JURNAL PENELITIAN – Volume 11 | 2015
MODEL PENGEMBANGAN SOCIO-PERFORMANCE LEMBAGA KEUANGAN MIKRO (LKM) KELOMPOK USAHA BERSAMA (KUBE) SEBAGAI USAHA PENINGKATAN KUALITAS EKONOMI DAN SOSIAL MASYARAKAT DI KOTA YOGYAKARTA Oleh: Dewi Kusuma Wardani1, Sri Hermuningsih2
ABSTRACT The number of poor people in Yogyakarta rose to 21 299 households or 68 188 inhabitants in 2013 from 17 018 households or 54 530 inhabitants in 2012 (SK Gubernur Yogyakarta 451 / Kep / 2012). Rising poverty in Yogyakarta should receive special attention because poverty is a problem of development of social welfare due to impact on the success of development in other areas. KUBE Micro Finance Institution (MFI) program is an effort to alleviate poverty. According to data from the Ministry of Social Affairs can be said that the MFI program KUBE successful in empowering the poor. However, according to research results Mujiyadi (2007) and Andariani (2011) found that the MFI KUBE not perceived benefits economically and yet can increase the family income. Differences KUBE MFI performance evaluation results by the government with the benefits perceived by society raises some questions "how the actual socio-performance KUBE MFIs in the city of Yogyakarta and how the model of development?" It is important for the city government as a basis for policy making quality improvement program of economic development and social community. This study used qualitative method. Qualitative method was conducted with in-depth interviews and observation. To complement the qualitative method, quantitative performed using descriptive statistics, like percentage diagram. The results show that the MFI KUBE Yogyakarta city has a good social performance, however, there needs to be development in order to alleviate poverty. Therefore, some people need to join hands, such as governments, universities, businesses, and communities. Keywords: KUBE Micro Finance Institution (MFI), poverty, socio-performance
A. Pendahuluan Jumlah penduduk miskin di Kota Yogyakarta tahun 2013 naik menjadi 21.299 KK atau 68.188 jiwa dari 17.018 KK atau 54.530 jiwa di tahun 2012 (SK Walikota Yogyakarta No.451/Kep/2012). Naiknya angka kemiskinan di Kota Yogyakarta perlu mendapat perhartian khusus karena kemiskinan menjadi masalah pembangunan kesejahteraan sosial karena berdampak pada keberhasilan pembangunan di bidang lain. Pemengentasan kemiskinan telah menjadi prioritas utama dalam pembangunan nasional. Kota Yogyakarta menegaskannya dalam RPJMD 2012-2016, yaitu misi ketiga yang berbunyi “Mewujudkan pemberdayaan masyarakat dengan gerakan Segoro Amarto”. Program LKM KUBE merupakan salah satu upaya pengentasan kemiskinan dengan mengorganisir masyarakat miskin dalam sebuah kelompok usaha bersama dan menyediakan bantuan modal pinjaman melalui LKM KUBE. Outcome yang diharapkan dari program ini adalah peningkatan kerjasama kelompok, peningkatan pengetahuan dan kepedulian social antar anggota kelompok, serta mendekatkan keluarga miskin, yang pada akhirnya bermuara pada meningkatnya kualitas ekonomi dan sosial mereka (Andariani, 2011). Menurut data dari Kementrian Sosial dapat dikatakan bahwa program LKM KUBE berhasil dalam memberdayakan masyarakat miskin. Hal ini terbukti dari meningkatnya jumlah asset LKM KUBE dari Rp 30,25 milyar di tahun 2003 menjadi Rp 52,79 milyar, meningkatnya jumlah sasaran dari 17.321 kepala keluarga (KK) atau 695 KUBE menjadi 26.727 KK atau 2.797 KUBE. Namun demikian, menurut hasil penelitian Mujiyadi (2007) dan Andariani (2011) ditemukan fakta bahwa LKM KUBE belum dirasakan manfaatnya secara ekonomi serta belum dapat meningkatkan pendapatan keluarga.
1
Peneliti pada Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa Yogyakarta, Email:
[email protected]
2
Peneliti pada Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa Yogyakarta, Email:
[email protected]
49
JURNAL PENELITIAN VOL. 11 Perbedaan hasil penilaian kinerja LKM KUBE oleh pemerintah dengan manfaat yang dirasakan oleh masyarakat ini menimbulkan beberapa pertanyaan “bagaimana sebenarnya socio-performance LKM KUBE di Kota Yogyakarta” Hal ini penting bagi pemerintah kota sebagai bahan pengambilan kebijakan pengembangan program peningkatan kualitas ekonomi dan social masyarakat.
B. Tujuan dan Manfaat Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui socio performance LKM KUBE di Kota Yogyakarta, dengan melihat dampak multiplier LKM KUBE terhadap (1) peningkatan kesempatan kerja, (2) pengurangan kemiskinan, (3) peningkatan pendapatan keluarga, (4) peningkatan akses dan kualitas pendidikan, (5) peningkatan akses dan kualitas kesehatan, (6) peningkatan kepemilikan aset dan faktor produksi, (7) peningkatan kemampuan berorganisasi, (8) pemberdayaan perempuan, (9) perubahan pola konsumsi dan menabung, (10) peningkatan keterlibatan dalam pengambilan keputusan. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan banyak manfaat antara lain bagi pemerintah, masyarakat, dan akademisi.
C. Tinjauan Pustaka 1. Definisi Lembaga Keuangan Mikro Program keuangan mikro memfokuskan pada perluasan aktifitas ekonomi dan meningkatkan standar hidup klien dengan menyediakan jasa keuangan yang diperlukan. Keuangan mikro juga memfasilitasi berkembangnya usaha kecil. Keuangan mikro dapat didefinisikan sebagai penawaran jasa keuangan seperti tabungan, kredit dan transfer dana kepada masyarakat ekonomi golongan bawah yang tidak dapat mengakses jasa bank reguler (Wilson, 2003). Meskipun tujuan utama Lembaga Keuangan Mikro (LKM) adalah meningkatkan status ekonomi masyarakat miskin, sebagian besar LKM memperluas tujuannya untuk memberikan dampak bagi masyarakat secara lebih luas. Karena rumah tangga yang menjadi sasaran LKM adalah bagian dari masyarakat dan ekonomi yang lebih luas, dampak yang dirasakan oleh rumah tangga juga akan berimbas terhadap masyarakat secara luas. Keuangan mikro dipandang sebagai salah satu pendekatan yang paling logis untuk mengentaskan kemiskinan karena langsung menyentuh akar rumput masyarakat paling bawah, bersifat berkelanjutan, mampu melibatkan segmen yang luas, dan membangun kapasitas ekononomi klien.
2. Paradigma Keuangan Mikro Munculnya kredit mikro pada akhir tahun 1970-an dan awal 1980-an dilatarbelakangi oleh meningkatnya perhatian terhadap keuangan di perdesaan. Indonesia yang dipelopori oleh BRI, termasuk salah satu negara yang memperkenalkan keuangan mikro disamping Greemen di Bangladesh dan PRODEM di Bolivia. Meskipun terdapat beberapa perbedaan diantara ketiga negara tersebut, kesamaan utama kredit mikro ini adalah lebih menekankan pada prinsip karakter klien dan dorongan kemitraan (peer pressure) dibandingkan kredit komersial yang lebih mementingkan jaminan untuk mengamankan dana pinjaman, bunga untuk menutupi kerugian dan biaya transaksi,dan insentif bagi yang mengembalikan kredit lebih awal (Meyer dan Nagarajan, 1999).
3. Proses Keuangan Mikro Sebagian besar LKM membawa misi sosial yang beragam, misalnya memperluas akses ke jasa keuangan, pengentasan kemiskinan, pemberdayaan perempuan, membangun solidaritas masyarakat atau meningkatkan pengembangan ekonomi. Kinerja sosial menunjukkan sejauh mana LKM mampu mencapai tujuan-tujuan yang ditetapkan ini. Konsep kinerja sosial tidak hanya memfokuskan pada dampak akhir.
4. Tujuan Evaluasi Kinerja Lembaga Keuangan Mikro Penilaian kinerja sosial (social performance) merupakan suatu proses dimana suatu organisasi melakukan benchmark antara kinerja sosial aktual dengan misi sosial yang telah ditetapkan sebelumnya (Copestake, 2005). Misi dan tujuan kinerja sosial ini tidak hanya sekedar ditujukan kepada kelompok target tetapi juga kepada stakeholder yang terkait. Karena obyek penilaian kinerja sosial merupakan suatu proses, maka pengukuran ini dapat diterapkan pada berbagai tahapan social-impact causal chain, yaitu suatu model yang mendeskripsikan bagaimana suatu dampak dapat tercipta dari suatu program. Berdasar model ini, dampak suatu program diawali dari input organisasi yang kemudian ditransformasikan melalui proses internal dan kemudian menjadi output. Output menghasilkan outcome, sedangkan outcome memberikan dampak. Secara grafis, social-impact causal chain. Penilaian terhadap kinerja sosial digunakan untuk mengevaluasi seberapa besar manfaat yang dirasakan oleh penerima kredit untuk meningkatkan tingkat kesejahteraan. Penilaian ini termasuk diantaranya adalah menganalisis apakah sistem yang dibangun dan instrumen yang digunakan telah benar-benar sesuai dengan tujuan sosial. Penilaian kinerja sosial juga mengevaluasi outcome yang dihasilkan oleh program tersebut. 50
JURNAL PENELITIAN – Volume 11 | 2015 Penilaian kinerja sosial dapat dilakukan hanya pada satu titik waktu tertentu (one time assesment) atau dapat pula dilakukan secara berkelanjutan (on-going process). Kinerja sosial merupakan penterjemahan dari misi social organisasi ke dalam praktek. Nilai sosial keuangan mikro berkaitan dengan bagaimana jasa keuangan meningkatkan kehidupan kaum miskin, kaum miskin, dan keluargannya untuk dapat mengakses kesempatan yang lebih luas dalam bermasyarakat. Untuk menciptakan nilai-nilai ini, tujuan sosial LKM termasuk diantaranya adalah (Misra, 2006): 1.
Meningkatkan jumlah pelayanan terhadap masyarakat miskin, tidak termasuk orang yang sedang menerima kredit, secara berkelanjutan
2.
Meningkatkan kualitas dan ketepatan jasa keuangan yang tersedia untuk klien targe melalui penilaian sistematis kebutuhan yang spesifik
3.
Menciptakan manfaat bagi klien keuangan mikro, termasuk diantaranya adalah keluarga dan komunitas yang terkait dengan klien. Manfaat ini juga termasuk diantaranya adalah memperluas jaringan sosial klien, mengurangi ketidakpastian, meningkatkan pendapatan, dan pemenuhan kebutuhan pokok.
4.
Meningkatkan tanggung jawab sosial LKM terhadap karyawan, klien dan masyarakat yang dilayaninya.
Kinerja sosial tidak hanya mencakup pengukuran tujan dan outcome tetapi juga bagaiman tindakan dan ukuran-ukuran koreksi diambil oleh LMM untuk mencapai outcome yang ditetapkan. Penilaian kinerja sosial tidak hanya memfokuskan pada dampak akhir. Tujuan dari penilaian adalah menentukan apakah LKM memberikan fasilitas bagi dirinya untuk mencapai tujuan sosial yang ditetapkan, dengan memantau sejauh mana tujuan tercapai, dan mengevaluasi sejauh mana informasi yang diperolehnya untuk memperbaiki kegiatan operasinya. Untuk menilai kinerja social dana bergulir, Economic and Social Commission for Asia and Pacific (ESCAP), Integra-Clients Monitoring System, dan CERISE-Social Performance Initiative mengarahkan bahwa peneliti sebaiknya memperhatikan tiga dampak, yaitu dampak individual, dampak rumah tangga, dan dampak masyarakat (UNESCAP, 2000).
D. Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian kualitatif (qualitative study). Pendekatan ini akan menganalis dan memperjelas sebab-sebab perubahan sosial-ekonomi yang dipersepsikan sebagai dampak LKM KUBE serta faktor-faktor yang mempengaruhi peningkatan socio performance LKM KUBE. Objek penelitian ini adalah kinerja social Lembaga Keuangan Mikro KUBE dalam meningkatkan kualitas ekonomi dan sosial masyarakat. Penelitian ini menggunakan pengambilan sampel bertujuan. Kriteria yang pertama adalah pihak yang terlibat langsung dengan LKM KUBE, baik dari pemerintah, pengelola, dan anggota. Dari enam LKM KUBE yang ada di Kota Yogyakarta, peneliti mengambil empat LKM KUBE dengan alasan (1) salah satu LKM KUBE sudah tidak aktif dan (2) salah satu LKM KUBE bukan berbasis kecamatan sehingga kedua LKM tersebut tidak diambil. Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini merupakan data kualitatif. Data yang dihimpun dalam penelitian ini adalah data tentang socio-performance program LKM KUBE, baik data sekunder maupun data primer. Data primer diperoleh dari observasi dan wawancara, sedangkan data sekunder diperoleh dari data monografi. Untuk menganalisis kinerja social LKM KUBE, peneliti metode reduksi, analisis dari pernyataanpernyataan khusus dan tema-tema, dan semua kemungkinan pemaknaan. Untuk mempermudah dalam menggali data, peneliti membuat instrumen wawancara semi tertutup. Cara ini dilakukan karena hasil wawancara dengan pengelola menyampaikan bahwa nasabah tidak terbiasa untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan terbuka. Peneliti tidak melakukan focus group discussion (FGD) karena dalam FGD tidak dapat mendapatkan data dari seluruh peserta. Diskusi biasanya didominasi oleh beberapa orang. Agar dapat memperoleh data dari seluruh responden, peneliti menggunakan wawancara mendalam dan dibantu instrument wawancara tertutup. Guna menguji keabsahan data, peneliti menggunakan teknik trianggulasi, dengan cara multi subjek dan multi metoda. Dalam penelitian ini peneliti mengumpulkan data dari berbagai sumber data, yaitu staf Dinsosnakertrans Pemkot Yogyakarta, serta pengurus, dan anggota LKM KUBE. Metoda yang digunakan dalam penelitian ini adalah metoda kajian data sekunder, wawancara mendalam, dan observasi. 51
JURNAL PENELITIAN VOL. 11
E. Hasil Penelitian 1. Pendapat Socio-Performance Lembaga Keuangan Mikro (LKM) Kelompok Usaha Bersama (KUBE) menurut Pengelola a.
Dampak terhadap Peningkatan Kesempatan Kerja
100%
Betul Sekali
Salah satu sasaran LKM KUBE adalah ibu rumah tangga yang sebelumnya tidak bekerja dapat membuat usaha, seperti membuat batik jumputan, warung makan, dan lain-lain). Hal ini dapat dilakukan karena persyaratan meminjam di LKM KUBE pada awalnya adalah mereka yang memiliki usaha dan tergabung dalam Kelompok Usaha Bersama (KUBE). Oleh sebab itu, seluruh pengelola berpendapat bahwa LKM KUBE dapat meningkatkan kesempatan kerja, yaitu dengan membuat usaha mandiri.
b. Dampak terhadap Pengurangan Kemiskinan
Betul Sekali 100% Seluruh pengelola berpendapat bahwa LKM KUBE dapat mengurangi kemiskinan. LKM KUBE menjadi salah satu sumber pendanaan non bank yang tidak memberatkan masyarakat. Dengan adanya LKM KUBE maka masyarakat yang membutuhkan dana, tidak perlu kebingungan mencari dana segar melalui rentenir. c.
Dampak terhadap Peningkatan Pendapatan Keluarga
Betul Sekali 100% Pengelola menilai bahwa LKM KUBE dapat meningkatkan pendapatan keluarga. Hal ini dapat terjadi karena sebagian besar nasabah meminjam untuk keperluan usaha sehingga dapat meningkatkan pendapatan keluarga. Kebanyakan nasabah akan kesulitan membayar (nunggak) ketika dagangan sepi. Pengelolapun memberikan kemudahan dengan mengijinkan penundaan pembayaran angsuran maksimal selama 2 bulan dengan harapan pada bulan ketiga usaha nasabah sudah ramai kembali. d. Dampak terhadap Peningkatan Akses dan Kualitas Pendidikan
Betul Sekali 100% Dari hasil pengamatan pengelola, pinjaman mengalami lonjakan pada bulan Mei dan Juni. Pada umumnya, nasabah melakukan pinjaman pada bulan-bulan ini dengan tujuan memperoleh bantuan dana untuk membayar uang sekolah anaknya. Hal ini dilakukan agar uang yang sebenarnta mereka miliki bisa tetap digunakan untuk modal usaha dan tidak digunakan untuk membayar uang sekolah sehingga usaha mereka tetap bisa berjalan dengan baik. Oleh sebab itu, seluruh pengelola berpendapat bahwa LKM KUBE dapat meningkatkan akses dan kualitas pendidikan.
52
JURNAL PENELITIAN – Volume 11 | 2015 e.
Dampak terhadap Peningkatan Akses dan Kualitas Kesehatan
29% Betul Sekali Tidak Setuju
71%
Sebagian besar pengelola berpendapat bahwa LKM KUBE tidak berdampak pada peningkatan akses dan kualitas kesehatan. Hanya sedikit nasabah yang pinjam untuk berobat karena sudah ada mekanisme Jamkesmas dan BPJS.
a. Dampak terhadap Peningkatan Kemampuan Berorganisasi Betul Sekali Tidak Setuju
14%
86% Sebagian besar pengelola berpendapat bahwa LKM KUBE berdampak pada peningkatan kemampuan berorganisasi. Hal ini dikarenakan nasabah dapat meminjam ketika bergabung dalam KUBE dan mengikuti pertemuan rutin setiap bulan. Namun demikian, seiring dengan waktu, proporsi nasabah yang meminjam sebagai anggota KUBE mengalami penurunan bila dibandingkan dengan nasabah umum. Hal ini terjadi di LKM KUBE Kotagede dan LKM KUBE Umbulharjo. f.
Dampak terhadap Pemberdayaan Perempuan
Betul Sekali 100% Meskipun sasaran LKM KUBE adalah kepala keluarga yang memiliki usaha, namun LKM KUBE berdampak pada pemberdayaan perempuan karena sebagian besar yang meminjam adalah perempuan. Proporsinya rata-rata 70%. Selain itu, perempuan dapat bergabung karena mereka menggantikan suaminya untuk ikut dalam pertemuan rutin dan akhirnya keanggotaan dialihkan pada nama mereka sendiri. Dalam pertemuan itu, sering diadakan pelatihan.Misalnya, pada LKM KUBE Wirobrajan pernah diadakan pelatihan pembuatan fillet ikan sehingga dapat menjadi alternatif usaha baru bagi mereka. g.
Dampak terhadap Perubahan Pola Konsumsi dan Menabung
100%
Tidak Setuju
Seluruh pengelola berpendapat bahwa LKM KUBE tidak dapat mengubah pola konsumsi nasabahnya. Peminjam tidak seluruhnya meminjam untuk usaha, melainkan juga meminjam demi memenuhi kebutuhan konsumtif, seperti membeli peralatan elektronik. Menurut pengelola, apabila digunakan untuk usaha saja, rata-rata pinjaman yang dibutuhkan hanyalah sebesar Rp 500.000,-,namun sebagian besar meminjam hingga Rp 2.000.000,- dikarenakan memenuhi kebutuhan konsumsi. Hal ini tidak dapat dicegah karena gaya hidup yang ikut berubah seiring perkembangan jaman. 53
JURNAL PENELITIAN VOL. 11
100% Betul Sekali
Di sisi lain, LKM KUBE dapat mengubah pola menabung. LKM KUBE tidak hanya melayani peminjaman uang, namun juga melayani tabungan masyarakat. Ada juga saham yangmirip seperti simpanan pokok di koperasi. Namun memang belum ada kewajiban untuk menyimpan uang sebagai agunan pinjaman karena LKM KUBE tidak menggunakan agunan bagi nasabah KUBE. Perubahan pola menabung ini diamati oleh pengelola dengan member contoh bahwa ada penjual soto keliling yang setiap hari mampir ke LKM KUBE untuk menabung pendapatannya. Batas minimal tabungan yang tidak tinggi ini memudahkan masyarakat kecil untuk terbiasa menabung dari penghasilan hariannya.
2. Socio-Performance Lembaga Keuangan Mikro (LKM) Kelompok Usaha Bersama (KUBE) menurut Nasabah a.
Dampak terhadap Peningkatan Kesempatan Kerja, Pengurangan Kemiskinan, dan Peningkatan Pendapatan Keluarga
30%
0%
9% Sangat Setuju Setuju
61%
Tidak Setuju Sangat Tidak Setuju
Mayoritas nasabah berpendapat bahwa LKM KUBE meningkatkan modal usaha mereka. Hal ini dikarenakan mayoritas pengajuan kredit bertujuan untuk modal usaha. Meskipun demikian, tidak menutup kemungkinan mengajukan kredit untuk tujuan lain, seperti untuk membayar uang sekolah.
17% 6%
17% Sangat Setuju Setuju Tidak Setuju
60%
Sangat Tidak Setuju
Mayoritas nasabah merasa bahwa pendapatan keluarga mereka dapat meningkat berkat pinjaman dari LKM KUBE. Hal ini dikarenakan dengan adanya pinjaman maka modal usaha mereka bertambah dan dapat digunakan untuk pengembangan usaha. Hanya sebagian kecil yang merasa bahwa pendapatan keluarga tidak meningkat. Nasabah ini biasanya meminjam untuk memenuhi kebutuhan sekolah anak atau untuk membeli barang konsumtif. b. Dampak terhadap Peningkatan Akses dan Kualitas Pendidikan
18% 16%
24%
Sangat Setuju Setuju
42%
Tidak Setuju Sangat Tidak Setuju
54
JURNAL PENELITIAN – Volume 11 | 2015 Sebanyak 66% nasabah merasa bahwa LKM KUBE dapat meningkatan akses dan kualitas pendidikan. Hal ini dikarenakan sebagian besar mereka menggantungkan pinjaman di LKM KUBE ketika kesulitan membayar uang sekolah di awal tahun ajaran. Di sisi lain, 34% nasabah tidak merasakan manfaat yang sama. Sebagian dari mereka sudah lanjut usia sehingga anak-anak sudah lulus sekolah. Selain itu ada beberapa yang memang tidak menggunakan pinjaman di LKM KUBE untuk membayar uang sekolah, namun digunakan untuk usaha. c.
Dampak terhadap Peningkatan Akses dan Kualitas Kesehatan
18%
29%
Sangat Setuju Setuju
16%
Tidak Setuju Sangat Tidak Setuju
37%
Meskipun sudah ada Jamkesda dan BPJS, namun nasabah merasakan dampak positif LKM pada peningkatan akses dan kualitas kesehatan. Hal ini dikarenakan seringkali mereka tidak memanfaatkan fasilitas Jamkesda dan BPJS karena keadaan sehingga pinjaman dari LKM KUBE dapat digunakan sebagai sumber dana untuk mengakses fasilitas kesehatan. d. Dampak terhadap Peningkatan Kepemilikan Aset dan Faktor Produksi
18%
29%
Sangat Setuju Setuju
16% 37%
Tidak Setuju Sangat Tidak Setuju
Tujuh puluh enam persen nasabah merasa bahwa dengan adanya LKM KUBE, mereka tidak lagi kebingungan dalam membeli sarana produksi, seperti alat dan bahan baku. e.
Dampak terhadap Peningkatan Kemampuan Berorganisasi
16%
1% 50%
33%
Sangat Setuju Setuju Tidak Setuju Sangat Tidak Setuju
Delapan puluh tiga persen nasabah berpendapat bahwa mereka aktif mengikuti organisasi masyarakat sejak bergabung dengan LKM KUBE. Hal ini dikarenakan adanya kewajiban mengikuti pertemuan rutin bulanan KUBE. Mereka hanya diberi kesempatan 2 kali tidak hadir. Bahkan di KUBE ini, mereka tidak boleh menitipkan angsuran pada yang lain untuk mencegah terjadinya penyelewengan uang pembayaran angsuran.
55
JURNAL PENELITIAN VOL. 11 f.
Dampak terhadap Perubahan Pola Konsumsi dan Menabung
30%
37%
Sangat Setuju Setuju
17%
Tidak Setuju Sangat Tidak Setuju
16%
Lima puluh empat persen nasabah merasa bahwa terjadi perubahan pola konsumsi sejak menjadi nasabah di LKM KUBE. Hal ini dikarenakan mereka menggunakan pinjamannya untuk membeli sarana transportasi (sepeda, motor, mobil) dan juga alat komunikasi (telepon seluler). Sedangkan 46% lainnya merasa tidak ada perubahan konsumsi karena mereka sudah memiliki alat transportasi & komunikasi sehingga tidak perlu pinjam LKM untuk membeli lagi. g.
Dampak terhadap Peningkatan Keterlibatan dalam Pengambilan Keputusan
6% 35%
7%
Sangat Setuju
52%
Setuju Tidak Setuju Sangat Tidak Setuju
Delapan puluh tujuh persen nasabah merasa bahwa mereka dapat terlibat dengan pengambilan keputusan dengan aktif memberikan saran pada pengurus organisasi, termasuk LKM KUBE.
F. Kesimpulan dan Rekomendasi Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa kinerja social LKM KUBE di Kota Yogyakarta dapat dikatakan baik, namun perlu beberapa pembenahan dalam aspek SDM, pemasaran, operasional, dan keuangan/modal.Upaya peningkatan kinerja social LKM KUBE tidak hanya dapat dilakukan oleh Dinsosnakertrans sebagai pemrakarsa atau inisiator, melainkan perlu adanya sinergi dari berbagai pihak, seperti masyarakat, perguruan tinggi, dan perusahaan. Penelitian ini menghasilkan beberapa rekomendasi bagi pemerintah Kota Yogyakarta, antara lain: 1.
2. 3.
4.
Dinas Sosial, Tenaga Kerja, dan Transmigrasi Kota Yogyakarta sebaiknya memperbaiki mekanisme pengelolaan nasabah LKM KUBE dengan cara: a. Kewajiban melakukan pendampingan pertemuan rutin. Hal ini perlu didukung dengan penambahan jumlah pendamping/pengelola b. Sinergisitas program pendampingan LKM KUBE & KUBE. Maksudnya adalah pendampingan secara terus menerus KUBE yang baru dan lama dengan mengajak pengelola LKM KUBE. Dinas Sosial, Tenaga Kerja, dan Transmigrasi Kota Yogyakarta sebaiknya membuat program pelatihan pengelola LKM KUBE untuk memperbaiki kinerja pengelola, terutama dalam hal pendampingan pertemuan LKM KUBE Kantor Pemberdayaan Masyarakat dan Perempuan (KPMP) sebaiknya membuat program RT/RW anti bank plecit atau anti rentenir. Hal ini dapat menjadi salah satu cara agar kemiskinan yang diakibatkan jeratan rentenir dapat dikurangi. Beberapa cara agar program ini dapat berjalan adalah dengan: a. Menggandeng LKM dan lembaga perbankan untuk menggalakkan budaya menabung dan meminjam pada institusi keuangan yang sah. b. Sosialisasi bahaya rentenir ke sekolah-sekolah, kantor-kantor, dan pertemuan-pertemuan warga Dinas Sosial, Tenaga Kerja, dan Transmigrasi Kota Yogyakarta sebaiknya membuat sistem pendataan bantuan dan/atau pelatihan guna pengentasan kemiskinan agar tidak terjadi duplikasi program. 56
JURNAL PENELITIAN – Volume 11 | 2015 5. 6.
Dinas Sosial, Tenaga Kerja, dan Transmigrasi Kota Yogyakarta sebaiknya membuat sistem penilaian kinerja social program pengentasan kemiskinan berbasis android sehingga dapat diisi dan dibawa dengan mudah oleh petugas. Kantor Pemberdayaan Masyarakat dan Perempuan (KPMP) sebaiknya membuat program: a. Pelatihan perencanaan keuangan rumah tangga agar para ibu-ibu dapat menata keuangan rumah tangga. Ibu-ibu sebaiknya dibekali pengetahuan tersebut agar dapat mensiasati pendapatan yang kecil agar tetap dapat memenuhi pengeluaran dan juga dapat berinvestasi sehingga dapat lepas dari jerat rentenir. b. Sosialisasi bahaya rentenir pada ibu-ibu PKK atau dasawisma. Dengan terbukanya pemahaman ibu-ibu mengenai bahaya rentenir maka ibu-ibu dapat mencegah dirinya sendiri maupun suaminya untuk meminjam pada rentenir.
Daftar Pustaka Andariani, Dwi Astuti.2011.”Implementasi Lembaga Keuangan Mikro (LKM) Kelompok Usaha Bersama (KUBE) di Yogyakarta”. Tesis S-2 Program Studi Sosiologi, Konsentrasi Kebijakan dan Kesejahteraan Sosial, Program Pasca Sarjana Universitas Gadjah Mada. Copestake, J., Dawson, P., Fanning, JP, McKay, A. dan Wright-Revolledo, K.Wright.2005. “Monitoring the Diversity of the Poverty Outreach and Impact of Microfinance: A Comparison of Methods Using Data from Peru”. Development Policy Review, Vol. 23, No. 6. IFAD.2006. Assesing and Managing Social Performance in Microfinance, International Fund for Agricultural Development. Roma Misra, Alok.2006. “Micro Finance in India and Millenium Development Goals: Maximizing Impact on Poverty”. Discussion Paper for Workshop on World Bank, Singapore 18 September 2006. Mujiyadi.2007. ”Implementasi Program Pemberdayaan Fakir Miskin: Studi Evaluasi di Delapan Daerah Indonesia”. Laporan Penelitian Puslitbang Kesejahteraan Sosial Kementrian Sosial. Suartana, Wayan dan Ariyanto, Dodik.2012. ”Analisis Kinerja Internal, Balance Scorecard, dan Pengembangan Keuangan Mikro Berkelanjutan: Studi pada Lembaga Perkreditan Desa di Provinsi Bali”. Jurnal Akuntansi dan Auditing, Vol. 9, No. 1, November 2012, 1-69 Sugiyono.2011. Metoda Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D. Bandung: Alfabeta Susila.2007.”Analisis Efisiensi Lembaga Keuangan Mikro”. Jurnal Ekonomi Pembangunan, Vol.*, No. 2, Desember 2007, hal. 223-242 UNESCAP.2000. A Manual for Evaluating Targeted Poverty Alleviation Program. New York: UNESCAP Wilson, T.2003. “Lessons from a Microfinance Pilot Project in Rwanda”. Field Exchange.
57