PENGGUNAAN LUMPUR LAPINDO SEBAGAI FILLER PADA PERKERASAN LENTUR JALAN RAYA Muhammad Zainul Arifin Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Brawijaya Jl. Mayjen Haryono 167, Malang 65145, Indonesia E-mail:
[email protected]
ABSTRAKSI Lumpur Lapindo merupakan limbah yang dihasilkan dari bencana semburan lumpur panas di lokasi pengeboran PT. Lapindo Brantas di Porong, Sidoarjo, Jawa Timur, yang telah berlangsung sejak Mei 2006. Banyak penelitian dilakukan untuk mencegah dan diusahakan untuk memanfaatkan limbah tersebut. Pada penelitian ini limbah lumpur Lapindo digunakan sebagai filler pada campuran perkerasan lentur jalan raya. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui proporsi filler dan Kadar Aspal Optimum (KAO) yang dihasilkan dalam campuran Laston dan HRS yang menggunakan lumpur Lapindo sebagai filler. Dari hasil akhir penelitian diperoleh Kadar Aspal Optimum (KAO) dan proporsi filler lumpur Lapindo/abu batu pecah didapatkan dengan metode diagram pita dan metode Linear Progrramming. Dari metode diagram pita diperoleh KAO sebesar 7,7% dan proporsi filler optimum 75/25 untuk Laston, sedangkan untuk HRS diperoleh KAO sebesar 8,3% dan proporsi filler optimum 25/75. Dari metode Linear Progrramming diperoleh nilai KAO untuk Laston sebesar 7,9% dan untuk HRS sebesar 8,3%, sedangkan proporsi filler optimum untuk Laston dan HRS tidak dapat diperoleh. Kata kunci : filler lumpur lapindo, HRS, laston, parameter uji Marshall, kadar aspal optimum
PENDAHULUAN Untuk mendapatkan kondisi jalan yang baik, sejak awal perlu direncanakan perkerasan jalan yang sesuai dengan tingkat kepadatan lalu lintas. Perkerasan jalan yang umum digunakan di Indonesia adalah campuran Laston (LASTON) dan Hot Rolled Sheet (HRS). Susunan gradasi agregat menerus pada LASTON ini menyebabkan banyak digunakan untuk perkerasan jalan dengan klasifikasi lalu lintas berat. Agregat yang umum digunakan untuk perkerasan jalan adalah batu pecah, pasir dan abu batu sebagai bahan pengisi atau filler. Pada perkerasan jalan raya, filler memiliki prosentase yang paling kecil dibandingkan dengan agregat kasar dan halus, namun filler mempunyai pengaruh yang signifikan pada campuran perkerasan jalan raya, karena filler mengisi rongga udara pada campuran perkerasan jalan raya dengan ukuran butir lolos saringan no. 200. Hal ini mendorong penulis untuk memanfaatkan limbah lumpur Lapindo yang bisa digunakan
sebagai filler pada campuran perkerasan jalan raya khususnya campuran Laston dan HRS, selain material yang umumnya sudah digunakan. Lumpur Lapindo merupakan limbah yang dihasilkan dari bencana semburan lumpur panas di lokasi pengeboran PT. Lapindo Brantas di Porong, Sidoarjo, Jawa Timur, yang telah berlangsung sejak Mei 2006. Banyak penelitian dilakukan untuk mencegah dan diusahakan untuk memanfaatkan limbah tersebut seperti penggunaan lumpur Lapindo untuk genteng keramik (Setyawati, 2007). Pada penelitian ini limbah lumpur Lapindo digunakan sebagai filler pada campuran perkerasan jalan raya. Pralaboratorium yang dilaksanakan untuk mendukung penelitian dengan uji laboratorium yang dilaksanakan di Laboratorium Transportasi dan Jalan Raya Universitas Brawijaya. Penelitian pendahuluan tersebut membuat tiga variasi kadar aspal yang berbeda baik Laston maupun HRS .
JURNAL REKAYASA SIPIL / Volume 5, No.3 – 2011 ISSN 1978 – 5658
152
Untuk HRS menggunakan kadar filler tetap sebesar 9% pada tiap benda uji. Variasi pertama, agregat kasar berupa batu pecah, agregat halus berupa batu pecah, dan filler berupa lumpur Lapindo dengan kadar aspal 6% untuk HRS, nilai stabilitas 624,19739 kg dan nilai flow 3,2 mm. Variasi kedua, dengan kadar aspal 7%, nilai stabilitas HRS= 987,103 kg dan nilai flow HRS= 3,4 mm. Variasi ketiga, dengan kadar aspal 8%, nilai stabilitas HRS= 1291,943 kg dan nilai flow HRS= 3,4 mm. Dari hasil diatas diketahui bahwa nilai stabilitas dan flow untuk Laston maupun HRS menggunakan filler lumpur Lapindo memenuhi persayaratan Bina Marga. Adapun tujuan dari penelitian adalah untuk mengetahui proporsi filler dan Kadar Aspal Optimum (KAO) yang dihasilkan dalam campuran Laston dan HRS tersebut
HASIL & PEMBAHASAN Hasil pengujian berat jenis filler lumpur Lapindo ini diperlihatkan dalam Tabel 1 dan Tabel 2. Tabel 1. Berat Jenis Filler dari Lumpur Lapindo Labu Ukur No.52
Tabel 2. Berat Jenis Filler dari Lumpur Lumpur Lapindo Labu Ukur No.100
METODE PENELITIAN Dalam pelaksanaan penelitian ini, ada beberapa langkah kegiatan yang harus dilakukan. Adapun langkah-langkah tersebut dapat dilihat seperti pada Gambar 1.
Gambar 1. Diagram Alir Langkah Penelitian
Dari data pengujian di atas, didapatkan berat jenis lumpur Lapindo adalah (2,4856+2,6756)/2= 2,5806. Berat jenis lumpur Lapindo yang didapat dari pengujian memenuhi persyaratan Bina Marga. Agregat halus yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari Purwosari, Pasuruan, Jawa Timur. Pengujian agregat halus dilakukan di Laboratorium Transportasi dan Jalan Raya Universitas Brawijaya. Hasil pengujian agregat halus disajikan pada Tabel 3.
JURNAL REKAYASA SIPIL / Volume 5, No.3 – 2011 ISSN 1978 – 5658
153
Tabel 3. Hasil Pengujian Karakteristik Agregat Halus
Dari hasil pengujian agregat halus diatas nilai berat jenis bulk dan penyerapan air dari agregat halus memenuhi spesifikasi yang disyaratkan oleh Bina Marga. Agregat kasar yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari Purwosari, Pasuruan, Jawa Timur. Dari Tabel 4. diketahui bahwa agregat kasar memenuhi persyaratan Bina Marga. Tabel 4. Hasil Pengujian Karakteristik Agregat Kasar
Aspal yang digunakan pada penelitian ini adalah aspal padat (cement asphalt) dengan penetrasi 60/70 yang diproduksi oleh Pertamina. Hasil pengujian dapat dilihat pada Tabel 5.
Pengujian Marshall Pengujian Marshall ditujukan untuk mencari kadar aspal optimum (KAO) pada campuran Laston dan HRS. Dari proving ring dapat langsung dilakukan pembacaan untuk stabilitas dan Flow. Faktor kalibrasi alat untuk pembacaan nilai stabilitas adalah 22,997, kemudian dikoreksi dengan tinggi benda uji atau volume benda uji. Sedangkan nilai Flow dapat langsung dibaca pada proving ring dengan mengalikan 0,01. Dalam penelitian ini terdapat 120 benda uji yang diuji dengan Marshall Standard. Benda uji untuk campuran HRS dengan variasi kadar aspal 6%, 7%, 8% dan 9%; proporsi filler lumpur Lapindo 0%, 25%, 50%, 75% dan 100% terhadap berat filler. Sedangkan untuk campuran Laston dengan variasi kadar aspal 5%, 6%, 7%, dan 8%; proporsi Filler lumpur Lapindo-Batu pecah 0%-100%, 25%75%, 50%-50%, 75%-25% dan 100%0%. a. Karakteristik Nilai VIM
Gambar 2. Grafik Karakteristik VIM Campuran Laston
Tabel 5. Hasil Pengujian Aspal Penetrasi 60/70
Gambar 3. Grafik Karakteristik VIM Campuran HRS
JURNAL REKAYASA SIPIL / Volume 5, No.3 – 2011 ISSN 1978 – 5658
154
Nilai VIM (Void In Mix) merupakan volume total dari rongga udara di antara partikel agregat yang terselimuti aspal, yang dinyatakan dalam bentuk persentase terhadap volume benda uji. kadar aspal dengan nilai VIM memiliki hubungan yang kuat, semakin tinggi nilai kadar aspal maka nilai VIM pada campuran Laston akan semakin rendah seperti terlihat pada Gambar 2. Sedangkan pada Gambar 3, untuk nilai VIM pada campuran HRS juga akan terus menurun dengan bertambahnya kadar aspal untuk semua proporsi filler lumpur Lapindo. Hal ini disebabkan karena semakin tinggi kadar aspal yang digunakan maka akan mengurangi jumlah rongga udara dalam campuran HRS. b.Karakteristik Nilai VMA
Gambar 4. Grafik Karakteristik VMA Campuran Laston
VMA (Void In The Mineral Aggregate) merupakan rongga di antara butiran agregat pada suatu campuran aspal yang sudah dipadatkan, termasuk rongga udara dan kadar aspal efektif, yang dinyatakan dengan persentase terhadap benda uji. VMA digunakan untuk mengukur kemampuan dari suatu campuran dalam menerima atau menampung sejumlah kadar aspal. Nilai VMA tergantung pada bentuk partikel, dan ukuran dari material agregat. Gradasi agregat yang digunakan pada campuran Laston adalah agregat bergradasi menerus, dengan persentase agregat halus lebih besar daripada agregat kasar sehingga rongga udara dalam agregat kecil. Dari Gambar Grafik 4. terlihat bahwa nilai VMA naik sampai pada kadar aspal tertentu kemudian turun kembali dengan bertambahnya kadar aspal. Sedangkan untuk proporsi filler Lumpur Lapindo 0% nilai VMA langsung turun dengan bertambahnya kadar aspal pada campuran Laston. Sedangkan pada campuran HRS seperti pada Gambar 5 terlihat bahwa nilai VMA turun sampai mencapai nilai minimum dan kemudian kembali bertambah dengan bertambahnya kadar aspal. Sedangkan pada proporsi filler Lapindo 100% nilai VMA naik sampai nilai maksimum kemudian turun seiring dengan bertambahnya kadar aspal. c.Karakteristik Nilai Stabilitas
Gambar 5. Grafik Karakteristik VMA Campuran HRS
Gambar 6. Grafik Karakteristik Stabilitas Campuran Laston
JURNAL REKAYASA SIPIL / Volume 5, No.3 – 2011 ISSN 1978 – 5658
155
d. Karakteristik Nilai Flow Campuran Laston
Gambar 7. Grafik Karakteristik Stabilitas Campuran HRS Gambar 8. Grafik Karakteristik Flow Campuran Laston Stabilitas merupakan kemampuan perkerasan jalan menerima beban lalu lintas tanpa terjadi perubahan bentuk tetap seperti gelombang, alur dan bleeding. Stabilitas terbentuk akibat adanya gesekan internal dan daya ikat aspal yang ada didalam campuran. Pada Gambar 6 nilai stabilitas campuran Laston mengalami penurunan pada semua proporsi filler lumpur Lapindo. Pada proporsi filler 50% nilai stabilitas turun sampai kadar aspal tertentu dan kemudian kembali meningkat dengan bertambahnya kadar aspal, sedangkan pada proporsi filler lumpur Lapindo 100% nilai stabilitas meningkat sampai kadar aspal tertentu kemudian mengalami penurunan dengan bertambahnya kadar aspal. Sedangkan pada campuran HRS yang tersaji pada Gambar 7 dapat dilihat bahwa stabilitas meningkat sampai maksimum pada kadar aspal tertentu dan kemudian mengalami penurunan pada proporsi filler lumpur Lapindo 0%, 25% dan 100%. Sedangkan pada proporsi filler lumpur Lapindo 75% dan 50% nilai stabilitas terus menurun dengan bertambahnya kadar aspal.
Gambar 9. Grafik Karakteristik Flow Campuran HRS Grafik hubungan kadar aspal dengan nilai Flow yang tersaji dalam Gambar 8. menunjukkan bahwa kelelehan campuran Laston semakin meningkat seiring dengan meningkatnya kadar aspal. Penambahan kadar aspal akan membuat campuran menjadi fleksibel. Sama seperti campuran Laston, dalam Gambar 9 menunjukkan bahwa kelelehan campuran HRS semakin meningkat seiring dengan meningkatnya kadar aspal. e.Karakteristik Nilai MQ
Gambar 10.Grafik Karakteristik MQ Campuran Laston JURNAL REKAYASA SIPIL / Volume 5, No.3 – 2011 ISSN 1978 – 5658 156
VMA
Gambar 11. Grafik Karakteristik MQ Campuran HRS Pada Gambar 10. menunjukkan bahwa semakin tinggi kadar aspal dalam campuran Laston, nilai MQ menjadi menurun namun pada proporsi filler lumpur Lapindo 50% nilai MQ turun sampai kadar aspal tertentu kemudian mengalami kenaikan. Sedangkan pada campuran HRS seperti gambar 11, nilai MQ mengalami penurunan dengan bertambahnya kadar aspal. Tetapi pada proporsi filler lumpur Lapindo 0% dan 75% nilai MQ mengalami kenaikan sampai kadar aspal tertentu kemudian mengalami penurunan. Penentuan Kadar Aspal Optimum 1. Hasil Analisa Regresi Setelah melalui uji statistik dengan uji kenormalan dan Analisa Varian Dua Arah, maka akan dilakukan Analisa Regresi dan Korelasi untuk mendapatkan persamaan regresi. Hasil Analisa dapat dilihat pada Tabel 6.dan Tabel 7 dibawah ini. Setelah didapatkan persamaan diatas dengan berdasarkan nilai signifikansi dan R2 maka persamaan ini dapat digunakan untuk mendapatkan kadar aspal optimum (KAO) dan proporsi filler optimum dengan metode Linear Programming dan Diagram Pita. Tabel 6. Hasil Persamaan Regresi Karakteristik Laston Karakteristik VIM
Persamaan Regresi Y = 8,288 + 0,001X+ 2,096Z +0,000206X2 – 0,004XZ 0,338Z2
Nilai R2 0,966
Y = 10,428 + 0,000332X + 3,501Z + 0,000177X2 – 0,003XZ 0,281Z2 Stabilitas Y = 2441,750 + 22,922X – 280,329Z 0,74X2 – 1,981XZ + 20,165Z2 Flow Y = 5,482 – 0,004X – 1,206Z – 1,14x10-5X2 + 0,001XZ + 0,123Z2 MQ Y = 726,845 + 9,471X + 6,801Z – 0,027X2 0,918XZ – 5,734Z2 Sumber: Hasil Perhitungan, 2011
Tabel 7. Hasil Karakteristik HRS Karakteristik
Persamaan
Persamaan Regresi
VIM
Y = 31,657 – 0,040X4,652Z +0,00018X2 + 0,001XZ + 0,180Z2 VMA Y = 29,992 – 0,034X – 2,111Z + 0,0001469X2 + 0,001XZ + 0,148Z2 Stabilitas Y = -5152,876 + 32,223X + 1820,796Z 0,68X2 – 119,804XZ – 2,690Z2 Flow Y = 6,701 + 0,001X – 1,288Z – 0,000115X2 + 0,001XZ + 0,112Z2 MQ Y = -1351,286 + 9,811X + 550,436Z – 0,009X2 – 1,143XZ – 39,699Z2 Sumber: Hasil Perhitungan, 2011
2.
0,546
0,515
0,803
0,666
Regresi Nilai R2 0,931
0,509
0,674
0,877
0,832
Metode Linear Progamming
JURNAL REKAYASA SIPIL / Volume 5, No.3 – 2011 ISSN 1978 – 5658
157
Dari persamaan regresi pada tabel digunakan untuk mencari kadar aspal optimum dan proporsi filler lumpur Lapindo optimum. Contoh perhitungan : Asumsi : Kadar Aspal (X) = 7,4 ; Proporsi filler lapindo (Z) = 0. VIM = Y = 8,288 + 0,001X+ 2,096Z +0,000206X2 – 0,004XZ - 0,338Z2 = 5,3 VMA = Y = 10,428 + 0,000332X + 3,501Z +0,000177X2 – 0,003XZ 0,281Z2 = 20,9 Flow = Y = 5,482 – 0,004X – 1,206Z – 1,14x10-5X2 + 0,001XZ + 0,123Z2 = 3,3 MQ = Y = 726,845 + 9,471X + 6,801Z – 0,027X2 - 0,918XZ – 5,734Z2 = 463,2 Stabilitas = Y = 2441,750 + 22,922X – 280,329Z - 0,74X2 – 1,981XZ + 20,165Z2 = 1471,6 Tabel 8. Hasil Linear Programming Campuran Laston Kadar Aspal (%)
Kadar Filler Lapindo (%)
7,4
0
5,3
3,3
463,2
20,9
1471,6
7,5
0
5,0
3,4
455,3
20,9
1473,6
7,6
0
4,7
3,4
447,3
20,8
1476,0
7,7
0
4,4
3,5
439,2
20,7
1478,8
7,8
0
4,1
3,6
431,0
20,6
1482,0
7,9
0
3,8
3,6
422,7
20,5
1485,6
VIM
Flow
MQ
VMA
Stabilitas
(%)
(mm)
(kg/mm)
(%)
(kg)
Dari tabel diatas dapat dilihat nilai karakteristik campuran Laston yang memenuhi persyaratan Bina Marga, dan dipilih nilai stabilitas paling besar untuk menentukan kadar aspal optimum dan proporsi filler lumpur Lapindo optimum. Ditemukan kadar aspal otimum sebesar 7,9% tetapi tidak ditemukan proporsi filler optimum karena didapatkan nilai 0%.
Tabel 9. Hasil Programming Campuran HRS
Linear
Dari Tabel 9. dapat dilihat hasil nilai karakteristik campuran HRS yang memenuhi persyaratan Bina Marga yang didapat dari linear progamming. Dipilih nilai stabilitas paling besar untuk menentukan kadar aspal optimum dan proporsi filler lumpur Lapindo optimum. Didapatkan kadar aspal otimum sebesar 8,9% tetapi tidak ditemukan proporsi filler optimum karena didapatkan nilai 0%. Dari metode linear progamming didapatkan nilai kadar aspal optimum untuk campuran Laston sebesar 7,9% dan 8,9% untuk campuran HRS. Sedangkan untuk proporsi filler lumpur Lapindo optimum tidak didapatkan nilai optimum, karena nilai VIM, VMA, flow dan MQ yang persyaratan Bina Marga didapat pada proporsi filler lumpur Lapindo optimum 0%. 3.
Metode Diagram Pita
Pada metode diagram pita, hasil penelitian di laboratorium yaitu parameter uji Marshall (VIM, VMA, stabilitas, flow, MQ) sebagai sumbu Y diplotkan dengan variasi kadar aspal yang diuji sebagai sumbu X. Kemudian dicari nilai kadar aspal yang semua parameter uji Marshallnya memenuhi sehingga didapatkan kadar aspal optimum (KAO). Begitu pula dengan cara mendapatkan proporsi filler lumpur Lapindo optimum, parameter uji Marshall (sumbu Y)
JURNAL REKAYASA SIPIL / Volume 5, No.3 – 2011 ISSN 1978 – 5658
158
diplotkan dengan variasi proporsi filler lumpur Lapindo yang diuji (sumbu X). Dari metode diagram pita campuran Laston didapat lima kadar aspal optimum (KAO) yang dapat dilihat pada Tabel 10 10. dan Gambar 12. Tabel 10. Kadar Campuran Laston Proporsi Filler Lapindo (%) 0 25 50 75 100
Aspal
Optimum
Kadar Aspal Optimum um (%) 7,75 7,60 7,65 7,70 7,64
Untuk menentukan kadar aspal yang paling optimum dan proporsi filler lumpur Lapindo optimum dengan mencari persamaan sebagai berikut :
Gambar 12. Grafik Hubungan Kadar Aspal Optimum dan Proporsi Filler lumpur Lapindo Pada Campuran Laston
Dari analisa data pengujian dengan metode diagram pita pada Laston didapatkan proporsi filler optimum untuk campuran Laston adalah prosentase kadar aspal optimum 7,7%, dan proporsi filler optimum 25% filler abu batu dan 75% filler Lumpur Lapindo. Sedangkan untuk campuran HRS, dengan cara yang sama, dapat dilihat pada Tabel 12 dan Gambar 13. Tabel 11. Kadar Aspal Optimum Campuran HRS Proporsi Filler Kadar Aspal Lapindo (%) Optium (%) 0 8,23 25 8,10 50 8,17 75 8,15 100 8,68
Gambar 13. Grafik Hubungan Kadar Aspal Optimum dan Proporsi Filler lumpur Lapindo Pada Campuran HRS
Mencari KAO dan Proporsi Filler Mencari KAO dan Proporsi Filler Optimum : Optimum : Y = -11128 X2 + 170599 X Y = 519,3 X2- 8627 X653771...................................(1) 35854...................................(2) Y’ = -22256 X + 170599 Y’ =1038,6 X- 8627 X = 7,7; X = Kadar Aspal Optimum X = 8,3 ; X= (%) Kadar Aspal Optimum (%) Setelah didapatkan nilai X, kemudian di substitusikan ke persamaan Setelah didapatkan nilai X, kemudian di (1) untuk mendapatkan nilai Y. substitusikan ke persamaan (2) untuk Y = 75,4 ≈ 75 ; Y= mendapatkan nilai Y. Proporsi Filler Lapindo pindo Optimum (%) JURNAL REKAYASA SIPIL / Volume 5, No.3 – 2011 ISSN 1978 – 5658 159
Y = 24,26 ≈ 25 ; Y= Proporsi Filler lumpur Lapindo Optimum (%)
kebaikannya dibalas oleh Tuhan YME. Amien. DAFTAR PUSTAKA
Dari analisa data pengujian dengan metode diagram pita didapatkan proporsi filler optimum untuk campuran HRS adalah prosentase kadar aspal optimum 8,3%, dan proporsi filler optimum 75% filler abu batu dan 25% filler lumpur Lapindo. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Dari hasil penelitian diperoleh kesimpulan bahwa proporsi filler dan Kadar Aspal Optimum (KAO) yang dihasilkan dalam campuran Laston sebesar proporsi 75 filler lumpur Lapindo dan 25 filler abu batu dan KAO=7,7%. Sedangkan untuk campuran HRS sebesar = proporsi 25 filler lumpur Lapindo dan 75 filler abu batu dan KAO=8,3% Saran 1. Hasil proporsi kandungan filler tersebut (Laston dan HRS) perlu dibuat pengujian ulang dengan perlakuan yang sama sehingga dari hasil model matematis tersebut dapat diketahui secara riel, minimal dengan skala laboratorium. 2. Perlu dilakukan penelitian lanjutan dengan perlakuan adanya pengaruh campuran (baik Laston maupun HRS) terhadap air hujan (asam) Ucapan Terimakasih Penulis merasa berterimakasih khususnya kepada rekan dosen bapak Hendi Bowoputro, MT dan ibu Amelia Kusuma Indriastuti, MT, serta saudara Rahadian Bayu Pradipta dan Yudha Fadlin Thuba atas segala bantuannya sehingga penelitian ini dapat terselesaikan. Semoga segala amal
Ambarwati, L. M.Z Arifin, V.S Tama. 2009. Campuran HRS dengan Material Piropilit sebagai Filler yang Tahan Hujan Asam. Jurnal Rekayasa Sipil, Volume 3 Nomer 1. Februari 2009. Jurusan Sipil Fakultas Teknik Universitas Brawijaya, Malang. Arifin, M.Z., A.Y. Susanti, R.A Fahrini, H. Bowoputro. 2008. Pengaruh Penggunaan Komposisi Batu Pecah dan Piropilit Sebagai Agregat Kasar dengan Variasi Kadar Aspal terhadap Stabilitas dan Durabilitas Campuran HRS. Jurnal Rekayasa Sipil Volume 2 Nomer 3 Oktober 2008. Jurusan Sipil Fakultas Teknik Universitas Brawijaya, Malang. Arifin, M.Z, G.Martina, L.Djakfar. 2008. Pengaruh Kandungan Air Hujan terhadap Nilai Karakteristik Marshall dan Indeks Kekuatan Sisa pada Campuran Laston.. Jurnal Rekayasa Sipil, Volume 2, Nomer 1, Februari 2008. Jurusan Sipil Fakultas Teknik Universitas Brawijaya, Malang. Departemen Pekerjaan Umum. 1987. Petunjuk Pelaksanaan Laston untuk Jalan Raya. Jakarta Departemen Pekerjaan Umum. 2007. Perkerasan Aspal Seksi 6.3 Campuran Aspal Panas. Jakarta Setyawati, E.S, 2007. Pengaruh Penggunaan Lumpur Lapindo Terhadap Kualitas Genteng Keramik. Malang. Jurnal Rekayasa Sipil Volume 1 Nomer 1 Oktober 2007. Jurusan Sipil Fakultas Teknik Universitas Brawijaya, Malang. Sugiyono. 2008. Statistika Untuk Penelitian. Alfabeta, Bandung. Sukirman, S. 1999. Perkerasan Lentur Jalan Raya. Granit, Jakarta Sukirman, S. 2003. Beton Aspal Campuran Panas. Granit, Jakarta
JURNAL REKAYASA SIPIL / Volume 5, No.3 – 2011 ISSN 1978 – 5658
160