FAKTOR-FAKTOR PENYEMBUHAN POST OP KATARAK DI RSUD ARIFIN ACHMAD PEKANBARU 2015 Putri Wulandini S** ABSTRAK Katarak adalah setiap kekeruhan pada lensa mata yang dapat terjadi akibat hidrasi (penambahan cairan) lensa, denaturasi protein lensa atau akibat kedua-duanya yang disebabkan oleh berbagai keadaan. Angka kejadian Katarak di dominasi berada dinegara miskin dan berkembang. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui faktor – faktor yang mempengaruhi proses penyembuhan pasien post op katarak, yang meliputi faktor usia, faktor nutrisi, dan faktor gaya hidup. Jenis penelitian yang digunakan adalah jenis penelitian deskriptif analitik.. Instrument penelitian ini menggunakan kuesioner. Analisa data dilakukan secara univariat. Hasil penelitian terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi proses penyembuhan pasien pasca operasi katarak di Poli Klinik Mata RSUD Arifin Achmad pekanbaru tahun 2015 adalah sebagai berikut :Faktor Usia yang mempengaruhi umur <65 tahun responden sebanyak 28 responden (41,17%). Sedangkan umur >65 tahun sebanyak 40 responden (58,82%). Faktor nutrisi yang pola makan bergizi resonden sebanyak 40 orang (58,82%). Sedangkan pola makan tidak bergizi sebanyak 28 orang (41,17%). Faktor gaya hidup yang tidak beresiko responden sebanyak 52 orang (76,47%). Sedangkan pola makan tidak bergizi sebanyak 16 orang (23,52%). Diharapkan bagi pihak Rumah Sakit untuk memberikan pendidikan kesehatan setiap sebulan sekali tentang proses apa saja yang mempercepat penyembuhan pasca operasi katarak dan apa yang memperlambat proses penyembuhannya. Kata Kunci : Katarak, Proses Penyembuhan, Pasca Operasi
ABSTRACT A cataract is a cloudiness in the lens of each eye that can occur as a result of hydration (adding liquid) lens, or a lens protein denaturation due both due to various circumstances. The incidence of cataracts are predominantly poor and developing country. The purpose of the study was to determine the factors - factors that affect the healing process post-op cataract patients, which include age, nutritional factors, and lifestyle factors. This research used a questionnaire instrument. Univariate analysis of the data. The results showed that the description of the factors that influence the healing process of patients post-op cataract is age factor affecting age <65 years respondents 28 respondents (41.17%). Whereas age> 65 years as many as 40 respondents (58.82%). Factors nutrition nutritious diet resonden 40 people (58.82%). While diet is not nutritious as many as 28 people (41.17%). Lifestyle factors are not at risk as much as 52 respondents (76.47%). While not a nutritious diet as much as 16 people (23.52%). Expected for the hospital to provide health education once a month about what accelerates the process of healing after cataract surgery and what slows the healing process. Keywords: Cataract, Healing Process, Post-Surgery
*
Dosen Keperawatan Universitas Abdurrab
Jurnal Kesehatan STIKes Prima Nusantara Bukittinggi, Vol. 7 No. 1 Januari 2016
31
PENDAHULUAN Katarak adalah setiap kekeruhan pada lensa mata yang dapat terjadi akibat hidrasi ( penambahan cairan ) lensa, denaturasi protein lensa atau akibat kedua-duanya yang disebabkan oleh berbagai keadaan (Sidarta, 2008). Katarak berasal dari bahasa Yunani Katarrhakies, Inggeris cataract, dan Latin cataracta yang bearti air terjun. Dalam bahasa indonesia di sebut bular dimana penglihatan seperti tertutup air terjun akibat lensa yang keruh. Katarak adalah setiap keadaan kekeruhan pada lensa yang dapat terjadi akibat hidrasi (penambahan cairan) lensa, denaturasi protein lensa terjadi akibat kedua-duanya (Sidarta, 2010). Pengobatan pada katarak adalah pembedahan. Untuk menentukan waktu kapan katarak dapat dibedah ditentukan oleh keadaan tajam penglihatan dan bukan oleh hasil pemeriksaan. Tajam penglihatan dikaitkan dengan tugas sehari-hari penderita. Digunakan nama insipien (tingkat kekeruhan), imatur, matur dan hipermatur didasarkan atas kemungkinan terjadinya penyulit yang dapat terjadi. Bila pada stadium imatur (intumesen/membengkak) terjadi glaukoma maka secepatnya dilakukan pengeluaran lensa walaupun kekeruhan lensa belum total. Demikian pula pada katarak matur dimana bila masuk ke dalam stadium lanjut hipermatur maka penyulit mungkin akan tambah berat dan sebaiknya pada stadium matur sudah dilakukan tindakan pembedahan (Sidarta, 2008). Pembedahan dilakukan bila katarak mengakibatkan menurunnya tajam penglihatan sehingga terganggu pekerjaan atau gaya hidup sehari hari dan katarak sudah matang. Pembedahan dengan membersihkan lensa mata yang keruh, katarak tidak dapat di bedah dengan sinar, 90% pasien pasca bedah dapat mempergunakan matanya seperti sediakala (Sidarta, 2008). Penyakit Katarak merupakan penyakit yang sudah tersebar luas di seluruh dunia dengan tingkat kecenderungan mengalami peningkatan dari tahun ketahun. Angka kejadian Katarak di dominasi berada dinegara miskin dan berkembang, yaitu Asia dan Afrika, dengan besar risiko 10 kali lipat mengalami kebutaan dibandingkan dengan penduduk dinegara maju, sedangkan risiko kebutaan dinegara maju hanya sekitar 4 juta orang yang berisiko mengalami kebutaan dengan penyebab utamanya adalah kemunduran maskular yang berhubungan dengan faktor Usia, dapat terlihat bahwa negara miskin dan berkembang mengambil andil terbesar dalam peningkatan kasus kebutaan didunia (Gemari, 2009) Tingginya angka kebutaan di Indonesia menempatkan Indonesia pada urutan pertama di Asia dengan tingkat kebutaan yang tertinggi, dengan perbandingan angka kebutaan 3 juta orang buta diantara 210 juta penduduk Indonesia, sedangkan didunia Indonesia menempatkan diri pada posisi kedua setelah negara-negara di Afrika Tengah dan sekitar Gurun Sahara yang masalah utama kasus kebutaan disebabkan oleh Katarak (Gemari. 2009).
Angka kejadian katarak 0,78% dan angka pertumbuhan katarak pertahun 0,1% dari jumlah penduduk. Usia merupakan penyebab terbanyak terjadinya katarak yang disebut katarak senilis. Dengan meningkatnya derajat kesehatan dan usia harapan hidup maka katarak senilis pun meningkat. Hampir 100% orang akan mengalami katarak terutama katarak yang terkait usia. Secara statistik, usia timbulnya katarak mulai diatas usia 45 tahun dan semakin banyak usia diatas 60 tahun. Katarak memang tidak dapat dicegah, akan tetapi juga dapat diobati.(http://kumpulan-artikelmenarik.blogspot.com). Di Indonesia, program operasi katarak gratis ini dilangsungkan dengan kerja sama antara Standard Chartered Bank dengan Perhimpunan Dokter Spesialis Mata Indonesia (Perdami). Sampai saat ini sudah lebih dari satu juta orang memperoleh manfaat dari kegiatan ini di seluruh dunia (Wawan, 2010). Faktor-faktor yang mempengaruhi proses penyembuhan luka yaitu faktor usia, nutrisi, gaya hidup/kebiasaan, dan mobilitas. Pada usia lanjud proses penyembuha luka lebih lama di bandingkan dengan usia muda. Faktor ini karena ada kemungkinan adanya proses degenerasi, tidak adekuatnya pemasukan makanan, menurunnya kekebalan, dan menurunnya sirkulasi. Faktor yang kedua adalah faktor nutrisi sangat penting dalam proses penyembuhan luka. Pada pasien yang mengalami penurunan tingkat di antaranya serum albumin, total limfosit dan transferin adalah merupakan resiko terhambatnya proeses penyembuhan luka. Selain protein, Vitamin A, E dan C juga mempengaruhi dalam proses penyembuhan luka (Suriadi, 2008). Faktor yang ketiga adalah Gaya hidup/kebiasaan sangat berpengaruh dalam proses penyembuhan pasca operasi, karena kebiasaan yang selalu di lakukan sehari-hari sebelum operasi akan terbawa-bawa kebiasaan tersebut setelah dilakukan operasi. (Satria, 2008). Faktor yang ke empat adalah Mobilisasi adalah kemampuan seseorang untuk bergerak secara bebas, mudah, teratur dan mencapai tujuan dalam rangka pemenuhan kebutuhan hidup, hal ini penting untuk kemandrian klien (Sidarta, 2008) Fenomena peningkatan kebutaan di indonesia sangat mencemaskan yang yang salah satunya disebabkan oleh katarak, hal ini sangat beresiko tinggi terhadap kesehatan manusia. Dikalangan masyarakat pada umumnya tidak menyadari bahwa ada beberapa faktor yang menyebabkan lama proses penyembuhan pasien pasca operasi katarak, serta menimbulkan dampak yang buruk terhadap pasien pasca operasi, faktor usia mempengaruhi proses penyembuhan pasien pasca operasi katarak, faktor nutrisi sangat perperan penting dalam proses penyembuhan pasien pasca operasi, faktor gaya hidup/kebiasaan juga berpengaruh dalam proses penyembuhan pasien pasca operasi, faktor mobilisasi berpengaruh dalam proses penyembuhan bertujuan untuk mencegah beberapa kemungkinan komplikasi. Peran perawat merupakan pemberian informasi yang dilakukan kepada pasien/keluarga pasien pasca operasi katarak, karna peran perawat sangat penting dalam memberikan informasi tentang perawatan mata pasca operasi dan
Jurnal Kesehatan STIKes Prima Nusantara Bukittinggi, Vol. 7 No. 1 Januari 2016
32
dalam mempersiapkan kepulangan pasien. (Wawan, 2010) Di rumah sakit umum daerah arifin achmad (RSUD) pekanbaru, angka kejadian operasi katarak pada tahun 2012 terdapat 895 pasien yang melakukan operasi katarak, sedangkan pada tahun 2013 yang melakukan operasi katarak sebanyak 857 pasien dan operasi katarak menduduki posisi ke dua dalam 15 penyakit terbanyak di poli mata. Dari survey awal sementara dari 5 orang responden yang di wawancarai 3 orang responden berusia <65 tahun mengatakan proses penyembuhan luka post op katarak sekitar 1-2 bulan dengan kontrol rutin, sedangkan 2 orang responden usia >65 tahun mengatakan proses penyembuhan luka post op katarak 1-2,5 bulan, lamanya proses penyembuhan karena tidak teraturnya kontrol tiap bulan, asupan nutrisi yang tidak adekuat dan gaya hidup yang tidak sehat. Maka penulis tertarik melakukan penelitian tentang “Faktor-Faktor Penyembuhan Post Op Katarak Di RSUD Arifin Achmad Pekanbaru tahun 2015” Tujuan penelitian ntuk mengetahui Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Proses Penyembuhan Post Operasi Katarak Di RSUD Arifin Achmad Pekanbaru Tahun 2015. Yakii Untuk mengetahui gambaran faktor usia dapat mempengaruhi proses penyembuhan pasca operasi katarak. Untuk mengetahui gambaran faktor nutrisi dapat mempengaruhi proses penyembuhan pasca operasi katarak. Untuk mengetahui gambaran faktor gaya hidup dapat mempengaruhi proses penyembuhan pasca operasi katarak.
SUBJEK DAN METODE PENELITIAN Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis penelitian deskriptif analitik tanpa membuat perbandingan atau menghubungkan dengan variable lain, dengan metode pendekatan cross sectional, yaitu populasi diamati pada waktu yang sama (Hidayat, 2008). Bertujuan untuk mengidentifikasi tentang faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi penyembuhan pasca operasi katarak di RSUD Arifin Ahmad Pekanbaru. Penelitian dilakukan di Poli Klinik Mata RSUD Arifin Ahmad pekanbaru dengan menggunakan kuesioner yang langsung diberikan kepada responden. Dalam analisis data peneliti menggunakan analisis data univariat yaitu hasil perhitungan dan presentase dimana nantinya akan dipergunakan acuan memperdalam pembahasan dari kesimpulan.
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian Faktor-Faktor Penyembuhan Pasien post-Op Katarak Di Poli Klinik Mata RSUD Arifin Achmad Pekanbaru Tahun 2015 dilaksanakan pada bulan September. Tabel 1. Distribusi Frekuensi Faktor-Faktor Penyembuhan Pasien post-Op Katarak Di Poli Klinik Mata RSUD Arifin Achmad Pekanbaru Tahun 2015
Faktor-Faktor Penyembuhan Umur <65 Tahun >65 Tahun Nutrisi Pola makan bergizi Pola makan tidak bergizi Gaya Hidup Tidak Beresiko Beresiko Jumlah
Jumlah
Persentase
28 40
41,17% 58,82%
40 28
58,82% 41,17%
52 16 68
76,47% 23,52% 100%
Faktor Usia Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Poli Klinik Mata RSUD Arifin Achmad pada tabel diketahui mayoritas umur <65 tahun sebanyak 400 responden (41,17%). Sedangkan umur <65 tahun sebanyak 28 responden (58,82%). Hal ini dikarenakan pasien usia lanjut mengalami banyak penurunan fungsi tubuh, jadi pasien usia lanjut membutuhkan jangka waktu lebih lama dari yang usia muda dalam proses penyembuhan. Menurut teori Suriadi, (2008) pada usia lanjut proses penyembuhan luka lebih lama dibandingkan dengan usia muda. Faktor ini karena kemungkinan adanya proses degenerasi, tidak adekuatnya pemasukan makanan, menurunnya kekebalan tubuh, dan menurunnya sirkulasi, sedangkan menurut teori Jhonson (2009) bahwa penambahan usia berpengaruh terhadap semua penyembuhan luka, sehubungan dengan adanya gangguan sirkulasi dan koagulasi, respon inflamasi yang lebih lambat dan penurunan aktifitas fibroblast. Biasanya terjadi pada usia >65 tahun. Peneliti ini sejalan dengan penelitian Al Amin (2012), dengan hasil penelitian Faktor usia dengan kategori usia <65 tahun yaitu sebanyak 16 responden (57,1%), sedangkan usia >65 tahun sebanyak 12 responden (42,9%) sebanyak 28 responden. Usia adalah periode penyesuaian terhadap poola kehidupan baru dan harapan baru, dimana semakin tinggi usia seseorang maka semakin banyak pula pengetahuan yang dimiliki (Notoatmodjo, 2005). Menurut asumsi peneliti Usia merupakan penyebab paling sering terjadinya katarak karena proses penuaan dapat menyebabkan katarak, semakin tua seseorang maka penglihatan semakin kabur dan terjadi penyakit katarak. Berdasarkan usia, katarak dapat diklasifikaikan dalam : katarak kongenital (katarak yang sudah terlihat pada usia di bawah 1 tahun), katarak juvenil (katarak yang terjadi sesudah usia 1 tahun), katarak Senil, katarak setelah usia lanjud. Namun yang paling sering terjadi adalah katarak yang disebabkan oleh usia lanjud atau senil yaitu umur >65 tahun. Faktor Nutrisi Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa dari 68 orang sebagai responden berdasarkan faktor nutrisi mempengaruhi proses penyembuhan pasca operasi katarak, yang dapat di ketahui bahwa distribusi frekuensi
Jurnal Kesehatan STIKes Prima Nusantara Bukittinggi, Vol. 7 No. 1 Januari 2016
33
nutrisi responden mayoritas pola makan bergizi sebanyak 40 orang (58,82%). Sedangkan pola makan tidak bergizi sebanyak 28 orang (41,17%). Protein yang cukup membuat sistem kekebalan (imunitas) tubuh akan terbentuk, tingkat daya tahan tubuh dan infeksi akan sangat berpengaruh terhadap cepat atau lambatnya proses penyembuhan pascaoperasi katarak. Daya tahan tubuh yang kuat akan menyebabkan luka bekas operasi cepat sembuh. Begitu juga sebaliknya operasi yang dilakukan tergolong sedang namun daya tahan tubuh kurang maka kemunngkinan untuk sembuh juga akan lama (Suriadi, 2008). Menurut teori Wawan (2010), katarak adalah kekeruhan lensa, sebagian besar katarak tidak dapat dilihat oleh pengamat awam sampai menjadi cukup padat dan menimbulkan kebutaan. Namun katarak pada stadium perkembangannya yang paling dini dapat diketahui pupil yang dilatasi maksimal dengan oftalmoskop, kaca pembesar sebagian besar kasus bersifat bilateral, walaupun kecepatan perkembangannya pada masingmasing mata jarang sama. Katarak traumatik, katarak kongenital dan jenis-jenis lain lebih jarang dijumpai. Faktor-faktor genetik sering menjadi penyebab katarak kongenital dan sejarah kelara yan positif juga mungkin berperan dalam predisposisi seseorang untuk katarak pada usia lebih dini. Penelitian ini sejalan dengan penelitian Zahrah (2011) pasien dengan status nutrisi kurang memerlukan waktu untuk memperbaiki status nutrisi mereka setelah pembedahan, sedangkan pasien yang obesitas mengalami penundaan penyembuhan karena suplai darah (oksigenasi) jaringan adipose tidak adekuat Menurut Asumsi penelitian terpenuhi atau tidak nutrisi tergantung makanan kesehariannya, hasil penelitian yang didapat di Poli Klinik Mata responden Post Op Katarak pola nutrisi yang makan nasi dengan lauk pauk dan sayur seperti biasa lebih banyak dilakukan karena kebiasaan makan sehari-hari susah dihilangkan tetapi kebiasaan makan seperti biasa cukup memenuhi kebutuhan nutrisi. hal ini dikarnakan kebutuhan nutrisi dapat terpenuhi dengan baik pasca operasi katarak dan tidak ada gangguan dalam pemenuhannya, kebutuhan nutrisi yang terpenuhi bagi manusia akan berdampak besar bagi menyembuhan luka. Faktor Gaya Hidup Begitu juga dengan Gaya hidup akan mempengaruhi dalam proses penyembuhan, Dari tabel 1 dapat di ketahui bahwa distribusi frekuensi gaya hidup/kebiasaan responden mayoritas tidak beresiko sebanyak 52 orang (76,47%). Sedangkan pola makan tidak bergizi sebanyak 16 orang (23,52%). Menurut teori Satria (2010) gaya hidup sangat berpengaruh dalam proses penyembuhan pasca operasi, karena kebiasaan yang selalu di lakukan sehari-hari sebelum operasi akan terbawa-bawa kebiasaan tersebut setelah dilakukan operasi, dari kebisaan inilah yang akan menentukan hasil akhir penyembuhan luka yang terjadi waktu dilakukan operasi, kita ambil contoh seseorang yang biasa merokok, asap yang di timbulkan oleh rokok
yang di isap akan meiritasi mata dan akan memperlambat proses penyembuhan luka pasca operasi tersebut. Menurut Al Amin (2012), gaya hidup merupakan bagaimana seseorang hidup, gaya hidup ialah kumpulan ciri tingkah laku dan amalan. Gaya hidup merupakan campuran tabiat, cara lazim membuat sesuatu serta tindakan berdasarkan sikap, contoh seseorang yang biasa merokok, asap yang ditimbulkan oleh rokok diisap akan meiritasi mata dan akan memperlambat proses penyembuhan luka operasi tersebut, menatap cahaya juga tidak diperbolehkan selama proses penyembuhan pasca operasi, seperti menonton televisi. Menurut asumsi peneliti gaya hidup berpengaruh pada proses penyembuhan karna kebiasaan seperti sebelum meneteskan obat mata tidak mencuci tangan terlebih dahulu karena tidak mencuci tangan, bakteri yang menempel ditangan akan berpindah kke mata dan memperlambat proses penyembuhannya, contoh lain adalah kebisaan merokok, seperti data umum responden lebih banyak laki-laki dari pada perempuan. Hal inilah laki-laki lebih banyak merokok setelah operasi katarak.
KESIMPULAN DAN SARAN KESIMPULAN Dari hasil penelitian yang telah dilakukan peneliti terhadap faktor-faktor penyembuhan pasien post-op katarak di Poli Klinik Mata RSUD Arifin Achmad pekanbaru tahun 2015. Maka dapat disimpulkan bahwa ada beberapa faktor yang mempengaruhi penyembuhan pasca operasi katarak adalah sebagai berikut (1) Faktor Usia yang mempengaruhi umur <65 tahun responden sebanyak 28 responden (41,17%). Sedangkan umur >65 tahun sebanyak 40 responden (58,82%). (2)Faktor nutrisi yang pola makan bergizi resonden sebanyak 40 orang (58,82%). Sedangkan pola makan tidak bergizi sebanyak 28 orang (41,17%). (3) Faktor gaya hidup yang tidak beresiko responden sebanyak 52 orang (76,47%). Sedangkan pola makan tidak bergizi sebanyak 16 orang (23,52%).
SARAN Disarankan Pada tenaga kesehatan dapat dijadikan penambahan informasi dan lebih aktif dalam memberikan informasi tentang proses penyembuhan terhadap pasien pasca operasi katarak yang berkunjung ke Poli Klinik Mata RSUD pekanbaru. Diharapkan bagi pihak Rumah Sakit untuk memberikan pendidikan kesehatan setiap sebulan sekali tentang proses apa saja yang mempercepat penyembuhan pasca operasi katarak dan apa yang memperlambat proses penyembuhannya.
DAFTAR PUSTAKA Charlene. (2009). Keperawatan Medikal Bedah, Edisi I, salemba Medika : Jakarta Dahim, S. (2008). Riset Keperawatan Sejarah dan Metologi. EGC : Jakarta. Daniel, G. (2009). Oftamologi Umum, Edisi XIV, Widya Medika: Jakarta.
Jurnal Kesehatan STIKes Prima Nusantara Bukittinggi, Vol. 7 No. 1 Januari 2016
34
Fatimah. (2009). Langkah Mudah Membuat Usulan Proposal KTI dan Hasil Laporan hasil KTI. Jakarta : TIM Hidayat, A.A (2008). Riset keperawatan dan Tehnik Penulisan Ilmiah. Salemba Medika : Jakarta Indriana. (2004). Asuhan keperawatan Klien Gangguan Mata, EGC : jakarata. Istiantoro,2008. Risk Factors to cataract epdemic.(Online) http://www.healthtoday.com./who/int/risk-factorscataract/index.html 25 Februari 2015. Notoatmodjo, S. (2010). Metodologi Penelitian Kesehatan, Rineka Cipta : Jakarta. Nursalam. (2001). Pendekatan Praktis Metodologi Riset Keperawatan, Infomedi : Jakarta. Pierce, A. (2008). Ilmu bedah : Edisi III, Erlangga :: Jakarta. Satria. (2009). Pengaruh Rokok Dengan Gaya Hidup, EGC : Jakarta. Sidarta. (2008). Ilmu Penyakit Mata, Sagung Seto : Jakarata. ______ (2008). Ilmu Perawatan Mata, sagung Seto : jakarta. ______ (2010). Ilmu Penyakit Mata : Edisi III, Sagung Seto : Jakarta. Steven. (2009). Terapi Mata, Prestasi Pustaka : Jakarta. Suriadi. (2008). Perawatan Luka Pasca Operasi, Sagung Seto : Jakarta. Suzanne, C. (2008). Keperawatan Medikal Bedah : Edisi 8, EGC : jakarta. Wawan, S. (2010). Ilmu Penyakit Mata. Sagung Seto : Jakarta.
Jurnal Kesehatan STIKes Prima Nusantara Bukittinggi, Vol. 7 No. 1 Januari 2016
35