PENGARUH TEMPERATUR DAN PERENDAMAN LUMPUR LAPINDO TERHADAP NILAI STABILITAS CAMPURAN ASPAL BETON (LASTON) THE EFFECT OF TEMPERATURE AND LAPINDO MUD IMMERSION ON STABILITY OF ASPHALT CONCRETE (LASTON) Hendi Bowoputro, Amelia K. Indriastuti, Asrizal Fahmi Hatta Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Brawijaya Malang Jl. MT. Haryono 167, Malang 65145, Indonesia E-mail :
[email protected] ABSTRAK Lumpur panas Lapindo yang merusak sebagian badan jalan Tol Surabaya-Malang pada KM 38-39, seringkali merendam perkerasan pada Jalan Raya Porong saat terjadi kebocoran tanggul. Pada saat terjadi kebocoran tanggul lumpur panas Lapindo maka lapis perkerasan pada Jalan Raya Porong menjadi terendam. Lumpur panas yang keluar disertai gas hidrogen sulfida (H2S) juga mengandung berbagai macam zat kimia dan logam dengan temperatur awal yang cukup bervariasi. Hal ini diprediksi akan berpengaruh terhadap kekuatan (stabilitas) lapis perkerasan aspal beton pada Jalan Raya Porong. Penelitian dilakukan untuk mengetahui pengaruh variasi temperatur lumpur panas Lapindo dan lama waktu perendaman terhadap nilai stabilitas campuran Laston. Penelitian ini menggunakan 4 variasi temperatur, yaitu 250C, 500C, 750C, dan 1000C dengan 5 variasi waktu perendaman, yaitu 1, 7, 14, 21, dan 28 hari. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa pada setiap perlakuan temperatur perendaman 500C, nilai stabilitas benda uji selalu lebih tinggi dibanding dengan yang pada perendaman 250C, dan terjadi penurunan nilai stabilitas pada skenario 750C serta 1000C. Diketahui pula bahwa benda uji yang direndam pada temperatur 1000C selama 28 hari telah mengalami penurunan nilai stabilitas dari 1456.5 kg (tanpa perendaman) menjadi sebesar 689.1 kg, yang berarti terjadi penurunan lebih dari 50%.Kesimpulan yang diperoleh adalah temperatur dan lama perendaman telah menurunkan nilai stabilitas atau berdampak negatif pada stabilitas LASTON. Kata kunci : jalan, lumpur, LAPINDO, LASTON, perendaman, stabilitas, temperatur
ABSTRACT Lapindo mud volcano that damages part of Surabaya-Malang Toll Road (at KM 38-39), sometimes immerses the pavement of Porong Road, when the barrier seeped out. The hot mud flows with sulfide hydrogen gas (H2S) also contain various chemical and metal materials in a variety of temperature, thus, this will effect on the pavement of Porong Road. This research aims to find the effect of the mud’s initial soaking temperature and soaking time period of LASTON in Lapindo mud volcano to the LASTON stability. This experiment used four variations of initial soaking temperature (25oC, 50oC, 75oC, and 100oC) and five of soaking time period (1, 7, 14, 21, and 28 days). The result from Marshall Testing Machine shows that in each experiment using 50oC initial soaking temperature, the stability of the samples are better than the ones using 25oC initial soaking temperature, and the stability decreases at the initial soaking temperature of 75oC and 100oC. For the samples soaked in the 100oC initial soaking temperature for 28 days, the stability decreases from 1456.5 kg to 689.1 kg, means more than 50% reduction compare to the stability of the un-soaked LASTON samples. Thus, the conclusion is that the initial soaking temperature and soaking time period have negative effects on the stability of LASTON. Keywords : AC, LAPINDO, mud, road, soaking, stability, temperature
JURNAL REKAYASA SIPIL / Volume 3, No.3– 2009 ISSN 1978 – 5658
237
PENDAHULUAN Bencana semburan lumpur panas melalui sumur pengeboran minyak PT. Lapindo Brantas membawa kerugian yang sangat besar. Kerugian ini dirasakan oleh warga sekitar lokasi semburan lumpur panas dalam radius hampir 3 kilometer, PT. Lapindo Brantas sendiri, Pemerintah, serta para pengguna jalan di kawasan Porong, baik tol maupun non tol. Aliran lumpur panas yang keluar dari luapan tanggul atau kebocoran tanggul sering kali merendam Jalan Raya Porong yang merupakan akses utama Pantura. Lumpur panas Lapindo yang keluar disertai gas hidrogen sulfida (H2S) ini mempunyai temperatur awal yang bervariasi dan mengandung berbagai macam senyawa kimia. Diperkirakan hal ini akan berpengaruh pada konstruksi perkerasan yang terendam lumpur. Lapisan permukaan pada konstruksi perkerasan Jalan Raya Porong adalah LASTON, yang merupakan lapisan teratas yang langsung menerima dan menyalurkan beban lalu lintas ke lapisan di bawahnya dan berinteraksi langsung dengan pengaruh luar seperti panas matahari, air hujan, temperatur dan juga lumpur panas pada kajian ini. Aspal sebagai bahan pengikat LASTON merupakan senyawa hidrokarbon yang bersifat termo-plastis sangat rentan terhadap perubahan temperatur dan senyawa kimia yang bersifat korosif. Sehingga dalam kasus terendamnya Jalan Raya Porong tersebut, senyawa-senyawa kimia dan temperatur yang tinggi pada lumpur panas akan berpengaruh terhadap karakteristik dan durabilitas campuran LASTON tersebut. Pada penelitian ini dirumuskan suatu masalah, yaitu “bagaimana pengaruh terendamnya campuran LASTON dengan variasi temperatur dan lama waktu terendamnya dalam lumpur panas Lapindo terhadap karakteristik campuran LASTON?”
TUJUAN Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh variasi temperatur dan lama waktu perendaman lumpur panas Lapindo terhadap stabilitas dan durabilitas campuran LASTON.
Gambar 1. Kondisi Jalan Raya Porong yang Terendam Lumpur Lapindo
TINJAUAN PUSTAKA Lapis Aspal Beton (LASTON) Lapis Aspal Beton (LASTON) merupakan salah satu jenis konstruksi perkerasan lentur yang tersusun dari campuran agregat mineral panas bergradasi rapat dengan aspal panas dari pabrik (Oglesby and Hicks, 1996). Agregat dan aspal dicampur dalam keadaan panas, sehingga biasa disebut sebagai ”hot mix” (campuran panas). LASTON dapat melayani kendaraan berat dengan volume yang tinggi dan dapat segera dilewati setelah penghamparan dan pemadatan selesai. Sesuai fungsinya, Laston dibedakan menjadi: 1. Lapisan aus, dikenal dengan nama AC-WC (Asphalt Concrete-
JURNAL REKAYASA SIPIL / Volume 3, No.3– 2009 ISSN 1978 – 5658
238
Wearing Course), tebal minimum 4 cm. 2. Lapisan pengikat, dikenal dengan nama AC-BC (Asphalt ConcreteBinder Course), tebal minimum 5 cm. 3. Lapisan pondasi, dikenal dengan nama AC-base (Asphalt ConcreteBase) atau ATB (Asphalt-Treated Base), tebal minimum 6 cm. Krebs, et al. (1971) menyatakan bahwa campuran beraspal harus memiliki karakteristik sebagai berikut: 1. Stabilitas: kemampuan lapisan perkerasan menerima beban lalulintas tanpa terjadinya perubahan bentuk seperti gelombang, alur, ataupun bleeding. 2. Durabilitas (keawetan/daya tahan); diperlukan pada lapisan permukaan sehingga lapisan mampu menahan keausan akibat pengaruh cuaca, air, dan perubahan temperatur ataupun keausan akibat gesekan roda kendaraan. 3. Fleksibilitas (kelenturan): kemampuan lapisan untuk untuk berdeforrmasi dan kembali ke posisi semula sebelum lapisan tersebut dibebani, sampai pada batas tertentu dimana deformasi tersebut menjadi plastis, dan kemudian timbul retak apabila pembebanan berulang. 4. Ketahanan Gesekan (skid resistance): kekesatan yang diberikan oleh perkerasan sehingga kendaraan tidak mengalami slip baik di waktu hujan maupun di waktu kering. Kekesatan dinyatakan dengan koefisien gesek antara permukaan jalan dan ban kendaraan.
geologi yang dikenal sebagai Lumpur Vulkanik. Lumpur vulkanik merupakan gunung berapi kecil berbentuk kerucut yang berisi lumpur dan tanah liat. Lumpur vulkanik ini terbentuk dari campuran air panas dan sedimen (lumpur dan tanah liat). Lumpur dan tanah liat itu berasal dari batuan dari magma jauh di dalam tanah yang mengubah air tanah menjadi cairan asam panas yang secara kimia mengubah batuan menjadi lumpur dan tanah liat. Proses keluarnya lumpur vulkanik adalah dengan cara keluar secara perlahan melalui rongga-rongga tanah seperti aliran cairan lava atau terlontar keluar ke udara seperti pancuran cairan lava dengan membawa gas vulkanik dan air mendidih. Penjelasan yang mungkin tentang sebab letusan lumpur vulkanik adalah lapisan lumpur yang tertekan oleh gas yang juga mengandung hidrogen sulfida (H2S), yang tertembus secara vertikal oleh sumur pengeboran gas dari permukaan tanah. Pada 21 Juni 2006, volume lumpur panas yang memancar keluar sekitar 40 ribu m3/hari dan jumlah itu terus bertambah. Ketinggian tanggul penahan luberan di sekitar pusat semburan lumpur panas mencapai 26 meter dan mengalami jebol berulang kali. Kandungan Bahan Anorganik dan Kimia dalam Lumpur Panas Lapindo Kandungan bahan anorganik dan kimia dalam lumpur Lapindo pada setiap lokasi sangat beragam, sehingga penelitian harus dilakukan pada banyak lokasi dengan radius yang berbeda-beda dari pusat semburan lumpur panas. UNDAC (2006) menemukan kandungan anorganik dan logam dalam lumpur Lapindo, sebagaimana diperlihatkan dalam Tabel 1 dan Tabel 2.
Lumpur Lapindo Menurut UNDAC (2006), lumpur panas yang memancar keluar dari dalam tanah merupakan salah satu fenomena
JURNAL REKAYASA SIPIL / Volume 3, No.3– 2009 ISSN 1978 – 5658
239
Tabel 1. Kandungan Bahan Anorganik dalam Lumpur Lapindo Sample name
Cl In mg/l
Mud 2 Cost-Java 13:15 Mud 3+4 Mix Mud 5+5 Mix Soil 7 Soil 8 sumber : UNDAC, 2006
624,9 876,9 1254,8 5,1 7,7
Tabelof metals 2. Kandungan Table AppIV-4b, concentrations in mud Sample 23 Na 26 Mg 7 Li μg/g 9 Be μg/g number mg/g mg/g Detection 0,4 0,2 0,5 0,1 limit - ~ mud 2 44,1 1,1 10,3 10,85 mud 2 48,9 1,0 10,1 10,70 mud 3+4 45,1 0,8 13,0 9,73 mud 3+4 64,2 1,3 14,1 11,27 mud 5+6 65,9 1,1 20,9 12,10 mud 5+6 65,0 1,0 19,4 11,12 soil 7 7,1 0,2 5,4 3,91 soil 8 8,6 0,5 5,6 4,17 Sample number Detection limit - ~ mud 2 mud 2-duplo mud 3+4 mud 3+4-duplo mud 5+6 mud 5+6-duplo soil 7 soil 8
60 Ni μg/g 1,0 19,6 20,5 18,6 22,7 21,7 22,6 7,1 12,5
59 Co μg/g 0,2 14,1 15,3 12,9 14,5 13,9 14,4 13,4 15,3
65 Cu μg/g 1,2 24,2 24,5 15,9 17,4 17,4 17,7 33,1 37,0
NH4 In mg/l 4,48 5,96 6,765 0,051 0,101
NO3 In mg/l 0,000 0,000 0,000 0,006 0,643
SO4 In mg/l 0,224 6,308 17,721 11,023 13,685
PO4 In Conductivity μS/cm mg/l 0,2990 2065 0,0466 2708 0,0218 3766 1,3449 123,2 1,4397 119,9
Bahan Logam dalam Lumpur Lapindo 27 Al mg/g
31 P mg/g
39 K mg/g
44 Ca mg/g
49 Ti μg/g
51 V μg/g
52 Cr μg/g
57 Fe μg/g
55 Mn μg/g
0,02
0,12
0,4
0,3
1
6
2
0,2
8
70,85 70,78 38,78 69,78 76,41 60,44 64,80 69,68
0,45 0,45 0,39 0,40 0,39 0,37 0,44 0,41
8,5 8,8 4,8 9,4 10,0 7,9 0,9 1,1
13,8 14,4 10,3 11,5 11,9 11,8 42,0 41,1
528 573 78 343 448 247 1943 2245
93 99 51 86 91 78 115 130
34 37 25 42 42 40 9 11
41,8 45,6 37,7 43,0 41,8 42,4 39,6 45,1
823 907 720 803 795 835 634 769
66 Zn μg/g 8 82 81 8 78 79 76 67 70
75 Ag2 μg/g 4 5,4 6,8 7,9 7,4 8,6 7,5 3,0 2,0
88 Sr μg/g 2,4 282 283 290 301 361 338 295 289
114 Cd μg/g 0,08
121 Sb μg/g 0,1 0,48 0,45 0,28 0,35 0,41 0,30 0,22 0,21
137 Ba μg/g 2 111,5 110,8 45,5 81,9 96,1 68,7 175,2 185,2
202 Hg μg/g 0,001 14 15 9,9 10 9,4 9,6 20 16
205 Ti µg/g 0,05 0,48 0,41 0,21 0,38 0,40 0,32 0,10 0,09
208 Pb μg/g 0,4 17,8 15,9 13,5 13,5 18,8 13,5 10,9 10,9
Sumber : UNDAC, 2006
Hasil penelitian Badan Pengkajian dan Pengembangan Teknologi (BPPT) juga menemukan bahwa kandungan bahan kimia lumpur yang menyembur di Porong, Sidoarjo, itu antara lain phenol, sejenis alkohol yang sangat mudah terbakar, dan senyawa chlor yang berpotensi menjadi racun jika menjadi gas klorida. Selain itu, terdapat juga logam berat seperti raksa (hg), kromium, kadmium, dan besi. Kandungan sulfur (belerang) yang cukup banyak baik yang berbentuk gas (seperti gas H2S atau hidrogen sulfida) diprediksi akan menimbulkan efek negatif terhadap LASTON. Sifat sulfur itu sendiri pada temperatur dan tekanan biasa memiliki sifat isolator, walaupun penelitian belerang pada tekanan tinggi menunjukkan bukti superkonduktivitas belerang cukup tinggi.
Lain halnya dengan gas H2S (Hidrogen Sulfida/amoniak) yang mudah terbakar yang sangat mungkin mengakibatkan kerusakan pada aspal, karena sifatnya yang korosif. Dua hal yang bertolak belakang ini akan sangat menarik untuk dapat diketahui pengaruhnya terhadap karakteristik campuran LASTON melalui penelitian ini. Temperatur Awal Lumpur Panas Lapindo Dari penelitian di lapangan yang dilakukan oleh berbagai pihak, diketahui bahwa temperatur lumpur Lapindo mencapai 100oC pada pusat semburan dan 70oC pada daerah di luar pusat semburan. Temperatur pada kondisi maksimum yang bisa diterima oleh LASTON yaitu 60oC.
JURNAL REKAYASA SIPIL / Volume 3, No.3– 2009 ISSN 1978 – 5658
240
METODE PENELITIAN Persiapan Peralatan dan Material
Pemeriksaan Material
Analisis Hasil Pemeriksaan Bahan
Pembuatan benda uji menggunakan Kadar Aspal Optimum (KAO) untuk kondisi tidak direndam lumpur panas Lapindo
Pembuatan Benda Uji pada KAO sebanyak 60 Benda Uji untuk Marshall Standar dengan Perlakuan Perendaman dalam Lumpur Panas Lapindo pada temperatur yang telah ditentukan (100, 75, 50, & 25oC) hingga mencapai suhu ruang dan juga sudah terendam dalam lumpur dengan variasi lama perendaman 1, 7, 14, 21, 28 hari
Tes Marshall setelah benda uji terendam lumpur sesuai dengan variasi lama perendaman
Hasil dan Pembahasan
Kesimpulan
Gambar 2. Metode Penelitian ruang) selama variasi lama waktu perendaman 1, 7, 14, 21, dan 28 hari Perendaman Campuran LASTON 3. Tiga benda uji diuji dengan Marshall dalam Lumpur Panas Lapindo Perendaman dilakukan dengan cara Test pada hari ke-1 setelah direndam sebagai berikut : dalam lumpur, lalu tiga benda uji pada 1. 60 benda uji direndam dalam 4 bak hari ke-7, selanjutnya masing-masing (masing-masing 15 benda uji) berisi tiga benda uji pada hari ke-14, 21, dan lumpur panas Lapindo dengan variasi 28. o temperatur awal 100, 75, 50, dan 25 C secara menyeluruh sehingga semua sisi HASIL DAN PEMBAHASAN pada tiap benda uji terendam dalam Penelitian ini menggunakan dua lumpur panas, lalu dibiarkan hingga variabel penjelas yaitu : variasi temperatur temperatur lumpur mencapai awal lumpur panas Lapindo dan variasi temperatur ruang (25oC). lama waktu perendaman. Variabel respon 2. Kemudian benda uji dibiarkan pada penelitian ini adalah stabilitas. terendam lumpur (pada temperatur Analisis data hasil penelitian dilakukan dengan model analisa varian dua arah dan JURNAL REKAYASA SIPIL / Volume 3, No.3– 2009 ISSN 1978 – 5658
241
analisa regresi. Hasil analisis varian pada Tabel 3 menunjukkan Ho ditolak, dimana H0 = Hipotesis yang menyatakan bahwa tidak ada pengaruh variasi temperatur awal lumpur panas Lapindo dan variasi lama waktu perendaman atau interaksi keduanya terhadap karakteristik campuran LASTON. H1 = Hipotesis yang menyatakan ada pengaruh variasi temperatur awal lumpur panas Lapindo dan variasi lama waktu perendaman atau interaksi keduanya terhadap karakteristik campuran LASTON sehingga dapat diketahui bahwa variasi temperatur awal perendaman, lama waktu perendaman, dan interaksi antar keduanya memberikan pengaruh terhadap nilai stabilitas. Sedangkan dari hasil analisa regresi didapatkan persamaan: Y = 1039,508 + 14,540 X + 11,474 Z – 4,30.10-3 XZ – 0,963 X2 – 0,111 Z2
Dimana : Y = Stabilitas X = Lama Waktu Perendaman Z = Temperatur Awal Perendaman. Tabel 3. Hasil Analisis Varian Dua Arah Terhadap Nilai Stabilitas Pengaruh Variasi
Temperatur Awal Perendaman Lama Waktu Perendaman Interaksi A & B Galat Jumlah
Setiap pada temperatur awal perendaman lumpur 50oC, nilai stabilitas benda uji selalu mengalami peningkatan dibanding dengan stabilitas pada temperatur awal perendaman 25oC dan mengalami penurunan stabilitas pada temperatur awal perendaman 75oC dan 100oC. Penurunan stabilitas yang sangat drastis terutama di temperatur awal perendaman 100oC pada hari ke-28. Besarnya penurunan dan perbandingan nilai stabilitas antara benda uji yang direndam dengan yang tidak direndam dalam lumpur panas dinyatakan sebagai Rasio Stabilitas Sisa dengan formula (rumus) sebagai berikut: Rasio Stabilitas Sisa = stabilitas benda uji yang direndam dalam lumpur perendaman x 100% stabilitas benda uji pada kondisi normal (tidak direndam)
Tabel 4. Hasil Nilai Stabilitas Rata-rata dari 3 Benda Uji tiap Perlakuan Temperatur Awal Perendaman
Waktu Rendam
Stabilitas (kg)
Rasio Stabilitas Sisa
Tidak direndam
1456.50
100%
1 Hari
1375.44
94.43%
25
o
1 Hari
1439.36
98.82%
50
o
1 Hari
1211.23
83.16%
75
o
o
C C C
1 Hari
1058.83
72.70%
10 0
7 Hari
1216.84
83.55%
25
o
1302.68
89.44%
50
o
85.74%
75
o
o
C
Derajat Kebebasan (Db)
Jumlah kuadrat (JK)
3
621065.21
207021.74 7 Hari
79.04 1205.67
2.84 82.78%Tolak H0 10
1387801.674
14 Hari 346950.419
1249.66 132.465
85.80%Tolak H0 25
o
14 Hari
1384.90
95.08%
50
o
1238.39
85.03%
75
o
14 Hari
1222.24
83.92%
10 0
o
21 Hari
1081.81
74.27%
25
o
21 Hari
1287.57
88.40%
50
o
21 Hari
1243.82
85.40%
75
o
21 Hari
871.63
59.84%
10 0
o
28 Hari
903.20
62.01%
25
o
28 Hari
1070.01
73.46%
50
o
28 Hari
832.88
57.18%
75
o
28 Hari
689.10
47.31%
10 0
o
4 12 40 60
255083.626 104767.595 82646207.2
1. Hasil Analisis Pengaruh Temperatur Awal Lumpur Panas Lapindo Hasil analisis pengaruh temperatur awal lumpur panas Lapindo terhadap stabilitas benda uji campuran LASTON bisa dilihat pada Tabel 4 dan Gambar 3. Dari grafik terlihat bahwa pengaruh temperatur awal lumpur panas sangat besar terhadap stabilitas campuran LASTON.
7 Hari Rataan Kuadrat (KT)7 Hari
C
21256.969 14 Hari 2619.19
Fhitung
1248.76
8.116
Ftabel
Keterangan
0
2.61 2.00
Tolak H0
JURNAL REKAYASA SIPIL / Volume 3, No.3– 2009 ISSN 1978 – 5658
242
C C C C C C C C C C C C C C C
Hubung an T emperatur Awal P erendaman dg n. R as io S tabilitas S is a 100%
R as io S tabilitas S is a
90%
80% 2
R = 0.4688 70%
60%
50%
40% 0
25
50
75
100
T emp. Awal P erendaman (C )
Gambar 3. Grafik Hubungan Temperatur Awal Perendaman dengan Rasio Stabilitas Sisa
2. Hasil Analisis Pengaruh Lama Waktu Perendaman dalam Lumpur Panas Lapindo Hasil analisis pengaruh lama waktu perendaman dalam lumpur panas lapindo dapat dilihat pula pada Tabel 4 dan Gambar 4. Rasio stabilitas sisa meningkat pada waktu perendaman 7 hari untuk temperatur awal perendaman 75 oC dan 100 oC, dibandingkan pada perendaman 1 hari. Di sini terlihat bahwa pada temperatur yang relatif tinggi atau di atas titik lembek aspal, terjadi reaksi kimia antara aspal dengan kandungan sulfur dalam lumpur panas lapindo. Meskipun diketahui titik leleh sulfur antara 119,3 oC sampai dengan 150 oC (Shell Bitumen
Handbook, 1990). Salah satu kemungkinan penjelasan dari kenaikan rasio stabilitas sisa adalah sebagai berikut, yaitu pada saat perendaman sampai dengan 7 hari, sulfur yang terkandung dalam lumpur panas bereaksi dengan aspal dan meningkatkan penetrasi aspal, yang kemudian meningkatkan rasio stabilitas sisa. Hal ini juga telah dibuktikan pada penelitian terdahulu, yaitu penambahan belerang dalam campuran LASTON, akan meningkatkan Indeks Kekuatan Sisa dari 84,5 % menjadi 85 % (Utama, 2006). Namun untuk perendaman yang lebih lama dari 7 hari, kandungan gas H2S dan zat-zat korosif lainnya dalam lumpur panas lapindo, menurunkan rasio stabilitas sisa.
JURNAL REKAYASA SIPIL / Volume 3, No.3– 2009 ISSN 1978 – 5658
243
Hubung an L ama P erendaman dg n. R as io S tabilitas S is a 100%
R as io S tabilitas S is a
90%
80% 2
R = 0.5951 70%
60%
50%
40% 0
7
14
21
28
L ama P erendaman (hari)
Gambar 4. Grafik Hubungan Lama Perendaman dengan Rasio Stabilitas Sisa
JURNAL REKAYASA SIPIL / Volume 3, No.3– 2009 ISSN 1978 – 5658
244
KESIMPULAN Kesimpulan yang dapat diperoleh dari hasil analisis adalah sebagai berikut: 1. Pengaruh temperatur awal perendaman lumpur panas sangat besar terhadap stabilitas campuran LASTON. Hal ini diperlihatkan pada Gambar 3. Namun terdapat fenomena yang menarik yaitu pada setiap temperatur awal perendaman lumpur 50 oC nilai stabilitas benda uji selalu mengalami peningkatan dibanding dengan stabilitas pada temperatur awal perendaman 25 oC dan mengalami penurunan stabilitas pada temperatur awal perendaman 75 oC dan 100 oC. 2. Lama waktu perendaman juga berpengaruh terhadap nilai stabilitas. Penurunan nilai stabilitas bahkan bisa mencapai lebih dari 50% nilai stabilitas campuran LASTON yang tidak direndam, yaitu pada benda uji yang direndam pada temperatur awal 100 oC selama 28 hari (Gambar 4), nilai stabilitasnya mengalami penurunan dari 1456.50 kg (100%) menjadi sebesar 689.10 kg (47,31%). SARAN Berdasarkan hasil yang diperoleh dari penelitian ini, dapat disarankan beberapa hal terkait penelitian lanjutan dan penanganan jalan yang terendam lumpur lapindo, sebagai berikut: 1. Perlu adanya penelitian lebih lanjut dengan skala penuh struktur perkerasan lentur yang terdiri atas lapis pondasi bawah, lapis pondasi atas, dan lapis permukaan, agar diketahui pengaruh perendaman lumpur tersebut secara menyeluruh. 2. Pembersihan jalan dari rendaman lumpur panas lapindo akibat tanggul bocor atau meluap hendaknya tidak lebih dari 1 hari. Namun bila tidak memungkinkan dapat lebih dari 1 hari tetapi tidak melebihi 7 hari.
DAFTAR PUSTAKA Oglesby, C.H. & Hicks, R.G. (1996). Highway Engineering John Wiley &. Sons, New York, USA. Departemen Pekerjaan Umum. (1987). Petunjuk Pelaksanaan Lapis Aspal Beton (LASTON) Untuk Jalan Raya. Yayasan Badan Penerbit PU, Jakarta. Departemen Pekerjaan Umum. (1990). Metode Pengujian Campuran Aspal dengan Alat Marshall, SK SNI M – 58 – 1990 – 03, Yayasan Badan Penerbit PU, Jakarta. Utama, D. (2006). Pengaruh Penggunaan Belerang pada Campuran Aspal Beton Panas Lapis Permukaan Perkerasan Lentur, Proceeding Simposium IX FSTPT, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia. Krebs, R.D. & Walker, R.D. (1971). Highway Materials, McGrawHill Book Company, New York, USA. Shell Bitumen. (1990). The Shell Bitumen Handbook, Design and Print Partnership Limited, East Molesey, Surrey, United Kingdom. United Nations Disaster Assessment and Coordination (UNDAC). (2006). Environmental Assessment Hot Mud Flow East Java, Indonesia. Final Technical Report United Nations Disaster Assessment and Coordination (UNDAC), Swiss.
JURNAL REKAYASA SIPIL / Volume 3, No.3– 2009 ISSN 1978 – 5658
245