan pilihan politik. Dengan kata lain antara pekerjaan, pendapatan dan pengambilan keputusan politik cenderung berbanding sejajar. Untuk mengetahui perbandingan dan jumlah sampel pekerajaan responden dalam penelitian ini, dapat dilihat pada tabel 3. 4 berikut: Tabel 3. 4 Perbandingan Pekerjaan Responden yang Terdaftar Sebagai Pemilih Tahun 2015 Pekerjaan
Jumlah Responden
Pesentase (%)
PNS
47
26,9
Karyawan Swasta/Honorer
43
24,6
Petani/Nelayan
34
19,4
Wiraswasta/Pedagang/Lain-lain
51
29,1
175 Orang
100
Jumlah Sumber: data Primer Olahan tahun 2015
Dari tabel 3.4 dapat di ketahui bahwa sebagian besar responden dalam penelitian ini adalah para pekerja yang mandiri maupun ibu-ibu rumah tangga yang mencapai angka 51 orang atau berjumla 29,1%. Untuk
lebih
jelasnya
dalam
menggambarkan
perbandingan
aktivitas/pekerjaan responden yang menjadi sampel dalam penelitian ini dapat dilihat dari gambar 3.3 berikut ini;
63
Gambar 3.4 Tingkat Persentase Responden Berdasarkan Pekerjaan
Sumber: data Primer Olahan tahun 2015 Berdasarkan gambar 3.4 diatas menjelaskan bahwa tingkat kecenderungan responden yang menjadi sampel penelitian ini didominasi oleh responden yang bekerja pada sektor perdagangan, usaha mandiri dan pekerjaan lain-lainnya yakni sebesar 29,1% atau berjumlah 51 orang dari 175 total responden. Selanjutnya responden yang menjadi sampel terkecil dalam penelitian ini yakni berada pada responden yang bekerja sebagai petani/nelayan yakni sebesar 19,4% atau berjumlah 34 orang.
64
B. Tanggapan Responden Terhadap Faktor-Faktor Mempengaruhi Partisipasi Masyarakat Dalam Pemilihan Umum Di Kabupaten Sambas Sistem politik di Indonesia menganut sistem demokrasi yang memberikan hak kepada warga negarnya untuk terlibat langsung dalam menentukan pemimpin Negara. Selanjutnya proses demokrasi tersebut dijalankan melalui mekanisme Pemilu atau Pilkada yang melibatkan masyarakat untuk terlibat langsung dalam menggunakan hak pilih mereka. Namun, pada masa reformasi sekarang ini, gejala golput serta gerakan golput cukup massif diserukan oleh sebagian kalangan. Hal ini tidak lepas dari
pemaknaan istilah golput yang telah mengalami
pergeseran. Perubahan paradigma bahwa memilih bukanlah kewajiban seperti yang terjadi pada masa orde baru melainkan hak pemilih untuk ikut atau tidak dalam Pemilu/Pilkada adalah bagian dari pilihan demokrasi itu sendiri. Seiring dengan perubahan paradigma tersebut istilah golput pada saat ini merupakan penyebutan untuk orang-orang yang tidak ikut dalam Pemilu atau Pilkada. Berbagai penjelasan mengenai golput di Indonesia khususnya di Kabupaten Sambas hingga saat ini masih didasarkan pada asumsi dan belum didasarkan pada riset yang kokoh. Pengamat dan penyelenggara Pemilu memang kerap melontarkan pendapat tentang penyebab rendahnya tingkat partisipasi pemilih. Tetapi berbagai penjelasan itu didasarkan pada pengamatan dan bukan berdasarkan hasil riset atau hasil penelitian.
65
Berdasarkan beberapa teori yang peneliti pahami hingga saat ini, ada sejumlah penjelasan yang dikemukakan oleh para pengamat atau penyelenggara Pemilu tentang penyebab adanya Golput. Pertama, masalah administratif dan masalah teknis. Seorang pemilih tidak ikut memilih karena terbentur dengan prosedur administrasi seperti tidak mempunyai kartu pemilih, tidak terdaftar dalam daftar pemilih dan sebagainya. Atau juga Seseorang memutuskan tidak ikut memilih karena tidak ada waktu untuk memilih seperti harus bekerja di hari pemilihan, sedang ada keperluan, harus ke luar kota saat hari pemilihan dan sebagainya. Kedua, rendahnya keterlibatan atau ketertarikan pada politik (political engagement) atau dalam istilah peneliti karena pilihan politik itu sendiri. Seseorang tidak memilih karena tidak merasa tertarik dengan politik, acuh dan tidak memandang Pemilu atau Pilkada sebagai hal yang penting atau bahkan antipati terhadap Pemilu itu sendiri. Hal ini biasanya disebabkan karena mereka menganggap sistem politik di wilayah tersebut tidak lagi murni, jujur dan transparan. Melainkan hanya “dagelan” atau sandiwara politik yang kotor, penuh kecurangan dan manipulasi hanya untuk memenangkan pasangan calon atau partai tertentu. Dengan kondisi dan dokrin demikian pilihan politik untuk golput atau tidak memilih adalah pilihan rasional sebagai hak politik. Pemilih dalam argumentasi kedua ini juga sering tidak mengikuti Pemilu atau memutuskan tidak menggunakan hak pilihnya karena secara sadar memang memutuskan untuk tidak memilih. Pemilu (Pilkada)
66
dipandang tidak ada gunanya, tidak akan membawa perubahan berarti. Atau tidak ada calon kepala daerah yang disukai dan sebagainya. Ketiga masalah sosialisasi. Hal ini menjadi sangat penting karena perkembangan dinamika politik begitu cepat (last minute), selain itu perubahan mekanisme dalam menggunakan hal pilih juga yang cenderung selalu berubah menjadi perhatian tersendiri pentingnya sosialisasi pada masyarakat. Sebagai contoh perubahan mekanisme mencoblos pada mencontreng yang selanjutnya dirubah kembali pada sistem mencoblos. Mekanisme perubahan ini secara tidak langsung telah membuat masyarkat bingun yang berakibat pada ketakutan dan ketidakfahaman mereka dalam menggunakan hak pilih. Terlepas dari itu semua penduduk di Indonesia sebagai besar berada di pedesaan. Maka menyebarluaskan informasi Pemilu dinilai pentingi, apalagi bagi masyarakat yang jauh dari akses transportasi dan informasi, maka sosialisasi dari mulut ke mulut menjadi faktor kunci mengurangi angka golput dalam meningkatkan partispasi pemilih. Dari 3 (tiga) faktor diatas selanjutnya peneliti jadikan sebagai indikator faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat partisipasi pemilih di Kabupaten Sambas. Analisis dibawah ini menjelaskan tanggapan responden berdasarkan indikator dari ketiga variabel diatas.
67
1. Faktor Adminstrasi dan Teknis (berwujud) Masalah kependudukan, kepemilikan KPT, terdaftar atau tidaknya sebagai pemilih merupakan salah satu indikotor penilaian yang dapat mempengaruhi tingkat partisipasi pemilih. Selain itu, masalah teknis yang meliputi masalah kesibukan pemilih, keberadaannya pada saat Pemilu atau Pilkada berlangsung, merupakan hal yang juga sangat mempengaruhi tingkat partispasi pemilih. Masalah kependudukan dan kepemilikan KTP merupakan identitas yang menjadi karakteristik setiap warga negara. Demikian pula halnya dengan proses pemilihan umum atau Pilkada, terdaftar dan tercatat sebagai daftar pemilih tetap merupakan hal yang sangat penting dalam menentukan keterlibatan seseorang pada sebuah proses demokrasi. Demikian pula ketika dia sudah terdaftar namun tidak berada dilokasi tempat dia tinggal saat hari pemilihan umum maka akan menjadi kendala tersendiri untuk memenuhi haknya sebagai pemilih. Artinya masalah teknis dan administrasi merupakan suatu kesatuan yang tidak bisa dilepaskan. Faktor ini mencakup kondisi domisili tempat ia tinggal, pencatatan identitas sebagai daftar pemilih tetap, juga mencakupi keadaan yang bersangkutan, sibuk atau tidaknya pada saat pemilihan umum (Pemilu), ada tidaknya halangan pada saat hari pemilihan umum. Hal-hal diatas akan sangat mempengaruhi motivasi dan keinginan masyarakat untuk berpartisipasi dalam proses pemilihan umum (Pemilu) atau Pilkada.
68
Selanjutnya pada tabel 3.5 berikut dapat dilihat tanggapan responden mengenai faktor Administrasi dan teknis yang mempengaruhi tingkat partisipasi masyarakat dalam proses pemilihan umum (Pemilu) dan Pilkada di Kabupaten Sambas. Tabel 3.5 Tanggapan Responden Mengenai Faktor Adminstrasi dan Teknis Tahun 2015 No.
Pilihan jawaban responden
Item pertanyaan A
Item
B
C
D
F
%
F
%
F
%
F
%
1
Lama tinggal di Kabupaten Sambas
150
86,2
14
8,0
3
1,7
7
4,0
2
Tanggapan responden mengenai keyakinan terdaftar sebagai pemilih
167
96,0
6
3,4
0
-
1
0,6
3
Tanggapan responden mengenai keyakinannya mengikuti Pemilu/Pilkada dalam kondisi sakit
47
27,1
86
49,4
11
6,3
30
17,2
4
Tanggapan respoden mengenai keyakinannya mengikuti Pemilu/Pilkada ketika ada urusan pribadi
42
24,1
105
60,3
11
6,3
16
9,2
5
Tanggapan responden mengenai keyakinannya mengikuti Pemilu/Pilkada ketika di luar daerah
26
14,9
76
43,7
23
13,2
49
28,2
Sumber: Data Olahan, tahun 2015 Berdasarkan Tabel 3.5 dapat diketahui tanggapan responden mengenai
seberapa
besar
faktor
administrasi
dan
teknis
yang
mempengaruhi partisipasi pemilih. Dengan mengambil sampel pada responden yang mayoritas sudah lama menetap atau melebihi 10 tahun tinggal di Sambas, yakni sebesar (86,2%) atau berjumlah 150 orang responden. Analisis pada tabel 3.5 juga menunjukkan bahwa sebagian besar masyarakat Sambas yang menjadi responden atau mencapai angka 96%, sudah sangat yakin bahwa mereka terdaftar sebagai pemilih tetap
69
pada pemilihan umum (Pemilu) atau Pilkada di Kabupaten Sambas. Namun disisi lain dari penelitian ini juga ditemukan bahwa masyarakat Sambas yang mestinya sudah mempunyai hak pilih dan sudah menetap di Sambas ditemukan sebesar 3,4% yang masih belum terdaftar sebagai Daftar Pemilih Tetap (DPT). Hal ini dikarenakan terdapatnya beberapa responden atau warga masyarakat yang sudah tinggal di Sambas namum belum mengurus surat pindah, atau tidak tercatat sebagai warga tetap dimana mereka tinggal saat ini. Golongan ini meliputi para pekerja (PNS atau pedagang) yang berasal dari kabupaten lain di Kabupaten Sambas atau luar provinsi Kal-Bar. Selanjutnya dari tabel 3.5 diatas juga menjelaskan bahwa sebesar responden yaitu sebanyak 86 orang atau 49,4% responden mengatakan bahwa akan mengikuti proses Pemilu atau Pilkada meskipun dalam keadaan sakit. Analisis tabel 3.5 juga menjelaskan terdapat sebanyak 27,2% responden atau sebanyak 47 orang meyakini dengan sangat pasti akan mengikuti proses Pemilu/Pilkada meskipun mereka dalam keadaan sakit. Hal ini karena pada umumnya masyarakat Sambas sangat antusias untuk mengikuti proses Pemilu atau Pilkada. Mereka beranggapan bahwa Pemilu atau Pilkada tidak hanya hak warga Negara namun juga sebagai kewajiban untuk berpartisipasi membangun dan menentukan nasib bangsa. Masyarakat beranggapan bahwa budaya Pemilu atau Pilkada adalah hak dan kewajiban yang harus ditunaikan oleh setiap masyarakat meskipun dalam keadaan sakit sekalipun.
70
Untuk
Tanggapan
responden
mengenai
keyakinan
mereka
mengikuti proses Pemilu atau Pilkada meskipun ada urusan pribadi atau pekerjaan, dari Tabel 3.5 juga digambarkan bahwa sebagian besar responden yakni sebesar 60,3% atau sebanyak 105 orang responden berkeyakinan akan mengikuti proses Pemilu atau Pilkada tersebut. Hal ini juga membuktikan bahwa masyarakat Sambas pada umumnya merupakan masyarakat yang sangat peduli serta senantiasa beritikad baik untuk mensukseskan proses Pemilu dan Pilkada yang berlangsung. Dari Tabel 3.5 juga dapat dilihat tanggapan respoden mengenai keyakinan mereka untuk mengikuti Pemilu atau Pilkada ketika berada diluar daerah Kabupaten Sambas. Ternyata sebesar 28,2% atau sebanyak 49 orang responden yakin tidak akan mengikuti proses Pemilu dan Pilkada tersebut. Hal ini dikarenakan mereka beranggapan susah untuk mengurus administrasi dan proses perpindahan hak memilih ketika berada di daerah lain. Selain itu, hal ini juga didukung dari banyaknya para TKI atau Mahasiswa asal Kabupaten Sambas yang masuk DPT di Kabupaten Sambas namun tidak bisa menyalurkan hak pilih mereka dalam Pemilu atau Pilkada. Angka ini mereka angka yang cukup tinggi menjadi pengaruh besarnya angka golput yang menyebabkan rendahnya partisipasi pemilih dalam proses Pemilu atau Pilkada di Kabupaten Sambas.
71
2. Faktor Politik Semakin besar kepedulian masyarakat terhadap proses Pilkada dan Pemilu merupakan sebuah indikasi yang baik yang menjadi alat ukur untuk melihat pemahaman politik masyarakat yang boleh dikatakan relatif tinggi. Demikian pula sebaliknya ketika masyarakat mulai apatis atau acuh serta merasa tidak penting lagi untuk mengikuti proses Pemilu atau Pilkada, karena mungkin dianggap tidak berpengaruh terhadap kehidupan mereka, atau merasa jenuh dengan sistem politik yang dianggap hanya sebuah sandriwara, atau justru merasa kecewa terhadap partai dan calon yang diusung dalam Pemilu atau Pilkada, hal ini merupakan sebuah indikasi awal bahwa masyarakat perlu mendapatkan pendidikan politik secara tepat dan benar agar partisipasi masyarakat dalam proses Pemilihan Umum bisa meningkat. Pemahaman, kepedulian dan perhatian masyarakat terhadap proses politik yang dapat terefleksikan dari proses keikutsertaan mereka pada proses Pemilu atau Pilkada merupakan salah satu poin penting yang harus kaji dan diperhatikan secara mendalam. Tabel 3.6 berikut ini dapat dilihat tanggapan responden mengenai analisis faktor politik yang mempengaruhi tingkat partisipasi pemilih dalam proses Pemilu atau Pilkada di Kabupaten Sambas.
72
Tabel 3. 6 Tanggapan Responden Mengenai Faktor Politik Tahun 2015 No.
Pilihan jawaban responden
Item pertanyaan A
Item
B
C
D
F
%
F
%
F
%
F
%
1
Tanggapan Responden mengenai seberapa penting Pemilu/Pilkada
82
47,1
87
50,0
1
0,6
4
2,3
2
Tanggapan responden mengenai Pengaruh Pemilu terhadap sistem politik
88
50,6
72
41,4
2
1,1
12
6,9
3
Tanggapan responden mengenai pemahaman masyarakat terhadap pilihan politik dalam Pemilu
19
10,9
86
49,4
55
31,6
14
8,0
4
Tanggapan respoden mengenai tingkat kepuasan masyarakat terhadap partai/calon pemimpin
7
4,0
65
37,4
49
28,2
53
30,5
5
Tanggapan responden mengenai Money Politik partisipasi masyarakat dalam Pemilu
47
27,0
51
29,3
13
7,5
63
36,2
6
Tanggapan responden mengenai tindakan bagi partai/calon yang memberikan uang
108
62,1
19
10,9
27
15,5
20
11,5
Sumber: Data Olahan, tahun 2015 Berdasarkan Tabel 3.6 sebagian besar responden (50,0%) sebanyak 87 orang Proses Pemilu atau Pilkada merupakan suatu hal yang penting. Atau bahkan sebanyak 82 orang atau sebanyak 47,1 % menganggap bahwa Pemilu merupakan hal yang sangat penting. Tanggapan ini memberikan argumentasi bahwa masyarakat Sambas pada umumnya masih sangat peduli dan antusias mengikuti pelaksanaan Pemilu/Pilkada di Kabupaten Sambas ketika tidak ada halangan. Argumentasi ini juga dibuktikan dari besarnya tanggapan responden dari tabel 4.6 yakni sebanyak 50,6% atau sejumlah 88 orang yang menyatakan bahwa Pemilu/Pilkada sangat berpengaruh terhadap
73
sistem politik, juga sebanyak 41,4% atau 72 responden yang menyatakan Pemilu/Pilkada berpengaruh terhadap sistem politik. Artinya ketika ditotalkan dari 2 (dua) tanggapan ini sebesar 92 % masyarakat Sambas menganggap bahwa Pemilu itu sangat penting dan menentukan arah politik bagi mereka. Sisa hanya sebesar 8% yang menjawab ragu-ragu atau tidak penting. Berdasarkan tabel 3.6 juga kita bisa melihat tanggapan masyarakat terhadap pemahaman politik utamanya yang terkait dengan calon/partai politik. Sebagian besar responden yakni 49,4% atau sebanyak 86 orang menyatakan mengetahui siapa dan apa visi misi partai yang mereka pilih. Namun sebanyak 55 orang atau sebesar 31,6% masyarakat yang ragu-ragu terhadap pemahaman mereka akan calon/partai politik yang mereka pilih. Namun ketika ditanya tentang tingkat kepuasan responden terhadap kinerja dari partai/calon yang mereka pilih dalam Pemilu atau Pilkada sebanyak 30,5% atau sebanyak 63 orang menyatakan tidak puas terhadap pilihan mereka. Hal ini membuktikan pemahaman masyarakat dan tingkat kekecewaan masyarakat terhadap sistem politik dan hasil Pemilu/Pilkada masih cukup tinggi. Atau indikasi ini juga membuktikan masyarakat peduli dan mengawasi kinerja pilihan mereka dalam proses Pemilu/Pilkada. Adapun respon masyarakat terkait tentang politik uang, sebagian responden masyarakat yakni sebanyak 36,2% dari total
74
responden menganggap bahwa politik uang tidak lagi berpengaruh terhadap proses demokrasi di Kabupaten Sambas. Namun disisi lain responden yang beranggapan bahwa politik uang berpengaruh juga cukup signifikan yakni sebesar 29,3 % atau sebanyak 51 orang. Dan bahkan sebanyak 27,0% menggangap bahwa politik uang masing sangat besar pengaruhnya. Artinya ketika ditotalkan antara orang yang menjawab masih bahwa politik uang berpengaruh dan sangat berpengaruh jumlah ini cukup signifikan yakni sebanyak 56,3%, atau melebihi separuh dari total responden. Selanjutnya mengenai tanggapan masyarakat terhadap sikap mereka dalam menyikapi politik uang, juga bisa kita lihat dari tabel Tabel 3.6, dimana sebagian besar responden yakni sebesar 62,1% akan menolak uang yang diberikan dan tidak memilih partai/calon tersebut. Hal ini menunjukkan kedewasaan pemilih dan tingkat rasionalisasi pemilih di Kabupaten Sambas sudah cukup baik. Namun disis lain dari analisis tabel 3.6 juga kita temukan sebesar 11,5% atau sebanyak 20 responden masih mau memilih dan bahkan mengambil uang dari orang yang melakukan politik uang. Hal ini dengan alasan bahwa uang yang diberikan tersebut adalah rezeki sekaligus amanah yang harus dilakukan, sehingga pilihan mereka cenderung akan mengambil uang tersebut dan memilih orang tersebut sebagai konsekwensi dari kesediaan mereka menerima uang.
75
3. Faktor Sosialisasi Indikator lain yang tak kalah penting untuk di perhatikan dalam melihat hal yang mempengaruhi tingkat partisipasi pemilih di Kabupaten Sambas adalah masalah Sosialisasi. Hal ini merupakan faktor yang mencakup kemampuan para penyelenggara Pemilu (KPU) untuk bekerjasama dengan semua pihak dalam memberikan pemahaman dan kepedulian terhadap para pemilih dan terdaftar dalam sebuah proses demokrasi. Faktor sosialisasi ini merefleksikan komitmen, keseriusan sekaligus kesiapan dari para pelaksana Pemilu utamanya KPU untuk memberikan pelayanan dan pemahaman pada masyarakat yang menjadi objek sebuah demokrasi. Pelaksana Pemilu/Pilkada harus mampu untuk merespon dan melihat tingkat pemahaman pemilih. Apalagi dalam beberapa pelaksanaan Pemilu terjadi beberapa perubahan untuk mencoblos yang diubah dengan menconteng, selanjutnya kembali diubah dengan sistem mencoblos. Perubahan ini mestinya diikuti dengan sosialisasi yang massif pada masyarakat, agar tidak terjadi kebingungan. Berikut ini Tabel 3.7 dapat dilihat tanggapan responden mengenai faktor sosialisasi yang menjadi salah satu pengaruh terpenting dalam mengukur partisipasi pemilih dalam proses Pemilu/Pilkada di Kabupaten Sambas;
76
Tabel 3. 6 Tanggapan Responden Tentang Faktor Sosialisasi Tahun 2015 No.
Pilihan jawaban responden
Item pertanyaan A
Item
B
F
%
C
D
F
%
F
%
F
%
1
Tanggapan Responden mengenai keyakinan dan kefahaman sosialisasi
16
9,2
134
77,0
4
2,3
20
11,5
2
Tanggapan Responden mengenai kuantitas pelaksanaan sosialisasi
112
64,4
34
19,5
1
0,6
27
15,5
3
Tanggapan Responden mengenai Bentuk sosialisasi
78
44,8
13
7,5
42
24,1
41
23,6
4
Tanggapan responden mengenai manfaat sosialisasi
64
36,8
97
55,7
7
4,0
6
3,4
5
Tanggapan respoden kefahaman mencoblos
mengenai
65
37,4
103
59,2
1
0,6
5
2,9
6
Tanggapan responden pengaruh lingkungan partisipasi pemilih
mengenai terhadap
34
19,5
71
40,8
25
14,4
44
25,3
Sumber: Data Olahan, tahun 2015 Dari Tabel 3.6 dapat diketahui bahwa sebagian besar responden yakni sebesar 77,0 % atau sebanyak 134 sampel mengatakan bahwa sudah mengetahui dan faham tentang tata cara pemilihan umum dari sosialisasi. Artinya jawaban responden ini juga membuktikan bahwa sosialisasi secara umum sangat berperan dalam memberikan pendidikan politik pada masyarakat. Adapun bentuk sosialisasi yang paling bermanfaat dan dianggap paling memberikan kontribusi dan pemahaman pada masyarakat adalah sosialisasi dengan tatap muka. Dimana sebanyak 44,8% atau sejumlah 78 orang responden mengakui telah mengikuti mekanisme sosialisasi seperti ini. Selanjutnya sosialisasi yang juga besar memberikan pemahaman pada masyarakat adalah dari media massa. Masyarakat menganggap bahwa
77
media massa merupakan sarana yang sangat efektif dalam mengedukasi mereka untuk memahami proses dan mekanisme Pemilu/Pilkada. Sebanyak 24,1% masyarakat melihat media masa berperan dalam memberikan pemahaman dalam proses dan mekanisme pemilihan umum. Mudahnya akses dan besarnya pengaruh media massa pada masyarkat dianggap sebagai salah satu faktor penyebab pentingnya sosialisasi dari metode ini. Selanjutnya dari Tabel 3. 6 juga di jelaskan bahwa sebagian besar responden yakni sebesar 55,7 % menganggap bahwa sosialisasi bermanfaat bagi mereka dalam memberikan pemahaman tata cara mengikuti proses Pemilu atau Pilkada agar tidak terjadinya kesalahan dan hilangnya suara dalam proses demokrasi tersebut. Hal ini juga berakibat pada tingginya tingkat pemahaman responden dalam hal mengetahui mekanisme Pemilu/Pilkada yang mereka itu. Sebanyak 59,2% atau 103 masyarakat yang menjadi responden, sudah yakin dan faham terhadap proses dan mekanise Pemilu/Pilkada. Dan bahkan sebanyak 37,4% responden sangat yakin apa yang mereka lalukan dalam tata cara dan proses pemilihan umum sudah sesuai dan tidak salah. Artinya ketika dikalkulasikan total jawaban responden dari 2 (dua) item pertanyaan ini, yakni 96,6 % responden sudah faham bentuk dan mekanisme mengikuti proses Pemilu/Pilkada. Sisanya sebasar 3,4% yang berada pada jawaban lain yakni ragu-ragu atau tidak tahu.
78
Membangun kesadaran masyarakat mengenai pemilihan umum merupakan suatu keharusan. Masyarakat harus diberi education mengenai berbagai hal yang bersangkutan mengenai Pemilu, tidak hanya mengenai teknis pelaksanaan Pemilu namun juga mengenai bagaimana menentukan pilihan dalam Pemilu, sehingga masyarakat mengetahui arti pentingnya diselenggarakannya Pemilu. Hal ini sangat penting untuk menumbuhkan kesadaran masyarakat dalam berpolitik. Masyarakat yang telah sadar untuk berpolitik adalah masyarakat yang berpolitik berdasarkan kesadaranya sendiri, tanpa pengaruh pihak luar ataupun money politik. Karena bagaimanapun arti benarnya demokrasi adalah partisipasi dan kedaulatan rakyat yang hakiki di mana masyarakat bebas menentukan partisipasinya.
C. Analisis Indeks Terhadap Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tingkat Partisipasi Masyarakat dalam Pemilihan Umum Analisis selanjutnya dilakukan dengan melakukan analisis indeks. Analisis ini dilakukan dengan mentotalkan jumlah jawaban responden dari tiap faktor yang meliputi 175 total responden, selanjutnya disusun dengan skala indeks. Adapun Total nilai indeks adalah 4 pada setiap angket yang telah disusun. Dengan menggunakan kriteria 3 kotak (Three–box Method), maka rentang 4 (0,1-4,00) akan menghasilkan rentang sebesar 1,33 yang akan digunakan sebagai dasar interprestasi nilai indeks. Adapun interpretasi nilai indeks yang dimaksud adalah sebagai berikut;
79
1. Dengan skor nilai 0,10 - 1,33 atau mempunyai pengaruh yang paling besar karena mempunyai skor yang paling rendah, menjauhi nilai indeks opitimal yang ditentukan. 2. Dengan skor nilai 1,34 - 2,66 dengan asumsi sedang atau mempunyai pengaruh yang sedang. 3. Dengan skor nilai 2,67 - 4,00 atau mempunyai pengaruh yang paling rendah, mendekati nilai harapan optimal dari indeks yang ditentukan. Selain itu, dalam membuat interpretasi terhadap hasil skor dari skala indeks tersebut, peneliti mencari tambahan informasi melalui observasi dilapangan serta wawancara mendalam dengan beberapa sumber yang dianggap kompeten dan bisa menjawab masalah penelitian. Adapun skor total yang selanjutnya diformulasikan dalam skala indeks dari tiap-tiap faktor yang mempengaruhi tingkat partisipasi pemilih dalam proses Pemilihan Umum (Pemilu) atau Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) di Kabupaten Sambas dapat dilihat dari tabel 3.7 berikut ini; Tabel 3.7 Hasil Perhitungan Analisis Indeks Faktor yang Mempengaruhi Partisipasi Pemilih di Kabupaten Sambas No Item Skor Indeks 1. Faktor Administrasi dan teknis 1,75 2. Faktor Politik 2,11 3. Faktor Sosialisasi 1,98 Sumber: Data Primer olahan, Tahun 2015 Berdasarkan tabel 3.7 diatas menunjukkan bahwa pada umumnya semua faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat partisipasi pemilih di kabupaten Sambas mempunyai skala pada wilayah sedang. Tidak ada nilai
80
yang berada pada rentang 0,1 -1,33 atau pada derajat rentang rendah dan tidak ada pula yang berapa pada skor nilai derajat rentang tinggi pada rentang 2,67- 4,00. Lebih lanjut berdasarkan tabel 3.7 diatas menunjukkan bukti bahwa faktor administrasi dan teknis mempunyai skor nilai paling rendah. Atau merupakan variabel yang paling jauh dari nilai harapan yakni sebesar 1,75. Hal ini memberikan bukti bahwa faktor administrasi dan teknis adalah faktor yang paling dominan menyebabkan rendahnya partisipasi pemilih di Kabupaten Sambas. Adapun faktor berikutnya adalah faktor sosialisasi yang mencapai skor nilai 1,98 dan terakhir adalah pada faktor politik yang mencapai nilai 2,11. Besarnya faktor administrasi dan teknis yang mempengaruhi tingginya angka golput di Kabupaten Sambas disebabkan oleh banyaknya pemilih yang terdaftar namun pada hari pemilihan tidak berada ditempat. Hal ini diakui berdasarkan wawancara peneliti dengan SR dan RM yang merupakan petugas TPS di Kecamatan Teluk Keramat dan Kecamatan Selakau. Demikian pula hasil wawancara peneliti dengan HR di Kecamatan Tekarang menjelaskan bahwa ketidak hadiran pemilih pada saat pemungutan suara bukanlah hal yang disengaja namun karena mereka memang tidak berada ditempat. Lebih lanjut menurut SR selaku petugas TPS di Desa Sekura menjelaskan bahwa saat ini DPT (Daftar Pemilih Tetap) merupakan daftar pemilih yang masih mencantumkan nama-nama masyarakat yang
81
sebenarnya berstatus mahasiswa atau TKI yang mungkin atau boleh dipastikan tidak bisa hadir pada hari saat pemungutan suara. Hal ini menurut SR merupakan faktor yang paling tinggi menyebabkan rendahnya partisipasi pemilih di daerahnya. Lebih lanjut menurut SR sebenarnya kesadaran pemilih untuk berpartisipasi dalam proses Pemilu/Pilkada cukup tinggi, hal ini dibuktikan dari antusias masyarakat untuk hadir pada saat hari pemungutan suara, namun kendala teknis meliputi tidak adanya di tempat, sementara mereka adalah nama-nama yang terdaftar di DPT menjadi permasalahan tersendiri oleh para petugas di tingkat TPS. Lebih lanjut menurut pengakuan RM yang merupakan petugas TPS di Kecamatan Selakau menjelaskan bahwa kultur dan budaya masyarakat Sambas pada umumnya adalah masyarakat yang sangat peduli dan antusias mengikuti proses Pemilu atau Pilkada. Lebih lanjut RM menjelaskan bahwa adalah keliru, ketika dikatakan bahwa tingkat golput di Sambas tinggi karena faktor budaya atau masyarakat yang enggan pergi ke TPS. Justru yang terjadi menurut RM, di Kabupaten Sambas khususnya di Kecamatan Selakau pada umumnya akan mempunyai perasaan malu ketika tidak datang ke TPS untuk mencoblos. Bahkan yang terjadi ketika mereka sakit atau berhalangan tetap akan memaksakan diri pergi ke TPS, karena mereka akan di cap sebagai orang yang tidak peduli. Namun lebih lanjut menurut RM hal utama yang menjadikan rendahnya partisipasi pemilih adalah masalah teknis dimana orang yang terdaftar di DPT yang tidak bisa hadir pada saat hari pencoblosan karena berada diluar kota.
82
Tidak hadirnya masyarakat yang terdaftar sebagai pemilih pada hari pencoblosan bukanlah hal yang disegaja. Masyarakat yang tidak hadir pada saat hari pencoblosan adalah para mahasiswa dan para pekerja TKI di luar daerah. Dan faktor ini merupakan faktor utama yang menyebabkan besarnya angka Golput atau rendahnya partisipasi pemilih di Kabupaten Sambas. Berdasarkan
analisis
perhitungan
indeks
pada
tabel
3.7,
menjelaskan bahwa variabel kedua yang memberikan sumbangan rendahnya partisipasi pemilih di Kabupaten Sambas adalah masalah sosialisasi dengan skor nilai indeks sebesar 1,98. Berdasarkan hasil wawancara dengan SR salah satu hal yang juga harus diminimalisir dalam mengurangi angka golput adalah meminimalisir suara tidak sah. Terjadinya kesalahan mencoblos yang berdampak pada terdapatnya suara tidak sah merupakan salah satu dampak dari kurangnya sosialisasi yang diterima oleh masyarakat utamanya pada pemilih pemula. Kesalahan tersebut meliputi tidak mencoblos tepat pada kolom yang disediakan, atau keluar kolom/kotak suara sah, atau mencoblos dengan tidak tembus atau juga karena adanya suara rusak, karena tersobek akibat kurang telitinya pemilih dalam proses mencoblos. Beberapa kesalahan ini merupakan kesalahan
atau
kekeliruan
yang
sering
terjadi
dalam
beberapa
Pemilu/Pilkada di Kabupaten Sambas. Kurang teliti dan terjadinya kesalahan yang dilakukan oleh pemilih merupakan bukti bahwa kurangnya edukasi politik pada masyarakat.
83
Berdasarkan tabel 3.6 menunjukkan bahwa faktor yang paling kecil dalam mempengaruhi tingkat partisipasi pemilih di Kabupaten Sambas adalah faktor politik yang mempunyai nilai indeks sebesar 2,11. Secara umum, merupakan sebuah gambaran bahwa sesungguhnya masyarakat Sambas tidak terlalu mempersoalkan siapa calon atau partai yang terlibat dalam Pemilu/Pilkada, sehingga siapapun yang menjadi kandidat calon/partai yang mencalonkan diri sebagai pemimpin/wakil mereka dalam Pemilu/Pilkada masyarakat tetap akan berpartisipasi dalam pesta demokrasi tersebut. Lebih lanjut analisis ini juga menunjukkan bahwa secara umum masyarakat Sambas tidak terlalu memahami dan peduli terhadap konflik internal/eksternal elit partai. Secara umum, masyarakat Sambas akan selalu mendukung pelaksanaan Pemilu/Pilkada.
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan Pemilihan Umum adalah sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan UndangUndang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945. Pemilu diselenggarakan dengan tujuan untuk memilih wakil rakyat dan wakil daerah, serta untuk membentuk pemerintahan yang demokratis, kuat, dan memperoleh dukungan rakyat dalam rangka mewujudkan tujuan nasional sebagaimana Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Akan tetapi masalah terbesar dalam Pemilu dan Pilkada bukanlan hanya pada sistem Pemilu itu sendiri. Melainkan juga terkait masalah pendidikan politik serta pemahaman masyarakat untuk berpartisipasi dalam pemilihan umum. Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi masyarakat untuk memilih golput dan tidak menggunakan haknya sebagai seorang pemilih. Pemilu akan dinyatakan berhasil dengan baik jika jumah pemiih mencapai angkat diatas 75% dari jumlah seluruh pemilih yang ada. Berdasarkan analisis yang dilakukan oleh peneliti, setidaknya terdapat 3 (tiga) faktor yang bisa mempengaruhi tingkat partisipasi pemilih di Kabupaten Sambas meliputi;
84
85
1. Faktor Administrasi dan Teknis, faktor ini merupakan faktor yang paling dominan mempengaruhi angka partisipasi pemilih dalam Pemilu/Pilkada di Kabupaten Sambas. Berdasarkan analisis indeks dari penelitian ini, nilai indeks pada faktor ini sebesar 1,75 atau mempunyai nilai terkecil. Hal ini dikarenakan masih banyaknya masyarakat yang tercatat sebagai pemilih tetap namun tidak berada di wilayah Kabupaten Sambas pada saat hari pemungutan suara. 2. Faktor kedua yang mempengaruhi angka partisipasi pemilih dalam Pemilu/Pilkada
di
Kabupaten
Sambas
adalah
faktor
Sosialisasi.
Berdasarkan analisis indeks nilai skor indeks pada variabel ini sebesar 1,98. Masalah utama yang ditemukan dalam masalah sosialisasi umumnya terjadi pada masalah kesalahan mencoblos yang berdampak pada terdapatnya suara tidak sah. Hal ini merupakan efek dari kurangnya sosialisasi yang diterima oleh masyarakat. 3. Faktor ketiga yang mempengaruhi angka partisipasi pemilih dalam Pemilu/Pilkada di Kabupaten Sambas adalah masalah politik yakni sebesar 2,11. Variabel ini merupakan indikator yang paling kecil mempengaruhi angka partisipasi pemilih. Kecilnya pengaruh politik dalam mempengaruhi angka partisipasi pemilih merupakan gambaran bahwa secara politik sesungguhnya masyarakat Sambas sangat antusias untuk terlibat dan berpartisipasi dalam proses demokrasi.
86
B. Rekomendasi dan Saran Beradasarkan hasil temuan dilapangan dan terdapat beberapa rekomendasi dan saran yang ingin peneliti sampaikan sebagai berikut: 1. Pemerintah
melalui
KPU
dan
KPUD
hendaknya
menyusun
dan
mensingkronisasikan DPT yang disesuaikan dengan kondisi dan domisili penduduk. Hal ini dalam rangka mengurangi rendahnya angka partisipasi pemilih. 2. Pemerintah melalui KPU dan KPUD hendaknya membuat regulasi yang jelas terhadap mekanisme suara/pergantian suara pada masyarakat yang terdaftar sebagai DPT namun tidak berada di tempat pada saat pemungutan suara. 3. Pemerintah melalui KPU dan KPUD hendaknya membentuk tim khusus yang bertugas memberikan sosialisasi dan edukasi pada masyarakat utamanya untuk menangani pemilih pemula maupun pemilih yang sudah berpengalaman, mulai dari mengenalkan peraturan,
mempersiapkan,
membimbing mereka dalam menggunakan hak pilih secara baik, mandiri dan bertanggung jawab. Hal ini untuk menghindari rusaknya suara dan hilangnya hak pilih bagi masyarakat. 4. Pemerintah melalui KPU dan KPUD hendaknya menyediakan media dalam memberikan pendidikan politik dan membuka akses informasi politik yang mudah, efektif dan berkesinambungan bagi masyarakat sebagai upaya memberikan pemahaman politik yang komprehensif pada masyarakat.
87
DAFTAR PUSTAKA
Arianto, Bismar, Analisis Penyebab Masyarakat Tidak Memilih dalam Pemilu, Jurnal Ilmu Politik dan Ilmu Pemerintahan, Vol. 1, No. 1, 2011, hal. 5160. Baharuddin.N.Sh.Sip. Optimalisasi Peran Partai Politik dalam Meningkatkan Partisipasi Politik Masyarakat pada Pemilu Legislatif Berdasarkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 Tentang Partai Politik (Studi di Kalimantan Barat, (Universitas Tanjungpura Pontianak; Kalimantan Barat, 2014) Cooper, Donald, R,C. William Emory, Metode Penelitian Bisnis, Edisi Kelima, Jilid I, Terjemahan Dra. Ellen G. sitompul, (Jakarta: Penerbit Erlangga, , 1996) Data KPU Kabupaten Sambas 2015, Sambas Kalimantan Barat. Gatara Sahid. AA & Said Dzulkiah, Sosiologi Politik, (Yogyakarta: Pustaka Setia, 2007) Huntington Samuel P. & Nelson John, Partisipasi Politik di Negara berkembang, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 1994) Ichasul, Amal, Teori-teori Mutakhir Partai Politik (Yogyakarta: Tiara Wacana, 1988) Idrus, Muhammad.. Metode Penelitian Ilmu Sosial Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif, (Yogyakarta : Gelora Aksara Pratama, 2009) Panuji, Redi, Studi Politik Oposisi dan Demokrasi (Yogyakarta: Interprebook, 2009) Ramlan, Surbakti, Memahami Ilmu Politik, (Jakarta: Grasindo, 1999) Saleh, Hasanuddin M., “Perilaku Tidak Memilih Dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Langsung Di Riau: Suatu Bahasan Awal”, Makalah pada seminar yang diselenggarakan Program Studi Ilmu Politik Pasca Sarjana Universitas Riau, 2 September 2007 di Pekanbaru Sanit, Arbi, “Aneka Pandangan Fenomena Golput”, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1997) Santoso, Singgih, Menguasai Statistik di Era Informasi dengan SPSS 12.00, (Jakarta: Elex Media Komputindo, 2005)
88
Sugiyono, Statistika Untuk Penelitian, (Bandung: Alfabeta, , 2003) …………., Metode Penelitian Bisnis, (Bandung: Alfabeta, 2004) Singarimbun, Masri dan Sopian Efendi, Metode Penelitian Survey, Edisi Revisi, (Jakarta: Penerbit LP3S, 1995) Sastroatmodjo, Sudijono. Partisipasi Politik, Semarang: (Semarang: IKIP Press, 1995) Suryadi, Budi, Sosiologi Politik Sejarah, Definisi dan Perkembangan Konsep. (Yogyakarta: IRCiSoD, 2007) Sigit, Soehardi, Pengantar Metodologi Penelitian Sosial, Bisnis, Manajeman, Edisi Revisi, (Yogyakarta: BPFE UST, 2003) Wahid, Abdurrahman, Halim HD, Dkk. Mengapa Kami Memilih Golput, (Jakarta: Sagon. 2009) Tim Peneliti USU, Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Tingkat Golongan Putih pada masyarakat Kecamatan Medan Helvetia dalam Pemilu Legislatif 2009, (Medan : Universitasi Sumatra Utara, 2009) Wahyu Rahma Dani, Partisipasi Politik Pemilih Pemula Dalam Pelaksanaan Pemilu Tahun 2009 Di Desa Puguh Kecamatan Boja Kabupaten Kendal. Skripsi Universitas Negeri Semarang 2010 ---------------, “Kabupaten Sambas Dalam Angka Tahun 2013”, BPS Kabupaten Sambas, Sambas. ---------------, “Dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) 2012-2016”, Pemda Sambas, Sambas. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 Tentang Penyelenggara Pemilihan Umum Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang pemilihan umum anggota DPR, DPD, dan DPRD
89
ANGKET PENELITIAN Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi tingkat Partisipasi Masyarakat dalam Pemilihan Umum di Kabupaten Sambas A. Identitas Responden Nama Kecamatan Jenis Kelamin Umur
: ………………………………. : ………………………………. : ……………………………… : ……… Tahun
Pendidikan
:
1. Tidak Tamat SD 2. SD - SMP 3. SMA - Diploma 4. Sarjana – Pasca Sarjana
Pekerjaan
:
1. PNS 2. Karyawan Swasta/Honor 3. Petani/Nelayan 4. Wiraswasta/Pedagang/Lain-lain
Masala Penelitian A. Faktor Administrasi dan Teknis 1. Sudah berapa tahun anda tinggal di daerah ini ? A. Diatas 10 tahun C. dibawah 2-5 tahun B. Antara 5-10 tahun D. dibawah 2 tahun 2. Apakah anda sudah terdaftar sebagai pemilih ? A. Sudah B. Belum C. Ragu-ragu
D. Tidak tahu
3. Sudah berapa kali anda mengikuti Pemilu/Pilkada ? A. Lebih dari 3 kali B. 3 kali C. 2 kali
D. 1 kali
4. Ketika anda sakit apakah anda juga akan mengikuti Pemilu? A. Pasti Ikut C. Ragu-ragu B. Ikut D. Tidak Ikut 5. Ketika anda urusan pribadi/pekerjaan apakah anda juga akan mengikuti Pemilu? A. Pasti Ikut C. Ragu-ragu B. Ikut D. Tidak Ikut 6. Ketika anda berada diluar kota apakah anda juga akan mengikuti Pemilu? A. Pasti Ikut C. Ragu-ragu B. Ikut D. Tidak Ikut
90
B. Faktor Politik 7. Apakah pemilu penting bagi saudara? A. Sangat Penting B. Penting
C. Kurang Penting D. Tidak Penting
8. Menurut anda apakah ada pengaruh pemilu terhadap sistem politik saat ini ? A. Sangat berpengaruh C. Kurang berpengaruh B. Berpengaruh D. Tidak berpengaruh 9. Apakah anda memahami dan mengenali calon/partai politik yang anda pilih? A. Sangat Mengetahui C. Kurang Mengetahui B. Mengetahui D. Tidak Mengetahui 10. Apakah anda merasa puas dengan partai/calon yang mencalonkan diri? A. Sangat puas B. Puas C. ragu-ragu D. Tidak Puas 11.
Sejauh mana pengaruh money politic “politik uang” terhadap partisipasi anda dalam pemilu ? A. Sangat berpengaruh C. Ragu-ragu B. Berpengaruh B. Tidak berpengaruh
12.
Ketika ada calon/partai yang memberikan sejumlah uang apa yang anda lakukan? A. Tidak Menerima dan Tidak Memilihnya C. Menerima dan Tidak Memilihnya B. Tidak Menerima dan Memilihnya D. Menerima dan Memilihnya
C. Faktor Sosialisasi 13. Apakah pernah diadakan sosialisasi tentang pemilu? A. Sering B. Pernah C. Ragu-ragu pernah 14. Jika pernah, berapa kali sosialisasi tersebut diadakan ? A. 1 kali B. 3 Kali C. 5 Kali 5 Kali
D.
D. Lebih dari
15. Jika melalui sosialisasi, sosialisasi seperti apakah yang pernah anda alami ? A. Tatap Muka C. Media massa B. Door to door D. Baliho 16. Apakah sosialisasi bermanfaat bagi anda selaku pemilih ? A. Sangat bermanfaat C. Kurang bermanfaat B. Bermanfaat D. Tidak bermanfaat
Tidak
91
17. Apakah anda menegetahui cara mencoblos ? A. Sangat tahu C. Kurang tahu B. Tahu D. Tidak tahu 18. Apakah pengaruh lingkungan terhadap partisipasi anda dalam pelaksanaan pemilu? A. Sangat berpengaruh C. Kurang berpengaruh B. Berpengaruh D. Tidak berpengaruh