Seminar Nasional Ke – III Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran
Influence Groundwater Levels to Safety Factor of Slope Mining Case Study: Area “X”, South Sumatera Province, Indonesia
Pengaruh Tinggi Muka Air Tanah Terhadap Faktor Kestabilan Lereng Tambang Studi Kasus: Daerah “X”, Provinsi Sumatera Selatan, Indonesia Teguh Nurhidayat1, R. Irvan Sophian1, dan Zufialdi Zakaria1 1 Laboratorium Geologi Teknik, Fakultas Teknik Geologi, Universitas Padjadjaran, Jatinangor, Provinsi Jawa Barat, Indonesia. Email :
[email protected],
[email protected]
Abstract Research area is located at South Sumatera Province, Indonesia. Research area has high economic value of coal reserves (mostly subbituminous-bituminous) in Muaraenim Formation which consists of tuffaceous claystone and siltstone with coal intercalations. Research area is developbable for open pit coal mining in the future. Geotechnical study of slope stability analysis is necessary. Ground water levels in slope will induced landslides prone. Slope with high pore water pressure will reduce shear strength and safety factor of slope. The research objectives are to identified engineering characteristics of material and safety factor of coal slope mine. Several methodologies in this research are taking undisturbed soil samples, geotechnical drilling, laboratory test to get physical and mechanical properties with seismic condition, ,natural groundwater surface condition and dewatering condition. From geotechnical drilling, lithology in this research area is dominantly claystone, sandstone with coal intercalations. Based on laboratory test, UCS of this research area is range from soft clay - very weak rock, with RMR is range from 27-58 (poor rock-fair rock). At cross section slope, coal mine in natural ground water condition not safe at 100 meters depth in every opening slopes angle, and coal mining can be excavated at 100 meters depth with no more than 30o opening slope angle it should be done by dewatering. Keywords : Groundwater Levels, Dewatering, Geotechnic, Slope Stability.
Abstrak Daerah Penelitian berada di Provinsi Sumatera Selatan, Indonesia. Daerah penelitian memiliki cadangan batubara yang ekonomis (subbituminus-bituminus) pada formasi Muaraenim yang terdiri atas batulempung tuffaan dan perselingan batulanau dengan batubara. Daerah ini dikembangkan untuk penambangan batubara terbuka di masa akan datang. Penelitian geoteknik tentang kestabilan lereng penting dilakukan. Muka air tanah pada lereng dapat mengakibatkan lereng longsor. Lereng dengan tekanan air tinggi akan mengurangi kekuatan geser dan faktor keamanan lereng. Tujuan penelitian ini adalah untuk “Peran Geologi dalam Pengembangan Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Kebencanaan”
Seminar Nasional Ke – III Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran
mengetahui karakterik keteknikan material tanah dan/atau batuan dan mengetahui faktor kestabilan lereng yang aman dan ekonomis pada daerah penelitian. Beberapa metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah pengambilan sampel tanah tak terganggu, pengeboran geoteknik, pengujian laboratorium untuk mengetahui karakteristik fisik dan mekanik dari tanah/batuan dalam kondisi gempa dan dalam kondisi muka air tanah alami maupun kondisi dewatering. Berdasarkan hasil pengeboran geoteknik, litologi pada daerah penelitian didominasi oleh batulempung, perselinagan batupasir dengan batubara. Berdasarkan hasil pengujian laboratorium, nilai UCS pada daerah berkisar dari soft clay - very weak rock, nilai RMR berkisar dari 27-58 (poor rock-fair rock). Pada penampang melintang yang telah dibuat, penambangan batubara pada kondisi muka air tanah alami dengan ketinggian lereng tambang 100 meter dinyatakan tidak aman pada semua sudut bukaan tambang, dan apabila ingin dilakukan penambangan pada ketinggian 100 meter akan aman dan ekonomis pada sudut tidak lebih dari 30o pada kondisi dewatering. Kata Kunci : Muka Air Tanah, Dewatering, Geoteknik, Kestabilan Lereng.
Pendahuluan Saat ini batubara telah menjadi komoditas ekonomis yang dapat dimanfaatkan untuk memberikan keuntungan bagi manusia. Namun dengan keberadaan batubara yang terbatas pada tempat-tempat tertentu menyebabkan terjadinya peningkatan kegiatan eksplorasi terutama di Pulau Sumatera. Batubara adalah batuan sedimen organik yang mudah terbakar, berasal dari akumulasi pengendapan bahan tumbuhan dalam kondisi tertutup udara, berwarna coklat sampai hitam, sejak pengendapannya terkena proses kimia dan fisika sehingga menyebabkan pengkayaan karbonnya. (Tandiary, 2013) Menurut Widodo (2012), Kebutuhan komoditas batubara saat ini dan diwaktu yang akan datang semakin meningkat baik sebagai reduktor maupun untuk power plant, hal ini sejalan dengan kebijakan pemerintah Indonesia untuk pengembangan energi alternatif selain minyak bumi dan juga meningkatnya keperluan domestik seperti pada sektor industri maupun untuk keperluan ekspor. Oleh karena itu, pada masa yang akan datang produksi batubara Indonesia diperkirakan akan terus meningkat untuk
memenuhi kebutuhan dalam negeri (domestik), dan untuk memenuhi permintaan luar negeri (ekspor). maka, untuk memanfaaatkan potensi batubara tersebut diperlukan perencanaan dan pelaksanaan yang baik dalam kegiatan penambangan batubara. Kajian geoteknik dalam hal kestabilan lereng tambang merupakan aspek yang sangat penting dalam menunjang aktivitas penambangan batubara. Faktor kesabilan lereng menjadi faktor yang harus diperhatikan dengan serius. Karena desain yang tepat akan berdampak besar pada keekonomian tambang. Kadar air (water content) dan gempa (seismic loading) menjadi faktor pemicu ketidakstabilan lereng tambang. Kadar air dapat mempengaruhi faktor kestabilan lereng. Kadar air dalam suatu material akan mempengaruhi sifat mekanik dari material dalam suatu tubuh lereng tambang. Maksud penelitian ini untuk mengetahui kondisi geoteknik daerah penelitian dan pengaruh kadar air terhadap faktor kestabilan lereng pada tambang batubara terbuka. Kondisi air tanah merupakan salah satu parameter terpenting dalam analisis kestabilan lereng, karena seringkali terjadi longsoran
“Peran Geologi dalam Pengembangan Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Kebencanaan”
Seminar Nasional Ke – III Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran
yang diakibatkan oleh kenaikan tegangan air pori yang berlebih. Penelitian ini secara administratif berada di Provinsi Sumatera Selatan (lihat Gambar 1.).
Gambar 1. Lokasi Penelitian (diambil dari google maps)
Geologi Regional
Batubara di formasi ini hampir seluruhnya berupa lignit low grade. Hanya pada bagian tertentu saja lignit tersebut berubah menjadi batubara high grade. Bagian atas lapisan batubara dapat tersilisifikasi, terutama yang mengalami kontak dengan lapisan tuf. Di bagian bawah lapisan batubara secara insitu terdapat sisa-sisa akar, sehingga diduga batubara ini merupakan batubara autochtonus. Endapan Rawa Endapan Rawa, diendapkan secara tidak selaras di atas Formasi Muaraenim, berumur kuarter. Endapan rawa ini terdiri dari Batupasir, Batulanau, dan Batulempung.
Daerah penelilian termasuk dalam peta geologi lembar Palembang (Gafoer dkk., 1995) terletak pada back arc basin Sumatera bagian Selatan (lihat Gambar 2.) Geologi daerah penelitian disusun oleh Formasi Muaraenim yang berumur Miosen Akhir-Pliosen Awal dan Formasi Kasai Pliosen Akhir-Plistosen. Struktur geologi yang berkembang di daerah penelitian berupa antiklinorium yang berarah barat Iauttenggara. Berikut adalah formasi-formasi yang terdapat di daerah penelitian dari yang berumur tua ke muda: Formasi Muaraenim Formasi Muaraenim, diendapkan secara selaras di atas Formasi Air Benakat pada lingkungan laut dangkal, paludal, dataran delta dan non-marin. Bagian top dan bottom dicirikan oleh munculnya lapisan batubara yang menerus secara lateral. Litologi terdiri dari batupasir, batulanau, batulempung berfosil berwarna kuning kelabu dengan sisipan batubara mengandung oksida besi berupa konkresi dan lapisan tipis. Batupasir pada formasi ini dapat mengandung glaukonit dan debris volkanik. Ketebalan Formasi Muaraenim mencapai 500-1000 meter dan beumur Miosen Akhir-Pliosen Awal.
Gambar 2. Peta geologi regional daerah Palembang (Gafoer dkk., 1995)
Tanah dan Batuan Secara garis besar bahan penyusun kerak bumi dibagi menjadi dua kategori: Batuan dan Tanah. Batuan merupakan agregat mineral yang diikat oleh gaya-gaya kohesif yang permanen dan kuat. Tanah adalah kumpulan agregat mineral alami yang dapat dipisahkan oleh adukan secara mekanika dalam air. Menurut Shower & Shower (1967; dalam Zakaria, 2010) batuan dan tanah dibedakan dalam beberapa hal, yaitu: Batuan merupakan material kerak bumi yang terdiri atas mineral penyusun bertekstur, berstruktur, memiliki sifat padu (cemented), qu (unconfined compressive strength) > 200 psi, bila terdiri dari satu butir ukuran butirnya
“Peran Geologi dalam Pengembangan Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Kebencanaan”
Seminar Nasional Ke – III Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran
> boulder ( > 256 mm), memiliki berat > 40kg. Tanah merupakan mineral penyusun yang atau tanpa material organik sisa tumbuhan dan fauna yang terdekomposisi (lapuk), berstruktur, bertekstur, memiliki sifat urai, lepas (loose) , lunak (uncemented, soft), qu < 200 psi, ukuran butirnya < 256 mm, memiliki berat < 40 kg. Klasifikasi Tanah Klasifikasi tanah merupakan cara dalam menentukan jenis tanah agar diperoleh gambaran sepintas tentang sifat-sifat tanah. Beberapa cara dalam menentukan klasifikasi tanah, diantaranya adalah cara USCS. Cara USCS (Unified Soil Classification System) ini diusulkan oleh Casagrande. Casagrande, (1948; dalam Bell, 2007) merupakan seorang ahli teknik yang pertama kali melakukan klasifikasi tanah. Dalam sistem Casagrande, klasifikasi tanah dibagi menjadi tiga yaitu tanah berbutir kasar, tanah berbutir halus, dan tanah organik. Tanah berbutir kasar jika lebih dari 50% materialnya mempunyai ukuran >200 mesh sedangkan tanah berbutir halus adalah tanah yang materialnya > 50% lolos saringan 200 mesh. Dalam pemerian nama tanah berdasarkan USCS, yang dituliskan pertama adalah simbol komponen dominan kemudian diikuti oleh simbol gradasi untuk tanah berbutir kasar, simbol plastisitas untuk tanah berbutir halus. (lihat Tabel 1.) Mekanika Tanah dan Batuan Hoek & Bray, (2005) membuat pengelompokkan daya tahan penetrasi massa tanah maupun batuan berdasarkan nilai perbandingan UCS (Unified Compressive Strength). (lihat Tabel 2.) Gerakan Tanah Gerakan massa tanah atau batuan adalah gerakan perpindahan atau pergerakan keluar atau menuruni lereng oleh massa tanah atau batuan penyusun lereng, ataupun bahan
rombakan dari bahan penyusun lereng, akibat dari terganggunya kestabilan tanah atau batuan penyusun lereng tersebut. Menurut Varnes (1978; dalam Karnawati 2005) Berdasarkan pergerakan massa runtuhnya, longsoran dapat diklasifikasikan sebagai gelinciran (sliding), runtuhan (falling), gulingan (toppling), aliran (flowing), rayapan (creeping). Berdasarkan tipe materialnya, longsoran dapat dibedakan menjadi dua yaitu longsoran batuan dan longsoran tanah. Menurut Hoek & Bray (2005), longsoran yang terjadi di tambang terbuka dapat dibedakan menjadi 4 jenis, yaitu: Longsoran Busur (circular failure) Longsoran busur mempunyai bentuk dasar longsoran yang berupa busur dan umumnya terjadi pada lereng yang material pembentuknya adalah tanah, batuan yang sangat terkekarkan (heavily jointed rock mass), atau batuan terkekarkan yang lapuk. Pada lereng tambang longsoran jenis ini sering terjadi pada lereng bagian atas dimana batuannya sudah berubah menjadi tanah. Longsoran Bidang (planar failure) Longsoran bidang dapat terjadi pada lereng dimana pembentuknya adalah massa batuan yang orientasi bidang lemahnya sejajar dengan arah kemiringan lereng. Jadi longsoran tersebut mengikuti arah bidang lemah yang ada. Longsoran Baji (wedging failure) Longsoran baji adalah longsoran bidang dengan 2 atau lebih bidang lemah. Bongkah atau baji yang meluncur bisa bertumpu pada kedua bidang lemahnya atau hanya pada salah satu bidang saja, tergantung dari posisi/kedudukan bidang lemah tersebut. Longsoran Guling (toppling failure) Longsoran guling umumnya terjadi pada lereng yang terjal dan pada batuan yang keras dimana struktur bidang lemahnya berbentuk
“Peran Geologi dalam Pengembangan Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Kebencanaan”
Seminar Nasional Ke – III Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran
kolom. Longsoran jenis ini terjadi apabila bidang-bidang lemah yang ada berlawanan dengan kemiringan lereng. Kestabilan Lereng Dalam Zakaria, (2009) Lereng yang alami ataupun lereng buatan memiliki nilai kesetabilan yang dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu gaya penahan dan gaya penggerak yang bekerja dalam kesetabilan lereng tersebut. Gaya-gaya yang bekerja pada lereng secara umum dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu gaya-gaya yang cenderung untuk menyebabkan material pada lereng untuk bergerak ke bawah dan gaya-gaya yang menahan material pada lereng sehingga tidak terjadi pergerakan atau longsoran. Ketika gaya penahan lebih besar dari gaya penggeraknya, maka lereng tersebut akan berada dalam keadaan stabil, jika gaya penahan lebih kecil dari gaya pendorong maka lereng tersebut akan longsor. Untuk menyatakan nilai (tingkat) kestabilan suatu lereng dikenal istilah yang disebut dengan nilai faktor keamanan (safety factor), yang merupakan hasil perbandingan antara besarnya gaya penahan terhadap gaya penggerak longsoran, dan dinyatakan sebagai berikut:
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kestabilan Lereng Kestabilan suatu lereng akan bervariasi sepanjang waktu. Hal ini antara lain disebabkan adanya musim hujan dan musim kering sehingga terdapat perubahan musiman dari permukaan air tanah atau terjadi perubahan kekuatan geser material yang diakibatkan oleh proses pelapukan. Penurunan kestabilan lereng dapat juga terjadi secara drastis apabila terjadi perubahan yang tibatiba, seperti hujan lebat dengan intensitas
yang tinggi, erosi pada kaki lereng atau pembebanan pada permukaan lereng. Kestabilan suatu lereng pada umumnya dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
Sifat Material Sifat Fisik Sifat Mekanik Kondisi Geologi Air Tanah Geometri Lereng Relief Permukaan Bumi Iklim Gaya-gaya dari luar
Faktor-Faktor yang Memperbesar Gaya Penggerak Penambahan beban / gaya penggerak juga dapat membuat lereng yang pada mulanya stabil menjadi tidak stabil. Penambahan ini juga dapat terjadi secara alamiah ataupun karena aktifitas manusia. Penambahan Air Tanah Penambahan air tanah pada pori-pori atau celah-celah tanah dan/atau batuan jelas akan menambah berat satuan material memperbesar beban pada lereng. Maka akan memperbesar gaya penggerak yang dapat mengakibatkan longsor pada lereng. Aktivitas Tektonik Terjadinya pergerakan seperti pergeseran, pengangkatan atau penurunan muka bumi akan mengakibatkan terjadinya perubahan arah dan besar gaya-gaya yang bekerja pada suatu titik tetentu di muka bumi. Dengan begitu geometri akan berubah dan beban pada lereng-lereng yang baru akan lebih besar sehingga dapat mengakibatkan ketidakstabilan pada lereng. Vibrasi atau Getaran Getaran atau gelombang kejut dapat menghasilkan energi besar, contohnya peledakan (blasting), yang apabila mempunyai arah yang sama dengan
“Peran Geologi dalam Pengembangan Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Kebencanaan”
Seminar Nasional Ke – III Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran
permukaan suatu lereng dapat menambah beban dan mengakibatkan terjadinya longsoran. Penambahan Beban Akibat Penimbunan Timbunan material di atas suatu lereng akan memberikan beban lebih terhadap lereng, sehingga memperbesar gaya penggerak dan dapat mengakibatkan longsoran pada lereng tersebut. Metode Bishop Metode Bishop & Morgenstern (1960) merupakan metode sangat populer dalam analisis kestabilan lereng dikarenakan perhitungannya yang sederhana, cepat dan memberikan hasil perhitungan faktor keamanan yang cukup teliti. Kesalahan metode ini apabila dibandingkan dengan metode lainnya yang memenuhi semua kondisi kesetimbangan seperti metode spencer atau metode kesetimbangan batas umum, jarang lebih besar dari 5%. Metode ini sangat cocok digunakan untuk pencarian secara otomatis bidang runtuh kritis yang berbentuk busur lingkaran untuk mencari faktor keamanan minimum. Metode Bishop & Morgenstern (1960) sendiri memperhitungkan komponen gayagaya (horizontal dan vertikal) dengan memperhatikan keseimbangan momen dari masing-masing segmen. Metode ini dapat digunakan untuk menganalisa tegangan efektif.
Keterangan : FS = nilai faktor keamanan 𝛼 = sudut kemiringan lereng (o) c = c’ = kohesi (kPa) 𝜇 = tekanan air pori (kPa) ∆𝑙 = panjang tiap segmen (m) 𝜑 = 𝜑’ W
= sudut geser dalam (o) = berat tiap segmen (kN)
Faktor Keamanan Menurut Bowles (1984), apabila harga FS suatu lereng > 1,25, yang berarti gaya penahan lebih besar daripada gaya penggerak, maka lereng tersebut berada dalam keadaan stabil. Tetapi, jika nilai kestabilan lerengnya 1,07 < FS < 1,25, maka lereng tersebut berada dalam keadaan kritis. Namun, bila nilai FS < 1,07, yang artinya gaya Penahan lebih kecil daripada gaya penggerak, maka lereng tersebut berada dalam keadaan tidak stabil dan rawan terjadi longsor. (lihat Tabel 3.) Tabel 3. Klasifikasi faktor keamanan (Bowles, 1984) FS
Kondisi
FS < 1,07
Labil (Longsor biasa terjadi)
1,07 < FS < 1,25
Kritis (Longsor pernah terjadi)
FS > 1,25
Stabil (Longsor jarang terjadi)
Pemboran Geoteknik Pemboran geoteknik bertujuan untuk mengetahui kondisi batuan bawah permukaan, variasi jenis batuan penyusun daerah tambang batubara, dan mengetahui kondisi keteknikan batuan seperti Rock Quality Designation (RQD), tingkat pelapukan, kondisi diskontinuitas, spasi diskontinuitas. Pemboran dilakukan dengan cara full coring agar dapat dilakukan pengambilan contoh batuan inti dari hasil pemboran untuk keperluan analisis di laboratorium mekanika batuan. Pengambilan Sampel lnti Bor Untuk mengetahui sifat mekanika batuan diperlukan adanya pengujian laboratorium, maka dari itu dilakukan pengambilan contoh batuan yang dapat merepresentasikan kondisi keteknikan bawah permukaan pada daerah penelitian. Pengambilan contoh sampel batuan dilakukan pada setiap titik bor yang telah disimpan di dalam core box (lihat Gambar 3.), dan pengambilan contoh batuan dilakukan dengan interval lima meter setiap sampel
“Peran Geologi dalam Pengembangan Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Kebencanaan”
Seminar Nasional Ke – III Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran
sehingga dapat mewakili seluruh keteknikan masing-masing titik bor.
sifat
(koefisien seismic load) horizontal sebesar 0,1g dan vertikal 0,05g. Dari hasil data pemboran, penulis mengelompokkan lapisan tanah dan batuan menjadi 4 kelompok untuk digunakan dalam analisis kestabilan lereng tambang, yaitu tanah, batulempung, batupasir, dan batubara. Geologi daerah Penelitian
Gambar 3. Contoh inti batuan dalam core box
Penelitian Laboratorium Penelitian di laboratorium meliputi pengujian sifat keteknikan/mekanika batuan dari sample inti bor dan pengambilan contoh tanah tak terganggu (Undisturbed soil samples). Pengujian yang dilakukan antara lain pengujian sifat fisik dan sifat mekanika yang diambil dari beberapa contoh batuan inti bor hasil pemboran geoteknik. Jenis uji laboratorium untuk menemukan sifat mekanika tanah dan / atau batuan adalah uji kuat tekan uniaksial (Uniaxial Compression Strength), uji triaxial (Triaxial Compression Test), Uji kuat geser langsung (Direct Shear Test) dan uji sifat fisik tanah dan/atau batuan (Basic Properties). Analisis Kestabilan Lereng Dari hasil analisis kestabilan lereng menggunakan software akan diperoleh nilai faktor keamanan (FS). Analisis kestabilan lereng dibagi menjadi empat jenis simulasi, yang pertama adalah simulasi desain lereng dengan kondisi muka air tanah alami dalam kondisi tanpa getaran (statis), kedua adalah simulasi desain lereng dengan kondisi muka air tanah alami dan pertimbangan koefisien gempa (seismic load), ketiga adalah simulasi desain lereng dengan menurunkan muka air tanah (dewatering) dalam kondisi tanpa getaran (statis), dan keempat simulasi desain lereng dengan menurunkan muka air tanah (dewatering) dan mempertimbangkan koefisien gempa (seismic load). Besaran koefisien getaran gempa di daerah penelitian
Dari hasil penelitian lapangan berdasarkan dua pemboran geoteknik dan beberapa pemboran stratigrafi. Litologi yang terdapat di daerah penelitian adalah batulempung, batulempung karbonan, batulempung pasiran, batupasir lempungan, batupasir, dan batubara. Karena tidak ditemukan singkapan di daerah penelitian maka peneliti melakukan identifikasi litologi melalui hasil inti bor. Geoteknik daerah penelitian Aspek geoteknik yang akan dibahas adalah sifat fisik dan sifat mekanika tanah/batuan terhadap kondisi kestabilan lereng tambang yang dituangkan kedalam hasil perhitungan nilai Faktor Keamanan (FS) Sifat Fisik dan Mekanika Proses pelapukan yang cukup besar mengakibatkan tidak ditemukannya singkapan di daerah penelitian dan menghasilkan tanah residual. Tanah residual ini dikelompokkan menjadi dua jenis tanah berdasarkan klasifikasi tanah USCS yaitu tanah lanau plastisitas tinggi (MH) dan tanah lempung plastisitas tinggi (CH). Dapat disimpulkan bahwa kedua jenis tanah tersebut merupakan hasil dari proses pelapukkan dari Formasi Muaraenim. Bagian atas material ini tertutup oleh material lapukkan dari endapan rawa. Uji kuat tekan UCS (Uniaxial compressive strength) dilakukan untuk mengetahui daya tahan maksimal batuan menerima tekanan vertikal,nilai UCS di daerah penelitian berkisar dari 0,040 MPa sampai yang tertinggi pada 2,107 MPa. Berdasarkan Hoek and Bray (2005) maka
“Peran Geologi dalam Pengembangan Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Kebencanaan”
Seminar Nasional Ke – III Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran
masuk kedalam kategori soft clay-very weak rock. Dilihat dari karakteristik tersebut maka perlapisan batuan dianggap bersifat tanah karena memiliki nilai UCS yang kecil, sehingga dalam simulasi kemantapan lereng diperlakukan sebagai material tanah dengan bidang gelicir circular. Nilai UCS lapisan batuan paling bawah relatif memiliki nilai yang lebih besar dibandingkan lapisan batuan diatasnya, hal tersebut karena lapisan batuan paling bawah menerima beban dan tekanan dari lapisan batuan diatasnya sehingga lapisan batuan paling bawah lebih terkompaksi sempurna dan lebih padat dibandingkan dengan lapisan yang diatasnya yang mengalami pelapukan yang lebih besar. Selain itu kondisi geoteknik bawah permukaan dapat diketahui dari kondisi pemboran geotekniknya. Dari hasil pemboran geoteknik dilakukan pembobotan massa batuannya (RMR) berdasarkan Bieniawski (1989). Hasil pembobotan secara keseluruhan, nilai RMR pada X1 dan X11 berkisar dari 27 sampai 58, atau masuk kedalam kategori kelas IV dan kelas III atau Poor Rock-Fair Rock. Hasil pembobotan ini dapat digunakan sebagai data kualitas material terutama batuan sehingga dapat menjadi pertimbangan dalam kegiatan penggalian. Hasil pembobotan menunjukkan karakteristik material tergolong lemah sehingga akan mempengaruhi sudut lereng optimal yang mampu dibentuk oleh material tersebut. Kestabilan Lereng Highwall Berdasarkan pada penampang geoteknik dan data terdahulu dapat diperoleh suatu model penyusun lapisan tanah penutup batubara yang terdiri dari tanah, batulempung, batupasir. Keempat jenis material inilah yang dianggap dominan sebagai penyusun lapisan
batubara di daerah penambangan. Diasumsikan pada akhir penambangan akan terbentuk lereng keseluruhan, dengan ketinggian 100 meter. Analisis kestabilan lereng dibuat dengan kondisi gempa (seismic load). Analisis kestabilan lereng ini berdasarkan pada keadaan muka air tanah kedalaman 5 meter dan kondisi dewatering dengan kedalaman muka air tanah 1/3 dari tinggi lereng. Dengan memperhitungkan koefisien getaran dari gempa maupun alat berat bertujuan untuk mengantisipasi kondisi terburuk ketika terjadi gempa. Hasil analisis kestabilan lereng highwall (lihat Gambar 4.)
Gambar 4. Grafik perbandingan nilai FS dan kemiringan lereng
Hasil analisis kestabilan lereng highwall dengan tinggi lereng pit 100 meter dengan kodisi muka air tanah (MAT) alami diperoleh faktor keamanan (FS) dari 0,729 sampai 1,018. yang artinya lereng berada pada kondisi labil pada semua kemiringan lereng. Pada kondisi penurunan MAT (dewatering) diperoleh faktor keamanan (FS) dari 0,858 sampai 1,250. Lereng ini berada pada konsidi kritis pada kemiringan lereng 25o-30o. Namun lereng berada dalam kondisi labil pada kemiringan lereng 33o-50o.
“Peran Geologi dalam Pengembangan Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Kebencanaan”
Seminar Nasional Ke – III Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran
setiap simulasi yang dibuat nilai faktor keamanan lereng memiliki nilai lebih besar pada kondisi penurunan muka air tanah (dewatering) hal ini disebabkan air yang terdapat pada lapisan tanah dan/atau batuan akan meningkatkan tekanan pori pada lapisan tanah dan/atau batuan tersebut yang mengakibatkan menurunkan kekuatan geser dari lapisan tersebut, selain itu kondisi air tanah jenuh pada lereng akan menambah beban lereng sehingga lereng lebih mudah longsor. Gambar 5. Analisis kestabilan lereng highwall ketinggian lereng 100 meter, kondisi dewatering, FS 1,097.
Kesimpulan Dalam menentukan rekomendasi geometri lereng bukaan tambang batubara yang aman dan ekonomis, diperlukan nilai faktor keamanan yang kritis sampai stabil, pada kondisi muka air tanah alami maupun kondisi dewatering. Selain itu perlu dipertimbangkan kondisi dari getaran alat berat dan gempa (seismic load) pada percepatan horisontal lokal puncak di daerah penelitian di αhor = 0,10 g untuk mengantisipasi kondisi terburuk saat terjadi gempa. Berdasarkan hasil simulasi dan analisis kestabilan lereng dapat disimpulkan bahwa lereng highwall dengan tinggi lereng pit 100 meter dikategorikan tidak aman pada kondisi muka air tanah alami dan dikategorikan aman dengan sudut tidak lebih dari 30o pada kondisi dewatering 1/3 tinggi lereng. Penambahan air tanah pada pori-pori atau celah-celah tanah dan/atau batuan akan menambah berat satuan material dan memperbesar beban pada lereng. Maka akan relatif memperbesar gaya penggerak yang dapat mengakibatkan longsor pada lereng. Kondisi air tanah dalam kondisi jenuh akan menaikkan tegangan pori pada tanah dan batuan sehingga mengakibatkan lereng lebih mudah longsor. Dari hasil simulasi dan analisis kestabilan lereng terlihat bahwa pada
Pustaka Bell, F.G. 2007. Engineering Geology (2nd Edition). Great Britain. Elsevier. Bieniawski, Z.T. 1989. Engineering Rock Mass Classifications. New York. John Wiley & Sons. Bishop, A.W and Morgenstern, N. 1960. Stability coefficient for earth slopes. Geotechnique, Vol. 10. The Institution of Civil Engineers. Bowles, J. E. 1984. Sifat-sifat Fisis dan Geoteknis Tanah (Mekanika Tanah). Jakarta. Erlangga. Gafoer, S. Burhan, G. dan Purnomo, J. 1995. Peta geologi regional lembar Palembang, Sumatera Selatan. Bandung. Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi. Google maps Provinsi Sumatera Selatan dapat diakses pada: https://www.google.co.id/maps/place/Sum atera+Selatan/@3.3922195,103.9433672,542557m/data=! 3m1!1e3!4m5!3m4!1s0x2e108b753d35ea 2d:0x18fc8101e201c4cf!8m2!3d3.3194374!4d103.914399?hl=id Hoek, E. & Bray, J. W. 2005. Rock Slope Engineering Civil and Mining (4th Edition). London and New York. Spon Press. Taylor & Francis Group. Karnawati, D. 2005. Bencana Alam Gerakan Mass Tanah di Indonesia dan Upaya Penanggulangannya. Yogyakarta. Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknik
“Peran Geologi dalam Pengembangan Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Kebencanaan”
Seminar Nasional Ke – III Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran
Universitas Gajah Mada ISBN: 97995811-3-3 Tandiary, M. F. 2013. Geologi dan pola sebaran batubara daerah desa Sukamerindu dan Wanaraya kecamatan Kikim Barat, kabupaten Lahat provinsi Sumatera Selatan. Jurnal Ilmiah MTG, Vol. 6, No. 2 Widodo, H. 2012. Potensi batubara daerah Seluma dan sekitarnya kabupaten Seluma propinsi Bengkulu. Jurnal Ilmiah MTG, Vol. 5, No. 2
Zakaria, Z. 2009. Analisis Kestabilan Lereng Tanah. Bandung. Laboratorium Geologi Teknik Universitas Padjadjaran. Dapat diunduh pada http://blogs.unpad.ac.id/zufialdizakaria Zakaria, Z. 2010. Praktikum Geologi Teknik. Bandung. Laboratorium Geologi Teknik Universitas Padjadjaran. Dapat diunduh pada http://blogs.unpad.ac.id/zufialdizakaria.
Tabel 1. Penggunaan simbol pada klasifikasi tanah berdasarkan USCS (Bell, 2007)
Tabel 2. Klasifikasi kekuatan tanah dan batuan (Hoek and Bray, 2005)
“Peran Geologi dalam Pengembangan Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Kebencanaan”