ABSTRAK “Tinjauan Penerapan Peraturan Daerah Kawasan Tanpa Rokok Di Puskesmas Batua Makassar.” Ummul Magfira Merokok merupakan salah satu kebiasaan yang lazim ditemui dalam kehidupan sehari-hari. Di mana-mana, mudah menemui orang merokok. Betapa merokok merupakan bagian hidup masyarakat. Berdasarkan data Riskesdas (2010) jumlah kematian terkait rokok diperkiakan sebanyak 190.260 kasus. Menurut WHO indonesia adalah negara ke3 dengan jumlah perokok terbesar di dunia. Prevalensi perokok aktif usia lebih dari 15 Tahun di Indonesia pada Tahun 2010 mencapai 34,7%. Penelitian bertujuan untuk mengetahui Tinjauan Penerapan Perda Kawasan Tanpa Rokok (KTR) di Puskesmas Batua Makassar. Penelitian yang dilakukan adalah penelitian kualitatif. Informan penelitian ini adalah pegawai Dinas Kesehatan sebanyak 1 orang dan pegawai Puskesmas Batua Makassar sebanyak 4 orang. Data dikumpulkan dengan metode wawancara mendalam, observasi. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa pencapaian program KTR belum tercapai sebagaimana mestinya, hal ini terlihat masih banyak yang merokok diarea kawasan tanpa rokok namun program KTR telah diterapkan dan disosialisasikan kepada masyarakat. Ada beberapa yang menjadi hambatan dalam penerapan KTR diantaranya, masih adanya petugas yang merokok, kurangnya kesadaran manyarakat akan bahaya merokok. Yang menjadi kebutuhan dari penerapan KTR diantaranya, dibutukannya dana yang memadai, brosur, fliphchart, dukungan masyarakat dan pengawasan yang ketat Saran yang diharapkan adalah perlunya kerja sama dalam menerapkan perda KTR ini agar lebih meningkat serta staf-staf kiranya memahami isi KTR tersebut. Kata Kunci
: Pencapaian, hambatan, dan kebutuhan. bertanggung jawab mengatur agar
Pendahuluan Kesehatan
adalah
hak
fundamental setiap warga. Setiap individu, keluarga, dan masyarakat berhak
memperoleh
perlindungan
terhadap kesehatannya, dan negara
masyarakat
terpenuhi
hak hidup
sehatnya termasuk bagi masyarakat miskin dan tak mampu (Adisasmito, 2010).
Menurut Tomasevski
Katerina
itu,
aktivitas
merokok di tempat umum perlu
upaya
dikendalikan salah satunya melalui
lingkungan
penetapan tempat-tempat umum dan
bagi kehidupan manusia. (Muhtaj,
tempat kerja sebagai kawasan tanpa
2008). Namun larangan merokok
rokok (Hayati, 2011).
terkait
minimalisasi
banyak
dengan
dampak
ditolak
hak
Karena
atas
kesehatan
bahwa
merokok.
alasan
Merokok merupakan salah
merokok adalah Hak Asasi Manusia
satu masalah yang serius dan sulit
(HAM).
ini,
dipecahkan, yang menjadi masalah
Ketua Komisi Nasional (Komnas)
nasional, dan bahkan internasional.
HAM menegaskan bahwa merokok
Banyak
tidak termasuk HAM. Ketua Komnas
timbulkan
HAM Ifdal Kasim mengatakan, suatu
rokok
hak disebut asasi jika tanpa hak
penyumbatan pembuluh darah yang
tersebut
mengakibatkan
Terkait
derajat
dengan
kontroversi
dan
martabat
dampak akibat seperti
negatif
yang
mengkonsumsi kanker
kematian,
dan
namun
manusia berkurang. Jika sifatnya
biasanya dikalangan remaja mereka
hanya tambahan dan jika dihilangkan
menganggap bahwa merokok adalah
tidak mengurangi martabat seseorang
suatu
sebagai manusia, maka hak itu tidak
sehingga mereka yang tidak merokok
dikategorikan sebagai HAM. Bagi
mala5yhg mimk?&h justru diejek
kalangan ahli kesehatan, hak untuk
(Aditama, 2004)
hal
yang
membanggakan
menghirup udara bersih dianggap
Merokok merupakan salah
lebih esensial daripada hak untuk
satu kebiasaan yang lazim ditemui
dalam kehidupan sehari-hari. Di
jumlah
mana-mana, mudah menemui orang
diperkirakan
merokok.
kasus.
Betapa
merokok
kematian
terkait
sebanyak
Menurut
World
190.260 Health
merupakan bagian hidup masyarakat.
Organization
Dari segi kesehatan, tidak ada satu
adalah negara ke-3 dengan jumlah
titik yang menyetujui atau melihat
perokok terbesar di dunia, setelah
manfaat yang dikandungnya. Namun
China dan India. Prevalensi perokok
tidak
menurunkan
aktif usia lebih dari 15 tahun di
terlebih menghilangkannya (Bustan,
Indonesia pada tahun 2010 mencapai
2007)
34,7%.
mudah
untuk
Dari aspek kesehatan tidak
(WHO),
rokok
Berdasarkan
Indonesia
Data
kurang dari 70 ribu artikel ilmiah
Kementerian Kesehatan tahun 2010,
yang menyebutkan bahwa merokok
di
membahayakan
aktifsebesar
kesehatan,
baik
indonesia
tercatat 34,7%.
perokok Artinya,
perokok aktif maupun perokok pasif.
sepertiga orang Indonesia adalah
Kebiasaan merokok kini merupakan
perokok aktif.Yangmengkhawatirkan
penyebab
prevalensi
kematian
10
persen
merokok
penduduk
penduduk dunia. Artinya, satu dari
dewasa yang berusia antara 15
sepuluh
kita
hingga 19 tahun makin meningkat
asap
tajam. Pada 1995 perokok remaja
meninggal
penghuni
bumi
akibat
rokok(Aditama, 2006). Berdasarkan
masih sekitar 7,1%, namun pada data
Riset
Kesehatan Dasar Riskesdas (2010)
2007 angkanya melonjak lebih dua kali
lipat
menjadi
18,8%.
Peningkatan prevalensi perokok ini tidak
mengherankan,
karena
Propinsi telah
Sulawesi
mengeluarkan
Selatan Peraturan
Indonesia adalah salah satu negara
(PERDA) Nomor 4 Tahun 2013 yang
yang paling diincar industri rokok.
mengatur tentang kawasan tanpa
Saat ini jumlah perokok di
rokok.namun
terkadang
masih
kota berjulukan "anging mammiri"
ditemukannya orang merokok pada
ini mencapai 287.300 orang atau
kawasan
22,1 persen dari total penduduk
Pengaturan
Makassar.
orang
Sementara
rata-rata
tanpa
asap
rokok.
pembatasan
yang
terhadap
merokok
adalah
konsumsi dari perokok itu adalah
kewajiban negara agar setiap warga
10,6 batang per hari. Sedang dari
negara dapat menikmati udara bersih
tingkatan usia, jumlah perokok usia
dan lingkungan yang sehat(Perda
5-9 tahun 0,8%, 10-14 tahun tercatat
Kota
2,2%, dan selebihnya pada kalangan
2013).
usia dewasa atau produktif (Darajat,
Makassar,Nomor
Berdasarkan
4
Tahun
hasil
survei
2012). Rokok menyebabkan lebih
Dinas Kesehatan Kota Makassar
dari 80% laki-laki dan hampir 50%
pada Agustus 2011 bahwa Sarana
perempuan meninggal karena kanker
Kesehatan,
paru-paru.
Tempat Kerja merupakan tempat
Perokok
pasif
Tempat
menjadi
Umum,
prioritas
dan
diperkirakan menyebabkan kematian
yang
tertinggi
sekitar 600.000 kematian dini setiap
dengan persentase antara 90-95%.
tahunnya di dunia.
Sedangkan untuk lokasi lain seperti tempat Belajar Mengajar (89,3%),
Angkutan Umum (86,0%), Arena Bermain Anak (79,0%), Tempat
(Perda) Kawasan Tanpa Rokok di Puskesmas Batua Makassar. Bahan/Metode
Ibadah (79,1%) dan Sarana Olahraga (77,5%). Tempat umum menempati urutan
ke-dua
kesehatan
setelah
mengenai
sarana perlunya
pemberlakuan KTR. Kota
Makassar
telah
Makassar Nomor 13 Tahun 2011 yang mengatur tentang Kawasan Rokok.
Puskesmas
Saat
Batua
ini
merupakan
penelitian
kualitatif
yang
sifatnya mengeksplorasi informasi dari informan sehubungan dengan pencapaian, hambatan dan kebutuhan
mengeluarkan Peraturan Walikota
Tanpa
jenis
Penelitian
ini
pula
Raya
Kota
Makassar tercatat sebagai salah satu pusat pelayanan kesehatan pertama sekaligus sebagai tempat umum yang telah menerapkan Peraturan Daerah (Perda) Kawasan Tanpa Rokok.
terhadap penerapan Perda Kawasan Tanpa Rokok (KTR) dengan tekhnik digunakan ialah wawancara lebih dalam
dan
penelitian
ini
Puskesmas
Batua
Lokasi
dilakukan
di
Makassar
dan
waktu penelitin ini dilakukan dibulan 21 Juli - 21 Agustus 2014. Unit analisis
penelitian
terdiri
dari
Informan kunci dan informan biasa . Informan
Dari urain diatas, maka penulis
observasi.
kunci
adalah
pegawai
Dinas Kesehatan Kota Makassar
tertarik melakukan penelitian untuk mengetahui apa saja yang menjadi pencapaian, kebutuhan implementasi
tantangan,
dan
stakeholder
dalam
Peraturan
Daerah
yang bertanggung jawab atas perda KTR
Puskesmas
dan
Kepala
Puskesmas Batua Makassar sebanyak 2 orang. Informan biasa adalah
pegawai Puskesmas Batua Makassar
kawasan tanpa rokok di Puskesmas
yang banyak mengetahui tentang
Batua Makassar yang bersumber dari
PERDA KTR sebanyak 3 orang.
Dinas Kesehatan Kota Makassar.
Pengumpulan data diperoleh dari dua
Prosedur pengumpulan data terdiri
sumber, yaitu: Data primer adalah
dari
data
dilakukan pada informan kunci dan
yang
dikumpulkan
wawancaramendalam interview) recorder.
menggunakan Data
sekunder
melalui (indepth tape dalam
penelitian ini adalah data perda
informan
:Wawancara
biasa.
mendalam
Instrument
Penelitian : Peneliti, tape recorder, pedoman
wawancara,dan
kamera
digital.
Hasil Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 21 Juli s/d 21 Agustus Tahun 2014 di Kelurahan Batua Kecamatan Manggala dan Dinas Kesehatan Kota Makassar. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yang bertujuan untuk mendapatkan atau memperoleh informasi yang mendalam tentang peraturan daerah kawasan tanpa rokok di Puskesmas Batua. Informan penelitian ada dua, yaitu informan biasa yaitu pegawai Puskesmas Batua Makassar, yang kedua yaitu informan kunci yaitu kepala Puskesmas Batua dan pegawai Dinas Kesehatan Kota Makassar. Hasil selengkapnya dari penelitian ini akan disajikan dalam bentuk narasi sebagai berikut: 1. Karakteristik Informan a. Informan Biasa 1) Informan (RST) adalah seseorang berusia 34 tahun berjenis kelamin perempuan. Ia berpendidikan S1 keperawatan dan beragama islam. 2) Informan (AFN) adalah seseorang yang berjenis kelamin laki-laki dengan usia 48 tahun serta memiliki pendidikan terakhir S2 (megister kesehatan). 3) Informan (NJH) adalah seseorang yang berusia 44 tahun dan berjenis kelamin perempuan. pendidikan terkhirnya adalah S1 promosi kesehatan b. Informan Kunci 1) Informan (RLN) adalah seseorang yang berusia 46 tahun dan berjenis kelamin laki-laki. memiliki pendidikan terakhir S2 magister kesehatan,
2) Informan (MAR) adalah seseorang yang berusia 56 tahun dan berjenis kelamin laki-laki Ia memiliki pendidikan terakhir S1. 2. Pencapaian PERDA KTR a. Pencapaian Yang dimaksud dengan pencapaian adalah seberapa jauh program telah berhasil mencapai tujuan yang telah ditetapkan baik berupa keluaran dan ataupun dampaknya. 1) Program KTR di jalankan “...KTR itu sudah berjalan di puskesmas sejak tahun 2013, iya..eh nda 2012 itu kita sudah mulai apa itu..di dapat sosialisasi tentang KTR, nah kalau dari untuk dijalankan itumi salah satunya kita e apa..apa kita memajang di puskesmas e kawasan tanpa rokok, kita menghimbau kantin supaya tidak menjual yang berbau rokok. Kemudian melakukan penyuluhan tentang dampanya rokok e kita juga mau kayak memotivasi orang supaya berhenti merokok terutama remajaremaja, karena kita tau kan toh remaja-remaja di SMA itu sekarang sudah banyak sekali, jangankan anak SMA, anak SD saja sudah banyak merokok toh.. jadi programnya kita ini turun ke SMA-SMA kesekolah-sekolah, kita turun kesekolah untuk penyuluhan merokok tiap bulan, yang ada di wilayah kerja puskesmas. Terus, kalau saya turun posyandu juga tidak henti-hentinya juga menyampaikan ke masyarakat sekitar posyandu untuk apa..berhenti merokok. Jadi, kader-kader itu sebagai tokoh-tokoh masyarakat dia yang ikut mensosialisasikan tentang KTR” (RST, 34 Tahun, S1) “KTRnya sendiri sudah adami sekitar 1 tahun dari tahun 2013 kemarin. Kalau tentang dijalankan iyya dijalankanji, seperti kita lakukan sosialisasi di Puskesmas maupun di masyarakat terus kadang juga kita turun sosialisasi di beberapa posyandu. Selain itu di Puskesmas sudah ada beberapa spanduk yang di pasang tentang. KTR (AFN, 48 Tahun, S2) “...kalo KTR nya itu sudah lama kita sosialisasi toh’.. kalo ada posyandu kita dapat penyuluhan itu sosialisasi KTR tapi yang melaksanakan itu ada KTR Rwnya yang ada KTRnya cuman dari 6 pasien yang ada beberapa KK nya disitu yang betul-batul KTR tapi masalah sampahnya masih kurang tapi yang merokoknya memang tidak adami yang merokok disitu. Selama ini kita sering ke rumah sosialisasi dengan penyuluhan masyarakat KTR sudah lamami, tapi yang itumi tadi saya bilang cuman di RW batuaji yang ada KTRnya di situ, yang lainnya belum ada yang di bina sementara di bina RW 11 tentang KTR. Ada 1 RW 16 KK kayaknya tidak merokok mi didalam rumah. (NJH, 44 Tahun, S1) Hal yang serupa juga dikemukakan oleh informan kunci, berikut informasinya: “....ya jadi kalo di bilang sejauh mana berarti bagaimana e...... peraturan ini di terapkan di puakesmas sudah di berikan sosialisasi untuk kegiatan KTR ini termasuk e..... termasuk e beberapa apa namanya..... ini e.... pengumuman atau
spanduk yang kita buat tentang e.... puskesmas dengan kawasan tanpa rokok itu barang kali sudah di laksanakan...” (RLN, 46 Tahun, S2) “... sekarang perda itu masih tahap sosialisasi ya memang kita cuman ini .. tapi kan semua kita mengharapkan bahwa semua instansi instutusi baik itu pendidikan itu kita mau mengharapkan semua KTR 100 % tapi itukan sekarang belum bisa berjalan 100% ya.. yang kita jalankan sekarang itu di puskesmas, kita sudah mengharapkan semua 38% itu sudah dijalankan KTR 100% tetapi instansiinstansi lain tentu ini pengharapan kita semua instansi institut pendidikan ini kita cuman 100% dengan adanya perda ini tapi itu bertahap, bertahap sekarang belum bisa 100% semua baru tahap awal, jadi kita sekarang melaksanakan sosialisasi terus di mana saja termasuk masyarakat dan di puskesmas itu masyarakat tokoh-tokoh masyarakat pkoknya semua sudah saya sosialisasikan, pendidikan, mahaswa-mahasiswa itu sudah dilaksanakan sosialisasisosialisasi....”(MAR, 56 tahun, S1) 2) Tanggapan pencapaian peraturan KTR “....kalau saya belum maksima karna masih banyak masyarakat yang tidak berubah pola hidupnya,,, susah sekali diubah itu bisa dibilang belum maksimal tapi kalau dari segi pegawai sudah berubah mi tidak kayak dulu ada 4 orang yang merokok kalau segi lingkungan masyarakat yang tinggal diwilayah puskesmas belum maksimal . (RST, 34 Tahun, S1) “.....belum pi maksimal karna disini biasa saya perhatikan orang, biar ada psternya disitu tetap tong ji merokok di depannya...” (AFN, 48 tahun, S2) “......kalo tanggapannya itu memang bagus salah satunya itu terhindar dari penyakit tapi untuk melaksanakannya itukan masyarakat itu saya bilang tadi ada yang tidak merokok tetapji sakit, tapi bagus ada jugaji masyarakat yang berubah juga 1 2 tapi kita sering terus kita e terus memotivasi makanya semua petugas itu mulai dari e promosi pokoknya setiap petugas e kesehatan terus memotivasi terus masyarakat agar tidak merokok di dalam rumah....” (NJH, 44 Tahun, S1) Hal yang serupa juga dikemukakan oleh informan kunci, berikut informasinya: “.....ya tentang pencapaian ini kita cukup apresiasi dengan kegiatan ini karena e kawasan tanpa rokok juga itu adalah e menunjang dari sisi kesehatan di mana kita yang namanya puskesmas yang pusat kesehatan masyarakat bisa menjadi contoh ke rumah –rumah warga ke instansi-instansi lain untuk penerapan KTR ini atau kawasan tanpa rokok ini...”(RLN, 46 tahun, S2) “...tentu saja tanggapan saya bagus dan tinggi ya... cuman ini perusahaan lama prosesnya baru kita bisa mengatakan sudah sekian persen ini akan bertahap karena banyak juga masyarakat yang tidak setuju ya.. karna masyarakat dia kira dilarang merokok padahal sebenarnya kita tidak melarang merokok tapi kita mau mereka merokok diluar kantor pokoknya diruangn yang terbuka supaya tidak mengganggu orang tidak merokok (MAR, 56 tahun, S1) 3) Sangsi pelanggaran PERDA KTR
“..kalau sangsi kita sendiri puskesmas tidak memberikan sangsi tapi alhamdulillah kalau misalnya ada yang merokok itu kita tegur, pak’ tabe’ pak ini tempat kawasan tanpa rokok janganki’merokok di ruang lingkup puskesmas. E itu kalau misalnya sangsi tidak ada e belum kita ada di berikan sangsi tapi hanya dalam bentuk teguran alhamdulliah selama ini menegur pasien yang datang berobat atau yang mengantar keluarganya berobat mereka dengan ini langsung matikan rokoknya, jadi tidak adaji di berikan sangsi ,nda ada. Nda ada sangsi kita hanya menegur....”(RST, 34 Tahun, S1) “.....belum ada sangsi yang diterapkan karena harus di sepakati oleh dewan dan pihak-pihak yang bertanggung jawab terhadap peraturan ini. Susah juga karena mauki buat peraturan sangsi tapi pihak-pihak yang buat peraturan juga merokok jadi itumi susah....”(AFN, 48 tahun, S2) “.......kalo selama ini kita mau bilang belum adapi sangsinya karena ada juga temanta toh pegawai jadi nda adami kena sangsi belum ada baru di rencanakan bilang kalo ada teman yang merokok di dalam lingkungan puskesmas harus di apa.. di kasi sangsi tapi belum di berlakukan baru di rancang-rancang, dan kalo ada pasien datang di sini toh’.... kalo di liat merokok langsung kita tegur. “oh nda boleh merokok di sekitar apa.. di sekitar sini pak” kawasan bebas rokok, harus di berhentikan merokok dan di luar, di luar pagar. Setiap kita liat toh’ pasien kalo ada masuk di sini kita liat merokok, “ janganki merokok dek di puskesmas” bisa merokok tapi di luar. Ya.. mengertiji dia biasa langsung matikan rokoknya, kalo pegawai belum adapi sangsinya baru di rancang-rancang tapi belum terealisasi...”(NJH, 44 Tahun, S1) Hal yang serupa juga dikemukakan oleh informan kunci, berikut informasinya: “......iya jadi sangsi untuk masyarkat dengan e atau staf itu kita berikan teguran e teguran lisan kemudian memberikan pemahaman bahwa kita ini puskesmas dengan kawasan tanpa rokok. Ya..jadi orang tidak boleh merokok di area wilayahnya puskesmas. tetapi kalau masyarakat barangkali e kita Cuma memberikan e apa namanya semacam pengetahuan tentang bahayanya rokok supaya mereka sadar dengan sendirinya. Iya.. walaupun memang pola hidup seperti merokok ini memang e agak susah e tetapi dengannya ada juga yang berhasil termasuk salah satu staf puskesmas yang dulunya merokok alhamdulillah sekarang sudah tidak merokok...” (RLN, 46 Tahun, S2) “....itu sangsi memang ada di perda kita bisa lihat beberapa sangsinya tapi itukan belum kita bisa laksanakan tergantung dari kebijakan diatas. sangsi itu akan ada pengawasan-pengawasan nanti, siapa yang di lihat merokok di sembarangan tempat akan di berikan sangsi , itu sangsi sampe sekarang belum bisa berjalan, belum bisa.. karena itu nanti yang bertugas bagaimana dia melihat a..di..khusunya di..daerah-daerah instansi kalo dia merokok di sembarang tempat tentunya ya ada pengawasan akan menegur, jadi sekarang masih berupa teguran belum kita ada istilah sangsi membayar itu belum,, masih menegur dulu ya.. nanti
lama-lama baru di proses itu misalnya membayar denda sekarang masih teguran. Kita sekarang sudah kalo di dinas ini di bentuk pengawasan, jadi kita sudah ada tim pengawas di sini, jadi seperti di kantor ini sudah ada orang-orang tertentu yang e di tunjuk sebagai tim pengawas jadi kalo dia melihat ada yang merokok di area kantor ini “ bapak maaf silahkan di luar merokok “ itu.....” (MAR, 56 tahun, S1) b. Hambatan Hambatan adalah kendala yang bersifat negatif yang dihadapi oleh suatu organisasi, yang apabila berhasil diatasi akan besar perannya dalam mencapai tujuan organisasi 1) Hambatan dalam pelaksanaan KTR ? “...ya itu tadi saya bilang, kendalanya karena e .. yang ikut sosialisasi atau pelatihan itu baru 3 orang jadi terbatas juga untuk pelaksanaan itu apa..promkesnya ke semua instansi yang ada di wilayah kerjanya kayak di sini kan ada kayak kantor lurah toh .. kemudian ada beberapa misalnya e apa.. kayak kantor pos begitu itu nda bisa kita jangkau semua, itu hambatannya mungkin kalo semakin banyak yang di latih makin banyak yang paham tentang KTR mungkin akan semakin banyak yang bisa ikut mempromosikan KTR...”(RST, 34 Tahun, S1) “....hambatannya ya..mungkin susah orang di tegur, tidak enak kalo di tegur apalagi kalo ibu-ibu yang menegur bapak-bapak mungkin merasa tidak enak kan. Jadi itu susah....”(AFN, 48 tahun, S2) “....itumi juga hambatannya kalo kita setengah mati kasi penyuluhan untuk berhenti merokok, sedangkan di sini juga pegawai yang merokok, begitu ditegur tapi begitulah kesadarannya toh’ belum ada. Dia tau penyebabnya begini-begini KTR, begini tapi itumi namanya kesadaran sendiri harus ini kalo bukan kesadaran sendiri, dokter saja merokok...”(NJH, 44 Tahun, S1) Hal yang serupa juga dikemukakan oleh informan kunci, berikut informasinya: “....ya.. jadi e hambatan e selama ini e mungkin yang menjadi faktor penghambat adalah e masih minimnya barangkali sosialisasi ke luar wilayah puskesmas itu barangkali e tapi hambatan itu sebenarnya tidak terlalu apa namanya terlalu berat caranya. Iya jadi masyarakat juga bisa mengerti begitu masuk langsung saja mau merokok ya..itu tetapi kan kita sudah pasang beberapa tempat....”(RLN, 46 Tahun, S2) “.....ya jadi hambatannya e selama ini e mungkin yang menjadi faktor penghambatan adalah e masih minimnya barangkali sosialisasi ke luar wilayah puskesmas itu barangkali e tapi hambatan itu sebenarnya tidak terlalu apa namanya..terlalu kita kan bisa di tangani kalau yang seperti itu tidak terlalu berat caranya. Iya jadi masyarakat juga bisa mengerti begitu masuk langsung
saja mau merokok ya.. itu tetapi kan kita sudah pasang beberapa tempat...” (MAR, 56 tahun, S1) 2) Yang menyebabkan faktor hambatan KTR ? “...itu, tidak adanya panggilan pelatihan dari dinas, kan yang membedakan pelatihan tentang KTR kan dinas kesehatan. Pernah ada pelaksanaan Cuma itu tahun 2012 kalo nda salah. Jadi hambatannya begitu, keterbatasan tenaga yang mengerti betul-betul tentang KTR itu, karenakan KTR itu, tidak semata-mata hanya kita bilang KTR, tapi itu ada isinya, kita harus mensosialisasikan sama orang ini loh..... wilayah bebas rokok beda itu pengertian wilyah dengan kawasan bebas tanpa rokok itu beda...” (RST, 34 Tahun, S1) “....iu tadi saya bilang kesadarannya sendiri orang perokok tidak bisa atau di paksa untuk di ubah kalau bukan dari dirinya sendiri..” (AFN, 48 tahun, S2) “...ya begitumi hambatannya melaksnakan KTR kalo orang sendiri yang tidak melaksanakan toh’ tidak sadar kan dia juga sering dengar penyuluhan karena dia belum sadar sendiri. Itumi biar setengah mati ceritakan kalo bukan kesadarannya sendiri”(NJH, 44 Tahun, S1) Hal yang serupa juga dikemukakan oleh informan kunci, berikut informasinya: “....ini barangkali yang perlu e sosialisasi untuk kepada masyarakat mungkin melalui, kemudian e hambatannya juga ya rokok juga masih kan di produksi toh ? jadi susahki’ na orang juga butuh”(RLN, 46 tahun, S2) “.....kalo di program kita nda ada hambatan jalan terus, nda ada masalah. Kita dana di siapkan oleh pemerintah daerah malah kita ada dana dari e bagi hasil dari hasil roko, kita berikan itu untuk memberikan sosialisasi kepada masyarakat e bagaimana sebenarnya efek daripada asap rokok itu terhadap yang bukan perokok itu yang selalu kita terapkan, jadi kita dalam hal program sekarang ini bagus jalan terus, nda ada masalah untuk pelaksanaannya......”(MAR, 56 )tahun, S1) c. Kebutuhan Kebutuhan adalah suatu keinginan terhadap suatu benda atau jasa yang pemuasannya dapat dilakukan baik bersifat jasmani maupun rohani. 1) Kebutuhan menjalankan perda KTR. “....e ini apa .. media-media penyuluhan, media penyuluhan selama ini kami bikin sendiri tadi toh ini toh? kalo bisa dari dinas kesehatan itu menyediakan ya media penyuluhan ntah itu bentuknya liflet, lembar timbal balik, brosur atopun bentuknya seperti flipchart yang timbal balik yang bisa kita bawa kemana-mana untuk adakan penyuluhan, dengan kita butuh ruangan kalo puskesmas ini toh..? ruangan tersendiri khusus untuk konseling merokok kalo disini kan belum ada....” (RST, 34 Tahun, S1) “....kebutuhannya kita butuh pengawasan yang ketat seperti di kantor DPR, kalo ada orang merokok, satpol PP yang langsung tegur. Dan kalo di sinikan hanya kita yang menegur dan orangnya nda mau mendengar terus bilang “ rokok,
rokokku, saya yang beli ” jadi mau di apami kalo begitu. Jadi kita butuh pengawasan seperti satpol PP atau satpam......”(AFN, 48 tahun, S2) “.....kebutuhan itu yang masalah fligchart apa, bahan tumbuhan, dinkes ke perwali perbanyak apa namanya..brosur-brosur bisa dibagikan orang di posyandu. Kita itu ada bahan penyuluhan e di posyandu kita bikin sendiri, nda ada dari dinkes. Mau di perbanyak ada beberapa dari dinkes, tapi kalo di puskesmas maunya kan biasa dari dinkes apa..dikasiki bahan e fligchart kah atau apa itu masih kurang....” (NJH, 44 Tahun, S1) Hal yang serupa juga dikemukakan oleh informan kunci, berikut informasinya: “...jadi e untuk kebutuhannya mungkin e memperbanyak sosialisasi e kemudian barangkali perlu di buat media informasi yang lebih ke masyarakat untuk e supaya tercapai program ini, kemudian kita saya dengar juga e bahwa ada pembatasan ini baru semacam pembatasan e usia untuk e yang merokok karena kan banyak anak-anak yang sudah mulaimi juga itu barangkali termasuk pembinaan orang tua yang paling penting juga pernah biasanya orang tua merokok pasti anak-anak juga merokok orang tua tidak merokok ya susah itu kalau anak-anak mau merokok karena orang tua menjadi contoh, toh ? jadi merokok tidak baik untuk anak, kalau dia bilang kenapa kau merokok ih bapak juga merokok....” (RLN, 46 tahun, S2) “.....kita perlu dukungan-dukungan dari e masyarakat dukungan ya’ ? selain dana tentunya yang utama dana, kemudian dukungan dari masyarakat dan dari e stakestakeholder semua jadi misalnya kepala-kepala instansi tentunya harus ada dukungannya bagaimana bisa itu dia tetap mengawasi pengawasan KTR di daerah tempatnya masing-masing jadi dukungan kesemua pihak itu yang kita harapkan supaya e mereka juga mendukung mau melaksanakan KTR ini karena kalo tanpa dukungan mereka e kita sulit, tentunya selain itu dana e dukungan tadi itu kita jalankan instansinya ya itu jelas nanti bisa lebih bagus lagi kalo instansinya sudah berjalan toh ? jadi sekarang sudah diterapkan..... (MAR, 56 tahun, S1) diterapkan dan di sosialisasikan Kesimpulan Berdasarkan tujuan yang kepada masyarakat ingin di capai dalam penelitian yaitu 2. Ada beberapa yang menjadi untuk mengertahui pencapaian, hambatan dalam penerapan KTR hambatan, dan kebutuhan dalam diantaranya, masih adanya penerapan perda KTR di Puskesmas petugas yang merokok, Batua Makassar, maka dapat kurangnya kesadaran manyarakat disimpulkan sebagai berikut : akan bahaya merokok. 1. Pencapaian program KTR belum 3. Yang menjadi kebutuhan dari tercapai sebagaimana mestinya, penerapan KTR diantaranya, hal ini terlihat masih adanya yang dibutukannya dana yang merokok diarea kawasan tanpa memadai, brosur, fliphchart, rokok namun program KTR telah dukungan masyarakat dan pengawasan yang ketat.
Saran Berdasarkan kesimpulan di atas maka disarankan : 1. Perlunya kerja sama dalam sosialisasi untuk meningkatkan penerapan perda KTR baik di dalam maupun diluar wilayah Puskesmas Batua. DAFTAR PUSTAKA Adisasmito, Wiku. 2010. Sistem Kesehatan, Cet. 3, Raja Grafindo Persada, Jakarta. Aditama T. 2012. Tuberkulosis, Rokok Dan Perempuan. Jakarta. Anahuraki, 2012, Teori Stakeholder, (online), (http://anahuraki.lecture.ub.aac.id/fil e 2012/03/stakeholders.3.pdf, diakses 18 februari 2014). Azwar Asrul, 2003. Pengantar Administrasi Kesehatan. Binarupa Aksara. Jakarta. Bustan, M.N. 2007. Epidemologi: Penyakit Tidak Menular, Rineka Cipta, Jakarta. Darajat Zakia dkk, 2013. Pelasanaan Peraturan Kawasan Tanpa Asap Rokok Pada Tempat-Tempat Umum Sebagai Perujudan Hak Atas Kesehatan Masyarakat. Universitas Hasanuddin Dunn William N. 2003. Pengantar Analisis Kebijakan Publik. Edisi kedua. Yogyakarta : Gajamada university Press. Puji E, dkk. 2014. Pedoman Penulisan Skripsi Edisi 10. Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (STIK) Makassar. Makassar. Fahrial, 2012. Dampak Buruk Rokok Bagi Kesehatan. (online), (http://m.readersdigest.co.id/article/ mobarticleDetail.agpx?mc=005&smc
2. Untuk staf puskesmas diharapkan betul-betul menerapkan program perda KTR ini dengan tidak merokok di area Puskesmas. 3. Diharapkan dalam program perda KTR ini perlu pengawsan dari pihak-pihak yang bertanggung jawab. =001&ar=188, diakses 28 Maret 2014). Hayati Istiqomatul, 2011. Melarang Merokok Tak Melanggar Hak Asasi.(online), (http://tcscindonesia.org/melarang-merokoktak-melanggar-hak-asasi-manusia, diakses 25 maret 2014) Jakarta. Kemenkes, 2010, Persentse Jumlah Perokok Usia Muda Meningkat Tajam. Kemenkes, 2011, Pengertian Rokok, Jakarta. Muhtaj, Majda, El. 2008. Dimensidimensi HAM : Mengurai hak ekonomi, sosial, dan Budaya, Ed. 1, RajaGrafindo Persada, Jakarta. Naskah Peraturan Daerah Kota Makassar Nomor 4 Tahun 2013 Tentang Kawasan Tanpa Rokok. Dinas Kesehatan. Makassar. Permenkes, 2011, Pedoman pelaksanaan Kawasan Tanpa Rokok, Jakarta. PradanaA, 2011, Kawasan Bebas Asap Rokok, (online), (http://www.slideshare.net/ArifPrada na3/kawasan-bebas-asap-rokok, diakses 25 februari 2014). Riskesdas, 2010, Kematian terkit rokok diperkirkan 190-260 kasus, Jakarta. Surodjo Basuki dan Sifra Susi Langi. 2013.Stop Smoking For Good Rakyat Sehat Negara Kuat. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Wikipedia, 2013, Pemangku Kepentingan, (online), (http://id.wikipedia.org/wiki/pemang ku_kepentingan, diakses 20 februari 2014).
Sugiono. 2013. Metode Penelitian Kualitatif Kuantitatif Research and Development, Alfabeta. Bandung