ABSES CEREBRI VERSUS ASTROSITOMA PADA CT SCAN LAPORAN KASUS
Oleh : dr. Abdul Aziz NIM:09/308803/PKU/11960 Pembimbing : dr. Bambang Purwanto Utomo, Sp.Rad BAGIAN RADIOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS GADJAH MADA 2013 0
BAB I PENDAHULUAN Otak merupakan organ tubuh paling kompleks dan merupakan struktur pusat pengaturan keseluruhan tubuh. Peranan sentral dan adanya gangguan fungsional yang terjadi akan mencerminkan beratnya akibat yang ditimbulkan oleh tumor otak. Tumor yang melibatkan SSP termasuk neoplasma yang paling merusak, diperkirakan bertanggung jawab sekitar 2,5 % dari semua lesi massa, yang menyebabkan sekitar 3,9 – 4,4 kematian per 100.000 populasi pertahun di amerika serikat. Kematian akibat tumor otak ini besarnya 2 % dari seluruh kematian akibat tumor, dan insiden tumor otak besarnya 7 per 100.000 penduduk pertahun.1,2 Tumor otak merupakan suatu pertumbuhan jaringan yang abnormal di dalam otak, yang terbagi atas tumor otak benigna yang bersifat tidak ganas dan tumor otak maligna yang merupakan keganasan yang berpotensi menyusup/menginfiltrasi dan menghancurkan jaringan di sekitarnya atau menyebar (metastase) ke bagian tubuh lainnya melalui aliran darah.1 Jenis tumor otak sangat beraneka ragam dari yang jinak sampai yang ganas. Salah satu tumor yang mempunyai frekuensi terbesar dari semua jenis tumor di otak adalah glioma.1,2,3 Insiden dari glioma besarnya 5 per 100.00 penduduk. Menurut WHO terdapat tiga jenis glioma yang dapat dibedakan dari pemeriksaan histopatologisnya, yaitu astrositoma, oligodendroglioma dan mixed oligoastrositoma.1,2 Dari ketiga jenis glioma ini, astrositoma merupakan tumor yang paling sering dan mencakup lebih dari 50 % tumor ganas primer di otak. Istilah astrositoma pertama kali diperkenalkan pada abad 19 oleh Virchow, dan gambaran histopatologi tumor ini diperkenalkan oleh Bailey dan Cushing pada tahun 1926. Tumor ini memiliki beberapa karakteristik antara lain: dapat timbul pada berbagai lokasi di susunan saraf pusat, tetapi lebih sering ditemukan pada hemisfer cerebri, biasanya menimbulkan manifestasi pada usia dewasa, memberikan gambaran histopatologi dan perilaku biologis yang berbeda-beda, dapat mengadakan infiltrasi ke sekitarnya maupun ke tempat-tempat yang jauh tanpa dipengaruhi oleh histopatologi dan memiliki kecenderungan untuk progresif menjadi fenotip yang lebih ganas seperti anaplastic astrocytoma dan glioblastoma.2 Astrositoma mencakup tumor yang sangat bervariasi tergantung lokasinya di SSP, berpotensi untuk tumbuh menjadi invasif, progresif dan menyebabkan timbulnya berbagai gejala 1
klinik. Untuk itu perlu dilakukan pembahasan lebih lanjut agar dapat dilakukan deteksi dini dan memberikan pengobatan yang tepat.2 Abses otak adalah kumpulan bahan supuratif pada parenkim otak yang disebabkan oleh bakteri piogenik. Abses cerebri ini bisa terjadi pada semua umur, di mana pria terkena 2 kali lebih sering dibanding wanita.4 Pada era preantibiotik, angka kematian abses otak sangat tinggi mencapai 40 – 60 % , tetapi akhir-akhir ini angka kematian tersebut bisa ditekan sampai dibawah 25%. Hal ini berkat penggunaan antibiotik yang tepat dan adanya diagnosis dini abses otak dengan alat penunjang CT scan dan MRI. Meskipun mortalitas menurun, tetapi abses otak masih merupakan ancaman kematian, terutama mengenai kelompok usia muda. 4 Abses otak merupakan infeksi sekunder dari fokus-fokus infeksi dari otogenik, odontogen, trauma, tindakan bedah cranium, infeksi lain di tubuh yang menyebar ke otak secara perkontinuitatum atau hematogen. Dan juga berhubungan dengan penyakit jantung bawaan.. Dilaporkan 30 % penderita yang hidup menunjukkan gejala sisa neurologis dan yang terbanyak adalah epilepsi fokal. Lokasi tersering adalah daerah temporal.4 Secara garis besar abses otak terdiri atas stadium cerebritis dan stadium abses. Penanganannya dapat dilakukan secara konservatif atau operatif tergantung stadium abses dan pertimbangan lain. Penanganan konservatif meliputi perawatan umum, kausal dan pemberian anti edema otak.4 Penanganan operatif dilakukan dengan aspirasi dan eksisi. Dan akhir-akhir ini dikembangkan cara CT guided stereotactic aspiration dan endoscopy stereotactic.4 Keberhasilan penanganan abses otak diperlukan kerjasama yang baik antara ahli saraf, ahli bedah saraf, dan spesialisasi yang lain.4 Membedakan antara abses otak dengan kista atau tumor nekrotik dengan CT dan MRI kadang mengalami kesulitan. Kesulitan dalam mendiagnosis abses cerebri terutama karena temuan klinis yang tidak spesifik dan kesamaan gambaran morfologi lesi intrakranial seperti glioma kistik, metastase, dan abses cerebri. Temuan beberapa penelitian mengarah pada proton MR spektroscopy (H-MRS) dapat membantu penegakan differensial diagnosis antara tumor otak
2
dan abses. Diagnosis yang benar harus ditegakkan terlebih dahulu sebelum dilakukan tindakan operasi.5 Alasan pemilihan kasus ini adalah karena adanya perbedaan hasil ekspertise yang mengesankan suatu abses dan massa/tumor pada ke tiga pemeriksaan CT scan kepala. Dan tujuan dari pengambilan kasus ini, supaya lebih memahami gambaran abses cerebri dan massa/tumor intracerebri pada pemeriksaan dengan CT scan.
3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. ASTROSITOMA 1. DEFINISI Astrositoma merupakan jenis tumor pada system saraf pusat yang pada umumnya berlokasi pada white matter, yang mempunyai batasan yang jelas, berwarna abu-abu putih, tumbuh infiltrasi meluas dan merusak jaringan otak di sekitarnya.1,3,6,8 Tumor ini timbul dari sel astrosit yang berbentuk bintang (stellate).5,7,8 Berdasar kecenderungannya untuk menjadi anaplasia, WHO mengklasifikasi astrositoma menjadi 4 yaitu grade I (Juvenile Pilocytic Astrocytoma), grade II (Low grade Astrocytoma), grade III (Anaplastic Astrocytoma) dan grade IV (Glioblastoma Multiforme).1,2,6,9,10 a. Juvenile Pilocytic Astrocytoma (Grade I) Tumbuh lambat dan jarang menyebar ke jaringan sekitarnya. Tumor ini biasa terjadi pada anak-anak dan dewasa muda.1,9,10 Tumor ini dapat disembuhkan secara tuntas dan memuaskan. Namun demikian, apabila mengenai pada tempat yang sukar dijangkau, masih dapat mengancam hidup.1 Umumnya berasal dari kantong yang berisi cairan (kista). Dua jenis yang masih termasuk grade yang kurang dikenal adalah cerebellar astrocytoma dan desmoplastic infantile astrocytoma.9 Walaupun pada umumnya tumbuh lambat, tumor ini dapat menjadi sangat besar dan jumlahnya sekitar 2 % dari seluruh tumor otak.9,10 b. Astrositoma Difusa (Low grade astrocytoma/ Grade II) Tumbuh lambat, namun menyebar ke jaringan sekitarnya.1,9 Beberapa dapat berlanjut ke tahap berikutnya. Kebanyakan terjadi pada dewasa muda.1 Biasanya berisi mikrokista dan mucous seperti cairan. Tumor ini dikelompokkan berdasar penampakan dan perilaku sel-selnya. Diantaranya Fibrillary, Gemiostocytic, dan protoplasmic astrocytoma.9,11 c. Astrositoma Anaplastik (Grade III) Sering disebut sebagai astrositoma maligna. Tumbuh dengan cepat dan menyebar ke jaringan sekitarnya. Sel – sel tumornya terlihat berbeda dibanding 4
dengan sel-sel yang normal. Rata-rata pasien yang menderita tumor jenis ini berumur 41 tahun.1 Sel – sel tumornya memiliki tentakel, semacam penonjolan ke jaringan sekitar, sehingga sulit untuk diambil secara menyeluruh saat operasi.9 d. Glioblastoma multiforme (Grade IV) Tumbuh dan menyebar secara agresif. Sel-selnya sangat berbeda dari yang normal. Menyerang pada orang dewasa berumur antara 45 – 70 tahun. Tumor ini merupakan salah satu tumor otak primer dengan prognosis yang sangat buruk.1 Ada 2 tipe dari astrositoma grade IV, primer atau de novo dan sekunder. Tumor primer sangat agresif dan tipe umum dari astrositoma grade IV. Tumor sekunder adalah berawal dari tumor dengan grade yang lebih rendah dan berkembang menjadi tumor grade IV. Mungkin berisi material kista, deposit kalsium, pembuluh darah dan atau campuran dari sel-sel.9 Sejumlah
tumor
astrocytic
juga
dapat
ditemui,
walaupun
biasanya
dipertimbangkan secara terpisah, yaitu pilocytic astrocytoma, pilomyxoid astrocytoma, subependymal astrocytoma dan pleomorphic xanthoastrocytoma.6 WHO
telah
melakukan
banyak
perubahan
klasifikasi
sejak
pertama
dipublikasikan pada tahun 1979. Edisi kedua dipublikasi pada tahun 1993 dan telah mengalami banyak kemajuan dengan diperkenalkannya pemeriksaan imunochemistry. Klasifikasi yang terakhir dipublikasikan pada tahun 2000 yang disusun berdasarkan konsensus yang direkomendasikan oleh International WHO Working Group Experts di Lyon. Derajat I merupakan tumor yang memberikan gambaran histologis yang stabil, yang dikenal sebagai tumor jinak. Tanda-tanda bahwa tumor tersebut atipik seperti kromatin inti yang kasar, bentuk inti yang bernacam-macam, jumlah inti lebih dari satu pada satu sel dan terdapat pseudoinklusi. Selain itu aktivitas mitosis, bentuk sel, proliferasi vaskuler dan nekrosis juga memberikan informasi mengenai perilaku biologi tumor. Kriteria disebut glioblastoma multiforme antara lain, hiperseluler, bentuk sel dan inti sel bermacam-macam, proliferasi endotel, gambaran mitosis dan sering disertai nekrosis. Kriteria astrocytoma anaplastic antara lain, jumlah sel lebih sedikit dibandingkan dengan glioblastoma multiforme, demikian juga dengan gambaran sel dan inti sel serta mitosis yang lebih sedikit, umumnya tidak disertai dengan nekrosis.2
5
2. EPIDEMIOLOGI Astrositoma merupakan tumor otak yang paling banyak dijumpai dan mencakup lebih dari setengah tumor ganas di susunan saraf pusat (SSP). Sebagian besar astrositoma merupakan tumor dengan derajat rendah (WHO grade I - II) dan terjadi di daerah pertengahan otak, seperti daerah cerebellum dan diencefalon. Astrositoma difus (WHO grade II) dapat terjadi di mana saja di SSP tetapi umumnya terjadi di cerebrum. Astrositoma yang derajat tinggi (WHO grade III - IV) umumnya dijumpai di daerah hemisfer cerebri. Sebagian besar kasus terjadi pada dekade pertama kehidupan dengan puncaknya pada usia antara 5-9 tahun. Insidens astrositoma difus terbanyak dijumpai pada usia dewasa muda (30-40 tahun) sebanyak 25 % dari seluruh kasus. Sekitar 10 % terjadi pada usia kurang dari 20 tahun, 60 % pada usia 20-45 tahun dan 30 % diatas 45 tahun.2 Astrositoma grade I dan II disebut sebagai astrositoma derajat rendah dan astrositoma grade III dan IV disebut sebagai astrositoma derajat tinggi. Di Indonesia, astrositoma merupakan keganasan otak tersering kedua setelah meningioma, selama periode 2003 -2010. Departemen RSCM mendapatkan 60 kasus astrositoma dengan 30 kasus merupakan astrositoma derajat rendah dan 19 kasus astrositoma derajat tinggi sedangkan sisanya merupakan tipe campuran. Untuk astrositoma derajat rendah, dilaporkan pria lebih sedikit mendominasi yaitu rasio pria dan wanita 1,18 : 1, umumnya menyerang dewasa muda dan bertendensi untuk menjadi astrositoma dengan derajat yang lebih tinggi.1,11 Astrositoma derajat rendah harus dibedakan dari astrositoma pilositik dalam hal distribusi usia, lokasi dan biologinya.10 Kebanyakan kasus astrositoma pilositik timbul pada 2 dekade awal kehidupan. Tetapi pada astrositoma derajat rendah, 25 % kasus berlaku pada orang dewasa pada usia 30-40 tahun, 10% astrositoma derajat rendah terjadi pada orang berumur kurang dari 20 tahun, 60 % astrositoma derajat rendah terjadi pada usia 20 – 45 tahun dan 30 % astrositoma derajat rendah terjadi pada usia > 45 tahun. Lokasi yang paling sering pada cerebrum dengan predominan pada lobus frontalis (64%) yang diikuti lobus temporalis.1 Pada astrositoma anaplastik, sebagian besar terjadi pada usia 30-50 tahun dan jumlahnya sekitar 4% dari seluruh tumor otak. Sedangkan pada glioblastoma multiforme 6
terjadi pada usia 50 – 80 tahun, lebih umum terjadi pada laki-laki dan jumlahnya sekitar 23 % dari seluruh tumor primer otak.10 3. ETIOLOGI Sejumlah penelitian epidemiologi belum berhasil menentukan faktor penyebab terjadinya tumor otak, terkecuali pemaparan sinar X.1,2,9 Anak – anak dengan limfositik akut yang menerima radioterapi profilaksis pada susunan saraf pusat akan meningkatkan resiko untuk menderita astrositoma bahkan glioblastoma. Tumor ini juga dihubungkan dengan makanan yang banyak mengandung senyawa nitroso (seperti nitosurea, nitrosamine, dan lain-lain). Saat ini penelitian yang menghubungkan tumor jenis ini dengan kerentanan genetik tertentu terus dikembangkan. Tumor ini sering dihubungkan dengan berbagai sindroma seperti Li-Fraumeni Syndrome, mutasi Germline p53, Turcot Syndrome, dan neurofibromatosis tipe 1 (NF-1).1,2 4. PATOFISIOLOGI Astrositoma adalah kelompok tumor SSP primer yang tersering. Astrositoma adalah sekelompok neoplasma heterogen yang berkisar dari lesi berbatas tegas tumbuh lambat seperti astrositoma pilositik hingga neoplasma infiltratif, yang sangat ganas seperti glioblastoma multiforme. Astrositoma fibriler (difus) mempunyai pertumbuhan yang infiltratif. Meskipun paling sering ditemukan pada orang dewasa, tumor ini dapat timbul pada semua usia. Tumor tipe ini paling sering ditemukan pada hemisfer cerebri meskipun dapat ditemukan di mana saja pada SSP. Astrositoma pilositik lebih sering terjadi pada anak meskipun dapat timbul pada semua usia. Tempat yang paling sering terkena adalah cerebellum, ventrikel ketiga dan saraf optikus, tetapi seperti kasus astrositoma fibrilar (difus), semua bagian SSP dapat terkena.1 Astrositoma menginfiltrasi otak dan sering berkaitan dengan kista dalam berbagai ukuran. Walaupun menginfiltrasi jaringan otak, efeknya pada fungsi otak hanya sedikit sekali pada permulaan penyakit. Pada umumnya, astrositoma tidak bersifat ganas walaupun dapat mengalami perubahan keganasan menjadi glioblastoma, suatu astrositoma yang sangat ganas. Tumor-tumor ini pada umumnya tumbuh lambat. Oleh karena itu, penderita sering tidak datang berobat walaupun tumor sudah berjalan bertahun-tahun sampai timbul gejala.1
7
Astrositoma merupakan tumor yang berpotensi tumbuh menjadi invasif, progresif dan menimbulkan berbagai gejala klinik.1 Tumor ini akan menyebabkan penekanan pada jaringan otak sekitarnya, invasi dan destruksi pada parenkim otak. Fungsi parenkim akan terganggu karena hipoksia arterial dan vena, terjadi kompetisi pengambilan nutrisi, pelepasan produk metabolisme, serta adanya pengaruh pelepasan mediator radang sebagai akibat lanjut dari hal tersebut di atas. Efek massa yang ditimbulkan, dapat menimbulkan berbagai gejala defisit neurologis fokal berupa kelemahan suatu sisi tubuh, gangguan sensorik, parese / kelemahan nervus cranialis atau bahkan kejang.1,2 Astrositoma derajat rendah yang merupakan grade II klasifikasi WHO, akan tumbuh lebih lambat dibandingkan yang maligna.1,2,9 Tumor doubling time untuk astrositoma tingkat rendah kira-kira 4 kali lebih lambat dari astrositoma anaplastik (grade III astrocytoma). Sering dibutuhkan beberapa tahun sejak munculnya gejala awal hingga diagnosa astrositoma derajat rendah ditegakkan kira-kira sekitar 3,5 tahun.1,2 Astrositoma derajat rendah ini seringkali disebut diffuse astrocytoma WHO grade II.2 5. GEJALA KLINIK Gejala pada umumnya akibat dari peningkatan tekanan dalam otak.2 Kejang umum merupakan manifestasi utama yang seringkali dijumpai, walaupun secara retrospektif dapat dijumpai gangguan-gangguan lain terlebih dahulu seperti kesulitan bicara, perubahan sensibilitas, dan gangguan penglihatan. Pada tumor low grade astrocytoma kejang-kejang dijumpai pada 80 % kasus dibandingkan high grade sebesar 30 %. Jika dibandingkan dengan astrocytoma anaplastic, gejala awal berupa kejang lebih jarang dijumpai. Gejala lainnya adalah meningkatnya tekanan intracranial sebagai akibat dari pertumbuhan tumor yang dapat menimbulkan edema vasogenik.1,2 Pasien mengalami keluhan-keluhan sakit kepala yang progresif, mual, muntah-muntah, mengantuk, perubahan status mental, gangguan tingkah laku dan gangguan penglihatan (edema papil pada pemeriksaan funduskopi atau diplopia akibat kelumpuhan nervus abducen).1,2,7 Gejala meningkatnya tekanan intracranial lainnya adalah
hidrosefalus.1,2 Semakin
bertumbuhnya tumor gejala-gejala yang ditemukan sangat bergantung dari lokasi tumor. 1,2,7,9
Tumor supratentorial dapat menyebabkan gangguan motorik dan sensitivitas,
hemianopsia, afasia atau kombinasi gejala-gejala. Sedangkan tumor fossa posterior dapat
8
menimbulkan kombinasi dari gejala-gejala kelumpuhan saraf cranial, disfungsi cerebellum dan gangguan kognitif. 1,2 Pada anak anak muda, peningkatan tekanan dalam otak akibat astrositoma bisa menyebabkan kepala membesar. Perubahan (seperti bengkak) mungkin bisa diobservasi pada bagian belakang mata, pada blind spot. Biasanya tidak ada perubahan pada temperatur, tekanan darah, nadi atau respirasi, kecuali sesaat sebelum kematiannya. Kejang umum lebih sering terjadi jika disertai meningioma, pertumbuhan astrositoma dan oligodendroglioma lebih lambat dibanding dengan glioma yang maligna.2 6. DIAGNOSIS Evaluasi neurologis sebaiknya dilakukan pada pasien dengan tanda-tanda gangguan mental yang progresif secara pelan, kejang yang pertama kali terjadi, pusing menetap, atau kejadian peningkatan tekanan intracranial, seperti muntah bengkak, penonjolan blind spot pada bagian belakang mata.2 Seorang neurologis melakukan pemeriksaan yang lengkap seperti MRI, CT Scan, dan rontgen thorax untuk menentukan apakah tumor telah menyebar ke bagian tubuh yang lain. MRI biasanya dapat menemukan astrositoma derajat rendah lebih awal dibanding CT Scan. Cerebral angiografi jarang digunakan untuk mendiagnosis tumor otak, tetapi ini bisa dilakukan sebelum operasi.2 Tergantung gejala dari pasien, tes khusus mungkin diperlukan, seperti tes lapang pandang, ketajaman penglihatan dan pendengaran.2 7. PEMERIKSAAN PENUNJANG Pemeriksaan CT scan dan MRI kepala dengan dan tanpa kontras, sangat membantu dalam evaluasi patofisiologi tumor, diagnosis, penentuan grading, perencanaan terapi dan follow up dari respon terapi.2,3 MRI dapat memberikan gambaran yang lebih baik daripada CT scan.2,11 Edema, bentuk kistik dan perdarahan, lebih sering ditemukan pada MRI, sedangkan CT scan lebih bisa menemukan kalsifikasi daripada MRI. Dengan menggunakan media kontras untuk CT atau MRI, dapat memperkirakan area yang mengalami gangguan blood brain barrier dan kebocoran kontras.3 a. CT Scan Pada astrositoma tingkat rendah, dapat memperlihatkan gambaran hipodens dengan bentuk irreguler dan tepinya bergerigi, batas tidak jelas, homogen, tanpa 9
penyangatan kontras.1,2 Kadang-kadang dapat ditemukan kalsifikasi, perubahan kistik dan sedikit penyangatan kontras.2,3 Astrositoma yang lain berbentuk bulat atau oval dengan tepi yang tegas yang dapat disertai dengan kista. Adanya tumor kistik akan lebih nyata bila ditemukan fluid level di dalam lesi atau adanya kebocoran kontras media ke dalam tumornya. Kalsifikasi tampak pada 81 % dan efek massa tampak pada 50 %. Enhancement terlihat pada 50 %, biasanya merata dan tidak tajam. 1 Pada CT polos astrositoma anaplastik, tampak gambaran hipodens atau densitas campuran yang heterogen.1,2 Umumnya disertai dengan enhancement kontras.2 Enhancement media kontras tampak pada 78 %, dapat berupa gambaran lesi yang homogen, noduler atau pola cincin yang komplek.1 Gambaran CT scan pada glioblastoma multiforme, tampak gambaran yang tidak homogen, sebagian massa hipodens, sebagian hiperdens dan terdapat gambaran nekrosis sentral. Tampak penyangatan pada tepi lesi sehingga memberikan gambaran seperti cincin dengan dinding yang tidak teratur.1,2 b. MRI Pada MRI penampakan tumor pada potongan axial dan sagital adalah metode pilihan pada kasus kasus curiga astrositoma. MRI memberikan garis batas tumor lebih akurat dibandingkan dengan CT Scan dan MRI Scan yang teratur dapat dilakukan sebagai kontrol pasca penatalaksanaan. Dengan CT Scan, astrositoma biasanya terlihat sebagai daerah dengan peningkatan densitas dan menunjukkan peningkatan setelah penginfusan dari bahan kontras. Pergeseran struktur-struktur garis tengah dan penipisan dinding ventrikel lateralis di sisi tumor dapat terlihat.1 Secara umum astrositoma memberikan gambaran isointens pada T1 dan hiperintens pada T2.2 Pada glioma derajat tinggi dan astrositoma anaplastik umumnya partial enhancement. Tumor ini biasanya isointens pada T1, tetapi hiperintens pada T2. Glioblastoma multiforme biasanya menunjukkan enhancing ring pada T2 dan edema yang luas di sekitar lokasi. Terdapat hipodens sentral di daerah dengan nekrosis.3 Sebagian besar glioma derajat tinggi berlawanan enhance dengan tumor derajat rendah jika menggunakan kontras paramagnetic. MRI dipertimbangkan sebagai metode pilihan untuk diagnosis tumor ini, tetapi CT scan mungkin juga bisa
10
membantu pada beberapa kasus seperti saat akut atau ketika MRI merupakan kontra indikasi.3 c. Positron Emission Tomography (PET) Peran dari PET adalah untuk mendiagnosis dan pengobatan pada pasien ini. Astrositoma derajat rendah terjadi hipometabolik, dan karenanya akan muncul “cold spot”. Akan tetapi, jika berubah menjadi ganas akan terjadi hipermetabolik, karenanya akan muncul “hot spot”.11 d. Gambaran Histopatologi Terdapat empat variasi gambaran histopatologi low grade astrocytoma antara lain, astrositoma protoplasmik, umumnya terdapat pada bagian korteks dengan sel-sel yang banyak mengandung sitoplasma. Bentuk ini mencakup 28 % dari jenis astrositoma yang menginfiltrasi ke parenkim sekitarnya, astrositoma gemistositik, sering ditemukan pada hemisfer serebral orang dewasa terdiri dari sel bundar yang besar dengan sitoplasma eosinofilik dan eksentrik. Bentuk ini mencakup 5-10% dari glioma hemisfer, astrositoma fibrilar, merupakan bentuk yang paling sering ditemukan dan berasal dari massa putih cerebral dengan sel yang berdifferensiasi baik berbentuk oval dan kecil. Tumor ini ditandai dengan jumlah sel yang meningkat dengan gambaran latar belakang yang fibriler. Untuk melihat gambaran fibriler ini dapat digunakan glial fibrillary acidic protein (GFAP) dan campuran.1,2 8. PENATALAKSANAAN Pada saat menentukan jenis pengobatan bagi penderita astrositoma, perlu dinilai manfaat yang akan diperolehnya. Manfaat tersebut diukur berdasarkan lamanya pemberian pengobatan. Dan yang paling penting adalah kualitas hidup penderita setelah pengobatan.2 Pengobatan
tumor
otak
tergantung
dari
sifat
tumor,
seberapa
cepat
pertumbuhannya, apa saja gejalanya, dan di mana lokasinya. Biasanya beberapa pendekatan pengobatan digunakan.7 Operasi biasanya dilakukan untuk membuat diagnosis dan memperbaiki gejala. Ini mungkin cukup sebagai pengobatan tumor otak jinak.1
11
a. Konservatif Biasanya astrositoma anaplastik ditangani dengan operasi, radioterapi dan temozolomide adjuvan. Beberapa parktisi menambahkan temozolomide secara bersamaan, meskipun tidak ada data dari percobaan terkontrol yang ada untuk mendukung temozomolide bersamaan.1 Astrositoma anaplastik biasanya lebih responsif terhadap kemoterapi dibandingkan glioblastoma. Untuk astrositoma anaplastik berulang yang sebelumnya diobati dengan nitrosoureas, temozolomide menunjukkan tingkat respon 35 % dan dibandingkan dengan terapi dengan tingkat respon yang lebih rendah, temozolomide memberikan peningkatan harapan hidup 6 bulan (31% - 46 %).1 Pasien dengan astrositoma dan riwayat kejang harus menerima terapi antikonvulsan dengan monitoring konsentrasi obat dalam aliran darah. Penggunaan antikonvulsan profilaksis pada pasien astrositoma tanpa riwayat kejang telah dilaporkan tetapi masih kontroversial.1 Anti konvulsan dapat mencegah terulangnya kejang dan mengakhiri aktivitas kejang klinis.1 Obat ini dapat menimbulkan efek samping dan mengganggu pemberian kemoterapi.3 Levetiracetam digunakan sebagai terapi tambahan untuk kejang parsial dan kejang mioklonik. Juga diindikasikan untuk primer umum tonik klonik. Mekanisme tindakan tidak diketahui. Phenytoin efektif dalam parial dan umum tonik klonik. Blok saluran natrium dan mencegah penghambatan aksi potensial repetitif. Carbamazepine mirip dengan phenytoin. Efektif dalam parsial dan umum tonik klonik. Blok saluran natrium dan mencegah panghambatan aksi potensial repetitif.1 Penggunaan
kortikosteroid,
seperti
deksametason, dapat mempercepat
pengurangan efek massa tumor pada kebanyakan pasien sekunder. Kortikosteroid dapat mengurangi edema sekitar tumor, sering mengarah pada perbaikan gejala dan obyektif. Dexametason dapat menurunkan permeabilitas pembuluh darah, berefek sitotoksik pada tumor, menghambat pembentukan tumor dan penurunan produksi CSF. Profilaksis untuk ulkus gastrointestinal pemberian resep harus bersamaan dengan kortikosteroid.1 Pemberian steroid harus segera dihentikan setelah dilakukan tindakan pembedahan.2 12
Anti neoplastik (agen alkilasi) dapat menghambat pertumbuhan sel dan proliferasi. Temozolomide merupakan agen alkilasi oral yang dikonversi ke MTIC pada pH fisiologis, 100% tersedia secara herbal, sekitar 35 % melintasi sawar darah otak.1 b. Operatif Pembedahan dilakukan berdasarkan besarnya tumor didalam otak dan status fungsional penderita. Penderita yang menderita tumor yang berlokasi di pusat vital dengan hemiparesis, disfasia/afasia, penderita usia lanjut bukan merupakan indikasi untuk operasi.2 Peran dari operasi pada pasien dengan astrositoma adalah untuk mengangkat tumor dan untuk menyediakan jaringan untuk diagnosis histologis memungkinkan menyesuaikan terapi adjuvan dan prognosis.1,2,7 Ini mungkin cukup sebagai pengobatan tumor otak jinak, namun pada astrositoma derajat tinggi tindakan pembedahan harus ditambahkan dengan radioterapi dan kemoterapi.2 Teknik biopsi adalah cara aman dan metode sederhana untuk menetapkan diagnosis jaringan. Penggunaan biopsi dapat dibatasi oleh sampel gagal dan resiko biopsi oleh perdarahan intra cerebri. Pengalihan CSF dengan drainase ventrikel eksterna (EVD) atau shunt ventriculoperitoneal (VPS) mungkin diperlukan untuk mengurangi tekanan intrakranial sebagai bagian dari menajemen non operatif atau sebelum terapi bedah definitif jika disertai dengan hidrosefalus.1 Reseksi total astrositoma sering tidak mungkin karena tumor sering menyerang ke wilayah lain dari otak dan menunjukkan infiltrasi tumor yang hanya terdeteksi pada skala mikroskopis. Oleh karena itu, reseksi bedah hanya menyediakan manfaat kelangsungan hidup yang lebih baik dan diagnosis histologis tumor daripada menawarkan penyembuhan. Namun, kraniotomi untuk reseksi tumor dapat dilakukan dengan aman dan umumnya dilakukan dengan maksud untuk menyebabkan cedera neurologis paling mungkin untuk pasien. Reseksi total (> 98% berdasarkan volumetrik
MRI)
ditujukan
untuk
meningkatkan 1
dibandingkan dengan reseksi subtotal (8,8 – 13 bulan).
13
harapan
hidup
rata-rata
c. Terapi Radiasi Terapi radiasi diperlukan untuk pengobatan glioma. Terapi radiasi mungkin berguna dalam jangka waktu singkat untuk tumor yang telah menyebar dari bagian tubuh lain.7 Pemberian radioterapi pada penderita astrositoma mampu memperkecil massa tumor dan memperbaiki gejala-gejala neurologis sebesar 50-75% kasus.2 d. Kemoterapi Pada saat ini, kemoterapi bukanlah pilihan utama untuk pengobatan astrositoma. Bila tumor menjadi ganas, pembedahan, radioterapi dan pemberian kemoterapi dapat dilakukan. Astrositoma yang ganas bersifat incurable dan tujuan utama pengobatan adalah untuk memperbaiki gangguan neurologis (seperti fungsi kognitif)
dan
memperpanjang
kelangsungan
hidup
penderita.
Pengobatan
simptomatis, rehabilitasi dan dukungan psikologis sangat penting.2 9. KOMPLIKASI Meskipun cedera neurologis (berpotensi merugikan) dan kemungkinan kematian tetap ada, tindakan bedah untuk astrositoma tetap harus dipertimbangkan untuk mengurangi massa tumor dan untuk menghindari cedera saraf permanen. Defisit neurologis sementara karena peradangan lokal atau luka mungkin terjadi, tetapi sering membaik setelah fisioterapi dan rehabilitasi.1 10. PROGNOSIS Prognosis penderita astrositoma tergantung dari usia, status fungsional, grade histologist, banyaknya tumor yang diambil saat operasi, sedikitnya defisit neurologis pre operasi, lama munculnya gejala sampai dilakukan operasi, kejang sebagai gejala awal dan riwayat operasi pada tahun terakhir.2,11 Penderita usia ≤ 45 tahun mempunyai kelangsungan hidup empat kali lebih besar dibandingkan penderita berusia ≥ 65 tahun. Pada low grade astrocytoma, prognosis lebih buruk jika disertai dengan peningkatan tekanan intracranial, gangguan kesadaran, perubahan perilaku, defisit neurologis yang bermakna dan adanya penyangatan kontras pada pemeriksaan radiologi.2 Usia saat terdiagnosis merupakan faktor terpenting yang berhubungan dengan harapan hidup.11 Harapan hidup setelah tindakan operatif dan radioterapi dapat menguntungkan bagi astrositoma grade rendah. Bagi pasien yang menjalani operasi, prognosis tergantung pada perkembangan neoplasma, apakah berkembang menjadi lesi yang lebih ganas atau 14
tidak. Untuk lesi grade rendah, waktu harapan hidup setelah tindakan bedah dirataratakan mencapai 6-8 tahun.1 Dalam kasus astrositoma anaplastik, perbaikan keadaan umum atau stabilisasi dapat ditentukan setelah reseksi bedah dan radiopterapi dan rata-rata 60-80 % pasien dapat melanjutkan hidupnya secara optimal. Faktor – faktor seperti semangat hidup, status fungsional, tingkat pembedahan dan radioterapi yang memadai juga mempengaruhi hidup pasca operasi.1 Laporan terakhir menunjukkan bahwa radioterapi tumor yang direseksi tidak sempurna meningkatkan 5 tahun harapan hidup pasca opersasi 0-25%, untuk tingkat rendah astrositoma dan 2-16 % untuk astrositoma anaplastik. Selanjutnya tingkat harapan hidup rata-rata pasien dengan astrositoma anaplastik yang menjalani reseksi dan radioterapi telah dilaporkan dua kali lipat lebih baik dari pasien yang hanya menerima terapi operatif tanpa radioterapi.1 B. ABSES CEREBRI 1. DEFINISI Abses otak adalah abses pada parenkim otak yang disebabkan oleh karena adanya inflamasi dan kumpulan bahan supuratif yang berasal dari lokal ( infeksi telinga, abses gigi, infeksi sinus paranasal, infeksi mastoid pada os temporal, abses epidural) atau sumber infeksi yang jauh (paru, jantung, ginjal dll) yang disebabkan oleh bakteri piogenik.9,12,13 Abses cerebri ini bisa terjadi pada semua umur, tetapi lebih sering terjadi pada dekade ke tiga dari kehidupan.9,13 Pria terkena 2 kali lebih sering dibanding wanita.4 2. ETIOLOGI Penyebab abses otak adalah bakteri piogenik yang menyebar ke otak secara perkontinuitatum atau hematogen.4 Bakteri yang dapat diisolir dari abses otak adalah bakteri aerob ( staphylococcus aureus, streptococcus pneumoni, streptococcus viridians, haemophylus influenza, baccilus gram negatif) dan bakteri anaerob (bacteriodes fragilis, microaerophyliccocci, actinomyces israelii, bacteriodes Sp, fusobacterium).4,13 Bakteri aerob lebih sering dibanding anaerob terutama golongan streptococcus (32,1 %) disusul gram negatif bacilli (15,7%), staphylococcus aureus (13,4 %). Dilaporkan bahwa staphylococcus aureus lebih virulen daripada alpha hemolytic streptococcus pada pembentukan abses otak.4 Selain itu bisa juga jamur dan parasit.12,13 Jamur dan parasit 15
biasanya dihubungkan dengan pasien imunocompromise. Penyebab yang lain : nocardia asteriodes, mycobacterium, fungi, protozoa dan cacing. Organisme yang sering menyebabkan abses cerebri pada penderita AIDS adalah poliovirus, toxoplasma gondii, dan cryptococcus neoformans.13 3. PATOGENESIS DAN PATOLOGI Abses otak merupakan infeksi sekunder dari penyakit otogenik (sinus paranasalis, telinga tengah, sel mastoid), odontogen, trauma kepala, tindakan pembedahan craniotomi, dan infeksi lain di dalam tubuh dan berhubungan dengan penyakit jantung bawaan serta endokarditis. 4,12,13 Infeksi tersebut sampai ke otak secara perkontinuitatum, hematogen, atau kombinasi keduanya.4,12 Smart melaporkan 0,5 % Otitis Media Akuta (OMA) dan 3 % dari Otitis media Kronik (OMK) dan mastoiditis dapat terjadi melalui destruksi tulang timpani yang disebabkan adanya cholesteatoma, hematogen yang didahului trombophlebitis atau melalui perivasculer sheath dan bisa juga melalui struktur anatomis yang sudah ada yaitu foramen ovale, foramen rotundum, canalis n facialis dan meatus acusticus internus.4 Penjalaran odontogenik ke arah cerebral jarang terjadi, namun membahayakan jiwa penderita. Penjalaran perkontinuitatum odontogenik bisa melalui intra temporalis dan fossa pterygopalatina dan orbita, foramen (lacerum, ovale, rotundum), fossa opticum, dan hematogen melalui trombophlebitis vena wajah yang menyebabkan trombosis sinus cavernosus ke otak.4 Kondisi umum yang berhubungan dengan abses otak adalah kelainan jantung kongenital sianotik (CCHD). CCHD terdapat ± 3,4 % - 13,5 % dari penderita abses otak. Pada anak 2-6 % CCHD didapati abses otak dan tetralogi fallot merupakan yang tersering ± sekitar 4 % dari 218 kasus endokarditis menderita abses otak. Abses paru merupakan 50 % dari abses otak yang hematogen. Tindakan bedah craniotomi misalnya pemasangan traksi hallo pada cedera cervical, pemasangan pintasan hidrosefalus dan trauma kepala menyebabkan abses otak.4 Tahap-tahap abses cerebri, diawali dengan terjadinya reaksi peradangan yang difus pada jaringan otak yang ditandai oleh adanya infiltrasi leukosit, edema otak, perlunakan dan kongesti, kadang disertai bintik-bintik perdarahan. Beberapa hari kemudian terjadi nekrosis dan pencairan pada pusat lesi sehingga terbentuk rongga abses, 16
Astroglia, fibroblast, makrofag mengelilingi jaringan yang nekrotik dan terbentuk abses yang tidak berbatas tegas. Tahap lanjut berupa fibrosis yang progresif sehingga terbentuk kapsul dengan dinding yang konsentris.12 Secara histopatologi, abses cerebri terdiri dari 4 stadium, yaitu Stadium I (Early cerebritis, 1-3 hari), stadium II ( late cerebritis, 4-9 hari), stadium III ( early capsule formation, 10 – 13 hari) dan stadium IV ( late capsule formation, > 14 hari).4 4. GAMBARAN KLINIS Gejala dari abses otak merupakan kombinasi dari peningkatan tekanan intra cranial (nyeri kepala, muntah, confuse, koma), infeksi (demam, fatigue, dll) dan kerusakan neurologis fokal (hemiparesis, afasia, dll). Gejala klinis yang sering terjadi pada abses otak seperti demam, sakit kepala, muntah, kejang fokal / umum, kelemahan separuh tubuh, gangguan bicara, kaku kuduk, malaise gangguan penglihatan dan gangguan endokrin.4,12,13 Dari pemeriksaan neurologis bisa didapatkan GCS (Glascow Coma Scale) menurun, rangsangan meningeal yang positif, gangguan nervus cranialis, papiledema, afasia motorik, sensorik, gangguan motorik, (parese, hiperefleksi, refleks patologi, hipertonus otot), gangguan sensibilitas dan saraf otonom, gangguan cerebellar.4 Tanda dan gejala yang timbul tergantung lokasi abses otak.4,13 Sebagai contoh, abses di cerebellum, keluhan tambahan terjadi akibat tekanan pada batang otak dan hidrosefalus. Pemeriksaan neurologis mungkin menunjukkan kaku kuduk pada kasus tertentu (sering dikelirukan dengan meningitis). Trias gejala yang sangat mengarah ke diagnosis abses cerebri adalah nyeri kepala, demam dan ditemukannya defisit neurologis fokal.13 Gambaran klinis abses otak dapat di DD dengan tumor intracranial, tuberkuloma, meningitis, Space Occupying Lession (SOL).4,12 5. PEMERIKSAAN PENUNJANG a. Pemeriksaan Laboratorium Pemeriksaan darah tepi menunjukkan lekositosis dan laju endap darah yang meningkat.4,12 Pemeriksaan cairan cerebrospinal didapatkan tekanan meningkat, sel meningkat sampai 20-300 mm3, protein meningkat sampai 100 mg%, glukosa normal/ menurun. Bakteri bisa ditemukan pada biakan cairan cerebrospinal atau fokus infeksi.4 17
b. Rontgen Kepala Pada foto kepala dapat dilihat tanda peningkatan tekanan intrakranial, gas dalam rongga abses dan abnormalitas selulae mastoid dan sinus paranasalis.4 c. CT Scan Diagnosis ditegakkan dengan pemeriksaan CT dengan kontras. Pada fase awal inflamasi (cerebritis), lesi yang immatur tidak memiliki kapsul dan ini sulit di bedakan dengan space-occupying lesion atau infark di otak. Setelah 4-5 hari inflamasi, yang disertai dengan kematian jaringan otak yang dikelilingi kapsul, memberikan gambaran lesi yang dikenal sebagai ring enhancing lession pada CT dengan kontras (karena bahan kontras yang diinjeksi intravena tidak dapat melewati kapsul, akibatnya terkumpul di sekitar lesi dan tampak sebagai cincin di sekitar lesi yang relatif gelap). Prosedur penusukan lumbal, yang dilakukan pada beberapa penyakit infeksi sistem saraf pusat, dikontraindikasikan pada kondisi ini (space occupying lesion otak), karena mengambil cairan cerebrospinal bisa merubah keseimbangan dasar tekanan intracranial dan menyebabkan jaringan otak menjadi bergeser (herniasi otak).4,13 Ring enhancement juga tampak pada perdarahan cerebri dan beberapa tumor otak. Akan tetapi, jika perkembangannya berjalan cepat disertai demam, ditemukan neurologis fokal (hemiparesis, afasia dll) dan tanda peningkatan tekanan intrakranial, diagnosis yang paling mendekati adalah abses otak.13 d. MRI Gambaran abses otak dengan MRI pada T1`terlihat capsul enhancement dan abses merupakan area hipodens sedangkan pada T2 terlihat enhancement pada abses dan kapsul hipodens.4 Diffusion weighted imaging (DWI), baru-baru ini dinyatakan dapat membedakan abses dan tumor dengan area nekrotik.5 e. Elektro Encephalografi (EEG) Pemeriksaan EEG pada abses cerebri biasanya akan membangkitkan aktivitas gelombang delta dengan amplitudo tinggi.4
18
6. DIAGNOSIS Diagnosis abses otak bisa ditegakkan berdasarkan gambaran klinis, laboratorium, dan pemeriksaan penunjang yang lain.4 7. PROGNOSIS Sebelum era CT, prognosis abses cerebri adalah buruk, tetapi sekarang, abses yang diobati sebelum pasien menjadi koma, perkiraan nilai kematian 5 – 20% walaupun nilai tersebut akan lebih besar pada kasus multipel abses, ditemukannya peningkatan tekanan intracranial dan tingkat disfungsi neurologis. Pengobatan yang dini dan tingkat kesehatan pasien mempengaruhi prognosis. Faktor lain seperti resisten antibiotik atau lokasi abses.13 Prognosis abses otak adalah jelek bila kesadaran menurun, abses terletak di fossa posterior, letak lesi sulit dan dalam, abses ganda dan terapi yang tidak adekuat.4 8. PENATALAKSANAAN ABSES OTAK a. Konservatif Penanganan konservatif dilakukan pada abses otak stadium cerebritis, abses kecil berdiameter ± 2-3 cm, berlokasi di batang otak, abses dengan lokasi sulit dan dalam. Penanganan konservatif dalam bentuk perawatan umum yang meliputi 5 B (blood, brain, breath, bladder, dan bowel) dan terapi kausal.4 Penggunaan antibiotik: ampisilin 2 gr/6 jam iv (200-400 mg/kgBB/hari) selama 2 minggu, kloramphenicol 1 gr/6 jam iv selama 2 minggu, metronidazole 500 mg/8 jam iv selama 2 minggu), Anti edema (dexametason/manitol), analgetik untuk meringankan nyeri kepala (ketorolac).12 b. Operatif Operasi dilakukan bila tindakan konservatif gagal atau abses berdiameter 2 cm.12 Operasi dilakukan ahli bedah saraf dengan teknik eksisi, aspirasi atau drainase.4 Tindakan drainase abses merupakan standar pengelolaan abses otak. Lokasi dan pengobatan lesi primer juga penting, seperti pengambilan bahan-bahan asing seperti tulang, kotoran, peluru dll. Akan tetapi ada pengecualian pada kasus-kasus tertentu, seperti meningitis karena haemophilus influenza, yang sering dihubungkan dangan subdural efusi yang sering dikelirukan dengan subdural empyema, tidak memerlukan tindakan bedah, hanya menggunakan antibiotik saja. Begitu juga pada abses karena mycobacterium tuberculosis, tindakan drainase hanya diperlukan untuk identifikasi 19
penyebab dan tidak diperlukan lagi tindakan bedah yang lain.14 Akhir-akhir ini dikembangkan cara CT guided Stereotactic Aspiration dan Stereotactic Biopsy.4
20
BAB III LAPORAN KASUS
Tanggal 3 Agustus 2012, datang seorang pasien, Ny. DE, umur 33 tahun, no RM : 15955xx dengan keluhan utama nyeri kepala terus-menerus. Pasien merupakan rujukan dari RS J dengan diagnosis: susp. astrocytoma. Riwayat penyakit pasien ini yaitu: selama kurang lebih sebulan sebelum masuk rumah sakit, penderita mengeluh nyeri kepala terus-menerus, memberat bila malam hari, disertai dengan mual (+), muntah (+), pandangan kabur (+), dobel (-), bicara nglantur (+), kejang (-), kesemutan sesisi, gangguan BAB dan BAK, demam (+) dan ngliyer (+). Riwayat penyakit dahulu: Pasien pernah berobat ke RS M dan dilakukan pemeriksaan CT scan (tanggal 19 Juli 2012, CT scan kepala di RS M) dengan hasil: Medula dan cortex densitas relatif inhomogen, sistema ventrikel simetris dan tampak menyempit, sisterna insuler dan basal sisterna menyempit, struktur mediana deviasi ke dextra 3 mm. Kesan : Oedema cerebri, lateralisasi ke dextra 3 mm. Kemudian pasien berobat ke RS J dan di RS J dilakukan pemeriksaan laboratorium (tanggal. 1 agustus 2012), dengan hasil: HB : 13,7 g/dl; Hct : 39,7 g/%; AL : 11.320 /ul,; AT : 303.000; GDS: 94; Na : 139 mEq/L; K : 3,4 mEq/L; Cl : 106 mEq/L dan juga dilakukan CT scan kepala ulang (tanggal 2 agustus 2012, CT scan di RS J), dengan hasil: Tampak perselubungan isodens bentuk lobulated batas tak tegas di lobus temporalis sinistra dengan perifokal edema, ukuran 45 mm x 31 mm x 52 mm, dengan kontras tampak slight enhancement. Ventrikel lateralis sinistra tampak menyempit, ventrikel III tampak terdesak dan ventrikel IV masih tampak. Deviasi struktur mediana ke kanan setinggi lesi kurang dari 2 cm. Diff. white matter dan gray matter normal, batang otak normal. Sinus tak tampak perselubungan, cellulae mastoid normal. Kesan: massa tumor intracerebral di lobus temporalis sinistra (astrocytoma gr I (low grade astrocytoma). Pada pemeriksaan fisik didapatkkan: KU sedang CM. T: 120/80; N: 86 x/mnt; RR: 20x/mnt; S: afebril. Kepala : pupil isokor diameter 3mm/3mm, RC +/+ MS (-), KK (-). N. cranial kesan parese N VII dextra. Di RSS dilakukan CT scan kepala ulang (tanggal 8 Agustus 2012) dengan hasil: 21
Kesan: Oedema cerebri diffuse, Curiga encephalitis dengan absces cerebri di lobus temporoparietalis sinistra Terapi yang diberikan: Hexilon 125 mg/8 jam, Neurotam 12 gr/24 jam, Farmadol 1 fl/8 jam, Cernevit 1 amp/ 24 jam, Ceftum tab 2x100mg. Pada tanggal 6 Agustus 2012 dikonsulkan ke radioterapi dan direncanakan untuk simulator dengan dosis 60-70 Gy. Tanggal 8 Agustus 2012, penderita mengalami kejang-kejang dan menderita meninggal dunia (tanggal 9 Agustus 2012) dengan sebab suspect herniasi tentorial
22
BAB IV PEMBAHASAN
Ketika menganalisa suatu tumor/lesi di otak, ada banyak pertanyaan yang perlu dijawab. Yang pertama perlu diketahui adalah usia dari pasien, karena adanya perbedaan kejadian dari tumor/lesi di otak disesuaikan dengan umur. Usia pasien merupakan faktor penting untuk differensial diagnosis. Tumor tertentu terjadi di bawah usia 2 tahun, seperti papiloma pleksus koroid, astrocytomas anaplastik dan teratoma. Pada dekade pertama tumor medulloblastoma, astrocytoma, ependymoma dan glioma craniopharyngiomas yang paling umum, sedangkan metastasis sangat jarang. Ketika metastase terjadi pada usia ini, neuroblastoma adalah yang paling sering. Pada orang dewasa sekitar 50% dari semua lesi SSP adalah metastasis. Tumor umum lainnya pada orang dewasa adalah astrocytoma, glioblastoma multiforme, meningioma, oligodendroglioma, adenoma hipofisis dan schwannoma. Astrocytoma terjadi pada semua usia, tetapi glioblastoma multiforme sebagian besar terlihat pada orang tua. Meskipun kanker jarang terjadi pada anak-anak, tumor otak adalah kanker anak yang paling umum setelah leukemia dan limfoma. Sebagian besar tumor pada anak-anak berada infratentorial.15 Pada kasus ini, pasien berusia 33 tahun. Kemudian, kita perlu tahu lokasi lesi, apakah intra atau extra aksial dan kompartemen anatomi apa yang terlibat? Misalnya lokasi di area sellar atau pontocerebellar? Apakah masa soliter atau multifocal? Lesi disebut intra aksial, jika secara sempurna dikelilingi jaringan otak, misalnya: matastasis, perdarahan intracranial, tumor-tumor intracranial primer dan abses. Jika lesi di luar otak atau ekstra-aksial, maka lesi ini tidak benar-benar tumor otak, tapi berasal dari selaput otak atau struktur di sekitarnya. Delapan puluh persen dari lesi ekstra-aksial ini akan berupa meningioma atau schwannoma. Contoh yang lain yaitu: perdarahan subdural/epidural, kista dermoid atau epidermoid.
Tanda lain dari ekstra-aksial adalah
perubahan tulang. Perubahan tulang terlihat pada tumor tulang seperti kordoma, kondrosarcoma dan metastasis. Tumor ekstra-aksial tidak berasal dari jaringan otak dan tidak memiliki blood brain barrier sehingga sebagian besar dari tumor ekstra-aksial enhance homogen.15
23
Pada kasus terlihat lesi terletak/berada di lokasi intraaksial. Perbedaan antara intra-aksial dibandingkan ekstra-aksial biasanya sangat nyata perbedaannya, tapi kadang-kadang bisa sangat sulit sehingga diperlukan beberapa imaging.15 Terjadi perbedaan dalam hasil ekpertise dalam kasus ini, yaitu CT scan kepala tanggal 2 agustus 2012 dikesankan sebagai massa tumor intracerebral (astrocytoma gr I (low grade astrocytoma), sedangkan CT scan kepala pada tanggal 8 Agustus 2012 dikesankan sebagai oedema cerebri diffuse, curiga encephalitis dengan absces cerebri. Untuk membedakan abses cerebri dengan kistik atau tumor nekrosis kadang-kadang sulit secara CT atau MR imaging. Kesulitan diagnosis abses cerebri dengan lesi kistik mapun nekrosis tumor, disebabkan karena temuan klinis yang tidak spesifik dan gambaran morfologi yang hampir mirip.5 CT scan
tumor cerebri dengan area nekrosis akan memberikan gambaran massa
ekspansil dengan sentral nekrosis disertai oedema vasogenik yang luas di sekitarnya. CT non kontras didapatkan massa yang heterogen, lobulated, oedema white mater yang bermakna di sekitarnya, kadang ditemukan kalsifikasi dan umumnya terdapat nekrosis/perdarahan. CT dengan kontras, terdapat ring enhancemen yang tebal irregular, tepi dalam kasar dan pola ring yang multiloculer.5,14 Kontras enhancemen CT scan abses cerebri berupa rim enhancemen dengan batas tegas, dinding tipis (2-7 mm), regular, convex uniform, tepi luar dan dalam halus (late abses).5,14 Oedema vasogenik sekitar pada abses cerebri relatif luas dibanding ukuran lesi.14 Beberapa diagnosis banding
dengan ring enhancing cerebral lesion meliputi abses
serebri, metastase, glioma, infark sub akut / perdarahan / contusio, demyelinasi, nekrosis akibat radiasi, hematoma yang membaik, AIDS dan limfoma.14,16 Karakteristik primer dari lesi ring enhancing adalah, pada bagian central terdiri dari jaringan yang avaskuler (jaringan mati atau yang akan mati pada neoplasma), old blood, otak yang terinfeksi atau nekrotik (abses dan serebritis), tumor yang mensekresi cairan, atau jaringan normal yang berdekatan dengan ring jaringan yang abnormal. Biasanya akan muncul satu atau lebih dari gambaran: jaringan mati / nekrotik (neoplasma, nekrosis akibat radiasi, old infarction), perdarahan (perdarahan lama atau baru), cairan kista (craniopharyngioma, pilocytic astrocytoma, hemangioblastoma, dll), pus (abses), jaringan normal (reparative phase of demyelination).16 Pada kasus didapatkan gambaran CT scan berupa lesi intraaksial (di lobus temporoparietalis sinistra), inhomogen, bentuk membulat, single, batas relatif tegas dengan perifokal oedema yang luas, mass effect (+) dan post pemberian kontras tampak slight enhancemen, 24
tampak ring enhancemen yang tebal, irregular sehingga menyokong gambaran suatu massa (tumor) intracranial astrocytoma grade II. Didukung dengan gambaran klinis yang menyokong dan tidak adanya respon dengan pemberian antibiotika sehingga menyingkirkan diagnosis abses cerebri.
25
BAB V KESIMPULAN
Pada laporan kasus ini dilaporkan mengenai pasien perempuan usia 33 tahun dengan gejala/keluhan berupa nyeri kepala terus-menerus, memberat bila malam hari, disertai dengan mual (+), muntah (+), pandangan kabur (+), bicara nglantur (+), kesemutan sesisi, gangguan BAB dan BAK serta ngliyer (+). Pasien dilakukan pemeriksaan CT scan kepala sebanyak 3 kali dengan hasil ekspertise yang berbeda-beda. CT scan kepala yang pertama dikesankan sebagai oedema cerebri, lateralisasi ke dextra 3 mm; CT scan kepala yang kedua dikesankan sebagai massa tumor intracerebral di lobus temporalis sinistra (astrocytoma gr I (low grade astrocytoma) dan CT scan kepala yang ketiga dikesankan sebagai oedema cerebri diffuse, curiga encephalitis dengan absces cerebri di lobus temporo-parietalis sinistra. Berdasar hasil pemeriksaan dan ditunjang beberapa literature yang mendukung, maka diagnosis mendukung ke arah massa tumor intracerebri di lobus temporo-parietalis sinistra dengan oedema cerebri diffuse. Kesimpulan gambaran mendukung ke arah massa intracerebri yaitu astrocytoma grade II, dikarenakan melihat hasil pemeriksaan CT scan kepala yang kedua dan ketiga didapatkan lesi intraaksial (di lobus temporo-parietalis sinistra), inhomogen, bentuk membulat, single, batas relatif tegas dengan perifokal oedema yang luas, mass effect (+) dan post pemberian kontras tampak slight enhancemen, tampak ring enhancemen yang tebal, irregular
26
DAFTAR PUSTAKA
1. Anonim 1. Astrositoma. Available from: http://www.artikelkedokteran.com/707/referatastrocytoma.html. Diakses tanggal 29 Januari 2013 2. Japardi I. Astrositoma : insidens dan pengobatannya. J Kedokter Trisakti 2003; 22(3): 110-4 3. Taheri S, Aghaei M, Jalali A, Shakiba M. Evaluation of CT Scan and MRI Findings of Pathologically proved Glioma in Iranian Population. IJCP 2008; 4: 179-82 4. Rahayu. Abses otak dan penatalaksanaannya. Jurnal Saintika Medika 2010; 6 (12): 94-7 5. Lai PH, HO JT, Chen WL, Hsu SS, Wang JS, Pan HB, et al. Brain abscess and Necrotic Brain Tumor : Discrimination with Proton MR Spectroscopy and Diffusion Weighted Imaging. AJNR Am J Neuroradiol 2002; 23:1369–77 6. Sorrentino S, Gaillard F. Available from http://radiopaedia.org/articles/ependymomavs-astrocytoma. Diakses tanggal 28 Januari 2013 7. Anonim 2. Astrocytoma Brain Tumors. Available
from: http://www.cedars-
sinai.edu/Patients/Health-Conditions/Astrocytoma-Brain-Tumors.aspx. Diakses tanggal 29 Januari 2013 8. Mardjono M, Sidharta P. Neurologi Klinis Dasar. Dian Rakyat 2003; 392-3 9. Anonim 3. Astrocytoma. Available from http://www.abta.org/understanding-braintumors/types-of-tumors/astrocy...Diakses tanggal 28 Januari 2013 10. Anonim
4.
Brain
Cancer
Health
Centre-Astrocytoma.
Available
from:
http://www.webmd.com/cancer/brain-cancer/astrocytoma. Diakses tanggal 28 Januari 2013 11. Walker DG, Kaye AH. Diagnosis and management of astrocytomas, oligodendrogliomas and mixed glioma : A review. Australasian Radiology 2001; 45: 472-82 12. Anonim 5. Abses cerebri. Available from: http://www.artikelkedokteran.com/referatAbses cerebri.html. Diakses tanggal 29 Januari 2013 13. Anonim 6. Brain abscess. Available from http://en.wikipedia.org/wiki/Brain_abscess. Diakses tanggal 29 Januari 2013
27
14. Laganá
C,
Gaillard
F.
Cerebral
Ring
Enhancing
Lesion.
Available
http://radiopaedia.org/articles/cerebral-ring-enhancing-lesions. Diakses tanggal
from 29
Januari 2013 15. Smithuis R, Montanera W. Brain Tumor-Systematic Approach. Available from: http://www.radiologyassistant.nl/en/p47f86aa182b3a/brain-tumor-systema...
Diakses
tanggal 29 januari 2013 16. Smirniotopoulos JG. Pattern Contrast Enhancement, Ring Enhancing Lesions. Available from http://rad.usuhs.edu/rad/handouts/jsmirnio/ring.html. Diakses tanggal 29 januari 2013
28
LAMPIRAN
Gambar 1. Foto CT scan kepala tgl. 20 Juli 2012
Gambar 2. Foto CT scan kepala tgl. 2 Agustus 2012
Gambar 3. Foto CT scan kepala tgl. 2 Agustus 2012, pot. Coronal (post kontras)
29
Gambar 4. Foto CT scan kepala tgl. 2 Agustus 2012, pot. sagital (post kontras)
Gambar 5. CT scan kepala tgl 8 Agustus 2012, pot. Axial (prekontras)
Gambar 6. CT scan kepala tgl 8 Agustus 2012, pot. Axial (post kontras) 30
Gambar 7. CT scan kepala tgl 8 Agustus 2012, pot. Coronal (post kontras)
Gambar 8. CT scan kepala tgl 8 Agustus 2012, pot. Sagital (post kontras)
Gambar 9. low grade astrocytoma
Gambar 10. grade II astrocytoma. (Emedicine)
31
Gambar 11. Glioblastoma http://radiopaedia.org/articles/ependymoma-vs-astrocytoma
Gambar 12. Grade III astrocytoma
Gambar 13. Grade IV astrocytoma
Gambar 14. Abscess
32
Gambar 15. Imaging Differential Diagnosis (http://radiopaedia.org/articles/brain-abscess)
Cerebral metastasis
Demyelination
Sub acute haemorrhagic stroke
Radionecrosis
Glioblastoma mulitforme
33