ANALISA KESTABILAN LERENG AKIBAT VARIASI TINGGI MUKA AIR TANAH (LOKASI DESA KEMUNING KABUPATEN JEMBER, JAWA TIMUR) DISUSUN OLEH : ANDIKA ZAIN N YERRY KAHADITU F
3107 100 536 3107 100 538
LATAR BELAKANG RUMUSAN MASALAH TUJUAN BATASAN MASALAH MANFAAT PENELITIAN
LATAR BELAKANG
RUMUSAN MASALAH Masalah yang akan dikaji dalam penelitian ini mencangkup beberapa hal sebagaimana berikut : Bagaimana pengaruh pembasahan terhadap perubahan kadar air (w) ,angka
pori (e), dan derajat kejenuhan (Sr) dengan kepadatan dan kadar air kondisi initial lapangan. Bagaimana pengaruh perubahan kadar air akibat proses pembasahan terhadap tegangan air pori negatife (suction) dan parameter tegangan geser tanah (c). Bagaimana perubahan angka keamanan lereng (SF) akibat pembasahan pada berbagai kondisi kadar air yang berbeda. Bagaimana permodelan pada kelongsoran.
TUJUAN Tujuan dari penelitian ini adalah : Untuk mengetahui perubahan kadar air akibat pembasahan terhadap
parameter fisik yaitu kadar air (w), angka pori (e), derajat kejenuhan (Sr) dari kondisi initialnya. Untuk mengetahui pengaruh pembasahan tanah terhadap perubahan tegangan air pori negatif (suction) dan tegangan geser (c) pada tanah . Untuk mengetahui proses pembasahan terhadap angka keamanan (SF) stabilitas tanah dasar dengan disertai simulasi model dengan bantuan program komputer. Untuk mengetahui permodelan kelongsoran yang terjadi akibat pengaruh pembasahan dengan bantuan GEO SLOPE.
BATASAN MASALAH Untuk mendapatkan hasil penelitian yang memadai, tinjauan dalam penelitian ini dibatasi sebagai berikut : Sampel tanah yang digunakan dalam penelitian ini adalah tanah undisturb
yang diambil dari 4 titik didaerah lereng Desa Kemuning, Kab.Jember dengan pengambilan sampel tiap 2 meter sampai kedalaman 30 meter. Proses pembasahan dilakukan dengan cara menambahkan air kedalam benda uji, hingga kadar air benda uji menjadi ; Wi+25%(Wsat-Wi) , Wi+50%(Wsat-Wi) , Wi+75%(Wsat-Wi) , Wi+100%(Wsat-Wi) ,dan Wi adalah kadar air asli lapangan dan Wsat adalah kadar air kondisi jenuh. Dalam penelitian ini dipakai studi parametrik ,disertai studi analisis model dengan bantuan GEO SLOPE untuk mendapatkan gambaran perilaku kelongsoran . Kuat geser tanah diukur langsung menggunakan alat uji geser langsung (direct shear test) ,untuk pengukuran suction digunakan kertas whatman No.42.
MANFAAT PENELITIAN Hasil penelitian ini diharapkan berguna untuk memberikan gambaran tentang parameter fisik tanah, visualisasi kelongsoran lereng, dan mekanik tanah seperti angka pori, derajat kejenuhan, tegangan air pori negatif dan kekuatan geser pada tanah asli dan tanah yang telah dikondisikan pada berbagai variasi kadar air akibat dari proses pengulangan siklus pembasahan.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA PARTIKEL – PARTIKEL TANAH TANAH LANAU TANAH LEMPUNG KONSISTENSI TANAH TANAH TIDAK JENUH AIR PENGUKURAN SUCTION UJI GESER LANGSUNG PROSES PEMBASAHAN PEMPROGRAMAN GEO - SLOPE
PARTIKEL – PARTIKEL TANAH Tanah memiliki berbagai ukuran butiran dan dikelompokkan sebagai kerikil (gravel), pasir (sand), lanau (silt), atau lempung (clay), tergantung pada ukuran partikel yang paling dominan pada tanah tersebut. Kerikil adalah kepingan-kepingan dari batuan yang kadang-kadang juga mengandung partikel-partikel mineral quartz, feldspar,dan mineral lainnya. Begitu pula dengan pasir, sebagian besar terdiri dari mineral quartz dan feldspar, serta mungkin juga terdapat mineral lainnya. Sedangkan lanau sebagian besar merupakan fraksi mikroskopis dari tanah yang terdiri dari butiran-butiran quartz yang sangat halus, dan sejumlah partikel berbentuk lempengan – lempengan pipih yang merupakan pecahan dari mineral mika. Dan berikutnya adalah lempung yang sebagian besar terdiri dari partikel mikroskopis dan submikroskopis yang berbentuk lempengan – lempengan pipih yang merupakan partikel dari mika, mineral-mineral lempung, dan mineral – mineral yang sangat halus lainnya. Selain itu lempung didefinisikan sebagai golongan partikel yang berukuran kurang dari 0,002 mm. Namun demikian, dibeberapa kasus, partikel berukuran antara 0,002 - 0,005 mm juga masih digolongkan sebagai partikel lempung. (Das, B.M, 1985)
TANAH LANAU Menurut Bowles (1991), yang dikatakn tanah lanau adalah partikel – partikel
mineral yang ukrannya berkisar antara maksimum 0,05 mm sampai 0,074 mm. Tanah lanau biasanya menunjukkan kohesi atau tarikan pertikel dan adhesi serta dapat juga kohesi semu. Umumnya kohesi pada tanah lanau disebakan oleh partikel – partikel lempung yang tersbar diseluruh massa tanah tersebut. Seringkali sejumlah kecil (5% - 8%) partikel lempungpun akan memberiakan karakteristik lempung yang berpengaruh pada lanau. Lanau pada umumnya bukan merupakan bahan pondasi yang baik, kecualai jika kering atau telah mengalami kompresi yang tiinggi sehingga menjadi batuan sedimenter (batu lanau) tanah lanau biasanya lepas dan sangat kompresibel. (Mitcell, 1976), sama halnya dengan kerikil dan pasir, sebagian besar frakasi lanau tersusun atas mineral bukan lempung Menurut Mitchell (1976), batuan beku yang merupakan smber material pembentuk tanah, mengandung mineral feldspar (sekitar 60%), dan pyroxenes beserta amphybol sekitar 17%. Selain feldspar dan amphybol, batuan beku juga mengandung quartz sekitar 12%, mika 4% dan mineral lainnya sekitar 8%. Berdasarkan klasifikasi AASHTO (American Association of Stage Highway and Transportstion Officials) dan USCS (Unified Soils Classificatin System), lanau dan lempung tergolong kedalam material berbutir halus.
TANAH LEMPUNG Lempung (Clay) sebagian besar teridiri dari partikel mikroskopis dan sub mikroskopis (tidak dapat dilihat dengan jelas dengan mikroskopis biasa) yang berbentuk lempengan – lempengan pipih dan merupakan partikel – partikel dari mika, mineral –mineral lempung yang merupakan senyawa alumunium silikat yang kompleks dan mineral – mineral yang sangat halus lainnya. Lempung didefinisikan sebagai golongan partikel yang berukuran kurang dari 0,002 mm (=2 mikron). Namun dibeberapa kasus partikel berkuran 0,002 mm sampai 0,005 mm juga masih digolongkan sebagai partikel lempung. Disini tanah diklasifikasikan sebagai lempung (hanya berdasarkan pada ukuran partikelnya)tapi belum tentu tanah dengan ukuran partikel lempung tersebut juga mengandung mineral –mineral lempung (clay minerals). Dari segi mineral yang disebut tanah lem[ung (dan mineral lempung) adalah yang mempunyai partikel mineral – mineral tertentu yang menghasilkan sifat –sifat plastis pada tanah bila bercampur dengan air (Grim, 1953).
KONSISTENSI TANAH Menurut Attenberg, jika kadar airnya sangat tinggi, campuran tanah dan air menjadi sangat
lembek seperti cairan. Oleh karena itu, atas dasar air yang dikandung dalam tanah, tanah dapat dipisahkan menjadi 4 keadaan dasar, yaitu : padat, semipadat, plastis, dan cair. Menurut Attenberg (1911), kadar air dinyatakan dalam persen, dimana terjadi transisi dari keadaan padat ke semi padat didefinisikan sebagai batas susut (shrinkage limit). Kadar air dimana transisi dari keadaan semipadat ke plastis dinamakan sebagai batas plastis (plastic limit). Dan dari keadaan plastis ke keadaan cair dinamakan batas cair (liquid limit). Batas-batas ini dikenal dengan batas –batas Attenberg. (Das, B.M, 1985) Konsistensi lempung dan tanah kohesif lainnya biasanya dinyatakan dengan istilah lunak, sedang, kaku, atau keras. Ukuran kuantitatif konsistensi yang paling langsung adalah beban per satuan luas dimana contoh tanah bebas (unconfined) berbentuk silinder atau prismatik runtuh dalam uji pemampatan sederhana. Besaran ini dikenal sebagai kekuatan kompresif bebas (unconfined compressive strength) tanah. Nilai kekuatan kompresif yang berkaitan dengan aneka derajat konsistensi, beserta identifikasi lapangannya dapat dilihat pada tabel 2.1 dan tabel 2.2. Sedangkan nilai-nilai perkiraan daya dukung aman untuk tanah lempung dapat dilihat pada Tabel 2.3. (Terzaghi, K., dan R.B. Peck 1993)
Tabel 2.1. Konsistensi Lempung dalam Bentuk Kekuatan Kompresif Bebas Konsistensi
Qu
Tanah Lempung
(kg/cm2)
Sangat lunak
< 0,25
Lunak
0,25-0,5
Sedang
0,5 - 1,0
Kaku
1,0 - 4,0
Sangat kaku
2,0 - 4,0
Keras
>4
(Terzaghi, K., dan R.B. Peck, 1993)
Tabel 2.2. Identifikasi di Lapangan Terhadap Konsistensi Tanah Konsistensi Identifikasi di lapangan Tanah Lempung Sangat lunak
Meleleh diantara jari-jari tangan ketika diperas
Lunak
Dapat diremas dengan mudah.
Sedang
Dapat diremas dengan tekanan jari yang kuat
Kaku
Tidak dapat diremas dengan jari, dapat digencet dengan ibu jari.
Sangat kaku
Dapat digencet dengan kuku ibu jari.
(Craig, R.F, 1987)
Tabel 2.3. Hubungan Nilai N, Konsistensi Tanah Lempung dan Kekuatan Kompresif Bebas Konsistensi
N
(kg/cm2)
Tanah Lempung Sangat lunak
qu
<2
< 0,25
Lunak
2–4
0,25-0,5
Menengah
4–8
0,5 - 1,0
Kaku
8 – 15
1,0 - 4,0
Sangat kaku
15 – 30
2,0 - 4,0
< 30
>4
Keras
(Terzaghi, K., dan R.B. Peck, 1993)
TANAH TIDAK JENUH AIR Tanah di alam dapat dibagi menjadi dua kondisi, yakni tanah yang mengalami kondisi jenuh sempurna (fully saturated), dan tanah yang mengalami jenuh sebagian (partially saturated). Kondisi kejenuhan yang berbeda ini dapat disebabkan oleh adanya perbedaan fase didalam struktur partikel – partikel yang membentuk suatu massa tanah. Pada kondisi tanah jenuh sempurna, pori – pori tanah. Sedangkan pada tanah yang jenuh sebagian, maka pori – pori tanah sebagian terisi fase udara dan sebagian terisi fase air dan berat volume dan berat tiap fase sangat berguna untuk menggambarkan dan mengevaluasi sifat – sifat fisis dari tanah. Volume total tanah yang ditampilkan secara skematis dalam Gambar 2.1 adalah jumlah volume pori (Vv) dan volume bahan padat (Vs). Volume pori adalah jumlah dari volume gas (Va) dan volume air (Vw).
PENGUKURAN SUCTION
Grafik Kalibrasi suction untuk dua jenis kertas filter (Fredlund dan Raharjo, 1993)
UJI GESER LANGSUNG
Gambar Alat Uji Direct Shear
PEMBASAHAN Proses pembasahan (wetting) adalah suatu kondisi dimana terjadi peningkatan kadar air di dalam poripori suatu massa tanah.
Proses Pembasahan
PEMPROGRAMAN GEO – SLOPE Parameter Input Data Program Geo-Slope Perhitungan dengan Program SLOPE/W
Contoh Program Slope/W
BAB III METODOLOGI Mulai Persiapan Penelitian: 1.Studi literatur 2.Review penelitian terdahulu
Penelitian Lapangan (Sondir, Bor dalam , SPT sampai 30m) Lokasi Penelitian : Desa Kemuning Jember 1. Tanah sampai kedalaman 30m 2. Sampel Undisturbed Penelitian Laboratorium: Identifikasi prop indeks (Kadar air dan konsistensi, Volumetri-gravimetri, Pembagian butir); prop kuat geser (kohesi dan sudut geser tanah ). Proses wetting
Proses Wetting w = wi
w = wi + 25%(wsat – wi)
Pengujian Prop. Indeks
Kadar air, derajat kejenuhan, berat volume, angka pori
w = wi + 50% (wsat - wi)
w = wi + 75% (wsat - wi)
Pengujian Prop. Kuat Geser
Kohesi dan sudut geser dalam
w = wi + 100% (wsat - wi)
Pengukuran Kertas Filter
Tegangan air pori negatif
Kurva Hubungan Antara Kadar Air, Angka Pori,suction, Kohesi, Sudut Geser.
Input data kedalam program Geo – Slope dengan parameter berupa Berat volume, Kohesi, dan Sudut Geser dalam.
Analisis : 1.Perilaku Tanah Pada Kedalaman 30m 2.Penyusunan Laporan KESIMPULAN
SELESAI
BAB IV HASIL PENELITIAN LABORATORIUM KEDALAMAN ( m )
KONDISI TANAH ASLI w
γ
(%)
( gr/cc )
2.086
58.74
1.30
35.905
1.865
54.98
1.38
0.186
47.648
1.768
53.14
1.44
Lapisan 4 ( 7.50-8.00 )
0.242
32.538
1.870
56.27
1.39
Lapisan 5 ( 9.50-10.00 )
0.217
45.200
2.637
45.78
1.52
Lapisan 6 ( 11.50-12.00 )
0.235
42.984
2.342
40.98
1.60
Lapisan 7 ( 13.50-14.00 )
0.217
50.405
2.413
41.29
1.54
Lapisan 8 ( 15.50-16.00 )
0.301
41.048
2.564
41.48
1.49
Lapisan 9 ( 17.50-18.00 )
0.116
46.900
2.564
49.16
1.55
Lapisan 10 ( 19.50-20.00 )
0.144
43.308
2.522
40.62
1.57
Lapisan 11 ( 21.50-22.00 )
0.193
56.257
2.492
53.92
1.37
Lapisan 12 ( 23.50-24.00 )
0.14
49.261
2.375
63.83
1.39
Lapisan 13 ( 25.50-26.00 )
0.256
45.905
2.391
70.30
1.41
Lapisan 14 ( 27.50-28.00 )
0.217
46.092
2.425
58.72
1.48
Lapisan 15 ( 29.50-30.00 )
0.203
42.984
2.608
64.59
1.48
C
Φ
( kg/cm2 )
(º)
Lapisan 1 ( 1.50-2.00 )
0.165
40.600
Lapisan 2 ( 3.50-4.00 )
0.336
Lapisan 3 ( 5.50-6.00 )
e
Proses Pembasahan KEDALAMAN ( m )
C ( kg/cm2 )
Lapisan 1 ( 3.50-4.00 ) Lapisan 2 ( 7.50-8.00 ) Lapisan 3 ( 11.50-12.00 ) Lapisan 4 ( 15.50-16.00 ) Lapisan 5 ( 19.50-20.00 ) Lapisan 6 ( 23.50-24.00 ) Lapisan 7 ( 27.50-28.00 )
KONDISI TANAH
KONDISI TANAH
25%
50%
Φ
e
(º)
w
γ
C
(%)
( gr/cc )
( kg/cm2 )
Φ
e
(º)
w
γ
(%)
( gr/cc )
0.189
47.518
2.246
77.77
1.40
0.168
34.683
2.176
78.59
1.43
0.220
29.423
1.584
56.51
1.28
0.196
25.080
1.421
61.48
1.41
0.210
40.958
1.211
49.53
1.58
0.180
30.922
1.277
53.81
1.58
0.109
45.791
1.617
52.30
1.49
0.098
32.129
1.783
58.05
1.46
0.165
48.593
1.328
43.81
1.56
0.086
40.265
1.625
57.96
1.52
0.186
34.294
1.843
67.08
1.40
0.130
33.862
1.889
71.70
1.41
36.907
1.739
65.66
1.47
26.839
1.769
67.97
1.47
0.170
0.160
Proses Pembasahan KEDALAMAN ( m )
C ( kg/cm2 )
Lapisan 1 ( 3.50-4.00 ) Lapisan 2 ( 7.50-8.00 ) Lapisan 3 ( 11.50-12.00 ) Lapisan 4 ( 15.50-16.00 ) Lapisan 5 ( 19.50-20.00 ) Lapisan 6 ( 23.50-24.00 ) Lapisan 7 ( 27.50-28.00 )
KONDISI TANAH
KONDISI TANAH
75%
100%
Φ
e
(º)
w
γ
C
(%)
( gr/cc )
( kg/cm2 )
Φ
e
(º)
w
γ
(%)
( gr/cc )
0.116
33.425
2.064
78.84
1.49
0.100
32.579
2.036
79.16
1.51
0.158
23.557
1.408
64.09
1.44
0.090
21.504
1.391
65.62
1.47
0.140
30.114
1.277
54.05
1.58
0.100
29.249
1.291
54.74
1.58
0.221
30.114
1.678
61.26
1.54
0.086
27.294
1.609
62.52
1.60
0.177
27.067
1.799
67.48
1.51
0.091
26.839
1.882
74.29
1.53
0.144
25.080
1.927
75.66
1.43
0.126
20.957
2.032
85.12
1.45
25.080
1.785
70.54
1.48
16.331
1.901
78.32
1.49
0.140
0.120
BAB V PEMBAHASAN Hubungan Pembasahan Dengan Kadar Air
100.00
Kadar Air (%)
80.00
Kedalaman 3,5-4,0 m Kedalaman 7,5-8,0 m
60.00
Kedalaman 11,5-12,0 m Kedalaman 15,5-16,0 m Kedalaman 19,5-20,0 m
40.00
Kedalaman 23,5-24,0 m Kedalaman 27,5-28,0 m
20.00
0.00 -
10
20
30
40
50
60
Pembasahan (% )
70
80
90
100
110
Hubungan Pembasahan Dengan Derajat Kejenuhan (Sr)
Derajat Kejenuhan (Sr)
125.00
Kedalaman 3,5-4,0 m
100.00
Kedalaman 7,5-8,0 m Kedalaman 11,5-12,0 m Kedalaman 15,5-16,0 m Kedalaman 19,5-20,0 m 75.00
Kedalaman 23,5-24,0 m Kedalaman 27,5-28,0 m
50.00 -
10
20
30
40
50
60
Pembasahan (% )
70
80
90
100
110
Hubungan Pembasahan Dengan Angka Pori (e) 2.50
2.00
Angka Pori (e)
Kedalaman 3,5-4,0 m Kedalaman 7,5-8,0 m
1.50
Kedalaman 11,5-12,0 m Kedalaman 15,5-16,0 m 1.00
Kedalaman 19,5-20,0 m Kedalaman 23,5-24,0 m Kedalaman 27,5-28,0 m
0.50
0.00 -
10
20
30
40
50
60
70
Pembasahan (%)
80
90
100
110
Hubungan Pembasahan Dengan Kohesi (c)
0.31
Kedalaman 3,5-4,0 m
Kohesi (c)
Kedalaman 7,5-8,0 m Kedalaman 11,5-12,0 m 0.21
Kedalaman 15,5-16,0 m Kedalaman 19,5-20,0 m Kedalaman 23,5-24,0 m
0.11
Kedalaman 27,5-28,0 m
0.01 -
10
20
30
40
50
60
Pembasahan (% )
70
80
90
100
110
Hubungan Pembasahan Dengan Sudut Geser Dalam (Ø)
60.00
Sudut Geser Dalam (Ø)
50.00 Kedalaman 3,5-4,0 m 40.00
Kedalaman 7,5-8,0 m Kedalaman 11,5-12,0 m
30.00
Kedalaman 15,5-16,0 m Kedalaman 19,5-20,0 m
20.00
Kedalaman 23,5-24,0 m Kedalaman 27,5-28,0 m
10.00
0.00 -
10
20
30
40
50
60
Pembasahan (% )
70
80
90
100
110
Permodelan Lereng 0.370 0.275
40
40
39
39
38
38
37
37
36
36
35
35
34
34
33
33
32
32
31
31
30
30
29
29
28
28
27
27
26
26
25
25 24
23
Elevasi ( m )
E le va si ( m )
24 22 21 20 19 18 17
23 22 21 20 19 18 17
16
16
15
15
14
14
13
13
12
12
11
11
10
10
9
9
8
8
7
7
6
6
5
5
4
4
3
3
2
2
1
1
0 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75 76 77 78 79 80 81 82 83 84 85 86 87 88 89 90
Jarak ( m )
Kemiringan Lereng : 300 SF : 0.370
0 0
1
2
3
4
5
6
7
8
9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60
Jarak ( m )
Kemiringan Lereng : 450 SF : 0.275
0.122
0.141
39
40
38
39
37
38
36
37
35
36
34
35
33
34
32
33
31
32
30
31
29
30
28
29
27
28
26
27
25
26
24
25
23
24
22
23
Elevasi ( m )
Elevasi ( m )
40
21 20 19 18 17
22 21 20 19 18
16
17
15
16
14
15 14
13
13
12
12
11
11
10
10
9
9
8
8
7
7
6
6
5
5
4
4
3
3
2
2
1
1
0 0
1
2
3
4
5
6
7
8
9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48
0 0
1
2
3
4
5
6
7
8
9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48
Jarak ( m )
Kemiringan Lereng : 600 SF : 0.141
Jarak ( m )
Kemiringan Lereng : 900 SF : 0.122
Hubungan SF dengan Kemiringan Lereng 3 Kondisi Initial Pembasahan 25% Pembasahan 50% Pembasahan 75% Pembasahan 100% Kombinasi 1 Kombinsai 2 Kombinasi 3 Kombinasi 4 Kombinasi 5 Kombinasi 6
Angka Keamanan
2.5 2 AMAN 1.5 1 0.5 LONGSOR 0 0
5
10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 65 70 75 80 85 90 95
Kemiringan Lereng
Kesimpulan 1. Dari proses pembasahan benda uji dilaboratorium diketahui bahwa parameter kadar air ( Wc ), angka pori ( e ), dan derajat kejenuhan ( Sr ) nilainya cenderung meningkat . 2. Sedangkan untuk parameter tegangan air pori negatif ( suction ), tegangan kuat geser tanah ( c ), dan sudut geser dalam ( Ø ) nilainya cenderung menurun setelah dilakukannya proses pembasahan . 3. Dari simulasi permodelan lereng yang disertai proses pembasahan didapat angka keamanan ( SF ) yang berbeda.Hubungan kemiringan lereng dengan angka keamanan yang ditinjau sesuai dengan lapisan tanah di lapangan menunjukan kemiringan maksimum sebagai berikut :
Kondisi initial
Kemiringan lereng maksimum yang di ijinkan adalah 70º
Kondisi pembasahan 25 %
Kemiringan lereng maksimum yang di ijinkan adalah 57º
Kondisi pembasahan 50 %
Kemiringan lereng maksimum yang di ijinkan adalah 45º
Kondisi pembasahan 75 %
Kemiringan lereng maksimum yang di ijinkan adalah 42º
Kondisi 100 %
Terjadi kelongsoran lereng seutuhnya.
Kondisi kombinasi 6
Kemiringan lereng maksimum yang di ijinkan adalah 43º
Saran Setelah pengambilan bahan uji dari lapangan sebaiknya segera mungkin dilakukan pengujian parameter-parameter tanah di laboratorium agar kondisi tanah tidak berubah akibat faktor suhu yang berbeda. Pada proses pembasahan diperlukan ring besi yang berukuran sama dengan ukuran alat pengujian direct shear sebab jika menggunakan pipa PVC terlalu banyak perlakuan terhadap tanah. Mempelajari terlebih dahulu pemograman GEO-SLOPE sebelum mengoperasikan software ini.
TERIMA KASIH