ABSTRAK IMPLEMENTASI PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI PEDESAAN DALAM MENINGKATKAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT (Studi Tentang Simpan Pinjam Perempuan Di Desa Batusenggo Kec. Siau Barat Selatan) Oleh Jones Maker Tahulending Kemiskinan dan pengangguran di Indonesia menjadi masalah yang penting dari dahulu sampai sekarang, walaupun secara persentase mengalami penurunan, tetapi dari segi jumlah tetap mengalami peningkatan dari tahun ke tahun, sehingga menjadi suatu fokus perhatian bagi pemerintah dalam upaya pengentasan kemiskinan tersebut. Perhatian pemerintah tersebut, salah satunya dengan mengeluarkan kebijakan yang disebut sebagai Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Lokasi dalam penelitian ini adalah implementasi program nasional pemberdayaan masyarakat mandiri pedesaan dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui pemberian simpan pinjam perempuan yang ada di desa Batusenggo. Untuk mengungkap masalah ini digunakan penelitian kualitatif. Subjek penelitian ini menjadi informan yang akan memberikan berbagai informasi yang diperlukan selama proses penelitian. Informan penelitian meliputi beberapa macam, yakni informan kunci, informan utama, dan informan tambahan adalah Kepala Desa, Kepala Seksi Pemberdayaan Masyarakat, Fasilitator Kecamatan, Ketua Tim Pelaksana Kegiatan dan Masyarakat yang terlibat dan menjadi pengurus/anggota Simpan Pinjam Perempuan. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan teknik Observasi, Wawancara dan Studi Literatur. Setelah peneliti melakukan observasi dan pengumpulan data Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Pedesaan serta wawancara dengan informan di lapangan mengenai Implementasi pada Kelompok Simpan Pinjam Perempuan di Desa Batusenggo, maka penulis dapat menyimpulkan bahwa Pelaksanaan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Pedesaan di Desa Batusenggo pada Kelompok Simpan Pinjam Perempuan secara umum memberikan manfaat yang berarti bagi masyarakat walaupun tidak berjalan dengan baik. Masyarakat dapat meningkatkan taraf hidup mereka dengan adanya bantuan modal untuk usaha.Saat ini Kelompok Simpan Pinjam Perempuan yang ada di Desa Batusenggo masih dalam tahap pengembangan. Kata Kunci : Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Pedesaan, Kesejahteraan Masyarakat
PENDAHULUAN Krisis ekonomi yang berkepanjangan yang dialami bangsa Indonesia sejak tahun 1997 telah membawa dampak yang sangat luas bagi seluruh aspek kehidupan masyarakat Indonesia, baik aspek sosial, ekonomi, budaya, politik, dan aspek lainnya. Krisis ini telah membawa penderitaan bagi bangsa Indonesia, terutama bagi masyarakat miskin yang semakin miskin, ditambah lagi utang luar negeri yang sangat besar yang merupakan warisan dari pemerintahan Orde Baru. Dampak dari krisis yang dialami bangsa Indonesia sejak tahun 1997 yang paling nyata yakni kehidupan masyarakat miskin yang semakin miskin. Kemiskinan pada dasarnya bukan hanya permasalahan ekonomi tetapi lebih bersifat multidimensional dengan akar permasalahan terletak pada sistem ekonomi dan politik bangsa.Dimana kebijakan yang ditetapkan pemerintah terkadang malah membuat hidup masyarakat makin terasa sulit dari segi ekonomi khususnya, sehingga mereka tidak memiliki akses yang memadai dalam kehidupan sehari-hari.Yang sering terjadi ketika kelompok masyarakat hidup dalam bayangbayang kemiskinan, mereka menjadi terpinggirkan, bahkan terabaikan. Kemiskinan dan pengangguran di Indonesia menjadi masalah yang penting dari dahulu sampai sekarang, walaupun secara persentase mengalami penurunan, tetapi dari segi jumlah tetap mengalami peningkatan dari tahun ke tahun, sehingga menjadi suatu fokus perhatian bagi pemerintah dalam upaya pengentasan kemiskinan tersebut. Perhatian pemerintah tersebut, salah satunya dengan mengeluarkan kebijakan yang disebut sebagai Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri. Pada tanggal 30 April 2007, Pemerintah Indonesia mencanangkan Program Nasional yang terdiri dari Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan, Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perkotaan, serta Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri wilayah khusus dan desa tertinggal, yang berpedoman kepada UU Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, yang kemudian diturunkan lagi melalui Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 tentang Tahapan, Tata Cara Penyusunan, Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah. Untuk menindaklanjuti kebijakan yang berupa Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 tersebut, maka pemerintah mengeluarkan Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2005 tentang Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan (TKPK), yang kemudian direvisi kembali dengan Peraturan Presiden Nomor 13 Tahun 2009 tentang Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan. Sementara, pihak atau actor kebijakan yang menjadi penyusun dalam membuat pedoman pelaksana adalah Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan (TKPK), yang diketuai oleh Menkokesra. Tim inilah yang mengeluarkan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri, dengan Surat Keputusan Nomor: 25/KEP/MENKO/ KESRA/VII/2007 tentang Pedoman Umum Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri. Kemudian petunjuk teknis terhadap Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan itu sendiri dikeluarkan oleh Ditjen Pemberdayaan Masyarakat Desa (PMD) yang berada di bawah Kementerian Dalam Negeri, dengan Surat Keputusan Nomor 414.2/3717/PMD tanggal 5 November 2008 perihal Petunjuk Teknis Operasional PNPM Mandiri Perdesaan. Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri diarahkan untuk meningkatkan efektivitas penanggulangan kemiskinan dan penciptaan lapangan kerja dengan melibatkan unsur masyarakat mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan, hingga pemantauan dan evaluasi. Melalui proses pembangunan partisipatif, kesadaran kritis dan kemandirian masyarakat, terutama masyarakat miskin dapat ditumbuhkembangkan, sehingga mereka bukan hanya sebagai obyek melainkan juga sebagai subyek dalam upaya penanggulangan kemiskinan. Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan mengadopsi sepenuhnya mekanisme dan prosedur Program Pengembangan Kecamatan (PPK) yang selama ini berhasil dilaksanakan.Pada PPK terdapat beberapa kegiatan yang didanai seperti
pembangunan sarana fisik yang berdampak baik jangka pendek maupun jangka panjang terhadap peningkatan perekonomian dan kesejahteraan masyarakat setempat.Misalnya pembangunan jalan, jembatan, pasar, irigasi desa, pembangkit listrik, dan lain-lain.Selain itu juga ada pemberian BLM (Bantuan Langsung Masyarakat) berupa pemberian pelatihan, keterampilan, peralatan usaha (mesin jahit/bordir), juga paket beasiswa bagi anak-anak yang berasal dari keluarga miskin. Kegiatan lainnya yaitu bantuan dana terhadap kelompok usaha ekonomi produktif (UEP). Bantuan ini bersifat pinjaman dan digulirkan kembali kepada kelompok UEP lainnya. Ada juga kegiatan yang lainnya seperti kegiatan Simpan Pinjam Perempuan (SPP), yaitu kegiatan penguatan kelembagaan dengan memberikan pinjaman modal kepada kelompok SPP yang sudah ada, dimana kelompok SPP ini beranggotakan perempuan, dan diharapkan sebagian besar penerima pinjaman dana berasal dari rumah tangga miskin. Pada PPK sumber pembiayaan berasal dari APBN yang diperoleh dari dana loan atau pinjaman luar negeri, termasuk juga dana hibah dari luar negeri. Sementara pembiayaan PNPM ini sendiri selain dari dana APBN juga dibantu oleh dana APBD. Prinsip Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat sama dengan yang ada di PPK, yaitu sama-sama mengedepankan pemberdayaan masyarakat perdesaan supaya bisa berpartisipasi aktif dalam setiap tahapan proses kegiatan yang ada, mulai dari perencanaan, pelaksanaan, sampai kepada pelestarian hasil pembangunan, baik berupa bangunan fisik maupun terhadap pelestarian dana bergulir yang ada pada kegiatan SPP. Implementasi Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri pedesaan ini bagi masyarakat desa Batusenggo belum dapat dirasakan sepenuhnya secara maksimal, terutama program pemberian pinjaman kepada kelompok perempuan. Sesuai dengan hasil observasi awal, peneliti menemukan bahwa: Program pemberian pinjaman ini sering disalah artikan, ada beberapa yang menganggap bahwa pinjaman yang diberikan tersebut digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup rumah tangga, ada pula yang beranggapan bahwa pemberian pinjaman itu merupakan kredit lunak dari pemerintah, sehingga dapat digunakan secara konsumtif. Ketidaktepatan pemberian pinjaman bagi kelompok perempuan juga sering terjadi, ada beberapa kelompok perempuan yang secara mendadak menyatakan diri sebagai kelompok, padahal sebelumnya tidak pernah ada kelompok tersebut, ada pula kelompok perempuan yang anggota kelompoknya mempunyai profesi sebagai pegawai, baik pegawai negeri sipil, maupun swasta, sehingga secara mendalam manfaat pemberian pinjaman bagi kaum perempuan di desa Batusenggo belum dapat dirasakan. Sesuai dengan Petunjuk Teknis Operasional Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Pedesaan bahwa pemberian pinjaman kepada kelompok peremuan merupakan anggota kelompok yang sudah menjadi anggota sekurang-kurang 3 (tiga) bulan, namun kenyataan yang terjadi ada banyak anggota yang masih baru (belum sampai 3 bulan) sudah mendapatkan pinjaman, dan paling banyak yang bermasalah mengembalikan pinjaman tersebut adalah anggota yang bermasalah tersebut. Indikasi permasalahan yang dipaparkan tersebut adalah belum tercapainya perubahan/peningkatan kesejahteraan masyarakat, khususnya bagi kaum perempuan sebagai kelompok yang menerima bantuan pinjaman tersebut.Kebanyakan dari kelompok perempuan penerima pinjaman tersebut tidak mengoptimalkan pinjaman yang diberikan untuk peningkatan kesejahteraan hidup mereka seperti digunakan untuk menambah modal bagi mata pencaharian baik sebagai petani, nelayan, berdagang, maupun yang lainnya. Hal ini tidak sejalan dengan tujuan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Pedesaan itu sendiri yakni mempercepat upaya penanggulangan kemiskinan melalui penyediaan dana pinjaman untuk pengembangan kegiatan usaha produktif dan pembukaan lapangan kerja baru dan peningkatan kemampuan perorangan/kelompok dalam keluarga miskin melalui upaya
bersama berlandaskan kemitraan, yang mampu menumbuhkan usaha–usaha baru yang bersifat produktif dengan berbasis pada usaha kelompok, Melalui program ini keluarga miskin ditumbuhkan minat dan gairahnya untuk berwirausaha dan dibantu untuk mengembangkannya, sehingga mereka dapat meningkatkan kemampuan sosial ekonominya sesuai dengan tahapan keluarga sejahtera agar dapat lepas dari keterbelakangan sosial, ekonomi dan budaya, kenyataan yang ada di desa Batusenggo masih banyak perempuan kurang bisa mandiri dan masih banyak perempuan yang miskin. Dana yang dipergunakan untuk modal usaha produktif merupakan dana pinjaman bergulir yang pengelolaannya dilakukan oleh masyarakat melalui suatu wadah yang dibentuk masyarakat oleh masyarakat desa Lirung, dibantu Konsultan Manajemen Wilayah. Wadah dimaksud merupakan kelembagaan masyarakat yang disebut Badan Keswadayaan Masyarakat yang beranggotakan para tokoh masyarakat dan perwakilan KSM, serta warga yang disyahkan melalui Badan Hukum (Akte Notaris).Pemberian pinjaman modal usaha produktif yang bersifat sementara tersebut diharapkan dapat merangsang pengusaha kecil (KSM) untuk mendorong produksi sehingga dapat meningkatkan pendapatannya.Dengan meningkatnya pendapatan maka kesejahteraan dan keadilan masyarakat dapat terwujud. Sudah cukup banyak literatur penelitian lainnya yang ditulis dalam berbagai karya ilmiah, apakah itu dalam bentuk jurnal, skripsi ataupun tesis.Penelitian-penelitan yang pernah dilakukan tersebut masih tergolong similar dengan topik yang sedang penulis teliti.Adapun penelitian tersebut diantaranya adalah penelitian yang dimuat dalam jurnal ilmu administrasi yang ditulis oleh Abang Suriyanto, dari Bappeda Kabupaten Sanggau, yang berjudul “Evaluasi Pelaksanaan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Program Pengembangan Kecamatan di Kecamatan Noyan Kabupaten Sanggau”.Penelitian ini dilakukan pada tahun 2009.Penelitian ini membahas tentang pelaksanaan program yang masih belum optimal, dan masih belum bisa membawa masyarakat Kecamatan Noyan keluar dari kemiskinan.Pelaksanaan program banyak dilakukan pada kegiatan fisik seperti jalan dan air bersih, dan sedikit sekali yang langsung menyentuh masyarakat miskin. Kegiatan yang langsung menyentuh keluarga miskin salah satunya adalah Simpan Pinjam Perempuan yang diperuntukkan bagi perempuan dari keluarga miskin dan membutuhkan modal untuk mengembangkan usahanya atau membantu suami untuk ikut serta memenuhi kebutuhan keluarga.Dana yang diberikan banyak terserap pada kegiatan fisik, sedangkan untuk Simpan Pinjam Perempuan hanya sedikit. Berdasarkan alasan tersebut di atas, maka penelitian ini dilakukan dalam rangka mencari tahu sejauh mana keberhasilan pemanfaatan pinjaman dana program PNPM Mandiri Perkotaan di desa Batusenggo dalam upaya untuk menanggulangi kemiskinan di pedesaan khususnya bagi kelompok perempuan. Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan diatas, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah : Apa penyebab Implementasi kepada program Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Pedesaan belum dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa Batusenggo Kecamatan Siau Barat Selatan? METODOLOGI PENELITIAN Untuk mengungkap masalah ini digunakan penelitian kualitatif. Yang mana penelitian kualitatif merupakan penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian seperti perilaku, persepsi, motivasi, tindakan dan lain-lain secara holistic dan dengan deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode ilmiah, dan peneliti menjadi instrument utama didalamnya. Hasilnya akan berupa data yang kemudian akan dibentuk secara deskriptif atau penggambaran.
PEMBAHASAN Dalam bab ini penulis menyajikan data-data yang ditemukan dilapangan ketika peneliti melakukan survei pada Kelompok Simpan Pinjam Perempuan yang ada di Desa Batusenggo Kecamatan Siau Barat Selatan Kabupaten Sitaro. Dalam bab ini akan dipaparkan hasil penelitian dari lapangan berupa data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui observasi di lapangan dan wawancara kepada informan penelitian. Dalam melakukan penelitian ini penulis telah mempersiapkan diri dengan berbagai hal seperti pertimbangan tentang informan yang akan di temui. Yang menjadi informan utama dalam penelitian ini adalah masyarakat (perempuan) yang menjadi anggota dari Kelompok Simpan Pinjam Perempuan sebanyak 10 orang. Kemudian untuk mempertajam dan memperluas informasi, peneliti menambahkan beberapa informan kunci yakni Kepala Desa, Kepala Seksi Pemberdayaan Masyarakat yang berperan sebagai Penanggung Jawab Operasional Kegiatan (PJOK), Fasilitator Kecamatan sebanyak 1 orang, dan Ketua Tim Pelaksana Kegiatan. Hasil penelitian disajikan berdasarkan hasil obsevasi di lapangan dan wawancara dengan para informan. Penulis melakukan observasi ke lapangan mulai tanggal 18 februari.Batusenggo merupakan salah satu desa di kecamatan Siau Barat Selatan yang termasuk dalam binaan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Pedesaan.Program ini sangat membantu masyarakat dalam meningkatkan kehidupan perekonomiaannya baik dalam menyediakan sarana dan prasarana yang mereka butuhkan seperti pembangunan jalan, sumber air bersih, dan juga memfasilitasi kegiatan ibu-ibu PKK.Kehadiran Program NasionalPemberdayaan Masyarakat Mandiri Pedesaan di Desa Batusenggo disambut masyarakat dengan baik. Masyarakat memiliki sikap yang antusias dan mendukung pelaksanaan program tersebut.Banyak kegiatan yang telah dilaksanakan sehubungan dengan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Pedesaan ini seperti pembangunan fisik yakni pembukaan jalan, pembuatan gorong- gorong dan yang lainnya.Pembangunan non-fisik seperti untuk kesehatan, pendidikan, maupun Kelompok Simpan Pinjam Perempuan. Antusias para kaum perempuan dalam Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Pedesaan ini dapat terlihat dari kehadiran mereka pada waktu mengkuti musyawarah. Kehadiran kaum perempuan lebih dominan dari pada kehadiran kaum lakilaki.Para kaum perempuan bebas dalam memberikan pendapat dan saran terutama pada waktu Musyawarah Desa Khusus Perempuan.Namun, kalau dilihat dari struktur kepengurusan lebih didominasi oleh kaum laki-laki. Seperti terlihat pada tabel di bawah ini: Tabel 5 Pelaku-Pelaku Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Pedesaan di Desa Batusenggo Jenis No Nama Jabatan Kelamin 1 Djenar Mangerungkonda L Ketua TPK 2 3 4 5
Santi Balo Meiske Kagiling Hendra Sani Lantje Luasunau
P P L P
6 7
Olfried Kapia Yance Sehede
L L
Sekretaris TPK Bendahara TPK KPMD KPMD Perempuan Ketua TPU Anggota TPU
8
Saol Umbaseng
L
Anggota TPU
Pelaku Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Pedesaan di Desa Batusenggo seperti Tim Pelaksana Kegiatan, Kader Pemberdayaan Masyarakat Desa, Tim Penulis Usulan, berasal dari masyarakat Desa Batusenggo dan dipilih sendiri oleh masyarakat desa melalui musyawarah Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Pedesaan. Dari tabel di atas juga terlihat bahwa pelaku-pelaku Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Pedesaan di Desa Batusenggo masih didominasi oleh kaum lakilaki.Kepala desa sebagai pembina dalam program ini menjalankan tugasnya dengan baik yang juga di dukung oleh BPD (Badan Permusyawaratan Desa).Badan Permusyawaratan Desa berperan untuk memfasilitasi setiap pertemuan yang dilakukan di desa dan mengawasi setiap pelaksanaan kegiatan di desa tersebut.Kerjasama antara kepala desa dengan Badan Permusyawaratan Desa serta dengan masyarakat dalam pembangunan desa terlihat baik dan penuh dengan suasana kekeluargaan. Hal ini mungkin karena masih adanya ikatan kekeluargaan dari masyarakat tersebut.Namun peran Badan Permusyawaratan Desa yang ada di Desa Batusenggo tidak berjalan dengan baik, hal ini terlihat dengan masih adanya kesalahan-kesalahan dalam pelaksanaan kegiatan di desa tersebut. Pada Kelompok Simpan Pinjam Perempuan yang ada di Desa Batusenggo, secara umum pengorganisasiannya tidak berjalan dengan baik.Walaupun pembukuan yang dilakukan oleh masing-masing kelompok lengkap yakni adanya buku bukti setoran dari masing-masing anggota kepada ketua kelompok dan buku bukti setoran kelompok kepada UPK (Unit Pelaksana Kegiatan), namun dalam hal ini semua beban ada pada ketua kelompok.Sekretaris dan bendahara kurangmemiliki peran karena memang tidak mengerti untuk melaksanakan tugasnya.AD/ ART dari masing-masing kelompok juga tidak jelas. Kegiatan Kelompok Simpan Pinjam Perempuan di Desa Batusenggo memiliki peraturan yang tertuang dalam Petunjuk Teknis Operasional dan peraturan yang ada di dalam kelompok masing-masing seperti yang tertera di bawah ini (Profil Kelompok): a. Syarat menjadi anggota kelompok Simpan Pinjam Perempuan 1) Penduduk asli Desa 2) Memiliki kemampuan membayar iuran dan iuran pokok 3) Bersedia mengikuti aturan kelompok yang ditetapkan bersama 4) Berniat ingin mengembangkan usaha yang ada b. Syarat bagi peminjam 1) Minimal telah menjadi anggota selama tiga bulan 2) Diprioritaskan bagi anggota yang sangat mendesak 3) Pinjaman dapat digunakan untuk non produktif seperti pendidikan dan berobat. 4) Anggota aktif ikut kegiatan pertemuan dalam kelompok Dalam pelaksanaan kelompok Simpan Pinjam Perempuan di Desa Batusenggo melakukan beberapa pelanggaran yang tidak sesuai dengan Petunjuk Teknis Operasional seperti adanya anggota Kelompok Simpan Pinjam Perempuan yang bekerja sebagai PNS, hal ini menunjukkan bahwa dalam keanggotaan kelompok masih terdapat anggota yang tidak tergolong sebagai Rumah Tangga Miskin. Kelompok Simpan Pinjam Perempuan yang ada di Desa Batusenggo juga jarang sekali melakukan pertemuan bersama, setelah dana dicairkan mereka sibuk mengurus urusan mereka masing-masing. Secara umum kehadiran Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Pedesaan yakni dengan adanya Kelompok Simpan Pinjam Perempuan memberikan dampak yang positif bagi masyarakat.Tidak hanya anggota kelompok Simpan Pinjam Perempuan saja yang mendapatkan manfaat tetapi juga anggota keluarga yang lain (Daftar Usulan Kegiatan Simpan Pinjam Perempuan). Tidak sedikit masyarakat yang terbantu untuk meningkatkan taraf hidup keluarganya walaupun ada sebagian anggota yang menyalahgunakan bantuan dana tersebut. Penyalahgunaan yang dimaksud yakni ada anggota yang menggunakan dana pinjaman Simpan Pinjam Perempuan
untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, sehingga dana tersebut tidak digunakan untuk modal usaha sebagaimana mestinya. Ketika peneliti melakukan wawancara terhadap informan, dapat diketahui bahwa Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Pedesaan merupakan suatu program yang sangat baik untuk dijalankan karena memberi dampak positif bagi masyarakat. Begitu juga sesuai dengan pendapat dari Kepala Desa Batusenggo yang menyatakan bahwa Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Prdesaan sangat membantu ekonomi masyarakat miskin. Dengan adanya Simpan Pinjam Perempuan sebagai salah satu program dalam Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Pedesaan, masyarakat akan terbantu untuk meningkatnya ekonomi keluarga mereka Dalam Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Pedesaan kemandirian masyarakat dapat ditingkatkan dengan melibatkan masyarakat dalam perencanaan maupun pelaksanaannya. Masyarakat menjadi penentu dalam setiap kegiatan yang akan dilakukan. Pelaksanaan Simpan Pinjam Perempuan sebagai salah satu program dari Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Pedesaan bertujuan untuk mensejahterakan dan memandirikan masyarakat, masyarakat terutama perempuan dapat terbantu untuk modal usaha, Namun ada sebagian masyarakat yang merasa Simpan Pinjam Perempuan kurang mensejahterakan masyarakat. Dibentuknya program Simpan Pinjam Perempuan bertujuan unutk meningkatkan keberdayaan para perempuan agar mampu mandiri dan tidak hanya bergantung pada suami mereka untuk memenuhi kebutuhan ekonomi rumah tangga.Karena Simpan Pinjam Perempuan ini sasaran utamanya adanya kaum perempuan maka partisipasi dari kaum perempuan tersebut juga harus ditingkatkan. Di Desa Batusenggo dalam Program Simpan Pinjam Perempuan partisipasi perempuan terlihat dari ketrelibatan perempuan mulai dari perencanaan hingga pelaksanaannya, sesuai dengan Pelaksana Teknis Operasional masyarakat (perempuan) juga turut mengawasi setiap pelaksanaan kegiatan, apakah sudah sesuai dengan peraturan atau tidak. Dalam prencanaandan pelaksanaan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Pedesaan terutama pada Simpan Pinjam Perempuan tidak semua perempuan yang ada di desa tersebut ikut terlibat karena pada waktu Musyawarah Khusus Perempuan dilakukan perempuan yang hadir hanya berjumlah 24 orang (dapat dilihat pada daftar hadir Musyawarah Kelompok Perempuan). Hal ini karena rendahnya Sumber Daya Manusia masyarakat yang ada di desa tersebut. Masalah keterbatasan ekonomi juga menjadi kendala para ibu-ibu untuk ikut berpartisipasi dalam pembentukan Kelompok Simpan Pinjam Perempuan. Mereka merasa tidak mampu untuk mengembalikan cicilan untuk uang yang dipinjam. Pelaksanaan kegiataan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Pedesaan di Desa Batusenggo dimulai setelah melaksanakan Musyawarah Desa.Dalam musyawarah ini telah ditentukan kesepakatan dan ketentuan dalam pelaksanaan kegiatan.Pelaksanaan kegiatan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Pedesaan di Desa Batusenggo sesuai dengan hasil musyawarah khusus perempuan dan musyawarah campuran. Dalam pelaksanaan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Pedesaan tentu memerlukan dana sesuai dengan anggaran yang telah disediakan. Di Desa Batusenggo anggaran yang disediakan untuk Tahun Anggaran 2014 sebesar Rp. 240.425.000,- dengan perincian 70% untuk pembangunan fisik dan 30% untuk Simpan Pinjam Perempuan. Kemudian sesuai dengan peraturan yang tertuang dalam PTO seluruh dana Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Pedesaan baik untuk bangunan fisik maupun Simpan
Pinjam Perempuan dipotong 5% dengan rincian 2% untuk dana operasional Tim Pengelola Kegiatan dan 3% untuk Unit Pengelola Kegiatan (Rencana Anggaran Biaya). Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan peneliti terhadap informan, pelaksanaan Simpan Pinjam Perempuan di Desa Batusenggo ini berjalan baik dan sesuai dengan Petunjuk Teknis Operasional. Hal di atas juga sesuai dengan penjelasan yang di berikan Penanggung Jawab Operasional Kegiatan. Dalam pelaksanaan kegiatan Simpan Pinjam Perempuan di Desa Batusenggo tentu memberikan dampak atau hasil bagi para anggotanya, namun terkadang ada masalah yang dihadapi. Dalam wawancara dengan informan yakni perempuan yang terlibat langsung sebagai anggota Simpan Pinjam Perempuan, tanggapan mereka tentang pelaksanaan Kelompok Simpan Pinjam Perempuan ini berbeda-beda. Pada kelompok Simpan Pinjam Perempuan seluruh anggota yang terdapat di dalamnya 100% adalah perempuan.Hal ini sesuai dengan peraturan yang terdapat dalam Petunjuk Teknis Operasional dan Musyawarah Kelompok Perempuan yang telah dilaksanakan.Partisipasi dari setiap anggota sangat diharapkan dalam kelompok.Pembagian tugas harus jelas yakni adanya ketua, sekretaris, bendahara dan anggota.Ketua bertanggung jawab atas seluruh kegiatan dalam kelompok.Sekretaris dan bendahara juga bertugas untuk mendukung pertanggungjawaban dari ketua atas pelaksanaan seluruh kegiatan dalam kelompok. Dalam menjalankan kegiatan dalam kelompok, untuk mempererat ikatan kekeluargaan dan mendiskusikan masalah-masalah yang dihadapi berkenaan dengan Simpan Pinjam Perempuan, seperti bagaimana perkembangan usaha yang telah berjalan, kelompok harus melakukan perkumpulan bersama minimal satu kali dalam sebulan (Formulir Verifikasi Kelayakan Kelompok Simpan Pinjam Perempuan). Namum, berdasarkan wawancara peneliti dengan informan, hal di atas sangat jarang dilakukan. Pembagian tugas antara ketua, sekretaris, dan bendahara telah diatur dalam Petunjuk Teknis Operasional sehingga kepemimpinan dan organisasi berjalan dengan baik (Formulir Verifikasi Kelayakan Kelompok), namun dalam pelaksanaannya ada kelompok yang tidak seluruhnya menjalankan tugasnya. Urusan kelompok hanya dipegang oleh ketua kelompok. Hal ini karena rendahnya Sumber Daya Manusia dari anggota dalam kelompok tersebut. Dalam Petunjuk Teknis Operasional salah satu prinsip yang dijunjunng tinggi yakni adanya kesetaraan gender antara laki-laki dengan perempuan. Peran laki-laki dan perempuan disamakan baik dalam perencanaan, pengambilan keputusan dan pelaksanaannya.Sesuai dengan hasil wawancara peneliti dengan informan, dalam pelaksanaan Kelompok Simpan Pinjam Perempuan di Desa Batusenggo, tidak ada isu gender yang perlu dikhawatirkan. Mereka mengatakan bahwa laki-laki dan perempuan memiliki peran yang sama. Sementara masyarakat yang menjadi anggota yang terlibat langsung dalam Kelompok Simpan Pinjam Perempuan memberikan tanggapan yang berbeda-beda. Dalam pelaksanaan kegiatan Simpan Pinjam Perempuan berdasarkan Petunjuk Teknis Operasional, bahwa setiap anggota kelompok bertanggungjawab terhadap kelompok masingmasing atas pengembalian dana pinjaman (Rencana Angsuran Anggota ke Kelompok) dan disetiap bulannya laporan dari setiap kelompok harus ada kepada Unit Pengelola Kegiatan (Akad Kredit Kelompok Simpan Pinjam Perempuan). Dalam hal ini kelompok menyerahkan cicilan dana yang dipinjam kepada Unit Pengelola Kegiatan. Di Desa Batusenggo hal ini dijalankan sesuai dengan Petunjuk Teknis Operasional, namun ada beberapa hambatan yang terjadi dalam pelaksanaannya. Fasilitas yang digunakan para Kelompok Simpan Pinjam Perempuan dalam melakukan kegiatan tidak menjadi suatu kendala yang serius sebab fasilitas yang mereka butuhkan tidak
banyak. Di Desa Batusenggo jumlah masyarakat miskin berdasarkan penjelasan Kepala Desa lebih dari 75%, hal ini menjadi penghambat masyarakat untuk ikut berpartisipasi dalam Kelompok Simpan Pinjam Perempuan. Selain masalah kemiskinan, faktor Sumber Daya Manusia masyarakat yang rendah juga menjadi kendala para ibu-ibu yang tergolong Rumah Tangga Miskin untuk ikut berpartisipasi. Sejauh ini Implementasi Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Pedesaan melalui program Simpan Pinjam Perempuan secara umum sudah memberdayakan kelompok perempuan di desa Batusenggo, meskipun secara keseluruhan belum sepenuhnya maksimal, karena sesuai dengan fakta di lapangan masih terdapat masalah dalam pengembalian pinjaman kelompok perempuan. PEMBAHASAN HASIL PENEITIAN 1. Inkonsistensi Pelaksanaan Kegiatan pada Kelompok Simpan Pinjam Perempuan. Bila pembangunan diartikan sebagai suatu proses perubahan untuk mencapai suatu kondisi yang lebih baik dan lebih bermakna. Maka dapat dikatakan bahwa dalam proses pembangunan tersebut akan meliputi beberapa tahap yaitu perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi. Tahap perencanaan dalam suatu pembangunan sangatlah diperlukan. Dalam tahap ini, terdapat aktivitas-aktivitas untuk menentukan kegiatan yang akan dilakukan sebagai pendukung untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan. Di dalam suatu kebijakan, implementasi merupakan aktivitas-aktivitas yang dilakukan untuk melaksanakan sesuatu kebijakan secara efektif.Implementasi ini merupakan pelaksanaan aneka ragam program yang dimaksudkan dalam sesuatu kebijakan. Ini adalah satu aspek proses kebijakan, yang amat sulit dalam menentukan hasil dari kebijakan tertentu. Dalam pelaksanaan suatu program untuk mencapai hasil yang diinginkan harus mendapat dukungan dari setiap orang yang terlibat di dalamnya.Satu hal yang tidak kalah penting yakni pelaksanaan yang sesuai dengan aturan-aturan yang telah ditetapkan dan disetujui bersama oleh anggota.Demikian halnya dalam pelaksanaan kegiatan Kelompok SPP yang ada di Desa Batusenggo, ada aturan yang harus dipatuhi yang tertuang dalam Petunjuk Teknis Operasional yang menjadi pedoman setiap yang ada didalamnya untuk bertindak. Apabila dukungan masyarakat dalam pelaksanaan seimbang dengan aturan yang telah ditetapkan maka hasil yang akan diperoleh pasti akan memberi dampak yang positif. a. Keanggotaan Kegiatan Kelompok Simpan Pinjam Perempuan di Desa Batusenggo secara umum memberikan dampak yang positif bagi masyarakat namun tidak berjalan dengan baik, sebab ada beberapa pelaksanaan yang tidak sesuai dengan Petunjuk Teknis Operasional. Dalam Petunjuk Teknis Operasional di jelaskan bahwa yang berhak ikut sebagai anggota Kelompok Simpan Pinjam Perempuan adalah masyarakat (perempuan) yang tergolong dalam Rumah Tangga Miskin, namun berdasarkan observasi yang dilakukan peneliti, ada seorang perempuan yang bekerja sebagai PNS ikut sebagai anggota didalamnya. Hal ini menunjukkan adanya inkonsistensi yang terjadi dalam Kelompok Simpan Pinjam Perempuan di Desa Batusenggo.Dalam Petunjuk Teknis Operasional juga dijelaskan bahwa setiap Kelompok Simpan Pinjam Perempuan harus menyelenggarakan pertemuan rutin setiap bulannya.Namun hal ini sangat jarang dilakukan oleh para kelompok karena kesibukan masing-masing untuk mengurus kebun mereka.Hal ini dinyatakan oleh Ibu Pleni Tahupia selaku sekretaris Kelompok Perempuan. Penggunaan Dana Penggunaan dana Simpan Pinjam Perempuan sesuai dengan musyawarah yang dilakukan dalam Musyawarah Khusus Perempuan dan PTO harus sesuai dengan apa yang yang dipaparkan dalam proposal yang telah diverifikasi oleh Tim Verifikasi. Berdasarkan observasi peneliti kelapangan, ada anggota SPP yang menyalahgunakan dana tersebut, hal ini dikuatkan pernyataan dari Kepala Desa Batusenggo yaitu Bapak Eldat Manoi
yang menyatakan bahwa dengan adanya program Simpan Pinjam Perempuan, masyarakat dapat meningkatkan taraf ekonomi keluarganya, namun ada juga yang menyalahgunakan dana Simpan Pinjam Perempuan tersebut untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari mereka. Hal diatas menunjukkan bahwa ada anggota Kelompok Simpan Pinjam Perempuan yang tidak dapat merasakan dampak positif dari program tersebut akibat penyalahgunaan dana yang dilakukan. b. Partisipasi Perempuan dalam Kelompok Simpan Pinjam Perempuan. Peran serta masyarakat dalam pelaksanaan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat merupakan salah satu syarat yang mutlak dalam era kebebasan dan keterbukaan saat ini.Pengabaian terhadap faktor terbuka ini, telah menyebabkan penurunan yang cukup signifikan terhadap tujuan pembangunan itu sendiri, yaitu keseluruhan upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat. Pemihakan dan pemberdayaan masyarakat dalam keseluruhan rangkaian pelaksanaan pembangunan, perlu diyakini oleh aparatur pemerintah sebagai strategi yang tepat untuk menggalang kemampuan ekonomi sehingga mampu berperan secara nyata dalam meningkatkan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat.Dalam pelaksanaan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Pedesaan, memiliki tujuan-tujuan khusus yang diantaranya adalah untuk meningkatkan partisipasi seluruh masyarakat tanpa terkecuali dan masyarakat dapat memberikan kontribusinya sebagai pelaku pembangunan.Dalam pelaksanaan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Pedesaan tersebut diharapkan masyarakat juga dapat memberikan kontribusinya dalam program ini.Kontribusi tersebut dapat diperlihatkan dari sikap masyarakat dalam memikul beban dan tanggungjawab terhadap pelaksanaan kegiatan pembangunan.Di sini partisipasi masyarakat memperlihatkan adanya sikap yang mau terlibat secara aktif dan bertanggung jawab dalam pelaksanaan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Pedesaan tersebut.Dalam pelaksanaan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Pedesaan di Desa Batusenggo, Kelompok Simpan Pinjam Perempuan merupakan suatu wadah untuk memberdayakan masyarakat terutama kaum perempuan. Partisipasi perempuan dalam hal ini tampak dari antusias mereka untuk mengikuti setiap musyawarah yang dilakukan berkaitan dengan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Pedesaan, malah mereka lebih mendominasi dari pada kaum laki-laki, hal ini diperkuat pernyataan Bapak Mac Iver Liwutung selaku Ketua Penanggung Jawab Operasional Kegiatan yang mengatakan bahwa seluruh masyarakat yang ada di Desa Batusenggo telah diundang baik laki-laki maupun perempuan dan mereka merespon dengan baik. Sebagian besar wanita di Desa Batusenggo yang tergolong dalam Rumah Tangga Miskin ikut serta sebagai anggota Kelompok Simpan Pinjam Perempuan.Namun bagaimana pun baiknya partisipasi mereka tetap ada kekurangan seperti dalam kepengurusan tidak semua pembagiantugas yang telah dilaksanakan berjalan sesuai rencana.Setiap kegiatan yang ada dalam kelompok hanya dikontrol oleh satu orang yakni ketua kelompok, sementara sekretaris dan bendahara tidak memiliki tugas yang jelas. Selain itu, partisipasi sesama anggota dalam kelompok juga terlihat dari sikap saling tolong-menolong, dimana ketika ada anggota tidak mampu membayar cicilan bulanan atas pinjaman, maka anggota yang lain bersedia menutupinya. 2. Isu Gender dalam Implementasi PNPM MP Salah satu tujuan dari Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Pedesaan adalah untuk menghapuskan diskrimasi yang terjadi pada kaum perempuan.Dengan hadirnya Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Pedesaan ini diharapkan adanya kesetaraan antara laki-laki dengan perempuan dalam berbagai aspek kehidupan, sehingga kemandirian seperti yang diharapkan oleh masyarakat terutama perempuan dapat terwujud.
Berdasarkan hasil wawancara peneliti dengan informan, para anggota Simpan Pinjam Perempuan memiki hak yang sama. Ketika melakukan musyawarah terlihat bahwa setiap masyarakat baik laki-laki bebas dalam memberikan pendapat dan saran, hal ini di dukung oleh pernyataan dari Bapak Mac Iver Liwutung selaku Ketua Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Pedesaan. Namun berdasarkan pengamatan peneliti mereka masih dipengaruhi oleh pemikiran mereka selama ini yang menganggap bahwa perempuan tidak akan pernah memiliki peran yang lebih tinggi dari kaum laki-laki. Hal ini terlihat ketika peneliti melakukan survei ke kantor Unit Pengelola Kegiatan semua pengurus yang ada di kantor tersebut didominasi laki-laki kecuali bendahara Unit Pengelola Kegiatan. Kasus gender yang lain yakni adanya pengaruh kekuasaan atau jabatan seseorang yang diterapkan dalam Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Pedesaan di Desa Batusenggo. Seorang ibu yang bekerja sebagai PNS ikut serta sebagai anggota kelompok Simpan Pinjam Perempuan, hal ini dapat terjadi karena suami ibu tersebut menjabat sebagai sekretaris desa sekaligus bendahara Unit Pengelola Kegiatan. Dalam kasus ini terlihat bahwa jabatan seseorang disalahgunakan dengan mengorbankan hak orang lain. Kasus lain yakni adanya peran ganda dari ibu-ibu di Desa Batusenggo selain bekerja mncari nafkah juga harus mengerjakan pekerjaan rumah tangga dan mengurus anak-anak. Ketika mengikuti musyawarah tidak sedikit ibu-ibu yang membawa serta anaknya, sehingga keterlibatan mereka dalam musyawarah menjadi terganggu.Secara umum keikutsertaan para kaum perempuan dalam kegiatan Simpan Pinjam Perempuan berdasarkan observasi peneliti mendapatkan dukungan dari suami mereka. Suami mereka sangat setuju ketika mereka ikut serta dalam kelompok Simpan Pinjam Perempuan, sebab dana yang mereka peroleh dapat digunakan sebagai modal usaha yang tentunya akan meningkatkan taraf hidup mereka. 3. Hambatan-hambatan Kaum Perempuan untuk Ikut Berpartisipasi dalam Kelompok SPP Pelaksanaan kegiatan Kelompok Simpan Pinjam Perempuan di Desa Batusenggo secara umum berjalan dengan baik, sebab tidak sedikit masyarakat yang telah merasakan manfaatnya. Antusias masyarakat untuk turut serta berpartisipasi didalamnya jugaterlihat di desa ini, namun ada beberapa kendala yang dihadapi masyarakat untuk turut berpartisipasi, yakni: a. Ekonomi Setiap manusia memiliki kebutuhan masing-masing, untuk memenuhi kebutuhan hidup ini maka setiap manusia harus melakukan kegiatan ekonomi.Setiap kegiatan yang dilaksanakan oleh setiap manusia beraneka ragam.Adapun kegiatan ekonomi berupa kegiatan dalam bidang pertanian, perdagangan, jasa, perindustrian dan lain-lain. Dengan melaksanakan kegiatan ekonomi ini maka masyarakat akan memperoleh suatu imbalan, dan imbalan inilah yang akan dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Masyarakat yang tinggal di Desa Batusenggo sebagian besar tergolong dalam Rumah Tangga Miskin dan untuk memenuhi kebutuhan hidup, mereka harus bekerja sebagai petani.Namun ada juga yang memiliki usaha sampingan yakni berjualan.Seperti pernyataann dari Kepala Desa Batusenggo yaitu Bapak Eldat Manoi bahwa lebih dari 75% masyarakat Desa Batusenggo tergolong masyarakat kurang mampu.Rendahnya pendapatan masyarakat membuat mereka hidup serba kekurangan, sehingga mereka harus tetap bekerja agar dapat memenuhi kehidupan sehari-hari.Berdasarkan pengamatan dan hasil wawancara peneliti Bapak Eldat Manoi rendahnya pendapatan masyarakat ternyata sangat berdampak pada partisipasi mereka dalam kegiatan yang ada dalam Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Pedesaan.Ia mengatakan bahwa ada beberapa masyarakat yang tidak mau menjadi anggota SPP sebab mereka merasa tidak mampu untuk mengolah dan mengembalikan cicilannya. Ketidakikutsertaan masyarakat dalam program PNPM MP seperti yang dipaparkan di atas tentu akan menghambat tujuan yang ingin dicapai oleh PNPM MP itu sendiri, sebab
bagaimana ingin mencapai kemandirian sementara masyarakatnya sendiri tidak ikut serta di dalamnya. Sementara dalam kegiatan Kelompok SPP di Desa Batusenggo juga masih terdapat kendala yakni adanya keterlambatan anggota untuk menyetor cicilan kepada bendahara. Hal ini tentu menjadi suatu masalah walaupun dapat diatasi dengan bantuan dari anggota yang lain. b. Sumber Daya Manusia Salah satu modal utama dalam pembangunan adalah sumber daya manusia yang terlibat didalamnya. Dengan adanya sumber daya manusia yang baik, maka mereka akan bersikap lebih reaktif dalam mengatasi masalah kemiskinan. Sumber daya manusia dapat dilihat dari wawasan yang dimiliki masayarakat serta tingkat pendidikannya. Di Desa Batusenggo mayoritas masyarakatnya memiliki Sumber Daya Manusia yang masih tergolong rendah, hal ini dapat dilihat pada tabel 4, dimana yang memiliki pendidikan hingga tingkat sarjana hanya 14 orang saja dan lebih banyak diantara mereka tidak lulus SD. Rendahnya sumber daya manusia di Desa Batusenggo seperti yang dijelaskan di atas, ternyata sangat berpengaruh terhadap partisipasi mereka dalam pelaksanaan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Pedesaan.Banyak kaum perempuan yang ada di desa tersebut tidak mau ikut dalam Kelompok Simpan Pinjam Perempuan, sebab mereka merasa tidak mampu bertanggungjawab didalamnya. Seperti yang di jelaskan Ibu Indrawati Tahupia selaku ketua kelompok Perempuan Desa Batusenggo dan Bapak Eldat Manoi selaku kepala desa, bahwa masih banyak perempuan yang ada di Desa Batusenggo yang tidak ikut sebagai anggota Kelompok SPP sebab di antara mereka tidak ada yang berani menjadi ketua yang tentunya bertanggungjawab terhadap kelompok. PENUTUP Kesimpulan Setelah peneliti melakukan observasi dan pengumpulan data Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Pedesaan serta wawancara dengan informan di lapangan mengenai Implementasi pada Kelompok Simpan Pinjam Perempuan di Desa Batusenggo, maka penulis dapat menyimpulkan bahwa: 1. Pelaksanaan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Pedesaan di Desa Batusenggo pada Kelompok Simpan Pinjam Perempuan secara umum memberikan manfaat yang berarti bagi masyarakat walaupun tidak berjalan dengan baik. Masyarakat dapat meningkatkan taraf hidup mereka dengan adanya bantuan modal untuk usaha.Saat ini Kelompok Simpan Pinjam Perempuan yang ada di Desa Batusenggo masih dalam tahap pengembangan. 2. Masih terdapat inkonsistensi pelaksanaan yang tidak sesuai Petunjuk Teknis Operasional dan lemahnya peranan dari Badan Permusyawaratan Kampong. Masyarakat yang seharusnya tidak berhak mendapat bantuan tetap mendapat bantuan sehingga hak orang lain dikorbankan. Selain itu masih ada anggota kelompok yang menyalahgunakan Simpan Pinjam Perempuan.Uang yang seharusnya digunakan untuk modal usaha, digunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. 3. Partisipasi masyarakat terutama perempuan dalam Kelompok Simpan Pinjam Perempuan masih tergolong rendah, hal ini terlihat karena tidak semua perempuan yang ada di Desa Batusenggo turut serta di dalamnya. 4. Dalam pelaksanaan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Pedesaan di Desa Batusenggo masih terdapat kasus gender, yakni adanya peran ganda dari ibuibu yang selain mencari nafkah juga harus mengurus pekerjaan rumah tangga dan anak-anak mereka, serta adanya pengaruh kekuasaan atau jabatan seseorang yang diterapkan dalam Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Pedesaan di Desa Batusenggo. Seseorang yang menjabat sebagai sekretaris desa seakaligus
sebagai bendahara Unit Pengelola Kegiatan dapat dengan mudah mengikutsertakan istrinya yang merupakan seorang PNS sebagai anggota Simpan Pinjam Perempuan. Kurangnya kesadaran masyarakat mengenai masalah gender juga terlihat dari pelakupelaku Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Pedesaan yang ada di Desa Batusenggo dimana para pelakunya didominasi oleh kaum laki-laki. Saran Adapun saran yang dapat peneliti berikan sesuai pada penelitian ini adalah: 1. Sebaiknya sebelum melakukan pelaksanaan kegiatan program Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Pedesaan, pihak yang terlibat didalamnya sebagai pengurus harus mampu memberikan pengarahan kepada masyarakat akan pentingnya keterlibatanmereka, sehingga kesadaran masyarakat untuk berpartisipasi akan lebih baik. 2. Untuk mencapai tujuan yang diinginkan yakni adanya pemberdayaan dan kemandirian perempuan dalam Kelompok Simpan Pinjam Perempuan, pelaksanaan harus disesuaikan dengan pedoman dan aturan yang tertuang dalam Petunjuk Teknis Operasional. Pengawasan yang dilakukan oleh Badan Pengawasan Keuangan juga perlu ditingkatkan sehingga tidak terjadi penyimpangan dalam pelaksanaannya. 3. Pemerintah sebaiknya memberikan pengarahan dan penjelasan tentang masalah gender kepada setiap pihak yang terlibat dalam Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Pedesaan, sehingga pola pikir masyarakat tentang budaya patriakhi dapat berubah. 4. Pelatihan bagi pengurus Kelompok Simpan Pinjam Perempuan yakni ketua, sekretaris dan bendahara perlu dilakukan, sehingga mereka dapat mengelola kegiatan yang ada dalam kelompok dengan baik serta adanya pembagian tugas yang seimbang.
DAFTAR PUSTAKA Adi, Isbandi Rukminto. 2001. Pemberdayaan, Pengembangan Masyarakat dan Intervensi Komunitas (Pengantar pada Pemikiran dan Pendekatan Praktis). Jakarta: Lembaga Penerbit fakultas Ekonomi Universitas Indonesia Islamy, M. Irfan. 1997. Prinsip-prinsip Perumusan Kebijaksanaan Negara. Bumi Aksara: Jakarta. Itsna, Sugihastuti, 2007. Gender dan Inferioritas Perempuan.Yogyakarta: Pustaka Pelajar Juliantara, Dadang. 2004. Pembaharu Kabupaten Mewujudkan Kabupaten Partisipasi. Yogyakarta: Pembaharuan. Kaho, Josef. 2007. Prosfek Otomoni Daerah di Daerah Republik Indonesia. Jakarta: PT RajaGarfindo. Kartasasmita, Ginanjar. 1996. Pemberdayaan Masyarakat: Konsep Pembangunan Yang Berakar Pada Masyarakat. Jakarta: Bappenas Kumorotomo, Wahyudi. 1999. Etika Administrasi Negara. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Murniati, Nunuk. 2004. Getar Gender. Magelang: Yayasan IndonesiaTera. Nawawi.1990. Metode Penelitian sosial. Yogyakarta: UGM Press Ndraha, Taliziduhu. 1990. Pembangunan Masyarakat Mempersiapkan Masyarakat Tinggal Landas.Jakarta: Rineka Cipta. Putra, Fadillah. 2003. Paradigma Kritis Dalam Studi Kebijakan Publik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Siahaan, dkk. 2006. Manajemen Pengawas Pendidikan. Jakarta: Quantum Teaching
Singarimbun, Masri, Sofyan efendi. 2006. Metode Penelitian Survei. Jakarta: LP3ES Soegijoko dan Kusbiantoro. 1997. Bunga Rampai Perencanaan Pembangunan di Indonesia. Jakarta: Grasindo Soenarko SD, H. 2003.Public Policy, Pengertian Pokok Untuk Memahami dan Menganalisa Kebijakan Publik. Surabaya: Airlangga University Press Subarsono, AG. 2005. Analisis Kebijakan Publik: Konsep, Teori dan Aplikasi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Sugiyono. 2008. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: CV. Alfabeta. Suharto, Edi, dkk. 2005. Kemiskinan dan Keberfungsian Sosial: Studi Kasus Rumah Tangga Miskin di Indonesia. Bandung: STKS Press Sumodiningrat, Gunawan. 1999. Pemberdayaan Masyarakat dan JPS. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama Suyanto, Bagong & Sutinah.2005.Metode Penelitian Sosial Berbagai Alternatif Pendekatan. Jakarta: Prenada Media. Tangkilisan, Hesel Nogi S. 2003.Kebijakan Publik yang Membumi. Yogyakarta: YPAPI dan Lukman Offset …………...2005. Manajemen Publik. Jakarta: PT Grasindo. Wrihatnolo, dkk. 2007. Manajemen pemberdayaan, Sebuah Pangantar dan Panduan Untuk Pemberdayaan Masyarakat. Jakarta: Gramedia Statistik Indonesia (BPS, diolah dari berbagai tahun terbitan), dan keterangan Pers BPS (September 2006).