INDEKS ETIOLOGI GANGGUAN SENDI TEMPOROMANDIBULA
Dr. drg. Ira Tanti, SpPros (K) Prof. drg. Laura Susanti, SpPros (K) Prof. Dr. drg. M Lindawati S Kusdhany, SpPros(K)
Abstrak
Etiologi penyebab gangguan sendi temporomandibula belum jelas diketahui. Etiologi GSTM adalah kompleks dan multifaktorial. Selama ini diagnosa ditegakkan berdasarkan tanda klinis dan gejala. Tujuan pembuatan indeks adalah untuk menghasilkan suatu indeks berdasarkan etiologi dalam penetapan diagnosis. Hasil pengukuran dapat digunakan sebagai skrining adanya GSTM, yang dapat digunakan untuk melakukan tindakan pencegahan pada masyarakat yang mempunyai faktor risiko namun belum terjadi gangguan sendi temporomandibula.
Pada
masyarakat yang sudah mengalami gangguan sendi temporomandibula, hasil pengukuran dapat digunakan sebagai acuan perawatan yang sesuai dengan etiologinya.
Indeks ini terdiri dari
beberapa komponen pemeriksaan yaitu identitas pasien (jenis kelamin), kuesioner kebiasaan buruk dan stres serta pengukuran free way space.
Latar Belakang
Etiologi GSTM merupakan hal yang kompleks dan multifaktorial, karena beberapa faktor dapat memberikan kontribusi sehingga gangguan ini terjadi. Okeson membagi lima faktor mayor yang berhubungan dengan terjadinya GSTM, yaitu kondisi oklusal, trauma, stres emosional, deep pain input, kebiasaan buruk dan aktivitas parafungsional. 1 Wadhwa membagi tiga etiologi penyebab GSTM, yaitu trauma atau beban mekanik yang berulang, faktor hormon, dan faktor genetik.2 Dimitroulis mengatakan bahwa maloklusi, trauma akut, trauma kronis yang berulang seperti tooth grinding atau clenching dan faktor psikogenik penyebab terjadinya GSTM.3
merupakan faktor
Namun, ketiga faktor ini menurut Dimitroulis lebih sering
merupakan faktor yang menyebabkan eksaserbasi daripada faktor primer, karena tidak semua penderita yang mempunyai maloklusi, trauma dan gangguan psikogenik mengalami GSTM. Hal itu disebabkan oleh beberapa pengamatan. Penderita yang mengalami GSTM akan timbul rasa nyeri atau disfungsi setelah mengalami kejadian eksaserbasi seperti trauma, sedangkan penyebab utama yang dapat mengidentifikasi terjadi GSTM masih belum jelas diketahui. Beberapa ahli membuat berbagai desain pemeriksaan untuk GSTM karena etiologi GSTM yang luas dan multifaktorial, antara lain, adalah Helkimo index, Craniomandibular index dan RDC/TMD.
Di Indonesia telah dikembangkan suatu indeks yang dikembangkan oleh
1
Himawan dkk., yaitu TMD Diagnostic index (TMD-DI).
Tujuan TMD-DI adalah untuk
memperoleh suatu acuan yang mudah, sederhana, cepat, dan akurat untuk skrining awal GSTM.4 Pada tahun 1974, Helkimo, di dalam Himawan dkk., menjadi pelopor dalam mengembangkan pemeriksaan derajat keparahan nyeri GSTM dan disfungsi. Suatu indeks yang disebut Helkimo index, terdiri atas anamnestic index, clinical dysfunction index, dan occlusal index.4 Craniomandibular index diperkenalkan oleh Fricton dan Schiffman, untuk menciptakan standardisasi pemeriksaan berdasarkan tingkat keparahan pergerakan mandibula, keletuk sendi, nyeri otot dan sendi secara epidemiologi dan studi klinis. 4,5
Research Diagnostic
Criteria/Temporomandibular Disorders (RDC/TMD) diperkenalkan oleh dalam Schiffman dkk.,
Dworkin dkk., di
diterima sebagai standar internasional untuk pemeriksaan GSTM.
RDC/TMD terdiri atas dua bagian, yaitu axis I yang merupakan tata cara pemeriksaan klinis dan axis II yang merupakan kuesioner riwayat penyakit dan faktor psikologis.4,6 Indeks-indeks tersebut sebagian besar mengacu ke arah tanda dan gejala GSTM. Berdasarkan literatur di atas, etiologi penyebab GSTM belum jelas diketahui. Selama ini penentuan diagnosis biasanya ditentukan berdasarkan indeks yang mengacu ke arah tanda klinis dan gejala, kecuali RDC/TMD axis II yang merupakan instrumen untuk melakukan skrining yang berhubungan dengan depresi, somatisasi, dan ketidakmampuan. 7 Walaupun RDC/TMD sudah banyak digunakan dalam pemeriksaan GSTM di beberapa negara,
indeks itu masih sulit
digunakan dan belum mencakup pemeriksaan beberapa faktor risiko lainnya. Indeks GSTM yang mudah digunakan dan mencakup faktor-faktor risiko GSTM diperlukan untuk penentuan diagnosis GSTM sehingga tindakan pencegahan dan perawatan yang tepat dapat dilakukan.
Tinjauan Pustaka
Gangguan sendi temporomandibula (GSTM) adalah sekumpulan gejala klinik yang melibatkan otot-otot pengunyahan, sendi temporomandibula, atau kedua-duanya. Gejala utama GSTM adalah nyeri pada kepala dan leher, adanya bunyi sendi, keterbatasan buka mulut, dan deviasi pada saat buka mulut.8 Hal itu dapat menyebabkan terganggunya aktivitas penderita akibat sakit yang dideritanya sehingga dapat menurunkan kualitas hidup penderita. Studi epidemiologis potong lintang menurut Turp dkk., di dalam Tabbara, menunjukkan bahwa 40-75% populasi dewasa mempunyai paling sedikit satu tanda yang berhubungan dengan GSTM. Peningkatan kasus GSTM diperkirakan sebanyak 2% per tahun. 2
Himawan (2007)
melakukan survei pada mahasiswa FKG UI di Indonesia yang menunjukkan sebanyak 96% mahasiswa mempunyai satu tanda yang berhubungan dengan GSTM. 7,9,10 Gangguan sendi temporomandibula masih merupakan gangguan yang sulit didiagnosis dan diterapi. Hal itu disebabkan oleh etiologi dan patogenesis GSTM masih sulit dimengerti. Pendekatan terapi yang diberikan pada penderita GSTM sebagian besar adalah terapi palliative, yaitu hanya meringankan gejala yang ada dan tidak menyembuhkan penyakit. 11 Dengan demikian, terapi yang diberikan kepada penderita kurang maksimal sehingga kemungkinan terjadinya rekurensi menjadi besar yang pada akhirnya akan memengaruhi kinerja penderita dan berkurangnya kualitas hidup. Gangguan sendi temporomandibula lebih banyak terjadi pada wanita daripada pria. Studi epidemiologis menyatakan bahwa GSTM pada populasi umum prevalensinya dua kali lebih banyak pada wanita jika dibandingkan dengan pria (2:1). 12
Beberapa peneliti mengatakan
bahwa GSTM banyak terjadi pada umur 20-40 tahun.12 Etiologi GSTM merupakan hal yang kompleks dan multifaktorial karena beberapa faktor dapat memberikan kontribusi gangguan ini terjadi. Okeson membagi lima faktor mayor yang berhubungan dengan terjadinya GSTM, yaitu kondisi oklusal, trauma, stres emosional, deep pain input, kebiasaan buruk dan aktivitas parafungsional.12
Dimitroulis mengatakan bahwa maloklusi, trauma akut, trauma kronis yang
berulang seperti tooth grinding atau clenching dan faktor psikogenik
merupakan faktor
penyebab terjadinya GSTM.1 Konsep lain tentang etiologi GSTM yang dikemukakan oleh para fisioterapis, chiropractors dan dokter gigi mengatakan bahwa hubungan postur kepala dan leher yang tidak baik dapat menyebabkan GSTM.3
Lunes dkk., membandingkan posisi kepala dan leher pada
penderita GSTM dan tanpa GSTM dengan menggunakan foto, radiografi dan secara visual. 13 Puspita dkk. (2004) melakukan analisis radiografik mengenai hubungan GSTM dengan postur kepala dan leher.14 Akhir-akhir ini banyak diteliti pengaruh faktor psikologi dan biologi terhadap terjadinya GSTM, dengan cara memeriksa kadar hormon kortisol atau hormon stres.
Jones dkk.
menyatakan adanya dua macam hubungan antara terjadinya GSTM dan faktor psikologi dan biologi.
Hasilnya menunjukkan bahwa ada hubungan penderita GSTM dengan gangguan
psikologis dan kortisol tinggi selain penderita GSTM dengan gangguan psikologis dan kortisol yang rendah.15 Garofalo dkk., menyatakan bahwa terdapat hubungan antara faktor psikologi dan
3
neuroendocrine terhadap terjadinya peningkatan nyeri kronik. 16
Ariadno dkk. (2010)
menyatakan bahwa kadar hormon kortisol dalam darah pada subjek umur produktif yang mengalami GSTM cenderung lebih tinggi daripada normal. 17
Beberapa tahun terakhir para
peneliti menggunakan Heart rate variability (HRV) untuk mengetahui keadaan mental stres seseorang. Heart rate variability memberikan informasi mengenai aktivitas saraf parasimpatik dan simpatik, yang memungkinkan didapatnya proses hambat dan rangsang dalam pengaturan emosi.18 Pengaruh faktor genetik terhadap terjadinya GSTM banyak diteliti pula oleh para ahli, tetapi masih kontroversial.19,20 Pada tahun 1974, Helkimo, di dalam Himawan dkk., menjadi pelopor dalam mengembangkan pemeriksaan derajat keparahan nyeri GSTM dan disfungsi. Suatu indeks yang disebut Helkimo index, terdiri atas anamnestic index, clinical dysfunction index, dan occlusal index.21
Craniomandibular index diperkenalkan oleh Fricton dan Schiffman,
untuk
menciptakan standardisasi pemeriksaan berdasarkan tingkat keparahan pergerakan mandibula, keletuk sendi, nyeri otot dan sendi secara epidemiologi dan studi klinis. Di Indonesia telah dikembangkan suatu indeks yang dikembangkan oleh Himawan dkk., yaitu TMD Diagnostic index (TMD-DI). TMD-DI adalah suatu acuan yang mudah, sederhana, cepat, dan akurat untuk skrining awal GSTM.4,21
Research Diagnostic Criteria/ Temporomandibular
Disorders
(RDC/TMD) diperkenalkan oleh Dworkin dkk., di dalam Schiffman dkk., diterima sebagai standar internasional untuk pemeriksaan GSTM. RDC/TMD terdiri atas dua bagian, yaitu axis I yang merupakan tata cara pemeriksaan klinis dan axis II yang merupakan kuesioner riwayat penyakit dan faktor psikologis.5,21 Indeks Etiologi Gangguan Sendi Temporomandibula Indeks etiologi GSTM terdiri dari komponen stres, jenis kelamin, kebiasaan buruk, dan free way space adalah indeks yang mudah, sederhana, dan akurat dalam penentuan etiologi GSTM. Komponen kebiasaan buruk dan komponen stres diukur menggunakan kuesioner yang didapat dari proses ekploratif kualitatif terutama mencakup konsensus pakar. Kuesioner ini adalah valid (sahih) dan reliable (andal) untuk digunakan dalam penentuan etiologi GSTM. 22 Kuesioner kebiasaan buruk menunjukkan nilai koefisien alpha Cronbach sebesar 0,815. Korelasi antara setiap item dengan total item adalah sedang-kuat, r=0,274-0,633. Korelasi antar item dalam kuesioner kebiasaan buruk lemah sampai kuat yaitu berkisar 0,170-0,652. Uji validitas
4
kuesioner stres menunjukkan korelasi antara setiap item dengan total item yang sedang sampai kuat, r=0,510-0,788. Rentang nilai korelasi Pearson antar setiap item berkisar antara lemah-kuat, yaitu 0,145- 0,698. Hasil uji reliabilitas alat ukur kuesioner “stress” menunjukkan nilai koefisien alpha Cronbach 0,915. Validasi komponen kebiasaan buruk menegaskan bahwa setiap pertanyaan dapat masuk ke dalam komponen kebiasaan buruk sehingga dapat digunakan untuk menentukan adanya kebiasaan buruk sebagai etiologi GSTM. Variabel yang dikeluarkan ada dua pertanyaan yaitu kebiasaan menghisap jempol dan tongue thrust. Hal ini menunjukkan item/pertanyaan tersebut tidak valid sehingga tidak dapat masuk ke dalam komponen kebiasaan buruk.
Pertanyaan
kebiasaan tidur satu sisi dan mendengkur sebenarnya bisa dikeluarkan untuk meningkatkan nilai koefisien alpha Cronbach. Namun, mengingat item tersebut sering dialami oleh subjek dengan GSTM sehingga secara substansi item tersebut dipertahankan. Selain itu, nilai koefisien alpha Cronbach sebesar 0,815 sudah mempunyai konsistensi internal yang baik. Hal ini sesuai dengan analisis faktor yang dilakukan, yaitu pertanyaan kebiasaan mengisap jempol dan tongue thrust yang dibuang dari komponen kebiasaan buruk. Validasi kuesioner stres menegaskan bahwa setiap pertanyaan dapat masuk ke dalam komponen stres sehingga dapat digunakan untuk menentukan adanya stres emosional sebagai etiologi GSTM. Pada variabel ini ada enam pertanyaan yang dikeluarkan. Keenam pertanyaan yang dikeluarkan yaitu pertanyaan kedua (merasa rasa sakit di kepala Anda?), 14 (makan berlebihan?), 13 (merasa hidup telah berakhir?), 4 (merasakan sakit di jantung atau dada?), 21 (terbangun saat tidur?), dan 11 (mengalami masalah dengan tidur?), disebabkan oeh pertanyaan tersebut tidak dapat masuk dalam komponen kuesioner stres dan tidak bisa menggambarkan keadaan stres pada seseorang karena pertanyaan tersebut tidak spesifik mengarah ke stres. Indeks etiologi GSTM yang diperoleh berdasarkan penelitian kuantitatif dengan desain kasus kontrol memiliki nilai sensitivitas 47,8%, spesifisitas 88,2%, dan area under curve 79,2. Artinya alat ukur ini cukup baik untuk digunakan sebagai alat skrining. Apabila hasil penskoran yang dilakukan menunjukkan pasien mempunyai risiko tinggi terjadinya GSTM pasien tersebut dapat dirujuk untuk melakukan pemeriksaan lebih lanjut ke dokter gigi yang kompeten untuk mengatasi gangguan sendi temporomandibula. Kelebihan lain dari alat ukur ini adalah juga berfungsi sebagai materi penyuluhan kepada pasien mengenai hal hal yang dapat dilakukan pasien untuk mencegah terjadinya GSTM.
5
PANDUAN PENGISIAN UNTUK DOKTER GIGI INDEKS ETIOLOGI GANGGUAN SENDI TEMPOROMANDIBULA
IDENTITAS PASIEN Nama lengkap :
Tanggal datang :
Tempat dan Tanggal lahir:
Jenis kelamin :
Pekerjaan
:
Alamat / telp:
Pendidikan
:
Ira Tanti Departemen Prostodonsia Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia
6
INDEKS ETIOLOGI GANGGUAN SENDI TEMPOROMANDIBULA Definisi
: Indeks yang digunakan untuk mengetahui etiologi terjadinya GSTM.
Tujuan indeks : Sebagai alat ukur untuk menentukan diagnosis serta melakukan tindakan pencegahan dan perawatan yang tepat berdasarkan etiologi GSTM. Dimensi dan Indikator : 1. Jenis kelamin dengan indikator perempuan dan laki-laki. 2. Kuesioner kebiasaan buruk terdiri dari 21 indikator. 3. Kuesioner stres terdiri dari 18 indikator. 4. Free way space terdiri dari 2 indikator. Validitas dan reliabilitas kuesioner : 1. Kuesioner kebiasaan buruk mempunyai validitas dan reliabilitas yang baik dengan nilai korelasi Pearson antara setiap item dengan total item adalah sedang-kuat, r=0,274-0,633. Nilai koefisien alfa Cronbach = 0,815 2. Kuesioner stres mempunyai validitas dan reliabilitas yang baik dengan nilai korelasi Pearson antara setiap item dengan total item adalah kuat, r=0,5100,788. Nilai koefisien alfa Cronbach = 0,915 Petunjuk Pengisian Indeks Etiologi Gangguan Sendi Temporomandibula 1. Isi identitas pasien dengan lengkap pada kolom identitas pasien. Apabila pasien perempuan, indeks etiologi gangguan sendi temporomandibula mempunyai kode 1. Apabila pasien laki-laki, indeks etiologi gangguan sendi temporomandibula mempunyai kode 0. 2. Isi kuesioner kebiasaan buruk tanpa ada nomer yang terlewatkan. (Tabel1) Skor total kebiasaan buruk berkisar antara 0-42.
7
Apabila skor kebiasaan buruk pasien ≥13, indeks etiologi gangguan sendi temporomandibula mempunyai kode 1. Apabila skor kebiasaan buruk pasien <13, indeks etiologi gangguan sendi temporomandibula mempunyai kode 0.
3. Isi kuesioner stres tanpa ada nomer yang terlewatkan. (Tabel 2) Skor total stres berkisar antara 0-36. Apabila skor stres pasien ≥15, indeks etiologi gangguan sendi temporomandibula mempunyai kode 1. Apabila skor stres pasien <15, indeks etiologi gangguan sendi temporomandibula mempunyai kode 0. 4. Periksa Free way space pasien dengan cara : Free way space = Dimensi vertikal fisiolgis – Dimensi vertikal oklusal
Apabila Free way space sebesar 2-4mm, indeks etiologi gangguan sendi temporomandibula mempunyai kode 0. Apabila Free way space sebesar <2 mm atau >4 mm, indeks etiologi gangguan sendi temporomandibula mempunyai kode 1.
5. Kalikan kode dengan bobot masing-masing variabel etiologi, sehingga didapat skor masing-masing etiologi. Jumlah skor total dari Indeks etiologi gangguan sendi temporomandibula berkisar 0 – 14.(Tabel 3) Apabila skor total indeks etiologi gangguan sendi temporomandibula ≥ 7, berarti pasien mempunyai risiko tinggi terhadap terjadinya gangguan sendi temporomandibula. Apabila skor total indeks etiologi gangguan sendi temporomandibula < 7, berarti pasien mempunyai risiko rendah terhadap terjadinya gangguan sendi temporomandibula.
8
Diisi oleh pasien
Kuesioner Etiologi GSTM Jangan ada nomer yang dilewatkan KEBIASAAN BURUK No
Pertanyaan
1 2
Apakah Anda mengunyah pada satu sisi rahang? Apakah Anda mempunyai kebiasaan menggigit-gigit kuku ? Apakah Anda mempunyai kebiasaan menggigit-gigit benda keras, misal: Jarum jahit, pensil, dll? Apakah Anda suka mengunyah permen karet ? Apakah Anda suka bertopang dagu? Apakah Anda suka menghisap pipi? Apakah Anda mempunyai kebiasaan tidur miring ke satu sisi saja? Apakah Anda suka menggerak-gerakkan rahang bawah tanpa mengontakkan gigi- geligi (jaw play)? Apakah Anda suka menggigit-gigit bibir atas? Apakah Anda suka menggigit-gigit bibir bawah? Apakah Anda suka menghisap – hisap lidah? Apakah Anda suka menghisap lidah dan pipi secara bersamaan? Apakah Anda mempunyai kebiasaan memainkan alat (dental appliance) atau gigi palsu yang ada dalam mulut Anda? Apakah bila Anda bernapas melalui mulut / bila Anda bernapas mulut Anda terbuka? Apakah Anda suka mendengkur bila sedang tidur? Apakah Anda suka mengantuk pada siang hari? Apakah Anda suka mempertemukan gigi atas dan bawah dengan keras pada siang hari? Apakah Anda suka mempertemukan gigi atas dan bawah dengan keras pada malam hari? Apakah Anda suka menggerak-gerakkan rahang bawah pada saat gigi berkontak pada siang hari? Apakah Anda suka menggerak-gerakkan rahang bawah pada saat gigi berkontak pada malam hari? Apakah teman tidur Anda sering mengeluh bahwa Anda menggerak-gerakkan rahang bawah sehingga menimbulkan suara berisik pada saat tidur? Total skor kebiasaan buruk
3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21
Kode
9
Petunjuk Pengisian
Isilah Kode Dengan :
0 = Tidak Pernah 1 = Jarang 2 = Sering
0
Diisi oleh pasien
Kuesioner Etiologi GSTM Jangan ada nomer yang dilewatkan STRES EMOSIONAL
No
Pertanyaan
Kode
Petunjuk Pengisian
2
Apakah Anda merasa sedih karena sesuatu yang tidak diharapkan terjadi? Apakah Anda merasa lemah atau hilang keseimbangan?
3
Apakah Anda merasa khawatir yang berlebihan?
4
Apakah Anda merasa kurang energi atau kemunduran?
5
Apakah Anda menyalahkan diri sendiri?
6
Apakah Anda mudah menangis?
7
Apakah Anda merasa kesepian?
8
Apakah Anda merasa tidak tertarik terhadap apapun?
Isilah Kode Dengan :
11
Apakah Anda merasa tidak punya harapan untuk masa depan? Apakah Anda merasa tidak dapat mengendalikan sesuatu hal yang penting dalam hidup Anda? Apakah Anda merasa gugup, bingung dan tertekan?
0 = Tidak Pernah 1 = Jarang 2 = Sering
12
Apakah Anda merasa ada sesuatu yang hilang dari Anda?
1
9 10
16
Apakah Anda menemukan bahwa Anda tidak dapat mengatasi sesuatu hal yang harus dilakukan? Apakah Anda marah karena sesuatu hal terjadi di luar kontrol Anda? Apakah Anda merasa sangat sulit dalam menghadapi sesuatu yang tidak dapat Anda atasi? Apakah Anda merasa semua susah?
17
Apakah Anda merasa tidak berharga?
18
Apakah Anda merasa bersalah?
13 14 15
Total Skor stres emosional
0
10
Diisi oleh petugas
Indeks Etiologi Gangguan Sendi Temporomandibula Etiologi
Kode
Bobot
- Perempuan
1
5
- Laki-laki
0
- Ya
1
- Tidak
0
Skor (kode x bobot)
Jenis kelamin
Stres 6
Kebiasaan buruk - Ya
1
- Tidak
0
2
Free way space - 2-4mm
0
- <2mm atau >4mm
1
Jumlah skor 0 -14 Simpulan :
1 0
Risiko GSTM rendah ( < 7 )
Risiko GSTM tinggi ( ≥ 7 )
11
Daftar Pustaka 1.
Okeson JP. Management of Temporomandibular Disorders and Occlusion. 7 th ed. St. Louis: Mosby Inc 2013:130-364.
2.
Wadhwa S, Kapila S. TMJ Disorders : Future Innovation in Diagnostics and Therapeutics. J Dent Educ 2008;72(8):930-47.
3.
Dimitroulis G. Temporomandibular Disorders: A Clinical Update. BMJ 1998;317:190-94.
4.
Himawan LS, Kusdhany L, Ismail I. Diagnostic Index for Temporomandibular Disorders in Indonesia. Thai J Oral Maxillofac Surg 2006;20(2):95-101.
5.
Cunha SCd, Nogueira RVB, Duarte ÂP, Vasconcelos BCdE, Almeida RdAC. Analysis of helkimo and craniomandibular indexes for temporomandibular disorder diagnosis on rheumatoid arthritis patients. Rev Bras Otorrinolaringol 2007;73(1):19-26.
6.
Schiffman EL, Truelove EL, Ohrbach R, Anderson GC, John MT. The Research Diagnostic Criteria forTemporomandibular Disorders. I: Overview and Methodology for Assessment of Validity. J Orofac Pain 2010;24(1):7-24.
7.
Ohrbach R, Turner JA, Sherman JJ, et al. Research Diagnostic Criteria for Temporomandibular Disorders:Evaluation of Psychometric Properties of the Axis II Measures. J Orofac Pain 2010;24(1):48-62.
8.
McNeill C. History and evolution of TMD concepts. Oral Surg Oral Med Oral Pathol Oral Radiol Endod 1997;83(1):51-60.
9.
McNeill C. Temporomandibular Disorders Guidelines for Classification, Assessment, and Management. 2nd ed. Quintessence 1993: 27-38.
10.
Tabbara N. Temporomandibular disorders (TMDs): a note from the field. J the Lebanese Dent Ass 2009 ; 46(1): 37-41.
11.
Himawan LS. Meningkatkan Kualitas Hidup Dengan Mengenal Gangguan Sendi Rahang. Pidato pada Upacara Pengukuhan sebagai Guru Besar Tetap dalam Ilmu Prostodonsia pada Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia 2008 : 2-10.
12.
Wadhwa S, Kapila S. TMJ Disorders : Future Innovation in Diagnostics and Therapeutics. J Dent Educ 2008 ; 72(8) : 930-47.
13.
Klasser GD, Greene CS. The Changing Field of Temporomandibular Disorders : What Dentists Need to Know. JCDA 2009; 75(1) : 49-53.
14.
Lunes DH, Carvalho LCF, Oliveira AS, Bevilaqua-Grossi D. Craniocervical posture analysis in patients with temporomandibular disorder. Rev Bras Fisioter 2009; 13(1): 8995.
15.
Puspitasari S. Hubungan Gangguan Sendi Temporomandibula dengan Postur Kepala dan leher (suatu kajian analisis radiografik).Tesis Faculty of Dentistry, Universitas Indonesia 2004: 35
12
16.
Jones DA, Rollman GB, Brooke RI. The Cortisol Response to Psychological Stress in Temporomandibular Dysfunction. Pain 1997; 72: 171-82.
17.
Garafalo JP, Robinson RC, Gatchel RJ, Wang Z. A Pain Severity Hypothalamic-PituitaryAdrenocortical Axis Interaction: The Effect on Pain Pathway. J Appl Biobehav Res 2007;12(1): 35-42.
18.
Ariadno D. Kadar Hormon Kortisol pada Kelompok Usia Produktif yang Mengalami Temporomandibular Disorders (TMD). Tesis Faculty of Dentistry: Universitas Indonesia 2010:31.
19.
Taelman J, Vandeput S, Spaepen A, Huffel SV. Influence of Mental Stress on Heart Rate and Heart Rate Variability. IFMBE Proceed 2008; 22:1366–69.
20.
Roda RP, Bagan JV, Fernandez JMD. Review of Temporomandibular Joint pathology. Part I: Classification, epidemiology and risk factors. Med Oral Patol Oral Cir Bucal 2007;12: E292-8.
21.
Oral K, Kucuk BB, Ebeoglu B, Dincer S. Etiology of temporomandibular disorder pain. AGRI 2009;21(3):89-94.
22.
Tanti I, Himawan LS, Kusdhany L. Development of Questionnaire to determine the Etiology of Temporomandibular Disorders. Int J Clin Prev Dent 2014;10(2):103-108.
13