TAHULI PADA UPACARA ADAT PULANGA MASYARAKAT GORONTALO OLEH NURAIN A. NUSI NIM 311409134 JURUSAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS SASTRA DAN BUDAYA UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO Anggota Penulis Dr. Fatmah AR Umar, M.Pd. (Anggota I / Pembimbing I) Dr, Sance A. Lamusu (Anggota II / pembimbing II) ABSTRAK NURAIN A. NUSI Skripsi. Tahuli pada Upacara Adat Pulanga Masyarakat Gorontalo. Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Sastra dan Budaya, pembimbing Dr. Fatmah AR Umar, M.Pd. dan Dr. Sance Lamusu, M.Hum. Permasalahan yang di angkat adalah (1) bagaimana makna simbol kata dan kalimat tahuli berdasarkan konvensi lingkungan sosial ; (2) bagaimana makna simbol kata dan kalimat tahuli berdasarkan denotatif, konotatif atau anotatif. Metode yang digunakan adalah metode deskriptif analisis dengan menggunakan pendekatan Semiotik. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh ada 6 kata yang mengandung makna simbol berdasarkan konvensi lingkungan sosial, yaitu: 1). Eeyaanggu (tuan), 2) eeya (tuan), 3) Bandla (ananda), 4) Ta’uwa (khalifah), 5) Modidi ode hulato (akan larut laksana garam), 6) Wuudiyo pongolito (hukum adat sangsinya). Dan ada 17 kata yang mengandung makna simbolyaitu: 1) Bubalata (tegas), 2) Tohuliya – totauwa (dari seluruh penjuru), 3) lopo’o wali balata (pencipta hukum adat), 4) Huta (tanah), Taluhu (air), 5) Upango (harta), 6) Ambuwa (tertib), 7) Mopopio lahuwa (membangun negeri), 8) Tuango (anak), 9) ode pao tumopolo ‘laksana rumput tak hanyut’, 10) Bubato (leluhur), 11) Kadato (kraton), 12) Wombu pulu lo hunggiya (cucunda yang mulia), 13) ode longi umombito (bagai getah melekat), 14) Hiu’upa poliyama ( bagai bintang bertebaran), 15) ngango data puputo (berkata banyak khilafnya / boros), 16) bo ngango molahepo (terucap yang keliru), 17) ito lonika lo nyawa (jiwa raga dipadukan). Kata kunci: Tahuli Upacara Adat Pulanga
Pendahuluan Pulanga merupakan upacara adat masyarakat Gorontalo yang berhubungan dengan acara penobatan, Pulanga ini dilakukan kepada orang yang masih hidup. Orang-orang tersebut biasanya para pejabat yang duduk di provinsi sampai ke kecamatan. Di samping itu, terdapat Pulanga kepada orang-orang yang sudah meninggal yang disebut dengan Gara?i. Pada upacara adat Pulanga terdapat tahapan prosesi penyampaian Tahuli. Tahuli ini sering diucapakan pada setiap upacara adat tidak terkecuali pada upacara adat Pulanga ini. Tahuli merupakan pesan atau nasehat kepada seseorang yang sedang dipulanga. Proses penyampaian Tahuli dilaksanakan secara berganti dengan penyampaian Tuja’i. Tahuli ini sangat penting didengarkan oleh masyarakat, baik yang sedang dipulanga maupun masyarakat sekitar. Karena didalam Tahuli terdapat makna simbol bahasa yang dijadikan suatu pedoman hidup atau pedoman yang dapat dilaksanakan oleh seorang pejabat pada saat pejabat itu melaksanakan tugasnya dikursi pemerintahan. Berdasarkan uraian tersebut, maka pada penelitian ini akan dibahas simbolsimbol bahasa yang terdapat dalam Tahuli, dengan menggunakan pendekatan semiotik. Pendekatan semiotik yang digunakan dalam penelitian ini pendekatan menurut Charles Sanders Pierce tahun 1931 (Hoed, 2008:18). Semiotik menurut Pierce membahas simbol, ikon, dan indeks, dari ketiga unsur semiotik Pierce ini dikhususkan dalam penelitian ini adalah membahas simbol pada Tahuli dalam upacara adat Pulanga, yang dipermulasikan dalam judul penelitian “Tahuli pada Upacara Adat Pulanga Masyarakat Gorontalo ” Berdasarkan dasar pemikiran maka rumusan masalah pada penilitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut: (1) Bagaimana makna simbol kata dan kalimat Tahuli berdasarkan konvensi lingkungan sosial? (2) bagaimanakah makna simbol kata dan kalimat Tahuli berdasarkan denotatif, konotatif, atau anotatif?. Tujuan dari penelitian ini dilaksanakan adalah untuk mengetahui makna simbol verbal yang tersirat dalam puisi lisan Tahuli, agar mayarakat banyak yang dapat memetik pelajaran yang sangat berharga untuk dijadikan sebagai pedoman dan pengangan
hidupnya, dan dapat dijadikan pengangan. Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut: (1) Peneliti, Manfaat penelitian ini bagi peneliti adalah dapat menambah wawasan peneliti akan makna-makna simbol yang terkandung dalam teks Tahuli, dan dapat menambah pengetahuan peneliti akan ragam sastra daerah Gorontalo khususnya puisi lisan Tahuli. (2) Masyarakat, Bagi masyarakat penelitian ini bermanfaat dalam menambah pengetahuan masyarakat akan makna simbol yang terkandung dalam teks Tahuli, jadi masyarakat tidak hanya akan melaksanakan prosesinya saja tapi juga bisa memaknai setiap tulisan dalam teks Tahuli yang dilantunkan oleh Baate. Sehingga masyarakat dapat menjadikan sebagai pedoman dan pengangan hidupnya dalam kehidupan sehari-hari. (3) Pendidikan, Manfaat bagi pendidikan, penelitian ini bisa menjadi bahan untuk menambah wawasan dan memperkaya pengetahuan akan sastra daerah Gorantalo khususnya teks Tahuli pada upacara adat Pulanga. Metode Penelitian Metode penelitian dalam penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif
analitik.
Metode
deskriptif
analitik
dilakukan
dengan
cara
mendeskripsikan fakta-fakta kemudian di susul dengan analisis. Sumber data dalam penelitian ini diperoleh dari dokumen atau buku yang di dalamnya terdapat teks Tahuli. Sumber tersebut adalah Pateda, Eds (2009:110116) dan Pemda Daerah Tingkat II Kerjasama dengan FKIP Univ. Samratulangi Di Gorontalo, (1985) dan juga sumber data diperoleh dari beberapa informan yaitu masyarakat Gorontalo khususnya yang berada di kecamatan limboto. Informan dalam penelitian ini adalah para pemangku adat yang pernah mengikuti pelaksanaan upacara adat Pulanga. Cara pengumpulan data dilakukan dengan studi dokumentsi dan wawancara, sedangkan teknik analisis data dengan cara mengidentifikasi, mengklasifikasi, menganalisis dan menyimpulkan makna simbol dalam Tahuli. Hasil Penelitian dan Pembahasan
Makna Simbol Kata Dan Kalimat Tahuli Berdasarkan Konvensi Lingkungan Sosial 1. eeyaanggu (tuanku) kata eeyaanggu ‘tuanku’ dapat dilihat pada kalimat berikut: Eeyanggu – eeyanggu – eeyanggu Maa loduudula mayi
tuanku-tuanku-tuanku kami telah hadir
Kata eeyaanggu diperoleh dari data 1 pada bait kedua baris pertama. Kata eeyaanggu memiliki makna yaitu bahwa seorang yang sedang dinobatkan adalah seorang yang sangat diagungkan dan dimuliakan. Sehingga disebut ‘eeyaanggu’, Ini menyimbolkan bahwa seorang yang dinobatkan adalah seorang yang diagungkan sebagaimana mereka mengagungkan tuhannya. Kata eeyaanggu ini sudah merupakan konvensi lingkungan sosial masyarakat khususnya masyarakat Gorontalo, karena bagi masyarakat Gorontalo pejabat yang dinobatkan merupakan seseorang yang harus diagungkan sehingga harus diibaratkan seperti Tuhan. Dan juga ini masyarakat menentukan kata tersebut karena berdasar dari falsafah daerah Gorontalo yaitu adat bersendikan syara, syara bersendikan kitabullah. 2. eeya (tuan) kata eeya dapat dilihat pada hampir setiap kalimat dalam tahuli salah satu pada kalimat berikut: Ito eeya maa mololimo Paalita lo pulanga kata eeya
tuan akan menerima giliran penobatan
diperoleh dari data I bait ketiga baris pertama. Kata eeya
bermakna rasa hormat masyarakat Gorontalo kepada tuan yang dinobatkan. Bagi masyarakat Gorontalo tuan tersebut dianggap sebagai seseorang yang sangat terhormat. Oleh sebab itu tuan tersebut harus dapat menjaga jangan sampai tidak merasa nyaman ketika menduduki jabatan di Gorontalo. Kata eeya sudah merupakan hasil dari konvensi sosial masyarakat Gorontalo, bagi masyarakat Gorontalo setiap pejabat yang dinobatkan harus disebut dengan sebutak eeya karena orang tersebut nantinya akan menjadi pemimpin kita, junjungan kita.
3.
Bandla (ananda)
Kata bandla ‘ananda’ dapat dilihat pada kalimat berikut: Ode bandla pulu mulia Malo ta dula botiya
kepada ananda yang mulia pada hari ini
Dalam tahuli ini kata bandla diartikan sebagai ‘ananda’ yaitu ungkapan rasa hormat. Secara konvensi sosial, kata bandla bermakna simbol rasa hormat dengan penuh kasih sayang masyarakat Gorontalo kepada tuan yang sedang dinobatkan. Bagi mayarakat tuan tersebut adalah anak yang sangat disayangi, dikasihi, di manja, di hormati dan dimuliakan. 4.
Ta’uwa (khalifah)
kata ta’uwa ‘khalifah’ dapat dilihat pada kalimat berikut: Ito eeya maa ta’uwa Pi’ili wawu ayuwa
tuanku telah menjadi Khalifah tingkah laku dan gerak gerik
kata ta’uwa diperoleh dari data II pada bait keenam baris pertama. Ta’uwa bermakna simbol bahwa tuan yang dinobatkan adalah seorang yang akan selalu jadi junjungan masyarakat, dan selalu disegani oleh rakyatnya. Selain itu tuan yang dinobatkan selalu menjadi teladan bagi masyarakatnya. Oleh karena itu tuan yang dinobatkan harus memperlihatkan hal-hal yang baik untuk dicontohi oleh masyarakatnya. Kata ini sudah merupakan hasil konvensi sosial masyarakat Gorontalo,karena dikatakan sebagai tauwa yang berarti khalifah karena bagi masyarakat Gorontalo pejabat tersebut nantinya akan menjadi teladan yang baik bagi masyarakat, sesuai dengan yang ada di dalam kitabullah bahwa setiap pemimpin adalah khalifah bagimu. Inilah yang menjadi landasan atau dasar masyarakat Gorontalo untuk menetapkan kata tauwa ini. 5. Modidi ode hulato (akan larut laksana garam) Kalimat modidi ade hulato dapat dilihat pada berikut ini: Modidi ade hulato Dahayi bolo mobangguwato
akan larut laksana garam jagalah keseimbangan / hancur
Kalimat modidi ode hulato ‘akan larut laksana garam’ diperoleh dari data II pada bait ketujuh baris kedelapan. Kalimat modidi ode hulato ‘akan larut laksana garam’ merupakan makna simbol yang berarti bahwa jabatan yang diberikan dilaksanakan dengan sebaik mungkin, jujur dan seadil mungkin agar tak hancur atau rapuh pemerintahan yang dijabati. Diibaratkan seperti garam, karena garam jika larut maka tak bisa digunakan lagi. Begitupun dengan jabatan yang diberikan jika tidak dilaksanakan dengan sebaik mungkin maka akan hancur dan hanyalah penyesalan yang didapatkan. Dan setiap daerah akan terpisah-pisah atau cerai berai. 6. Wuudiyo pongolito (hukum adat sangsinya) Kata Wuudiyo pongolito ‘hukum adat sangsinya’ dapat dilihat pada kalimat berikut: Bolo tala ta bulito Wuudiyo pongolito
bila menyalahi adat istiadat hukum adat sangsinya
Kalimat Wuudiyo pongolito ‘hukum adat sangsinya’ diperoleh dari dat 4 pada bait keenam baris kesebelas. Kalimat Wuudiyo pongolito ‘hukum adat sangsinya’ memiliki makna konotasi bahwa segala sesuatu yang dilakukan dengan hukum maka hukum itupun yang akan memberikan sangsi kepadanya. Kalimat ini memiliki makna simbol bahwa setiap apa yang dilakukan oleh pejabat yang dinobatkan haruslah berlandaskan hukum adat dan berlaku untuk kepentingan seluruh isi daerah tersebut. Tetapi jika ia melanggarkannya atau bertindak sesuka hatinya, dan
tidak sesuai dengan hukum dengan hukum adat, maka hukum
adatlah yang akan memberinya sangsi. Makna Simbol Kata dan Kalimat Tahuli Berdasarkan Denotatif, Konotatif atau anotatif
1. Bubalata (tegas) Kata bubalata (tegas) dapat dilihat pada kalimat berikut: Hale lo lahuwa data Wu’udiya bubalata
semua ketentuan adat negeri jalankanlah dengan tegas
Kata bubalata ‘tegas’ diperoleh dari data 4 pada bait kedua barik keempat. Kata bubalata secara harfiah berarti tempat tidur. Namun dalam tahuli bubalata diartikan tegas. Secara denotatif kata bubalata berarti tempat tidur sedangkan secara konotatif diartikan dengan tegas, jika dianalisis secara semiotik kata bubalata memiliki makna simbol bahwa sebuah pemerintahan haruslah bersifat seperti tempat tidur lurus dan tidak berliku. Artinya seorang pejabat yang dinobatkan dalam bertindak ataupun dalam memutuskan sesuatu harus tegas dan tidak penah mengharapkan sesuatu apapun. Siapapun itu harus ini memberikan sesuatu baik itu keputusan atau aturan haruslah sama, tidak bisa memihak. Seperti halnya tempat tidur, siapapun itu yang akan tidur diatasnya ia tidak pernah menolak, ia selalu siap siapa saja yang akan tidur diatasnya. 2.
Tohuliya – totauwa (dari seluruh penjuru)
Kalimat Tohuliya – totauwa ‘dari seluruh penjuru’ dapat dilihat pada beberapa kalimat berikut: Tohuliya – totauwa Hipapade hitaluwa
dari seluruh penjuru duduk tertib/sopan sambil menghadap
Kalimat Tohuliya – totauwa ‘dari seluruh penjuru’ diperoleh dari data 5 pada bait pertama baris keenam. Kalimat Tohuliya – totauwa ‘dari seluruh penjuru’ memiliki arti ibarat dari ujung barat sampai ke ujung timur. Kalimat Tohuliya – totauwa ‘dari seluruh penjuru’ bermakna simbol bahwa semua manyarakat dari ujung manapun turut hadir dan menjadi saksi dalam pelaksanaan penobatan tersebut. Selain itu mereka juga menyaksikan seorang pejabat yang akan memimpin mereka dan yang akan mereka sanjungi dan hormati. Ini mengibaratkan bahwa seorang yang dinobatkan adalah seorang yang sangat penting sampai harus disaksikan oleh orang yang banyak. 3.
lopo’o wali balata (pencipta hukum adat)
Kalimat lopo’o wali balata ‘pencipta hukum adat’ dapat dilihat pada beberapa kalimat berikut:
Ta yilobutu to data Lopo’o wali balata
yang timbul dalam negeri pencipta hukum adat
Kalimat lopo’o wali balata ‘pencipta hukum adat’ diperoleh dari data 6 pada bait pertama baris kesembilan. Kalimat lopo’o wali balata ‘pencipta hukum adat’ memiliki makna simbol bahwa seorang pejabat yang dinobatkan ini dinobatkan oleh para pemangku adat yang mengerti akan adat, dan juga sebagai orang-orang yang memutuskan suatu keputusan adat. Selain itu para pemangku adat pula menyiapkan segala urusan mengenai upacara adat penobatan karena mereka yang memahami akan hukum-hukum dan aturan-aturan serta tata cara dalam upacara adat penobatan. Dan kata lopo’o wali balata juga memiliki makna simbol bahwa hukum adat sifatnya sangat netral tidak memilih-milih. Artinya siapa saja yang bersalah atau menyalahi aturan maka hukum adat pula yang akan memberikan sangsi 4. Huta (tanah), Taluhu (air), Huta, huta loito eeya Taluhu, taluhu ito eeya Dupoto,dupoto ito eeya
tanah adalah milik tuanku air adalah milik tuanku angin adalah milik tuanku
Kata huta, dan taluhu, diperoleh dari data 1 pada bait kelima baris pertama. Kata huta
‘tanah’ ini memilki makna simbol
yang berarti kekuasaan. Ini
mengibaratkan bahwa betapa luasnya kekuasaan yang akan dimiliki oleh pejabat yang dinobatkan, sehingga diibaratkan dengan kata huta yang secara denotatif berarti tanah. Kemudian kata taluhu ‘air’ memiliki makna simbol bahwa daerah yang akan dipimpin oleh pejabat yang dinobatkan adalah neberi yang sangat subur dan makmur. Seperti halnya air, air merupakn sumber utama kehidupan manusia dan semua isi bumi ini, dengan
air semua akan menjadi makmur. Manusia dan
binatang menggunakan air untuk pelepas dahaga dan tumbuhan menggunakan air untuk pertumbuhan. Oleh karena itu kesuburan dan kemakmuran daerah yang akan dipimpin oleh pejabat yang dinobatkan diibaatkan dengan kata taluhu.
5.
Upango (harta)
Kata upango dapat dilihat pada kalimat berikut: Batanga pomaya Upango potombulu Nyawa podungalo
jiwa raga diabadikan harta didharma baktikan nyawa sebagai petaruh
upango ‘harta’ diperoleh dari dat 1 pada bait kesepuluh baris kelima. Secara denotatif kata upango berarti ‘pajak’. Namun dalam tahuli diartikan sebagai harta. . Kata upango ‘harta’ bermakna konotasi halus sedangkan kata upanga ‘pajak’ bermakna konotasi netral. Kata upango ‘harta’ bermakna simbol bahwa semua harta yang dimliki oleh pejabat yang dinobatkan dibudidarmakan untuk daerah dan masyarakat. Dari kata upanga ini diharapkan harta yang diperoleh oleh pejabat yang dinobatkan dugunakan unutk kesejahteraan rakyat bukannya digunakan hanya untuk dirinya sendiri. Seperti halnya arti dari upango sebagai ‘pajak’, pajak itu di bayar oleh yang wajib membayar dan diberikan kepada yang wajib menerima. 6. Ambuwa (tertib) kata ambuwa ‘tertib’ dapat dilihat pada kalimat berikut: Lou hituwa tuwawua sumber segala sesuatu Hi wolata hi ambuwa menunggu dengan tertib Kata ambuwa ‘tertib’ diperoleh dari data 2 pada bait ketiga baris keempat. Jika diartikan secara denotatif ambuwa berarti ‘berkumpul’. Namun dalam tahuli ambuwa diartikan ‘tertib’. Jika diterjemahkan ke dalam Bahasa gorontalo kata ‘tertib’ yaitu toaturu. Tetapi dalam tahuli tertib dikatakan ambuwa. Ini memiliki makna simbol bahwa hadirin baik para pejabat, pemangku adat, tokoh agama dan masyarakat menunggu tuan yang akan dinobatkan dengan sangat teratur. Karena mereka menganggap yang akan datang adalah orang sangat disanjungi. 7. Mopopio lahuwa (membangun negeri) Kalimat mopopio lahuwa dapat dilihat pada kalimat berikut: Mopipio lahuwa
membangun negeri
Dila bolo ohuuwa
jangan dengan kekerasan
Kalimat Mopopio lahuwa ‘membangun negeri’. Diperoleh dari data 2 bait ketiga baris kelima. Mopopio lahuwa jika diartikan secara denotatif berarti ‘memperbaiki simpanan’, tetapi dalam tahuli secara konotasi mopopio lahuwa diartikan ‘membangun negeri’. Kalimat ini bermakna simbol bahwa negeri ini dibangun dengan sebaik mungkin, sebaik kita menyimpan barang yang sangat kita sayangi. Sebagaimana kita menyimpan barang kita yang kita sayangi, kita simpan ditempat yang bagus dan tempat yang tidak mudah retak. Begitupun dengan negeri ini di bangun dengan baik agar bisa tetap utuh, bagus dan tidak mudah runtuh. Agar negeri ini teteap damai sejehtera dan tidak akan goyang meskipun dihadang oleh apapun. Untuk itu kepada tuan yang dinobatkan harus mampu memahami semua kalimat itu. 8.
Tuango (anak)
kata tuango ‘anak’ dapat dilihat pada kalimat berikut: Tuango lipu mobuluhuto Mohinggala mopotuhuto
anak negeri akan ribut memaksa menurunkan
Kata tuango ‘anak’ diperoleh dari data 2 pada bait kelima baris pertama. Secara denotatif kata tuango berati ‘isi’. Namun dalam tahuli diartikan sebagai ‘anak’. Kata tuango bermakna konotasi halus. Kata tuango bermakna semiotik sebagai bentuk dari keselurahan isi negeri, yang disimbolkan dengan anak. Tuango
disini bermakna sebagai penduduk yang ada dalam daerah tersebut.
Tuango diartikan ‘anak’ artinya semuanya penduduk yang akan dipimpin oleh tuan yang dinobatkan dianggap sebagai anak. 9.
ode pao tumopolo ‘laksana rumput tak hanyut’
kalimat ode pao tumopolo dapat dilihat pada bagian berikut: Lipu mali mobuolo Ode pao tumopoolo
negeri akan bergejolak laksana rumput tak hanyut
Kalimat ode pao tumopolo ‘laksana rumput tak hanyut’ diperoleh dari data 2 pada bait keenam baris kedelapan. Kalimat ode pao tumopolo merupakan makna
kiasan atau konotasi yang berarti jika negeri yang diberikan kepada pejabat untuk dibenahi, tetapi dalam pelaksanaanya pejabat yang bersangkutan tidak melaksanakannya dengan baik maka negeri itu akan seperti rumput yang tak hanyut, akan tertumpuk disuatu tempat yang dibawahnya mengalir air. Artinya pemerintahan tidak akan ada perubahan meski waktu berjalan terus, pemerintahan hanyalah sebagai struktur saja, namun bukanlah sesuatu yang akan membawa kesejahteran dan perubahan untuk masyarakat. 10. Bubato (leluhur) Kata bubato dapat dilihat pada kalimat berikut: Lo mongo tiyombuto bubato To lipu botiya wopato
oleh para leluhur pada keempat negeri ini
Kata bubato diperoleh dari data 2 pada bait ketujuh baris kedua. Kata bubato secara konotasi berarti ‘para pejabat’. Kata bubato ini bersinonim dengan kata ta’uwa yang arti juga ‘para pejabat. Tetapi dalam tahuli kata bubato diartikan sebagai para leluhur. Kata ini memiliki makna simbol bahwa semua yang hadir dan menyaksikan acara penobatn tersebut adalah para petua dan orang yang mengetahui apa saja yang dilaksanakan oleh pejabat yang dinobatkan. Bubato di sini mulai dari pejabat 11. Kadato ‘kraton’ Kata kadato ‘kraton’ dapat dilihat pada kalimat berikut: O limo liyo kadato Dahayi bolo mobangguwato
yang kelima adalah Kraton jagalah keseimbangan / hancur
Kata kadato diperoleh dari data 2 pada bait ketujuh baris keempat. Kata kadato secara denotatif berarti ‘rumah dinas’ atau rumah pejabat yang dinobatkan. Selama ia menjabat maka ia akan tinggal di rumah dinas tersebut. Tetapi dalam tahuli kadato diartikan sebagai ‘kraton’. Kata ini bermakna konotasi halus, karena kraton itu adalah tempat seorang raja yang diagungkan dan juga tempat tinggal yang begitu mewah yang dipenuhi dengan penjagaan yang begitu ketat. 12. Wombu pulu lo hunggiya (cucunda yang mulia)
Kalimat wombu pulu lo hunggiya (cucunda yang mulia) dapat dilihat di bawah ini: Wombu pulu lo hunggiya To lipu duluwo tiya
cucunda yang mulia pada kedua negeri ini
Kalimat wombu pulu lo hunggiya diperoleh dari data 4 pada bait pertama baris pertama. Kalimat wombu pulu lo hunggiya memiliki makna konotasi halus yang berarti seorang yang sangat dimuliakan, diagungkan, dan dihormati. Secara harfiah kata wombu berarti cucu secara umum yaitu anak diketurunan ke dua. Tatapi dalam tahuli kata wombu pulu lo hunggiya adalah seorang yang dinobatkan yang dianggap sebagai cucu yang disayangi, dikasihi, dimanja, dihormati, dan diagungkan oleh semua orang. Oleh karena itu, untuk pejabat yang dinobatkan haruslah mampu bersikap baik kepada rakyatnya, dengan begitu antara pemimpin dan rakyatnya akan saling memahami dan saling mendukung. 13. ode longi umombito (bagai getah melekat) kalimat ode longi umombito ‘bagai getah melekat’ dapat dilihat pada teks berikut: Taheliyo mohulito Ode longi umombito
perkataan dan penuturan bagai getah melekat
Kalimat ode longi umombito ‘bagai getah melekat’ diperoleh dari data 4 pada bait keenam baris kelima. Kalimat ode longi umombito ‘bagai getah melekat’ secara konotasi memiliki makna simbol bahwa dalam dalam menjabat suatu pemerintahan pimpinan haruslah konsisten dengan perkataan dan penuturannya. Tak boleh dipengarui oleh sesuatu apapun. Dalam memutuskan sesuatu seorang pemimpin harusnya berpikir dengan baik dan diambil secara saksama. Seperti getah ia tak pernah lepas jika telah melekat disebuah batang pohon meskipun panasnya terik matahari ataupun derasnya hujan. 14. Hiu’upa poliyama ( bagai bintang bertebaran)
Kalimat Hiu’upa poliyama ‘ bagai bintang bertebaran’ dapat dilihat pada beberapa kalimat berikut: Ulipu hitima – manga Hiu’upa poliyama
rakyat mengikuti dengan seksama bagai bintang bertebaran
Kalimat Hiu’upa poliyama ‘ bagai bintang bertebaran’ diperoleh dari data 5 pada bait ketiga baris ketiga. Kalimat Hiu’upa poliyama ‘ bagai bintang bertebaran’ bermakna konotasi bahwa masyarakat yang hadir begitu banyaknya sampai tak terhitung seperti bintang yang bertebaran di langit. Kalimat Hiu’upa poliyama ‘ bagai bintang bertebaran’ memiliki makna simbol bahwa masyarakat yang hadir dalam menyaksikan pemimpinnya yang dinobatkan sangatlah banyak. ini menyimbolkan antusias masyarakat dalam menyambut pemimpinnya. ini menyimbolkan akan keinginan masyarakat akan pemimpinnya. 15. ngango data puputo (berkata banyak khilafnya / boros) Kalimat ngango data puputo ‘berkata banyak khilafnya / boros’ dapat dilihat pada beberapa kalimat berikut: Timo deo lotimuto Ngango data puputo
berpikir sebelum berkata berkata banyak khilafnya/boros
Kalimat ngango data puputo ‘berkata banyak khilafnya / boros’ diperoleh dari data 6 pada bait pertama baris kedua. Kalimat ngango data puputo ‘berkata banyak khilafnya / boros’ secara denotatif berarti ‘mulut banyak sampah. Dan dalam tahuli Kalimat ngango data puputo ‘berkata banyak khilafnya / boros’ memiliki makna konotasi bahwa jangan pernah bermain-main dengan perkataan kita, biasanya perkataan kita bisa menjatuhkan atau menghancurkan kita sendiri. Kalimat ngango data puputo ‘berkata banyak khilafnya / boros’ ini memiliki makna simbol bahwa menjadi seorang pemimpin haruslah pandai mengatur katakata yang keluar dari mulutnya. jangan hanya mengatur pemerintahan tetapi juga harus pandai mengatur perkataan. Karena dari perkataan bisa membuat kita disenangi dari perkataan pula bisa membuat kita dibenci bahkan dicampakkan.
jadi jika menjadi seorang pemimpin setelah dinobatkan haruslah bisa menjaga lidahnya sebab lidah tidak bertulang. 16. bo ngango molahepo (terucap yang keliru) Kalimat bo ngango molahepo ‘terucap yang keliru’ dapat terlihat pada kalimat berikut: Bo ngango molahepo Mo’o bu’a tomelato
terucap yang keliru membawa perselisihan
Kalimat bo ngango molahepo ‘terucap yang keliru’ diperoleh dari data 8 pada bait pertama baris ketiga. Kalimat bo ngango molahepo ‘terucap yang keliru’ secara konotasi memiliki makna simbol bahwa dalam membangun sebuah pemerintahan haruslah menjaga dengan baik semua perkataan, jangalah berkata seperti orang yang bermimpi maksudnya janglah asal-asal berkata. Jika asal berkata maka yang terjadi adalah perselisihan diantara kia semua. 17. ito lonika lo nyawa (jiwa raga dipadukan) Kalimat ito lonika lo nyawa ‘jiwa raga dipadukan’ dapat terlihat pada beberapa kalimat berikut: Dileu ayu hulawa Ito linika lo nyawa
permaisuri emas juwita jiwa raga dipadukan
Kalimat ito lonika lo nyawa ‘jiwa raga dipadukan’ diperoleh dari data 8 pada bait pertama baris keenam. Kalimat ito lonika lo nyawa
‘jiwa raga
dipadukan’ memiliki makna simbol bahwa seorang pemimpin ketika setelah dinobatkan haruslah mempertaruhkan jiwa raganya untuk daerah yang dipimpinnya. Seperti halnya orang menikah yaitu terpadunya dua insan. Begitupun dengan menjalankan pemerintahan harus memperpadukan antara jiwa dan raga untuk mencapai suatu kemakmuran dan kesejahteraan bersama. Penutup Berdasarkan hasil pembahasan maka peneliti dapat menarik beberapa simpulan yaitu sebagai berikut: dalam tahuli banyak mengandung makna simbol
baik yang sesuai dengan konvensi lingkungan sosial maupun sesuai dengan denotative, konotatif atau anotatif. Adapun saran dalam penelitian ini adalah: (1) Adanya pemaknaan yang mendalam lagi sehingga masyarakat lebih banyak mengetahui tentang tahuli sehingga mereka tidak hanya mengikuti prosesinya saja, namun mereka juga memahami apa makna yang terkandung dalam tahuli. (2) Adanya penelitian lanjutan namun dengan kajian yang berbeda sehingga banyak lagi pengetahuan tentang tahuli. (3) Adanya penelitian lanjutan namun dengan objek kajian penelitian yang berbeda, jika penelitian sekarang objek kajiannya teks Tahuli maka diharapkan penelitian lanjutan dengan objfekf kajian puisi lisannya langsung. Daftar Pustaka Hoed, Benny. 2008. Semiotik dan Dinamika Sosial Budaya. Depok: FIB UI Endraswara, Suwardi. 2003. Metodologi Penelitian Sastra. Yogyakarta: Pustaka Widyatama
Ratna, Nyoman Kutha. 2012. Teori, Metode, dan Tehnik Penelitan Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Peteda, Mansoer. Eds . 2008. Pohutu Aadati Lo Hulondalo. Gorontalo: Pemda Kab Gorontalo
Pemda Daerah Tingkat II Gorontalo kerjasama dengan FKIP UNIV. Sam Ratulangi Di Gorontalo. 1985. Empat Aspek Adati Dearah Gorontalo. Jakarta: PT. Aksara Indira Harapan Tuloli, Nani. 1995. Khasanah Sastra Lisan. Gorontalo: STKIP