A Lecture Note INTRODUCTION TO GROUNDWATER VURNERABILITY (Pengantar Kerentanan Air Tanah) Heru Hendrayana, 2011
[email protected]
I.A. Penelitian Kerentanan Air Tanah I.A.1. Definisi Kerentanan Air Tanah Definisi Kerentanan Air Tanah menurut Vrba dan Zaporazec (1994) adalah sifat sifat intrinsik dari sistem air tanah yang berkaitan dengan sensitivitas dari sistem tersebut terhadap manusia dan alam. Terdapat adanya lebih dari satu jenis kerentanan air tanah, oleh karena itu dalam referat ini kita hanya memakai istilah kerentanan intrinsik sebagai fungsi dari faktor - fakor hidrogeologi, karakteristik dari akuifer dan tanah yang berada diatasnya serta material geologi yang menyusunnya. Lebih jauh lagi untuk tambahan dalam unsur-unsur intrinsik dari sistem air tanah, beberapa pemakai peta kerentanan memasukkan potensi pengaruh dari penggunaan lahan spesifik dan jenis kontaminan. Untuk konsep yang disebut terakhir ini adalah kerentanan spesifik atau terintegrasi.
I.A.2. Penelitian Kerentanan Intrinsik Peta kerentanan intrinsik adalah berdasarkan penyelidikan berbagai faktor alamiah seperti imbuhan air tanah. karakteristik tanah, zona tidak jenuh air, sifat akuifer, dan Faktor – faktor penting dalam penelitian kerentanan air tanah (Vrba dan Zoporozec, 1994) antara lain: 1. Imbuhan air tanah Imbuhan air tanah sebagaimana digunakan dalam laporan ini adalah jumlah air yang melewati zona tidak jenuh air yang masuk kedalam akuifer. Jumlah dan kualitas imbuhan air tanah akan mempengaruhi secara signifikan proses fisika dan kimia dalam sistem air tanah, batuan, dan tanah. Imbuhan air tanah sebaiknya dipertimbangkan dalam penyelidikan kerentanan air tanah , khususnya pada peta skala kecil dan Kerentanan Air Tanah/Groundwater Vulnerability–Heru Hendrayana–2011–
[email protected]
1
menengah. Imbuhan air tanah dapat diketahui dari pengukuran lapangan, dari persamaan kesetimbangan air, dengan foto udara, atau citra satelit. Juga diperlukan data iklim, seperti presipitasi, suhu udara, atau citra satelit.
2. Tanah Parameter utama tanah yang berhubungan dengan kerentanan termasuk tekstur, struktur, ketebalan, dan kandungan material organik dan mineral lempung. Parameter tanah yang lain seperti kelembaban, juga bisa digunakan apabila datanya tersedia. Tanah memiliki kemampuan untuk menghambat zat kontaminan (fertilizer, pestisida, pengendapan asam) diperiksa. Tanah memiliki posisi spesifik diantara faktor – faktor kerentanan air tanah karena sangat rentan. Fungsi tanah sebagai pelindung akuifer alami dalam menghambat kontaminan dapat mengalami kerusakan dengan mudah. Kerusakan tanah dapat berakibat pada kurangnya kontrol terhadap kualitas air tanah. Karena itu, penyelidikan terhadap unsur - unsur tanah juga perlu dilakukan untuk mengetahui apakah tanah pada daerah penelitian dalam kondisi alami atau sudah terpengaruh aktivitas manusia, serta pertanian dan lain sebagainya. Tabel I.1 Unsur - unsur kerentanan air tanah intrinsik dan spesifik serta parameternya (dimodifikasi dari Vrba, 1991) UNSUR
INTRINSIK (ALAMI) Faktor Primer Tanah
Zona tidak jenuh
Zona jenuh air
air (Vadose)
(akuifer)
Pengisian air tanah
PARAMETER
UTAMA
- Tekstur
- Ketebalan
- Litologi
- Tingkat pengisian
- Struktur
(berkaitan dengan
(berkaitan dengan
air tanah tahunan
- Ketebalan
muka air tanah)
konsolidasi dan
- Presipitasi
-Kandungan tanah
- Litologi
stratifikasi batuan
tahunan
- Material organik
(berkaitan dengan
- Ketebalan
-Kandungan
konsolodasi dan
- Porositas efektif
mineral lempung
stratifikasi
- Konduktivitas
- Permeabilitas
batuan)
hidrolika
- Travel time air
- Arah aliran air tanah - Umur dan
Kerentanan Air Tanah/Groundwater Vulnerability–Heru Hendrayana–2011–
[email protected]
2
residence time air tanah
TAMBAHAN
- Kapasitas
-Tingkat
- Kapasitas
- Evaporasi
pertukaran ion
pelapukan
penyimpanan
- Evapotranspirasi
- Reduksi dan
- Permeabilitas
- Transmisivitas
- Suhu udara
kapasitas penyerapan - Karbonat + Densitas + Kapasitas air dalam tanah +Penyerapan air oleh akar + Reaksi transfer nitrogen
UNSUR - UNSUR
INTRINSIK (ALAMI)
SPESIFIK
Faktor sekunder Topografi
Satuan geologi
Kontak dengan
dibawah akuifer
air permukaan dan air laut
PARAMETER
UTAMA
Variasi
- Permeabilitas
- Memperoleh
- Penggunaan
kemiringan
- Struktur dan
atau kehilangan
lahan
lereng
tektonik
arus sungai
- Kepadatan
- Potensi masuk
- Evaluasi
penduduk
dan keluar air
potensi infiltrasi
- Travel time
- Pertemuan air
kontaminan dalam
laut dan air tanah
zona tidak jenuh
di daerah pantai
air ++ Kapasitas penghambatan tanah terhadap pencemar dalam zona tidak jenuh air dan akuifer
TAMBAHAN
Tumbuhan
Dalam akuifer
- Residence time
Kerentanan Air Tanah/Groundwater Vulnerability–Heru Hendrayana–2011–
[email protected]
3
tertekan
kontaminan dalam
parameter yang
akuifer
sama digunakan
- Pengisian buatan
untuk unit
- Irigasi
dibawah akuifer
- Drainase
3. Zona tidak jenuh air Zona ini sangat penting dalam perlindungan air tanah terutama di daerah berbukit dan pegunungan. Karakter zona tidak jenuh air dan potensi kapasitas pelemahannya menentukan derajat kerentanan air tanah. Jika zona ini tersusun oleh batuan dengan permeabilitas kecil, akan menciptakan lapisan pembatas dengan akuifer dibawahnya dan mengurangi kerentanan secara signifikan. Parameter utama yang digunakan dalam penelitian antara lain ketebalan zona tidak jenuh air, litologi, dan permeabilitas vertikal. Ketebalan zona tidak jenuh air tergantung kepada posisi muka air tanah, yang tidak stabil dan berfluktuasi. 4. Karakteristik akuifer Parameter utama untuk penyelidikan kerentanan akuifer termasuk geometri, porositas, konduktivitas hidrolik, kapasistas penyimpanan air tanah, transmisivitas, dan arah aliran air tanah. Konduktivitas hidrolika adalah yang paling penting. Untuk memperoleh data yang representatif pada parameter akuifer lebih mahal dan memerlukan keahlian teknik dalam membandingkan dengan data tanah dan zona tidak jenuh air, penyelidikan lubang bor, uji hidrolika, analisis lapangan dan laboratorium diperlukan untuk penyelidikan kerentanan yang baik.
I.A.3. Faktor - Faktor Penting Lainnya Faktor - faktor penting yang lain misalnya: topografi, air permukaan, dan litologi yang ada dibawah akuifer. Faktor - faktor tersebut bervariasi pada setiap wilayah, tergantung pada kondisi wilayahnya. Satu faktor bisa sangat penting pada satu daerah dan bisa kurang penting pada daerah lain, karena kerentanan air tanah adalah berbeda untuk kontaminan yang berbeda. Kerentanan air tanah spesifik multi tujuan dapat dipetakan pada beberapa lembar peta menggunakan overlay transparan, peta superimpose, dan atlas.
Kerentanan Air Tanah/Groundwater Vulnerability–Heru Hendrayana–2011–
[email protected]
4
I.B. Metode dan Teknik Penelitian Kerentanan Air Tanah Metode
teknik
penelitian
kerentanan
air
tanah
secara
umum
dapat
dikelompokkan menjadi dua kelas berbeda, yaitu ; 1. universal, yang dapat dibagi untuk berbagai macam kondisi fisiografis yang berbeda, dan 2. lokal, yang hanya dapat dipakai pada kondisi daerah tertentu. Namun secara teknik dapat dikelompokkan menjadi tiga kelompok dasar; Hydrogeological complex and settings method, parametric method, dan analogical relation dan numerical model method. Metode ini dirangkum dalam Tabel I.2. I.B.1. Hydrogeological Complex and Settings Methods Metode HCS ini dilakukan dengan melakukan perbandingan dari daerah penelitian dengan kriteria untuk menggambarkan kondisi yang ada. Metode ini banyak digunakan untuk menilai kerentanan dari kompleks dan kondisi hidrogeologi, biasanya memakai metode overlay kartografi. Metode ini termasuk kategori jenis sistem yang universal, karena itu metode ini cocok untuk dipakai pada daerah yang luas dengan kondisi hidrogeologi, hidrostruktural, dan morfologi yang bervariasi. Dengan demikian, metode ini cocok digunakan untuk menghasilkan peta tematik pada skala menengah hingga luas, atau untuk menjangkau teritorial nasional. Penelitian kerentanan hanya dilakukan pada batasan kualtiatif (Civita, 1990b dalam Vrba & Zoporozec, 1994).
I.B.2. Metode Sistem Parametrik Metode sistem parametrik ini dapat dibagi menjadi tiga, antara lain : a. Sistem matriks (MS). b. Sistem rating (RS) c. Sistem model hitung poin. Prosedur keseluruhan dari metode tersebut diatas adalah sama. Konstruksi dari parameter sistem dimulai dengan memilih faktor (parameter) yang representatif untuk menyelidiki kerentanan air tanah. Masing - masing memiliki jangkauan berbeda, yang terbagi menjadi interval yang berbeda satusama lain (misal: 0-5 m, 5-10 m, dan 10-20 m). Masing - masing interval menggambarkan nilai yang merefleksikan derajat kesensitifan relatif terhadap kontaminan. Nilai – nilai tersebut biasanya pada skala 1-10, dengan nilai 10 sebagai nilai yang paling sensitif.
Kerentanan Air Tanah/Groundwater Vulnerability–Heru Hendrayana–2011–
[email protected]
5
Tabel I.2. Metode untuk Penelitian Kerentanan Air Tanah (Civita, 1993, dalam Vrba & Zoporozec, 1994 )
Keterangan: AR - Hubungan analogi, HCS - Hidrogeological complex and settings, MS - Matrix system, PSCM - point count system model, Rs - Rating system
A. Sistem Matriks Sistem matriks ini cocok digunakan untuk penyelidikan skala lokal. Metode ini berdasarkan pada parameter yang dipilih secara hati – hati. Sistem yang digunakan pada penelitian pada penelitian di daerah Flemish, Belgia (Goossens dan van Dame, 1987) antara lain; tiga jenis tanah penutup, dua interval kedalaman air tanah, dan empat jenis akuifer. Adam dan Foster (1992) ,merekomendasikan unutk mempertahankan variabel hidrogeologi dalan penelitian air tanah daripada membandinglan parameter yang Kerentanan Air Tanah/Groundwater Vulnerability–Heru Hendrayana–2011–
[email protected]
6
dipakai pada penelitian kerentanan air tanah. Mereka mengemukakan tiga kelas utama kerentanan (Tabel I.3), berdasarkan pada permeabilitas lapisan yang ada diatas akuifer dan kedalaman air tanah. Pengaruh dari sungai merupakan pertimbangan tambahan.
Tabel I.3. Sistem matrix yang digunakan untuk klasifikasi kerentanan air tanah ( Falmer, 1988,dalam Vrba & Zoporozec, 1994 )
Jenis klasifikasi
Kelas pencucian tanah / Soil leaching capacity
akuifer
1
2
3
4 1
Sangat tinggi
Tinggi
Sedang
Rendah
2
Tinggi
Sedang
Rendah
Rendah
Rendah
Rendah
Rendah
Rendah
3 B. Sistem rating
Sistem rating yang mudah ini berasal dari sistem LeGrand (1964 dan1983). Pada sistem ini setiap parameter memiliki jangkauan yang pasti. Jangkauannya dibagi menurut variasi interval dari masing-masing parameter. Skor terakhir dibagi menjadi berbagai macam segmen (dari minimum ke maksimum) yang menggambarkan derajat kerentanan relatif. Berbagai macam parameter digunakan dalam sistem rating. Beberapa penulis memakai karakteristik tanah sebagai parameter utama (Tabel I.2); sedangkan penulis lain menyatakan bahwa parameter hidrogeologi dan hidrologi lebih penting. Sistem reting ini adalah berdasarkan asumsi jika kontaminan secara umum. Metode ini tidak terfokus terhadap satu jenis kontaminan saja. Metode ini telah digunakan oleh Fenge (1976), Marcolongo dan Pretto (1987), Sotorkonikova dan Vrba (1987), Zaporozec (1985) dan Schmidt (1987). Contoh metode sistem rating yang paling sering dipakai karena strukturnya yang sederhana dan pragmatis dikemukakan oleh Foster (1987) dengan metodenya disebut GOD (gambar I.1).
Kerentanan Air Tanah/Groundwater Vulnerability–Heru Hendrayana–2011–
[email protected]
7
Gambar I.1. Sistem empiris GOD untuk penelitian kerentanan kontaminasi akuifer ( dari Foster, 1987 )
I.B.3. Model Sistem Hitung Poin (Point Count System Models) Metode ini merupakan pengembangan dari sistem evaluasi parametrik. Metode ini berbeda dari sistem rating yaitu dengan menambahkan identifikasi multiplikasi dari bobot tiap parameter untuk merefleksikan hubungan antara parameter dan kepentingannya untuk penelitian kerentanan. Rating untuk masing – masing interval digandakan dengan bobot parameter dan hasilnya dijumlahkan untuk memperoleh skor akhir yang mengandung pengukuran relatif dari satu area dibandingkan dengan daerah lain. Semakin tinggi skor, semakin sensitif suatu daerah. Gambar I.2 menunjukan sebuah algoritma yang berguna dalam pengembangan bobot parameter dan sistem rating. Aspek yang paling sulit dalam mengimplementasikan bobot parameter dan motode rating adalah untuk memisahkan jangkauan skor numerik kedalam kelas – kelas kerentanan (misal; tinggi, sedang, dan rendah). Kerentanan Air Tanah/Groundwater Vulnerability–Heru Hendrayana–2011–
[email protected]
8
Satu dari model sistem ini telah dikembangkan oleh Badan Perlindungan Lingkungan AS pada tahun 1985 oleh Aller et al (1987), dengan akronim DRASTIC (Depth to water, net imbuhan air tanah, aquifer media, soil media, topografi, impact of vadoze zone, and hydraulic conductivity of the aquifer) yang ditunjukkan pada Gambar I.3. Masing – masing parameter tersebut memiliki rating poin dengan interval 1-10, dengan dua deret bobot relatif (bervariasi 1 - 5) . Parameter yang paling signifikan memiliki berat 5; yang paling tidak signifikan memiliki berat 1. Deret bobot yang kedua dikembangkan untuk merefleksikan efek dari aktivitas pertanian, terutama pestisida. Dalam kedua hal tersebut, index dibuat dengan menjumlahkan rating produk untuk bobot dari tujuh parameter. Kelemahan dari metode DRASTIC ini adalah tidak cukup fleksibel untuk disesuaikan ke kebutuhan penelitian yang spesifik.
Gambar I.2. Algoritma untuk mengembangkan Model Sistem Hitung Poin
Metode yang hampir sama juga dikembangkan di Italia pada awal 1990 namun sudah mengalami koreksi dan diatur untuk mengatasi masalah yang disebutkan diatas dan sudah bisa menjangkau penelitian kerentanan air tanah yang dilakukan pada peta skala kecil dan menengah. Sistem tersebut dinamakan SINTACS. Metode ini sudah dilakukan dengan komputerisasi secara keseluruhan, baik untuk pemasukan data maupun pemetaan dan Tabel numerik. Jumlah dari deret bobot dalam pararel digunakan untuk mendefinisikan kondisi efektif dari pengaruh yang mungkin terjadi. Bobot relatif Kerentanan Air Tanah/Groundwater Vulnerability–Heru Hendrayana–2011–
[email protected]
9
dari parameter yang digunakan dalam SINTACS ditunjukan dalam gambar I.4. Indeks yang dihasilkan adalah dalam persen, dibagi menjadi beberapa interval yang telah didefinisikan pada sekitar 500 percobaan, dan dikelompokan kedalam enam kelas kerentanan. Sistem ini sudah dicoba pada dua lokasi; satu pada daerah di selatan Torino (Civita, Chiappone et al, 1990) , dan satu pada daerah karst pada Apuanian (Civita, Forti et al, 1990). Pada Negara Jerman metode
ini dikenal dengan nama metode SGD
(Holting et al, 1995) yang sama baiknya jika dibandingkan dengan metode DRASTIC.
Gambar I.3. Contoh indeks DRASTIC dalam kondisi hidrogeologi yang bervariasi (Civita, 1990 dalam Vrba & Zoporozec, 1994)
Kerentanan Air Tanah/Groundwater Vulnerability–Heru Hendrayana–2011–
[email protected]
10
Gambar I.4a. Sistem parametrik SINTACS (Tabel utama) (Civita, Forti et al, 1991)
Kerentanan Air Tanah/Groundwater Vulnerability–Heru Hendrayana–2011–
[email protected]
11
Gambar I.4b. Pemilihan deret bobot untuk SINTACS
I.B.4. Metode Hubungan Analogi dan Model Numerik Teknik ini adalah berdasarkan symbol matematik yang sederhana atau kompleks yang akan menghasilkan indeks kerentanan. Sebagai contoh, Marcolongo dan Pretto (1987) telah mengemukakan persamaan berdasarkan hukum Darcy : Iv = [K(QI/SI]/MS Persamaan tersebut akan memberikan evaluasi kerentanan sebagai pembalikan dari waktu tempuh, diibaratkan sebagai model aliran piston; dimana K = Konduktivitas hidraulika dari ketebalan zona tidak jenuh air (SI), MS = kelembaban tanah, dan QI = tingkat infiltrasi per unit permukaan. Sebuah teknik yang menarik, walaupun belum terbukti efektif, dikemukakan oleh Andersen dan Gosk (1987). Mereka memasukan dalam evaluasi kerentanan hanya dua faktor, yang dinamakan kapasitas pembersihan tanah dan kemampuan restorasi akuifer. Faktor yang pertama dievaluasi kasus demi kasus, sebagai fungsi jenis tanah dan kontaminan. Hal ini sebaiknya disebut sebagai kuantitas kontaminan yang dipindahkan oleh unit volume tanah. Faktor kedua (Cr) adalah pembalikan dari waktu tempuh rata - rata dalam akuifer (Tr): Cr = I/Vw (tahun) Tr = Vw/I (tahun)
Kerentanan Air Tanah/Groundwater Vulnerability–Heru Hendrayana–2011–
[email protected]
12
Dimana Vw adalah volume air rata - rata akuifer dan I adalah infiltrasi efektif tahunan. Bachmat dan Collin (1987) telah mengemukakan model teknik yang kompleks, berdasarkan jumlah data yang besar, dimana sebagian besar datanya sulit didapatkan. Perlu dipertanyakan apakah teknik ini mempunyai perbandingan untung rugi yang masuk akal apa tidak, bahkan untuk daerah lahan yang luasnya tidak lebih dari satu hektar.
I.C. Pemetaan Kerentanan Air Tanah Berbasis Waktu Tempuh I.C.1. Penelitian Kerentanan Air Tanah Menggunakan Waktu Tempuh dan Daerah Spesifik Permukaan Sebagai Indikator Metode ini dikembangkan oleh dua orang peneliti asal Swedia yaitu Lena Maxe dan Per Olof Johansson. Metode ini diaplikasikan di daerah Stockholm, Swedia. Metode ini dilakukan pada peta dengan skala 1:50000. Metode ini menggunakan parameter waktu tempuh dan daerah spesifik permukaan sebagaimana terukur dalam kapasitas peresapan, karena dua faktor tersebut mudah untuk dimengerti dan masih dalam batas – batas kuantitatif. Kondisi pada zona tidak jenuh air juga ikut diteliti dalam metode ini sehingga metode ini bisa diaplikasikan pada akuifer yang retak dan memiliki pori-pori. Waktu tempuh
menuju zona jenuh air atau ke kedalaman lima meter
diklasifikasikan kedalam empat interval, dengan jangkauan <1 hari ke >1 tahun. Total permukaan partikel yang tersedia untuk penyimpanan polutan dalam zona tidak jenuh air digunakan sebagai indikator semi kuantitatif kerentanan dalam perspektif jangka panjang. Indikator tersebut diklasifikasikan kedalam empat interval, dengan jangkauan <1x106 m2/m2 ke >25 x 106 m2/m2.
Kondisi Hidrogeologi Seringkali peta topografi skala kecil menyulitkan untuk membuat tampilan yang bagus pada peta kerentanan skala 1:50.000 apabila mempertimbangkan ketersediaan data, resolusi, dan kemampuan peta untuk dibaca. Solusi untuk mengatasi permasalahan ini adalah mengadopsi tatanan hidrogeologi sebagai unit pemetaan utama. Definisi tatanan hidrogeologi sendiri adalah “elemen bentang alam yang membentuk unit yang dapat dipetakan secara memadai untuk meneliti kerentanan akuifer berdasarkan Kerentanan Air Tanah/Groundwater Vulnerability–Heru Hendrayana–2011–
[email protected]
13
karakteristik imbuhan air tanah dan kondisi hidrogeologi. Tatanan hidrogeologi ditampilkan dalam bentuk profil yang representatif, diagram blok, dan teks dalam legenda peta, dimana tiap kelas vulnerabelitas yang berbeda bisa juga ditampilkan dalam masing sub unit dari tatanan hidrogeologi, Sejauh resolusi spasial dan data tersedia, tatanan hidrogeologi sebaiknya dibagi menjadi kelas kerentanan yang berbeda langsung pada peta.
Kapasitas retensi Penyebaran ukuran butir endapan dalam zona tidak jenuh air dan kedalaman muka air tanah adalah faktor kunci untuk penelitian kerentanan. Perkolasi yang lambat ketika melewati material berukuran halus meningkatkan kemungkinan untuk reaksi fisika, kima, dan biologi. Proses yang lambat memberikan waktu yang cukup untuk reaksi yang efisien dan daerah permukaan yang luas tersedia untuk reaksi, karena retensi dan proses pembusukan sangat bervariasi untuk setiap kontaminan. Selain itu, pH, kondisi redoks dan kekompleksan dapat secara drastis merubah efisiensi dari proses. Untuk memenuhi persyaratan pengukuran kuantitatif, total area permukaan dari material yang terkubur dalam zona tidak jenuh air termasuk sebagai indikator kerentanan. Tabel I.4. Permukaan spesifik (cm2/cm3) untuk fraksi butiran yang berbeda dihitung menggunakan BET (Sverdrup dan Warfvinge, 1992 )
Material
permukaan spesifik (cm2/cm3)
Clay
125.000
Silt
35.000
Sand
5000
Gravel
tidak diketahui
Akan tetapi total area permukaan tidak memberikan informasi mengenai kualitas permukaan , kapasitas retensi kontaminan spesifik. Dengan memasukan profil tanah kedalam penelitian, kualitas penelitian akan meningkat karena profil tanah adalah sesuatu yang penting untuk proses retensi dan degradasi berbagai macam kontaminan. Kerentanan Air Tanah/Groundwater Vulnerability–Heru Hendrayana–2011–
[email protected]
14
Nilai dari permukaan spesifik untuk fraksi butiran yang berbeda ditunjukan dalam Tabel I.4. Nilai ini berdasarkan pada BET-analisis dari sejumlah banyak sampel tanah setelah penghilangan material organik dan presipitasi (Sverdrup dan Warfvinge, 1992). Nilai tersebut cukup mewakili untuk profil tanah yang telah lapuk. Nilai untuk pasir, dan lanau melebihi dari yang diharapkan dari perhitungan geometri, dengan mengasumsikan butiran yang bulat (60-6000 cm2/.cm3; Aastrup et al, 1995). Perbedaannya mungkin karena retakan dan karena pelapukan pada butiran. Pada sisi lain, nilai untuk fraksi lempung adalah rendah jika dibandingkan terutama untuk mineral lempung ( kaolinit, 240000 cm2/cm3; ilit, 24000000 cm2/cm3; monmorillonit, 12000000 cm2/cm3; Hilel 1980). Perbeedaan ini mengindikasikan jika butiran mineral primer mendominasi bahkan dalam fraksi lempung. Material organik sampai sekarang adalah mineral yang memiliki permukaan spesifik yang sangat tinggi (560-800 m2/g). Nilai rendah 1-20 m2/g sekarang adalah lebih realistik. Nilai yang lebih tinggi yang tersebut diawal
diasumsikan
untuk
merefleksikan
kapasitas
material
organik
untuk
mempertahankan lukuid polar.
Waktu tempuh Waktu tempuh dari air termasuk indikator dalam waktu yang tersedia untuk perbaikan terutama yang berkaitan dengan masuknya zat cair yang terjadi tiba - tiba. Dari sudut pandang praktis, waktu yang tersedia untuk pengembangan suplai air alternatif juga penting. Dari perspektif pembangunan berkelanjutan, hal ini tidak mencukupi untuk membedakan kerentanan berdasarkan pada apakah air tanah akan tercemar atau tidak dalam 1, 10, atau 100 tahun.
Kerentanan Air Tanah/Groundwater Vulnerability–Heru Hendrayana–2011–
[email protected]
15
Tabel I.5. Kapasistas infiltrasi pada tanah di Norwegia (after Lundberg, 1974 )
Material
Kapasistas infiltrasi (mm air/jam) n
minimum
25%
median
75% maksimum
Lempung
31
6
40
100
160
320
Lanau
17
1
2
8
30
420
Pasir, gravel pasiran
25
50
110
180
280
2600
Till
54
40
90
180
360
5400
Bedrock
14
0,2
-
2
-
6
Dalam kasus pencemaran, volume zat cair termasuk faktor yang dapat dipertimbangkan, terdapat sebuah resiko untuk transportasi kontaminan yang memasuki muka air tanah secara cepat. Seberapa cepat dan seberapa dalam transportasinya tergantung pada unsur-unsur hidraulik dari profil tanah, kandungan air mula-mula, volume zat cair, penyebaran pada permukaan tanah, sebagimana unsur- unsur dari zat cair. Jika volume masuknya air besar, kapasitas peresapan bisa menjadi penting. Pada Tabel I.5, adalah nilai kapasitas peresapan untuk tanah di daerah Norwegia (Lundberg,1974). Kapasitas peresapan yang paling rendah adalah untuk daerah dengan litologi lanau dan lempung, Retakan bisa meningkatkan kapasitas peresapan pada lanau dan lempung. Waktu tempuh untuk air yang terletak lebih dalam di profil dapat diperkirakan dengan memakai hukum Darcy, diasumsikan saturasi temporer dan gradien unit. Aliran Makro pori yang paling penting pada bagian atas dari profil, dapat menghasilkan waktu tempuh yang lebih singkat. Dalam Tabel I.6, kecepatan rata - rata aliran air dan waktu tempuh pada tanah pada kondisi tidak jenuh air dan gradien unit. Dalam tanah kohesif, waktu tempuh pada kedalaman 1 m, menurun, karena potensial untuk aliran makro-pori.
Tabel I.6. Kecepatan aliran rata - rata dan travel time vertikal
Tanah
Kecepatan aliran air
Travel time vertikal kedalaman 1 m
kedalaman 5 m
kedalaman
10 m Kerikil
10 - 100 m/jam
< 1 jam
< 1 jam
< 1 jam
Pasir
10 cm/hari - 1 m/jam
< 1 hari
1 hari - 1 bulan
1 hari - 1 tahun
Lanau
1 cm - 1 m/tahun
1 bulan - 1 tahun
> 1 tahun
> 10 tahun
Kerentanan Air Tanah/Groundwater Vulnerability–Heru Hendrayana–2011–
[email protected]
16
Lempung
1-10 cm/tahun
1 bulan - 1 tahun
-
-
Till pasiran
10 m/tahun - 1 m/jam
< 1 hari
< 1 hari - 1 bulan
Till
10 cm - 100 m/tahun
1 jam - 1 bulan
lempungan
1 - 100 m/tahun
> 1 hari
1 hari - 1 tahun
1 bulan - 10 tahun
>1bulan - 10tahun
-
-
Tabel I.6 menunjukan bahwa aliran zat cair pada muka air yang relatif dalam pada litologi kerikil adalah kurang dari satu hari. Karena itu waktu yang tersedia untuk remediasi oleh penggalian adalah terbatas. Juga untuk pasir kasar kontaminan akan mencapai muka air jika kedalaman muka air tanah < 5m. Daerah dengan overburden yang tipis sangat vulnerabel, karena remediasi sulit terjadi jika kontaminan sudah memasuki batuan dasar.
Tabel I.7. Skema penelitian kerentanan Travel time dalam zona tidak jenuh air
Contoh litologi dalam
hingga kedalaman 5 meter
zona tidak jenuh air
Kerentanan
< 1 hari
Gravel
Ekstrem
1 hari - 1 bulan
Pasir, loam
Tinggi
1bulan - 1 tahun
pasir halus, loam lempungan
Sedang
> 1 tahun
lanau, lempung
Rendah
Kerentanan air tanah terhadap kontaminan yang tertransport oleh pengisian alami Total daerah permukaan dalam zona
Contoh kombinsi litologi dan
2
ketebalan dalam zona tidak
2
6
tidak jenuh air (m /m x 10 )
kerentanan
jenuh air <1
Pasir <2m
Ekstrem
1-5
Pasir 2-10 m
Tinggi
5-25
lanau 1,5 m - lempung 2 m
Sedang
25-100
lempung 2-8 m
Rendah
>100
lempung > 8 m
Rendah
Kerentanan air tanah dalam daerah tanpa profil tanah Total daerah permukaan (m2/m2 x106)
Kerentanan
<1
Ekstrem
1-5
Ekstrem
5-25
Tinggi
25-100
Sedang
>100
Rendah
Kerentanan Air Tanah/Groundwater Vulnerability–Heru Hendrayana–2011–
[email protected]
17
Aplikasi Metode ini sudah digunakan dalam penelitian kerentanan air tanah di daerah Stockholm, Swedia. Luas daerah penelitian sekitar 100 km 2 dengan ketinggian daerah antara 5 - 50 mdpl. Kondisi hidrogeologi dipilih untuk peta kerentanan : I. Endapan kerikil dan pasir. II. Singkapan bedrock dan overburden yang tipis. III. Lempung dan lanau. IV. Gambut. Pada gambar I.5, empat kondisi hidrogeologi digambarkan dalam profil sayatan. Kelas - kelas kerentanan sudah dibentuk dan Tabel evaluasi dibuat untuk penelitian kerentanan dari subunit yang berbeda dari masing - masing kondisi. Gambar dua menunjukan contoh deskripsi dan diagram blok dari kondisi hidrogeologi I “kerikil dan pasir”. Kondisi hidrogeologi satu termasuk gravel dan endapan pasir. Kondisi hidrogeologi II didominasi oleh singkapan bedrock dan till tetapi juga termasuk daerah kecil dengan litologi lanau, lempung, dan gambut. Kondisi dua didominasi oleh singkapan batuan bedrock dan till tetapi juga termasuk lanau, lempung, dan gambut dalam daerah yang tidak terlalu luas (<22500 m 2). Bahkan untuk daerah yang lebih luas dari endapan ini termasuk dalam kondisi hidrogeologi II jika fragmentasi bentang alam cukup tinggi. Kondisi hidrogeologi III termasuk daerah dengan litologi lempung dan lanau pada permukaan, melebihi luas minimum (>22500 m 2) dan juga daerah dengan endapan pasir yang terdapat diatas lempung dan lanau pada beberapa tempat. Lempung yang terbentuk dari proses glasial atau pos glacial yang berjarak lebih dekat dari 50 meter ke till atau singkapan bedrock diasumsikan ketebalannya kurang dari 2 meter. Kondisi hidrogeologi IV termasuk tanah gambut yang melebihi ukuran minimum (22500 m2). Untuk penelitian kerentanan, daerah rawa diasumsikan memiliki gambut dengan ketebalan kurang dari 2m sehingga termasuk kerentanan rendah, sedangkan daerah rawa dalam sebagian kasus memiliki gambut dengan ketebalan < 2m dan diklasifikasikan kerentanan sedang. Keempat kondisi hidrogeologi dipresentasikan dalam empat warna berbeda, yaitu merah, kuning, hijau, dan coklat pada peta. Skema warnanya didesain untuk menarik perhatian dari pihak perencana ke warna merah (I). Daerah ini merupakan kombinasi dari daerah dengan kerentanan ekstrem dan tinggi dan memiliki potensi Kerentanan Air Tanah/Groundwater Vulnerability–Heru Hendrayana–2011–
[email protected]
18
sumberdaya air tanah yang besar.
Gambar I.5. Profil yang menunjukan kondisi geologi umum dari daerah Haninge, Swedia, dan gambaran dari empat tatanan hidrogeologi dan kelas kerentanan
Dalam kondisi hidrogeologi I ini warna merah menandakan sinyal berhenti. Aktivitas yang berpotensi menimbulkan pencemaran terhadap air tanah sebaiknya dipindah ditempat lain. Jika tidak memungkinkan, investigasi hidrogeologi sebakinya dilakukan dan pengukuran dilakukan untuk meminimalkan resiko pencemaran. Dalam daerah dengan warna kuning (II), kerentanan juga tinggi tetapi sumberdaya airnya kecil. Dalam daerah hijau (III), sumberdaya airnya mungkin banyak akan tetapi tertutup oleh lapisan lanau atau lempung. Dan yang terakhir, warna coklat (IV) menunjukan daerah dimana pencemaran akan mempengaruhi sistem air permukaan. Daerah dimana kerentanannya berbeda untuk imbuhan air dan pencemar yang tertranspor oleh pemasukan air alami diindikasikan dengan simbol overlayer.
Kerentanan Air Tanah/Groundwater Vulnerability–Heru Hendrayana–2011–
[email protected]
19
I.C.2. Penelitian Kerentanan Air Tanah dengan Metode Simple Vertical Vulnerability (SVV) Metode ini dikembangkan oleh Putra, 2007. Metode Simple vertical vulnerability (SVV) atau metode kerentanan vertikal sederhana adalah pendekatan pemetaan kerentanan yang dapat digunakan dalam kondisi air tanah dangkal, terutama dalam daerah dimana terdapat kekurangan dalam ketersediaan data tanah atau batuan (kapasitas lapangan, retensi spesifik. Identik dengan metode Hoelting (1995), derajat vulnerabiltas menurut metode ini ditunjukan sebagai keefektivan perlindungan (kemampuan lapisan diatas akuifer untuk melindungi air tanah) dalam batasan waktu transportasi advektif. Waktu transportasi advektif ditentukan dengan asumsi jika rembesan air mencapai permukaan air tanah melalui lapisan diatas akuifer oleh infiltrasi difusi relatif tanpa titik konsentrasi aliran yang signifikan, seperti aliran prefensial dan infiltrasi yang terkonsentrasi yang terjadi pada lubang yang dangkal. Heinkele et al (2002) dan Voigt et al. (2004) menyatakan jika penentuan nilai kerentanan air tanah dengan aplikasi DIN 19732 akan menghasilkan yang cukup sama dengan yang diperoleh dengan pendekatan pemetaan Hoelting et al. (1995). Namun, dimana Heinkele et al. (2002) dan Voigt et al. (2004) mengaplikasikan DIN 19732 secara langsung untuk menghitung waktu residen air perkolasi dalam zona tidak jenuh air, dalam metode SVV, metode ini termasuk dalam sistem parametrik (model sistem hitung poin). Menurut DIN 19732, untuk menghitung waktu perjalanan dari air perkolasi dalam zona tidak jenuh air (Eq 3-5) ada tiga aspek dasar yang juga harus dimasukan dalam metode SVV: (1) Ketebalan zona tidak jenuh air - T,(2) tingkat perkolasi atau imbuhan air tanah - U dan (3) jenis material lapisan diatas akuifer - L. Poin untuk masing - masing faktor ditentukan berdasarkan pada pengaruhnya terhadap waktu residen air perkolasi dalam zona tidak jenuh air. Peran masing - masing factor di ujicoba dengan mengaplikasikan DIN 19732. Dalam ujicoba ini, asumsi kondisi dari sifat - sifat zona tidak jenuh air homogen dan isotropik juga seragam dan imbuhan air tanah yang tetap. Berdasarkan uji sensitivitas, ada tiga kesimpulan yang dapat dihasilkan Kerentanan Air Tanah/Groundwater Vulnerability–Heru Hendrayana–2011–
[email protected]
20
menyangkut peran dari masing masing faktor: (1) Hubungan antara ketebalan zona tidak jenuh air dan waktu residen air perkolasi adalah linear. Semakin dekat air tanah dengan permukaan tanah, semakin cepat kontaminan terlarut dapat mencapai permukaan air tanah. Dalam kedalaman yang sama dengan air tanah, jenis material diatas akuifer akan mengkontrol kecepatan air perkolasi. (2) Hubungan antara tingkat perkolasi/imbuhan air tanah dan waktu residen air perkolasi adalah tidak linear. Secara keseluruhan, meningkatnya tingkat imbuhan air tanah, akan menghasilkan menurunnya waktu residen. Perubahan dalam waktu residen adalah pada tingkat perkolasi yang lebih rendah dari 200 mm/tahun dibandingkan dengan tingkat perkolasi yang lebih dari 200 mm/tahun. Sebenarnya, nilai dari waktu residen akan berubah konstan pada tingkat imbuhan air tanah yang lebih dari 400 mm/tahun. (3) Material zona tidak jenuh air memiliki peran penting dalam menentukan waktu residen air perkolasi daripada faktor lain. Semakin kasar material diatas akufer (kapasitas lapangan yang lebih rendah atau nilai retensi spesifik) maka semakin tinggi tingkat imbuhan air tanah dan semakin kecil waktu perjalanan dari kontaminan terlarut untuk mencapai permukaan air tanah. Dalam metode parametrik, penentukan nilai representatif untuk semua faktor adalah satu dari aspek yang sulit disamping menentukan kelas - kelas kerentanan yang berbeda berdasarkan skor numerik akhir. Sehingga, untuk menentukan nilai secara obyektif, perlu dilakukan dua langkah: (1) tentukan nilai untuk masing - masing faktor yang dipertimbangkan berdasarkan derajat relatif kesensitivitasannya untuk menentukan waktu residen dari air perkolasi dalam zona tidak jenuh air dan (2) lakukan analisis trial and error untuk mengkorelasikan nilai - nilai dan bandingkan skor numerik akhir dengan waktu aliran vertical dengan memakai DIN 19732. Sebagai hasilnya, nilai optimum akan merefleksikan kesensitivitasannya dan sepakat dengan aplikasi langsung dari DIN 19732 dapat didefinisikan sebagai berikut; a) Nilai spesifik ketebalan zona tidak jenuh air didefinisikan secara linear menurut nilai kedalaman air tanah (jika kedalaman ke permukaan air tanah adalah 1,5 meter, nilai untuk ketebalan faktor zona tidak jenuh air adalah 1,5). b) Nilai spesifik tingkat imbuhan air tanah ditentukan secara nonlinear menurut pada harga normalisasi dari kecepatan transportasi air perkolasi melewati ketebalan dan Kerentanan Air Tanah/Groundwater Vulnerability–Heru Hendrayana–2011–
[email protected]
21
material yang sama dalam skenario yang berbeda dari nilai imbuhan air tanah (Tabel I.8). c) Nilai spesifik material zona tidak jenuh air ditentukan secara nonlinear menurut kapasitas lapangan atau nilai retensi spesifik dari batuan yang belum terkonsolidasi (Tabel I.9). Tabel I.8. Nilai SVV untuk faktor tingkat perkolasi (Wu) menurut kelas tingkat perkolasi
Tingkat imbuhan air tanah (mm/tahun)
Poin tingkat perkolasi
< 50
14
50 – 100
10
100 – 200
8
200 – 300
6
300 – 400
5
400 – 500
4
500 – 600
3
>600
2
Tabel I.9. Nilai SVV untuk faktor material diatas akuifer (L) menurut jenis batuan belum terkonsolidasi dan tanah
Kelas tekstur tanah dan batuan
Kode tekstur tanah dan batuan (AG Boden, 1996)
Nilai faktor material diatas akuifer
Pasir kerikilan - kerikil pasiran
Gs, SG
8
Pasir sedang
mS, mSgs
11
Pasir halus - sedang, pasir sedang
mSfs, fSms, Su
16
Sl, St’, fS
24
Su, St, Us
29
Ls,Slu, Uls
32
Lu, Uu, Ut
36
Lt, Lts
42
- kasar, pasir lanauan pasir loam, pasir agak lempungan, pasir halus Pasir lanauan, pasir lempungan, lanau pasiran Loam pasiran, pasir loam lanauan, lanau pasiran loam Loam lanauan, lanau, lanau lempungan Loam lempungan, loam pasiran lempungan
Kerentanan Air Tanah/Groundwater Vulnerability–Heru Hendrayana–2011–
[email protected]
22
Lempung lanauan
Tu
49
Lempung loamy
Tl
51
Lempung
Tt
56
Berdasarkan analisis ujicoba, skor numerik akhir dari metode SVV adalah dihitung menggunakan rumus sebagai berikut : PT = L + Z + Wu dimana PT = skor akhir efektivitas perlindungan zona tidak jenuh air L = Nilai untuk penutup batuan/tanah. Z = Nilai untuk ketebalan zona tidak jenuh air Wu = Nilai untuk tingkat imbuhan air tanah Akan tetapi sebagian besar zona tidak jenuh air dalam sedimen kuarter disusun oleh lapisan batuan tidak terkonsolidasi yang heterogen, pada sistem stratifikasi disusun oleh beberapa lapisan diatas akuifer yang memiliki volume yang ekuivalen, lapisan yang permeabilitasnya paling kecil akan mengontrol tingkat imbuhan air tanah dan tingkat perkolasi air. Maka, skor numerik akhir dari metode SVV yang dikembangkan untuk sedimen kuarter sebaiknya dihitung menggunakan rumus : PT = La + Z + Wu dimana : PT = Skor akhir efektivitas perlindungan zona tidak jenuh air La = Nilai rata - rata penutup batuan atau tanah ; La = (L1 + L2 +…+ Ln)/n Z = Nilai ketebalan zona tidak jenuh air Wu = Nilai tingkat imbuhan air tanah rata - rata n = Jumlah lapisan diatas akuifer Kelas - kelas skor numerik akhir dan waktu residen ditunjukan dalam Tabel I.10. Kelas - kelas ini ditentukan dalam perbandingan dengan tingkat perkolasi rata - rata memakai DIN 19732. Di sisi lain, untuk menunjukan perbandingan dengan hasil pemetaan kerentanan metode Hoelting et al. (1995), kelas - kelas akhir dari waktu residen dalam metode SVV ditentukan sama dengan klasifikasi waktu residen dalam metode Hoelting et al. (1995).
Kerentanan Air Tanah/Groundwater Vulnerability–Heru Hendrayana–2011–
[email protected]
23
Tabel I.10. Rating akhir dari metode SVV dan klasifikasi kerentanan air tanah
Interval
rating
akhir
Efektivitas perlindungan
Kerentanan air tanah Waktu intrinsik
lapisan diatas
residen
relatif pada zona tidak jenuh air
akuifer >70
Sangat tinggi
Sangat rendah
> 25 tahun
> 65 - 70
Tinggi
Rendah
10 - 25 tahun
> 35 - 65
Sedang
Sedang
3 - 10 tahun
> 24 - 35
Rendah
Tinggi
Beberapa bulan - 3 tahun
< 24
Sangat rendah
Sangat tinggi
Beberapa hari - 1 tahun
I.C.3. Penelitian
Kerentanan
Batuan
Akuifer
Menggunakan
Downward
Advective Time ( DAT ) dari Model Geologi 3D : Studi kasus dari dataran rendah St. Lawrence, Kanada. Metode ini dikembangkan oleh Martin Ross, Richard Martel, Rene lefebvre, Michel parent, dan Martine Savard. Model pendekatan 3D pada metode ini menggunakan software geomodelling gOcad 2.0.4. Metode ini menggunakan model aliran numerik 3D untuk memperkirakan waktu tempuh air tanah. Tetapi model numerik yang rumit ini susah diterapkan sebagai alat evaluasi kerentanan air tanah pada skala regional. Namun pada banyak kasus kompleksitas penelitian ini dapat dikurangi dengan merubah perkiraan TOT sebagai aliran advektif satu dimensi dengan pergerakan pencemar turun secara vertikal. Disini tujuannya adalah untuk memperkirakan DAT ( downward advective time ) air tanah dari permukaan melewati model geologi regional menuju akuifer dibawahnya. Metode ini merupakan peyederhanaan dari kompleksitas yang nyata dari sistem sepanjang penyajian datanya dibuat dalam batasan asumsi yang dipakai. Asumsi – asumsi tersebut seperti yang tertulis dibawah ini: 1. Kerentanan relatif dari akuifer dapat diperoleh dari memperkirakan DAT menggunakan informasi geologi dan hidrogeologi. 2. Faktor yang berubah terhadap waktu seperti tata guna lahan tidak Kerentanan Air Tanah/Groundwater Vulnerability–Heru Hendrayana–2011–
[email protected]
24
diperhitunkan. 3. Perilaku kontaminan adalah sama pada zat cair. 4. Kontaminan masuk melalui permukaan tanah. 5. Aliran air tanah adalah vertikal. Manfaat utama dari metode ini adalah bahwa beberapa parameter input diperlukan dan metodenya dapat diaplikasikan pada model geologi 3D yang rumit dan perubahan atau adaptasi yang banyak. Selain itu hasil yang diperoleh bukan merupakan skema empiris. Persamaan DAT pada lapisan tidak jenuh dapat dihitung menggunakan persamaan dibawah ini: n
1 DAT = ∑ mi. ∅i q i=1
Dimana q(m/s) adalah tingkat imbuhan air tanah,mi (m) dan Φi (mL/cm3) adalah ketebalan dan kandungan air volumetrik dari lapisan batuan. Jumlah dari mi dibatasi oleh jarak perjalanan D (m), dimana biasanya dari permukaan tanah ke akuifer. Juga ketika mengasumsikan kejenuhan dari D, θ dalam persamaan satu digantikan oleh porositas n (cm3/cm3). Perubahan ini di aplikasikan jika akuifer dilapisi oleh satuan batuan yang permeabilitasnya rendah.
Lokasi Penelitian Metode ini telah dicoba pada daerah di Kanada bagian timur, yaitu pada dataran rendah St. Lawrence. Dataran ini terbentang antara dataran tinggi Laurentia dan Sungai Ottawa. Ketinggian berkisar antara 25 – 90 meter pada daerah utara dan 250 meter pada Bukit Oka. Gambar I.7 menunjukan kerangka hidrostratigrafik regional. Sistem akuifer dibatasi dan terdiri dari batuan sedimen Cambro-ordovician. Bagian paling atas dari batuan akuifer retak lebih permeabel daripada lapisan dibawahnya. Hubungan antar lapisan sendiri dibatasi oleh till dan lempung yang berfungsi sebagai akuitard regional dan akuiklud (gambar I.7)
Kerentanan Air Tanah/Groundwater Vulnerability–Heru Hendrayana–2011–
[email protected]
25
Gambar I.6. Lokasi daerah penelitian
Gambar I.7. Kerangka hidrostratigrafi umum. Total 12 persen dari daerah menunjukan hubungan vertikal antara akuifer yang tidak menerus batuan akuifer regional
Jarak perjalanan dan perkiraan parameter Pada daerah penelitian, till dan lempung laut adalah sedimen kuarter yang paling melimpah dan umumnya kurang permeabel daripada batuan yang retak pada lapisan Kerentanan Air Tanah/Groundwater Vulnerability–Heru Hendrayana–2011–
[email protected]
26
dibawahnya. Batuan berfungsi sebagai akuifer regional, sehingga menyebabkan terjadinya aliran vertikal didalam satuan yang kurang permeabel pada lapisan di atasnya. Karena itu, aliran vertikal yang dipertimbangkan dalam zona jenuh air diatas batuan akuifer adalah asumsi yang masuk akal dan DAT yang diperkirakan untuk jarak perjalanan dimulai pada permukaan tanah menembus lapisan kuarter menuju batuan akuifer. Tingkat pelepasan air yang terjadi pada dalam semua unit melebihi tingkat ilfiltrasi kecuali untuk lapisan pembatas regional ( lempung laut ). Karena itu, q dipertimbangkan sama terhadap tingkat infiltrasi dari satuan yang paling atas kecuali dimana ditemukan lempung laut dan ketebalannya lebih dari 1 meter. Dalam kasus ini, q ditentukan menurut persamaan berikut yang dianggap sama dengan hukum darcy. бℎ
𝑞 = 𝐾𝑐𝑙 𝑇𝐻_𝑐𝑙 , 𝑑𝑖𝑚𝑎𝑛𝑎 бℎ = ℎ𝑠𝑢𝑟𝑓 − ℎ𝑟 ( persamaan 2) Dimana TH_cl (m) adalah tebal lapisan pembatas ( lempung laut ), Kcl adalah konduktivitas hidraulika lapisan pembatas, dan бh adalah hidraulik head loss antara permukaan dan akuifer bedrock: hsurf (m) adalah ketinggian topografi minus 2 m, yang merupakan kepala hidraulika perkiraan dalam permukaan akuifer atau akuiklud, dan hr (m) adalah kepala hidraulika dari batuan akuifer (Paradis, 2002). Akhirnya, sejak zona jenuh air lebih tebal daripada zona tidak jenuh, aliran kebawah tidak jenuh diperkirakan dengan aliran jenuh. Nilai porositas digunakan pada masing - masing unit dan konstan meliputi seluruh area (Tabel I.11). Diskretisasi model geologi dan pemrosesan data Model geologi 3D didefinisikan sebagai rangkaian permukaan yang saling mengunci yang menggambarkan batas - batas obyek geologi. Dengan paket geomodelling gOcad, kerangka ini dapat lebih jauh digambarkan dalam cara – cara yang berbeda untuk mengadaptasi kebutuhan spesifik berbagai macam aplikasi. Dalam penelitian ini, kerangka geologi awal digunakan untuk menghasilkan sebuah kurva linear reguler 3D yang mempertahankan integritas geometrik yang dibatasi oleh permukaan yang saling mengunci. Spasi yang digunakan untuk arah X dan Y adalah 200 m dan lokasi x dan y adalah identik terhadap grid yang mengandung nilai hr yang dipakai dalam persamaan 2
Kerentanan Air Tanah/Groundwater Vulnerability–Heru Hendrayana–2011–
[email protected]
27
Gambar I.8. Grid 3D dihasilkan dari model geologi dan perintah naskah diaplikasikan pada grid dengan beberapa parameter input dan untuk memperkirakan DAT dari permukaan ke akuifer regional dibawahnya
Setelah menonaktifkan sel grid yang terletak pada daerah aliran atas dan dalam bagian model 3D yang belum sempurna, naskah perintah diaplikasikan untuk menempatkan secara otomatis sel yang tersisa dengan parameter input. Proses ini digunakan pada masing - masing unit (Tabel I.11) persamaan 1 diaplikasikan untuk menghasilkan perkiraan DAT pada lapisan akuifer batuan. Gambar I.8 menunjukan prosedur umum.
Kerentanan Air Tanah/Groundwater Vulnerability–Heru Hendrayana–2011–
[email protected]
28
Tabel I.11. Tingkat imbuhan rata – rata dan porositas homogen yang digunakan pada persamaan satu.
Imbuhan air tanah rata – rata (mm/ th)
Porositas (cm3/cm3)
Pasir regresif (akuifer atas)
240
0,3
Lempung laut
150
0,45
Pasir dan kerikil glaciofluvial (lapisan akuifer 2)
300
0,35
Till ( akuitard )
200
0,10
Jenis material sedimen
Sedimen semi till (lapisan akuifer 2)
-
Batuan retak ( lapisan akuifer 1 )
300
0,30 0,01
Hasil Hasil diagram histogram DAT adalah bimodal (gambar I.9). Sebenarnya hasil ini menunjukan distribusi log yang diharapkan dalam daerah dimana satuan pembatas adalah tidak menerus namun umumnya tebal. Hasilnya dikelompokan dalam kelas – kelas DAT berbeda dan diinterprestasikan dalam batasan index kerentanan relatif.
Gambar I.9. Distribusi log dari hasil penelitian, sebelah kiri berhubungan dengan zona imbuhan air tanah dan kelas – kelas DAT dari 1 – 5, dan yang sebelah kanan berhubungan dengan daerah pembatas dan DAT kelas 6
Kerentanan Air Tanah/Groundwater Vulnerability–Heru Hendrayana–2011–
[email protected]
29
Gambar I.10. Distribusi kelas – kelas DAT pada daerah penelitian
Pemilihan kelas – kelas
yang luas ini adalah merupakan upaya untuk
memasukan ke dalam perhitungan ketidakpastian yang tidak dapat dipisahkan dari metode penelitian ini. Distribusi spasial kelas - kelas DAT dan perkiraan kerentanan relatif yang berhubungan ditunjukan dalam gambar I.10, sedangkan persentase daerah yang tertutup oleh masing - masing kelas ditunjukan dalam Tabel I.12, 26 persen sisanya memperlihatkan model daerah yang tidak memiliki perkiraan DAT. Daerah ini termasuk daerah aliran atas dan bagian model 3D yang belum sempurna (sebagian besar adalah bukit Oka dan bagian dataran tinggi Laurentia ). Menurut metode penelitian ini 40 % daerah yang dievaluasi (Tabel I.12) termasuk dalam daerah yang memiliki kerentanan sedang – tinggi (kelas 3 – 1). Juga penting untuk dicatat jika hampir separuh dari daerah yang termasuk dalam kelas 4 (kerentanan sedang) memiliki lapisan lempung tipis yang mengindikasikan jika beberapa bagian dari lapisan pembatas tidak menawarkan perlindungan yang cukup terhadap akuifer batuan dibawahnya (Tabel I.11).
Kerentanan Air Tanah/Groundwater Vulnerability–Heru Hendrayana–2011–
[email protected]
30
Tabel I.12. Hasil dibagi menjadi 6 kelas aliran air tanah TOT dan persentase areanya sudah dihitung.
Waktu aliran air tanah
Index kerentanan relatif
Persentase area
< 6 bulan ( kelas 1 ) 6 bulan – lima tahun 5 tahun – 2 dekade 2 dekade – 50 tahun 50 tahun – 1 abad Lebih dari satu abad
Sangat tinggi Tinggi Sedang – tinggi Sedang Rendah Sangat rendah
1% 23 % 13,5 % 4,5 % 2% 34 %
I.C.4. Pendekatan Berdasarkan Waktu Tempuh untuk Pemetaan Kerentanan Air Tanah untuk Daerah Karst : Metode Waktu Transit Sistem air tanah karst diasumsikan memiliki beberapa macam kompartemen, yang mempengaruhi infiltrasi menuju bawah permukaan tanah. Kompartemen tersebut misalnya zona vadose dan epikarst. Zona tersebut sangat vulnerabel terhadap terjadinya pencemaran karena infiltrasi yang cepat dan tertransport menuju akuifer melalui sistem jaringan saluran. Yang paling penting pada proses infiltrasi adalah epikarst (gambar I.11)
Gambar I.11 (penampang skematik bentang alam karts) (1) Epikarst atau regolith, (2) batuan dasar tidak jenuh air, (3) karstifikasi, (4) lapisan tanah atas, (5) lapisan tanah bawah, (6) akuifer karst, (p) titik infiltrasi air dalam lembah.
Kerentanan Air Tanah/Groundwater Vulnerability–Heru Hendrayana–2011–
[email protected]
31
Pada dasarnya metode ini mempertimbangkan dua faktor, yaitu: 1) Aliran lateral dalam zona terlapukan paling atas. 2) Kecepatan dari infiltrasi vertikal pada titik masuknya air (sinkhole), atau alur (lembah kering dan patahan). Dari hasil penelitian menunjukan jika zona kerentanan paling tinggi berada pada bagian lembah dan zona patahan. Metode ini mempertimbangkan aliran lateral air sepanjang lereng dalam epikarst. Metode ini juga mengasumsikan jika air permukaan mengalir sepanjang daerah karst hanya selama atau setelah terjadi hujan. Titik infiltrasi akhir biasanya berupa sinkhole atau patahan sepanjang alur lembah, dimana air yang terkumpul dalam epikarst masuk kedalam akuifer. Metode waktu transit adalah metode yang berdasarkan pemikiran jika daerah yang dekat titik infiltrasi akhir didalam lembah kering terjadi infiltrasi yang cepat sehingga lebih rentan untuk tercemar (gambar I.12)
Gambar I.12. Gambaran alur aliran dari permukaan tanah menuju air tanah
Kerentanan paling tinggi berada pada daerah dekat titik infiltrasi, yang selaras dengan lokasi yang gradien hidraulikanya paling tinggi karena kemiringan relief. Kerentanan Air Tanah/Groundwater Vulnerability–Heru Hendrayana–2011–
[email protected]
32
Daerah dengan kerentanan paling rendah berada bagian bawah lapisan batugamping yang kompak dan tebal. Sebagai contoh ada dibawah alur aliran didalam zona epikarst yang mengarah sepanjang relief terhadap aliran wadi karena derajat retakan dan karstifikasi permukaan yang rendah. Identifikasi wadi dilakukan dengan menggunakan analisa Digital Elevasi Model (DEM) menggunakan Arc Map 9.1 dengan fungsi pemrosesan terrain Arc Hydro Extension (Maidment, 2002). DEM memiliki resolusi spasial 25 meter dan berasal dari peta kontur dengan tinggi resolusi dari 10-20 m. Untuk memeriksa arus perkiraan, hasilnya dibandingkan dengan interprestasi dari observasi lapangan dan foto udara. Waktu tempuh perkiraan yang dipertimbangkan untuk aliran adalah waktu yang diperlukan oleh air untuk mengalir dari titik infiltrasi di permukaan ke titik infiltrasi akhir pada wadi. Waktu penyaluran vertikal yang ada pada wadi bisa diabaikan jika dibandingkan dengan aliran dalam zona epikarst. Sehingga waktu tempuh (t) air dihitung dengan rasio panjang lintasan (s) antara titik infiltrasi dengan wadi dan kecepatan pori rata – rata (Va) dengan K sebagai konduktivitas hidraulika, Ne sebagai porositas efektif dan dh/dl sebagai gradien hidraulika. 𝑡=
𝑠 𝐾 𝑑ℎ = 𝑠/( / ) 𝑣𝑎 𝑛𝑒 𝑑𝑙
Gambar I.13. Ilustrasi DEM dan wadi yang diidentifikasi sebagai titik lokasi infiltrasi
Kerentanan Air Tanah/Groundwater Vulnerability–Heru Hendrayana–2011–
[email protected]
33
Gradien hidraulika diasumsikan identik dengan kelerengan topografi karena kurangnya data ketinggian air dalam zona epikarst. Hal ini juga dipertimbangkan sebagai sebuah asumsi yang masuk akal sejak sebagian besar waktu tempuh terdapat pada daerah plato yang datar. Alur (S) dari titik infiltrasi ke wadi secara manual berasal dari data DEM. Namun, panjang perjalanan tidak mempertimbangan berbagai kelokan alur aliran. Sehingga, alur aliran lebih pendek alur aliran sebenarnya. Itu juga berarti metode ini merupakan perkiraan dari waktu aliran, skenario terburuk, sehingga bisa dianggap sebagai perkiraan umum dari kerentanan. Pada akhirnya, waktu tempuh dari bagian alur aliran tunggal diklasifikasikan ke dalam berbagai kelas. Zona waktu yang dihasilkan menggambarkan zona dari waktu tempuh air untuk mengalir dari titik infiltrasi permukaan ke titik infiltrasi pada lembah/wadi. Untuk perkiraan waktu tempuh dalam zona epikarst dibuatlah asumsi sebagai berikut: 1. Distribusi temporal dan spasial presipitasi adalah sama mencakup daerah peresapan seluruhnya. 2. Zona epikarstik diasumsikan retak, terlapukan, dan permeabel. 3. Zona epikarstik hadir dan menyebar secara merata mencakup daerah studi keseluruhan dengan dasar epikarst pararel dengan kelerengan topografi. 4. Waktu aliran yang dihitung hanya mempertimbangkan aliran yang jenuh dalam zona epikarstik. 5. Daerah penelitian menunjukan adanya relief.
Lokasi Penelitian Daerah penelitian berada pada mata air Qunayyah di daerah Yordania utara (gambar I.14). Luas daerah sekitar 112 km2. Daerah termasuk dalam iklim subtropis dibawah pengaruh laut Mediterania dengan hujan pada musim dingin dan musim panas yang kering dan panas. Curah hujan rata – rata per tahun mencapai sekitar 300 mm/thn. Pemakaian air rata – rata berkisar antara 150 – 2000m3/jam dengan nilar rata – rata sekitar 330 m3/jam. Daerah penelitian memiliki medan berbukit dengan kelerengan sedang, puncak tertinggi berada ketinggian 1000m dpl,bentang alamnya miring secara landai ke tenggara,mencapai ketinggian sekitar 500m dpl.
Kerentanan Air Tanah/Groundwater Vulnerability–Heru Hendrayana–2011–
[email protected]
34
Gambar I.14. Daerah penangkapan mata air Qunayyah di barat laut Yordania
Bentang alam memotong beberapa wadi yang terisi oleh sedimen aluvial. Ketebalan sedimen bervariasi dengan topografi dan meningkat ke lembah yang lebih luas dimana ketebalannya sekitar 4 m. Secara umum wadi mengikuti kelurusan geologi dan patahan dan mengarah ke dari utara ke selatan. Bagian paling luar dari daerah penampungan air dicirikan oleh rangkaian lapisan batuan berumur cretaceous atas yang tersusun oleh batugamping, batugamping napalan, dolomite, dan napal. Struktur permukaan dari bukit barren dan kelerengannya dapat diklasifikasikan sebagai pavement karst. Pavement karst adalah bentang alam penciri khusus daerah di daerah kering dan semi kering dimana tanah diinterprestasikan sebagai sisa – sisa dari zaman Pleistosen. Namun jika melihat dari jenis batuan dasar dan aliran air tanah aktif, dapat diasumsikan jika proses karstifikasi masih aktif.
Hasil Alur aliran antara beberapa titik infiltrasi dengan wadi digambarkan pada gambar I.15. Panjang alur berkisar antara 1000 – 5000 meter. Gradien hidraulika perkiraan digambarkan pada gambar I.7 dan berkisar antara 0,03 dan 0,1.
Kerentanan Air Tanah/Groundwater Vulnerability–Heru Hendrayana–2011–
[email protected]
35
Gambar 15. Ilustrasi alur aliran dengan perkiraan panjang lintasan
Gambar I.16. Ilustrasi alur aliran dengan perkiraan gradien hidraulika
Berdasarkan gradien, perkiraan konduktivitas hidraulika ( K = 10 -5 m/s) ( Jeannin,1996 ; Perrin et al, 2003) dan perkiraan porositas efektif Ne = 0,01 ( Smart dan Friederich, 1986). Kecepatan pori air rata – rata Va, yang berkisar antara 2 m/hr – 15 m/hr ( gambar I.17). Menggunakan persamaan satu, waktu tempuh hingga 1700 hari ( gambar I.18 ). Akhirnya waktu tempuh dihitung untuk jarak yang berhubungan dibagi Kerentanan Air Tanah/Groundwater Vulnerability–Heru Hendrayana–2011–
[email protected]
36
menjadi beberapa kelas kerentanan. Hasilnya berupa peta waktu transit ( gambar I.19 ). Aliran wadi merefleksikan secara langsung zona waktu aliran yang paling pendek yang merupakan zona kerentanan yang paling tinggi. Zona bagian dalam dari waktu transit berkisar antara 0 -100 hari menutup sekitar 30 % daerah studi dan dibatasi oleh zona waktu transit yang lebih lama.
Gambar I.17. Ilustrasi perhitungan kecepatan pori air rata – rata
Zona tersebut menggambarkan waktu transit antara 100 hari – 1 tahun yang menyusun 40 persen area. Zona pada bagian timur area lebih sempit daripada dibagian barat, karena gradien hidraulika lbh kecil karena reliefnya lebih kecil.
Kerentanan Air Tanah/Groundwater Vulnerability–Heru Hendrayana–2011–
[email protected]
37
Gambar I.18. Perhitungan waktu tempuh t ( hari ) dan alur aliran
Gambar I.19. Deskripsi peta waktu tempuh berdasarkan waktu aliran partikel air dari titik masuknya air ke dalam epikarst menuju titik infiltrasi akhir pada lembah
Kerentanan Air Tanah/Groundwater Vulnerability–Heru Hendrayana–2011–
[email protected]
38
II. ULASAN Perbedaan masing - masing metode penelitian kerentanan air tanah seperti yang telah dijelaskan dalam bab sebelumnya dirangkum dalam penjelasan dibawah ini:
II.A. Penelitian Kerentanan Air Tanah Menggunakan Waktu Tempuh dan Daerah Spesifik Permukaan sebagai Indikator Parameter utama yang digunakan dalam metode ini antara lain: 1. Kapasitas retensi :. Ditentukan oleh penyebaran ukuran butir endapan dalam zona tidak jenuh air. Diukur dalam satuan permukaan spesifik cm 2/cm3. Semakin kecil nilainya maka semakin cepat air melewati batuan tersebut. 2. Waktu tempuh Waktu tempuh ini akan berperan dalam mengetahui seberapa cepat zat pencemar dapat mencapai air tanah. Seberapa cepat dan dalam dalam transportasinya tergantung pada unsur hidraulik tanah, kandungan air mula - mula, volume zat cair, penyebaran pada permukaan tanah, dan lainnya. Nilai kapasitas peresapan dihitung dalam satuan mm/jam. 3. Litologi Litologi yang dipakai adalah berdasarkan ukuran butir, yaitu; bongkah, berangkal, kerikil, pasir, dan lempung. Kemudian dari parameter diatas dapat dilakukan pembagian kelas kerentanan air tanah dari ekstrem ke rendah.. Hasil akhir berupa profil geologi daerah penelitian beserta keterangan mengenai parameter yang dipakai pada masing - masing satuan unit geologi.
II.B. Kalibrasi Metode Pemetaan Kerentanan Air Tanah Menggunakan Metode DRASTIC Metode ini hanya meneliti pada satu jenis pencemar saja, dalam hal ini adalah kandungan konsentrasi nitrat + nitrat nitrogen (NO2+NO3-N). Selain itu metode ini menggunakan sistem rating terhadap parameter yang dipakai. Sedangkan parameter yang digunakan antara lain: 1. Penggunaan lahan Di daerah penelitian terdapat lima jenis penggunaan lahan, yaitu; urban, pertanian Kerentanan Air Tanah/Groundwater Vulnerability–Heru Hendrayana–2011–
[email protected]
39
irigasi, rangeland, pertanian lahan kering, dan hutan. Daerah urban memiliki nilai rating paling tinggi yaitu tiga karena resiko terjadi pencemaran paling tinggi dan hutan memiliki nilai rating satu karena resiko terjadi pencemaran paling rendah. 2. Drainase tanah Drainase tanah mencatat frekuensi dan durasi dari periode basah tanah. Tanah yang memiliki drainase berlebihan memiliki nilai rating empat dan tanah dengan drainase buruk memiliki rating satu. 3. Kedalaman air tanah Kedalaman air tanah di daerah penelitian dibagi menjadi dua. Bagian pertama kedalaman muka air tanah antara 0 - 300 kaki dan bagian kedua antara kedalaman 301 900 kaki. Bagian dengan kedalaman antara 0 - 300 kaki memiliki nilai rating dua, dan bagian dengan kedalaman 301 - 900 kaki memiliki nilai rating 1. Dari semua parameter diatas kemudian dapat kita ketahui rating probabilitas pencemaran. Nilai rating dapat diketahui dengan cara menjumlah nilai rating dari masing - masing parameter diatas. Hasil akhirnya berupa peta kerentanan air tanah dengan kategori sangat tinggi, tinggi, sedang, rendah, dan sangat rendah.
II.C. Penelitian Kerentanan Air Tanah dengan Metode Simple Vertical Vulnerability Metode ini digunakan pada daerah dengan kondisi muka air tanah yang relatif dangkal dan kurangnya data yang ideal mengenai tanah dan batuan (kapasitas lapangan, retensi spesifik. Parameter yang digunakan dalam metode ini antara lain ; 1. Ketebalan zona tidak jenuh air (T). Semakin dekat air tanah dengan permukaan tanah, semakin cepat kontaminan terlarut dapat mencapai air tanah. Dalam keadaan yang sama dengan air tanah, jenis material diatas akuifer akan mengontrol kecepatan air perkolasi. 2. Tingkat perkolasi atau imbuhan air tanah (U) Adalah berapa banyak air yang masuk kedalam akuifer. Biasanya diketahui dari curah hujan. Semakin naiknya tingkat perkolasi akan menyebabkan turunnya waktu residen. 3. Jenis litologi zona tidak jenuh air yang ada diatas lapisan akuifer (L) Material zona tidak jenuh air memiliki peran penting untuk menentukan waktu residen air perkolasi daripada faktor lain. Semakin kasar ukuran material diatas akuifer maka semakin tinggi tingkat imbuhan air tanah dan semakin kecil waktu perjalanan dari Kerentanan Air Tanah/Groundwater Vulnerability–Heru Hendrayana–2011–
[email protected]
40
zat pencemar untuk mencapai air tanah. Setelah diketahui nilai dari masing - masing parameter diatas maka skor akhir dari metode SVV dihitung menggunakan rumus; PT = La + Z + Wu La = Nilai rata - rata zona tidak jenuh air; La = (L1 + L2 +…+Ln) / n Z = Nilai ketebalan zona tidak jenuh air Wu =Nilai rata - rata tingkat perkolasi n = Jumlah lapisan diatas akuifer
II.D. Penelitian Berdasarkan Waktu Tempuh untuk Pemetaan Kerentanan Air Tanah untuk Daerah Karst : Metode ini diaplikasikan pada daerah karst dimana pada permukaan tanahnya kering dan tandus namun menyimpan potensi air tanah yang besar didalamnya. Pada bawah tanah bentang alam karst terbentuk sungai – sungai bawah tanah yang airnya mengalir deras sepanjang tahun. Parameter yang digunakan pada metode ini adalah waktu tempuh yang diperlukan oleh air untuk mengalir dari titik infiltrasi di permukaan ke titik infiltrasi akhir pada wadi. Sehingga waktu tempuh (t) air dihitung dengan rasio panjang lintasan (s) antara titik infiltrasi dengan wadi dan kecepatan pori rata – rata (Va) dengan K sebagai konduktivitas hidraulika, Ne sebagai porositas efektif dan dh/dl sebagai gradien hidraulika. 𝑡=
𝑠 𝐾 𝑑ℎ = 𝑠/( / ) 𝑣𝑎 𝑛𝑒 𝑑𝑙
1. Gradien Hidraulika Gradien hidraulika diasumsikan identik dengan kelerengan topografi karena kurangnya data ketinggian air dalam zona epikarst 2. Panjang Lintasan Alur (S) dari titik infiltrasi ke wadi secara manual berasal dari data DEM. Namun, panjang perjalanan tidak mempertimbangan berbagai kelokan alur aliran (gambar I.4). Sehingga, alur aliran lebih pendek alur aliran sebenarnya. Nilai waktu tempuh yang diperoleh pada daerah penelitian berbeda – beda pada setiap tempat. Maka nilai waktu tempuh tersebut dibuat kelasnya masing – masing. Hasil dari pembagian kelas terhadap nilai waktu tempuh akan menghasilkan peta waktu tempuh. Kerentanan Air Tanah/Groundwater Vulnerability–Heru Hendrayana–2011–
[email protected]
41
II.E. Penelitian Kerentanan Batuan Akuifer Menggunakan Downward Advective Time ( DAT ) dari Model Geologi 3D :Studi kasus dari dataran rendah St. Lawrence, Kanada. Metode ini menggunakan nilai perhitungan waktu aliran air tanah secara vertikal dari permukaan tanah menuju ke batuan akuifer. Persamaan DAT ( downward advective time ) dapat dihitung menggunakan persamaan dibawah ini: n
1 DAT = ∑ mi. ∅i q i=1
Dimana q(m/s) adalah tingkat imbuhan air tanah,mi (m) dan Φi (mL/cm3) adalah ketebalan dan kandungan air volumetrik dari lapisan batuan. Jumlah dari mi dibatasi oleh jarak perjalanan D (m), dimana biasanya dari permukaan tanah ke akuifer. Nilai q dapat diperoleh melalui perhitungan menggunakan persamaan dibawah ini: 𝑞 = 𝐾𝑐𝑙
бℎ , 𝑑𝑖𝑚𝑎𝑛𝑎 бℎ = ℎ𝑠𝑢𝑟𝑓 − ℎ𝑟 𝑇𝐻_𝑐𝑙
Dimana TH_cl (m) adalah tebal lapisan pembatas ( lempung laut ), Kcl adalah konduktivitas hidraulika lapisan pembatas, dan бh adalah hidraulik head loss antara permukaan dan akuifer bedrock: hsurf (m) adalah ketinggian topografi minus 2 m, yang merupakan kepala hidraulika perkiraan dalam permukaan akuifer atau akuiklud, dan hr (m) adalah kepala hidraulika dari batuan akuifer (Paradis, 2002). Setelah diperoleh nilai DAT dari seluruh daerah penelitian, maka hasilnya dimasukan dalam software geomodelling gOcad. Kemudian software tersebut akan menghasilkan kenampakan secara 3D daerah pemetaan. Hasil yang diperoleh disajikan dalam bentuk distribusi log dan peta kerentanan daerah pemetaan berdasarkan nilai DAT. Berdasarkan nilai DAT daerah pemetaan bisa dibagi menjadi berbagai macam kelas dengan range waktu DAT yang tertentu.
Kerentanan Air Tanah/Groundwater Vulnerability–Heru Hendrayana–2011–
[email protected]
42
DAFTAR PUSTAKA
Brosig dan Grayer, 2007, Travel time based approach for the assessment of vulnerability of karst groundwater: the Transit Time Method, Journal of Environmental Geology ed. 54 2008 page 905 – 911, Springer-Verlag. Jaroslav Vrba, 1994, Guidebook on Mapping Groundwater vulnerability, Verlag Heinz Heise, Hannover. Lena Maxe dan Johansson, 1998, Assesing Groundwater Vulnerability using Travel Time and Spesific Surface Area as Indicator, Hydrology Journal 6:441-449. M.G. Rupert, 2001, Calibration of DRASTIC Groundwater Vulnerability Mapping Methode, Groundwater Journal Vol 39 No 4 page 625-630, USGS. Putra, D.P.E., 2007, The Impact of Urbanization in Groundwater Quality; a Case Study in Yogyakarta City - Indonesia, Mitteilongen Zon Ingenieurgeologie und Hydrogeologie, Heravsgegeber Von Lehrstuhl for Inginieur Geologie und Hydrologie Univ, Prof. Dr. R. Azzam, RWTH Aachen. Ross dan Martel, 2004, Assesing Rock Aquifer Vulnerability Using Downward Advective Times From a 3D Model of Surficial Geology : A Case Study From St Lawrence Lowlands Canada, Geofisica International vol 43 numero 004 pp 591 – 602, Mexico.
Kerentanan Air Tanah/Groundwater Vulnerability–Heru Hendrayana–2011–
[email protected]
43