A. PENGANTAR Arus globalisasi dan era perdagangan bebas menjadikan perubahan iklim perekonomian
dunia
semakin
bergejolak,
termasuk
juga
di
Indonesia.
Perusahaan-perusahaan dituntut untuk peka dan dapat menyikapi dengan tepat perubahan-perubahan
yang
terjadi,
agar
perusahaan
dapat
tetap
mempertahankan eksistensinya ditengah kondisi yang sangat dinamis ini. Salah satu faktor penting yang dapat mempengaruhi kinerja perusahaan adalah motivasi kerja para karyawan. Motivasi merupakan kesediaan seseorang untuk mengeluarkan tingkat upaya yang tinggi demi tujuan organisasi, yang dikondisikan oleh kemampuan berupaya untuk memenuhi beberapa kebutuhan individual (Robbins, 2003). Banyak kinerja perusahaan yang seharusnya bisa lebih ditingkatkan dengan tenaga SDM yang ada malah mengalami penurunan kualitas hanya karena kurangnya motivasi kerja para karyawan. Seperti halnya permasalahan yang pernah dialami PT. BRI, Tbk. Cabang Martapura Kalimantan Selatan pada tahun 2004, menurut Bapak Ilyasa Assistent Manajer Operational PT. BRI, Tbk. Cabang Martapura Kalimantan Selatan, karyawan mengalami kemunduran motivasi kerja yang disebabkan karena penghargaan yang dirasa belum cukup memenuhi harapan-harapan mereka. Karyawan merasa apa yang telah diberikan oleh perusahaan belum dapat memenuhi tujuan dari kebutuhankebutuhan pribadi mereka khususnya dalam sistem pengupahan/imbalan. Kemunduran-kemunduran tersebut dapat terlihat dari daftar kinerja karyawan yang mengalami penurunan nilai. Motivasi kerja yang kurang baik tersebut tentunya akan mempengaruhi produktivitas perusahaan. Oleh karena itu,
1
perusahaan mengatur bagaimana strategi yang tepat untuk meningkatkan motivasi kerja karyawan. Menurut Ernest L. McCormick (Mangkunegara, 2004) motivasi kerja mempunyai
pengaruh
karena
dapat
membangkitkan,
mengarahkan
dan
memelihara perilaku yang berhubungan dengan lingkungan. Seorang karyawan yang bersedia untuk bekerja dengan giat karena terdapat motivasi kerja dalam dirinya. Motivasi kerja yang tinggi akan menimbulkan semangat kerja yang tinggi pula, yang pada gilirannya akan meningkatkan produktivitas. Kuat lemahnya motivasi kerja ikut membantu dalam membantu besar kecilnya prestasi (As’ad, 2003). Menurut Mangkunegara (2004) untuk meningkatkan motivasi kerja karyawan tentunya banyak faktor yang dapat mendukung diantaranya adalah pemberian upah yang layak bagi karyawan, perlindungan dari perusahaan, bagaimana perusahaan memberikan kesempatan untuk maju / mengaktualisasikan diri secara baik, penerimaan oleh kelompok kerja, dan penghargaan atas prestasi. Selain itu perusahaan juga harus menempatkan karyawan sebagai partner kerja yang penting dan tetap memberikan penilaian kepada loyalitas pekerja terhadap perusahaan (Divisi manajemen SDM PT. BRI Tbk., 2005). Dari beberapa faktor yang disebut diatas, faktor
upah dalam sistem
kompensasi dirasa memiliki pengaruh yang besar terhadap motivasi kerja. Karyawan dimotivasi untuk menjalankan tingkat upaya yang tinggi bila ia meyakini upaya akan menghantar ke suatu penilaian kinerja yang baik, suatu penilaian yang baik akan mendorong ganjaran-ganjaran organisasional seperti
2
bonus, kenaikan gaji, atau promosi dan ganjaran itu akan memuaskan tujuan pribadi karyawan itu (Robbins, 2005). Konsep tersebut menunjukkan bahwa sikap karyawan terhadap sistem kompensasi akan mempengaruhi motivasinya dalam bekerja (Siagian, 2005). Oleh karena itu sistem kompensasi yang diterapkan pada suatu perusahaan mempengaruhi karyawan dalam kehidupan kekaryaannya. Kehidupan kekaryaan dalam diri manusia merupakan hal yang amat penting karena kunci keberhasilan suatu perusahaan atau organisasi tetap terletak pada kinerja manusia walaupun tekhnologi industri berkembang dengan pesat. Kompensasi berkaitan dengan kepuasan kerja, motivasi kerja dan eksistensi kerja. Kompensasi yang diberikan perusahaan berbeda-beda. Salah satunya adalah kompensasi mengenai sistem pengupahan. Pemberian kompensasi yang kurang layak dan tidak sesuai dengan kebutuhan karyawan tentunya akan membuat motivasi kerja karyawan rendah sehingga mereka mogok kerja, mangkir kerja karena karyawan merasa bukan menjadi bagian dari perusahaan yang kesejahteraannya tidak diperhatikan. Seperti halnya permasalahan yang pernah dialami PT. BRI, Tbk. Cabang Martapura Kalimantan Selatan pada tahun 2004, menurut Bapak Ilyasa Assistent Manajer Operational PT. BRI Tbk. Cabang Martapura Kalimantan Selatan, karyawan mengalami kemunduran motivasi kerja yang disebabkan karena penghargaan yang dirasa belum cukup memenuhi harapan-harapan mereka. Karyawan merasa apa yang telah diberikan oleh perusahaan belum dapat memenuhi tujuan dari kebutuhan-kebutuhan pribadi mereka khususnya dalam sistem pengupahan/imbalan. Kemunduran-kemunduran tersebut dapat terlihat
3
dari daftar kinerja karyawan yang mengalami penurunan nilai. karyawan datang hanya berpatokan sesuai dengan jam ketentuan kantor (jam kerja dimulai dari pukul 07.00 WITA), jarang yang datang lebih awal, kualitas pelayanan terhadap nasabah dirasakan standar karena kurangnya motivasi kerja untuk meningkatkan kinerja yang baik. Diterapkannya sistem kompensasi bentuk job grade ini karena sistem ini lebih menitik beratkan penilaian berdasarkan upaya-kinerja karyawan, sehingga hal ini dinilai lebih adil. Sistem ini bersifat dinamis karena mengikuti perubahanperubahan berdasarkan praktek pasar dan selalu mengkaji, memperbaharui sistem
tersebut
untuk
menyesuaikan
dengan
perubahan
biaya
hidup,
peningkatan keahlian dan perkembangan bisnis. Sistem ini didasarkan pada evaluasi kerja yang dipegang oleh setiap pemangku jabatan. Evaluasi kerja dapat dipakai untuk menetapkan hirarki gaji yang rasional, berdasarkan pada hubungan yang ditunjukkan antara isi pekerja dan gaji. Dengan sistem ini, lebih mempermudah pengupahan karena beberapa jabatan di golongkan dalam gradegrade tersendiri. Penerapan sistem kompensasi bentuk job grade ini juga didasarkan pada asumsi bahwa karyawan akan terdorong bekerja lebih giat jika peningkatan setiap prestasi yang dihasilkan akan meningkatkan gradenya. Berdasarkan hasil interview dengan beberapa anggota direksi BRI (Divisi Manajemen SDM PT. BRI Tbk., 2005) diberlakukannya job grade bertujuan untuk mendorong karyawan untuk memberikan kontribusi terbaiknya bagi pencapaian tujuan bisnis perusahaan, mempertahankan keadilan internal dan pemberian penghargaan kepada karyawan berdasarkan kinerja, kompetensi, peran jabatan,
4
serta pengalaman kerja yang relevan. Selain itu, juga bertujuan untuk memberikan daya tarik, motivasi serta mempertahankan pekerja terbaiknya. Berdasarkan uraian diatas penulis berasumsi apakah ada hubungannya antara sikap terhadap sistem kompensasi bentuk job grade dengan motivasi kerja yang diberikan perusahaan kepada karyawan. Dari pertanyaan tersebut penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai Hubungan Antara Sikap Terhadap Sistem Kompensasi Job Grade dengan Motivasi Kerja Karyawan. 1. Motivasi Kerja Motivasi adalah hal yang menyebabkan, menyalurkan, dan mendukung perilaku manusia, supaya mau bekerja giat dan antusias mencapai hasil yang optimal
(Hasibuan,
2005).
Ernest
L.
McCormick
(Mangkunegara,
2004)
mengemukakan bahwa motivasi kerja didefinisikan sebagai kondisi yang berpengaruh membangkitkan, mengarahkan dan memelihara perilaku yang berhubungan dengan lingkungan kerja. Dengan diketahuinya motivasi kerja karyawan maka dapat dilihat apa saja keinginan karyawan dan tidak hanya melihat dari sudut kepentingan pimpinan atau perusahaan. Menurut Vroom (Winardi, 2001) aspek motivasi kerja adalah sebagai berikut : a. Hubungan merupakan
upaya sebuah
kinerja persepsi
(instrumentality). :
Sebuah
KINERJA---------->
instrumentalitas
HASIL.
Keyakinan
seseorang bahwa hasil tertentu tergantung pada pelaksanaan sebuah tingkat kinerja khusus. Kinerja bersifat instrumental apabila ia menyebabkan timbulnya sesuatu hal lain. sebuah instrumentalitas sebesar 1.0 menunjukkan bahwa pencapaian hasil tertentu seluruhnya tergantung pada kinerja tugas. Instrumentalitas sebesar 0, menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara
5
kinerja
dan
hasil.
Akhirnya
sebuah
instrumentalitas
sebesar
-1.0
menunjukkan bahwa kinerja tinggi mengurangi kemungkinan untuk mencapai sebuah hasil, sedangkan kinerja rendah memperbesar kemungkinan tersebut. Semakin tinggi upaya yang dilakukan karyawan maka akan semakin mudah pula hasil yang akan dicapainya. b. Harapan (expectancy). Sebuah ekspektansi mewakili keyakinan seseorang individu bahwa dengan tingkat upaya tertentu maka akan diikuti oleh suatu tingkat
kinerja
ekspektansi
:
tertentu.
UPAYA-------->
ekspektansi dapat Dalam
bidang
Dengan
perkataan
lain
EKSPEKTANSI
merupakan
KINERJA.
sebuah
Ekspektansi-
mencapai bentuk kemungkinan-kemungkinan subjektif.
statistik,
kemungkinan-kemungkinan
atau
probabilitas-
probabilitas berkisar dari 0 hingga 1. Sebuah ekspektansi sebesar 0, menunjukkan bahwa upaya tidak memiliki dampak yang diekspektansi atas kinerja. Apabila karyawan mempunyai harapan yang tinggi terhadap suatu hasil
maka
semakin
tinggi
pula
usaha
yang
dilakukan
sehingga
motivasinyapun juga semakin tinggi. c. Valensi (valance). Berhubungan dengan nilai positif, atau negatif yang diberikan orang kepada hasil-hasil. Valensi mencerminkan referensi-referensi pribadi kita. Sebagai contoh misalnya dapat dikatakan bahwa kebanyakan karyawan memiliki valensi positif untuk menerima uang tambahan, atau penghargaan.
Sebaliknya,
stres
pekerjaan
dan
phk,
kiranya
akan
menunjukkan valensi negatif bagi kebanyakan individu. Semakin positif penilaian karyawan terhadap suatu hasil, maka akan semakin tinggi harapannya dan semakin tinggi pula motivasinya. Sebaliknya, semakin negatif
6
penilaian karyawan terhadap hasil, maka semakin rendah harapannya dan semakin rendah pula motivasinya. Penilaian ini berbeda-beda pada setiap orang, tergantung pada kebutuhan masing-masing individu. Menurut Vroom (Winardi, 2001), faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi seseorang dalam bekerja adalah sebagai berikut : a. Upaya, yaitu seberapa besar usaha-usaha seseorang untuk mencapai hasil yang diinginkan. b. Kinerja, yaitu hasil kerja yang dicapai oleh seseorang dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tangung jawab yang diberikan kepadanya. c. Persepsi, yaitu keyakinan mengenai sesuatu hal. d. Imbalan, yaitu pemberian penghargaan atau hasil kerja yang positif dan pemberian hukuman / kritik untuk hasil kerja yang negatif. e. Promosi, yaitu perpindahan dari suatu jabatan ke jabatan lain yang lebih tinggi, diikuti dengan wewenang, status, tanggung jawab dan penghasilan yang lebih tinggi pula. f.
Kebutuhan Individu, yaitu hal-hal yang mendasari seseorang untuk berupaya. Jadi dapat disimpulkan bahwa untuk meningkatkan motivasi kerja diperlukan
motivasi yang sifatnya internal dari dalam diri karyawan dan motivasi eksternal yang berasal dari lingkungan serta bagaimana upaya perusahaan itu sendiri dalam pemenuhan kesejahteraan karyawan. 2. Sikap Terhadap Sistem Kompensasi Bentuk Job Grade Metode pengelompokan / job grade adalah menetapkan suatu pekerjaan dalam kategori tertentu atau klasifikasi atau kelompok. Kelompok-kelompok itu disebut kelas jika berisi jabatan yang sama, dan disebut tingkatan jika berisi
7
pekrjaan yang berbeda tetapi mempunyai kesulitan yang sama (Hariandja, 2002). Menurut Bimo Walgito (Dayakisni & Hudaniah, 2003) bahwa pembentukan dan perubahan sikap akan ditentukan oleh dua faktor, yaitu : a. Faktor internal (individu itu sendiri), yaitu cara individu dalam menanggapi dunia luarnya dengan selektif sehingga tidak semua yang datang akan diterima atau ditolak. Begitu juga dengan pemberlakuan sistem kompensasi job grade, masing-masing karyawan tentunya akan berbeda dalam menyikapi hal tersebut. b. Faktor eksternal, yaitu keadaan-keadaan yang ada di luar individu yang merupakan stimulus untuk membentuk atau mengubah sikap. Pada hakikatnya sikap merupakan suatu interelasi dari berbagai komponen, dimana komponen-komponen tersebut menurut Iport (Dayakisni & Hudaniah, 2003) ada tiga yaitu: a. Komponen Kognitif Yaitu komponen yang tersusun atas dasar pengetahuan atau informasi yang dimiliki seseorang tentang objek sikapnya. Dari pengetahuan ini kemudian akan terbentuk sautu keyakinan tertentu tentang obyek sikap tersebut. Karyawan mempunyai pengetahuan yang cukup tentang penerapan dan apa yang dimaksud dengan sistem kompensasi bentuk job grade. Dengan pengetahuan yang dimiliki oleh karyawan tersebut, akan terbentuk suatu persepsi yang nantinya akan membentuk suatu kepercayaan tersendiri terhadap pemberlakuan job grade. Kepercayaan ini akan mempengaruhi bagaimana sikap karyawan terhadap sistem kompensasi tersebut.
8
b. Komponen Afektif Yaitu berhubungan dengan rasa senang dan tidak senang. Jadi sifatnya evaluatif yang berhubungan erat dengan nilai-nilai kebudayaan atau sistem nilai yang dimilikinya. Sikap senang atau tidak senang masing-masing karyawan terhadap sistem kompensasi job grade akan mempengaruhi bagaimana penerimaan karyawan terhadap kesuksesan pemberlakuan sistem ini dan mempengaruhi tingkat motivasi kerja karyawan apakah sesuai dengan yang diharapkan oleh perusahaan atau bahkan sebaliknya. c. Komponen Konatif Yaitu
merupakan
kesiapan
seseorang
untuk
bertingkah
laku
yang
berhubungan dengan obyek sikapnya. Bagaimana karyawan nantinya berperilaku sesuai dengan harapan perusahaan, apakah akan terjadi peningkatan kinerja setelah diberlakukan sistem kompensasi job grade atau bahkan sebaliknya. B. METODE PENELITIAN 1. Subjek Penelitian Populasi dalam penelitian berjumlah 40 orang dan diambil sampel 31 orang karyawan pria dan wanita pada kantor PT. Bank Rakyat Indonesia Tbk. Cabang Martapura Kalimantan Selatan, pemegang jabatan yang termasuk dalam sistem pengupahan bentuk job grade, usia 22-55 tahun dan masa kerja minimal satu tahun. Teknik pengambilan data yang digunakan adalah purposive sampling, dimana teknik ini lebih mengutamakan tujuan penelitian daripada sifat populasi
9
dalam pengambilan sampel, pemilihan sampel didasarkan atas ciri-ciri yang sudah diketahui sebelumnya (Bungin, 2005). 2. Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode skala. Skala yang digunakan yaitu untuk mengetahui seberapa tinggi tingkat motivasi kerja karyawan dan bagaimana sikap terhadap sistem kompensasi bentuk job grade. Skala-skala dalam penelitian ini disusun menggunakan metode
Likert
dengan empat alternatif jawaban, yaitu : SS (sangat setuju) diberi skor empat untuk aitem favourable dan satu untuk aitem unfavourable, S (setuju) diberi skor tiga untuk jawaban favourable dan dua untuk aitem unfavourable, TS (tidak setuju) diberi skor dua untuk aitem favourable dan tiga untuk aitem unfavourable,
serta STS (sangat tidak setuju) diberi skor satu untuk aitem
favourable dan empat untuk aitem unfavourable. 3. Metode Analisis Data Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah Korelasi Product Moment dari Pearson dengan menggunakan komputer program SPSS 13.0 for windows. Metode ini digunakan untuk mengetahui secara empiris hubungan antara motivasi kerja dengan sikap terhadap sistem kompensasi bentuk job grade. 4. Alat Ukur Penelitian a. Skala Motivasi Kerja Alat pengambilan data dalam penelitian ini berupa skala motivasi kerja. Skala motivasi kerja ini digunakan untuk mengungkap tingkat motivasi kerja karyawan.
10
Pembuatan skala motivasi kerja ini dibuat sendiri oleh peneliti, yang diambil berdasarkan aspek-aspek yang dikemukakan oleh Vroom (Winardi,2001). b. Skala Sikap terhadap Sistem Kompensasi Bentuk Job Grade Skala yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala sikap terhadap sistem kompensasi bentuk job grade yang digunakan untuk mengukur sikap karyawan terhadap sistem kompensasi bentuk job grade. Penyusunan skala berdasarkan aspek-aspek sikap yang dikemukakan oleh Iport (Dayakisni & Hudaniah, 2003) yang aitem-aitemnya dibuat sendiri oleh peneliti.
C. HASIL PENELITIAN Tabel 1 Diskripsi Statistik Data Penelitian Variabel
Motivasi Kerja Sikap thdp Job Grade
Hipotetik
Empirik
Xmax 104
Xmin 26
Mean 65
SD 13
Xmax 101
Xmin 66
Mean 78.03
SD 7.087
100
25
62.5
12.5
94
64
74.32
7.002
Tabel 2 Kriteria Kategori Skala Motivasi Kerja Skor kategori X>88.4 Sangat tinggi 72.8<X=88.4 Tinggi 57.2<X=72.8 Sedang 41.6=X=57.2 Rendah X<41.6 Sangat rendah
frekuensi 3 22 6 0 0
% 9.68% 70.97% 19.35% 0 0
Tabel 3 kriteria kategorisasi skala sikap terhadap sistem kompensasi bentuk job grade skor kategori frekuensi % X>85 Sangat positif 2 6.45% 70<X<85 Positif 22 70.97% 55<X=70 Netral 7 22.58% 40=X=55 Negatif 0 0 X<40 Sangat negatif 0 0
11
D. PEMBAHASAN Data yang didapat dari penelitian ini sebenarnya normal dan korelasinya linear sehingga memungkinkan untuk menganalisis menggunakan analisa statistik korelasi Product Moment dari Pearson. Hasil analisis data dengan analisa statistik korelasi Product Moment dari Pearson, menunjukkan bahwa besarnya koefisien korelasi antara variabel sikap terhadap sistem kompensasi bentuk job grade dan motivasi kerja adalah sebesar rxy = 0.617 dengan p = 0.000 atau p < 0.01. Pada tabel tanda ** menunjukkan bahwa koefisien korelasi tersebut signifikan pada taraf kepercayaan 99 %. Hal ini menunjukkan bahwa ada hubungan positif yang sangat signifikan antara sikap terhadap sistem kompensasi bentuk job grade dan motivasi kerja pada karyawan PT. BRI Cabang Martapura. Artinya semakin positif sikap terhadap sistem kompensasi bentuk job grade, maka semakin tinggi motivasi kerja yang dimiliki karyawan BRI. Sebaliknya, semakin negatif sikap tehadap sistem kompensasi bentuk job grade, maka semakin rendah motivasi kerja yang dimiliki karyawan BRI. Hal ini menunjukkan hipotesis diterima. Dari hasil uji linearitas terhadap variabel sikap terhadap sistem kompensasi bentuk job grade dan motivasi kerja diperoleh hasil F = 24.955 dengan p = 0.000 karena p<0.05 maka dapat dikatakan bahwa variabel sikap terhadap sistem kompensasi bentuk job grade dan motivasi kerja mempunyai korelasi yang linear, hal ini menunjukkan semakin positifnya sikap terhadap sistem kompensasi bentuk job grade searah dengan semakin tingginya motivasi kerja seorang karyawan BRI, berarti subjek penelitian memiliki sikap yang positif
12
terhadap sistem kompensasi bentuk job grade sehingga mempunyai motivasi kerja yang tinggi selama masa aktif kerja untuk jenjang karirnya. Nilai rata-rata empiris dari skor skor sikap terhadap sistem kompensasi bentuk job grade adalah 74.32, hal ini menunjukkan bahwa subjek penelitian memiliki sikap yang
positif
terhadap sistem kompensasi bentuk job grade.
Sementara itu berdasarkan data penelitian nilai rata-rata empiris dari motivasi kerja subjek adalah 78.03, hal ini menunjukkan bahwa subjek penelitian memiliki tingkat motivasi yang tinggi. Penelitian ini menunjukkan bahwa sistem kompensasi bentuk job grade yang diterapkan oleh perusahaan dapat diterima dengan baik oleh karyawan. Karyawan menilai bahwa sistem kompensasi bentuk job grade sebagai sistem yang dapat memenuhi harapan mereka sehingga motivasi kerja yang mereka miliki tinggi. Hal ini berarti sikap terhadap sistem kompensasi bentuk job grade mempunyai hubungan yang erat dengan berarti motivasi kerja, dapat dilihat sumbangannya sebesar 38.1%. Menurut Ernest L. McCormick (Mangkunegara, 2004) motivasi kerja mempunyai
pengaruh
karena
dapat
membangkitkan,
mengarahkan
dan
memelihara perilaku yang berhubungan dengan lingkungan. Seorang karyawan yang bersedia untuk bekerja dengan giat karena terdapat motivasi kerja dalam dirinya. Motivasi kerja yang tinggi akan menimbulkan semangat kerja yang tinggi pula, yang pada gilirannya akan meningkatkan produktivitas. Kuat lemahnya motivasi kerja ikut membantu dalam membantu besar kecilnya prestasi kerja (As’ad, 2003). Dengan motivasi kerja yang tinggi, seorang karyawan akan semakin besar pula mengupayakan suatu keberhasilan kerja. Vroom (Handoko,dkk., 2001) berpendapat bahwa hubungan antara motivasi
13
seseorang melakukan suatu kegiatan dengan kinerja yang akan diperolehnya yakni apabila motivasinya rendah jangan berharap hasil kerjanya (kinerjanya) baik. Motivasi dipengaruhi oleh berbagai pertimbangan pribadi seperti rasa tertarik atau memperoleh harapan. Hubungan multiplikatif tersebut berarti bahwa daya tarik motivasional jalur pekerjaan tertentu, sangat berkurang, apabila salah satu di antara hal berikut: ekspektansi, instrumentalilas, atau valensi mendekati nol. Sebaliknya agar imbalan tertentu memiliki sebuah dampak motivasional tinggi serta positif, sebagai hasil kerja, maka ekspektansi, instrumentalitas, dan valensi yang berkaitan dengan imbalan tersebut harus tinggi serta positif. Untuk meningkatkan motivasi tersebut tentunya banyak faktor yang dapat mendukung diantaranya adalah upah karyawan dalam sistem kompensasi perusahaan. Faktor upah dalam sistem kompensasi dirasa memiliki pengaruh yang besar terhadap motivasi kerja. Karyawan dimotivasi untuk menjalankan tingkat upaya yang tinggi bila ia meyakini upaya akan menghantar ke suatu penilaian kinerja yang baik, suatu penilaian yang baik akan mendorong ganjaranganjaran organisasional seperti bonus, kenaikan gaji, atau promosi dan ganjaran itu akan memuaskan tujuan pribadi karyawan itu (Robbins, 2005). Imbalan penting karena ia memberikan hal-hal lain yang menarik, seperti makanan, keamanan kerja, dan status. Konsep tersebut menunjukkan bahwa sikap karyawan terhadap sistem kompensasi akan mempengaruhi motivasinya dalam bekerja (Siagian, 2005). Oleh karena itu sistem kompensasi yang diterapkan pada
suatu
perusahaan
mempengaruhi
kekaryaannya.
14
karyawan
dalam
kehidupan
Penerapan sistem kompensasi bentuk job grade merupakan salah satu bentuk kebijaksanaan yang diterapkan oleh perusahaan, didasarkan pada asumsi bahwa karyawan akan terdorong bekerja lebih giat jika peningkatan setiap prestasi yang dihasilkan akan meningkatkan gradenya. Melalui sistem ini, diharapkan motivasi kerja dapat ditingkatkan dan diperkuat sehingga karyawan lebih terpacu dalam bekerja. Sistem ini menciptakan hubungan langsung antara upaya-kinerja-hasil. Karyawan termotivasi untuk lebih meningkatkan kualitas dan kinerja mereka agar nantinya mereka dapat mencapai harapan untuk meningkatkan grade point dalam sistem pengupahan. Sistem kompensasi bentuk job grade yang yang sesuai dengan harapan karyawan akan menyebabkan karyawan merasa puas terhadap sistem tersebut. Kepuasan itu akan menghasilkan suatu penilaian positif yang pada tahap selanjutnya akan menghasilkan suatu sikap yang positif, yaitu karyawan memiliki kemauan
untuk
melaksanakan
tugasnya
dengan
baik
dan
menikmati
pekerjaannya, dengan kata lain semangat kerja mereka tinggi. Sebaliknya, karyawan yang tidak puas terhadap sistem kompensasi bentuk job grade akan memiliki penilaian negatif yang selanjutnya akan menghasilkan sikap yang negatif, yaitu karyawan tidak bergairah bekerja, tidak dapat menikmati pekerjaannya, atau dengan kata lain tidak bersemangat bekerja. Berdasarkan pembahasan diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa sikap terhadap sistem kompensasi bentuk job grade mempunyai peran pada pembentukan motivasi kerja karyawan. Sistem kompensasi bentuk job grade yang diterapkan oleh perusahaan telah menumbuhkan sikap yang positif dari karyawan karena mampu menciptakan sistem yang dapat memenuhi harapan
15
karyawan. Hal ini menjadi faktor yang menimbulkan motivasi kerja, sehingga karyawan mempunyai suatu orientasi yang aktif dalam menetapkan tujuantujuan positif dalam bekerja. Karyawan juga bersedia untuk bekerja keras dalam mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan. Keterbatasan dalam penelitian adalah penulis tidak bisa mengambil data secara serentak dari subjek karena kesibukan kantor yang sangat tinggi, sehingga pengambilan data terbagi menjadi beberapa sesi. Selain itu, penulis tidak bisa mengawasi subjek secara keseluruhan saat pengisian angket karena kondisi ruangan yang terbagi-bagi untuk masing-masing jabatan, sehingga penulis tidak bisa melihat perilaku subjek saat pengisian angket.
E. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data yang dilakukan r = 0.617 dengan p = 0.000 atau p < 0.01 menunjukkan bahwa hipotesis yang diajukan penulis diterima atau berarti hipotesis yang diajukan terbukti, dengan kesimpulan bahwa ada hubungan positif antara sikap terhadap sistem kompensasi bentuk job grade dengan motivasi kerja pada karyawan PT. BRI, Tbk. Cabang Martapura Kalimanta Selatan. Hubungan positif tersebut berarti semakin positif sikap terhadap sistem kompensasi bentuk job grade maka semakin tinggi motivasi kerja yang dimiliki karyawan PT. BRI Tbk. Cabang Martapura. Begitu juga sebaliknya, semakin negatif sikap terhadap sistem kompensasi bentuk job grade maka semakin rendah motivasi kerja yang dimiliki karyawan PT. BRI Tbk. Cabang Martapura Kalimantan Selatan. Karyawan BRI Cabang Martapura memiliki tingkat motivasi kerja yang tinggi dan sikap yang positif terhadap sistem kompensasi
16
bentuk job grade. Hal ini ditunjukkan berdasarkan deskripsi statistik data penelitian.
F. SARAN Berdasarkan latar belakang dan hasil penelitian. Karyawan PT. BRI Tbk. Cabang Martapura memiliki motivasi kerja yang tinggi, begitu pula dengan penerimaan
terhadap
pemberlakuan
job
grade
yang
dirasakan
lebih
menguntungkan karyawan. Motivasi kerja dapat ditumbuhkan dengan cara menciptakan sistem yang sesuai dengan kebutuhan dan harapan karyawan. Dan dalam penelitian ini membuktikan bahwa sikap terhadap sistem kompensasi bentuk job grade memberikan sumbangan terhadap motivasi kerja. Oleh karena itu sikap karyawan terhadap sistem kompensasi bentuk job grade harus dipertahankan dengan cara konsistensi penerapan sistem kompensasi bentuk job grade sehingga terpenuhi kesejahteraan para karyawan. Dengan terpenuhinya kesejahteraan karyawan, maka diharapkan pula motivasi kerja karyawan terhadap perusahaan dapat dipertahankan. Bagi peneliti selanjutnya, disarankan dapat meneliti variabel-variabel lain yang mempengaruhi motivasi kerja. Selain itu dapat juga meneliti faktor apa lagi selain sikap terhadap sistem kompensasi khususnya dalam bentuk job grade. Seperti faktor gaya kepemimpinan serta emotional dan spiritual intelligence. Disarankan juga dalam melakukan penelitian untuk lebih banyak melakukan observasi dan wawancara walaupun menggunakan metode skala atau metode lainnya. Hal itu bertujuan untuk dapat memperoleh data yang lebih detail dan mendalam.
17
18
Identitas Penulis Nama
: Neka Erlyani
Alamat
: Jl. Rahayu Komp. Griya Meranti Asri I Blok G No. 2 Banjarbaru Kalimantan Selatan.
No. Telpon
: 0818268553
19