Studi Penentuan Lokasi Pelabuhan CPO Ekspor dari Wilayah Sumatera Tengah Muhammad Ufron1, Ir. Setijoprajudo, M.SE2 Jurusan Teknik Perkapalan Fakultas Teknologi Kelautan ITS Surabaya Email:
[email protected] 1 Mahasiswa Teknik Perkapalan ITS, 2Staf Pengajar Teknik Perkapalan ITS
Abstrak Crude Palm Oil (CPO) atau minyak sawit mentah merupakan salah satu komoditi ekspor utama non migas Indonesia, khususnya wilayah Sumatera Tengah (Sumatera Barat, Riau, dan Jambi). Selain untuk ekspor, CPO yang dihasilkan di wilayah Sumatera Tengah juga digunakan sebagai bahan baku pembuatan minyak goreng untuk konsumsi dalam negeri. Selama ini pengangkutan CPO dilakukan melalui dua jalur, yaitu jalur darat dengan menggunakan truk tangki pengangut CPO dan jalur laut yang menggunakan kapal-kapal pengangkut CPO. Untuk jalur darat biasanya menggunakan jalan Lintas Sumatera, sedangkan jalur laut dengan memanfaatkan beberapa pelabuhan utama di kawasan Sumatera Tengah, antara lain Pelabuhan Dumai dan Pelabuhan Teluk Bayur sebagai pintu keluar untuk pengiriman CPO. Untuk pengangkutan antar pulau diarahkan ke beberapa kota di Pulau Jawa, sedangkan tujuan ekspor ke India, Pakistan, Bangladesh, Malaysia, Afrika, Jerman, Belanda, Singapura,dan Cina, dengan jumlah permintaan yang cukup tinggi. Penelitian ini dilakukan untuk memilih lokasi pelabuhan yang optimal dalam melayani pengangkutan CPO untuk ekspor dari wilayah Sumatera Tengah (Sumatera Barat, Riau, dan Jambi). Kata kunci: CPO, pelabuhan CPO yang optimal, Wilayah Sumatera Tengah
Pendahuluan Crude Palm Oil (CPO) dan turunannya merupakan salah satu komoditas strategis dalam perekonomian Indonesia. Pertama, sebagai bahan utama minyak goreng yang dikonsumsi masyarakat, CPO memainkan peran penting dalam menentukan tingkat inflasi. Kedua, industri palm oil menyerap lebih dari dua juta orang tenaga kerja. Ketiga, ekspor CPO merupakan sumber devisa negara yang telah menghasilkan lebih dari satu juta USD sejak tahun 1997 hingga kini. Indonesia merupakan produsen minyak sawit kedua terbesar di dunia setelah Malaysia. Pada tahun 2003, pangsa produksi minyak sawit Indonesia sebesar 32,03%,sedangkan Malaysia sebesar 50,54% dari total produksi dunia. Untuk pangsa ekspor minyak sawit dunia, Indonesia juga menempati posisi kedua setelah Malaysia dengan pangsa sekitar 27,63%, sementara Malaysia dengan pangsa sebesar 61,12%.
Tabel 1 Perbandingan persentase produksi dan ekspor CPO Indonesia Malaysia Produksi
32,03%
27,63%
Ekspor
50,54%
61,12%
2
1
Peringkat dunia
Sumber: Iyung Pahan; Panduan Lengkap Kelapa Sawit, 2007 Sentra perkebunan kelapa sawit Indonesia tersebar di 18 provinsi. Beberapa sentra terbesar antara lain Riau, Sumatera Utara, Sumatera Barat, dan Jambi. Wilayah Sumatera Tengah (Sumatera Barat, Riau, dan Jambi) sebagai sentra penghasil CPO di Pulau Sumatera melakukan pengangkutan CPO baik untuk tujuan antar pulau maupun tujuan ekspor dengan menggunakan dua jalur transportasi, yaitu darat dan laut. Jalur darat digunakan untuk pengangkutan CPO dari produsen ke pabrik pembuatan minyak goreng yang terdapat dalam satu pulau dan juga sebagai jalur pengangkutan CPO ke pelabuhan. Jalur darat yang digunakan adalah jalan Lintas Sumatera yang menghubungkan keempat provinsi tersebut. Sedangkan pelabuhan yang digunakan sebagai pintu keluar CPO baik untuk tujuan antar pulau maupun untuk tujuan ekspor adalah Pelabuhan Teluk Bayur dan Pelabuhan Dumai. Tujuan utama ekspor CPO dari Pelabuhan Teluk Bayur dan Pelabuhan Dumai adalah ke Malaysia, Afrika, Jerman, Belanda, Singapura, Thailand dan India. Hal ini menyebabkan kegiatan ekspor melalui Pelabuhan Teluk Bayur dan Pelabuhan Dumai didominasi produk CPO. Model Produksi Crude Palm Oil Pembangunan yang berkesinambungan harus dapat menjawab dua tantangan utama nasional yang merupakan dua sisi keping mata uang, yaitu: Memiliki daya saing global pada seluruh subsistem komoditas, baik pada industri hulu maupun industri hilir dan pemasarannya. Dapat menjawab kebutuhan nasional dalam memberikan kesejahteraan bagi rakyat banyak. Dalam konsep pertanian yang holistik, dianut pandangan bahwa setiap bagian tanaman sejak panen dapat dijadikan bahan dasar industri secara berantai. Paham inio melahirkan efek berganda (multiplier effects) yang disebut pohon industri pertanian. Pohon industri agribisnis kelapa sawit secara umum disajikan sebagai berikut:
Gambar 2. Pohon Agribisnis kelapa Sawit Sumber: Iyung Pahan; Panduan Lengkap Kelap Sawit, 2007 Gambar di atas menunjukkan bahwa agribisnis kelapa sawit mempunyai peranan yang sangat besar dalam perekonomian Indonesia melalui peningkatan nilai tambah , ekspor, pengurangan kemiskinan, dan penciptaan lapanagn kerja baru. Produk perkebunan kelapa sawit pada tingkat perkebunan yaitu buah yang berbentuk tandan buah segar (TBS). TBS ini diolah di unit ekstraksi yang berlokasi di perkebunan menjadi produk setengah jadi yang berbentuk minyak kelapa sawit (MKS, dikenal juga dengan sebutan Crude Palm Oil, CPO) dan inti kelapa sawit (IKS, dikenal juga dengan nama Palm Kernel, PK). CPO dan PK dapat diolah menjadi bermacam-macam produk lanjutan dengan bermacam-macam kegunaan. Nilai tambah yang didapatkan sepanjang value chain agribisnis kelapa sawit didapat dari konversi bahan baku (sumber daya alam) menjadi bahan baku proses (TBS), bahan setengah jadi (CPO dan PK), dan bahan jadi ( produk akhir, baik edible maupun nonedible). Industri produk pangan dan nonpangan (oleochemical) dapat dikembangkan dari produk kelapa sawit. Melalui proses fraksinasi, rafinasi, dan hidrogenasi pada kelapa sawit, dapat dikembangkan industri hilir yang menghasilkan produk bahan makanan, sperti minyak goring, mentega, minyak kering/ padat untuk makanan ringan dan cepat saji, shortening, vanaspati (minyak samin), nondairy creamer, es krim, pengganti mentega cokelat, dan lain-lain. Penggunaan produk kelapa sawit untuk industry nonpangan dilakukan dengan proses hidrolisis (splitting) sehingga menghasilkan asam lemak dan gliserin. Asam lemak kemudian diproses lagi menjadi derivate-derivatnya, seperti amida, amina, alcohol, metal ester, dan lain-lain. Deterjen yang dibuat dari fatty alcohol bersifat lebih
bio-degradeble dibandingkan dengan penggunaan bahan deterjen sintetik dari komponen minyak bumi, seperti etilen dan senyawa paraffin. Penggunaan minya sawit untuk produk pangan bersaing dengan minyak kedelai yang merupakan produk sampingan dari pembuatan tepung kedelai untuk pakan ternak. Sementara, penggunaan untuk produk nonpangan, kelapa sawit juga bersaing dengan asam lemak yang dihasilkan dari lemak sapi (tallow) yang merupakan hasil sampingan dari produk daging. Berdasarkan data dari Oil World (2005), persentase konsumsi minyak sawit dan minyak inti sawit dunia meningkat tajam dari 19,13% pada tahun 2000 menjadi 23,53% pada tahun 2005F (F= forecast). Kondisi sebaliknya justru terjadi pada ratarata konsumsi minyak dan lemak hewani yang mengalami penurunan. Penyebaran Kelapa Sawit Kelapa sawit tumbuh dengan baik pada dataran rendah di daerah tropis yang beriklim basah, yaitu sepanjang garis khatulistiwa antar 23,5o Lintang Utara sampai 23,5o Lintang Selatan. Persyaratan untuk tumbuh pada tanaman kelapa sawit yaitu: Curah hujan > 2.000 mm/tahun dan merata sepanjang tahun dengan periode bulan kering (< 100 mm/bulan) tidak lebih dari 3 bulan. Temperatur siang hari ratarata 29-33oC dan malam hari 22-24oC. Ketinggian tempat dari permukaan laut <500 m. Matahari bersinar sepanjang tahunj, minimal 5 jam per hari. Zona iklim yang sesuai untuk kelapa sawit dapat diklasifikasikan berdasarkan kondisi pertumbuhan yang dikembangkan oleh FAO, yaitu pada variabel temperatur dan periode pertumbuhan. Varibel temperatur mencakup 14 iklim utama yang digolongkan dalam 3 kelompok, yaitu tropis, subtropics, dan temperate. Peta yang dipublikasikan oleh FAO menunjukkan daerah iklim utama dan isoline yang berbeda untuk masing-masing periode pertumbuhan sehingga memberikan indikasi yang jelas tentang kecocokan lahan untuk tanaman budidaya berdasarkan pembagian wilayah (fungsi dari iklim).
Kebutuhan tanaman kelapa sawit dalam system yang dikembangkan FAO yaitu daerah tropis yangpanas dengan temperature harian selama 24 jam lebih dari 20oC dan peride pertumbuhan > 270 hari per tahun. Kondisi tersebut terdapat pada daerah sebagai berikut:
Afrika: sepanjang pantai barat dari Guinea ke Zaire dan sepanjang Lembah Sungai Congo dan Pantai timur Madagskar. Amerika Tengah: daerah Pantai Laut Karibia dari Meksiko Selatan sampai Panama, kecali Semenanjung Yucatan. Amerika Selatan: Sebagian besar daerah Lembah Sungai Amazon di Brazil, Kolombia, Ekuador, Peru, dan beberapa daerah lainnya. Asia Tenggara: Malaysia, Indonesia (Pulau Sumatera, Kalimantan, sebagian Sulawesi, dan Papua), serta Papua New Guinea.
Pasifik Selatan: Kepulauan Solomon. Malaysia dan Indonesia merupaka dua negara utama produsen minyak sawit yang menguasai sekitar 85% pangsa pasar dunia.
Gambar 3. Sentra Produsen CPO Sumber: Iyung Pahan; Panduan Lengkap Kelapa Sawit, 2007 Adapun Negara-negara produsen kelapa sawit dunia berdasarkan jumlah produksi CPO yang disajikan pada tahun 2005 disajikan pada table berikut: Tabel 2. Produksi CPO Dunia Tahun 2000-2005F (Forecast)
Sumber: Iyung Pahan; Panduan Lengkap Kelapa Sawit, 2007 Peta penyebaran kelapa sawit di Indonesia mencakup 19 provinsi dengan luas areal tanam pada tahun 2004 sebesar 5,45 juta ha. Provinsi yang mempunyai luas areal terbesar yaitu Riau dengan luas 1,37 juta ha atau merupakan 25,15% dari total areal kelapa sawit nasional. Peringkat kedua dan ketinga yaitu Provinsi Sumatera Utara (17,53%) dan Sumatera Selatan (9,46%). Pulau yang paling luas perkebunan kelapa
sawitnya adalah Pulau Sumatera, yaitu 76,93% dari luas perkebunan kelapa sawit Indonesia. Lokasi Pelabuhan Yang Tepat Pelabuhan merupakan salah satu pusat ekonomi suatu wilayah. Karena peranannya yang sangat penting ini, maka pemilihan lokasi pelabuhan yang tepat harus dilakukan. Suatu pelabuhan dinyatakan mempunyai lokasii yang tepat dapat ditinjau dari beberapa faktor berikut:
Secara geografis Pelabuhan dinyatakan tepat secara geografis jika pelabuhan tersebut didukung oleh potensi daerah hinterland yang akan menggunakan jasa pelabuhan tersebut. Misalnya, suatu pelabuhan yang difokuskan untuk melayani kapal – kapal pengangkut CPO, maka pelabuhan tersebut sebaiknya dibangun di sekitar wilayang yang mempunyai pabrik pengolahan kelapa sawit.
Secara teknis Pelabuhan dinyatakan tepat secara teknis jika pelabuhan tersebut mampu melayani kapal dan muatan yang akan menggunakan jasa pelabuhan tersebut. Dalam hal ini juga berkaitan dengan maslah geografis di atas, misalnya gelobang, kedalaman draft pelabuhan, panjang dermaga, tempat penampungan muatan, dan sarana pendukung lainnya.
Model Pemilihan Lokasi Pelabuhan Tujuan utama model ini adalah untuk menentukan lokasi pelabuhan yang paling optimal berdasarkan hasil analisis model transportasi total, yaitu transportasi darat (hinterland) dan transportasi laut (foreland). Dengan melibatkan jarak versus variabel yang dominan, maka dapat diperoleh suatu ”peta” lokasi pelabuhan yang terbaik sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan. Variabel utama dalam model ini adalah besarnya biaya angkut rata-rata per unit muatan CPO untuk moda angkutan jalan raya dengan truk tangki dan angkutan laut dengan kapal. Dalam perhitungan ini, biaya trasnportasi total yang meliputi biaya angkut dari pabrik pengolahan kelapa sawit ke palabuhan muat (hinterland trasnport) dan angkutan laut dari pelabuhan muat ke pelabuhan tujuan. Dalam biaya ini juga harus diperhitungkan biaya muat di pelabuhan muat yang bersangkutan.
Tabel Error! No text of specified style in document.-2 Luas Areal Perkebunan Kelapa Sawit Indonesia Menurut Provinsi Pada Tahun 2004
Gambar Error! No text of specified style in document.-1 Peta Persebaran Pekebunan Kelapa Sawit Di Indonesia Sumber: Iyung Pahan; Panduan Lengkap Kelapa Sawit, 2007
Pengolahan Kelapa Sawit Tanaman kelapa sawit baru dapat berproduksi setelah berumur sekitar 3 bulan setelah ditanam di lapangan. Buah yang dihasilkan disebut tandan buah segar (TBS) atau fresh fruit bunch (FFB). TBS diolah di pabrik pengolahan kelapa sawit untuk diambil minyak dan intinya. Minyak dan inti yang dihasilkan dari PKS merupakan produk setengah jadi. Minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) dan inti atau palm kernel (PK) harus diolah lebih lanjut untuk menjadi produk lainnya. Minyak CPO terdiri dari fraksi padat yang merupakan asam lemak jenuh (miristat 1%; palmitat 45%; stearat 4%) serta fraksi cair merupakan asam lemak tidak jenuh (oleat 39%; linoleat 11%). CPO Indonesia mempunyai kualitas rendah karena hampir 90% tidak mengandungβ karoten (C40H56 BM:536,85) yang larut dalam minyak dan menyebabkan warna kuning/jingga. CPO diekstrak dari daging buah (mesokarp). Sifat fisik CPO adalah warna orange/jingga, bau khas, bentuk pasta, kadar air: 3,7589x10-3 mL/g CPO, indeks bias 1,4692, massa jenis 0 863 kg/m3 dengan kelarutan pada eter dan cukup larut dalam aseton, sedikit larut dalam etanol dan tidak larut dalam air payau akan mengalami proses adaptasi dengan lingkungan estuarin.
Gambar Error! No text of specified style in document.-2 Proses Pengolahan Kelapa Sawit
Sumber: Iyung Pahan; Panduan Lengkap Kelapa Sawit, 2007 Pengapalan CPO Proses pengapalan CPO tergantung pada sistem perdagangan yang dipakai dalam transakasi perdagangan CPO tersebut. Ada dua bagian utama yang berkaitan dengan pengapalan CPO, yaitu para pelaku dalam subsitem pengapalan CPO dan kapal yang akan digunakan dalam mengangkut CPO. a. Pelaku dalam subsitem pengapalan Mengingat banyak pihak yang terkait maka ketegasan tentang pembebanan kewajiban, biaya, dan resiko dari setiap pihak sangat diperlukan. Salah satu pedoman penting dalam membuat perjanjian yaitu bahwa semua janji harus dinyatakan dan diatur secara formal dalam terminologi perdagangan dan ditandatangani oleh pihak yang berkompeten. Penandatanganan perlu mendapat perhatian yang sungguhsungguh karena permasalahan dan kericuhan yang muncul sering kali disebabkan tidak tepatnya pihak yang menandatangani kontrak. Pengapalan merupakan titik peralihan pemilikan, tanggung jawab, biaya, dan lain-lain dari pihak penjual ke pembeli. Dalam subsitem ini, banyak unsur yang terlibat seperti pihak pengapal (shippers), pemilik kapal (ship owner), perantara (broker), agen pengapalan, surveyor, dan pembeli yang saling terkait. Ketimpangan pada salah satu mata rantai dalam sistem ini akan menyebabkan kericuhan dalam seluruh sistem. Pengapal merupakan rantai terakhir dari subsistem penjualan barang yang mengapalkan barang. Adakalanya, pengapal bukan pemilik barang atau bukan pemilik dari seluruh barang yang diperdagangkan. Masalah yang sering timbul yaitu bill of lading (konosemen) yang merupakan dokumen penting untuk bukti pengiriman dan juga syarat untuk meminta bayaran. Hal yang dapat terjadi adalah bill of lading tersebut dituntut oleh beberapa pemilik barang dalam kasus multi cargo. Pemilik kapal berkewajiban menyediakan kapal yang laik laut, menyediakan, tenaga, perlengkapan dan logistik yang cukup, memuat dan merawat barang dengan baik, serta menyediakan bill of lading dan dokumen lain. Perantara pengapalan menghubungkan dua pihak utama. Dalam hal pengapalan, salah satu pihak utama tersebut yaitu pemilik kapal. Perantara terdiri dari perantara pemilik kapal (owner broker), perantara muat (loading broker), dan agen perkapalan (ship’s agent). Dengan perantara ini, harus ada kejelasan yang tertera dalam kontrak tentang wewenang yang diberikan oleh perusahaan induk pengapalannya dengan keagenannya. Surveyor adalah agen yang ditunjuk oleh pemilik kapal dan pengirim atau pembeli yang bertujuan untuk menjamin bahwa kargo ditangani dengan baik. Untuk itu, surveyor melakukan pemeriksaan terhadap fasilitas penanganan dan penyimpanan, baik di darat atau di kapal. Surveyor juga mengukur kuantitas dan kualitas barang maupun fasilitas penanganan dan penyimpanan yang tersedia.
b. Kapal Pengangkut CPO Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan terhadap kapal yang akan disewa, diantaranya adalah kelaikan kapal. Unsur-unsur dalam kelaikan kapal ini antara lain: Kesesuaian kapal untuk perdagangan CPO, termasuk negara pemilik (nationality), bendera tempat kapal terdaftar (flag), umur kapal, jenis tangki dan pelapisannya, serta ukuran tangki dan pompa. Pemilik kapal terbiasa dengan terminologi kebersihan sawit. Awak kapal secara kesatuan menyadari fungsi mereka sebagai pembawa dan pemelihara barang yang dibawa. Di samping itu, pemilik kapal juga paham tentang pengertian lay days (kelambatan) penundaan dan praktik sesuai dengan kontrak perdagangan minyak sawit. Dalam hal ini, berlaku ketentuan the three cargo yang berarti dipersyaratkan kapal tersebut hanya mengengkut CPO pada 3 (tiga) pelayaran sebelumnya. Kapal harus terklasifikasi, disertifikasi, dan diasuransikan dengan baik. Masalah-masalah yang sering dijumpai pada instalasi pengapalan CPO sebagai berikut:
Tangki kapal berkarat. Sistem pemipaan, logam termometer, dan peralatan untuk pengambilan analisis contoh karatan. Koil pemanas kapal terbuat dari logam paduan aluminium dan kuningan. Tangki masih mengandung residu berbau tengik yang berasal dari kargo sebelumnya dan residu bahan kimia pembersih tangki. Kondisi tangki kapal dan fasilitas pendukung yang demikian akan menimbulkan kontaminasi logam berat, seperti Fe, Cu, dan Pb serta kontaminasi bahan kimia organik, seperti Toluene, Ethylene, Decolide, dan Styrene. Di Indonesia, pengiriman CPO ke luar negeri umumnya dilakukan dengan menggunakan pengapalan sewa dengan sistem sewa kontrak angkut.
Meskipun sistem penjualan CPO Indonesia umumnya dilakukan secara FOB, tidak berarti bahwa penjual dapat sesukanya memuat barang ke dalam tangki yang telah ditunjuk oleh penjual. Penjual tetap mempunyai kewajiban untuk memeriksa kesiapan dan kebersihan kapal untuk memuat CPO yang diperdagangkan. Jika ditemui tangki kapal yang tidak layak untuk digunakan memuat CPO, penjual wajib memberitahukan kepada pembeli. Keputusan pemuatan ada di tangan pembeli dengan resiko pada pembeli pula. Model Pengangkutan CPO Model pengangkutan CPO tergantung pada sistem perdagangan CPO yang telah disepakati antara penjual dan pembeli. Dalam ekspor CPO, bentuk perdagangan yang umum digunakan dalam ekspor CPO yaitu free on board (FOB) dan cost insurance freight (CIF).
Free on Board artinya peralihan segala resiko atas barang dari penjual kepada pembeli terjadi ketika barang telah melewati rail kapal (pagar pengaman kapal) di pelabuhan muat yang telah disebutkan. Pengurusan prosedur ekspor berdasarkan terminologi ini dibebankan kepada penjual. FOB berlaku khusus hanya bagi alat transportasi laut dan perairan pedalaman. Pada FOB, kewajiban penjual dalam jenis transaksi ini yaitu menyediakan dan memasukkan barang ke kapal dalam kuantitas, kualitas, dan tempat yang disepakati. Namun, penjual harus menyediakan segala sesuatu yang diperlukan bagi kelancaran proses transaksi, termasuk dokumen ekspor. Kewajiban pembeli dalam sistem ini yaitu mencari kapal, menyediakan ruangan dalam kapal, menetapkan pelabuhan, menginformasikan waktu sandar, serta menanggung semua biaya dan resiko terhadap barang sejak melewati bibir tangki termasuk pembongkarannya. Cost, Insurance, and Freight (CIF) artinya bahwa segala resiko atas kerusakan atau kehilangan barang serta segala macam biaya yang timbul setelah barang melewati rail kapal beralih dari penjual kepada pembeli. Namun berdasarkan terminologi ini maka penjual berkewajiban untuk menanggung segala biaya pengangkutan yang dibutuhkan agar barang sampai pada pelabuhan tujuan yang disebutkan termasuk menyediakan asuransi pengangkutan laut (marine insurance) untuk menanggung resiko pembeli atas kehilangan atau kerusakan barang selama masa pengangkutan laut tersebut. Perlu dicatat bahwa penjual hanya berkewajiban membayarkan premi asuransi dengan perlindungan minimal saja. Jika pembeli menginginkan perlindungan asuransi yang lebih besar, maka pembeli harus mendapatkan persetujuan terlebih dahulu dengan penjual karena memang penjual yang harus membayarkannya. Namun jika penjual tidak setuju, maka pembeli harus membayar asuransi tambahan sendiri untuk memberikan perlindungan yang lebih besar. CIF mempersyaratkan penjual untuk mengurus prosedur ekspor. Terminologi ini hanya berlaku untuk alat transportasi laut dan perairan pedalaman.
Tabel Error! No text of specified style in document.-3 3Matrik perbandingan antara sistem FOB dengan CIF Free On Board (FOB)
Cost, Insurance and Freight (CIF)
Harga jual hanya di Pelabuhan Muat
Harga jual sudah termasuk biaya pengiriman dan asuransi
Seller hanya bertanggung jawab sampai muatan dimuat di kapal
Seller bertanggung jawab hingga muatan sampai di pelabuhan tujuan/ tempat penumpukan buyer
Biaya transportasi laut ditanggung buyer
Biaya transportasi laut dibayarkan oleh seller
Asuransi ditanggung buyer
Asuransi ditanggung seller
Tanggung jawab (liability) ada pada buyer
Tanggung jawab (liability) ada pada seller
Sumber: INCOTERMS 2000 Berdasarkan tabel perbandingan di atas, maka para eksportir CPO dari Indonesia melakukan ekspor CPO secara FOB. Sebab tanggung jawab eksportir lebih kecil dan jika terjadi kerusakan klomoditi setelah muatan dimuat ke kapal maka bukanlah tanggung jawab penjual lagi. Semua resiko yang terjadi setelah pemuatan CPO ke kapal menjadi tanggung jawab pembeli.
Gambar Error! No text of specified style in document.-3 INCOTERMS 2000 Sumber: INCOTERMS 2000
Konsep Dasar Perencanaan Pelabuhan Pelabuhan harus memiliki fasilitas dan peralatan yang memadai untuk mendukung kegiatan bongkar muat agar dapat berjalan sebagaimana mestinya. Fasilitas dan peralatan yang diperlukan di pelabuhan erat kaitannya dengan jenis
kapal, jenis barang, kemasan dan aspek operasional lainnya yang terkait. Secara umum fasilitas pokok yang harus dimiliki pelabuhan terdiri dari :
Fasilitas Tambatan Jumlah tambatan pelabuhan / dermaga yang diperlukan untuk menangani volume barang yang melalui pelabuhan itu sendiri.
Fasilitas Penumpukan dan penyimpanan Untuk menunjang fungsinya sebagai tempat transit dan distribusi, pelabuhan memerlukan tempat untuk penumpukan ataupun penyimpanan barang. Ukuran luas areal penyimpanan barang bergantung dari jenis dan volume barang yang akan disimpan.
Peralatan bongkar muat merupakan komponen penting dalam pelayanan jasa pelabuhan. Oleh karena itu dalam pemilihan peralatan bongkar muat diperlukan sebuah kajian secara menyeluruh. Beberapa hal yang diperlukan dalam menentukan jumlah, jenis dan kapasitas peralatan diantaranya : o Jenis dan kemasan yang akan ditangani o Jumlah dan frekuensi barang yang harus ditangani o Sistem penanganan, bagaimana cara barang tersebut ditangani o Waktu pengananan dan kecepatan bongkar muat yang diinginkan. Sedangkan untuk perhitungan jumlah peralatan, kapasitas, kemampuan jangkau dan aspek teknis lainnya untuk memperhitungkan produktifitas penanganan barang maka perlu diperhatikan hal – hal sebagai berikut :
Jenis dan jumlah muatan Perkiraan jumlah kunjungan kapal Lokasi pergudangan atau penumpukan atau silo Jumlah jam kerja dalam sehari Dan sebagainya
Metodologi Penelitian
Start
Studi Literatur
Kondisi Saat Ini:
Pabrik menyebar
Pemilihan Lokasi Pelabuhan Yang Baru
Evaluasi
Salah
Benar
Model Integrasi Port Location dan Distribution
Kesimpulan & Saran
End
Ekspor CPO Masing-masing Pelabuhan Pelabuhan Teluk Bayur Pelabuhan Teluk Bayur merupakan satu-satunya pelabuhan laut yang terletak di pantai barat Pulau Sumatera yang paling ramai dan terbesar yang oleh kapal samudera dan antar pulau. Pelabuhan ini tidak hanya menjadi pintu gerbang
perekonomian bagi Propinsi Sumatera Barat, tetapi juga menjadi pintu gerbang ekonomi bagi propinsi di sekitarnya. Muatan utama yang diangkut melalui Pelabuhan Teluk Bayur adalah Crude Palm Oil (CPO), semen, klinker, batubara, dan karet. Total panjang dermaga yang dimiliki Pelabuhan Teluk Bayur adalah 1.583 meter. Pelabuhan Teluk Bayur juga telah memiliki dermaga khusus yang melayani bongkar muat CPO, namun sampai saat ini dermaga tersebut masih beluk berfungsi secara optimal dikarenakan belum lengkapnya fasilitas perpipaan untuk menyalurkan CPO dari tangki timbun ke kapal. Fasilitas penunjang bongkar muat CPO yang terdapat di Pelabuhan Teluk Bayur adalah tangki timbun untuk CPO sebanyak 51 tangki dengan kapasitas rata-rata masing-masing tangki sebesar 5.000 ton. Beberapa perusahaan eksportir CPO yang menggunakan jasa Pelabuhan Teluk Bayur antara lain: Tabel Error! No text of specified style in document.-4 Eksportir CPO melalui Pelabuhan Teluk Bayur PT. Mekar Bumi Andalas PT. Incasi Raya PT. Wira Innomas/ Musim Mas PT. Usaha Inti/ TBBT PT. Agromuko Sumber: PT (Persero.) Pelindo II Cab. Teluk Bayur
Ekspor CPO yang dilayani Pelabuhan Teluk Bayur selama beberapa tahun terakhir ini dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel Error! No text of specified style in document.-5 Ekspor CPO melalui Pelabuhan Teluk Bayur Tahun Kapasitas (Ton) 2003
508,885
2004
781,333
2005
1,022,267
2006
1,205,681
2007
1,101,145
2008
1,356,776
Sumber: PT (Persero.) Pelindo II Cab. Teluk Bayur
Ekspor CPO melalui Pelabuhan Teluk Bayur 1,600,000
Volume (ton)
1,400,000 1,200,000 1,000,000
Series1
800,000
Linear (Series1)
600,000 400,000
y = 153780x + 611564 R2 = 0.882
200,000 0 2002
2004
2006
2008
2010
Tahun
Gambar Error! No text of specified style in document.-4 Ekspor CPO melalui Pelabuhan Teluk Bayur
Pelabuhan Dumai Pelabuhan Dumai merupakan salah satu Pelabuhan Utama di Propinsi Riau mempunyai letak geografis yang menguntungkan karena merupakan pelabuhan alam yang dilindungi oleh beberapa pulau antara lain Pulau Rupat , Pulau Payung dan Pulau Rampang sehingga mempunyai perairan yang cukup dalam dan tenang dari terpaan ombak serta iklim yang cukup meunjang sepanjang tahun. Pelabuhan Dumai memiliki tiga dermaga, yaitu dermaga A dan C yang merupakan dermaga lama, serta dermaga B yang merupakan dermaga baru dan berfungsi sebagai dermaga khusus CPO. Fasilitas lainnya untuk bongkar muat CPO di Pelabuhan Dumai adalah tangki timbun untuk CPO yang berjumlah sekitar 112 tangki dengan kapasitas masing-masing tangki sebesar 5.000 ton. Beberapa perusahaan yang merupakan menggunakan jasa Pelabuhan Dumai adalah:
eksportir
utama
CPO
yang
Tabel Error! No text of specified style in document.-6 Eksportir CPO melalui Pelabuhan Dumai PT. BUKIT KAPUR REKSA PT. INTIBENUA PERKASATAMA PT. SARANA TEMPA PERKASA PT. EKADURA INDONESIA PT. IVO MAS TUNGGAL PT. DUMAI BULKING PT. DUMAI PARICIPTA ABADI Sumber: PT (Persero.) Pelindo I Cab. Dumai Perusahaan – perusahaan di atas tidak semuanya memiliki perkebunan kelapa sawit ataupun pabrik pengolahan kelapa sawit (PKS) yang memproduksi CPO. Jadi, untuk memenuhi kebutuhan CPO yang akan diekspor perusahaan membeli dari perushaan – perusahaan lain dan menyimpannya di tangki timbun mereka yang terletak di dalam kawasan Pelabuhan Dumai. Berikut disajikan data ekspor CPO yang melalui Pelabuhan Dumai selama beberapa tahun terakhir: Tabel Error! No text of specified style in document.-7 Ekspor CPO melalui Pelabuhan Dumai Tahun Kapasitas (Ton) 2003
3,051,735
2004
3,313,087
2005
3,639,312
2006
3,939,261
2007
4,252,348
2008
4,612,344
Sumber: PT (Persero). Pelindo I Cab. Dumai
Ekspor CPO melalui Pelabuhan Dumai 5,000,000
Volume (ton)
4,000,000 3,000,000
Series1
2,000,000
Linear (Series1)
1,000,000
y = 312022x + 3E+06 R2 = 0.9983
0 2002
2004
2006
2008
2010
tahun
Gambar Error! No text of specified style in document.-5 Ekspor CPO Melalui Pelabuhan Dumai Model Optimasi Pemilihan Lokasi Pelabuhan Optimasi model dilakukan untuk memperoleh biaya ekspor CPO yang paling minimal (dilihat dari sisi eksportir). Jadi biaya yang harus diperhatikan di sini adalah biaya transportasi di darat dan biaya muat CPO ke kapal. Sedangkan biaya-biaya yang terjadi setelah muatan naik ke atas kapal sampai dengan sampai di pelabuhan tujuan tidak perlu dihitung, sebab tanggung jawab penjual atau eksportir dalam sistem transaksi FOB (free on board)hanya sampai muatan naik ke atas kapal. Setelah muatan (CPO) sampai ke atas kapal, maka semua yang tibul menjadi tanggung jawab pembeli atau importir. Sesuai dengan sistem ekspor CPO yang dilakukan oleh eksportir CPO dari Indonesia yang menggunakan sistem FOB, maka model optimasi pengangkutan CPO ekspor dari Indoensia adalah sebagai berikut: Cost
= Biaya trucking + Biaya B/M
Biaya trucking = Biaya B/M
=
......................................................(4.1) L
......................................................(4.2)
Objective Function: ostmin
∑
∑
[(
ostmin
∑
∑
[(
r
)]
..................(4.3)
L)]
..................(4.4)
Subject to: ..............................................................................(4.5)
∑
..............................................................................(4.6)
..............................................................................(4.7)
Keterangan : Costmin = biaya minimum untuk ekspor CPO secara FOB Qij
= Volume/ kapasitas CPO yang diekspor
Sij
= jarak dari pabrik CPO ke pelabuhan muat
r
= rate tarif truk tangki pengangkut CPO
L
= tarif bongkar/ muat (pipanisasi) CPO dari tangki timbun (pelabuhan) ke kapal
m
= jumlah produsen/ eksportir CPO
n
= jumlah pelabuhan yang menangani ekspor CPO
KT
= Kapasitas tangki timbun Pelabuhan Teluk Bayur
KD
= Kapasitas tangki timbun Pelabuhan Dumai
Dengan menggunakan Ms. Excel maka dilakukan simulasi dengan tiga model pengangkutan CPO ekspor dari wilayah Sumatera Tengah. Model pertama merupakan model yang dioptimasi dengan menggunakan solver. Model kedua merupakan model dengan memfokuskan pengangkutan CPO ekspor dari wilayah Sumatera Tengah
melalui Pelabuhan Dumai. Sedangkan model ketiga disimulasikan dengan memfokuskan pengangkutan CPO ekspor dari wilayah Sumatera Tengah melalui Pelabuhan Teluk Bayur. Model 1 (Optimasi dengan menggunakan solver) Pelabuhan Teluk Bayur
Dumai
PT. BUKIT KAPUR REKSA
0
2177900
PT. INTIBENUA PERKASATAMA
0
912142
PT. SARANA TEMPA PERKASA
0
248643
PT. EKADURA INDONESIA
0
239339
PT. IVO MAS TUNGGAL
0
512484
0
308974
PT. DUMAI PARICIPTA ABADI
206444
0
PT. MEKAR BUMI ANDALAS
542710
0
PT. INCASI RAYA
405199
0
PT. MUSIM MAS
271355
0
USAHA INTI/ TBBT
67839
0
PT. AGROMUKO
67839
0
1561386
4399483
3300000
6720000
Pabrik PT. DUMAI BULKING
TOTAl DayaTampung Pelabuhan
Teluk Bayur
Dumai
PT. BUKIT KAPUR REKSA
Rp0
Rp627,235,218
PT. INTIBENUA PERKASATAMA
Rp0
Rp262,697,032
PT. SARANA TEMPA PERKASA
Rp0
Rp71,609,177
PT. EKADURA INDONESIA
Rp0
Rp112,815,558,281
PT. IVO MAS TUNGGAL
Rp0
Rp58,071,130,070
PT. DUMAI BULKING
Rp0
Rp88,984,560
PT. DUMAI PARICIPTA ABADI
Rp40,256,500
Rp0
PT. MEKAR BUMI ANDALAS
Rp105,828,528
Rp0
PT. INCASI RAYA
Rp43,020,003,783
Rp0
PT. MUSIM MAS
Rp52,914,264
Rp0
USAHA INTI/ TBBT
Rp13,228,566
Rp0
Rp108,635,019,156
Rp0
PT. AGROMUKO TOTAL (Rp) Total Biaya Transportasi (Rp)
Rp151,867,250,797 Rp171,937,214,338 Rp323,804,465,135
Pada model 1 di atas ditunjukkan adanya pembagian muatan antara Pelabuhan Teluk Bayur dengan Pelabuhan Dumai. Secara kapasitas produksi CPO total, maka terjadi pembagian muatan antara Pelabuhan Teluk Bayur dengan Pelabuhan Dumai yaitu 26% : 74%. Semua pabrik penghasil CPO di wilayah Sumatera Tengah kecuali PT. Dumai Paricipta Abadi, PT. Mekar Bumi Andalas, PT. Incasi Raya, PT. Musim Mas, Usaha Inti/ TBBT, dan PT. Agromuko megirimkan CPO untuk ekspor melalui Pelabuhan Dumai. Sedangkan Perusahaan-perusahaan di atas mengirimkan CPO untuk ekspor melalui Pelabuhan Teluk Bayur. Model 2 (Ekspor CPO difokuskan melalui Pelabuhan Teluk Bayur) Pelabuhan Teluk Bayur
Dumai
2177900
0
PT. INTIBENUA PERKASATAMA
912142
0
PT. SARANA TEMPA PERKASA
248643
0
PT. EKADURA INDONESIA
239339
0
PT. IVO MAS TUNGGAL
512484
0
PT. DUMAI BULKING
308974
0
PT. DUMAI PARICIPTA ABADI
206444
0
PT. MEKAR BUMI ANDALAS
542710
0
PT. INCASI RAYA
405199
0
PT. MUSIM MAS
271355
0
USAHA INTI/ TBBT
67839
0
PT. AGROMUKO
67839
0
TOTAl
5960869
0
3300000
6720000
PT. BUKIT KAPUR REKSA
Pabrik
DayaTampung Pelabuhan
Biaya Transportasi dari Pabrik ke Pelabuhan & BiayaMuat CPO ke Kapal Teluk Bayur
Dumai
PT. BUKIT KAPUR REKSA
Rp4,103,109,268,264
Rp0
PT. INTIBENUA PERKASATAMA
Rp1,718,453,613,616
Rp0
PT. SARANA TEMPA PERKASA
Rp468,437,150,663
Rp0
PT. EKADURA INDONESIA
Rp180,394,605,830
Rp0
PT. IVO MAS TUNGGAL
Rp531,159,196,646
Rp0
Rp582,099,607,720
Rp0
PT. DUMAI PARICIPTA ABADI
Rp40,256,500
Rp0
PT. MEKAR BUMI ANDALAS
Rp105,828,528
Rp0
Rp43,020,003,783
Rp0
PT. MUSIM MAS
Rp52,914,264
Rp0
USAHA INTI/ TBBT
Rp13,228,566
Rp0
Rp108,635,019,156
Rp0
Rp7,735,520,693,535
Rp0
PT. DUMAI BULKING
PT. INCASI RAYA
PT. AGROMUKO TOTAL (Rp) Total Biaya Transportasi (Rp)
Rp7,735,520,693,535
Model 3 (Ekspor CPO difokuskan melalui Pelabuhan Dumai) Pelabuhan Teluk Bayur
Dumai
PT. BUKIT KAPUR REKSA
0
2177900
PT. INTIBENUA PERKASATAMA
0
912142
PT. SARANA TEMPA PERKASA
0
248643
PT. EKADURA INDONESIA
0
239339
PT. IVO MAS TUNGGAL
0
512484
0
308974
PT. DUMAI PARICIPTA ABADI
0
206444
PT. MEKAR BUMI ANDALAS
0
542710
PT. INCASI RAYA
0
405199
PT. MUSIM MAS
0
271355
USAHA INTI/ TBBT
0
67839
Pabrik PT. DUMAI BULKING
PT. AGROMUKO
0
67839
TOTAl
0
5960869
3300000
6720000
DayaTampung Pelabuhan
Biaya Transportasi dari Pabrik ke Pelabuhan & BiayaMuat CPO ke Kapal Teluk Bayur
Dumai
PT. BUKIT KAPUR REKSA
Rp0
Rp627,235,218
PT. INTIBENUA PERKASATAMA
Rp0
Rp262,697,032
PT. SARANA TEMPA PERKASA
Rp0
Rp71,609,177
PT. EKADURA INDONESIA
Rp0
Rp112,815,558,281
PT. IVO MAS TUNGGAL
Rp0
Rp58,071,130,070
PT. DUMAI BULKING
Rp0
Rp88,984,560
PT. DUMAI PARICIPTA ABADI
Rp0
Rp388,953,759,805
PT. MEKAR BUMI ANDALAS
Rp0
Rp1,022,503,297,907
PT. INCASI RAYA
Rp0
Rp420,002,388,442
PT. MUSIM MAS
Rp0
Rp511,251,648,954
USAHA INTI/ TBBT
Rp0
Rp127,812,912,238
PT. AGROMUKO
Rp0
Rp147,016,041,354
Rp0
Rp2,789,477,263,039
TOTAL (Rp) Total Biaya Transportasi (Rp)
Rp2,789,477,263,039
Model Angkutan Laut Akibat Perpindahan Pelabuhan Muat Selain model optimasi biaya eskpor CPO di atas, dalam penelitian juga mebuat model angkutan laut akibat perpindahan pelabuhan muat (loading port) CPO dari Pelabuhan Dumai ke Pelabuhan Teluk Bayur. Model angkutan laut akibat perpindahan pelabuhan muat adalah:
CostST = VC + CHC ..........................................................................................(4.8)
*(
)
+
*(
)
+
..................(4.9)
Keterangan : CostST = biaya angkutan laut bij
= jarak antara pelabuhan asal dengan pelabuhan tujuan
v
= kecepatan kapal
vbm
= kecepatan bongkar/ muat
Sfo
= komsumsi BBM
Pfo
= harga BBM
Slo
= konsumsi minyak pelumas
Plo
= harga minyak pelumas
xij
= jumlah trip
k
= kapasitas kapal
L
= tarif bongkar/ muat (pipanisasi) CPO dari tangki timbun (pelabuhan) ke kapal
Pa
= jasa pandu
Tu
= jasa tambat
La
= jasa labuh
Ta
= jasa tambat
Kesimpulan 1. Setelah dilakukan penelitian, maka diketahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi distribusi CPO untuk ekspor, khususnya dari wilayah Sumatera Tengah, antara lain:
a. Kapasitas produksi sentra penghasil CPO. b. Kapasitas dan fasilitas pelabuhan muat. c. Jarak tempuh dari pabrik penghasil CPO ke pelabuhan muat. d. Kebijakan perusahaan. e. Kebijakan pemerintah daerah. 2. Setelah dilakukan pengkajian di lapangan ternyata ada faktor yang dapat mengubah arah optimalisasi distribusi CPO untuk ekspor, faktor tersebut adalah kebijakan perusahaan. Sebuah perusahaan dapat mengekspor CPO yang berasal dari Propinsi Sumatera Barat melalui Pelabuhan Dumai. padahal jika ditinjau dari segi jarak, maka pelabuhan terdekat yang dapat melayani ekspor CPO tersebut adalah Pelabuhan Teluk Bayur. Kebijakan perusahaan ini biasanya berhubungan dengan kesepakatan anatar perusahaan dan pembeli, atau perhitungan bisnis lainnya. 3. Kondisi Pengangkutan CPO ekspor dari Wilayah Sumatera Tengah saat ini belum optimal, sehinga eksportir harus mengeluarkan biaya ekspor yang lebih besar. 4. Setelah dilakukan optimasi maka biaya ekspor CPO dari wilayah Sumatera Tengah yang awalnya berjumlah Rp712,717,968,440 per tahun dapat ditekan menjadi Rp323,804,465,135. Sehingga diperoleh penghematan biaya ekapor sebesar Rp. 388.913.503.305. Saran Setelah dilakukan penelitian dan analisa kasus, maka untuk optimalisasi pola distribusi CPO untuk ekspor di wilayah Sumatera Tengah, maka penulis memberikan beberapa masukan , antara lain: 1. Pola pengangkutan CPO melalui jalur darat perlu dirubah untuk meminimumkan biaya transportasi. 2. Sebaiknya Pemerintah Propinsi Jambi mengkaji ulang kebijakan ekspor CPO dari Jambi yang harus melalui Pelabuhan Muara Sabak, sebab sampai saat ini industri pengolahan CPO menjadi produk jadi di Propinsi Jambi hanya ada satu perusahaan. Ini dikhawatirkan akan menimbulkan penyumpukan CPO di Jambi dan membuat harga CPO Jambi turun. Daftar Pustaka Badan Pusat Statistik Propinsi Jambi, 2008. Jambi Dalam Angka Tahun 2007, Jambi: BPS Badan Pusat Statistik Propinsi Jambi, 2009. Jambi Dalam Angka Tahun 2008, Jambi: BPS. Badan Pusat Statistik Propinsi Riau, 2008. Riau Dalam Angka Tahun 2007, Pekanbaru: BPS.
Badan Pusat Statistik Propinsi Riau, 2009. Riau Dalam Angka Tahun 2008, Pekanbaru: BPS. Badan Pusat Statistik Propinsi Sumatera Barat, 2008. Sumatera Barat Dalam Angka Tahun 2007, Padang: BPS. Badan Pusat Statistik Propinsi Sumatera Barat, 2009. Sumatera Barat Dalam Angka Tahun 2008, Padang: BPS. Munawar, Ahmad, 2005. Dasar-dasar Teknik Transportasi, Jogjakarta: Beta Offset. Pahan, Iyung, 2007. Panduan Lengkap Kelapa Sawit “Manajemen Agribisnis dari Hulu hingga Hilir”, Jakarta: Penebar Swadaya. Tamin, Ofyar Z, 2000. Perencanaan dan Pemodelan Transportasi, Bandung: Penerbit ITB. PT. (Persero) Pelabuhan Indonesia I Cabang Dumai. PT. (Persero) Pelabuhan Indonesia II Cabang Teluk Bayur.