Identifikasi Struktur Bawah Permukaan sebagai Potensi Kelongsoran Tanggul Lumpur Lapindo di Porong Sidoarjo dengan Menggunakan Ground Penetrating Radar (GPR) Yenie Ratna Setyaningsih1, Daeng Achmad Suaidi 2, Nasikhudin 3 Mahasiswa Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Negeri Malang 2 Dosen Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Negeri Malang 3 Dosen Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Negeri Malang Email:
[email protected] 1
Abstrak Munculnya semburan panas lumpur Lapindo di Porong Sidoarjo pada 29 Mei 2006 hingga sekarang mengakibatkan tergenangnya kawasan pemukiman, pertanian dan lain-lain. Lumpur terus menyembur setiap harinya hingga menyebabkan beberapa titik tanggul dinyatakan siaga 1 oleh BPLS yaitu di Desa Glagaharum. Tubuh tanggul yang terbuat dari urugan mudah sekali mengalami kerusakan yang diakibatkan air melimpah melalui puncak tanggul maupun karena rembesan yang membawa material tanggul. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan dilihat dari struktur luar tanggul, masih dalam keadaan yang cukup baik. Tujuan dari penelitian ini adalah mengidentifikasi struktur bawah permukaan untuk mengetahui potensi longsor pada tanggul lumpur lapindo berdasarkan radargram Ground Penetrating Radar (GPR). Hal pertama yang dilakukan dalam penelitian ini adalah pengambilan data dengan 10 lintasan pada tanggul lumpur Lapindo di Desa Glagaharum Porong, Sidoarjo menggunakan GPR. Data yang diperoleh kemudian diolah dengan menggunakan software GeoScan32. Data yang sudah diolah lalu diinterpretasikan berdasarkan konstanta dielektrisitas sebuah material. Sehingga dapat diketahui jenis material yang terkandung pada lapisan bawah permukaan tanggul. Software Surfer 9.0 digunakan untuk menampilkan penampang tanggul. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, pada tanggul lumpur Lapindo di Desa Glagaharum berpotensi terjadi kelongsoran pada beberapa lintasan penelitian. Karena lapisan tanah dibawahnya mengandung tanah liat, air dan rongga udara. Kerusakan tanggul dapat diakibatkan rembesan yang membawa material tanggul. Besarnya rembesan dipengaruhi oleh kemampuan tanah untuk melewatkan air (permeabilitas). Semakin besar rembesan maka akan mengancam kestabilan tanggul hingga dapat menyebabkan longsor. Tanggul lumpur Lapindo di Desa Glagaharum yang berpotensi terjadi longsor adalah pada lintasan 6, 7, 8 dan 9.
Kata Kunci: Tanggul, Lumpur Lapindo, Longsor, Ground Penetrating Radar, GeoScan32, Surfer 9.0. 1. Pendahuluan Munculnya semburan panas lumpur Lapindo di Porong Sidoarjo pada 29 Mei 2006 hingga sekarang mengakibatkan tergenangnya kawasan pemukiman, pertanian dan lain-lain [1]. Lumpur terus menyembur setiap harinya hingga menyebabkan beberapa titik tanggul dinyatakan siaga 1 oleh BPLS yaitu di Desa Glagaharum [2]. Tubuh tanggul yang terbuat dari urugan mudah sekali mengalami kerusakan yang diakibatkan air melimpah melalui puncak tanggul maupun karena rembesan yang membawa material tanggul [3]. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan dilihat dari struktur luar tanggul, masih dalam keadaan yang cukup baik. Metode Ground Penetrating Radar (GPR) digunakan untuk mendeteksi keadaan bawah permukaan dengan mengirimkan pulsa gelombang radio frekuensi kedalam tanah dari antena pemancar yang terletak dipermukaan [4]. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana struktur bawah permukaan tanggul lumpur Lapindo menggunakan GPR. Metode ini dianggap sebagai metode yang paling prospektif, karena menghasilkan resolusi dan kecepatan akuisisi data tinggi untuk menyelidiki berbagai
masalah kebumian dan tidak bersifat merusak dan dikhususkan untuk eksplorasi dangkal.
2. Teori 2.1. Kondisi Geografis Kawasan yang menjadi obyek penelitian berada di tanggul lumpur Lapindo di Desa Glagaharum Kecamatan Porong, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur. Semburan lumpur panas telah menenggelamkan setidaknya 18 desa, yang meliputi: Renokenongo, Jatirejo, Siring, Kedung Bendo, Sentul, Besuki, Glagaharum, Kedung Cangkring, Mindi, Ketapang, Pejarakan, Permisan, Kali Dawir, Pamotan, Keboguyang, Gempolsari, Kesambi dan Kalitengah [5].
2.2. Gerakan Tanah Gerakan tanah merupakan pergerakan massa tanah maupun massa batuan yang dalam keadaan tertentu bergerak ke bawah, baik melalui bidang geser maupun jatuh bebas. Gerakan tanah dapat terjadi karena gaya perlawanan tanah yang ada lebih kecil daripada gaya yang berusaha dan bekerja dari luar [6].
Faktor-faktor yang dapat mempercepat dan memicu terjadinya gerakan tanah antara lain daya ikat (kohesi), kelolosan air (permeabilitas), sudut kemiringan lereng, perubahan kelembaban tanah / batuan karena masuknya air dsb.
2.3. Tanah Longsor Tanah longsor adalah perpindahan material pembentuk lereng berupa batuan, bahan rombakan, tanah, atau material campuran tersebut yang bergerak ke bawah atau keluar lereng. Proses terjadinya tanah longsor dapat diterangkan sebagai berikut: air yang meresap ke dalam tanah akan menambah bobot tanah. Jika air tersebut menembus sampai tanah kedap air yang berperan sebagai bidang gelincir, maka tanah menjadi licin dan tanah pelapukan di atasnya akan bergerak mengikuti lereng dan keluar lereng [7].
2.4. Gelombang Elektromagnetik Gelombang elektromagnetik merupakan gelombang medan yang merambat secara transversal. Gelombang elektromagnetik merupakan gelombang gabungan dua komponen yang saling tegak lurus yaitu medan listrik (E) dan medan magnet (H). Karakteristik radiasi gelombang elektromagnetik pada medium struktur lapisan bawah permukaan bumi selanjutnya akan dihamburkan, dipantulkan ataupun diteruskan sesuai dengan parameter-parameter permeabilitas magnet (π), permitifitas listrik (Ξ΅) dan konduktifitas (Ο). Setelah menempuh jarak tertentu, amplitudo gelombang akan mengalami peredaman atau atenuasi. Kecepatan gelombang elektromagnetik dalam beberapa medium tergantung pada kecepatan cahaya di udara (c = 300 mm/ns), konstanta dielektrik (Ξ΅r) dan permeabilitas magnetik relatif (π = 1 untuk material non magnetik). Nilai rasio kecepatan gelombang elektromagnetik di udara terhadap kecepatan gelombang elektromagnetik medium non konduktor, disebut dengan indeks bias (n), maka menjadi persamaan 1 [8]. (1)
Es Kutub Es Hangat Es murni Danau Air Tawar yang membeku Laut Beku Petrmafrost Pasir Pantai (Kering) Pasir (Kering) Pasir (Basah) Silt (Basah) Tanah Liat (Basah) Tanah Liat (Kering) Rawa Dataran agrikultur Dataran kepastoran Rata β rata Lahan Granit Batu gamping Dolomite Basalt (Basah) Serpihan Batu (basah) Batu Pasir (basah) Batu bara Kwarsa Beton Aspal PVC, Epoxy, Polyesters
3 β 3,15 3,2 3,2
168 167 167
4
150
2,5 β 8 1β8 10 3β6 25-30 10 8 β 15 3 12 15 13 16 5β8 7β9 6,8 β 8 8 7 6 4-5 4,3 6-30 3β5 3
78 - 157 106 - 300 95 120 β 170 55 β60 95 86 β 110 173 86 77 83 75 106 β 120 100 β 113 106 β 115 106 113 112 134 - 150 145 55 β 112 134 β 173 173
2.5. Metode Ground Penetrating Radar Metode Ground Penetrating Radar merupakan salah satu metode geofisika terus berkembang. GPR merupakan teknik eksplorasi geofisika yang menggunakan gelombang elektromagnetik, yang digunakan untuk mendekteksi objekβobjek yang terkubur di dalam tanah. GPR bersifat non destruktif dan mempunyai resolusi tinggi terhadap kontras dielektrik material bumi. Metode Ground Penetrating Radar (GPR) juga mampu mendeteksi karakteristik bawah permukaan tanah tanpa dilakukan pengeboran ataupun penggalian [9].
2.6. Prinsip Kerja Ground Penetrating Radar (GPR) Ground Penetrating Radar (GPR) memiliki cara kerja yang sama dengan radar konvensional. GPR mengirim sinyal energi antara 10-1000MHz ke dalam tanah oleh antena pemancar lalu mengenai suatu lapisan objek dengan suatu konstanta dielektrik (permitivitas) berbeda selanjutnya sinyal akan dipantulkan kembali dan diterima oleh antena penerima, waktu dan besar sinyal yang direkam. Penjelasan lebih jelasnya akan dijelaskan dalam Gambar 1.
Dalam penelitian ini sifat magnetik diabaikan, sehingga = 1 (untuk material nonmagnetik). adalah permitivitas relatif sebuah medium yang dilewati oleh gelombang. Daftar nilai permitivitas relatif (epsilon) dan kecepatan gelombang elektromagnetik dalam berbagai medium berbedaβbeda terdapat dalam tabel 1. Tb. 1. Daftar Nilai Permitivitas Relatif atau Konstanta Dielektrik dan Kecepatan Gelombang Elektromagnetik dalam Berbagai Mineral Geologi. Mineral Udara Air (bersih) Air (laut) Salju kutub
1 81 81 1,4 β 3
Kecepatan (mm/ns) 300 33 33 194 β 252
Gb. 1. Skema Cara Kerja GPR [10].
3. Metode
3.3. Interpretasi Data
3.1. Rancangan Penelitian
Dari gambar yang dihasilkan oleh software GeoScan32, dapat dicari nilai-nilai epsilon dan kecepatan gelombang masing-masing lintasan di daerah penelitian. Nilai epsilon ini menunjukkan nilai permitivitas atau konstanta dielektrik sebuah material. Nilai konstanta dielektrik dan kecepatan gelombang pada masing-masing medium berbedabeda. Dari data yang didapatkan dengan software GeoScan32 yaitu jarak, kedalaman dan epsilon dapat diinterpretasikan lagi dengan menggunakan software Surfer 9.0. Ini dilakukan agar penampang masingmasing lintasan pada tanggul lebih terlihat jelas. Dari gambar dan nilai epsilon dapat disesuaikan dengan nilai epsilon / permitivitas pada tabel 1, sehingga dapat diketahui jenis batuan pada masingmasing lintasan dengan kedalaman tertentu. Dari hasil tersebut dapat diidentifikasi bagaimana struktur bawah permukaan tanggul tempat penelitian, sehingga dapat disimpulkan pada lintasan mana yang lebih berpotensi terjadi longsor pada tanggul dilihat dari jenis batuan di bawah permukaan tanggul.
Rancangan penelitian dengan menggunakan Ground Penetrating Radar diawali dengan studi literatur, yaitu mempelajari teori-teori yang berhubungan dengan penelitian. Dilanjutkan survei lapangan di daerah tanggul lumpur Lapindo Porong, tepatnya di Desa Glagaharum dan menentukan lintasan pengukuran. Kemudian melakukan pengambilan data di lapangan, pengolahan data hasil penelitian dan dilanjutkan dengan interpretasi data terolah. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan software GeoScan32 dan interpre-tasi data dilakukan dengan menggunakan soft-ware Surfer 9.0.
3.2. Prosedur Penelitian 3.2.1. Persiapan Penelitian a. Melakukan observasi terhadap lokasi yang akan dilakukan penelitian, agar pada kondisi yang stabil dan siap untuk dilakukan penelitian. b. Melakukan pengecekkan terhadap alat yang akan digunakan agar dalam kondisi yang baik, dilakukan sehari sebelum pengambilan data penelitian. c. Menentukan lintasan untuk pengambilan data, ditunjukkan pada Gambar 2.
Gb. 2. Sketsa Lintasan Pengambilan Data
3.2.2. Pengambilan Data a. Merangkai alat Ground Penetrating Radar. b. Menjalankan program Geoscan32. c. Pada saat program Geoscan32 dijalankan, alat juga dijalankan dengan cara didorong.
4. Hasil Penelitian dan Pembahasan 4.1. Hasil penelitian Dalam penelitian ini dilakukan terhadap 10 lintasan. Masing-masing lintasan akan didapatkan permitivitas serta kecepatan gelombang yang melewati material. Material dalam setiap lintasan mempunyai variasi yang berbeda-beda, sehingga dilakukan beberapa titik material pada setiap 5 meter panjang lintasan yang diolah dalam pengolahan data pada kedalaman 3, 5, 8, 10, 12 dan 14 meter. Maka dari itu, setiap satu lintasan terdapat beberapa material yang teridentifikasi berdasarkan radargram dari software GeoScan32 dan di-dukung dengan gambar penampang dari software Surfer 9.0. Data yang telah diolah merupakan data mentah hasil pengukuran georadar. Data yang terekam akan ditampilkan dalam bentuk radargram sebagai fungsi waktu. Salah satu data hasil pengukuran dengan georadar yang diperoleh ditunjukkan pada Gambar 3.
3.2.3. Pengolahan Data Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui kondisi di bawah permukaan tanggul. Tahap pengolahan data Ground Penetrating Radar ini sesuai dengan tujuan dari penelitian. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan software GeoScan32 dan software Surfer 9.0. Software Surfer 9.0. hanya untuk menampilkan penampang bawah permukaan agar terlihat lebih jelas.
Gb. 3. Data GPR pada Lintasan 1
Berdasarkan pengolahan data menggunakan software GeoScan32 menghasilkan sebuah gambar yang dapat menjelaskan keadaan bawah permukaan dari daerah penelitian. Informasi keadaan bawah permukaan tanah tersebut meliputi jenis tanah dan material yang ada di bawah tanggul lumpur Lapindo khususnya Desa Glagaharum. Data yang sudah didapatkan tersebut akan dibandingkan dengan harga kecepatan gelombang elektromagnetik dan konstanta dielektrik atau permitivitas berbagai medium yang ditampilkan pada table 1 dan disesuaikan dengan kondisi geologis daerah penelitian. Berdasarkan data yang telah didapat dengan software GeoScan32, dapat disajikan gambar penampang bawah permukaan tanggul di Desa Glagharum Porong dengan menggunakan software Surfer 9.0 seperti berikut:
ο· Lintasan 5
Gb. 8. Penampang pada Lintasan 5
ο· Lintasan 6
Gb. 8. Penampang pada Lintasan 6
ο· Lintasan 1
ο· Lintasan 7 Gb. 4. Penampang pada Lintasan 1
Gb. 9. Penampang pada Lintasan 7
ο· Lintasan 2
ο· Lintasan 8 Gb. 5. Penampang pada Lintasan 2
Gb. 10. Penampang pada Lintasan 8
ο· Lintasan 3 ο· Lintasan 9 Gb. 6. Penampang pada Lintasan 3
Gb. 11. Penampang pada Lintasan 9
ο· Lintasan 4
ο· Lintasan 10 Gb. 7. Penampang pada Lintasan 4 Gb. 12. Penampang pada Lintasan 10
Skala warna pada gambar setiap lintasan merupakan skala permitivitas (epsilon). Untuk menginterpretasikan penampang dari software Surfer 9.0, maka skala warna pada gambar setiap lintasan disesuaikan dengan skala permitivitas pada tabel 1.
4.2. Pembahasan Pengolahan data dilakukan pada kedalaman 3, 5, 8, 10, 12 dan 14 meter. Hasil yang diperoleh dari kesepuluh lintasan di tanggul lumpur Lapindo di Desa Glagaharum ini memiliki persamaan jenis material yaitu pasir kering, tanah liat kering, tanah liat basah, pasir basah, udara serta air. Pada lintasan 1, 2, 3, 4 dan 5 terdapat pasir kering, tanah liat kering, tanah liat basah, pasir basah dan udara. Pada lintasan 1 lebih didominasi pasir kering. Pasir kering ini terlihat dalam software GeoScan32 dengan ditemukannya nilai-nilai epsilon (permitivitas) antara 3β6. Berdasarkan data yang diperoleh terlihat bahwa nilai permitivitas yang teridentifikasi sebagai pasir kering adalah tidak tepat pada nilai-nilai rentang pasir kering sesuai tabel 1. Hal ini disebabkan oleh adanya gerakan pada saat pengambilan data dan juga karena adanya materialmaterial lain yang dilewati oleh gelombang elektromagnetik yang menyebabkan atenuasi tidak sempurna. Nilai permitivitas tentang pasir kering yang didapat jika dibandingkan dengan nilai permitivitas pada tabel 1 memiliki selisih yang sedikit, sehingga dapat diidentifikasi material yang diteliti merupakan pasir kering. Pada lintasan 5 didominasi oleh tanah liat kering. Tanah liat kering ini terlihat dalam software GeoScan32 dengan ditemukannya nilai-nilai permitivitas sekitar 3. Berdasarkan data yang diperoleh terlihat bahwa nilai permitivitas yang teridentifikasi sebagai tanah liat kering adalah tidak tepat pada nilai-nilai rentang tanah liat kering sesuai tabel 1. Hal ini disebabkan oleh adanya gerakan pada saat pengambilan data dan karena adanya materialmaterial lain yang dilewati oleh gelombang elektromagnetik yang menyebabkan atenuasi tidak sempurna. Nilai permitivitas tentang tanah liat kering yang didapat jika dibandingkan dengan nilai permitivitas pada tabel 1 memiliki selisih yang sedikit, sehingga dapat diidentifikasi material yang diteliti merupakan tanah liat kering. Pada lintasan 6, 7, 8, 9 dan 10 terdapat tanah liat basah, pasir basah, tanah liat kering, pasir kering, udara serta air. Pada lintasan 6, 8 dan 9 didominasi oleh tanah liat basah dan air. Tanah liat basah ini terlihat dalam software GeoScan32 dengan ditemukannya nilai-nilai permitivitas 8-15, sedangkan air nilai permitivitasnya sekitar 81. Berdasarkan data yang diperoleh terlihat bahwa nilai permitivitas yang teridentifikasi sebagai tanah liat basah dan air adalah tidak tepat pada nilai-nilai rentang tanah liat basah dan air sesuai tabel 1. Hal ini disebabkan oleh adanya gerakan pada saat pe-
ngambilan data dan juga karena adanya materialmaterial lain yang dilewati oleh gelombang elektromagnetik yang menyebabkan atenuasi tidak sempurna. Nilai permitivitas tentang tanah liat basah dan air yang didapat jika dibandingkan dengan nilai permitivitas pada tabel 1 memiliki selisih yang sedikit, sehingga dapat diidentifikasi material yang diteliti merupakan tanah liat basah dan air. Pada lintasan 7 didominasi oleh pasir basah dan udara. Pasir basah ini terlihat dalam software GeoScan32 dengan ditemukannya nilai-nilai permitivitas antara 25-30, sedangkan udara nilai permitivitasnya sekitar 1. Berdasarkan data yang diperoleh terlihat bahwa nilai permitivitas yang teridentifikasi sebagai pasir basah dan udara adalah tidak tepat pada nilai-nilai rentang pasir basah dan udara sesuai tabel 1. Hal ini disebabkan oleh adanya gerakan pada saat pengambilan data dan juga karena adanya material-material lain yang dilewati oleh gelombang elektromagnetik yang menyebabkan atenuasi tidak sempurna. Nilai permitivitas tentang pasir basah dan udara yang didapat jika dibandingkan dengan nilai permitivitas pada tabel 2.3 memiliki selisih yang sedikit, sehingga dapat diidentifikasi material yang diteliti merupakan pasir basah dan udara. Dari hasil pengolahan dan pembahasan data pada kesepuluh lintasan tanggul lumpur lapindo yang berada di Desa Glagaharum Kecamatan Porong Kabupaten Sidoarjo menunjukkan bahwa keadaan tanggul lumpur yang masih relatif bagus meskipun ada bagian yang berpotensi terjadi longsor karena lapisan tanah dibawahnya mengandung tanah liat, air serta terdapat rongga udara. Kerusakan tanggul dapat diakibatkan oleh rembesan yang membawa material tanggul. Besarnya rembesan sangat dipengaruhi oleh kemampuan tanah pada tanggul untuk melewatkan air (sifat permeabilitas tanah). Jika yang terjadi pada tanggul semakin besar maka akan mengancam kestabilan tanggul hingga dapat menyebabkan longsor tanggul. Gerakan tanah merupakan pergerakan massa tanah maupun batuan yang dalam keadaan tertentu bergerak ke bawah, baik melalui bidang geser maupun jatuh bebas. Salah satu jenis gerakan tanah adalah longsor. Faktor yang mempengaruhi fenomena gerakan tanah longsor yaitu perubahan kelembaban tanah/batuan karena masuknya air dan kelolosan air (permeabilitas). Pada saat musim hujan kerusakan tanggul juga dapat terjadi karena air meluber atau melimpah melalui puncak tubuh tanggul yang menyebabkan terjadinya erosi serta longsor.
5. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada penelitian yang telah dilakukan di tanggul lumpur Lapindo di Desa Glagaharum Kecamatan Porong Kabupaten Sidoarjo dengan menggunakan metode georadar, maka dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut:
1.
2.
Jenis material yang banyak ditemukan pada daerah penelitian yaitu pasir kering, tanah liat kering, tanah liat basah dan pada beberapa lintasan terdapat pasir basah, udara serta air. Pada lintasan 6, lintasan 7, lintasan 8, dan lintasan 9 ditemukan daerah yang berpotensi terjadi longsor. Karena pada lintasan tersebut terdeteksi adanya tanah liat basah, air serta rongga udara.
6. Daftar Pustaka [1] Djarwadi, D. dan Hardiyanto, H. C. 2008. Tinjauan Ulang Tanggul Utama Pada Pengendalian Lumpur Panas Sidoarjo. Seminar Nasional Teknologi Tepat Guna Penanganan Saran Prasarana di Indonesia. PT Widya Bumi Amarta, Surabaya dan Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, UGM, Yogyakarta [2] Wibawa, Sony Wignya. 2013. BPLS Lembur Buang Lumpur ke Kali Porong. (Online), (www.tempo.co/read/news/2013/01/11/058453 694/BPLS-Lembur-Buang-Lumpur-ke-KaliPorong), diakses 11 Januari 2013. [3] Jayadi, Mohamad. 2009. Analisis Debit Rembesan Pada Model Tanggul Tanah. Skripsi (Tidak Dipublikasikan). Departemen Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, IPB, Bogor. [4] Warnana, Dwa Desa. 2008. Identifikasi Scouring sebagai Potensi Kelongsoran Tanggul Sungai Bengawan Solo berdasarkan Survei GPR (Studi Kasus Desa Widang, Kabupaten Tuban). Lab.Geofisika, Jurusan Fisika-FMIPA, ITS. Jurnal Fisika dan Aplikasinya, Vol. 4, No. 2, Juni 2008 [5] Zulkarnain Iskandar, Dr. Ir. 2010. Mencari Sumber Air Lumpur Panas Sidoarjo. Surabaya: Pusat Penelitian Geoteknologi LIPI. [6] Sari, Elies Septiana. 2012. Identifikasi Potensi Gerakan Tanah Di Lereng Sukorejo, Desa Sukorejo, Kecamatan Kalidawir-Tulungagung Dengan Metode Analisis Struktur Batuan Berdasarkan Sifat Resistivitas Hasil Pengukuran FlashRES64 61-Channel. Skripsi (Tidak Dipublikasikan). Malang: Progam Sarjana Sains Universitas Negeri Malang. [7] Highland, L. and Johnson, M. 2004. Landslide and Processes. U.S. Departement of the Interior, U.S. Geological Survey. [8] Supriyanto, Dr. Eng. M.Sc. 2007. Perambatan Gelombang Elektromagnetik. Tesis. Departemen Fisika - FMIPA: Universitas Indonesia. [9] Arisona. 2009. Migrasi Data Georadar dengan Metode Pergeseran Fasa. Jurnal Aplikasi Fisika. Vol 5, No 1. [10] Budiono, K, dkk. 2008. Penafsiran Struktur Geologi Bawah Permukaan di Kawasan Semburan Lumpur Sidoarjo, berdasarkan Penampang Ground Penetrating Radar (GPR). Jurnal
Geologi Indonesia, Vol. 5 No. 3 September 2010: 187-195.