PENGARUH SUHU PEMADATAN TERHADAP STABILITAS CAMPURAN ASPAL BETON PADA AGREGAT BERGRADASI MENERUS MENGGUNAKAN SERAT SELULOSA Oleh : Romaynoor Ismy Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa pengaruh suhu pemadatan terhadap stabilitas dan flow pada campuran aspal beton dengan menggunakan 0,3% serat selulosa terhadap berat aspal beton campuran panas. Pemakaian Serat selulosa sebagai bahan tambahan dimaksudkan karena dapat meningkatkan stabilitas dan dapat memperbaiki kelemahan yang terdapat pada campuran aspal beton bergradasi menerus yang sering digunakan di Indonesia sehingga dapat meningkatkan kualitas dan mutu dari suatu campuran aspal beton. Material yang digunakan terdiri dari Serat selulosa sebagai bahan tambahan yang diperoleh dari PT. Saranaraya Reka Cipta (Jakarta), agregat batu pecah dan filler berupa debu batu dari Desa Lampisang (Jl. Banda Aceh – Medan Km. 37,5) serta aspal semen Penetrasi 60/70 yang tersedia di Laboratorium Transportasi Fakultas Teknik Universitas Syiah Kuala. Penelitian ini dimulai dari persiapan material, pencampuran dan pengujian Marshall yang dilakukan dalam dua tahap yaitu untuk mendapatkan kadar aspal optimum dan batasan suhu pemadatan. Dari penelitian di laboratorium maka dapat disimpulkan bahwa variasu suhu pemadatan mempengaruhi stabilitas dan flow yang dihasilkan oleh campuran aspal beton yang menggunakan agregat bergradasi menerus dan 0,3% serat selulosa sebagai bahan tambahan. Kata Kunci : Suhu Pemadatan, Pengujian Marshall, Stabilitas dan Flow
I.
PENDAHULUAN Dalam perkembangannya, jaringan transportasi jalan mengalami peningkatan volume kenderaan yang sangat pesat dengan karakteristik beban yang berbeda. Hal ini membutuhkan dukungan konstruksi perkerasan yang baik sehingga suatu konstruksi jalan rnemiliki nilai stabilitas yang tinggi di sarnping keamanan dan kenyamanan dalam berkendara serta penggunaan material yang efisien dan ekonomis. Penggunaan serat selulosa sebagai bahan tambahan pada suatu campuran aspal beton rnerupakan jalan keluar yang sesuai karena selain meningkatkan stabilitas juga mempunyai beberapa kelebihan yang bermanfaat dalam mengatasi masalah yang dihadapi suatu konstruksi perkerasan jalan. Pengawasan terhadap pelaksanaan di lapangan juga harus diperhatikan karena sangat mempengaruhi kualitas dan mutu serta kestabilan dari suatu konstruksi perkerasan jalan. Suhu pemadatan rnerupakan salah satu faktor yang mempengaruhi mutu suatu
Variasi, ISSN:2085-Volume 3 Nomor 8 Oktober 2011
campuran aspal beton. Siswosoebroto (1997) menyatakan bahwa suhu pemadatan merupakan parameter yang harus diperhatikan selama pelaksanaan di lapangan, mengingat suhu pemadatan akan menentukan tingkat kepadatan suatu perkerasan jalan yang selanjutnya akan menentukan tingkat stabilitasnya. Pengontrolan terhadap suhu pemadatan harus dilakukan sejak campuran tersebut keluar dari tempat pencampuran AMP (Asphalt Mixing Plant) sampai saat penghamparan dan pemadatan di lapangan. Penurunan suhu terhadap penghamparan dan pemadatan menyebabkan mutu campuran aspal akan menurun (Siswoesoebroto. 1997). Sukirman (1992) menyatakan bahwa suhu pemadatan yang dipergunakan pada pemadatan aspal beton campuran panas adalah 1250C dan harus sudah selesai pada temperatur diatas 800C. Pada penelitian ini penulis bertujuan untuk menganalisa pengaruh suhu pemadatan terhadap stabilitas dan flow serta hal- 81
mendapatkan batasan suhu pemadatan suatu campuran aspal beton pada agregat bergradasi menerus dengan menggunakan 0,3% serat selulosa sebagai bahan tarnbahan untuk rnendapatkan parameter Marshall yang ideal. Jenis aspal yang digunakan adalah aspal semen penetrasi 60/70 yang tersedia di Laboratorium Transportasi Fakultas Teknik Unsyiah. Agregat diperoleh dari mesin pemecah batu (stone crusher) yang berlokasi di Desa Lampisang (Jl. Banda Aceh - Medan Km.37,5). Serat selulosa diperoleh dan PT. Saranaraya Reka Cipta, Jakarta. Bahan pengisi (filler) yang digunakan adalah debu batu yang diperoleh dari hasil lolos saringan pada agregat yg digunakan. Anonym (l992) rnenjelaskan bahwa penggunaan 0,3% serat selulosa terhadap berat aspal beton carnpuran panas sebagai bahan tambahan akan meningkatkan kekentalan dari aspal sehingga dapat rnengatasi terjadinya kelelehan plastis (flow), bleeding setelah penghamparan, drain out aspal dan segragasi di AMP, diatas truk ataupun sewaktu penghamparan di lapangan. Penggunaan serat selulosa tersebut juga dapat meningkatkan daya lekat aspal terhadap agregat serta menaikkan titik lembek (softening point) aspal, sehingga dapat bertahan pada panasnya permukaan jalan yang menyerap energi panas pada siang hari. Pada penelitian ini campuran aspal beton menggunakan 0,3% serat selulosa terhadap berat aspal beton campuran panas sebagai bahan tambahan pada agregat bergradasi menerus yang disebut juga gradasi rapat (dense graded). Suhu pemadatan divariasikan dari l500C-750C dengan interval 150C dan suhu pencampuran yang digunakan adalah l600C - l800C. Dari hasil penelitian di laboratorium Transportasi Fakultas Teknik Universitas Syiah Kuala, untuk campuran aspal beton bergradasi menerus dengan menggunakan 0,3% serat selulosa sebagai bahan tambahan dengan variasi kadar aspal 4,5% ; 5,0% ; 5,5% ; 6,0% dan 6,5% didapat kadar aspal optimum 5,225%, dengan nilai stabilitas 2116,02 kg, flow 3,25 mm, berat volume (density) 2,38
Variasi, ISSN:2085-Volume 3 Nomor 8 Oktober 2011
gr/cm3, rongga dalam campuran sebesar 3,41% dan rongga terisi aspal sebesar 69,09%. Pada pengujian Marshall untuk mendapatkan batasan suhu pemadatan dengan variasi suhu 1500c-1350c ; 1350c-1200c ; 1200c-1050c ; 1050c-900c dan 900c-750c pada kadar aspal 5,225% didapat suhu pemadatan minimum 82,50C dan suhu pemadatan maksimum 142,50C, dengan nilai stabilitas antara 2104.1 kg - 2329,2 kg, flow antara 3,20 mm - 3,60 mm, berat volume (density) antara 2,387 gr/cm3 - 2,379 gr/cm3, rongga dalam campuran (voids in rnix) antara 3,14% - 3,45% dan rongga terisi aspal (voids filled biturnen) antara 69,00% - 69,23%. Berdasarkan penelitian disimpulkan bahwa variasi suhu pemadatan mempengaruhi nilai stabilitas dan flow yang dihasilkan, dimana semakin tinggi suhu pemadatan maka semakin besar pula nilai stabilitasnya dan nilai flow rendah, demikian pula sebaliknya. Pemakaian 0.3% serat selulosa sebagai bahan tambahan pada suatu campuran aspal beton akan meningkatkan stabilitas dengan berlipat ganda. II.
TINJAUAN KEPUSTAKAAN Pada bab ini dikemukakan berbagai teori yang dikutip dari beberapa literatur berkaitan dengan penelitian yang dilaksanakan. 2.1. Agregat Agregat merupakan komponen utama dari lapisan perkerasan, dimana mengandung 90% - 95% agregat berdasarkan persentase berat dan 75% - 85% agregat berdasarkan persentase volume (Sukirman, 1992). Agregat kasar dan agregat halus adalah agregat yang dipergunakan pada campuran aspal beton. Menurut Dairi (1995) agregat kasar adalah agregat yang tertahan saringan no.8 dan agregat halus adalah agregat yang lolos saringan no.8 dan tertahan saringan no.200. Agregat kasar berfungsi memberi kekuatan pada campuran. Agregat halus berfungsi sebagai pengisi ruang antar butir agregat kasar sehingga rneningkatkan stabilitas campuran karena terjadi penguncian antar agregat. Menurut Krebs dan Walker (l97l)
hal- 82
agregat yang paling ideal untuk campuran aspal adalah agregat yang memiliki ukuran dan gradasi yang baik, kuat, keras, bersudutsudut, berbentuk kubus, memiliki porositas rendah, permukaan yang bersih, kasar dan tidak mengikat air (hidrophobic). 2.1.1. Gradasi Agregat Gradasi agregat rnerupakan hal yang penting dalam menentukan stabiltas suatu perkerasan. Gradasi agregat mempengaruhi besarnya rongga antar butir, kadar aspal dan akan menentukan stabilitas serta kemudahan proses pelaksanaan. Sukirman (1992) menyatakan bahwa gradasi agregat dibedakan atas : a. Gradasi seragam (uniform graded), yaitu agregat dengan ukuran yang hampir sama dan mengandung agregat halus yang sedikit jumlahnya sehingga tidak mengisi ruang antar agregat. Gradasi ini menghasilkan lapisan perkerasan dengan sifat permeabilitas tinggi dan stabilitas kurang. b. Gradasi rapat (dense graded), yaitu berimbangnya campuran agregat kasar dan agregat halus sehingga akan menghasilkan lapisan perkerasan dengan stabilitas tinggi, kedap air dan berat volume besar. c. Gradasi jelek (poorly graded), yaitu campuran agregat dimana agregat halus cenderung lebih banyak dibandingkan dengan agregat kasar sehingga menghasilkan stabilitas yang cukup rendah. Gradasi agregat merupakan distribusi partikel-partikel agregat berdasarkan ukuran dan merupakan hal yang penting dalarn menentukan stabilitas perkerasan. Tabel 2.1 Spesifikasi Gradasi Agregat Aspal Beton Bergradasi Menerus Saringan 1 ½” 1” ¾” ½”
Ukuran (mm) 38,100 25,400 19,100 12,700
Persen lolos 100 85 – 100 -
Variasi, ISSN:2085-Volume 3 Nomor 8 Oktober 2011
3/8” 9,520 No.4 4,760 No.8 2,360 No.30 0,599 No.50 0,279 No.100 0,149 No.200 0,074 Sumber : Balitbang PU
65 – 85 45 – 65 34 – 64 20 – 35 20 – 35 10 – 18 5 - 10
2.1.2. Sifat Fisis Agregat Agregat dengan kualitas dan sifat yang baik sangat dibutuhkan untuk lapisan permukaan. Tabel 2.2 Persyaratan Sifat Fisis Agregat No. Sifat – Sifat Fisis Syarat 1 Berat jenis agregat > 2,50 Penyerapan < 3% berat 2 Berat isi agregat > 1,00 kg/dm3 3 Pelapukan < 12% berat (Soundness) 4 Kelekatan agregat > 95% luas terhadap aspal 5 Keausan < 40% berat Sumber : AASHTO (1990) Anonym (1977) menjelaskan bahwa persyaratan sifat fisis agregat untuk indeks kepipihan dan kelonjongan adalah < 25% berat. a. Berat jenis dan penyerapan agregat Agregat dengan berat jenis kecil mempunyai volume yang besar sehingga membutuhkan jumlah aspal yang banyak. Nilai berat jenis yang disarankan adalah > 2,50 dan penyerapan < 3% berat. Untuk penyerapan agregat hanya dilakukan pada agregat kasar karena nilai berat jenis agregat kasar dan halus tidak jauh berbeda. Sukirman (1992) menyatakan bahwa berat jenis agregat adalah perbandingan antara volume agregat dan berat volume air. Pemeriksaan terhadap berat jenis agregat dapat dilakukan dengan 3 cara : a. Berat jenis (bulk spesific gravity)
BJ b
Bk Bj Ba hal- 83
b. Berat jenis kering permukaan jenuh (saturated suturated surface dry spesifific gravity).
BJ s
Bj Bj Ba
c. Berat jenis semu (apparent spesific gravity)
Bk BJ a Bk Ba d. Penyerapan (absorpsi)
Bj Bk Bk
b. Berat isi agregat Sukirrnan (l992) menyatakan bahwa perbandingan berat agregat dengan isi wadah adalah berat isi agregat. Semakin besar berat isi agregat akan menghasilkan stabilitas yang tinggi serta dapat memberikan rongga antar butiran yang kecil. bahwa berat isi agregat tidak boleh lebih kecil dari 1 kg/dm3. Berat isi agregat didapat persamaan : Berat isi agregat :
W V
mengetahui daya adhesi dari batuan yang dipakai terhadap aspal, yang dipengaruhi oleh sifat mekanis dan sifat kimiawi dari agregat. Kelekatan agregat terhadap aspal dalarn persentase luas permukaan tertutup aspal yang nilainya > 95% luas. e. Keausan Sukirman (1992) menyatakan bahwa ketahanan agregat terhadap kehancuran (degradasi) diperiksa dengan percobaan abrasi menggunakan mesin Los Angeles. Untuk bahan perkerasan pada lapisan permukaan nilai atrrasi adalah < 40% berat. Pada nilai abrasi > 40% menunjukkan agregat tidak rnempunyai kekerasan yang cukup untuk digunakan sebagai bahan lapisan perkerasan. Perneriksaan untuk keausan agregat dihitung dengan persamaan : Keausan =
ab x 100% a
Dimana : a = berat benda uji awal (gr) b = berat benda uji tertahan saringan no.12 (gr)
Dimana : W = berat benda uji (kg) V = isi wadah (dm3) c. Pelapukan Sukirrnan (1992) menjelaskan bahwa ketahanan agregat terhadap pelapukan (soundness) diuji rnelalui percobaan soundness dengan menggunakan larutan Magnesium sulfat (Mg2SO4). Keawetan agregat untuk lapisan permukaan menunjukkan daya tahan agregat terhadap pengaruh cuaca. Nilai pelapukan (soundness) adalah < 12% dan dihitung dengan : Nilai soundness =
Kehilangan berat x 100% berat awal
d. Kelekatan agregat terhadap aspal Menurut Sukirman (1992) kelekatan agregat terhadap aspal dilakukan secara manual dengan memperhitungkan berapa persen luas agregat yang terselimuti aspal dan dilihat secara visual. Nilai ini ditujukan untuk
Variasi, ISSN:2085-Volume 3 Nomor 8 Oktober 2011
f. Indeks kepipihan dan kelonjongan Indeks kepipihan adalah berat total agregat yang lolos slot dibagi dengan total agregat yang tertahan pada ukuran nominal tertentu. Agregat berbentuk pipih rnenurut Sukirman (1992) adalah agregat yang lebih tipis dari 0,6 kali diameter rata-rata. Agregat berbentuk pipih akan lebih mudah pecah pada waktu pencampuran, pemadatan ataupun akibat beban lalu lintas. Pemeriksaannya dihitung dengan persarnaan :
berat butir yang pipih x 100% berat total sampel lndeks kelonjongan adalah perbandingan dalam persen dari berat agregat lonjong yang tertahan saringan no.12 terhadap berat total. Agregat berbentuk lonjong menurut Sukirman (1992) akan menghasilkan agregat saling bersentuhan dengan luas bidang kontak yang besar sehingga menghasilkan daya penguncian yang hal- 84
besar pula dan tidak mudah tergelincir. Untuk pemeriksaan indeks kelonjongan ukuran yang diisyatatkan adalah ukuran terpanjang lebih besar dari 1,8 kali diameter rata-rata. Pemeriksaannya dihitung dengan persamaan :
berat butir yang lonjong x 100% berat total sampel Besar indeks kepipihan dan indeks kelonjongan adalah tidak boleh lebih besar dan 25% berat. 2.2 Aspal Krebs dan Walker (1971) mendefinisikan aspal adalah suatu bahan pengikat yang berwarna hitam atau coklat tua. berbentuk padat atau semi padat, dimana unsur utamanya adalah bitumen yang tcrjadi secara alami atau diperoleh dari hasil penyulingan minyak bumi. Sukirman (1992) menyatakan bahwa aspal yang dipergunakan dalam konstruksi perkerasan jalan rnempunyai fungsi untuk : 1. Bahan pengikat, mengikat antara aspal dan agregat serta antar aspal itu sendiri ; 2. Bahan pengisi, mengisi rongga antar butir dan pori yang ada pada agregat. Oleh karena itu maka aspal haruslah mempunyai daya tahan terhadap cuaca, mernpunyai adhesi dan kohesi yang baik serta memberikan sifat elastis yang baik. Pengelompokkan aspal keras dapat dilakukan berdasarkan nilai penetrasi pada suhu 250C ataupun berdasarkan nilai viskositasnya, Di Indonesia aspal keras biasanya dibedakan berdasarkan nilai penetrasi (tingkat kekerasan aspal) yaitu AC pen 40/50, AC pen 60/70, AC pen 80/100, AC pen 120/150 dan AC pen 200/300. Aspal keras berbentuk padat pada temperatur ruang (250C - 300C). Aspal keras dengan penetrasi rendah digunakan didaerah yang bercuaca panas atau lalu lintas dengan volume tinggi, sedangkan aspal keras dengan penetrasi tinggi digunakan untuk daerah bercuaca dingin atau lalu lintas dengan volume rendah. Tabel 2.3 Persyaratan Sifat Fisis AC pen 60/70
Variasi, ISSN:2085-Volume 3 Nomor 8 Oktober 2011
No. 1 2 3 4 5
Sifat – Sifat Fisis Aspal Berat Jenis Penetrasi (0.1 mm) Titik lembek Daktilitas Titik nyala dan titik bakar 6 Keletakan aspal terhadap agregat Sumber : AASHTO (1990)
Syarat > 1,00 60 – 79 49 ºC – 58 ºC > 100 cm > 225 ºC > 95% luas
a. Berat jenis aspal Sukirman (1992) mendefinisikan berat jenis aspal sebagai perbandingan berat volume aspal dan berat volume air suling pada suhu 250C. Untuk menganalisa campuran aspal dan agregat diperlukan berat jenis aspal. Berat jenis =
CA ( B A) (1) C )
Dimana : A = berat piknometer dengan tutup (gr) B = berat piknometer berisi air (gr) C = berat piknometer berisi aspal (gr) D = berat piknometer berisi aspal + air (gr) b. Penetrasi aspal Sukirrnan (1992) menyatakan bahwa nilai penetrasi aspal menentukan tingkat kekerasan yang dimiliki aspal pada suhu 250C. Aspal yang digunakan pada daerah panas mempunyai nilai penetrasi lebih rendah dibandingkan aspal untuk daerah dingin. c. Titik lembek aspal Sukirman (1992) rnenjelaskan bahwa aspal mernpunyai nilai batas kekakuan yang disebut dengan titik lembek atau lunak aspal. Titik lembek merupakan temperatur dimana aspal rnulai rnenjadi lunak dan dapat mulai menyelimuti agregat pada proses pencampuran. Walaupun aspal mempunyai nilai penetrasi yang sama namun nilai titik lembek aspal tidak sama. Titik lernbek aspal bervariasi antara 300C sampai 2000C. d. Daktilitas aspal
hal- 85
Menurut Sukirrnan (1992) nilai daktilitas aspal menunjukkan besarnya kohesi yang dimiliki aspal tersebut. Sifat kohesi aspal merupakan kemampuan aspal untuk mempertahankan agregat tetap pada tempatnya. Dengan bertambahnya temperatur akan mengakibatkan aspal menjadi cair sehingga kemampuan aspal mengikat agregat menjadi berkurang. Pemadatan campuran sangat dipengaruhi oleh kepekaan aspal terhadap temperatur. 2.3. Bahan Pengisi (filler) Soedarsono (1985) menjelaskan bahwa material yang dipadatkan dengan baik pada distribusi butiran yang ideal adalah dimana butiran halus (pengisi) mampu mengisi ruang kosong yang ada dalam campuran dalarn batas yang ditentukan, maka akan terjadi ikatan yang lebih baik dalam campuran tersebut. Persentase bahan pengisi yang akan digunakan tidak boleh melebihi 10% dari campuran keseluruhan sesuai dengan spesifikasi Bina Marga. Bahan pengisi (filler) merupakan bahan yang biasanya dianggap sebagai bahan tambahan. Bahan pengisi (filler) mempunyai peranan penting dalam membentuk kekuatan campuran, dimana fungsinya antara lain : - Memperluas bidang kontak antar butir ; - Memperkecil rongga-rongga agregat ; - Membentuk spesi yang kuat bersamasama dengan aspal. 2.4. Serat Selulosa Bahan kimia yang akan digunakan adalah Serat Selulosa CF-31500 yang diperoleh dari PT. Saranaraya Reka Cipta Jakarta. Serat ini berwarna abu-abu dengan panjangnya < 5000 mikron. Berat jenis 0,212 dan ph = 7,5 ± l. Anonym (l992) menyatakan bahwa penggunaan 0,3 % serat selulosa (SS) terhadap berat aspal beton campuran panas sebagai bahan tambahan akan menghasilkan suatu campuran aspal beton yang tahan panas dan akan meningkatkan kekentalan aspal sehingga dapat mengatasi terjadinya flow, bleeding setelah penghamparan, retak,
Variasi, ISSN:2085-Volume 3 Nomor 8 Oktober 2011
pelapukan dan deformasi akibat ternperatur dan dapat meningkatkan umur jalan > 70% 90%. Anonym (l992) menjelaskan bahwa beberapa sifat fisis daripada serat selulosa (SS) yang merupakan persyaratan utama sehingga dapat digunakan sebagai bahan tambahan pada aspal beton campuran panas adalah : a. Mudah terdistribusi secara merata dalam campuran kering aspal beton campuran panas pada temperatur 1600C - 1700C ; b. Dapat dipisahkan (diekstraksi kernbali) dari aspal beton campuran panas ; c. Tahan terhadap pemanasan sampai dengan 2500C yaitu selama waktu pencampuran dalam AMP ; d. Dengan kadar 0,3% terhadap berat aspal beton campuran panas dapat meningkatkan ketahanan aspal terhadap temperatur atau titik lembek aspal menjadi > 550C ; e. Tahan terhadap asam dan alkali ; f. Mempunyai kadar air sebesar 4% dan kadar organik 85% ; g. Berat isi gembur sebesar 30 gr/lt. 2.5. Pencampuran Aspal Dengan Agregat Sukirman (1992) rnenyatakan bahwa jika agregat dicampurkan dengan aspal maka : 1. Partikel-partikel antar agregat akan terikat satu sama lain oleh aspal ; 2. Rongga-rongga agregat antar butir yang ada terisi aspal dan ada yang terisi udara ; 3. Terdapat rongga antara butiran yang terisi udara ; 4. Terdapat lapisan aspal yang ketebalannya tergantung dari kadar aspal yang dipergunakan untuk menyelimuti partikel-partikel agregat. Campuran aspal dengan gradasi agregat dan kadar aspal yang telah direncanakan haruslah memenuhi beberapa syarat. yaitu : a. Stabilitas, yaitu kemampuan lapisan perkerasan menerima beban lalu lintas tanpa terjadinya perubahan bentuk (bergelombang atau beralur) ;
hal- 86
b. Fleksibilitas (kelenturan) yaitu kemampuan lapisan rnengikuti deformasi yang terjadi akibat beban lalu lintas tanpa timbulnya retak dan perubahan bentuk ; c. Durabilitas, yaitu kemampuan lapisan terhadap keausan akibat pengaruh cuaca dan keausan akibat gesekan roda kenderaan ; d. Skid resistance, yaitu tingkat kelicinan permukaan perkerasan pada saat kondisi basah ; e. Kemudahan pelaksanaan (workability), yaitu kemudahan pelaksanaan suatu campuran untuk dihamparkan dan dipadatkan sehingga diperoleh hasil yang memenuhi kepadatan yang diharapkan. Persentase pencampuran aspal dan agregat dalarn suatu campuran yang digunakan bervariasi, hal ini dikarenakan untuk mendapatkan kadar aspal optimum pada suatu campuran. Kadar aspal optirnum untuk lapisan AC bergradasi menerus berkisar 5% sampai 7% dari berat total campuran O'Flaherty (1988) mengutip dari Use Asphalt Institute untuk hot mix design kriteria bahwa persentase aspal terhadap total campuran berkisar 3% sampai 5% untuk seluruh kondisi lalu lintas. Sedangkan Gerber dan Hoel (1988) mengutip dari ASTM bahwa kandungan aspal berkisar 3,5% sampai l2% dari campuran keseluruhan dan tergantung pada agregat yang digunakan. 2.6. Suhu Pemadatan Suhu pemadatan merupakan suatu parameter yang selama pelaksanaan di lapangan harus diperhatikan mengingat suhu pemadatan akan sangat menentukan tingkat kepadatan suatu bahan perkerasan. Mutu dari campuran aspal akan menurun jika terjadi penurunan suhu terhadap penghamparan dan pemadatan (Siswoesoebroto, 1997). Suhu pemadatan yang dipergunakan pada pemadatan aspal beton campuran panas adalah l250C dan harus sudah selesai pada temperatur diatas 800C (Sukirman, 1992). Menurut Siswosoebroto (1997) pada suhu pemadatan yang tinggi, aspal akan lebih
Variasi, ISSN:2085-Volume 3 Nomor 8 Oktober 2011
mudah mencair dan masuk diantara rongga antara agregat dengan lebih sempurna rnenjadikan pelumas untuk rnenempatkan agregat pada ruang kosong yang akhirnya menghasilkarr nilai stabilitas yarrg baik. 2.7. Percobaan Marshall Karakteristik kekuatan campuran aspal beton dapat diperiksa dengan menggunakan alat pemeriksaan Marshall. Anonym (1979) menyatakan bahwa keuntungan rnenggunakan metode Marshall adalah sebagai berikut : 1. Mudah dibawa dan disesuaikan dengan alat stabilitas lain ; 2. Sangat sederhana dan memberikan hasil yang cukup seksama dan dianggap merupakan suatu metode yang baik ; 3. Dapat digunakan untuk mengecek sejumlah campuran, khususnya contoh campuran yang diarnbil langsung dari Asphalt Mixing Plant (AMP). Pemeriksaan yang berpedoman dengan spesifikasi percobaan Marshall untuk lalu lintas sedang ini dimaksudkan untuk menentukan stabilitas (ketahanan) terhadap kelelehan plastis (f1ow) dari campuran aspal. Kelelehan plastis adalah keadaan perubahan bentuk suatu campuran aspal yang terjadi suatu beban sampai batas runtuh. Stabilitas, kelelehan plastis, berat volume (density), rongga dalarn campuran, rongga terisi aspal, dan Marshall quotient adalah merupakan parameter kekuatan Marshal campuran aspal. Tabel 2.5 Spesifikasi Hasil Percobaan Marshall Untuk Lalu Lintas Sedang No. Pengujian Nilai 1 Stabilitas > 500 kg 2 Flow 2 – 4 mm 3 Density > 2 gr/cm3 4 VIM 3% - 7% 5 VFB 65% - 85% 6 Maeshall Quotient 1,8 – 5 Kn/mm Sumber : AASHTO, 1990 a. Stabilitas Pemeriksaan dengan menggunakan : hal- 87
Bagian dari pori agregat yang terisi aspal adalah merupakan definisi dari pada voids fillesd bitumen atau rongga terisi aspal.
S=pxqxr Dimana : S = Nilai stabilitas P = Kalibrasi alat Marshall q = pembacaan dial stabilitas r = koreksi benda uji
m = 100 x )i/I) dimana : m = rongga terisi aspal i = (b x g) / Bj aspal b = persen aspal terhadap campuran g = berat volume l = persen rongga terhadap agregat = (100 – j) ;
Alat Marshall menggunakan nilai kalibrasi sebesar 12,139 dan nilai koreksi benda uji. b. Berat Volume (density) Didefinisikan sebagai perbandingan berat dengan volume benda uji. G = c/f Dimana : g = berat volume (gr/cm3) c = berat (gr) f = volume (cm3) c. Voids in mix (VIM) Merupakan bagian ruang kosong dari seluruh campuran yang merupakan perbandingan volume sampel yang dipadatkan dan dinyatakan dalam persen.
g h
n = 100 – 100
dimana : n = rongga dalam campuran g = berat volume (density) h = berat jenis maksimum teoritis =
100 (% agregat + % filler / Bjagregat + aspal / Bj aspal + % SS / Bj SS
Dimana : SS adalah serat selusa
d. Voids Filled Bitumen (VFB)
Variasi, ISSN:2085-Volume 3 Nomor 8 Oktober 2011
j
= (1000 – b) x g Bj agregat
e. Marshall Quotient Pada penelitian ini tidak dilakukan pembahasan mengenai nilai Marshall quotient. Marshall quoient adalah suatu perbandingan antara nilai stabilitas dan flow. III.
METODE PENELITIAN Pada penelitian ini dilakukan beberapa tahap penyelidikan yang berkaitan antara satu dengan yang lainnya, selain itu juga diadakan pengujian Marshall terhadap aspal beton campuran panas bergradasi menerus dengan menggunakan 0,3% serat selulosa terhadap berat aspal beton campuran panas sebagai bahan tambahan dengan variasi kadar aspal 4,5% ; 5,0% : 5,5% ; 6,0% dan 6,5%, diharapkan untuk mendapatkan kadar aspal optimum dengan stabilitas dan flow yang baik sesuai dengan spesifikasi percobaan Marshall untuk lalu lintas sedang pada suhu pencampuran l60oC180oC dan suhu pemadatan pada 120oC130oC. Kemudian dilanjutkan dengan pengujian Marshall pada kadar aspal optirnum terhadap aspal beton campuran panas tersebut dengan variasi suhu pemadatan dari 150oC - 75oC dengan interval l5oC untuk rnendapatkan batasan suhu pemadatan dengan stabilitas dan flow yang baik sesuai dengan spesifikasi percobaan Marshall untuk lalu lintas sedang. Semua
hal- 88
material diperiksa sifat fisisnya sebelum proses pencampuran. Kekuatan dari campuran sangat bergantung dari sifat material dan gradasi yang digunakan. Adapun pelaksanaan penelitian yang dilakukan adalah : 1. Persiapan dan penyediaan material dan alat yang diperlukan ; 2. Pengujian awal terhadap material yang akan dipakai yaitu agregat, filler dan aspal ; 3. Menghitung persen campuran tahap I yaitu campuran dengan variasi kadar aspal; a. Melakukan proses pencampuran (pembuatan benda uji) dengan variasi kadar aspal ; b. Melakukan pemadatan pada suhu 120oC -130o C ; c. Pengujian Marshall terhadap benda uji untuk mendapatkan kadar aspal optimurn. 4. Menghitung persen campuran tahap ll yaitu campuran dengan variasi suhu pemadatan pada kadar aspal optimum. a. Melakukan pembuatan benda uji dengan kadar aspal optimum. b. Melakukan pemadatan pada variasi suhu mulai dari 150oC s/d 75oC dengan interval 15oC, c. Pengujian Marshall terhadap benda uji untuk rnendapatkan batasan suhu pemadatan. 3.1. Material Dan Peralatan Bahan tambahan yang digunakan adalah serat selulosa yang diperoleh dari PT. Saranaraya Reka Cipta (Jakarta), aspal semen penetrasi 60/70 yang tersedia pada laboratorium Transportasi F'akultas Teknik Universitas Syiah Kuala, agregat diperoleh dari mesin pemecah batu (stone crusher) di Desa Lampisang (Jl. Banda Aceh - Medan Km.37,5) dan bahan pengisi (filler) berupa debu batu yang diperoleh dari agregat yg digunakan. Peralatan yang digunakan pada penelitian ini adalah yang tersedia pada laboratorium Transportasi Fakultas Teknik Universitas Syiah Kuala.
Variasi, ISSN:2085-Volume 3 Nomor 8 Oktober 2011
3.2. Data Pemeriksaan yang dilakukan berupa pemeriksaan gradasi agregat, sifat fisis agregat, sifat fisis aspal, sifat fisis campuran aspal dengan 0,3% serat selulosa dan percobaan Marshall. Data yang diperlukan pada penelitian ini meliputi data primer data sekunder. 3.2.1. Data Primer Data primer adalah data yang diperlukan sebagai pendukung utama. Data ini diperoleh dari hasil pengamatan atau pemeriksaan yang dilakukan di laboratorium. Pemeriksaan tersebut rneliputi pemeriksaan gradasi agregat, sifat fisis agregat. sifat fisis aspal, sifat fisis campuran aspal dengan 0,3% serat selulosa dan percobaan Marshall. 3.2.2. Data Sekunder Data sekunder adalah data pendukung dari data primer. Data tersebut dapat berupa spesifikasi campuran, angka koreksi benda uji, angka kalibrasi alat pengujian, peta lokasi pengambilan agregat dan lain sebagainya. Data tersebut diperoleh melalui instansi terkait, studi literatur dan lain-lain. 3.3.1. Metode Pengumpulan Data Pengumpulan data diawali dengan pemeriksaan dari material yang telah dikurnpulkan berupa agregat, filler, aspal. Selanjutnya dilakukan proses pencampuran dan diakhiri dengan dilakukannya percobaan Marshall untuk mendapatkan kadar aspal optimum dan batasan suhu pemadatan. Campuran aspal beton direncanakan dengan menggunakan 0,3% serat selulosa sebagai bahan tambahan terhadap berat aspal beton campuran panas dengan variasi kadar aspal 4,5% ; 5,0% ; 5,5% ; 6,0% dan 6,5% terhadap berat total campuran aspal beton. Selanjutnya dengan kadar aspal optimum dibuat benda uji dan dilakukan pengujian Marshall dengan variasi suhu pemadatan dari l50oC - 75 oC. 3.3.1. Pemeriksaan Sifat Fisis Agregat
hal- 89
l. Pemeriksaan berat jenis dan penyerapan Pemeriksaan ini berpedoman kepada ketentuan AASHTO T-85-74 yang bertujuan untuk menentukan berat jenis (bulk spesitic gravity), berat jenis kering permukaan jenuh (SSD), berat jenis semu (appearand spesific gravity) dan penyerapan (absorbsi). Peralatan yang digunakan adalah keranjang kawat yang berukuran diameter lubang 3,55 mm, berkapasitas 5 kg, saringan ukuran l9,l mm dan saringan no.4, tirnbangan dan oven. 2. Pemeriksaan berat isi agregat Pemeriksaan ini berpedornan kepada ketentuan AASHTO T-19-74 yang bertujuan untuk mengetahui perbandingan berat agregat dengan isi wadah. Perneriksaan ini dilakukan dengan tiga cara yaitu berat isi lepas, berat isi goyangan dan berat isi penusukan, Peralatan yang digunakan adalah wadah baja selinder berdiarneter 149,6 mm, tinggi 175 mm, tongkat pemadat sepanjang 60 cm, timbangan dan oven. 3. Pemeriksaan keausan agregat (abrasi) Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk mengetahui ketahanan agregat terhadap penghancuran (abrasi) dengan menggunakan mesin Los Angeles yang berpedornan pada AASHTO T-96-74. Alat yang digunakan adalah mesin Los Angeles yang terdiri dari selinder baja tertutup pada kedua sisinya berdiameter 71 cm dan panjang 50 cm, bola-bola baja berdiameter 4,68 cm dengan berat antara 390 - 445 gram, timbangan, oven dan saringan ukuran l9,l mm, 13,2 mm, 9,52 mm dan 1,7 mm (no.l2). 4. Pemeriksaan indeks kepipihan dan kelonjongan Pemeriksaan ini berpedoman kepada ketentuan dari Material For Asphalt pavement (Japan International Cooperation Agency,1977) yang bertujuan untuk mengetahui persentase agregat yang berbentuk pipih dan lonjong. Alat yang digunakan adalah saringan ukuran l9,l mm dan 13,2 mm, timbangan, elongation gange (alat
Variasi, ISSN:2085-Volume 3 Nomor 8 Oktober 2011
pengukur indeks kelonjongan) dan flaxiness gange (alat pengukur indeks kepipihan). 5. Pemeriksaan kelekatan agregat terhadap aspal Pemeriksaan ini bertujuan untuk menentukan persentase luas permukaan batuan yang terselimuti oleh aspal terhadap keseluruhan luas permukaan dengan nilai batas yang disyaratkan minirnum 95%, berpedoman pada AASHTO T-182-82. Alat yang dipergunakan adalah wadah untuk mengaduk aspal dan agregat, timbangan, pisau, pengaduk, gelas pengaduk berkapasitas 600 ml, saringan 13,2 mm dan 9,5 mm, termometer logam dan air suling. 6. Pemeriksaan pelapukan (soundness) Pemeriksaan ini berpedoman kepada ketentuan AASHTO T-104-77 yang bertujuan untuk memeriksa keawetan agregat menggunakan larutan Magnesium sulfat (Mg2SO4). Keawetan agegat didapat dengan rnembandingkan kehilangan berat setelah direndam dalam larutan Mg2SO4 terhadap berat semula, Alat yang digunakan adalah Saringan ukuran 13,2 mm dan 9,5 mm, gelas perendaman, magnesium sulfat (Mg2SO4), oven dan timbangan. 3.3.2. Pemeriksaan Gradasi Pemeriksaan ini bertujuan untuk menentukan pembagian butir (gradasi) agregat halus dan agregat kasar yang dilakukan dengan menggunakan satu set saringan. Pada penelitian ini disesuaikan dengan spesifikasi gradasi agregat aspal beton bergradasi menerus atau disebut juga dengan gradasi rapat (dense graded). Dari hasil pemeriksaan didapat suatu grafik lengkung yang merupakan hubungan antara persen agregat yang lolos dengan diameter saringan. Benda uji yang digunakan yaitu agregat sebanyak 5 kg yang telah dioven pada suhu 110oC sampai berat tetap dan kemudian didinginkan pada suatu ruang. Agregat
hal- 90
disaring dengan menggunakan satu sel saringan yang di susun mulai dari saringan dengan ukuran l9,l mm (3/4") ; 9,52 mm (3/8") ; 4,76 mm (no.4); 2,36 mm (no.8) , 0,599 mm (no.30) ; 0,279 mm (no.50) ; 0,149 mm (no.l00) ; 0,074 mm (no.200). 3.3.3. Pemeriksaan Sifat Fisis Aspal a. Pemeriksaan berat jenis Pemeriksaan ini berpedoman kepada ketentuan AASHTO T-226-668 yang bertujuan untuk mengetahui berat jenis aspal keras dengan piknometer. Peralatan yang digunakan adalah piknometer, bak perendam, bejana gelas dan timbangan. Benda uji yang digunakan adalah aspal yang telah dipanaskan hingga mencair pada suhu 110oC. b. Pemeriksaan penetrasi Pemeriksaan ini berpedornan kepada ketentuan AASHTO T-49-68 yang bertujuan untuk mengetahui tingkat kekerasan yang dimiliki aspal pada suhu 25oC dengan menusukkan jarum penetrasi dengan ukuran tertentu, beban dan waktu tertentu. Alat yang digunakan adalah penetrometer yang dapat menggerakkan jarum, pemegang jarum seberat 47,5 gram, pemberat dengan berat 50 gram, cawan logam, bak perendam, pengukur waktu, termometer dan es. Benda uji yang digunakan adalah aspal yang telah dipanaskan tidak lebih dari 110oC, dituangkan ke dalam cawan logam dan didinginkan pada suhu ruang selama 30 menit. c. Pemeriksaan titik lembek Pemeriksaan ini berpedoman kepada ketentuan AASHTO T-53-81 yang dimaksudkan untuk rnengetahui temperatur pada saat aspal mulai menjadi lunak yang umumnya berkisar antara 30oC - 200oC. Titik lembek yaitu suhu dirnana bola baja dengan berat tertentu mendesak turun suatu lapisan aspal yang tertahan dalam cincin ukuran tertentu sehingga aspal rnenyentuh plat dasar yang terletak dibawah cincin dengan tinggi tertentu akibat kecepatan pemanasan tertentu. Alat yang digunakan adalah cincin kuningan, bola baja berdiameter 9,53 mm dan
Variasi, ISSN:2085-Volume 3 Nomor 8 Oktober 2011
berat 3,45 gram, posisi benda uji lengkap dengan pengarah bola baja dan plat dasar, bejana gelas tahan panas, termometer dan es. d. Pemeriksaan daktilitas Pemeriksaan ini berpedoman kepada ketentuan AASHTO T-51-74 yang bertujuan untuk rnengetahui sifat kohesi yang dimiliki aspal yang diperiksa pada suhu 25oC dengan kecepatan 5 cm/menit. Peralatan yang digunakan adalah termometer, cetakan daktilitas, bak perendarn isi l0 liter, mesin daktilitas, gemuk aspal dan es. Benda uji yang digunakan adalah aspal sebanyak 100 gram yang telah dipanaskan hingga cair. 3.3.4. Pemeriksaan Sifat Fisis Campuran Aspal Dengan Serat Selulosa Pengujian sifat fisis campuran aspal dengan Serat selulosa dilakukan sama dengan pengujian sifat fisis aspal tanpa dicampur dengan Serat selulosa. Pemeriksaan pada campuran aspal dengan 0,3% serat selulosa ini meliputi pemeriksaan berat jenis, penetrasi, daktilitas, titik lembek dan pemeriksaan terhadap kelekatan campuran aspal. 3.3.5. Perencanaan Campuran (mix design) Pada penelitian ini perencanaan campuran dilakukan dalam dua, yaitu : Tahap I Perencanaan campuran dengan 5 variasi kandungan aspal 4,5% ; 5% : 5,5% ; 6,0% dan 6,5% dari berat tolal carnpuran aspal beton pada suhu pernadatan 120oC 130oC. Pada tahap ini didapatkan kadar aspal optimum. Benda uji yang digunakan pada tahap ini adalah l5 buah yaitu masing-masing 3 benda uji untuk 5 variasi kadar aspal. Suhu pencampuran yang digunakan pada penelitian ini adalah 160oC - l80oC. -
Tahap II Perencanaan campuran dengan menggunakan kadar aspal optimum yang didapatkan pada tahap I yang kemudian dilanjutkan dengan pemadatan benda uji yang dilakukan dengan lima variasi suhu -
hal- 91
pemadatan dari (75-90) oC, (90-l05) oC, (105l20) oC, (120- 135) oC dan (135- l50)oC. Pada tahap ini didapatkan batasan suhu pemadatan pada suhu pencampuran 160 oC 180 oC. Jenis gradasi yang digunakan di dalam penelitian ini adalah gradasi menerus (dense graded). 3.3.6. Pembuatan Benda Uji Benda uji yang digunakan berupa mold silinder berdiameter 10 cm dan tinggi 7,5 crn. Pemadatan benda uji dilakukan dengan alat penumbuk standar seberat l0 pon (4,536 kg) dan tinggi jatuh l8 inci (45,7 cm) dengan kecepatan tetap 50 tumbukan/menit sebanyak 100 tumbukan, sesuai dengan kriteria untuk lalu lintas sedang. dimana 50 tumbukan untuk lapisan atas dan 50 tumbukan untuk lapisan bawah dan benda uji. Dalam penelitian ini benda uji yang dibuat sebanyak 3 buah untuk setiap persen aspal terhadap campuran dengan menggunakan 0,3% serat selulosa terhadap berat aspal beton campuran panas sebagai bahan tambahan, dimana kadar aspal dimulai dari 4,5% : 5,0% ; 5,5% ; 6,0% dan 6,5% dari berat total campuran pada suhu pemadatan 120 oC - 130 oC serta suhu pencampuran 160oC - 180oC, sehingga berjumlah l5 benda uji dan kemudian dengan menggunakan pengujian Marshall dan analisa regresi maka didapatkan kadar aspal optimum. Setelah itu dilakukan lagi pengujian Marshall serta analisa regresi untuk mendapatkan batasan suhu pemadatan pada suhu pencampuran 160oC -180oC dimana pada kadar aspal optimum dibuat 3 benda uji untuk 5 variasi suhu pemadatan dari (75oC - 90oC), (90oC -105 oC), (105oC –l10oC), (120oC -135oC) dan (135oC -150oC) sehingga berjumlah 15 benda uji. Jadi benda uji yang dipergunakan pada penelitian ini adalah sebanyak 30 benda uji. 3.3.7. Percobaan Marshall Pemeriksaan yang dilakukan dengan percobaan Marshall ini bertujuan untuk menentukan ketahanan (stabilitas) terhadap kelelehan plastis (flow) dari campuran aspal
Variasi, ISSN:2085-Volume 3 Nomor 8 Oktober 2011
dengan berpedoman kepada ketentuan AASHTO T-245-74. Percobaan Marshall ini meliputi pemeriksaan terhadap stabilitas, flow serta perhitungan terhadap nilai density, voids in mix (VIM), dan voids filled bitumen (VFB). Dari hasil evaluasi nilai dan analisa regresi maka diperoleh kadar aspal optimum dan batasan suhu pemadatan. Alat yang digunakan adalah mold berdiameter 10 cm dengan tinggi 7,5 mm, alat penumbuk standar seberat l0 pon dan tinggi jatuh 18 inci, ejector, alat uji Marshall lengkap dengan dial stabilitas dan flow, bak perendam (Waterbath), termometer, jangka sorong, timbangan dan oven. Pada penelitian ini untuk pengujian Marshall dilakukan 2 tahapan, yaitu: a. Tahap I Benda uji direncanakan berdasarkan variasi kadar aspal yang digunakan yaitu 4,5% ; 5,0% ; 5,5% ; 6,0% dan 6,5% dengan menggunakan 0,3% serat selulosa sebagai bahan tambahan untuk mendapatkan kadar aspal optimum. b. Tahap II Pada tahap ini proses pengujian Marshall yang dilakukan sama seperti pada tahap I, tetapi benda uji yang direncanakan adalah berdasarkan kadar aspal optimum yang didapat dari hasil pengujian pada tahap l, yang mana pada proses pemadatan akan dilakukan dengan 5 variasi suhu pemadatan yaitu (75oC -90oC), (90oC -105oC), (105oC -120oC), (120oC -135oC) dan (135oC 150oC). Suhu pemadatan divariasikan dengan interval l5oC karena diasumsikan bahwa penurunan suhu pada proses pemadatan benda uji di laboratonum dari awal hingga selesai pemadatan adalah tidak lebih dari l5oC. 3.4. Metode Analisa Data Beberapa tahapan analisa data dengan menggunakan analisa regresi untuk penentuan kadar aspal optimum dan batasan suhu pemadatan. Analisa regresi merupakan salah satu analisa statistik yang mampu
hal- 92
mendekatkan hasil perhitungan data dengan keadaan yang sebenarnya. Dari data pengujian Marshall diperoleh data yang dapat diplot pada suatu sumbu dalarn bentuk titik antara koordinat kadar aspal dan salah satu perameter campuran aspal. Uraian pekerjaan yang dipergunakan untuk menganalisa bentuk hubungan dua variabel seperti diatas dengan menggunakan analisa regresi adalah dari data yang diperoleh dapat ditarik suatu salib sumbu dari kadar aspal sebagai variabel bebas (dependent variabel) dalam penelitian ini parameter Marshall sebagai variabel terikat sedangkan kadar aspal diplot pada sumbu x. Dari hasil analisis regresi kedua hubungan diatas maka diperoleh kadar aspal optimum. Batasan suhu pemadatan dari hasil analisa regresi diperoleh dengan menepatkan variasi suhu pemadatan sebagai variabel bebas pada sumbu x dan parameter Marshall sebagai variabel terikat pada sumbu y. Regresi non linear polinom pangkat dua adalah merupakan regresi yang paling sesuai digunakan untuk analisis data yang menginginkan garis lengkung dalam pengambilan nilai optimum dari suatu masalah. Persamaan regresi non linear polinom pangkat dua mempunyai bentuk :
Batasan suhu pemadatan diperoleh dari percobaan Marshall serta analisa regresi pada kadar aspal optirnum dengan variasi suhu pemadatan antara 150oC - 75oC dengan interval 15oC. Nilai batasan suhu pemadatan diperoleh dari hasil evaluasi parameter Marshall dan analisa regresi, yaitu : nilai Stabilitas, flow, berat isi benda uji, rongga dalam campuran (voids in mix), rongga terisi aspal (voids filled bitumen) dan variasi suhu pemadatan. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Hasil pemeriksaan yang disajikan rneliputi hal-hal yang mendukung penelitian. 4.1.1. Hasil Pemeriksaan Sifat Fisis Agregat Dari hasil penelitian diperoleh beberapa hasil yang dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 4.1 Hasil Pemeriksaan Sifat Fisis Agregat N o. 1. 2. 3. 4.
Y = a0 + a1x + a2x2 Persamaan dapat ditulis dalam bentuk :
n xi ci 2 xi xi2 xi3
3.4.1. Penentuan Kadar Aspal Optimum Nilai kadar aspal optimum diperoleh dari evaluasi hasil pengujian Marshall dan analisa regresi yang meliputi stabilitas, flow, berat isi benda uji (density), rongga dalam campuran dan rongga aspal serta variasi kadar aspal dari 4,5% ; 5,0% ; 5,5% ; 6,0% dan 6,5%. Kadar aspal optimum merupakan kadar aspal yang mewakili seluruh parameter Marshall. 3.4.2. Penentuan Batasan Suhu Pemadatan
Variasi, ISSN:2085-Volume 3 Nomor 8 Oktober 2011
5. 6.
Sifat Fisis Berat jenis agregat Penyerapan Berat isi agregat Pelapukan (soundness) Keletakan agregat terhadap aspal Keausan (abrasi) Indeks kepipihan dan kelonjongan
Hasil 2,769 1,442% berat 1,367 kg/dm3 1,8% berat 98% luas 10,790% berat 9,750% dan 29,578%
4.1.2. Hasil Pemeriksaan Sifat Fisis Aspal Hasil Pemeriksaan dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 4.2 Hasil Pemeriksaan Sifat Fisis AC pen 60/70 hal- 93
No. 1. 2. 3. 4. 5.
Sifat – Sifat Fisis Aspal Berat jenis Penetrasi (0,1 mm) Titik lembek Daktilitas Kelekatan aspal terhadap agregat
Hasil 1.035 69.778 49.5ºC >145 cm >95% luas
4.1.2. Hasil Pemeriksaan Gradasi Agregat Hasil pemeriksaan gradasi atau pembagian butir agregat : Tabel 4.3 Hasil Pemeriksaan Gradasi Ukuran Persen Lolos Saringan (mm) Hasil 1 ½” 38.1 1” 25.4 100 ¾ 19.1 92.5 ½” 12.7 3/8” 9.52 75.0 No.4 4.76 55.0 No.8 2.36 49.0 No.30 0.599 27.5 No.50 0.279 21.0 No.100 0.149 14.0 No.200 0.074 7.5 4.1.4
Hasil Pemeriksaan Sifat Fisis Campuran Aspal Dengan Serat Selulosa Pemeriksaan sifat Fisis campuran aspal dengan 0,3% serat selulosa (SS) terhadap berat aspal beton campuran panas sebagai bahan tambahan adalah : Tabel 4.4 Hasil Pemeriksaan Campuran Aspal No. 1. 2. 3. 4. 5.
4.1.5
Sifat – Sifat Fisis Aspal Berat jenis Penetrasi (0,1 mm) Titik lembek Daktilitas Kelekatan aspal terhadap agregat
Hasil 1,026 70,00 57,15ºC 122,667 cm >95% luas
Hasil Percobaan Mashall Untuk Campuran Aspal Beton Variasi Kadar
Variasi, ISSN:2085-Volume 3 Nomor 8 Oktober 2011
Aspal Tabel 4.5 Hasil percobaan Marshall campuran aspal beton dengan variasi kadar aspal No . 1. 2. 3. 4. 5.
Kadar Aspal (%) 4,5 5,0 5,5 6,0 6,5
Stabilita s (kg) 1425,5 1956,8 2331,3 1737,9 1380,3
Flow (mm ) 3,6 3,3 3,2 3,5 4,1
Density (gr/dm3 ) 2,387 2,386 2,377 2,364 2,362
VIM (%)
VFB (%)
4,187 3,497 3,136 2,943 2,341
62,2 67,9 71,2 73,5 77,2
4.1.6
Analisa Regresi Percobaan Marshall Untuk Campuran Aspal Beton Dengan Variasi Kadar Aspal Dari hasil percobaan Marshall untuk campuran aspal beton yang menggunakan 0,3% serat selulosa sebagai bahan tambahan dengan variasi kadar aspal, diperoleh data yang diplot pada salib sumbu dalam bentuk titik dengan koordinat kadar aspal dan salah satu parameter Marshall dengan melakukan analisa regresi. Analisa regresi menghasilkan persamaan garis dan koefisien korelasi yang menggambarkan hubungan antara kadar aspal dengan salah satu parameter Marshall, sebagai berikut : 1. Stabilitas : Y = -785x2 + 8573,4x – 21249 2. Flow : Y = 0,6189x2 – 6.5874x + 20,768 3. Density : Y = -0,6189x2 + 0,0045x + 2,4034 dan r2 = 0,932 4. V I M : Y = 0,0983x2 + 1,9303x + 10,815 5. V F B : Y = -1.4177 + 22,728x + 10,955 4.1.7. Evaluasi Terhadap Kadar Aspal Optimum Dari hasil parameter nilai Marshall serta analisa regresi yang meliputi stabilitas, flow, density, voids in mix (VIM) dan voids filled bitumen (VFB) terhadap variasi kadar aspal maka di dapat kadar aspal optimum diperoleh : Tabel 4.6 Kadar aspal campuran sesuai spesifikasi AASHTO (1990) untuk lalu lintas sedang
Parameter Kekuatan Marshall Stabilitas (> 500 kg)
Kadar Aspal (%) 4,5 – 6,5 hal- 94
Flow (2 – 4 mm) Density (> 2 gr/cm3) V I M (3% - 7%) V F B (65% - 85%)
1.
4,6 – 6,4 4,5 – 6,5 4,5 – 5,7 4,75 – 6,5
2. 3.
Tabel 4.7 Nilai parameter Marshall campuran aspal beton dengan kadar aspal optimum Parameter Kekuatan Nilai Marshall Stabilitas (> 500 kg) 2116,02 kg Flow (2 – 4 mm) 3,245 mm Density (> 2 gr/cm3) 2,38 gr/cm3 V I M (3% - 7%) 3,41% V F B (65% - 85%) 69,09%
4.1.8
Hasil Pengujian Marshall Untuk Campuran Aspal Beton Dengan Variasi Suhu Pemadatan Dari hasil percobaan Marshall diperoleh parameter kekuatan Marshall dengan 0,3% serat selulosa : Tabel 4.8 N o.
Suhu Pema data n (ºC)
1.
142,5
2.
127,5
3.
112,5
4.
97,5
5.
82,5
Hasil Percobaan Marshall Stabil itas (kg) 2329, 2 2291, 3 2213, 5 2177, 7 2104, 0
Flo w (m m)
Density (gr/dm 3 )
3,2
2,387
3,26 7
2,381
3,3
2,380
3,33
2,380
3,6
2,379
VIM (%)
3,14 1 3,39 2 3,40 1 3,40 4 3,45 2
4.1.9
VFB (%)
69,2 69,2 69,1 69,1 68,9 7
Analisa Regresi Pengujian Marshall Untuk Campuran Aspal Beton Dengan Variasi Suhu Pemadatan Pada Kadar Aspal Optimum 5,225%. Dari hasil percobaan Marshall untuk campuran aspal beton yang menggunakan 0,3% serat selulosa sebagai bahan tambahan pada kadar aspal optimum 5,225% dengan variasi suhu pemadatan, diperoleh :
Variasi, ISSN:2085-Volume 3 Nomor 8 Oktober 2011
4. 5.
Stabilitas : Y = -785x2 + 8573,4x – 21249 dan r2 = 0,882 Flow : Y = 0,6189x2 – 6.5874x + 20,768 dan r2 = 0,982 Density : Y = -0,6189x2 + 0,0045x + 2,4034 dan r2 = 0,932 VIM : Y = 0,0983x2 + 1,9303x + 10,815 dan r2 = 0,969 VFB : Y = -1.4177 + 22,728x + 10,955 dan r2 = 0,988
4.1.10. Evaluasi Batasan Suhu Pemadatan Batasan suhu pemadatan diperoleh dengan mengevaluasi parameter kekuatan Marshall dan didapat suhu pemadatan yang memenuhi parameter. Tabel 4.9 Nilai batas suhu pemadatan campuran aspal beton untuk parameter Marshall sesuai dengan AASHTO (1990) untuk lalu lintas sedang. Parameter Kekuatan Kadar Aspal (%) Marshall Stabilitas (> 500 kg) 82,5 – 142,5 Flow (2 – 4 mm) 82,5 – 142,5 Density (> 2 gr/cm3) 82,5 – 142,5 V I M (3% - 7%) 82,5 – 142,5 V F B (65% - 85%) 82,5 – 142,5 Dari hasil pemeriksaan terhadap sifat fisis AC 60/70, secara keseluruhan telah memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan oleh AASHTO. Hal ini menunjukkan bahwa jenis aspal ini layak digunakan sebagai bahan campuran aspal. 4.2.2. Tinjauan Hubungan Variasi Suhu Pemadatan Terhadap Karakteristik Kekuatan Marshall. a. Tinjauan hubungan variasi suhu pemadatan dengan stabilitas Kenaikan suhu pemadatan akan menaikkan stabilitas campuran mulai dari 82,50C sampai 142,50C, hal ini disebabkan pada suhu yang lebih tinggi (sampai 1500C), aspal akan lebih mudah mencair (konsistensi rendah) dan masuk di antara rongga agregat dengan lebih sempurna dan menjadikan pelumas untuk menempatkan agregat pada hal- 95
ruang yang kosong dan pada akhirnya akan menghasilkan nilai stabilitas yang lebih baik. Nilai stabilitas yang memenuhi persyaratan sesuai spesifikasi AASHTO yaitu > 500 kg adalah stabilitas yang dihasilkan campuran pada pemadatan 82,50C sampai 142,50C dengan nilai stabilitas 2104,09 kg - 2329,23 kg. Penggunaan serat selulosa sebagai bahan tambahan pada campuran aspal beton terbukti dapat meningkatkan stabilitas suatu lapisan perkerasan dengan berlipat ganda sehingga dapat menampung beban lalu lintas secara mendadak. b. Tinjauan hubungan variasi suhu pemadatan dengan flow Dari hasil percobaan Marshall dapat simpulkan bahwa nilai flow terlihat menurun dengan meningkatnya suhu pemadatan. Hal ini terjadi karena pada peningkatan suhu pemadatan, proses pemadatan yang terjadi semakin sempurna yang mengakibatkan rneningkatnya tahanan geser campuran dan memperkecil nilai deformasi. Nilai flow yang memenuhi persyaratan dihasilkan pada suhu pemadatan 82,50C sarnpai 142,50C sebesar 3,2 - 3,6 mm yaitu dalam batas 2 - 4 mm sesuai dengan spesifikasi yang ditetapkan AASHTO.
dalam campuran semakin menurun dengan meningkatnya suhu pemadatan karena pada suhu pemadatan yang tinggi tingkat kepadatan yang dihasilkan juga lebih tinggi sehingga memperkecil rongga dalam campuran. Nilai VIM yang memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh AASHTO dihasilkan pada pemadatan dengan suhu 82,50C sarnpai l42,50C sebesar 3,l4l% - 3,452% yaitu dalam batas 3% -7%. e. Tinjauan hubungan variasi suhu pemadatan dengan VFB Dari hasil percobaan Marshall dapat dilihat bahwa nilai VFB atau rongga terisi aspal meningkat sesuai dengan meningkatnya suhu pemadatan. Hal ini disebabkan karena pada suhu pemadatan yang tinggi (sampai 1500C) aspal lebih mudah masuk ke dalam campuran untuk menempati ruang-ruang kosong sehingga rnengakibatkan rongga dari pada campuran yang terisi aspal semakin meningkat dengan meningkatnya suhu pemadatan. Nilai VFB yang dihasilkan pada suhu 82,50C sampai 142,50C sebesar 68,997% - 69,229% telah memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan oleh AASHTO yaitu berkisar antara 65% - 85%. V.
c. Tinjauan hubungan variasi suhu pemadatan dengan density. Dari hasil percobaan Marshall disimpulkan bahwa nilai density terlihat meningkat dengan meningkatnya suhu pemadatan. Hal ini terjadi karena pada peningkatan suhu pemadatan mengakibatkan meningkatnya berat volume (density) dari suatu campuran aspal beton. Nilai density yang memenuhi persyaratan dihasilkan pada suhu pemadatan 82,50C sampai 142,50C sebesar 2,379 - 2,387 gr/cm3 yaitu ≥ 2 gr/cm3 sesuai dengan spesifikasi yang ditetapkan AASHTO. d. Tinjauan hubungan variasi suhu pemadatan dengan VIM Dari hasil percobaan Marshall dapat dilihat bahwa besarnya VIM atau rongga
Variasi, ISSN:2085-Volume 3 Nomor 8 Oktober 2011
KESIMPULAN Sesuai dengan hasil penelitian maka dapat diambil beberapa kesimpulan : 1. Campuran aspal beton AC 60/70 pada agregat bergradasi menerus dengan menggunakan 0,3% serat selulosa sebagai bahan tambahan mempunyai kadar aspal optimum 5,225% dapat menaikkan nilai kadar aspal optimum pada suhu pemadatan 1200C -1300C. 2. Pada kadar aspal optirnum 5,225% yang menggunakan agregat bergradasi menerus dan 0,3% serat selulosa sebagai bahan tarnbahan dengan variasi suhu pemadatan dapat mempengaruhi terhadap nilai karakteristik kekuatan Marshall yang dihasilkan. Nilai stabilitas akan bertambah dengan rneningkatnya suhu pemadatan, sedangkan nilai flow akan menurun dengan meningkatnya
hal- 96
suhu pemadatan. Campuran aspal beton dengan menggunakan serat selulosa sebagai bahan tarnbahan menghasilkan nilai stabilitas yang berlipat ganda jika dibandingkan dengan campuran aspal beton tanpa menggunakan serat selulosa. DAFTAR KEPUSTAKAAN 1. AASHTO, 1990, Standard Spesification for Transportation Material and Methods of Sarnpling and Testing, ed.15, Washington D.C. 2. Anonym, 1992, Custorn Fibers lnternational CF-31500, PT. Saranaraya Reka Cipta. Jakarta. 3. Anonym, 1977, Material for Asphalt Pavement, Japan lnternational Cooperation Agency,Japan. 4. Bina Marga, 1976, Spesifikasi Umurn Dokumen Kontrak, Volume 3, PT. Citra Agung Utama, D.l Aceh. 5. Dairi. G., 1995, Bahan Perkerasan Jalan, Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum, Jakarta. 6. Gerber, J and A. Hoel, 1988, Traffic and Highway Engineering, West Publishing Company, St. Paul, MN. 7. Krebs. R.D., and Walker, R.D., 1971, Highway Materials, Mc.Grarv Hill. Inc, NewYork. 8. Legault, A.R., 1960, Highway and Airport Engineering, Departement of Civil Engineering of Nebraska, New Jersey. 9. O'Flaherty.C.A., 1988, Highway Engineering, Vol 23 th ed. Edward Arnold, London. 10. Sukirman, S., 1992, Perkerasan Lentur Jalan Raya, Penerbit Nova, Bandung. 11. Soedarsono, D.U., 1985, Konstruksi Jalan Raya, Departemen Pekerjaan Umum, Jakarta. 12. Siswosoebroto, 8.I., 1997, Pengaruh Suhu Pemadatan terhadap Split Mastic Asphalt (SMA),HEDS SST, Universitas Andalas, Padang. 13. Triatmodjo, B., 1992, Metode Numerik, Fakultas Teknik Universitas Gajah Mada, Yogyakarta.
Variasi, ISSN:2085-Volume 3 Nomor 8 Oktober 2011
hal- 97