A Lecture Note Pengantar Kerentanan Air Tanah Terhadap Pencemaran dan Pemompaan Air Tanah) Heru Hendrayana, 2011
[email protected]
I.A.
Kerentanan Air Tanah Terhadap Pencemaran
I.A.1. Pengertian Kerentanan Air Tanah Terhadap Pencemaran Kerentanan adalah sebuah sifat intrinsik atau alamiah dari suatu sistem air tanah yang bergantung pada kepekaan sistem tersebut terhadap dampak alamiah dan atau dampak manusia. Ada dua macam kerentanan air tanah yaitu kerentanan intrinsik (alamiah) yang merupakan fungsi dari faktor hidrogeologi seperti karakterisitik akuifer, jenis tanah yang berada di atas akuifer, dan jenis material geologinya. Dan kerentanan spesifik (gabungan) merupakan potensi aktivitas manusia yang berpengaruh terhadap potensi sumber air tanah dalam dimensi ruang dan waktu. Kerentanan Air Tanah dapat dengan mudah diinformasikan melalui media gambar yakni Peta Kerentanan Air Tanah (Vrba dan Zoporozec, 1994). Kerentanan sumber air tanah dapat pula berarti kemungkinan terhadap pencemar tertentu untuk mencapai muka air tanah di dalam waktu tertentu (Voigt, et al., 2004).
Kerentanan Air Tanah terhadap Pencemaran dan Pemompaan Air Tanah–Heru Hendrayana–2011–
[email protected]
11 | 23
Gambar I.1 Model sumber-jalur-sasaran pada penyelidikan kerentanan air tanah (Goldscheider, et al., 2000 dalam Voigt, et al., 2004)
Gambar I.1 menunjukkan hal-hal yang harus diperhatikan dalam penyelidikan kerentanan air tanah, dimana ada 2 macam jalur pencemaran yaitu jalur di dalam zona tidak jenuh air dan jalur di dalam zona jenuh air (aquifer). Kedua jalur tersebut menentukan besar kecil kemampuan batuan dalam mitigasi pencemaran yang masuk kedalam akuifer. Pencemaran menurut Morris, et al. (2003) berarti suatu zat dalam konsentrasi tertentu dapat mengakibatkan bahaya bagi manusia, hewan, dan tumbuhan. Zat tersebut dapat berasal dari aktivitas manusia maupun muncul secara alami. Tentunya sesuai dengan kerentanan air tanah maka pencemaran disini berhubungan dengan pencemaran air tanah yang masuk melalui batuan diatas akuifer kedalam akuifer itu sendiri.
Kerentanan Air Tanah terhadap Pencemaran dan Pemompaan Air Tanah–Heru Hendrayana–2011–
[email protected]
12 | 23
I.A.2. Konsep Kerentanan Air Tanah Terhadap Pencemaran Istilah “Kerentanan Air Tanah Terhadap Pencemaran” diusung oleh J. Margat pada tahun 1960an (Vrba dan Zoporozec, 1994). Konsep kerentanan air tanah berasumsi bahwa lingkungan fisik memiliki tingkat mitigasi air tanah terhadap dampak yang ditimbulkan oleh alam maupun manusia, khususnya
banyaknya
kontaminan yang masuk kebawah permukaan. Material-material bumi dapat menjadi penyaring alamiah terhadap zat pencemar yang melewatinya (Vrba dan Zoporozec, 1994). Air yang mengalami infiltrasi ke bawah permukaan dapat tercemar, tetapi mengalami pemurnian secara alamiah saat melewati tanah dan material halus lainnya di zona tidak jenuh air (Gambar I.2).
Gambar I.2 Skema pemurnian secara alamiah (Vrba dan Zoporozec, 1994)
Kapasitas pengurangan atau kapasitas pemurnian dari material bawah permukaan terdiri dari interaksi fisik, kimia, dan proses biologi. Proses tersebut Kerentanan Air Tanah terhadap Pencemaran dan Pemompaan Air Tanah–Heru Hendrayana–2011–
[email protected]
13 | 23
terjadi pada sistem air tanah dan sangat dipengaruhi mekanisme pergerakan larutan dan kondisi hidrogeologi daerah tersebut. Potensi dari perlindungan alamiah material bumi sangat terbatas dan bervariasi. Perbedaan sifat fisik saja dapat menghasilkan kapasitas mitigasi kontaminan yang berbeda. Pemetaan lingkungan fisik dalam bentuk pemetaan geologi dapat menentukan daerah yang lebih atau kurang peka terhadap pencemaran tergantung pada material yang ada dibawahnya. Menurut Gogu dan Dassargues (2000), perlindungan air tanah terhadap pencemaran dapat dinilai melalui 3 pendekatan utama, yaitu : a. Penyelidikan kerentanan air tanah mempertimbangkan hanya tanah dan zona tidak jenuh air tanpa mempertimbangkan proses transportasi pencemaran di dalam zona jenuh air. b. Pendekatan diambil dari deliniasi zona perlindungan sistem air tanah, dimana mempertimbangkan aliran air tanah dan proses transportasi kontaminan. c. Mempertimbangkan tanah, zona tidak jenuh air, dan akuifer sebagai parameter mitigasi pencemaran air tanah. Konsep yang mendasar dari kerentanan air tanah adalah lebih besar atau tidaknya kemampuan batuan mencegah pencemaran air tanah di suatu lokasi. Zona tidak jenuh air zona batuan di atas akuifer sangat berpengaruh terhadap pengurangan konsentrasi dari zat pencemar yang akan masuk kedalam akuifer. Adapun beberapa proses yang terjadi di dalam zona tidak jenuh air (Morris, et al., 2003) seperti : Kerentanan Air Tanah terhadap Pencemaran dan Pemompaan Air Tanah–Heru Hendrayana–2011–
[email protected]
14 | 23
a. Retardasi adalah pengurangan kecepatan pergerakan kontaminan karena adanya penyerapan kontaminan dengan material yang dilewatinya. Retardasi terdiri dari sorption (penyerapan) dan penggantian ion kontaminan dengan ion di dalam material batuan. b. Eliminasi adalah proses pengurangan konsentrasi beberapa zat kontaminan tertentu. Eliminasi terdiri dari filtrasi (pengurangan konsentrasi kontaminan akibat ukurannya), presipitasi (pengendapan kontaminan karena reaksi kimia), hidrolisis (reaksi kontaminan organik dengan air), kompleksasi (reaksi yang meningkatkan pergerakan kontaminan), volatilisasi (evaporasi kontaminan), dan biodegradasi (pengurangan konsentrasi senyawa organik).
Tabel I.1 Proses yang mempengaruhi jumlah konsentrasi di bawah permukaan (Morris, et al., 2003)
Tanah
Retardasi Sorption Pengganti an ion Mayor Signifikan
Filtrasi
Presipitasi
Mayor
Minorsignifikan Signifikan
Eliminasi Hidrolisis Kompl eksasi Signifikan- Mayor mayor Signifikan ?
Volatilisa si Mayor
Zona MinorSignifikan Signifikan Minor tidak signifikan jenuh air Zona MinorMinorSignifikan MinorSignifikan ? Minor jenuh signifikan signifikan? signifikan air Mayor : menghasilkan pengurangan dalam jumlah besar terhadap konsentrasi kontaminan Minor : tidak mengurangi konsentrasi kontaminan secara signifikan Signifikan : mengurangi konsentrasi beberapa kontaminan secara signifikan ? : proses belum diidentifikasi
Biodegrada si Mayor Minorsignifikan
Minormayor
Tujuan utama dari kerentanan air tanah ini adalah membatasi suatu daerah kedalam unit-unit yang lebih detail yang menunjukkan ketahanan terhadap Kerentanan Air Tanah terhadap Pencemaran dan Pemompaan Air Tanah–Heru Hendrayana–2011–
[email protected]
15 | 23
pencemaran yang
digunakan untuk tujuan tertentu. Hasil dari penyelidikan
kerentanan air tanah adalah peta yang menyajikan beberapa daerah yang homogen berupa sel-sel atau poligon yang memiliki tingkat kerentanan yang berbeda-beda. Namun nilai pada poligon-poligon tersebut bersifat relatif atau tidak bersifat absolut. I.A.3. Parameter
Yang
Mempengaruhi
Kerentanan
Air
Tanah
Terhadap
Pencemaran Beberapa metode telah dikembangkan untuk menentukan tingkat-tingkat kerentanan air tanah di suatu daerah. Karakteristik umum yang harus ada di dalam setiap metode (Gogu dan Dassargues, 2000) adalah : a. Kerentanan air tanah bersifat relatif, tidak terukur, dan tidak memiliki dimensi b. Komponen utama yang digunakan dalam penyelidikan kerentanan air tanah intrinsik adalah nilai recharge, sifat tanah, dan karakteristik zona tidak jenuh dan jenuh air. Komponen lainnya adalah topografi, hubungan air permukaan dengan air tanah, dan kondisi alam yang berada di bawah akuifer. c. Kerentanan spesifik adalah istilah yang menandakan bahaya untuk sistem air tanah yang terkena pencemaran tertentu. Komponen yang paling penting dari kerentanan spesifik adalah waktu tempuh kontaminan di zona tidak jenuh air atau akuifer dan waktu kontaminan tersebut dapat bertahan di akuifer, dan kemampuan mitigasi pencemaran dari tanah-batuan-air tanah dengan mempertimbangkan sifat setiap kontaminan. Kerentanan Air Tanah terhadap Pencemaran dan Pemompaan Air Tanah–Heru Hendrayana–2011–
[email protected]
16 | 23
d. Penyelidikan kerentanan air tanah berada pada area atau daerah yang khusus. Metode-metode
tersebut
mempertimbangkan
faktor-faktor
geologi,
hidrogeologi, dan klimatologi. Ada beberapa metode untuk menentukan kondisi kerentanan air tanah di suatu daerah, misalnya Metode DRASTIC, Metode GOD, Metode Hoelting, Metode Set dan Kompleks Hidrogeologi, Metode Sistem Parametrik, EPPNA, AVI, SINTACS, SI, dan Metode Simple Vertical Vulnerability (SVV) yang dikembangkan oleh Putra (2007). Semua metode-metode tersebut mempertimbangkan parameter yang ada di dalam zona tidak jenuh air, sebagai zona yang berpengaruh terhadap proses pencemaran air tanah. Dalam penelitian ini menggunakan Metode SVV, dengan alasan metode SVV merupakan metode yang sederhana namun mewakili parameter yang dibutuhkan dalam penentuan kerentanan air tanah. Juga untuk pengembangan metode SVV di masa depan. Dalam Putra (2007) metode SVV adalah metode kerentanan yang digunakan hanya untuk kondisi air tanah dangkal pada batuan kuarter, terutama pada daerah yang kekurangan data pengukuran sifat tanah atau batuan. Tingkat kerentanannya sama dengan metode Hoelting yakni berdasarkan atas keefektifan perlindungan (kemampuan lapisan batuan di atas akuifer untuk melindungi air tanah) dalam hal advective transport time. Advective transport time ditentukan berdasarkan resapan air yang mencapai permukaan air tanah melalui lapisan di bagian atas akuifer dengan infiltrasi difusi relatif tanpa memperhatikan konsentrasi aliran signifikan.
Kerentanan Air Tanah terhadap Pencemaran dan Pemompaan Air Tanah–Heru Hendrayana–2011–
[email protected]
17 | 23
Untuk menghitung waktu perjalanan dari perkolasi air di dalam zona tidak jenuh air, maka ada 3 aspek dasar di dalam metode SVV, yaitu : 1. Ketebalan dari zona tidak jenuh air (T), atau ketebalan batuan diatas muka air tanah. 2. Nilai recharge atau perkolasi (U) Nilai recharge dapat dicari dengan menggunakan rumus (Putra, 2007) sebagai berikut : Recharge = Curah Hujan – Evapotranspirasi Nyata – Runoff ……. (1) Nilai evapotranspirasi merupakan nilai evapotranspirasi nyata yang dapat dihitung dengan menggunakan rumus (Turc, 1964 dalam Putra, 2007) sebagai berikut : 𝑃
𝐸𝑇𝑟 = √0,9+
𝑃2
…………….. (2)
2 (300+25𝑇+0,05𝑇3 )
dimana, ETr P T
= Evapotranspirasi nyata (mm/tahun) = Curah hujan rata – rata (mm/tahun) = Temperatur (°C)
Runoff dapat dihitung dengan menggunakan rumus (Sharma, 1990 dalam Putra, 2007) : 1,511×𝑃1,44
𝑅𝑜 = 𝑇 1,34 ×𝐴0,0613 dimana,
Ro P T A
…………….. (3)
= Runoff (cm/tahun) = Curah Hujan (cm/tahun) = Suhu rata – rata tahunan (°C) = Luas Area (km2)
Kerentanan Air Tanah terhadap Pencemaran dan Pemompaan Air Tanah–Heru Hendrayana–2011–
[email protected]
18 | 23
Suhu rata – rata tahunan adalah fungsi dari elevasi, dimana setiap kenaikan 100 m maka suhu akan berkurang kira – kira 0,5 °C. Berikut adalah rumus menghitung suhu rata – rata dari data suhu yang telah diketahui. Thitung = Tdiketahui – (((elevasi Tdiketahui – elevasi Thitung)/100) x 0,5 °C) …. (4) 3. Tipe material zona tidak jenuh air (L), yang dicerminkan melalui nilai factor material pada zona tidak jenuh air. Nilai dari tiap aspek diambil berdasarkan pengaruhnya dan waktu yang diperlukan saat air mengalami perkolasi melewati zona tidak jenuh air. Berikut adalah hubungan antara tiap parameter yang ada di dalam metode SVV, yakni : a. Hubungan antara ketebalan zona tidak jenuh air dengan waktu tempuh perkolasi air tanah adalah hubungan garis lurus (linear). Semakin dekat muka air tanah dengan permukaan tanah maka semakin cepat kontaminan terlarut mencapai air tanah. Kecepatan kontaminan untuk mencapai muka air tanah juga ditentukan oleh jenis material di zona tidak jenuh air (gambar I.3)
Kerentanan Air Tanah terhadap Pencemaran dan Pemompaan Air Tanah–Heru Hendrayana–2011–
[email protected]
19 | 23
Gambar I.3.Hubungan antara waktu perjalanan perkolasi air pada zona tidak jenuh air yang homogen dan isotropis dengan kedalaman air tanah (Putra, 2007)
b. Hubungan antara recharge/perkolasi dan waktu tempuh perkolasi air tanah bukan merupakan garis lurus (non linear). Kenaikan nilai recharge menghasilkan pengurangan waktu tempuh perkolasi. Perubahan waktu tempuh dapat jelas terlihat bila nilai recharge kurang dari 200 mm/a dibandingkan dengan nilai recharge yang lebih dari 200 mm/a. Waktu tempuh perkolasi air tanah akan tetap saat recharge mencapai lebih dari 400 mm/a (Gambar I.4).
Kerentanan Air Tanah terhadap Pencemaran dan Pemompaan Air Tanah–Heru Hendrayana–2011–
[email protected]
20 | 23
Gambar I.4. Hubungan antara waktu perjalanan dengan perkolasi air pada zona tidak jenuh air yang homogen dan isotropis dengan recharge atau perkolasi rata-rata yang seragam dan tetap (Putra, 2007)
c. Material pada zona tidak jenuh air mempunyai pengaruh yang besar terhadap waktu tempuh perkolasi air tanah dibandingkan parameter yang lain. Semakin kasar material pada zona tidak jenuh air (field capacity rendah) maka semakin tinggi nilai recharge dan semakin lama waktu tempuh yang dibutuhkan kontaminan untuk mencapai muka air tanah (Gambar I.4). Untuk mencapai nilai yang mencerminkan kondisi air tanah di dalam zona tidak jenuh air maka dalam mengembangkan metode SVV, Putra (2007) menentukan perlakuan parameter-parameternya sebagai berikut : a. Nilai yang diambil dari ketebalan zona tidak jenuh air adalah tergantung dari nilai kedalaman air tanah, misalnya kedalaman air tanah 1,5 m maka nilai faktor ketebalan zona tidak jenuh air adalah 1,5. Kerentanan Air Tanah terhadap Pencemaran dan Pemompaan Air Tanah–Heru Hendrayana–2011–
[email protected]
21 | 23
b. Nilai untuk recharge ditentukan dengan nilai kecepatan transport perkolasi air tanah melewati ketebalan dan material yang sama di dalam skenario yang berbeda dari nilai recharge (Tabel I.2) c. Nilai material zona tidak jenuh air ditentukan dari nilai field capacity dari tanah atau batuan lepas-lepas (Tabel I.3) Tabel I.2. Nilai SVV untuk faktor perkolasi rata-rata (Wu) berdasarkan kelas recharge ratarata (Putra, 2007) Recharge rata-rata (mm/tahun)
Nilai perkolasi rata-rata
< 50 50-100 100-200 200-300 300-400 400-500 500-600 > 600
14 10 8 6 5 4 3 2
Karena zona tidak jenuh air pada endapan kuarter disusun oleh lapisanlapisan tanah atau batuan lepas-lepas, maka Putra (2007) merumuskan metode SVV berdasarkan parameternya yang berada di dalam kondisi muka air tanah dangkal sebagai berikut : PT = La + Z + Wu PT La Z Wu n
……………….. (5)
: Nilai akhir dari keefektifan perlindungan dari zona tidak jenuh air : Nilai rata-rata dari batuan penutup, La = (L1 + L2 + … + Ln)/n : Nilai ketebalan zona tidak jenuh air : Nilai dari recharge rata-rata : Jumlah lapisan batuan penutup akuifer
Kerentanan Air Tanah terhadap Pencemaran dan Pemompaan Air Tanah–Heru Hendrayana–2011–
[email protected]
22 | 23
Tabel I.3. Nilai SVV untuk faktor material pada zona tidak jenuh air (l) berdasarkan tipe tanah/batuan lepas-lepas (Putra, 2007) Kelas tekstur batuan Pasir dengan kerikil – kerikil pasiran Pasir sedang Pasir sedang-halus, pasir halussedang, pasir kasar-halus, pasir dengan sedikit lanau Pasir dengan tanah liat, pasir dengan sedikit lempung, pasir halus Pasir lanauan, pasir lempungan, lanau pasiran Tanah liat pasiran, pasir lanauan dengan tanah liat, lanau pasiran dengan tanah liat Tanah liat lanauan, lanau, lanau lempungan Tanah liat lempungan, tanah liat pasiran lempungan Lempung lanauan Lempung dengan tanah liat Lempung
Kode tekstur batuan (AG Boden, 1996) Gs, SG
Nilai dari faktor material di zona tidak jenuh air 8
mS, mSgs mSfs, fSms, Su’
11 16
Sl, St’, fS
24
Su, St, Us
29
Ls, Slu, Uls
32
Lu, Uu, Ut
36
Lt, Lts
42
Tu Tl Tt
49 51 56
Gambar I.5. Parameter dan evaluasi kerentanan air tanah dengan metode SVV (Putra, 2007)
Kerentanan Air Tanah terhadap Pencemaran dan Pemompaan Air Tanah–Heru Hendrayana–2011–
[email protected]
23 | 23
Gambar I.5 adalah skema parameter dan evaluasi kerentanan air tanah dengan menggunakan metode SVV, kemudian nilai akhir yang didapat dari rumus tersebut dimasukkan dalam kelas yang ditunjukkan pada table I.4. Tabel I.4. Penilaian akhir dari metode SVV dan klasifikasi kerentanan air tanahnya 2007) Rentang penilaian akhir > 70 > 65-70 > 35-65 > 24-35 ≤ 24
I.B.
Keefektifan perlindungan dari lapisan penutup akuifer Sangat tinggi Tinggi Sedang Rendah Sangat rendah
(Putra,
Kerentanan air tanah intrinsic
Waktu tempuh relatif di dalam zona tidak jenuh air
Sangat rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat tinggi
> 25 tahun 10-25 tahun 3-10 tahun Beberapa bulan-3 tahun Beberapa hari-1 tahun
Kerentanan Air Tanah Terhadap Pemompaan Air Tanah
I.B.1. Dampak Pemompaan Air Tanah Yang Berlebihan Kebutuhan akan air bersih semakin meningkat, seiring dengan bertambahnya penduduk. Air permukaan yang semakin tidak higenis menuntut manusia untuk mengambil air yang ada di bawah permukaan. Sehingga perkembangan pemompaan air tanah sangat pesat, untuk segal aspek kehidupan. Oleh karena itu muncul istilah safe yield, yaitu jumlah air yang dapat dipompa dalam satu sumur bor dari akuifer tanpa menghasilkan dampak negatif lingkungan (Morris, et al., 2003). Safe yield dapat dianggap sebagai batasan yang diambil dari nilai recharge rata-rata jangka panjang pada saat ini, dimana mempertimbangkan nilai yang ditentukan untuk pemeliharaan pasokan air tanah alamiah dari akuifer sistem (pemeliharaan daerah resapan air) dan pertimbangan terhadap penggunaan sehari-hari (Foster et al., Kerentanan Air Tanah terhadap Pencemaran dan Pemompaan Air Tanah–Heru Hendrayana–2011–
[email protected]
24 | 23
2005). Dampak negatif tersebut antara lain penurunan muka air tanah, penurunan debit mata air, penurunan permukaan sungai, dimana semua dampak tersebut akan berimbas kepada manusia di atasnya dari segi sosial maupun ekonomi. Pengelolaan air secara berkelanjutan sangat penting untuk ketersediaan air tanah di masa depan.
Gambar I.6. Pengaruh konseptual pengambilan air tanah terhadap keseimbangan air tanah (Morris, et al., 2003)
Dampak negatif daerah yang telah mengalami pemompaan air tanah yang melebihi safe yield, adalah (Morris, et al., 2003) : a. Penurunan muka air tanah, pengurangan debit mata air yang keluar, penurunan permukaan air sungai, dan penurunan permukaan air pada daerah basah seperti rawa, waduk, dan telaga. Penurunan muka air adalah hal yang alamiah di alam (gambar I.7), walaupun tidak ada ekploitasi air. Namun karena adanya eksploitasi air tanah yang berlebihan maka sumur-sumur gali menjadi kering, meningkatkan tarif pemompaan, penurunan safe yield, dan kebutuhan masyarakat untuk menggali sumurnya lebih dalam.
Kerentanan Air Tanah terhadap Pencemaran dan Pemompaan Air Tanah–Heru Hendrayana–2011–
[email protected]
25 | 23
R = Q recharge kedalam akuifer sama dengan eksploitasi air tanah dan keluaran alamiah air tanah R < Q eksploitasi air tanah melebihi jumlah recharge air kedalam akuifer R = 0 kondisi kekeringan, akuifer tidak menerima air dari manapun
Gambar I.7. Grafik hubungan perubahan muka air tanah dengan bertambahnya waktu (Morris, et al., 2003)
b. Kekeringan yang disebabkan karena adanya pemompaan yang berlebihan membuat material batuan di dalam akuifer menjadi kehilangan daya ikat yang berasal dari tekanan air yang mengisi rongga antar pori. Akibatnya adalah material tersebut akan mengisi ruang kosong antar butir dan bagian permukaan tanah di atasnya akan mengalami penurunan, disebut amblesan tanah. c. Penurunan muka air tanah juga menyebabkan reaksi kimia material akuifer dengan udara sehingga menyebabkan reaksi yang menghasilkan bahan-bahan kontaminan berbahaya, seperti asam tambang dan arsenik. Selain itu penurunan muka air tanah menyebabkan kenaikan permukaan air asin laut di akuifer atau intrusi air laut. Kerentanan Air Tanah terhadap Pencemaran dan Pemompaan Air Tanah–Heru Hendrayana–2011–
[email protected]
26 | 23
Menurut Foster dan Morris (2000), peningkatan produksi air tanah yang berlebihan akan menyebabkan beberapa dampak, baik dampak yang dapat diperbaiki maupun yang tidak dapat diperbaiki. Tabel I.5 menjelaskan tentang dampak yang timbul akibat adanya produksi air tanah yang berlebihan. Tabel I.5. Efek samping produksi air tanah yang berlebihan (Foster dan Morris, 2000) Jenis Efek samping dari produksi air Penyebab Frekuensi dampak tanah yang berlebihan Peningkatan biaya pemompaan air Dapat diperbaiki
tanah Penurunan batas penurunan muka air tanah
Penurunan muka air tanah atau bidang piesometrik
Sering
Penurunan aliran mata air -
-
Dampak terhadap aliran sungai atau
Sama seperti diatas ditambah
rawa
penurunan pasokan air alami
Intrusi air asin
Kemunduran batas akuifer
Masuknya air yang tercemar kedalam
Penurunan gradien hidrolik
Cukup
akuifer
vertical di dalam akuifer
sering
Terjadi perubahan kualitas alami air
Hilangnya oksigen ke akuifer
Jarang
tanah
anaerobik dan mengubah
Tidak
mineral mobil seperti As, S,
dapat
Fe, dan Mn
diperbaiki
Pengurangan tekanan air pori Terjadi amblesan
Sering Cukup sering
Lokal
dan kompaksi pada lapisan akuitar Kompaksi pada pori – pori
Penurunan transmisivitas akuifer
didalam akuifer
Kerentanan Air Tanah terhadap Pencemaran dan Pemompaan Air Tanah–Heru Hendrayana–2011–
[email protected]
27 | 23
Jarang
Pusat Lingkungan Geologi (2010) membagi tingkat kerusakan air tanah berdasarkan penurunan muka air tanah, tingkat kerusakan kondisi air tanah dapat dibagi menjadi 4 (empat) tingkatan, yaitu : Aman
: penurunan muka air tanah < 40%
Rawan : penurunan muka air tanah 40% - 60% Kritis : penurunan muka air tanah > 60% - 80% Rusak
: penurunan muka air tanah > 80%
Berikut adalah gambar perhitungan penurunan muka air tanah di atas.
Gambar I.8. Perhitungan penurunan muka air tanah untuk penentuan tingkat kerusakan air tanah (Anonim, 2010)
Langkah yang perlu diambil dalam upaya menurunkan peringkat kerusakan dan memperbaiki kondisi dan lingkungan air tanah diantaranya adalah : 1.
Rehabilitasi daerah imbuhan
air tanah, dengan pengaturan kembali
penggunaan lahan, penghutanan dan penanaman dengan tanaman untuk meningkatkan kemampuan imbuhan air tanah. Kerentanan Air Tanah terhadap Pencemaran dan Pemompaan Air Tanah–Heru Hendrayana–2011–
[email protected]
28 | 23
2.
Pembuatan imbuhan air tanah buatan dapat dilakukan di daerah imbuhan air tanah maupun di daerah lepasan air tanah, dengan cara pembuatan sumur imbuhan atau sumur injeksi, alur atau kolam penampung, seperti danau, telaga, situ, atau embung.
3.
Pengendalian pemakaian air tanah di daerah lepasan air tanah sangat tergantung pada peringkat kerusakannya, yaitu :
Tabel I.6. Langkah – langkah yang diambil berdasarkan tingkat kerusakan air tanah (Anonim, 2010)
Tingkat kerusakan
Langkah yang diambil Perencanaan konservasi air tanah
Aman
Perencanaan pemakaian air tanah Perencanaan ulang pemakaian air tanah
Rawan
Penentuan ulang prioritas peruntukan pemakaian air tanah Pemakaian air tanah tidak ditingkatkan Perencanaan ulang pemakaian air tanah Penentuan ulang prioritas peruntukan pemakaian air tanah
Kritis
Pemakaian air tanah dikurangi Mengusahakan alternatif sumber air lain Pembuatan sumur imbuhan buatan Perencanaan ulang pemakaian air tanah Penentuan ulang prioritas peruntukan pemakaian air tanah
Rusak
Pemakaian air tanah dikurangi Mengusahakan alternatif sumber air lain Pembuatan sumur imbuhan buatan
Kerentanan Air Tanah terhadap Pencemaran dan Pemompaan Air Tanah–Heru Hendrayana–2011–
[email protected]
29 | 23
I.B.2. Parameter Yang Mempengaruhi Pemompaan Air Tanah
Kerentanan
Air
Tanah
Terhadap
Skala waktu adalah hal yang penting dalam kerentanan air tanah terhadap pemompaan yang berlebihan. Makin rentan suatu daerah maka makin cepat dampak yang akan dirasakan. Parameter-parameter yang harus diperhatikan dalam penyelidikan kerentanan akibat pemompaan adalah (Foster, 1992 dalam Morris et al, 2003) : a. Karakteristik respon akuifer, nilainya didapatkan dari nilai transmisivitas (T) dan nilai storativitas (S) yang dirumuskan dengan persamaan T/S. Todd (1980) memberikan persamaan T = K x b dan S = 3 x 10-6 x b, dimana K adalah konduktivitas hidrolika kemudian b adalah ketebalan akuifer. b. Karakteristik penyimpanan akuifer, nilainya didapatkan dari nilai storativitas (S) dan nilai recharge (R) yang dirumuskan dengan persamaan S/R. c. Penurunan muka air tanah yang diperbolehkan (s), data diambil dari jarak antara muka air tanah dengan screen pada sumur bor (www.env.gov.bc.ca, 2010). d. Kedalaman muka air tanah (h) e. Kedududukan batas air asin, dikhususkan untuk daerah pesisir (L) f. Tekanan vertikal dari lapisan semipermeabel (α)
Kerentanan Air Tanah terhadap Pencemaran dan Pemompaan Air Tanah–Heru Hendrayana–2011–
[email protected]
30 | 23
Tabel I.7. Parameter yang mempengaruhi kerentanan air tanah terhadap pemompaan air tanah (Foster, 1992 dalam Morris et al, 2003) Kerentanan terhadap dampak negatif Tinggi Sedang Rendah 100.000 1.000 100 10
Parameter
Simbol
Satuan
Karakteristik respon akuifer Karakteristik penyimpanan akuifer Penurunan muka air tanah yang diperbolehkan Kedalaman muka air tanah Kududukan batas air asin Tekanan vertikal dari lapisan semipermeabel
T/S
m2/hari
S/R
-
0,1
0,01
0,001
0,0001
s
M
10
20
50
100
h L
M Km
2 0,1
10 1
50 10
200 100
α
m2/N
10-6
10-7
10-8
10-9
Foster (1992) membagi beberapa karakteristik akuifer menjadi beberapa golongan (Tabel I.7), dimana tiap golongan mempunyai nilai masing – masing yang dijadikan batas penentuan kerentanan kondisi air tanah didalam akuifer. Pembagian kerentanan ini tidak langsung menjelaskan dampak yang akan terjadi bila suatu daerah berada pada golongan tertentu. Namun Foster (1992) memberikan tingkatan kerentanan suatu daerah akan kemungkinan terjadinya dampak atau efek samping yang akan terjadi, seperti yang dijelaskan pada Tabel I.7.
Kerentanan Air Tanah terhadap Pencemaran dan Pemompaan Air Tanah–Heru Hendrayana–2011–
[email protected]
31 | 23
REFERENCE Focazio, M.J, Reilly, T.E, Rupert, M.G, and Helsel, D.R. Assessing Ground-Water Vulnerability to Contamination: Providing Scientifically Defensible Information for Decision Makers, unpublished paper Foster, S., Hirata, R., Gomes, D., Elia, M.D and Paris, M. (2002), Groundwater Quality Protection. The World Bank/The Initernational Bank for Reconstruction and Development, USA, p.15-21 Gogu, R.C and Dassargues, A. (2000), Current trends and future challenges in groundwater vulnerability assessment using overlay and index methods, Environmental Geology 39 (6) Gogu, R.C, Hallet, V., and Dassargues, A. (2003), Comparison of aquifer vulnerability assessment techniques in Néblon river basin, Belgium, Environmental Geology 44:881-892 Jaroslav Vrba, 1994, Guidebook on Mapping Groundwater vulnerability, Verlag Heinz Heise, Hannover. Lena Maxe dan Johansson, 1998, Assesing Groundwater Vulnerability using Travel Time and Spesific Surface Area as Indicator, Hydrology Journal 6:441-449. Kim, Y. J and Hamm, S. Y (1999). Assessment of the potential for groundwater contamination using the DRASTIC/EGIS technique, Cheongju area, South Korea, Hydrogeology Journal 7:227–235 Lawrence, A.R., MacDonald, D.M., Howard, A.G., Barrett, M.H., Pedley, S., Ahmed, K.M., Nalubega, M. (2001), Guidelines for Assessment the Risk to Groundwater from On-site Sanitation, British Geological Survey. p. 71-80 Lobbo-Ferraira, J.P and Olivereira, M.M (2004), Groundwater Vulnerability Assessment in Portugal. Journal of Geofisica International, Vol. 43, Num. 4. p.541-550 Margane, A., Hobler, M., and Subah, A. (1999), Mapping of Groundwater Vulnerability and Hazard to Groundwater in the Irbid Area, N Jordan. Journal of Hydrogeology. p. 175-187
Mao, Y.Y, Zhang X.G, and Wang L.S (2006), Fuzzy pattern recognition method for assessing groundwater vulnerability to pollution in the Zhangji area. China: Zhejiang University SCIENCE A 7(11): 1917-1922 Morris, B., Adam, B., Calow, R., Chilton, J., Klinck, B., Lawrence, A., Robin, N. (2003). Groundwater and Its susceptibility to Degradation: A Global Assessment of the Problem and Option for Management. United Nations Environment Program, UK, p.42 – 44 Kerentanan Air Tanah terhadap Pencemaran dan Pemompaan Air Tanah–Heru Hendrayana–2011–
[email protected]
32 | 23
Neukum, C. and Hoetzl, H. (2007), Standardization of vulnerability maps, Environmenal Geology 51: 689-694 Panagopoulos, G.P., Antonakos, A.K., and Lambrakis, N.J. (2006), Optimization of the DRASTIC method for groundwater vulnerability assessment via use of simple statistical methods and GIS, in Putra (2007), The Impact of Urbanization on Groundwater Quality: A Case Study in Yogyakarta City-Indonesia. Aachen, German: RWTH, p. 93
Putra, D.P.E., 2007, The Impact of Urbanization in Groundwater Quality; a Case Study in Yogyakarta City - Indonesia, Mitteilongen Zon Ingenieurgeologie und Hydrogeologie, Heravsgegeber Von Lehrstuhl for Inginieur Geologie und Hydrologie Univ, Prof. Dr. R. Azzam, RWTH Aachen. Ross dan Martel, 2004, Assesing Rock Aquifer Vulnerability Using Downward Advective Times From a 3D Model of Surficial Geology : A Case Study From St Lawrence Lowlands Canada, Geofisica International vol 43 numero 004 pp 591 – 602, Mexico. Rupert, M.G., 2001, Calibration of DRASTIC Groundwater Vulnerability Mapping Methode, Groundwater Journal Vol 39 No 4 page 625-630, USGS. Russell, J.B and Ginn, J. S (2004), Practical Handbook of Soil, Vadose zone, and Groundwater Contamination. 2nd edition, US, p.8 Stiger, T. Y, Riberto, L., and CarvalhoDill, A. M. M (2006), Evaluation of an Intrinsic and a specific vulnerability assessment method in comparison with groundwater salinisation and nitrate contamination levels in two agriculture regions in the south of Portugal. Hydrogeological Journal 14: 79 – 99 Voigt, H.J, Heinkele, T., Jahnke, C., and Wolter, R. (2004), Characterization of Groundwater Vulnerability to Fulfill Requirement of the Water Framework Directive of European, Geofisica Internation, Vol. 43, Num. 4, p. 567-574 Vrba, J., Witkoswi, A.J., and Kowalczyk, A., (2007), Groundwater Vulnerability Assessment and Mapping - Selected papers from the Groundwater Vulnerability Assessment and Mapping International Conference, UK. p.73-84 Vrba and Zaporozec (1994). Guidebook on Mapping Groundwater Vulnerability. International Association of Hydrogeologists; Vol. 16, XV, p.28-48 Zabet, T.A (2002), Evaluation of aquifer vulnerability to contamination potential using the DRASTIC method, United Arab, Environmental Geology 43:203–208
Kerentanan Air Tanah terhadap Pencemaran dan Pemompaan Air Tanah–Heru Hendrayana–2011–
[email protected]
33 | 23