ABSTRAK RILLAN R ABDUL. 2015. Hubungan Ketersediaan Pangan Keluarga Dengan Status Gizi Lansia Di Desa Hutabohu Kecamatan Limboto Barat Kabupaten Gorontalo. Skripsi, Jurusan Keperawatan. Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan dan Keolahragaan, Universitas Negeri Gorontalo. Pembimbing I dr. Vivien Novarina A. Kasim, M.Kes, Pembimbing II Dr. Hj. Rosmin Ilham, S.Kep, Ns, MM. Ketersediaan pangan keluarga merupakan kondisi tersedianya pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan baik jumlah maupun mutunya, aman, bergizi, beragam merata dan terjangkau oleh keluarga. Ketersediaan pangan keluarga merupakan salah satu faktor penyebab tidak langsung yang mempengaruhi status gizi. Penelitian ini bertujuan mengetahui hubungan Ketersediaan pangan keluarga dengan status gizi lansia. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif analitik dengan pendekatan cross sectional. Teknik sampling yang digunakan yakni purposive sampling. Jumlah populasi pada penelitian ini sebanyak 263 lansia dan sampel dalam penelitian ini sebanyak 87 lansia. Hasil penelitian didapatkan ketersediaan pangan baik terbanyak yaitu 62 lansia (71,3%) dan status gizi normal terbanyak yaitu 42 lansia (48,3). Berdasarkan analisis data menggunakan uji Kolmogorov Smirnov didapatkan P Value=0,03 menunjukkan ada hubungan antara ketersediaan pangan keluarga dengan status gizi lansia. Kesimpulan dalam penelitian ini bahwa ada hubungan antara ketersediaan pangan keluarga dengan status gizi lansia. Untuk itu disarankan keluarga lebih memperhatikan ketersediaan pangan sehingga dapat menjaga keseimbangan status gizi lansia. Kata Kunci : Lansia, Ketersediaan Pangan, Status Gizi Daftar Pustaka : 38 referensi (2000-2014)
PENDAHULUAN Jumlah lanjut usia terus meningkat dan menurut proyeksi WHO bahwa pertumbuhan penduduk lanjut usia Indonesia mengalami pertumbuhan terbesar di Asia. Di kawasan Asia Tenggara yang berusia di atas 60 tahun berjumlah 142 juta orang dan diperkirakan akan terus meningkat hingga 3 kali lipat di tahun 2050 (WHO 2012). Jumlah penduduk lanjut usia di Indonesia terus meningkat dari tahun ketahun. Menurut Menko kesra (2008) jumlah lansia di Indonesia pada tahun 2006 sebesar ± 19 juta jiwa dengan usia harapan hidup 66,2 tahun, tahun 2010 jumlah lansia sebesar 23,9 juta (9,77%) dengan harapan hidup 67,4 tahun, sedangkan pada tahun 2020 diprediksi jumlah lansia sebesar 28,8 juta (11,34%) dengan usia harapan hidup 71,1 tahun ( Effendi, dkk 2013).1 Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, jumlah lansia di Provinsi Gorontalo, pada tahun 2014 sebanyak 76.000 jiwa. Jumlah lansia di Kabupaten Gorontalo berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Kabupaten Gorontalo, tahun 2014 sebanyak 46.729 jiwa, dan data dari Desa Hutabohu jumlah lansia pada tahun 2014 sebanyak 263 jiwa, yang terdiri dari laki-laki 118 jiwa dan perempuan 145 jiwa. Peningkatan jumlah lansia setiap tahunnya makin bertambah. Dengan adanya peningkatan jumlah lansia ini, pemenuhan gizi merupakan salah satu hal penting yang harus dipenuhi. Faktor-faktor yang mempengaruhi status gizi yaitu ada penyebab langsung dan tidak langsung, salah satu penyebab tidak langsung yang mempengaruhi status gizi yaitu ketersediaan pangan keluarga. Ketersediaan pangan keluarga adalah kemampuan keluarga untuk memenuhi kebutuhan pangan seluruh anggota keluarga dalam jumlah yang baik jumlah maupun gizinya (Soekirman, 2000).2 Dari hasil survey pendahuluan status gizi lansia yang dilakukan oleh peneliti terhadap 10 orang lansia di Desa hutabohu, dengan menggunakan indeks massa tubuh (IMT) bahwa 30% (3 lansia) mempunyai gizi lebih dengan ketersediaan pangan (makanan) berupa nasi, ikan, sayur, dan buah serta sering mengkonsumsi susu, sedangkan 30 % (3 lansia) mempunyai status gizi baik dengan ketersediaan pangan (makanan) berupa nasi, ikan, sayur, tempe, tahu dan telur, kemudian 40 % (4 lansia ) yang mempunyai status gizi kurang memiliki ketersediaan pangan (makanan) yang hanya berupa nasi dan ikan. Berdasarkan uraian diatas peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai Hubungan Ketersediaan Pangan Keluarga dengan Status Gizi Pada Lansia di Desa Hutabohu Kecamatan Limboto Barat Kabupaten Gorontalo. METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan metode deskriptif analitik dengan pendekatan Cross Sectional Study. Dalam penelitian ini yang menjadi populasi adalah semua lansia yang ada didesa hutabohu. Teknik pengambilam sampel yang di gunakan pada penelitian ini yaitu teknik Purposive Sampling. Sampel pada penelitian ini sebanyak 87 lansia. Instrumen yang digunakan pada penelitian ini adalah kuisioner dan observasi. Pengolahan data menggunakaan program 1
2
Effendi, F & Makhfudly, Keperawatan Kesehatan Komunitas Teori dan Praktik dalam Keperawatan, EGC, Jakarta 2013.
Soekirman, Ilmu Gizi dan Aplikasinya untuk Keluarga dan Masyarakat, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Depdiknas RI 2000.
SPSS. Analisa data yang digunakan untuk menguji hipotesis dengan menggunakan metode uji Kolmogorov Smirnov. HASIL PENELITIAN Distribusi frekuensi sampel berdasarkan karakteristik responden Karakteristik Responden Jenis kelamin - Laki-laki - Perempuan Pendidikan - Tidak Sekolah - SD Pekerjaan - IRT - Petani - Tukang Kayu Berat Badan (Kg) - 40-51 - 52-64 - 65-76 Tinggi Badan (Cm) - 142-153 - 154-165 - 166-177 Ketersediaan Pangan Keluarga - Cukup - Baik Status Gizi - Underweight - Normal - Overweight
Frekuensi
%
39 48
45 55
45 42
52 48
48 35 4
55,2 40,2 4,6
30 40 17
34,4 46 19,6
19 48 20
22 55,1 22,9
25 62
28,7 71,3
17 42 28
19,5 48,3 32,2
Data primer : 2015 Berdasarkan distribusi frekuensi berdasarkan karakteristik responden menunjukan bahwa dari 87 sampel yang ada di Desa Hutabohu Kecamatan Limboto Barat Kabupaten Gorontalo yaitu 39 lansia (45%) berada pada kategori jenis kelamin Laki-laki dan 48 lansia (55%) berada pada kategori jenis kelamin Perempuan, 45 lansia (52%) berada pada kategori pendidikan tidak sekolah, dan 42 lansia (48%) berada pada kategori pendidikan SD, 48 lansia (55,2%) berada pada kategori pekerjaan IRT, 35 lansia (40,2%) berada pada kategori pekerjaan petani dan 4 lansia (4,6%) berada pada kategori pekerjaan tukang kayu, 30 lansia (34,4%) berada pada kategori berat badan 40-51 Kg, 40 lansia (46%) berada pada kategori berat badan 52-64 Kg, 17 lansia (19,6%) berada pada kategori berat badan 65-76 Kg, 19 lansia (22%) berada pada kategori tinggi badan 142-153 cm, 48 lansia (55,1%) berada pada kategori tinggi badan 154-165 cm dan 20 lansia (22,9%) berada pada kategori tinggi badan 166-177 cm, 25 lansia (28,7%) berada dikategori ketersediaan pangan keluarga cukup, 62 lansia (71,3%) berada dikategori ketersediaan pangan keluarga baik dan 17 lansia (19,5%) berada pada kategori status gizi underweight, 42 lansia (48,3%) berada pada kategori status gizi normal, 28 lansia (32,2%) berada pada kategori status gizi overweight.
Hubungan antar ketersediaan pangan keluarga dengan status gizi lansia Kecamatan Limboto Barat Kabupaten Gorontalo
di Desa Hutabohu
Data primer : 2015 Berdasarkan tabel 4.9 menunjukan bahwa dari 87 responden yang ada di Desa Hutabohu Kecamatan Limboto Barat Kabupaten Gorontalo yang memiliki ketersediaan pangan cukup dengan status gizi underweight sebanyak 11 lansia (12,6%), sedangkan yang memiliki status gizi normal sebanyak 12 lansia (13,8%), status gizi overweight sebanyak 2 lansia (2,3%) dan yang memiliki ketersediaan pangan baik dengan status gizi underweight sebanyak 6 lansia (6,9%), status gizi normal 30 lansia (34,5%), status gizi overweight 26 lansia (29,7%). Dari hasil uji statistik dengan menggunakan uji Kolmogorov Smirnov diperoleh nilai p = 0,03 yang lebih kecil dari α = 0,05 atau nilai p < nilai α yang berarti ada hubungan antara ketersediaan pangan keluarga dengan status gizi pada lansia di desa hutabohu kecamatan limboto barat kabupaten gorontalo. PEMBAHASAN Ketersediaan Pangan Keluarga Berdasarkan tabel 4.7 menunjukkan bahwa sebagian besar responden memiliki ketersediaan pangan dalam kategori baik yaitu sebanyak 62 lansia (71,3%). Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Imron (2012), mengenai tingkat ketersediaan pangan rumah tangga di desa tertinggal menunjukkan bahwa produksi pangan khususnya beras mengalami peningkatan secara signifikan dari tahun ke tahun. Pada tahun 2004, produksi beras sebesar 30.537.000 ton meningkat menjadi 32.697.000 ton pada tahun 2009. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden memiliki ketersediaan pangan yang baik. Berdasarkan asumsi peneliti hal ini sangat berkaitan dengan status pekerjaan, dimana sebagian besar 84% responden pekerjaannya sebagai petani sehingga untuk menyediakan bahan makanan tidak terlalu sulit dan dapat langsung diperoleh dari hasil pertanian atau perkebunan yang ada. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukakan oleh Siagian (2012) tentang Gambaran Pola Konsumsi Pangan Dan Pola Penyakit Pada Usia Lanjut Di Wilayah Kerja Puskesmas Tapaktuan Kecamatan Tapak tuan Kabupaten Aceh Selatan yang menunjukkan bahwa jenis makanan pokok yang sering dikonsumsi lansia pada umumnya adalah nasi dengan frekuensi selalu atau setiap hari yaitu 100%, yang kesimpulannya lansia tidak memiliki kesulitan dalam memenuhi kebutuhan gizi atau pangan dari sumber energi mereka. Sedangkan pada ketersediaan pangan cukup masih terdapat 25 lansia (28,7%). Menurut asumsi peneliti berdasarkan jawaban responden pada kuesioner menunjukkan bahwa ada
beberapa jenis bahan pangan yang belum tersedia misalnya buah-buahan dengan presentase 55,2% dengan kategori kadang-kadang. dan ketersediaan makanan yang bervariasi setiap harinya dengan presentase 46% dengan kategori kadang-kadang dan juga akses terhadap penyediaan bahan makanan keluarga masih kurang dimana responden hanya membelinya di Pasar, tidak memproduksi bahan pangan sendiri dengan presentase 39,1%. Menurut asumsi hal ini menyebabkan ketersediaan pangan masih dalam kategori cukup. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Utami (2002) tentang Pola Makan dan Status Kesehatan Pada Lansia di Perkotaan Kabupaten Deli Serdang, masih banyak lanjut usia dipedesaan kurang dalam mengkonsumsi protein nabati dan hewani, serta rendah dalam mengkonsumsi buah-buahan dengan sejenisnya yang kurang beragam sehingga konsumsi lemak yang tinggi tidak diimbangi dengan konsumsi serat maupun vitamin C, selain itu juga lansia cukup sarapan pagi dengan nasi dan sejensinya dengan frekusensi 3x sehari. Status Gizi Lansia Berdasarkan tabel 4.8 menunjukkan bahwa sebagian besar responden memiliki status gizi normal yaitu sebanyak 42 lansia (48,3%). Menurut asumsi peneliti bahwa status gizi lansia yang normal disebabkan karena setiap harinya lansia mengkonsumsi makanan dengan menu gizi yang seimbang. Hal ini juga ditunjukkan pada hasil IMT dimana sebagian besar responden menunjukkan nilai IMT rata-rata 18,5-24,9. Dari hasil wawancara didapatkan bahwa lansia selalu memenuhi kebutuhannya sehari-hari seperti mengkonsumsi nasi, ikan, sayur, telur, tahu, tempe serta buah-buahan. Pada status gizi underweight menunjukkan frekuensi lansia sebanyak 17 lansia (19,5%). Berdasarkan hasil observasi peneliti bahwa terdapat beberapa responden yang memiliki tinggi badan yang tidak sesuai dengan berat badannya, begitu juga sebaliknya. Hal ini dapat dilihat dari hasil IMT dimana responden menunjukkan IMT <18,5. Sedangkan pada status gizi overweight frekuensi lansia sebanyak 28 lansia (32,2%). Dari hasil IMT menunjukkan bahwa responden memiliki IMT ≥25. Berdasarkan hasil observasi responden menunjukkan berat badan dan tinggi badan yang tidak sesuai. Hal ini terlihat pada responden nomor 3, 11, 22, dimana rata-rata responden memiliki berat badan antara 70-76 kg dan tinggi badan hanya berkisar 157-159 cm. Hubungan Ketersediaan Pangan Keluarga Dengan Status Gizi Pada Lansia Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden yang memiliki ketersediaan pangan yang baik dengan status gizi yang normal (34,5%). Menurut asumsi peneliti rata-rata responden sudah memilki ketersediaan pangan yang baik, sehingga mereka cukup dalam memenuhi menu makanan yang bergizi. Hal ini ditunjukan dari jawaban kuesioner dimana responden dalam sehari-hari mengkonsumsi makanan seperti nasi, ikan, daging, tahu, tempe, telur, sayur dan buah-buahan, serta terdapat 84% pekerjaanya sebagai petani. Berdasarkan teori Suhardjo (2011)3 bahwa pangan adalah bahan-bahan yang dimakan sehari-hari untuk memenuhi kebutuhan bagi pemeliharaan, pertumbuhan dan penggantian jaringan tubuh yang rusak. Kebiasaan mengkonsumsi pangan yang baik akan menyebabkan status gizi yang baik pula, dan keadaan ini dapat terlaksana apabila telah tercipta keseimbangan antara banyaknya jenis-jenis zat gizi yang dikonsumsi dengan banyaknya gizi yang dibutuhkan tubuh. Begitu juga pada responden yang memiliki ketersediaan pangan baik dengan status gizi underweight sebanyak 6,9%. Berdasarkan hasil wawancara didapatkan bahwa responden 3
Suhardjo, dkk, Pangan, Gizi dan Pertanian, Universitas Indonesia, Jakarta 2011.
mengatakan bahwa makanan sudah tersedia namun pada lansia tersebut sudah mengalami penurunan nafsu makan sehingga frekuensi dan porsi makan berkurang. Sedangkan pada responden yang memiliki ketersediaan pangan baik dengan status gizi overweight yaitu sebanyak 29,9 %. Hal ini ditunjukkan pada kuesioner yang diperoleh dimana responden memiliki ketersediaan pangan yang baik seperti nasi, ikan, sayur, telur, tempe dan buah-buahan dan status gizinya menunjukkan IMT ≥25. Berdasarkan hasil observasi yang didapatkan oleh peneliti, responden memiliki berat badan yang berlebihan. Dari hasil wawancara juga didapatkan bahwa responden mengatakan bahwa porsi makan dalam sehari lebih dari porsi makan biasanya yaitu lebih dari 3 kali dalam sehari, sehingga, peneliti berasumsi, hal tersebut disebabkan karena ketersediaan pangan yang baik. Karena dengan ketersediaan pangannya yang sudah baik, peneliti juga berasumsi bahwa responden sudah mengalami kelebihan karbohidrat maupun kelebihan lemak, sehingga menyebabkan IMTnya berlebih. Pada ketersediaan pangan cukup dengan status gizi normal (13,8%). Menurut asumsi peneliti bahwa rata-rata responden sudah memilki ketersediaan pangan yang dapat memenuhi kebutuhan makan setiap harinya. Hal ini ditunjukkan dengan jawaban responden dimana dalam setiap harinya masih dapat menyediakan bahan makanan seperti nasi, ikan dan sayuran dan juga responden yang memiliki ketersediaan pangan cukup, juga memiliki berat badan yang sesuai dengan tinggi badan sehingga dapat dilihat beberapa responden tersebut rata-rata memiliki IMT 18,5-24,9 dengan kategori berat badan normal. Untuk ketersediaan pangan cukup dengan status gizi underweight (12,6%), Peneliti berasumsi bahwa ada beberapa jenis bahan makanan seperti daging yang termasuk dalam kategori kadang-kadang dikonsumsi dengan presentase 27,5% , buah-buahan 55,2% dengan kategori kadang-kadang dan juga responden dalam mengkonsumsi makanan kurang bervariasi termasuk dalam kategori kadang-kadang dengan presentase 46%. Dari hasil IMT menunjukkan bahwa responden juga memiliki IMT <18,5. Hal ini dapat disimpulkan bahwa respon dalam asupan energinya masih kurang, selain itu yang membuat berat badan lansia banyak yang rendah karena nafsu makan mereka yang menurun sesuai dengan perubahan fisiologis pada lansia. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Citraningsih tentang Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Status Gizi Menurut IMT Usia Lanjut dengan nilai P Value = 0,006 (p=<0,05) yaitu terdapat hubungan yang bermakna antara asupan total energi dengan status gizi. Asupan total energi kurang lebih banyak yang mengalami gizi kurang yaitu sebesar 85,2%, status gizi normal 62,5% dan obesitas 37,5%. Kurangnya total asupan energy pada penelitian ini kemungkinan disebabkan karena nafsu makan yang berkurang akibat terjadinya kesulitan dalam menelan makanan karena proses menua. Sedangkan ketersediaan pangan cukup dengan status gizi overweight 2,3%. Selain memiliki IMT ≥ 25 yang termasuk dalam kategori overweight, peneliti berasumsi bahwa hal ini disebabkan oleh pola makan yang lebih dari biasanya, sedangkan kebutuhan lansia itu lebih banyak membutuhkan mikronutrien yaitu vitamin dan mineral dibandingkan dengan kebutuhan makronutrien yaitu karbohidrat dan lemak. Berdarkan teori Azwar (2004)4, salah satu faktor yang mempengaruhi status gizi adalah asupan makanan. Menurut penelitian Simanullang (2011) tentang Pengaruh Gaya Hidup Terhadap Status Kesehatan Lanjut Usia Di Wilayah Kerja Puskesmas Darussalam Medan didapatkan nilai P value 0,001(P <0,05). bahwa pola makan mempengaruhi status gizi lansia 4
Azwar, A, Asfek Kesehatan dan Gizi Dalam Ketahanan Pangan, Jakarta 2004.
yang berhubungan dengan status kesehatanya. Dimana 40 lansia 53,3% yang berstatus gizi overweight, terdapat 19 lansia (67,9%) memiliki status kesehatan sedang dan 21 lansia (44,7%) memiliki status kesehatan rendah. KESIMPULAN Hasil penelitian didapatkan ketersediaan pangan baik terbanyak yaitu 62 lansia (71,3%) dan status gizi normal terbanyak yaitu 42 lansia (48,3). Berdasarkan analisis data menggunakan uji Kolmogorov Smirnov didapatkan P Value=0,03 menunjukkan ada hubungan antara ketersediaan pangan keluarga dengan status gizi lansia. Kesimpulan dalam penelitian ini bahwa ada hubungan antara ketersediaan pangan keluarga dengan status gizi lansia. Untuk itu disarankan keluarga lebih memperhatikan ketersediaan pangan sehingga dapat menjaga keseimbangan status gizi lansia. SARAN Bagi institusi pendidikan, hasil penelitian ini dapat menasmbah wawasan dan ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan ketersediaan pangan keluarga dan status gizi lansiaBagi Masyarakat Diharapkan kepada masyarakat khususnya para keluarga yang mempunyai lansia agar lebih memperhatikan keterseediaan pangan yang ada dalam keluarga dan status gizi lansia sehingga lansia dapat menjaga keseimbangan dan mempertahankan sel-sel tubuh serta meningkatkan usia harapan hidup pada lansia. Bagi Peneliti Selanjutnya Diharapkan dapat mengembangkan penelitian dalam bentuk multivariat atau dengan menambahkan variabel independent seperti hubungan ketersediaan pangan keluarga, Dukungan keluarga dengan status gizi. DAFTAR PUSTAKA Almatsier, S. 2010. Prinsip Dasar ilmu Gizi. Gramedia. Jakarta Arikunto. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Rineka Cipta. Jakarta Artinawati, Sri. 2014. Asuhan Keperawatan Gerontik. In Media. Bogor Azizah, Lilik Ma’rifatul. 2011. Keperawatan Lanjut Usia. Graha Ilmu. Yogyakarta Aziz, A. 2007. Metode Penelitian Keperawatan dan Teknik Analisis Data. Salemba Medika. Jakarta Azwar, A. 2004. Asfek Kesehatan dan Gizi Dalam Ketahanan Pangan. Jakarta Budiyanto, Krisno, Agus. 2009. Dasar-Dasar Ilmu Gizi. UMM Press. Malang Effendi, F .& Makhfudly. 2013. Keperawatan Kesehatan Komunitas Teori dan Praktik dalam Keperawatan. EGC. Jakarta Hidayat, A.A.A. 2010. Metode Penelitian Kebidanan dan Teknik Analisa Data.Salemba Medika. Jakarta Hidayat, A.A.A. 2011. Metode Penelitian keperawatan dan Teknik Analisa Data. Salemba Medika. Jakarta Harry, S. 2012. Psikologi usia Lanjut. Gajah Mada University Press. Yogyakarta Hasdiana, H, Shandu Sioto, YuliPeristyowati. 2014. Gizi, pemanfaatan gizi, diet dan obesitas. Nuha Medika, Yogyakarta Indriana, Yeniar. 2012. Gerontologi dan Progreria. Pustaka belajar. Yogyakarta. Irianto, Djoko. 2007. Panduan Gizi Lengkap keluarga dan Olahraga. Penerbit Andi. Yogyakarta Jokolelono, E. 2011. Pangan dan Ketersedian Pangan. Jurnal Media Litbang. Vol.4 (2) Kartikasari, D. 2014. Pemenuhan Kebutuhan Dasr Manusia pada Lansia oleh Keluarga. Journal of Nursing Vol.1 (1)
Kusno, dkk. 2007. Gizi dan Pola Hidup Sehat. Yrama Widya. Bandung Lean, Michael, E, J. 2006. Ilmu Pangan, Gizi & Kesehatan. Pustaka Belajar. Yogyakarta Maryam, 2008. Mengenal Usia Lanjut dan Perawatanya. EGC. Jakarta Mujahidullah, Khalid. 2012. Keperawatan Geriatrik. Pustaka Belajar. Yogyakarta Mubarak, Iqbal, Wahit. 2005. Pengantar Komunitas 1. Sagung Seto. Jakarta Napu, Arifasno. 2008. Ilmu Gizi Berbasis Makanan Khas Daerah Gorontlo. Gorontalo Nugroho, W. 2008. Perawatan Lanjut Usia. EGC. Jakarta Nursalam. 2008. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Salemba Medika. Jakarta Notoadmojo, S. 2010. Metedologi Penelitian Kesehatan. Rineka Cipta. Jakarta Padila. 2013. Keperawatan Gerontik. Medical Book. Yogyakartaa Pratikwo, S, Pietojo, H, Widjanarko.B. 2006. Analisis Pengaruh Faktor Nilai Lansia di Kelurahan Medono Kota Pekalongan. Jurnal Promosi Kesehatan Indonesia. Vol.1 (2) Pratiknya, Ahmad, Watik. 2013. Dasar – Dasar Metodologi Penelitian Kedokteran dan Kesehatan. PT RajaGrafindo Persada. Jakarta Simanullang P, 2011. Asfriyati. Pengaruh Gaya Hidup Terhadap Status Kesehatan Lanjut usia di Wilayah Kerja Puskesmas Darussalam Medan.Universitas Sumatera Utara Suhardjo, dkk. 2011. Pangan, Gizi dan Pertanian.Universitas Indonesia. Jakarta Setiadi. 2007. Konsep & Penulisan Riset Keperawatan. Graha Ilmu. Yogyakarta Seto, Sagung. 2009. Pangan dan Gizi. SS. Jakarta. Siagian, dkk. 2012. Gambaran Pola Konsumsi Pangan dan Pola Penyakit pada Usia lanjut di Wilayah Kerja Puskesmas Tapaktuan Kecamatan Tapaktuan Kabupaten Aceh Selatan. Vol.1 (2) Soekirman, 2000. Ilmu Gizi dan Aplikasinya untuk Keluarga dan Masyarakat. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Depdiknas RI. Sugiyono. 2012. Statistika Untuk Penelitian. Alfabeta. Bandung Utami, C, 2002. Pola Makan dan Status Kesehatan pada Lansia di Perkotaan Kabupaten Deli Serdang. Skripsi fakultas Kesehatan Mayarakat Universitas Sumatera Utara, Medan. Wesly, J, S, 2010. Perilaku lansia dalam mengkonsumsi makanan sehat di wilayah kerja puskesmas batu horpak kecamatan tantom angkola kabupaten tapanuli selatan. Skripsi. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara. Yuniastuti, Ari. 2008. Gizi dan Kesehatan. Graha Ilmu. Yogyakarta