ABSTRAK Konstruksi kulit putih di kalangan perempuan di kota Tanjungpinang By Eka Perawijayanti Pada zaman kekaisaran Romawi, wanita cantik adalah wanita yang bertubuh gemuk, wanita yang subur, dan wanita berkulit hitam sehingga tak heran jika Julius Caesar jatuh cinta pada Cleopatra, yang menurut sejarah adalah wanita yang betubuh subur. Pada masa berikutnya, pemaknaan cantik mulai bergeser. Cantik itu kemudian dimakanai sebagai wanita yang memiliki tubuh langsing dan berkulit putih. Seiring perkembangannya zaman dan arus modernisasi kecantikan merupakan sebuah kebutuhan primer (utama) saat ini bagi kaum perempuan. Tampil cantik bagi perempuan merupakan sebuah tuntutan untuk menunjang sikap percaya diri dalam setiap aktivitas. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kaum perempuan modern begitu peduli terhadap kecantikan yang tidak terbatas pada stara, yang pada masa pra modern hal ini tidak perlu. Mengapa mereka rela merubah warna kulitnya secara instan dengan cara suntik putik dan membeli produk-produk kecantikan yang bermekuri yang tentunya akan memberikan dampak untuk mereka kedepannya nanti. Cantik kulit putih adalah sesuatu yang di hargai oleh masyarakat. Konsep yang digunakan dalam penelitian adalah konstruksi sosial Peter Berger dimana adanya realitas sosial, konstruksi sosial ada 3 momen yaitu eksternalisasi, objektifitas, dan internalisasi. Teori ini memperkuat analisa penelitian terhadap konstruksi kulit putih di kalngan perempuan di kota Tanjungpinang. Penelitian penelitian
ini menggunakan deskriptif kualitatif
metode dengan
teknik pengambilan data purposive sampling dan teknik pengambilan data snowball. Dengan teknik pengumpulan data melalui teknik wawancara.diharapkan dapat menggali dan memperoleh gambaran lebih dalam mengenai fakta-fakta yang terjadi dilapangan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa perempuan yang ada di Tanjungpinang begitu penting merubah warna kulitnya dengan berbagai cara mik medis maupun non medis dan cantik kulit putih adalah sesuatu yang di hargai Kata Kunci : Kecantikan, Kulit putih, Perempuan, dan Konstruksi PENDAHULUAN Pada zaman kekaisaran Romawi, wanita cantik adalah wanita yang bertubuh gemuk, wanita yang subur, dan wanita berkulit hitam sehingga tak heran jika Julius Caesar jatuh cinta pada Cleopatra, yang menurut sejarah adalah wanita yang betubuh subur. Definisi cantik pada zaman dulu wanita berkulit hitam adalah wanita yang cantik (Fikse, 2002:230). Tidak dapat disangkal bahwa zaman dulu di lihat penampilan fisik dan keluhuran budi atau inner beauty perempuan cukup mendapat penekanan dalam kehidupan masyarakat seharihari. Akibatnya, Perempuan dalam banyak hal selalu digambarkan dengan satu imajinasi sosok yang lembut, penuh ketabahan, santun dan penuh kasih (Munaroh dan Aning S, 2004:54). Kaum wanita menganggap kecantikan saat ini menjadi suatu barang mewah untuk diperoleh, Kebanyakaan wanita Indonesia minder berkulit hitam. Hampir Perempuan selalu menderita ketika ingin menjadi sosok yang cantik, karena semakin kuat posisi ideal perempuan, Sebenarnya semakin berat upaya yang dilakukan
untuk membangun kecantikan (Melliana, 2006). Kecantikan bukan merupakan identitas yang berdiri sendiri. Dia memiliki akar dalam budaya suatu masyarakat. Kebudayaan suatu masyarakat sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan tempat komunitas masyarakat itu berada. Sehingga perempuan di zaman modern ini yg warna kulitnya hitam dirubah menjadi putih, agar terlihat cantik, pola pikir seorang perempuan sekarang warna kulit putih sudah dicap selain warna kulitnya putih tidak cantik. Konsep dominasi warna putih di terapkan pula pada konteks iklan yang menawarkan produk perawatan wajah yang memiliki manfaat mencerahkan (memutihkan) kulit. Latar mendukung manfaat tersebut, membawa konsep bahwa warna putih, kulit yang putih adalah kulit indah, menimbulkan pikiran-pikiran positif, dan yang paling penting adalah bahwa kecantikan secara fisik terkait dengan warna putih. kecantikan kulit putih didapatkan dari pengguna produk perawatan kulit yang berasal dari bahan-bahan alami atau organik (Vidyarini:2007:91). Produkproduk kecantikan ini lahir dari opini iklan yang mengusung kecantikan, yang menjadikan para wanita untuk mendapatkan opini baru mengenai makna kecantikan sesungguhnya. Kiblat perempuan mengenai tentang kecantikan adalah Negara Korea, seiring dengan kepopuleran K-Pop dan drama Korea yang banyak menonjolkan kecantikan natural ala perempuan Korea. Para perempuan Indonesia pun terobsesi untuk memiliki kulit putih mulus dan mengaplikasikan riasan wajah natural seolah tanpa polesan make-up apa pun, menjadikan Korea kiblat kencantikan baru menggusur gaya barat. Hal yang membedakan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya yang dijadikan referensi adalah fokus
penelitian dari penelitian ini. Penulis memfokuskan ingin apa melihat yang mendasari kaum perempuan modern begitu peduli terhadap kecantikan yang tidak terbatas pada stara, yang pada masa pra modern hal ini tidak perlu. Mengapa mereka rela merubah warna kulitnya secara instan dengan cara suntik putik dan membeli produk-produk kecantikan yang bermekuri yang tentunya akan memberikan dampak untuk mereka kedepannya nanti. Atas dasar itulah peneliti mengabil judul “KONSTRUKSI KULIT PUTIH DI KALANGAN PEREMPUAN DI KOTA TANJUNGPINANG” Pertanyaan penelitan Mengapa perempuan Tanjungpinang ingin kulit putih? TUJUAN PENELITIAN
di
Untuk mengetahui perempuan yang berkulit putih di kota Tanjungpinang LANDASAN TEORI Konstruksi kecantikan yang dimaksud dalam penelitian ini berawal dengan adanya konsep yang dikatakan oleh Ritzer bahwa manusia adalah kunci dari semuanya dalam realitas sosial. . melalui proses dialektika; eksternalisasi, obyektivasi dan internalisasi. Realitas sosial objektif ini diterima dan diinterpretasikan sebagai realitas sosial subjektif dalam diri pekerja media dan individu yang menyaksikan peristiwa tersebut. Pekerja media mengkonstruksi realitas subjektif yang sesuai dengan seleksi dan preferensi individu menjadi realitas objektif yang ditampilkan melalui media dengan menggunakan simbol-simbol. Tampilan realitas di media inilah yang disebut realitas sosial simbolik dan diterima pemirsa sebagai realitas sosial objektif karena media dianggap merefleksikan realitas sebagaimana adanya. Dalam paradigma konstruktivis, realitas merupakan konstruksi sosial yang
diciptakan oleh individu. Namun demikian kebenaran suatu realitas sosial bersifat nisbi, yang berlaku sesuai konteks spesifik yang dinilai relevan oleh pelaku sosial. Dalam paradigma definisi sosial, realitas adalah hasil ciptaan manusia kreatif melalui kekuatan konstruksi sosial terhadap dunia sosial di sekelilingnya. Dunia sosial itu dimaksud sebagai yang disebut oleh George Simmel (Veger,1993: 91), bahwa realitas dunia sosial itu berdiri sendiri di luar individu, bahwa realitas itu ‘ada’ di dalam diri sendiri dan hukum yang menguasainya. Realitas sosial itu “ada” dilihat dari subyektivitas “ada” itu sendiri dan dunia obyektif di sekeliling realitas sosial itu. Bagaimana ia menerima dan mengaktualisasikan dirinya serta bagaimana pula lingkungan menerimanya.
dari konstruksi sosial. Realitas sosial dikonstruksi melalui proses eksternalisasi, obyektivasi dan internalisasi. Menurut Berger dan Luckman, konstruksi sosial tidak berlangsung dalam ruang hampa, namun sarat dengan kepentingan-kepentingan (Berger dan Luckman, 1990: x). Proses eksternalisasi diperoleh masyarakat melalui lingkungan bergaul di luar kehidupan keluarga, seperti di tempat menuntut ilmu, di tempat nongkrong dengan teman-teman. Proses eksternalisasi juga dapat melalui media seperti televisi, radio, internet, dan sebagainya. Proses ini memberikan pengaruh yang lebih kuat dikarenakan individu pada umumnya lebih banyak menghabiskan waktunya di luar lingkungan keluarga atau di luar rumah bersama orang lain.
Berger dan Luckman (1990: 61) juga mengatakan bahwa di dalam institusi masyarakat tercipta dan dipertahankan atau diubah melalui tindakan dan interaksi manusia. Meskipun masyarakat dan institusi sosial terlihat nyata secara obyektif, namun pada kenyataan semuanya dibangun dalam definisi subyektif melalui proses interaksi. Obyektivitas baru bisa terjadi melalui penegasan berulang-ulang yang diberikan oleh orang lain yang memiliki definisi subyektif yang sama. Pada tingkat generalitas yang paling tinggi, manusia menciptakan dunia dalam makna simbolik yang universal, yaitu pandangan hidupnya yang menyeluruh, yang memberi legitimasi dan mengatur bentuk-bentuk sosial serta memberi makna pada berbagai bidang kehidupannya. Menurut Berger dan Luckman pengetahuan masyarakat yang dimaksud adalah realitas sosial masyarakat. Realitas sosial tersebut adalah pengetahuan yang bersifat keseharian yang hidup dan berkembang di masyarakat seperti konsep, kesadaran umum, wacana publik, sebagai hasil dari
Proses eksternalisasi dapat terjadi ketika individu tersebut mendapatkan pendidikan formal maupun non formal. Jika di dalam keluarga, individu hanya mendapatkan pendidikan non formal dan proses internalisasi tersebut terkadang hanya berpengaruh ketika individu di tengah-tengah keluarga. Sedangkan proses obyektivasi memberi pengaruh kepada pelaku atau seseorang yang mempunyai penampilan yang menurut konstruksi masyarakat tersebut adalah ‘menarik’, kemudian ditiru oleh teman-teman di lingkungannya. Proses tersebut telah mengalami konsensus total di dalam masyarakat, sehingga terbentuklah suatu konsep konstruksi dalam hal ini adalah konsep kecantikan yang dikonstruksi oleh masyarakat dalam realitas sosial. Seperti yang telah dijelaskan di atas, konstruksi sosial tentang konsep kecantikan juga sangat terkait dengan kesadaran manusia terhadap realitas sosial itu. Karena itu, kesadaran adalah bagian yang paling penting dalam konstruksi sosial. Berger dan Luckman (1990: 8) Konstruksi sosial merupakan bagian
yang tak terpisahkan dengan gagasan substruktur dan superstruktur. Dari konsep tersebut, peneliti kemudian menggunakan konsep realitas sosial sebagai payung atau acuan dari teorinya Synnot dan Kazrorowsky yang menjelaskan tentang pentingnya wajah dan penampilan oleh perempuan pada saat ini sehingga dapat digunakan dalam mengkonstruksikan kecantikan bagi perempuan pada saat ini. melalui proses dialektika; eksternalisasi, obyektivasi dan internalisasi. Sedangkan superstruktur merupakan bentuk lain dari pemikiran dan kesadaran palsu yang terrefleksi dari substruktur itu sendiri. Gambaran Umum Kriteria kulit perempuan yang dibentuk oleh industri, pada pertengahan tahun 1980 sampai awal 1990, kulit yang kuning langsat masih menjadi daya jual produk-produk kecantikan di Indonesia. Namun kini, seiring dengan munculnya banyak produk pemutih, kriteria kecantikan yang mulai diutamakan adalah perempuan yang berkulit putih bersih. Perempuan yang ada di Tanjungpinang ingin berkulit putih di karenakan melihat iklan-iklan yang ada di TV mempromosikan produk-produk pemutih sehingga perempuan yang ada di Tanjungpinang tertarik untuk membeli produk tersebut. Ada yang membeli produk pemutih yang sudah ada BPOM, dan ada yang membeli produk yang tidak ada BPOM (badan pengawasan obat dan makanan). Suntik putih (whitening injection) biasanya masyarakat awam mengatakan suntik vitamin C. Menurut sejarah suntik putih glutax hadir pertama kali sekitar tahun 90an, yang diproduksi oleh salah satu perusahaan farmasi terkemuka di dunia yaitu di Negara Jepang. Suntik putih pertama kali tersebar di Tanjungpinang yaitu di rumah sakit namun pihak rumah sakit tidak mempromosikan produk suntik putih ini ke masyarakat
umum, mereka memasarkan secara diamdiam karena suntik putih ini tidak layak untuk di jual ataupun dipublikasikan karena suntik putih bersifat berbahaya dan ada efek sampingnya. Setelah ada di rumah sakit kemudian suntik putih ini tersebar klinik kecantikan namun suntik putih ini tidak di publikasikan di klinik kecantikan karena ada efek sampingnya dan berbahaya. Klinik-klinik kecantikan yang di kota Tanjungpinang. Analisis Indutri kecantikan dan produk-produk kecantikan yang ditayangkan di TV sehingga presepsi umum atas kecantikan cantik adalah kulit putih, membuat perempuan di Tanjungpinang merubah warna kulitnya dengan berbagai cara ada, baik medis dan non medis. Perempuan yang ada Tanjungpinang sendiri melihat kecantikan sebagai prioritas dimana ketika mereka putih mendapatkan perlakuan yang lebih baik dari sesama jenis ataupun lawan jenis. Zaman modernisasi Pengetahuan yang di miliki perempuan cantik itu harus berkulit putih, membuat perempuan yang di Tanjungpinang berlomba-lomba ingin melakukan yang instan dengan cara merubah warna kulit dengan cara medis dan non medis di klinik kecantikan agar kulit perempuan putih dan di lihat cantik dan menjadi sesuatu kebanggaan tersendiri ketika putih. Ada juga melakukan cara non medis Dari 5 informan dapat di lihat bahwa cantik itu adalah putih dan mereka memahami cantik itu harus putih. Kondisi tersebut mengakibatkan wanita berperilaku sosial cenderung pasif, dia akan merasa serba kurang dan tidak puas dalam memandang dirinya Oleh karena itu tidak heran kalau wanita berlomba-lomba untuk membeli produk-produk kecantikan dan memakainya dengan cara mencoba-coba mencari yang cocok dengan kulitnya. Memang tubuh manusia itu dari ujung
rambut ada produk perawatannya. Hal ini dibuktikan dengan semakin banyaknya fasilitas kecantikan dan inovasi yang muncul untuk menunjang usaha wanita dalam mempercantik diri akibat konstruksi sosial yang muncul terhadap deskripsi wanita cantik. Sehingga terlihat bahwa wanita dijaman modern ini,memiliki banyak tuntutan terhadap dirinya dan cenderung mengekploitasi diri dengan fasilitas kecantikan yang menawarkan berbagai macam produk baik yang dimulai dengan berteknologi tinggi dan tradisional. Menurut teori Konstruksi sosial Berger (Bungin, 2008:19) mengatakan adanya memon eksternalisasi Merupakan usaha pencurahan atau ekspresi diri manusia ke dalam dunia, baik dalam kegiatan mental maupun fisik. Proses ini merupakan bentuk ekspresi diri untuk menguatkan eksistensi individu dalam masyarakat. Pada tahap ini masyarakat dilihat sebagai produk manusia (Society is a human product). Dimana perempuan memiliki pengetahuan cantik itu di tunjukkan dari industri-industri kecantikan dan iklan-iklan yang ada di TV. Karena itu wanita sudah sewajarnya merawat dan memperhatikan tubuhnya, memiliki kosmetik atau melakukan perawatan kecantikan sekedarnya agar dapat muncul semua kepribadian dan kecantikan dalamnya. Kecantikan luar memang lebih langsung menonjol dan tampak, misalnya pada wajah, paras, bentuk, dan kulit. Karenanya, kulit, terutama kulit wajah banyak yang memperlakukannya bagaikan sebuah tanaman perlu dipelihara, disiram, diberi pupuk supaya subur, dengan cara memakai kosmetik atau pergi ke klinik dan dengan cara tradisional. Dalam momen objektivasi ada proses pembedaan antara dua realitas sosial, yaitu realitas diri individu dan realitas sosial lain yang berada diluarnya, sehingga realitas itu menjadi sesuatu yang objektif. mempunyai makna tersendiri atas kondisi fisik dan
pilihan tindakannya. Makna diri dibangun atas kesadaran informan setelah melalui proses eksternalisasi. Cantik adalah putih telah di pengaruhi oleh iklan yang mana menjadikan produk kecantikan sebagai alat kapitalisme untuk melaut keuntungan yang besar bagi produsen. Kecantikan yang didealkan dengan perempuan yang berkulit putih sehingga sering kali kecantikan pada perempuan yang diibaratkan perempuan korea yang berkulit putih. iklan merupakan bagian dari kegiatan promosi yang mempromosikan produk yang menekankan unsur citra. Jika produk itu menghasilkan perubahan yang baik maka perempuan banyak yang menggunakan produk tersebut tapi jika prouduk tidak menghasilkan kecantikan maka beralik ke produk lain sehingga perempuan merasa mendapat kecocokan, iklan hanyalah rayuan yang merayu agar tertarik dan mau membeli produk tersebut. sehingga dampak yang akan terjadi jika perempuan sudah mulai putus asa adalah cendrung tidak lagi memperdulikan warna kulit. Dari 5 informan yang dinyatakan bahwa mereka mengambil resiko dari efek samping produk yang mereka pakai dan di perkuat oleh dokter yang mengatakan sangat berbahaya untuk memakai suntik putih sendiri. Sehingga korban iklan yang berpotensi terhadap eksploitasi diri dan keinginan yang besar untuk merubah dirinya seperti apa yang lihatkan dan dicontohkan oleh produk tersebut. KESIMPULAN Pemahaman perempuan di Tanjungpinang cantik adalah putih dan Pemahaman sebagian masyarakat yang menganggap bahwa cantik itu putih sangat di pengaruhi oleh kekuatan medial dalam mengkonstruksikan kecantikan. Terkosntruksi secara sosial pula, bahwa
cantik adalah putih secara tidak langsung telah menimbulkan kegelisahan pada sebagian perempuan. Khsusnya mereka yang tidak berkulit putih. kecantikan yang di blow up oleh medial selalu menampilkan sosok perempuan yang berkulit putih. Membuat kecantikan sebagai produk sosial sehingga para perempuan melakukan penyesuain sendiri terhadap lingkungannya di mana perempuan yang ada di kota Tanjungpinang selalu berusaha tampil cantik dengan melakukan perawatan kecantikan. Ada yang melakukan perawatan medis dan non medis. Hal ini di buktikan dengan semakin banyaknya fasilitas kecantikan dan inovasi yang muncul untuk menunjak usaha perempuan dalam mempercantik diri akibat konstruksi sosial yang muncul terhadap deksripsi perempuan cantik.
dan perilaku perlu dipoles juga sebaik mungkin. 4. Laki-laki sebaiknya tidak menilai secara subjektif wanita hanya dari penampilan fisik dan wajah saja tetapi carilah hal lain yang dapat dicintai selain fisik seperti sikap perilaku, kedewasaan, keibuan, kesabaran, kesederhanaan, dan lain sebagainya. 5. Sebaiknya produk yang bermerkuri harus ada izin BPOM , seharusnya tidak di jual pasaran 6. Sebaiknya klinik kecantikan sudah ada izin praktek tidak sembarangan malakukan malpraktek suntik putih Daftar Pustaka Basrowi
dan
Sukidin.
Penelitian Perspektif
2002. Metode
Mikro: Grounded
SARAN
theory,
Sebagai tindak lanjut dari hasil penelitian ini, maka penulis kemudian memberikan saran sebagai berikut
Etnografi, Dramaturgi, Interaksi Simbolik,
1. Perempuan itu seyogyanya bersyukur, karena kecantikan itu anugerah yang diberi sama yang kuasa. Sebaiknya perempuan menjadi dirinya sendiri, Saat anda berhenti jaga image atau berusah menjadi orang lain, maka anda akan lebih membuka diri anda apa adanya, sehingga anda akan lebih mudah didekati dan diajak bicara. Karena orang akan mendekati bukan karena seberapa cantiknya anda, tetapi seberapa mudah untuk membuka diri untuk di dekati. 2. Untuk khayalak perempuan yang menjadi sasaran dari ikan-iklan produk kecantikan, agar tidak terjebak dalam stereotype dalam iklan yang memaknai kecantikan hanya dari luar atau fisik saja. 3. Perempuan pun juga sebaiknya berdandan dengan memaksimalkan potensi yang ada pada dirinya tanpa harus merubah warna kulit. Jangan terlalu berorientasi perbaikan fisik dan wajah saja namun sikap
Fenomenologi, Etnometodologi,
Hermeneutik, Konstruksi Sosial, Analisis Wacana,
dan
Metodologi
Refleksi, Surabaya: Insan Cendekia. Ritzer,
George.
2002.”Sosiologi
Ilmu
Berparadigma Ganda”. PT Rajawali Press, Jakarta. Mulyana, Deddy., 2001, Metode Penelitian Kualitatif,
Paradigma
Baru
Ilmu
Komunikasi dan Ilmu Sosial Lainnya, Rosda Karya, Bandung. Bugin, Burhan. 2007. Metode Penelitian Kualitatif dan kuantitatif. Jakarta : Kencana.
Moleong Lexy J. 2004. Metode Penelitian Kualitatif Edisi Revisi. Bandung : Remaja
Melliana S, Annastasia. 2006. Menjelajah
Rosda karya.
Tubuh: Perempuan dan Mitos Kecantikan.
Silalahi, Ulber. 2004. Metode penelitian
Yogyakarta: LKIS
Sosial. Bandung : PT Rafika Aditama. Di akses pada tanggal 25 Maret 2016 pukul 21.00
WIB
di
alamat
website:
http://drozindonesiatranstv.blogspot.co.id/20 15/01
Joseph, Jonathan, Social Theory A Reader, ed. Edinburg: Edinburg University Press, 2005. Bungin, Burhan. 2008. Konstruksi Sosial
Di akses pada tanggal 25 Maret 2016 pukul
Media Masa. Jakarta : Prenada Media
21.00 WIB di alamat website: http://id id.facebook.com/SL.buku/posts/4889507511
REFERENSI ONLINE
899 http://ezinearticles.com/?HealthYuliano, V. 1, 2007. Pesona barat: Analisis
Institution&id=503185
Kritis-Historis Tentang Kesadaran Warna Kulit di Indonesia.Yogyakarta:Jalasutra. Wofl, Naomi. 2004. Mitos Kecantikan Kala Kecantikan Menindas Perempuan.Yogyakarta: Niagara. Berger Peter dan Luckman, Thomas. 1990 “tafsiran risalah
sosial
atas
tentang
kenyataan sosiologi
pengetahuan”. LP3ES, Jakarta. Calhoun, Craig et.al. Classical Sosiological theory. Third Edition. West Sussex: Wiley-Blacwell, 2012. Kasiyan. 2008. Manipulasi dan Dehumanisasi Perempuan Dalam Iklan.
Yogyakarta: Ombak.
http://kbbi.web.id/cantik.