PERILAKU MASYARAKAT YANG MENCERMINKAN NILAI-NILAI KEPERCAYAAN DALAM UPACARA ADAT SIRAMAN GONG KYAI PRADAH DI KELURAHAN KALIPANG, KECAMATAN SUTOJAYAN, KABUPATEN BLITAR
Nunik Ratnawati
Abstract: Upacara Siraman Gong Kyai Pradah (SGKP) di Kelurahan Kalipang Kecamatan Sutojayan Kabupaten Blitar mengandung nilai-nilai yang tercermin dalam perilaku masyarakatnya. Nilai-nilai dalam upacara siraman Gong Kyai Pradah di Kelurahan Kalipang merupakan realitas sosial yang dirasakan sebagai daya pendorong atau prinsip-prinsip yang menjadi pedoman dalam hidup. Kepercayaan Masyarakat Kelurahan Kalipang bahwa Tuhan Memiliki Kekuatan yang luar biasa dan dengan perantara Pusaka Gong Kyai Pradah diyakini bisa melindungi masyarakat. Upacara adat Siraman Gong Kyai Pradah bertujuan untuk menghormati, mensyukuri, memuja, memohon keselamatan kepada Tuhan Yang Maha Esa melalui makhluk halus dan leluhurnya. Kata Kunci: Perilaku, Masyarakat, Nilai-nilai, Kepercayaan, Upacara adat Siraman Gong Kyai Pradah. Negara Indonesia adalah Negara bhinika tunggal ika, dimana Negara Indonesia terdiri dari berbagai macam suku, agama, kebudayaan, dan adat istiadat tiap daerahnya. Manusia merupakan makhluk berbudaya, kehidupan manusia tidak terlepas dari nilai-nilai kebudayaan. Kebudayaan yang meliputi manusia tersebut memiliki 3 wujud, yaitu: (a) Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks dari ide, gagasan, nilai, norma dan peraturan, (b) Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks aktivitas serta tindakan berpola dari manusia dalam masyarakat, (c) Wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya manusia.(Koentjaraningrat, 2009: 150).
Nunik Ratnawati adalah Mahasiswa Universitas Negeri Malang (UM). Artikel ini diangkat dari Skripsi, Program Strata Satu, Universitas Negeri Malang, 2010. Page 1
Kabupaten Blitar merupakan wilayah yang memiliki budaya khas yang tercermin didalam kesenian maupun produk-produk budaya seperti makanan khas, upacara adat dan lain sebagainya. Kirap Pusaka, Siraman Gong Pusaka Kyai Pradah, merupakan contoh produk budaya Kabupaten Blitar yang masih exist sampai sekarang ini (Sumber : Dinas Informasi Publik dan Pariwisata Kabupaten Blitar). Produk Budaya lokal tersebut sudah seyogyanya dipertahankan, dilestarikan dan terus menerus diperkenalkan agar tidak hilang dan terkikis oleh budaya barat yang mengaburkan jati diri generasi-generasi berikutnya. Gong Kyai Pradah merupakan suatu pusaka berupa alat musik tradisional sebuah gong besar yang di puja dan diyakini oleh sebagian besar masyarakat daerah Blitar khususnya dan daerah-daerah lain pada umumnya. Setiap peringatan Maulid Nabi SAW, masyarakat Blitar selalu berbondong-bondong mendatangi tempat Gong Kyai Pradah tepatnya terletak di alun-alun Kelurahan, Kalipang Kecamatan Sutojayan, Kabupaten Blitar. Upacara siraman Gong Kyai Pradah merupakan suatu upacara siraman yang dilakukan oleh masyarakat kabupaten Blitar khususnya masyarakat di Kelurahan Kalipang, Kecamatan Sutojayan, Kabupaten Blitar. Upacara ini diadakan dengan tujuan untuk menghormati warisan nenek moyang dan tujuan mistiknya agar masyarakat di Kelurahan Kalipang teehindar dari mara bahaya.
METODE Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan pendekatan kualitatif dengan jenis penelitian deskriptif. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah observasi partisipatif, wawancara mendalam, dokumentasi. Jadi Nunik Ratnawati adalah Mahasiswa Universitas Negeri Malang (UM). Artikel ini diangkat dari Skripsi, Program Strata Satu, Universitas Negeri Malang, 2010. Page 2
data yang digunakan berasal dari hasil observasi di Kelurahan Kalipang Kecamatan Sutojayan Kabupaten Blitar, wawancara dari informan, dan temuan penelitian lapangan.
HASIL Hasil Penelitian ini diperoleh kesimpulan bahwa, (1) Sejarah keberadaan Pusaka Gong Kyai Pradah ada sejak tahun 1719 di bawa oleh Pangeran Prabu ke Desa Ludoyo dan Dititipkan kepada seorang janda nenek tua yang bernama Potrosuto, dan di warisi turun temurun oleh keturunannya, (2) Pelaksanaan upacara SGKP di Kelurahan kalipang, Kecamatan sutojayan, Kabupaten Blitar ini, terdiri dari dua tahap, yaitu tahap persiapan dan tahap pelaksanaan, (3) Nilai-nilai kepercayaan yang tedapat dalam upacara siraman gong kyai pradah, diantaranya: Nilai religi, nilai musyawarah, nilai kekeluargaan, nilai gotong royong, nilai persatuan, nilai estetika, nilai kebudayaan, dan nilai ekonomis, (4) Perilaku masyarakat yang mencerminkan nilai-nilai kepercayaan yang terkandung dalam upacara siraman gong kyai pradah , masyarakat mendatangi tempat upacara dan memperebutkan air sisa siraman agar penyakit yang diderita bisa sembuh, dan bisa awet muda, serta mendapat berkah. Selain itu kepercayaan masyarakat terhadap pusaka itu sendiri mendorong masyarakat untuk melakukan kegiatan-kegiatan seperti, nyekar pada saat punya hajatan, dan nyekar rutinan pada hari malam jumat legi.
PEMBAHASAN 1.
Sejarah Diadakannya Upacara Siraman Gong Kyai Pradah di Desa Kalipang Kecamatan Ludoyo Kabupaten Blitar
Nunik Ratnawati adalah Mahasiswa Universitas Negeri Malang (UM). Artikel ini diangkat dari Skripsi, Program Strata Satu, Universitas Negeri Malang, 2010. Page 3
Berdasarkan temuan penelitian, Peneliti berpendapat bahwa sejarah PGKP yang mengakibatkan adanya upacara adat SGKP ini mengandung unsur mistik, karena masyarakat mempercayai hal-hal gaib yaitu percaya terhadap kekuatan Tuhan dengan lantaran PGKP, sehingga untuk menunjukkan kepercayaannya masyarakat melakukan ritual upacara SGKP setiap tanggal 12 rabiul Awal untuk memperingati kelahiran Nabi Muhammad SAW dan untuk menghormati PGKP, selain itu masyarakat juga melakukan ritual nyekar di pasanggrahan PGKP, hal ini sependapat dengan pendapat Koentjaraningrat (1997:268) yang menyatakan bahwa mistik adalah bentuk religi yang bersadarkan kepercayaan kepada satu Tuhan, yang dianggap meliputi segala hal dalam alam, dan sistem keagamaan ini terdiri dari upacara-upacara yang bertujuan mencapai kesatuan dengan Tuhan.
2.
Proses Upacara Siraman Gong Kyai Pradah Berdasarkan temuan penelitian tentang proses upacara ini menjelaskan
mengenai kepercayaan manusia akan adanya dunia gaib dan kekuatan yang luar biasa yang tidak bisa dilihat oleh panca indera manusia mendorong manusia untuk melakukan upacara adat. Hal tersebut sejalan dengan pendapat Depdikbud (1994:1) yang menjelaskan bahwa untuk melakukan berbagai perbuatan yang bertujuan untuk menjalin hubungan baik dan memelihara hubungan baik dengan dunia gaib, Manusia dalam melakukan kelakuan keagaamaan ini dipengaruhi oleh emosi keagamaan. Kelakuan keagamaan dilaksanakan berdasarkan tata kelakuan yang baku yang biasa dikenal dengan istilah upacara keagamaan atau upacara adat.
Nunik Ratnawati adalah Mahasiswa Universitas Negeri Malang (UM). Artikel ini diangkat dari Skripsi, Program Strata Satu, Universitas Negeri Malang, 2010. Page 4
Upacara SGKP ini juga merupakan tindakan ritual, Hal tersebut selaras dengan pendapat Koentjraningrat (2008: 116) yaitu suatu aktifitas atau serangkaian tindakan yang ditata oleh adat atau hukum yang berlaku di masyarakat, yang berhubungan dengan berbagai macam peristiwa yang ada di masyarakat setempat. Hal tersebut juga sesuai dengan pendapat Depdikbud Kabupaten Blitar. Upacara adat merupakan salah satu usaha manusia sebagai jembatan antara dunia bawah (manusia) dengan dunia ritus atas(makhluk halus, Tuhan). Alasan manusia melakukan berbagai upaya untuk menghadapi dunia gaib, misalnya, melakukan kegiatan nyekar, sesaji, doa bersama, kendurian, dan lainlain, yaitu untuk menjalin hubungan baik dengan dunia gaib, agar tercipata keseimbangan antara dunia gaib dan dunia manusia, sehingga tercipa kehidupan yang seimbang, selaras, aman, dan damai. Dalam upacara SGKP ini, memiliki beberapa komponen yang sesuai dengan pendapat Koentjaraningrat (1997:207). Setiap upacara keagamaan dibedakan dalam empat komponen yaitu (tempat upacara, waktu upacara/ saat upacara, benda-benda dan alat upacara, orang-orang yang melakukan upacara/ memimpin upacara.
3.
Nilai-Nilai Kepercayaan Yang Tedapat dalam Upacara Siraman Gong Kyai Pradah Berdasarkan temuan penelitian tentang nilai-nilai ini bermanfaat bagi
masyarakat karena dapat dijadikan sebagai pedoman dalam kehidupan individu maupun dalam kehidupan di lingkungan masyarakat. Hal ini selaras dengan pendapat Ambroise (1993: 20) yang menyatakan bahwa nilai merupakan realitas Nunik Ratnawati adalah Mahasiswa Universitas Negeri Malang (UM). Artikel ini diangkat dari Skripsi, Program Strata Satu, Universitas Negeri Malang, 2010. Page 5
abstrak yang kita rasakan dalam diri kita masing-masing sebagai daya pendorong atau prinsip-prinsip yang menjadi pedoman dalam hidup. Oleh sebab itu nilai menduduki tempat penting dalam kehidupan seseorang, sampai pada suatu tingkat, demi orang lain lebih siap untuk mengorbankan hidup mereka daripada mengorbankan nilai. Nilai adalah sesuatu yang dinilai positif, dihargai, dipelihara, diagungkan, dihormati, membuat orang bisa gembira dan bersyukur. Nilai juga bagian dari hidup manusia, hal tersebut selaras dengan pendapat Sastrapratedja ( dalam Rakhmadi, 1993: 8), yang menjelaskan bahwa nilai adalah bagian dari hidup manusia, oleh karena itu antara hubungan manusia selalu dilihat oleh nilai.
4.
Perilaku Masyarakat yang Mencerminkan Nilai-Nilai Kepercayaan yang Terkandung dalam Upacara Siraman Gong Kyai Pradah
Bersadarkan temuan penelitian mengenai perilaku masyarakat yang mencerminkan nilai-nilai kepercayaan yang terkandung dalam upacara siraman gong kyai pradah, seperti keantusiasan masyarakat dalam mengikuti proses upacara SGKP, masyarakat yang berdagang di lokasi siramana, masyarakat saling berebut air dan bunga sisa siraman, serta masyarakat selalu nyekar pada saat akan mengadakan hajatan ini sesuai dengan pendapat Weber (dalam Veeger, 1986: 171) yang menjelaskan bahwa perilaku adalah perbuatan-perbuatan yang bagi si pelaku mempunyai arti subjektif, dimaksudkan bahwa pelaku ingin mencapai tujuan atau pelaku di dorong oleh motivasi, baik kelakuan itu bersifat lahiriyah maupun batiniah.
Nunik Ratnawati adalah Mahasiswa Universitas Negeri Malang (UM). Artikel ini diangkat dari Skripsi, Program Strata Satu, Universitas Negeri Malang, 2010. Page 6
Perilaku yang ditunjukkan oleh masyarakat Kelurahan Kalipang dan masyarakat lain yang mempercayai PGKP ini dimaksudkan untuk mencapai suatu tujuan tertentu, hal itu sesuai dengan pendapat Weber (dalam Veegar. 1986: 172) yang menjelaskan bahwa perilaku yang diarahkan secara rasional untuk mencapai suatu tujuan, baik tujuan itu sendiri maupun segala tindakan yang diambil dalam rangka mencapai tujuan itu, dalam efek sampingnya yang akan timbul dipertimbangkan dengan otak dingin
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Kelurahan Kalipang, Kecamatan Sutojayan, Kabupaten Blitar, dpat disimpulkan bahwa, 1.
Sejarah masyarakat percaya terhadap upacara siraman gong kyai pradah ini
berawal dari sejarah yang menceritakan bahwa zaman dulu wilayah Lodoyo sebagian besar berupa hutan rimba yang banyak dihuni binatang buas. Lantas, atas hukuman dari ayahnya Sri Paku Buwono I dari Kartosuro, datanglah Pangeran Prabu ke Lodoyo.Saat Pangeran Prabu datang, Lodoyo tak hanya berupa hutan lebat tapi juga masih wingit (angker). Pangeran Prabu lantas membawa pusaka kerajaan berupa gong atau bendhe, yang kemudian disebut sebagai Gong Kyai Pradah.Dengan 7 kali memukul gong itu, binatang buas di sana bisa jinak dan keangkeran Lodoyo ditaklukkan. Warga pun bisa hidup tentram. Dalam pesannya, Kyai Prabu meminta agar gong tersebut selalu dimandikan atau dibersihkan setiap tanggal 12 Rabiul Awal atau di bulan Maulud. Oleh sebab itu Pemkab Blitar selalu melakukan ritual ini untuk menjaga kelestarian budaya Nunik Ratnawati adalah Mahasiswa Universitas Negeri Malang (UM). Artikel ini diangkat dari Skripsi, Program Strata Satu, Universitas Negeri Malang, 2010. Page 7
itu. Pernah suatu ketika pusaka GKP tidak di sirami, akhirnya pada saat itu kabupaten Blitar dilanda banjir bandang dan menelan banyak korban, untuk itu setiap tanggal 12 Rabiul awal selalu diadakan upacara SGKP agar terhindar dari bencana dan masyarakat hidup aman, tentram, dan damai. 2.
Pelaksanaan upacara SGKP di Kelurahan kalipang, Kecamatan sutojayan,
Kabupaten Blitar ini, terdiri dari dua tahap, yaitu tahap persiapan dan tahap pelaksanaan. Tahap persiapan yang dilakukan yaitu Musyawarah, penentuan tempat upacara, penentuan waktu upacara, pendanaan, menyiapkan semua perlengkapan yang digunakan dalam upacara SGKP. Pada tahap pelaksanaan, sebelum proses upacara berlangsung,diadakan nyekar di petilasan dadapan, malam harinya diadakan kesenian jedoran. Keesokan harinya sebelum di mulai upacaranya, Bupati Kabupaten Blitar memberikan sambutan, setelah selesai sambutan, acara upacara SGKP dilaksanakan. Pusaka di gendhong oleh juru kunci dan sampai di atas panggung Gong tersebut dibuka kain yang membungkus pusaka tersebut, dan disirami oleh Bupati Kabupaten Blitar, dan selanjutnya Bupati memukul pusaka GKP tersebut sebanyak 7 kali. Setelah selesai siraman, diadakan tayuban, sambutan-sambutan, potong tumpeng dan ditutup dengan doa. Malam harinya diadakan kendurian dan kesenian wayang kulit hingga pagi hari. 3.
Nilai-nilai kepercayaan yang tedapat dalam upacara siraman gong kyai
pradah, diantaranya: Nilai religi, nilai musyawarah, nilai kekeluargaan, nilai gotong royong, nilai persatuan, nilai estetika, nilai kebudayaan, dan nilai ekonomis. 4.
Perilaku masyarakat yang mencerminkan nilai-nilai kepercayaan yang
terkandung dalam upacara siraman gong kyai pradah , masyarakat mendatangi Nunik Ratnawati adalah Mahasiswa Universitas Negeri Malang (UM). Artikel ini diangkat dari Skripsi, Program Strata Satu, Universitas Negeri Malang, 2010. Page 8
tempat upacara dan memperebutkan air sisa siraman agar penyakit yang diderita bisa sembuh, dan bisa awet muda, serta mendapat berkah. Selain itu kepercayaan masyarakat terhadap pusaka itu sendiri mendorong masyarakat untuk melakukan kegiatan-kegiatan seperti, nyekar pada saat punya hajatan, dan nyekar rutinan pada hari malam jumat legi.
Saran Penulisan karya ilmiah tentang perilaku masyarakat yang mencerminkan nilai-nilai kepercayaan dalam upacara adat siraman gong kyai pradah di kelurahan kalipang, kecamatan sutojayan, kabupaten blitar, merupakan sarana bagi pembaca untuk tetap menghargai dan melestarikan budaya nenek moyang, maka dari itu terdapat saran-saran untuk mempertahankan warisan budaya sebagai aset kebudayaan daerah, yaitu: 1.
Bagi Masyarakat Kabupaten Blitar Upacara SGKP ada sejak jaman nenek moyang hingga sekarang ini. Agar
upacara SGKP tetap terjaga kelestariannya dan tidak punah sampai kapanpun, sebaiknya upacara SGKP dilakukan setiap tahun oleh Masyarakat Kabupaten Blitar karena SGKP sebagai budaya asli daerah Kabupaten Blitar.
2.
Bagi Pemerintah Kabupaten Blitar Agar dalam upaya pengembangan kebudayaan yang ada di kabupaten Blitar
ini tetap terjaga, sebaiknya pemerintahan Kabupaten Blitar teliti terhadap setiap kebudayaan yang ada di Kabupaten Blitar, jangan sampai budaya Kabupaten Blitar diambil oleh daerah lain bahkan diklaim budaya asing. Nunik Ratnawati adalah Mahasiswa Universitas Negeri Malang (UM). Artikel ini diangkat dari Skripsi, Program Strata Satu, Universitas Negeri Malang, 2010. Page 9
3.
Bagi Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Blitar Agar kebudayaan yang ada tetap terjaga, sebaiknya melakukan pendataan
ulang secara cermat mengenai kebudayaan-kebudayaan yang ada di Kabupaten Blitar, sehingga budaya yang ada tidak akan hilang, karena sebagai aset budaya lokal.
4.
Bagi aparat desa serta tokoh masyarakat Kelurahan Kalipang, Kecamatan Sutojayan, Kabupaten Blitar Agar kebudayaan yang telah ditinggalkan oleh nenek moyang kita dari jaman
dulu hingga sekarang ini tidak akan punah sampai akhir jaman, sebaiknya warga masyarakat kelurahan Kalipang dan sekitarnya perlu adanya pembinaan khusus terhadap generasi muda, karena generasi muda sebagai penerus kebudayaan dari nenek moyangnya.
5.
Bagi kantor Kelurahan Kalipang, kecamatan Sutojayan, Kabupaten Blitar Agar memiliki arsip dan dokumentasi mengenai upacara SGKP yang setiap
tahun diadakan di daeranya, sebaiknya setiap tahun selalu memiliki dokumentasidokumentasi yang berkaitan dengan upacara SGKP, karena sampai sekarang belum memiliki arsip sendiri mengenai pelaksanaan upacara SGKP.
6.
Bagi warga masyarakat yang mempercayai pusaka GKP
Nunik Ratnawati adalah Mahasiswa Universitas Negeri Malang (UM). Artikel ini diangkat dari Skripsi, Program Strata Satu, Universitas Negeri Malang, 2010. Page 10
Agar upacara SGKP dapat dikenal luas diwilayah lain di Indonesia, sebaiknya ketika menyaksikan prosesi upacara SGKP tidak hanya melihat dan memperebutkan airnya, namun juga ikut mendokumentasikannya. DAFTAR RUJUKAN Ambroise.1993.Pendidikan Nilai.Surabaya: PT.Khalista Arikunto, Suharsimi. 2002.Prosedur penelitian suatu pendekatan praktek. Jakarta : PT Reneka Cipta Baal, J.Van.1988.Sejarah dan Pertumbuhan Teori Antropologi Budaya (hingga decade 1970) jilid dua.Jakarta: PT Gramedia Basrowi dan Suwardi.2008. Memahami penelitian kualitatif. Jakarta: PT. Reneka Cipta Endaswara, Suwardi. 2006. Metode, Teori, Teknik Penelitian Kebudayaan. Sleman: Pustaka Widyatama Faisal, Sanapiah.1989. Format-Format Penelitian Sosial Dasar Dan Aplikasi.Jakarta: Rajawali Fathoni, Abdurrahman. 2006. Antropologi Sosial Sebuah Pengantar. Jakarta: Pt Rineka Cipta Hannurawan, Fattah.2005. Psikologi Sosial. Malang: Trimurti Hariwijawa.2007. Islam Kejawen. Yogyakarta: Gelombang Pasang Herusantoso, Budiyono. Simbolisme Jawa. 2008. Yogyakarta: Ombak Koentjaraningrat.2000. Kebudayaan Mentalitas dan pembangunan. Jakarta: PT Gramedia Koentjaraningrat.2002.Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: PT.Reneka Cipta Koentjaraningrat.2005. Pengantar Antropologi Pokok-Pokok Etnografi.Jakarta: PT Reneka Cipta Koentjaraningrat.2009. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: PT. Reneka Cipta Lantini, Indah Susi.1996. Refleksi Nilai-Nilai Budaya Jawa dalam Serat Surya Raja.Jakarta: Cv.Putra Sejati Raya
Nunik Ratnawati adalah Mahasiswa Universitas Negeri Malang (UM). Artikel ini diangkat dari Skripsi, Program Strata Satu, Universitas Negeri Malang, 2010. Page 11
Maran, Rafgel Raga. 2000. Manusia dan Kebudayaan dalam Perspektif Ilmu Budaya Dasar.Jakarta: PT. Rineka Cipta Miles dan Huberman.1992.Qualitative data Analisis.London: Sage Publication Moleong, Lexy.2007.Metode Penelitian Kualitatif Edisi Revisi. Bandung: PT. Remaja Rosda Karya Mulder, Niels. 2001. Ruang Batin Masyarakat Indonesia. Yogyakarta: LKis Yogyakarta Panuju, Redi. 1996. Ilmu Budaya Dasar dan Kebudayaan. Jakarta: PT.Gramedia Pusta Utama Sugito, Poerwantara.1993. Sekitar Masyarakat Kebudayaan. Bandung: Alumni Prasetyo, Joko Tri.1998. Ilmu Budaya Dasar. Jakarta: PT. Reneka Cipta
Racmad, Jalaluddin.1996. Psikologi Komunikasi.Bandung: Remaja Karya
Rochmadi, Nur Wahyu.2002. Dasar dan Konsep Pendidikan Moral.Malang: Wineka Media Russell, Bertrand.1992. Dampak Ilmu Pengetahuan Atas Masyarakat.Jakarta: PT.Gramedia Pustaka Utama Sapardi.2008. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Reneka Cipta Sastra, Pratedja. 1993. Pendidikan nilai. Surabaya: Khalista Satori, Djam’an. 2009. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfa Beta Scharf, Betty R.2004. Sosiologi Agama. Jakarta Timur: Prenada Media Soelaeman, Munandar.1987. Ilmu Bidaya Dasar Suatu Pengantar. Bandung: PT. Eresco Soelaeman, Munandar.2007. Ilmu Bidaya Dasar Suatu Pengantar. Bandung: PT. Revika Aditama Sugiyono.2008. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfa Beta Universitas Negeri Malang.2007. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah. Malang: Universitas Negeri Malang
Nunik Ratnawati adalah Mahasiswa Universitas Negeri Malang (UM). Artikel ini diangkat dari Skripsi, Program Strata Satu, Universitas Negeri Malang, 2010. Page 12
Widyanto.2004. Sosiologi Kebudayaan.Yogyakarta: Cindelaras Pustaka Rakyat Cerdas http://images.zainalasrory.multiply.multiplycontent.com. diakses tanggal 23 Pebruari 2010.
Nunik Ratnawati adalah Mahasiswa Universitas Negeri Malang (UM). Artikel ini diangkat dari Skripsi, Program Strata Satu, Universitas Negeri Malang, 2010. Page 13