Pencapaian, Hambatan, dan Kebutuhan Stakeholder Terkait Implementasi Peraturan Daerah Kawasan Tanpa Rokok
PENCAPAIAN, HAMBATAN, DAN KEBUTUHAN STAKEHOLDER TERKAIT IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH KAWASAN TANPA ROKOK DI KANTOR WALIKOTA MAKASSAR Gabriella Libertia Nusa Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (STIK) Makassar Program Studi Kesehatan Masyarakat ABSTRAK Program Studi Kesehatan Masyarakat Introduction Cigarettes are one of the tobacco product that is intended to be burned and inhaled the smoke. Based on data Riskesda in 2013, in Indonesia, the smoking behavior of the population aged 15 years and older from 2007-2013 has not decrease, even tended to increase from 34.2 % in 2007 to 36.3 % in 2013. In addition, there was also 1,4 % of smokers at age 10-14 years. Objectives The aim of this research is to know achievement, obstacle, and needs of stakeholders in local regulation implementation about no smoking area in Makassar office of mayor. Method This was qualitative research which explore information from informant to know anything which was faced by stakeholders in local regulation implementation about no smoking area. Technique was used in this research namely indepth interview, observation and documentation. Result The result revealed that the attainment of regulation can not be assessed due to the new regulations, but that has been done to socializing and making of the sign ban. Obstacles that arise in the form of a lack of care, lack of firmness in sanctions and consider the rule violates human rights. The need for the implementation of these regulations in the form needs of the number of passive smokers data and funds. Conclusion Achievement of the implementation of the regulations can not be assessed, but that they have to do is to socializing and making of the sign ban. Obstacles that arise in the form of a lack of care, lack of firmness in sactions and considers the rule violates human rights. The need for the implementation of these regulations in the form of data needs and the number of passive smokers and funds. Keyword : Achievement, obstacle, needs
PENDAHULUAN Menurut Undang-Undang Kesehatan Nomor 36 Tahun 2009 kesehatan merupakan hak asasi manusia. Setiap manusia memiliki hak yang sama untuk mendapatkan kesehatan tersebut Gabriella, November 2014
dan tidak ada seorangpun yang dapat menghalanginya. Setiap hal yang menyebabkan terjadinya gangguan kesehatan pada masyarakat Indonesia akan menimbulkan kerugian ekonomi yang besar bagi negara dan Page 1
Pencapaian, Hambatan, dan Kebutuhan Stakeholder Terkait Implementasi Peraturan Daerah Kawasan Tanpa Rokok
setiap upaya peningkatan derajat kesehatan masyarakat juga berarti investasi bagi pembangunan negara. Menurut H.L.Blum ada empat faktor utama yang mempengaruhi derajat kesehatan masyarakat, yaitu terdiri dari genetik (keturunan), lingkungan (sosial, ekonomi, politik, budaya), perilaku atau gaya hidup (life style) dan pelayanan kesehatan (Notoatmodjo, 2007). Selain berpengaruh terhadap kesehatan, keempat faktor tersebut juga saling berkaitan satu sama lain. Maksudnya, dari keempat faktor tersebut sama-sama penting, jadi untuk mencapai derajat kesehatan yang maksimal, semuanya harus seimbang. Jika salah satu dari keempat faktor tersebut mengalami gangguan, maka derajat kesehatan yang diinginkan tidak akan tercapai. Menurut data World Health Organization (WHO, 2008), Indonesia adalah negara ke-3 dengan jumlah perokok terbesar di dunia, setelah China dan India. Indonesia juga merupakan negara terbesar kelima di dunia yang memproduksi tembakau (Departemen Kesehatan RI, 2012). Sebagai salah satu negara yang memiliki perokok terbesar didunia. Di Indonesia, kepulan asap bukanlah hal yang langka ditemukan di sekolah menengah. Dan ternyata, makin awal seorang menjadi seorang perokok, makin sulit untuk berhenti merokok kelak. Rokok juga punya pose-response effect, artinya makin muda usia mulai merokok, akan makin besar pengaruhnya (Bustan, 2007). Berdasarkan data Riskesda tahun 2013, di Indonesia perilaku merokok penduduk berusia 15 tahun keatas dari tahun 2007-2013 belum terjadi penurunan, malah cenderung mengalami peningkatan dari 34,2% tahun 2007 menjadi 36,3% tahun 2013. Selain itu, ditemukan juga sebesar 1,4% perokok pada usia 10-14 tahun. Daerah di Indonesia yang memiliki jumlah perokok terbanyak adalah Nusa Tenggara Timur (55,6%). Jumlah ratarata batang rokok yang dihisap perhari oleh masyarakat Indonesia yang berumur 15 keatas Gabriella, November 2014
sebanyak 12,3 batang (setara satu bungkus). Daerah yang paling banyak mengkonsumsi rokok adalah Bangka Belitung (18 batang) dan terendah di daerah Yogyakarta (10 batang). Berdasarkan jenis pekerjaannya, petani/nelayan/buruh adalah perokok aktif setiap hari yang memiliki proporsi terbesar (44,5%) dibandingkan pekerjaan lainnya. Berdasarkan jenis kelaminnya, proporsi jumlah perokok pada jenis kelamin laki-laki sebesar 64,9% sedangkan wanita sebesar 2.1% (Kementerian Kesehatan, 2013). Kebiasaan merokok sangat berdampak buruk terhadap kesehatan seseorang, karena merupakan salah satu faktor risiko munculnya berbagai macam penyakit, diantaranya yaitu kanker, asma, tuberculosis, dan chronic obstuctive pulmonary (COPD) . Indonesia menempati urutan ke 7 terbesar dalam jumlah kematian yang disebabkan oleh kanker yakni sebanyak 188.100 orang per tahun. Kema/tian yang disebabkaan oleh penyakit sistem pembuluh darah berjumlah 468.700 orang atau menempati urutan ke 6 terbesar dari seluruh negara-negara kelompok WHO. Kematian yang disebabkan oleh penyakit sistem pernapasan adalah penyakit Chronic Obstuctive Pulmonary (COPD) yakni sebesar 73.100 orang (66,6%) sedangkan asma sebesar 13.690 orang (13,7%). Kematian akibat penyakit tuberculosis sebesar 127.000 orang yang merupakan terbesar ketiga setelah India dan China (Departemen Kesehatan RI, 2012). Berdasarkan Undang-Undang Kesehatan Nomor 36 Tahun 2009 Pasal 115 Ayat 1 dan 2, pemerintah daerah wajib menetapkan kawasan tanpa rokok diwilayahnya. Adapun kawasan tanpa rokok antara lain: fasilitas pelayanan kesehatan, tempat proses belajar mengajar, tempat anak bermain, tempat ibadah, angkutan umum, tempat kerja, dan tempat umum dan tempat lain yang ditetapkan. Saat ini beberapa Provinsi, Kabupaten/Kota, telah memiliki kebijakan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) dalam berbagai bentuk seperti Peraturan Daerah, Peraturan Page 2
Pencapaian, Hambatan, dan Kebutuhan Stakeholder Terkait Implementasi Peraturan Daerah Kawasan Tanpa Rokok
Gubernur, Peraturan Bupati, Peraturan Walikota, Surat Edaran, dan sebagainya yang bertujuan mengendalikan dan mengatur perokok. Presentase provinsi yang memiliki Perda Tentang Kawasan Tanpa Rokok (KTR), mencapai target yang ditentukan. Dari target 80%, realisasinya sebesar 81,8%, sehingga pencapaian sebesar 102,3% (Ditjen PP dan PL Kemenkes, 2012). Dari hasil laporan akuntabilitas kinerja Ditjen PP dan PL Kemenkes (2012), menunjukan bahwa pada tahun 2012 target Provinsi yang telah memiliki Perda(Perda/surat edaran/instruksi/SK/Peraturan Gubernur) tentang Kawasan Tanpa Rokok (KTR) adalah sebesar 80% yaitu 26 Provinsi. Hasil evaluasi, sebanyak 27 (81,8%) Provinsi yang telah memiliki kebijakan tingkat Provinsi atau tingkat Kab/Kota tentang Kawasan Tanpa Rokok (KTR). Provinsi tersebut adalah DKI Jakarta, Jawa Barat , Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, Bali, Nusa Tenggara Barat, Sumatera Selatan, Sumatera Barat, Kalimantan Barat, Sulawesi Selatan, Banten, Lampung, Kalimantan Selatan, Sulawesi Utara, Gorontalo, Sulawesi Tengah, Aceh, Sumatera Utara, dan Bengkulu, Maluku Utara, Sulawesi Tenggara, Kalimantan Timur, Riau, Bangka Belitung, Jambi, dan Kepulauan Riau. Perbandingan pencapaian dari tahun 2010 sampai dengan tahun 2012 yaitu sebesar 45,5% menjadi 81,8%. Berdasarkan hasil survei yang telah dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kota Makassar pada bulan Agustus 2011 mengenai pendapat responden tentang lokasi atau tempat pemberlakuan KTR di Kota Makassar. Hasil survei menunjukan bahwa sarana kesehatan, tempat umum, dan tempat kerja merupakan lokasi/tempat-tempat yang menjadi prioritas tertinggi dengan presentase pendapat berkisar antara 90-95 %. Sedangkan untuk lokasi lain, pendapat responden juga memandang perlu untuk lokasi-lokasi seperti tempat belajarmengajar (89,3%), angkutan umum (86,0%), arena bermain anak (79,0%), tempat ibadah Gabriella, November 2014
(79,1%) dan saran olahraga (77,5%). Tempat kerja menempati urutan ketiga setelah sarana kesehatan dan tempat umum mengenai perlunya pemberlakuan KTR (Darajat, 2013). Selain itu, berdasarkan survei awal di Kantor Balaikota Makassar menunjukkan bahwa masih banyak pegawai Kantor Balaikota yang belum mengetahui tentang Peraturan Daerah Kawasan Tanpa Rokok tersebut. Kantor Balaikota Makassar dan Kantor Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Makassar merupakan pilot project atau proyek percontohan penerapan Peraturan Daerah (Perda) tentang Kawasan Tanpa Rokok di kantor (Ronalyw, 2013). Selain itu, Kantor Balaikota Makassar juga merupakan instansi yang mengeluarkan Peraturan Daerah Kawasan Tanpa Rokok (KTR). Peraturan Daerah tentang Kawasan Tanpa Rokok (KTR) merupakan suatu peraturan yang baru, dimana ini menarik untuk diteliti. Karena kita dapat melihat sejauh mana pencapaian yang telah yang diperoleh dan juga ini merupakan salah satu contoh kegiatan evaluasi awal. Dari hasil yang diperoleh kita dapat mengetahui apakah program pemerintah ini telah berhasil atau tidak, dan apakah program pemerintah ini dapat mengurangi aktivitas merokok masyarakat atau tidak. Dari uraian di atas, maka penulis tertarik melakukan penelitian untuk mengetahui apa saja yang menjadi pencapaian, tantangan dan kebutuhan stakeholder dalam implementasi Peraturan Daerah (Perda) kawasan tanpa rokok di kantor Walikota Makassar. METODE PENELILIAN Penelitian ini merupakan jenis penelitian kualitatif yang sifatnya mengeksplorasi informasi dari informan yang dimaksud untuk mengetahui apa saja yang dihadapi oleh stakeholder dalam implementasi Perda KTR. Teknik yang digunakan adalah dengan wawancara mendalam, observasi, dan dokumentasi.
Page 3
Pencapaian, Hambatan, dan Kebutuhan Stakeholder Terkait Implementasi Peraturan Daerah Kawasan Tanpa Rokok
Informan pada penelitian ini berjumlah 5 3. Efektivitas dan Efisiensi Program orang yang terdiri dari 1 anggota Pamong Dari hasil wawancara ditemukan bahwa Praja, 2 pegawai Dinas Kesehatan, dan 2 peraturan ini tentu saja efektif dan efisien. Pegawai kantor DPRD Kota Makassar. Karena dapat meminimalisir korban akibat rokok, terlebih untuk perokok pasif. Tapi, itu semua kembali lagi ke diri masing-masing HASIL PENELITIAN orang, apakah mau menerima atau tidak. Dan Jumlah informan pada penelitian ini juga efektivitas dan efisiennya peraturan ini sebanyak lima informan dengan alasan bahwa belum dapat dinilai saat ini karena peraturan pada saat penelitian hanya lima orang dari ini merupakan peraturan baru. jumlah informan yang menguasai tentang B. Hambatan implementasi peraturan daerah tentang Hambatan (threat) adalah kendala yang kawasan tanpa rokok (KTR). bersifat negatif yang dihadapi oleh suatu Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif organisasi, yang apabila berhasil diatasi akan yang bertujuan untuk mendapatkan atau besar perannya dalam mencapai tujuan memperoleh informasi yang jelas tentang organisasi. (Azwar, 2003). sejauh mana pencapaian, hambatan dan Dari penelitian ini, diketahui hambatankebutuhan stakeholder terkait penerapan hambatan yang muncul yaitu berupa : peraturan daerah kawasan tanpa rokok. Dalam 1. Kurang kepedulian terhadap peraturan penelitian ini, peneliti menggunakan teknik tersebut. pengumpulan data dengan wawancara 2. Peraturan tersebut dianggap sebagai mendalam, observasi dan telaah dokumen. pelanggaran hak asasi manusia. A. Pencapaian 3. Belum diterapkannya sanksi kepada para 1. Tujuan dibuatnya Peraturan Daerah pelanggar peraturan tersebut. Pencapaian atau hasil dari suatu kebijakan C. Kebutuhan adalah suatu konsekuensi yang teramati dari Need assessment adalah metode pendekatan aksi kebijakan (Dunn, 2003). formal pengumpulan data untuk Dari hasil penlitian ini diketahui yang mengidentifikasi kebutuhan dari kelompok menjadi tujuan dibuatnya peraturan daerah ini atau individu (Windadari. 2010). adalah untuk melindungi masyarakat dari segi Dalam implementasi kebijakan tersebut, kesehatnnya, dengan melindungi para perokok yang menjadi kebutuhan stakeholder juga pasif dan juga menekan jumlah perokok meliputi sumber dana, sumber daya manusia pemula. dan ketersediaan sarana prasarana (Azkha, 2. Pencapaian 2013). Dari hasil wawancara ditemukan bahwa Dari penelitian ini, ditemukan bahwa yang sampai saat ini perda tersebut belum dapat menjadi kebutuhannya adalah data perokok diterapkan 100% karena belum dikeluarkan pasif dan aktif dan juga kebutuhan dana Perwali yang dapat mendukung Perda tersebut menjadi salah satu faktor pendukung yang dan juga karena peraturan ini masih baru dan paling besar. Dana-dana tersebut diperoleh dari belum genap 1 tahun maka belum bisa dilihat APBD (anggaran pendapatan belanja daerah), pencapaiannya. Jadi yang hal-hal yang telah APBN (anggaran pendapatan belanja negara), dilakukan selama ini baru sebatas sosialisasi dan juga dari dana bagi hasil yaitu seperti bea dan pembuatan tanda-tanda larangan merokok. cukai produk rokok tersebut. Sosialisasi ini diadakan di kantor-kantor instansi pemerintah, tempat-tempat umum, PEMBAHASAN sarana kesehatan, dan juga sarana pendidikan A. Pencapaian seperti sekolah. Gabriella, November 2014
Page 4
Pencapaian, Hambatan, dan Kebutuhan Stakeholder Terkait Implementasi Peraturan Daerah Kawasan Tanpa Rokok
Pencapaian atau hasil dari suatu kebijakan adalah suatu konsekuensi yang teramati dari aksi kebijakan. Kinerja kebijakan merupakan derajat dimana hasil kebijakan yang ada, dapat memberi kontribusi terhadap pencapaian nilainilai (Dunn,2003). Pada penelitian ini yang menjadi pencapaian selama peraturan daerah ini diterapkan adalah sebagai berikut. 1. Sosialisasi tentang peraturan ini 2. Pembuatan papan pemberitahuan tentang kawasan tanpa rokok. Hal ini di karena kan peraturan ini merupakan peraturan baru yang baru diterapkan pada bulan oktober 2013, jadi untuk melihat pencapaiannya masih sedikit sulit. Sosialisasi merupakan suatu proses untuk mengenalkan sebuah aturan baru kepada masyarakat. Pembuatan papan pemberitahuan dan sosialisasi ini dilakukan agar masyarakat bisa tahu dan mengerti tentang peraturan tersebut. Hasil penilitian menunjukkan bahwa pencapaian Peraturan Daerah Kawasan Tanpa Rokok belum maksimal, hal ini dikarenakan peraturan ini merupakan peraturan baru karena peraturan ini baru diberlakukan pada bulan September 2013, dan dari penilitian ini diketahui dari salah satu responden bahwa peraturan ini juga belum dibuatkan Peraturan Walikota yang dapat mendukung peraturan tersebut. Jadi, yang telah tercapai selama ini hanya sebatas sosialisasi dan pembuatan tanda larangan merokok. Sosialisasi yang dilakukan bertujuan untuk mengenalkan peraturan ini ke masyarakat agar mereka tahu bahwa ada peraturan yang melarang untuk merokok disembarang tempat. Sosiliasi ini dilakukan ke kantor/instansi milik pemerintah, sekolahsekolah, sarana pelayanan kesehatan dan tempat-tempat umum. Menurut salah seorang responden untuk sarana kesehatan, sebagian besar Puskesmas di Kota Makassar sudah menerapkan peraturan ini. Untuk instansi pemerintah sendiri, dari hasil pengamatan peneliti, yang telah menerapkan peraturan ini Gabriella, November 2014
adalah Kantor DPRD Kota Makassar, Kantor Walikota Makassar dan Dinas Kesehatan Kota Makassar. Bagi kantor Walikota Makassar sendiri, peraturan ini baru sebatas pengenalan kepada pegawainya. Pada saat penelitian ini juga masih ditemukan beberapa pegawai yang masih tetap merokok didalam ruangan, karena merokok merupakan kebiasaan yang masih susah untuk diubah dan membutuhkan waktu yang cukup lama. Untuk tempat tempat bagi para perokok untuk merokok tidak terdapat ruangan khusus, hanya dianjurkan kepada mereka untuk merokok diluar ruangan. Salahsatu bentuk contoh bentuk pencapaian yang nyata yaitu pembuatan papan pemberitahuan tentang kawasan tanpa rokok yang diletakkan di kantor-kantor instansi pemerintahan. Contohnya sebagai berikut.
B. Hambatan Yang dimaksudkan dengan hambatan (threat) adalah kendala yang bersifat negatif yang dihadapi oleh suatu organisasi, yang apabila berhasil diatasi akan besar perannya dalam mencapai tujuan organisasi (Azwar, 2003). Dari penelitian ini, diketahui hambatanhambatan yang muncul yaitu berupa : 1. Kurang kepedulian terhadap peraturan tersebut. 2. Peraturan tersebut dianggap sebagai pelanggaran hak asasi manusia. 3. Belum diterapkannya sanksi kepada para pelanggar peraturan tersebut.
Page 5
Pencapaian, Hambatan, dan Kebutuhan Stakeholder Terkait Implementasi Peraturan Daerah Kawasan Tanpa Rokok
Para stakeholder yang membuat dan menetapkan peraturan tersebut menunjukkan sikap kurang peduli dengan peraturan yang ada. Mereka mengetahui tentang peraturan tersebut tetapi mereka pula yang melanggar peraturan itu. Ini jelas terlihat pada saat penelitian ini berlangsung, masih ditemukan beberapa orang yang merokok didalam ruangan padahal jelas tertulis bahwa ruangan tersebut merupakan kawasan tanpa rokok. Selain itu, muncul juga tanggapan-tanggapan tentang hak asasi para perokok, mereka mengatakan bahwa setiap orang memiliki hak untuk melakukan sesuatu sehingga ada yang mengatakan bahwa larangan merokok merupakan suatu pelanggaran HAM, akan tetapi kita tahu bersama bahwa berdasarkan UUD 1945 setiap orang berhak untuk mendapatkan kesehatan, jadi peraturan ini dibuat untuk melindungi orang-orang yang tidak merokok dan juga melalui peraturan ini para perokok diajarkan untuk mulai menghargai orang-orang disekitarnya. Selain itu, masalah ketidak pedulian terhadap peraturan tersebut, setelah menerima peraturan ini, sebagian orang terkhususnya untuk para stakeholder selaku pembuat peraturan ini juga masih kurang peduli, malah mereka sendiri yang melarnggar peraturan tersebut. Juga kurangnya ketegasan yang dilakukan oleh para stakeholder dalam menanggulangi para pelanggar peraturan tersebut, hal ini jelas terlihat karena kurangnya ketegasan pemberian sanksi kepada para pelanggar peraturan tersebut. Tapi untuk hambatan yang besar, yang dapat menghambat jalannya peraturan ini sampai saat ini belum muncul karena peraturan ini merupakan peraturan yang masih baru. Tapi untuk kedepannya belum diketahui apakah akan muncul hambatan yang lebih besar lagi atau tidak. Karena kita tahu bersama semakin lama suatu peraturan dijalankan akan semakin banyak kendala-kendala/hambatanhambatan yang akan dihadapi. Selain itu, pada saat penelitian berlangsung peneliti juga menemukan salah satu contoh Gabriella, November 2014
nyata bentuk hambatan terhadap penerapan peraturan daerah tersebut.
Gambar ini ditemukan di salah satu kantor instansi pemerintah. Menurut gambar ini perilaku merokok itu dilindungi oleh undangundang, dan undang-undang yang melindunginya adalah Undang-Undang Republik Indonesia nomor 8 tahun 2009 tentang perlindungan konsumen. C. Kebutuhan Setelah melihat pencapaian dan hambatan dari penerapan peraturan daerah tersebut, maka akan muncul pertanyaan tentang apa yang dibutuhkan dari penerapan peraturan tersebut. Kebutuhan merupakan sesuatu yang mendasar yang menjadi salah satu faktor pendukung dan juga menjadi salah satu faktor yang dapat menyukseskan penerapan aturan tersebut. Karena pada saat menjalankan sesuatu, hal pertama yang dipikirkan adalah tentang apa saja yang akan mereka butuhkan nantinya. Need assessment adalah metode pendekatan formal pengumpulan data untuk mengidentifikasi kebutuhan dari kelompok atau individu (Windadari. 2010). Dalam implementasi kebijakan tersebut, yang menjadi kebutuhan stakeholder juga meliputi sumber dana, sumber daya manusia dan ketersediaan sarana prasarana (Azkha, 2013). Dari penelitian ini, ditemukan bahwa yang menjadi kebutuhannya adalah data perokok Page 6
Pencapaian, Hambatan, dan Kebutuhan Stakeholder Terkait Implementasi Peraturan Daerah Kawasan Tanpa Rokok
pasif dan aktif dan juga kebutuhan dana menjadi salah satu faktor pendukung yang paling besar. Kebutuhan akan data-data jumlah perokok pasif dan aktif merupakan salah satu kebutuhan yang paling mendasar, karena ini juga merupakan salah satu alasan yang kuat yang dapat mendukung dibuatnya peraturan tersebut. Kebutuhan lainnya yang merupakan kebutuhan paling besar merupakan kebutuhan akan dana/keuangan. Dari tanggapan responden tersebut, semua mengatakan bahwa kebutuhan mereka adalah dana, tanpa dana tersebut peraturan ini akan sulit untuk dijalankan kareana dana merupakan salah satu bentuk dukungan yang nyata untu suatu kebijakan kesehatan..Selain itu kebutuhan dana juga sangat membantu dalam penerapan peraturan ini. Dana yang dibutuhkan sangat besar, karena dana-dana tersebut digunakan untuk kegiatan-kegiatan perda tersebut, mulai dari sosialisasi, pembuatan poster-poster larangan merokok hingga pembuatan papan nama kawasan tanpa rokok. Semua ini dilakukan agar peraturan tersebut dapat dikenal oleh masyarakat secara luas. Dana-dana tersebut diperoleh dari APBD (anggaran pendapatan belanja daerah), APBN (anggaran pendapatan belanja negara), dan juga dari dana bagi hasil yaitu seperti bea cukai produk rokok tersebut. Dana itu kemudian digunakan untuk biaya sosialisasi dan pemasangan tanda larangan-larangan merokok. Jika peraturan ini dapat berjalan dengan baik berarti tidak sia-sia dana besar yang dikeluarkan tersebut, akan tetapi apabila peraturan ini hanya dibuat tanpa terealisaikan dengan baik, betapa ruginya daerah karena telah mengeluarkan biaya yang besar sedangkan apa yang menjadi perencanaan tidak dapat berjalan dengan baik.
KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini yaitu untuk mengetahui pencapaian, hambatan, dan kebutuhan Gabriella, November 2014
stakeholder dalam implementasi Perda KTR di kantor Walikota Makassar, maka dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Pencapaian dari penerapan Perda ini belum dapat dinilai secara maksimal karena implementasinya efektif pada bulan oktober 2013, tetapi yang telah mereka telah lakukan adalah berupa sosialisasi dan pembuatan tanda larangan. 2. Hambatan yang muncul berupa sikap kurang peduli terhadap peraturang tersebut, kurangnya ketegasan pemberian sanksi kepada para pelanggar peraturan tersebut dan juga sebagian orang menggaanggap bahwa peraturan ini merupakan peraturan yang melanggar hak asasi menusia karena dengan adanya peraturan ini para perokok tidak lagi bebas merokok disembarang tempat. 3. Kebutuhan dalam implementasi Perda ini berupa kebutuhan data tentang jumlah perokok pasif dan dana/keuangan. B. Saran Berdasarkan simpulan di atas maka disarankan : 1. Diharapkan kerja sama yang baik antara berbagai instansi yang terkait, karena mereka merupakan pemangku kebijakan (stakeholer). 2. Diharapkan kedepannya ada ketegasan dalam memberikan sanksi kepada para pelanggar peraturan tersebut. 3. Diharapkan juga kepada para pemangku kebijakan (stakeholder) untuk dapat mendukung dan menaati peraturan yang telah mereka buat sendiri, misalnya dengan tidak merokok disembarang tempat. DAFTAR PUSTAKA Almatsier, S. 2006. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Cetakan keenam. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Page 7
Pencapaian, Hambatan, dan Kebutuhan Stakeholder Terkait Implementasi Peraturan Daerah Kawasan Tanpa Rokok
American Diabetes Association., 2004. Physical Activity/ Exercise and Diabetes. Diabetes Care 27 (Suppl 1): S 58-62. Arsin, A. Dasar-Dasar Penelitian Kesehatan. Bahan Ajar. Makassar 2013 Bustan, M.N. 2007. Epidemiologi: Penyakit Tidak Menular. Cetakan kedua. Jakarta: Rineka Cipta Erber, E, at al. 2010. Dietary Patterns and Risk for Diabetes. Diabetes Care Journals Volume 33 No. 3. Epidemiology/ Health Services Research. Gondosari, Aleysius H. 2009. Karbohidrat Kompleks dan Diabetes. (online), (http://www.5elemen.com/energi-5elemen-karbohidrat-kompleks-dandiabetes, diakses pada 4 Juli, 2014) Harikedua, V.T dan Tando, N.M. 2012. Aktivitas Fisik dan Pola Makan Dengan Obesitas Sentral Pada Tokoh Agama di Kota Manado. Jurnal GIZIDO Volume 4 No. 1. Jurusan Gizi dan Kebidanan Poltekkes Kemenkes Manado Harijaya, C. 2012. Gizi Kesmas-Pengukuran Konsumsi Makanan. (online), (http://luhchindy.com, diakses 23 Februari 2014) Hasmi. 2012. Metode Penelitian Epidemiologi. Edisi Pertama. Jakarta: TIM Jafar, N. 2011. Sindroma Metabolik di Indonesia: Potret Gaya Hidup Masyarakat Perkotaan. Jakarta: Ombak Jelantik, I. M. G., Haryati, E. 2014. Hubungan Faktor Risiko Umur, Jenis Kelamin, Kegemukan dan Hipertensi Dengan Kejadian Diabetes Mellitus Tipe 2 di Wilayah Kerja Puskesmas Mataram. Jurnal Media Bina Ilmiah 39 vol. 8 No. 1. Widyaiswara BPTK Mataram Dinkes Provinsi NTB. Khresna, R. 2013. Suplemen Untuk Diabetes. (Online), (http://info.suplemen.biz/info/suplemenuntuk-diabetes-08787-024-7579/, diakses 29 Agustus 2014) Gabriella, November 2014
Maliya, A., Wibawati, R. 2011. Hubungan Tingkat Kemampuan Activity of Daily Living (ADL) Dengan Perubahan Kadar Gula Darah Pasien Diabetes Melitus Tipe II di Wilayah Puskesmas Masaran. Jurnal Kesehatan vol. 4 No. 68-79. Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas muhammadiyah Surakarta Manurung, N.K. 2008. Pengaruh Karakteristik Remaja, Genetik, Pendapatan Keluarga, Pendidikan Ibu, Pola Makan dan Aktivitas Fisik Terhadap Kejadian Obesitas di SMU RK Tri Sakti Medan. Tesis. Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara Medan Melinda, M. 2013. Bekerja Pada Shift Malam Tingkatkan Resiko Diabetes. (Online), (http://bisakimia.com/2013/11/01/ternyat a-bekerja-pada-shift-malam-tingkatkanresiko-diabetes/, diakses 29 agustus 2014) Mihardja, L. 2009. Faktor yang Berhubungan denganPengendalian Gula Darah pada Penderita Diabetes Mellitus di Perkotaan Indonesia. Artikel penelitian vol. 59 No. 9. Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta. National Center for Health Statistics, Centers for Disease Control and Prevention Web site. (online), (http://www.cdc.gov/diabetes/, diakses 28 Agustus 2014) Pawenrusi, E. P., dkk. 2013. Pedoman Penulisan Skripsi Edisi 10. Program Studi Kesehatan Masyarakat. Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (STIK) Makassar. Rachmawati, O. 2010. Hubungan Latihan Jasmani Terhadap Kadar Glukosa Darah Penderita Diabetes Melitus Tipe 2. Skripsi. Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta Rahmawati, dkk. Pola Makan dan Aktivitas Fisik Dengan Kadar Glukosa Darah Penderita Diabetes Mellitus Tipe 2 Page 8
Pencapaian, Hambatan, dan Kebutuhan Stakeholder Terkait Implementasi Peraturan Daerah Kawasan Tanpa Rokok
Rawat Jalan di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar. Jurnal Media Gizi Masyarakat Indonesia vol 1 no. 1. Fakultas Kesehatan Masyarakat UNHAS Makassar Recomended Dietary Allowances. Subcommittee on the Tenth Edition of the RDAs Food and Nutrition Board Commission on Life Sciences National Research Council. Hal: 26. 10th Edition. National Academy Press. Washington, D.C. 1989 Rissal, M. 2013. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Penyakit Diabetes Mellitus. (Online), (http://www.penyakitkesehatan.com/fakt or-faktor-yang-mempengaruhi-penyakitdiabetes-melitus.html, diakses 29 Agustus 2014) Scorvanio, M. 2013. Stres Pekerjaan Bisa Tingkatkan Resiko Diabetes. (online), (http://www.tnol.co.id/bugar/22267stres-pekerjaan-bisa-tingkatkan-resikodiabetes.html, diakses 28 Agustus 2014) Soegondo, S. 2005. Penatalaksanaan Diabetes Melitus Terpadu. Jakarta, FKUI. Suhartono, T. 2004. Simposium Diabetes Melitus untuk Dokter dan Diabetisi. Naskah Lengkap PB Persadia. Semarang: Universitas Diponegoro, pp 25-31. Sukardji, K. 2009. Penatalaksanaan Gizi pada Diebetes Mellitus. Dalam :Penatalaksanaan Diabetes Mellitus Terpadu. Jakarta: Pusat Diabetes dan Lipid RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, FKUI. Supariasa, I.D.N., Bari, B., dan Fajar, I. 2002. Penelitian Status Gizi. Penerbit buku kedokeran EGC, Jakarta Trisnawati, S. K., Setyorogo, S. 2013. Faktor Risiko Kejadian Diabetes Melitus Tipe II Di Puskesmas Kecamatan Cengkareng Jakarta Barat Tahun 2012. Jurnal Ilmiah Kesehatan vol. 5 No. 1. Prodi S1 Kesehatan Masyarakat STIKes MH. Thamrin. Gabriella, November 2014
Wahyuni, S. 2010. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Penyakit Diabetes Melitus (DM) Daerah Perkotaan di Indonesia Tahun 2007(Analisis Data Sekunder Riskesdas 2007). Skripsi. Faakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta. Wicaksono, R. P. 2011. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Diabetes Melitus Tipe 2 ( Studi Kasus Di Poliklinik Penyakit Dalam Rumah Sakit Dr. Kariadi). Artikel Hasil Penelitian, Karya Tulis Ilmiah. Program Pendidikan Sarjana Kedokteran, Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro. Widajanti, L. 2009. Survei Konsumsi Gizi. Cetakan Pertama. Fakultas Kesehatan Msyarakat BP UNDIP Semarang Witasari, U., dkk. 2009. Hubungan Tingkat Pengetahuan, Asupan Karbohidrat Dan Serat Dengan Pengendalian Kadar Glukosa Darah Pada Penderita Diabetes Melitus Tipe 2. Jurnal Penelitian Sain & Teknologi vol. 10 No. 2. Program Studi Gizi, Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surakarta. Yuniastuti, A. 2008. Gizi dan Kesehatan. Edisi Pertama. Jakarta: Graha Ilmu. Zahtamal, dkk. 2007. Faktor-Faktor Risiko Pasien Diabetes Melitus. Berita Kedokteran Masyarakat, vol. 23 No. 3. Bagian Ilmu kesehatan Masyarakat Kedokteran Komunitas, Fakultas Kedokteran Universitas Riau. FAO. Energy and Protein Requirements. Report of a joint FAO/WHO/UNU expert consultation. Geneva WHO Series 724, 1985. FAO, 2001. Energy Requirements Of Adults. (online), (http://www.fao.org, diakses 27 Februari 2014) IDF. Diabetes: Facts and Figures. IDF Diabetes Atlas Sixth Edition. International Diabetes Federation, 2013
Page 9
Pencapaian, Hambatan, dan Kebutuhan Stakeholder Terkait Implementasi Peraturan Daerah Kawasan Tanpa Rokok
PERKENI, 2006. Konsensus Pengelolaan Diabetes di Indonesia. FKUI, Jakarta. Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS). Penyajian Pokok-Pokok Hasil Riset Kesehatan Dasar 2013. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Kementerian Kesehatan RI, 2013 WHO. Defenition, Diagnosis and Classification of Diabetes Mellitus and Its Complication. Part 1: Diagnosis and Classification of Diabetes Mellitus. World Health Organization, Geneva 1999. WHO. Indonesia: health profile. World Health Organization, 2011 WHO. Physical Activity. In Guide to Community Preventive Services Web site, 2008 Wikipedia. Physical Activity Level. (online), (http://en.eikipedia.org, diakses 22 Februari 2014)
Gabriella, November 2014
Page 10