Reka Racana Jurnal Online Institut Teknologi Nasional
© Jurusan Teknik Sipil Itenas | No.x | Vol. Xx Desember 2015
Pengaruh Temperatur Terhadap Penetrasi Aspal Pertamina Dan Aspal Shell TIARA GAVIRARIESA¹, SILVIA SUKIRMAN², RAHMI ZURNI² ¹Mahasiswa, JurusanTeknik Sipil, Itenas ²Dosen, JurusanTeknik Sipil, Itenas Email:
[email protected] ABSTRAK
Di Indonesia aspal Pertamina dan aspal Shell banyak digunakan sebagai bahan pengikat pada campuran beton aspal, sehingga penelitian ini bisa menjadi referensi untuk mengetahui perbedaan kedua aspal terhadap perubahan temperatur. Pengujian sifat fisik aspal pada suhu 25oC, meliputi penetrasi, daktilitas, titik lembek, berat jenis, viskositas, TFOT, titik nyala dan bakar. Pengujian penetrasi aspal dilakukan pada suhu 20oC, 30oC, 35oC. Pengujian benda uji hasil TFOT, meliputi penetrasi dan daktilitas. Penentuan nilai penetrasi Shell lebih kecil dibandingkan aspal Pertamina, hal ini mengindikasikan bahwa aspal Shell lebih keras. Pada suhu 25oC dibandingkan aspal pertamina, Selain itu titik lembek, titik nyala dan titik bakar, berat jenis, titik Nyala dan Bakar aspal Shell lebih tinggi dibandingkan aspal Pertamina. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa aspal Shell kurang sensitif terhadap temperatur dibanding aspal pertamina. Kata Kunci: aspal penetrasi, aspal Shell dan pertamina, temperature
ABSTRACT
Indonesia's Pertamina asphalt and bitumen Shell is widely used as a binder in asphalt concrete mixing, so this study can serve as a reference to determine the best temperature during the mixing process.Testing characteristics of the asphalt at a temperature of 25 oC, include: penetration, ductility, softening point, density, viscosity, TFOT, flash point and fuel. Penetration testing asphalt at a temperature of 20oC, 30oC, 35oC. TFOT specimen testing results at a temperature of 163 oC ± 1, include penetration and ductility. Test results Shell bitumen and asphalt Pertamina Shell asphalt penetration value smaller than Pertamina asphalt, this indicates that the asphalt Shell harder. In addition the results obtained are higher than the softening point asphalt Pertamina, flash point and burning point higher and higher density, Nyala and Fuel point higher than Pertamina asphalt. These results indicate that the asphalt Shell has pengujiuan better value compared to asphalt Pertamina. Keyword: penetration asphalt, asphalt shell and pertamina, temperature RekaRacana - 1
Tiara Gavirariesa, Silvia Sukirman, Rahmi Zurni
1. PENDAHULUAN Pertumbuhan ekonomi dan industri yang bertumbuh dengan pesat, maka berdampak pada peningkatan pergerakan lalu lintas baik orang maupun barang. Kelancaran pergerakan lalu lintas ini sangat dipengaruhi oleh sarana dan prasarana transportasi yang tersedia. Jalan merupakan bagian dari prasarana transportasi di Indonesia yang mempunyai peranan yang sangat penting dalam membantu pertumbuhan dibidang ekonomi, sosial, budaya serta pemerataan dan penyebaran pembangunan di Indonesia. Oleh karena itu perlu dilakukan juga pembangunan jalan baru atau peningkatan jalan lama. Dalam upaya meningkatkan kinerja pelayanan prasarana transportasi dihadapkan dalam beberapa kendala, salah satunya keterbatasan material aspal dibeberapa wilayah di Indonesia dan berdampak pada makin tingginya biaya pembangunan dan rehabilitasi jalan. Material pembentuk perkerasan jalan yaitu aspal dan agregat, dimana 94% - 96% dari berat campuran berisi material agregat, dan sisanya 4% – 6% berisi material aspal. Persentasi aspal cenderung kecil, tetapi aspal mempengaruhi kondisi perkerasan jalan secara keseluruhan. Aspal merupakan material yang bersifat thermoplastis, yaitu akan menjadi cair apabila dipanaskan dan mengeras pada suhu ruangan. Salah satu bahan penyusun dari sebuah perkerasan jalan yang mempunyai fungsi sebagai bahan pengikat dan pengisi rongga yaitu aspal. Kerusakan yang terjadi pada perkerasan diakibatkan oleh pemadatan dan temperatur yang berlebihan atau temperatur yang terlalu dingin dari yang dibutuhkan. Oleh karena itu perlu dikaji kepekaan aspal terhadap temperatur antara dua jenis aspal yang berbeda yaitu aspal produksi Pertamina dan aspal produksi Shell. 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bahan Pengikat Aspal Aspal merupakan campuran dari bitumen dan mineral, yang sering disebut bitumen, hal tersebut disebabkan karena bahan dasar utama dari aspal adalah bitumen. Aspal atau bitumen merupakan material yang berwarna hitam kecoklatan yang bersifat viskoelastis sehingga akan melunak dan mencair bila mendapat cukup pemanasan dan sebaliknya. Sifat viskoelastis inilah yang membuat aspal dapat menyelimuti dan menahan agregat tetap pada tempatnya selama proses produksi dan masa pelayanannya. Aspal merupakan hasil terakhir dari hasil penyulingan minyak bumi yang tidak dapat menguap lagi. Pada proses penyulingan tersebut dihasilkan aspal dengan sifat-sifat khususnya yang cocok untuk pemakaian yang khusus pula, seperti untuk pembuatan campuran beraspal, pelindung atap dan penggunaan khusus lainnya. Aspal merupakan unsur hidrokarbon yang sangat kompleks, sangat sukar untuk memisahkan molekul-molekul yang membentuk aspal tersebut. Disamping itu setiap sumber minyak bumi menghasilkan komposisi molekul yang beragam. Komposisi aspal terdiri dari asphaltene dan maltene. Asphaltene sebagai filler merupakan material berwarna hitam atau coklat tua yang tidak larut dalam heptane. Maltenes larut dalam heptane, heptane merupakan material cairan kental yang terdiri dari resin dan oil. Resin merupakan prapolimer yang memiliki plastisitas tinggi, berwarna kuning atau coklat yang memberikan sifat adhesi dari aspal, RekaRacana - 2
Pengaruh Temperatur Terhadap PenetrasiI Aspal Pertamina Dan Aspal Shell
merupakan bagian yang mudah hilang atau berkurang selama masa pelayanan jalan. Oil yang berwarna lebih muda merupakan media dari asphaltene dan resin. Maltenes merupakan komposisi yang mudah berubah sesuai perubahan temperatur dan umur pelayanan. Proporsi dari asphaltene, resin, dan oil berbeda-beda tergantung dari banyak faktor seperti kemungkinan beroksidasi, proses pembuatannya, dan ketebalan lapisan aspal dalam campuran. Bagian komposisi aspal dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Komposisi Aspal (Sumber: Sukirman, S., 2012)
Aspal yang akan dipergunakan adalah aspal yang memenuhi persyaratan spesifikasi Kementrian Pekerjaan Umum,2010 revisi 3. Pengujian yang dilakukan meliputi penetrasi , daktilitas, tititk Lembek, berat jenis, viskositas, titik nyala dan titik bakar dan TFOT. 2.2 Kepekaan Terhadap Temperatur Aspal sebagai salah satu perkerasan lentur harus memiliki kemampuan yang baik dalam menjalankan fungsinya, salah satu penyebab menurunnya kekuatan pada perkerasan lentur adalah proses penuaan bitumennya. Proses penuaan aspal sangat dipengaruhi oleh suhu. Sifat rheologi aspal menentukan kepekaan aspal untuk mengeras dan rapuh, yang akan mengurangi daya kohesinya. Kohesi adalah daya ikat aspal yang berasal dari daya lekatnya, sehingga mampu memelihara tekanan kontak antar butir agregat. Daya kohesi ditentukan oleh perubahan viskositas akibat temperatur, efek dari waktu dan umur aspal. Salah satu sifat aspal adalah termoplastis, berarti akan menjadi keras atau lebih kental jika temperatur berkurang dan akan lunak atau lebih cair jika temperatur bertambah. Sifat ini dinamakan kepekaan terhadap perubahan temperatur. Kepekaan terhadap temperatur dari setiap hasil produksi aspal berbeda-beda tergantung dari asalnya walaupun aspal tersebut mempunyai jenis yang sama. 3. Metode Penelitian 3.1 Rencana Kerja Sebelum penelitian dilakukan, terlebih dahulu dilakukan penyusunan rencana kerja dan persiapan bahan, hal ini dimaksudkan untuk mempermudah pelaksanaan penelitian. Setelah melakukan persiapan bahan, dilakukan pembuatan dan pemeriksaan aspal shell dan aspal pertamina.
RekaRacana - 3
Tiara Gavirariesa, Silvia Sukirman, Rahmi Zurni
Gambar 2 Diagram Alir Penelitian
RekaRacana - 4
Pengaruh Temperatur Terhadap PenetrasiI Aspal Pertamina Dan Aspal Shell
4. Pengolahan dan Analisis Data 4.1 Hasil Pengujian Penetrasi Nilai penetrasi merupakan dalamnya jarum dengan ukuran tertentu pada suhu tertentu, dan beban tertentu masuk kedalam aspal (dalam satuan 0,1 mm). Penetrasi yang dilakukan terhadap aspal Shell dan aspal Pertamina Pen 60. Hasil pengujian penetrasi dapat dilihat pada Tabel 1 dan Gambar 3.
Tabel 1. Data Hasil Pengujian Penetrasi aspal Shell dan Pertamina
Penetrasi sebelum TFOT Suhu (oC) 20 25 30 35
Penetrasi setelah TFOT
Aspal Shell
Aspal Pertamina
Aspal Shell
Aspal Pertamina
Rata-rata 43,8 64,7 78 84,7
Rata-rata 43,8 65,4 78,7 84,7
Rata-rata 52,5 55,9 76,7 82,1
Rata-rata 51,5 55,5 76,3 81,9
Spesifikasi 60-70 60-70 60-70 60-70
Tabel 1. menunjukan bahwa nilai penetrasi aspal Shell dan Pertamina memenuhi spesifikasi Bina Marga 2003 gambar 3. Menggambarkan nilai penetrasi sesuai suhu pengujian.
Gambar 3. Data Hasil Pengujian Penetrasi aspal Shell dan Pertamina
Nilai penetrasi pada Gambar 3. hasil pengujian yang diperoleh antara aspal Shell dan aspal Pertamina pada suhu 25° diperoleh nilai penetrasi yang memenuhi spesifikasi aspal Pen 60, sedangkan pada suhu 20° nilai penetrasi lebih kecil. Pada suhu yang lebih tinggi 30° - 35° nilai penetrasi aspal Shell maupun aspal Pertamina lebih besar atau terjadi perubahan. 4.2 Hasil Pengujian Titik Lembek Hasil pengujian titik lembek dapat dilihat pada Tabel 2 dan Gambar 4.
RekaRacana - 5
Tiara Gavirariesa, Silvia Sukirman, Rahmi Zurni
Tabel 2. Data Hasil Pengujian Titik Lembek aspal Shell dan aspal Pertamina
Sampel I II III Jumlah rata-rata
Titik Lembek (°C) Aspal Pen 60 Shell Pertamina Spesifikasi 54 51 ≥48 54 51 ≥48 55 53 ≥48 163 155 ≥48 54,3 51,7 ≥48
Tabel 2. menunjukan data nilai pengujian Titik Lembek aspal Shell lebih besar dari pengujian titik lembek aspal Pertamina
Gambar 4. Data Hasil Pengujian Titik Lembek aspal Shell dan aspal Pertamina
Gambar 4 terlihat bahwa aspal Shell dan aspal Pertamina memenuhi spesifikasi pengujian aspal Pen 60. Titik Lembek aspal Shell lebih besar dibanding aspal pertamina. Nilai kepekaan aspal pertamina yang lebih besar dimungkinkan karena aspal pertamina memiliki kepekaan terhadap suhu yang lebih besar. 4.3 Hasil Pengujian Berat Jenis Hasil pengujian Berat jenis dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Data Hasil Pengujian Berat Jenis aspal Shell dan aspal Pertamina
Berat Jenis Sampel
Aspal Pen 60 Shell
Pertamina
Spesifikasi
I
1,054
1,028
≥1
II
1,065
1,033
≥1
III
1,046
1,030
≥1
rata-rata
1,055
1,030
≥1
RekaRacana - 6
Pengaruh Temperatur Terhadap PenetrasiI Aspal Pertamina Dan Aspal Shell
Pengujian Berat Jenis aspal Shell dan Pertamina memenuhi Spesifikasi, bisa dilihat pada Gambar 4.
Gambar 5. Hubungan Perbandingan Berat Jenis aspal Shell dan aspal Pertamina
Gambar 5. terlihat hasil pengujian sampel 1 sampai sampel 3 menunjukkan nilai berat jenis aspal pertamina maupun aspal Shell yang memenuhi spesifikasi pengujian aspal Pen 60. Dari hasil pengujian aspal Pertamina memiliki nilai berat jenis lebih kecil dari aspal Shell. Hal ini dimungkinkan dari komposisi aspal Pertamina yang lebih banyak mengandung minyak. Hal tersebut didukung oleh nilai TFOT aspal Pertamina yang memiliki nilai kehilangan yang lebih besar. 4.4 Hasil Pengujian Viskositas Kinematik Hasil pengujian viskositas kinematik dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Data Hasil Pengujian Viskositas aspal Shell dan aspal Pertamina
Viskositas Shell
Pertamina
rata-rata (cst)
rata-rata (cst)
120
656.33
585.33
140
499
471.33
160
201.67
193.33
180
125.67
88.67
Pembacaan Suhu °C
Dari Tabel 5. kemudian dibuat grafik untuk menentukan suhu pemadatan dan suhu campuran.
RekaRacana - 7
Tiara Gavirariesa, Silvia Sukirman, Rahmi Zurni
ASPAL SHELL dan ASPAL PERTAMINA
100 200
1000
VISKOSITAS (CST)
100 100
200 Shell campuran
10
pemadatan Pertamina
151
1 120
130
140
150
160 170 164 152SUHU (°C)168
180
190
200
Gambar 6. hubungan perbandingan viskositas antara suhu aspal Shell dan suhu aspal Pertamina
Dari Gambar 6. Suhu campuran dan suhu pemadatan antara aspal Shell dan aspal Pertamina dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. data suhu campuran dan pemadatan
Suhu
Shell
Pertamina
Campuran
168°C
164°C
Pemadatan
152°C
151°C
Dari Tabel 6. Diperoleh data suhu campuran dan pemadatan antara aspal Shell dan aspal Pertamina. 4.5 Hasil Pengujian Daktilitas Daktilitas adalah nilai keelastisan aspal, yang diukur dari jarak terpanjang dari cetakan berisi aspal padat. Hasil pengujian daktilitas dapat dilihat pada Tabel 7 dan Gambar 6. Tabel 7. Data Hasil Pengujian Daktilitas aspal Shell dan Pertamina
Daktilitas Sampel
Sebelum TFOT
Setelah TFOT
Spesifikasi
Shell
Pertamina
Shell
Pertamina
I
150cm
150cm
150cm
150cm
≥ 100cm
II
150cm
150cm
150cm
150cm
≥ 100cm
III
150cm
150cm
150cm
150cm
≥ 100cm
Hasil pengujian Daktilitas pada Tabel 7. menunjukan aspal Shell dan Pertamina memiliki nilai daktilitas yang sama.
RekaRacana - 8
Pengaruh Temperatur Terhadap PenetrasiI Aspal Pertamina Dan Aspal Shell
Gambar 7. Hubungan Perbandingan Daktilitas aspal Shell dan aspal Pertamina
Gambar 7. menunjukkan nilai plastisitas aspal Shell dan aspal Pertamina memiliki nilai plastisitas yang baik. Hal ini terlihat dari nilai Daktilitas aspal Shell dan aspal Pertamina yang memiliki nilai yang sama besar dan sesuai dengan spesifikasi pengujian aspal pen 60. 4.6 Hasil pengujian Titik Nyala/Bakar Pengujian titik nyala dan titik bakar yang dimaksudkan untuk mengetahui suhu dimana aspal mulai menyala, dan suhu dimana aspla mulai terbakar. Hasil pengujian titik nyala dan titik bakar dapat dilihat pada Tabel 8 dan Gambar 7 Tabel 8. Data Hasil Pengujian Titik Nyala/Bakar
Titik Nyala/Bakar Aspal Pekerjaan
Suhu (°C) Shell
Pertamina
Spesifikasi
Titik Nyala
282
244
≥232
Titik Bakar
286
246
≥232
Dari Tabel 8 menunjukan pengujian Titik Nyala dan Titik bakar aspal Shell dan aspal Pertamina.
Gambar 8. Hubungan Perbandingan Nilai Titik Nyala aspal Shell dan aspal Pertamina
RekaRacana - 9
Tiara Gavirariesa, Silvia Sukirman, Rahmi Zurni
Gambar 9. Hubungan Perbandingan Nilai Titik Bakar aspal Shell dan aspal Pertamina
Gambar 7. dan 8 menunjukkan nilai Titik Nyala aspal Shell lebih kecil dari aspal Pertamina, begitupun pada pengujian Titik Bakar aspal Shell memperoleh nilai yang lebih kecil dibandingkan aspal Pertamina. Hal tersebut dimungkinkan bahwa aspal Shell memiliki kepekaan terhadap suhu yang lebih besar dibanding aspal Pertamina. 4.7 Hasil Pengujian Kehilangan Berat (TFOT) Pengujian kehilangan berat yang dimaksudkan untuk mengetahui penurunan berat aspal padat dengan cara pemanasan dan tebal tertentu, yang dinyatakan dalam persen berat semula. Hasil pengujian kehilangan berat dapat dilihat pada Tabel 8 dan Gambar 9. Tabel 9. Data Hasil Pengujian TFOT Aspal Shell dan Pertamina Pada Suhu 163±1
Kehilangan Berat Aspal TFOT (%) Sampel
Aspal Pen 60
I
Shell 0,1
Pertamina 0,2
Spesifikasi ≤0,8
II
0,1
0,2
≤0,8
III
0,1
0,1
≤0,8
Jumlah
0,3
0,5
≤0,8
Rata-rata
0,1
0,17
≤0,8
Dari Tabel 9. menunjukan bahwa data hasil pengujian TFOT aspal Shell dan Pertamina memasuki Spesifikasi.
RekaRacana - 10
Pengaruh Temperatur Terhadap PenetrasiI Aspal Pertamina Dan Aspal Shell
Gambar 10. Hubungan Perbandingan Kehilangan Berat aspal Shell dan Pertamina
Dari Gambar 10. Terlihat bahwa nilai TFOT aspal Pertamina pada suhu 163±1 memiliki nilai kehilangan berat yang lebih besar disbanding aspal Shell. Besarnya kehilangan berat (TFOT) yang dimiliki aspal Pertamina dimungkinkan karena adanya zat yang dimiliki aspal Pertamina lebih banyak mengandung minyak maupun zat cair yang mudah menguap. 4.8 Indek Penetrasi Perhitungan Indek Penetrasi penentuan pengukuran kepekaan aspal terhadap suhu. Contoh perhitungan indek penetrasi aspal shell dan pertamina
IPShell
IPPertamina
(
)
(
)
(
)
(
)
= 4,95
= 4,62
Hasil dari perhitungan didapat nilai Indek Penetrasi antara aspal Shell dan Pertamina. 5. Kesimpulan Hasil pengujian dan analisis terhadap hasil pemeriksaan bahan aspal Shell dan aspal Pertamina disimpulkan Dari Pemeriksaan aspal shell dan hasil pengujian aspal pertamina memenuhi persyaratan aspal pen 60-70. Dari pemeriksaan aspal Shell dan aspal Pertamina, hasil yang didapat adalah nilai penetrasi aspal Shell lebih kecil dibandingkan aspal Pertamina, hal ini mengindikasikan bahwa aspal Shell lebih keras. Selain itu hasil yang diperoleh adalah titik lembek lebih tinggi dibandingkan aspal Pertamina, titik nyala dan titik bakar lebih tinggi, dan berat jenis lebih tinggi, titik Nyala dan Bakar lebih tinggi dibandingkan aspal Pertamina.Titik nyala aspal Pertamina lebih kecil dibandingkan aspal Shell, hal ini menunjukkan bahwa aspal pertamina memerlukan waktu yang lebih sedikit pada proses pemanasan aspal. Pengujian daktilitas setelah Thin Film Oven Test (TFOT), aspal tersebut memilik sifat kohesi yang lebih baik daripada daktilitas sebelum Thin Film Oven Test (TFOT), dimana hasil pengujian daktilitas setelah Thin Film Oven Test (TFOT) tidak putus atau lebih elastis. Pengujian Viskositas antara aspal Shell dan aspal Pertamina mendapatkan suhu pemadatan dan suhu RekaRacana - 11
Tiara Gavirariesa, Silvia Sukirman, Rahmi Zurni
campuran yang sama. Indek Penetrasi antara aspal Shell dan aspal Pertamina didapat 4,95 dan 4,62. . DAFTAR RUJUKAN Departemen Pekerjaan Umum, (2010), Kementerian Pekerjaan Umum, Direktorat Jenderal Bina Marga, “Spesifikasi Umum Perkerasan Aspal Revisi 3”. Sukirman, S., (2012), " Panduan Praktikum Material Perkerasan Jalan", Institut Teknologi Nasional, Bandung.
RekaRacana - 12