A. Latar Belakang Buah-buahan merupakan komoditas pertanian yang memiliki potensi besar untukdikembangkan, baik untuk pasar dalam negeri maupun sebagai komoditas ekspor.Masalah yang membatasi perdagangan buah-buahan dan sayuran adalah daya simpannya yangrelatif singkat dan besarnya variasi tingkat kematangan sehingga mutunya tidak seragam. Umumnya, pedagang dan pemasok membeli buah-buahan dari petani saat buah tersebut cukup tua tapi belum matang dengan harapan dapat sampai ke tangan konsumen dalam kondisi segar, kualitas kematangan seragam dan siap dikonsumsi. Kenyataannya, masalah ketidakseragaman kematangan buah sering terjadi karena kurangnya kendali proses pascapanen. Penanganan pascapanen adalah tahapan kegiatan yang sangat pentingdilakukan sejak produk dipanen hingga produk dipasarkan dan sampai di tangankonsumen.Penanganan pascapanen harus dapat mempertahankan mutu, kesegaran,keseragaman buah serta kandungan vitamin dan mineral, sehingga dapat diterimakonsumen dan dapat disimpan lebih lama.Adapun beberapa kegiatan pascapanen yangperlu diperhatikan yaitu pengemasan, pengangkutan, perlakuan panas, penyimpanan, danpemeraman. Penanganan pasca panen produk pertanian sangat berpengaruh terhadapmutu produk terutama untuk komoditas hortikultura yang sering dikonsumsi dalam bentuk segar. Mutu produk dapat dipertahankan sebaik mungkin denganpenanganan lanjutan yang tepat. Pada prinsipnya suhu tinggi bersifat merusakmutu simpan Buah-buahan, akan tetapi kenaikan suhu ini tidakdapat dihindarkan terutama apabila panen dilakukan pada hari yang panas. Lajurespirasi dan kegiatan lainnya akan meningkat dengan semakin tinggi suhusehingga akan mempercepat turunnya mutu produk pasca panen. Pada suhudiantara 0 – 35 oC kecepatan respirasi buah-buahan akanmeningkat dua sampai tiga kali lebih besar untuk kenaikan suhu 10 oC (Pantastico,1986). Penurunan mutu produk segar seperti buah-buahan dan sayurandipengaruhi oleh beberapa hal seperti kesalahan penanganan pada saat panen,pengaruh temperatur, aktifitas enzim yang mengatur metabolisme produk. Setiap kenaikan temperatur sebesar 10 oC akan meningkatkan aktifitas enzim dua sampaiempat kali. Semakin tinggi aktifitas enzim, semakin cepat terjadi penurunan mutuproduk.Pengaruh suhu tersebut dapat dikurangi dengan menerapkan teknologi penyimpanan yang efisien dan efektif. Penyimpanan adalah salah satu bentuk tindakan penanganan pascapanen yangselalu terkait dengan faktor waktu, tujuan menjaga dan mempertahankan nilai komoditasyang disimpan.Tujuan utama penyimpanan buah segar adalah pengendalian lajutranspirasi dan respirasi (Pantastico, 1989).Peranan penyimpanan antara lain dalam halpenyelamatan dan pengamanan hasil panen, juga memperpanjang waktu simpan, terutamauntuk komoditas hortikultura. Umur pemasaran buah-buahan dapat diperpanjang dengan metode penyimpanan yang tepat.Kondisi optimal untuk penyimpanan buah-buahan adalah kondisi yang memungkinkan buah tersebut disimpan selama mungkin tanpa banyak mengalami kerusakan.Jangka waktu penyimpanan juga tergantung dengan aktivitas respirasi, ketahanan terhadap kehilangan air dan tanggapan terhadapmikroorganisme perusak. Kondisi lingkungan penyimpanan yang diinginkan dapatdiperoleh dengan cara pengendalian suhu, kelembaban, sirkulasi udara atau komposisiatmosfirnya. Berbagai bentuk teknologi penyimpanan sudah sering diintroduksikan kepada pelaku agribisnis untuk mempertahankan mutu produk segar, hanya sampai saat ini penggunaan teknologi penyimpanan masih belum optimal dipergunakan. Pengetahuan yang terbatas dan teknologi penyimpanan yang tidat tepat guna menjadi faktor penghalang belum efektifnya pemanfaatan teknologi penyimpanan dalam mempertahankan kualitas produk buah-buahan. Sehingga diperlukan suatu kajian
1
teknologi penyimpanan untuk komoditas buah-buahan agar penyimpanan dapat berjalan efisien dan efektif. B.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Respirasi Respirasi adalah suatu proses metabolisme biologis dengan menggunakan oksigen dalam perombakan senyawa kompleks (seperti karbohidrat, protein dan lemak) untuk menghasilkan CO2, air dan sejumlah besar elektron-elektron. Pada umumnya bahan hasil pertanian setelah dipanen masih melakukan proses respirasiserta metabolisme lain sampai bahan tersebut rusak dan proses kehidupan berhenti (Syarief dan Irawati, 1988). Adanya aktivitas respirasi pada hasil-hasil pertanian dapat menyebabkan hasil pertanian menjadi matang dan menjadi tua..proses matangnya hasil pertanian merupakan perubahan dari warna, aroma, dan tekstur berturut-turut menuju ke arah hasil pertanian yang dapat dimakan/dapat digunakan dan memberikan hasil sebaikbaiknya. Proses menjadi tua (senescence) merupakan proses secara normal menuju kearah kerusakan sejak lewat masa optimal (Hadiwiyoto dan Soehardi, 1981). Faktor – faktor yang mempengaruhi respirasi terbagi dua, yaitu : 1. Faktor Internal Semakin tinggi tingkat perkembangan organ, semakin banyak jumlah CO2 yang dihasilkan. Susunan kimiawi jaringan mempengaruhi laju respirasi akan semakin cepat. Pada produk-produk yang memiliki lapisan kulit yang tebal, maka laju respirasinya rendah, dan pada jaringan muda proses metabolismeakan lebih efektif daripada organ – organ tua (Pantastico, 1993). 2. Faktor Eksternal Umumnya laju respirasi meningkat 2 – 2.5 kali tiap kenaikan suhu 10 o C.pemberian etilen pada tingkatan pra-klimaterik, akan meningkatkan respirasi buah klimaterik. Kandungan oksigen pada ruang penyimpanan perlu diperhatikan karena semakin tinggi kadar oksigen, maka laju respirasi semkain cepat. Konsentrasi CO2 yang sesuai dapat memperpnajng masa simpan buahbuahan dan sayur-sayuran, karena CO2 menimbulkan gangguan respirasi pada produk tersebut.Kerusakan atau luka pada produk sebaiknya dihindari, karena dapat memacu terjadinya respirasi, sehingga umur simpan produk semakin pendek (Pantastico, 1993). Perubahan-perubahan yang Terjadi Selama Pematangan dan Penuaan 1. Perubahan Warna Perubahan warna adalah perubahan yang paling menonjol, pada waktu pematangan, terjadi sintesa pigmen tertentu, seperti karotenoid dan flavonoid disamping terjadinya perombakan klorofil.Terjadinya warna kuning pada pisang disebabkan hilangnya klorofil dan menyebabkan timbulnya karotenoid yang kuning (Apandi, 1984). 2. Perubahan Tekstur Zat-zat pektin terutama dilekatkan dalam dinding sel dan lamela tengah dan berfungsi sebagai bahan perekat.Zat-zat itu merupakan derivate asam poligalakturonat dan terdapat dalam bentuk protopektin, asam-asam pektinat, pectin dan asam pektat.Jumlah zat-zat pektat bertambah selam perkembangn buah.Pada waktu buah menjadi matang, kandungan pektat dan pektimat yang larut meningkat, sedangkan jumah zat-zat pektat seluruhnya menurun. Selama pematangan buah, terjadi 2 proses pada zat-zat pectin : depolimerisasi (pemendekan rantai) dan de-esterifikasi (penghilangan gugus metil dari polimernya). Dengan perubahan pectin, ketagaran buah berkurang (Pantastico, 1993). Selama penyimpanan terjadi degradasi pektat, lignin, selulosa dan hemiselulosa oleh aktivitas enzim pectin metil esterase dan poligalakturonase
2
3.
4.
5.
6.
dalam proses pematangan buah sehingga terjadi perubahan tekstur dari keras menjadi lunak (Kartasapoetra, 1994). Salah satu bentuk penilaian bahwa suatu produk pertanian masih layak simpan nutk dikonsumsi adalah ketika tekstur buah menjadi cukup keras.Pada penyimpanan dengan suhu ruang, buah cepat menjadi lunak. Penurunan tingkat kekerasan ini terjadi akibat proses pematangan sehingga komposisi dinding sel berubah menyebabkan menurunnya tekanan turgor sel dan kekerasan buah menurun. Perubahan kekerasan ini dapat dijadikan indicator tingkat kematangan buah (Hartanto dan Sianturi, 2008). Perubahan Karbohidrat Perubahan kompenen kimia terbesar dalam pematangan adalah perubahan karbohidrat yang menyebabkan perubahan rasa dan tekstur buah. Semakin matang buah, semakin tinggi kadar gula. Karena gula merupakan zat yang dominan dalam bahan padat yang terlarut pada buah maka tingkat kematanagn sering ditentukan dengansoluble solid (Purba dan Sitinjak, 1987). Pada awal pertumbuhan buah konsentrasi gula total, gula reduksi dan bukan reduksi sangat rendah. Tetapi saat proses pemasakan, gula total meningkat tajam dalm bentuk glukosa dan fruktosa. Naiknya kadar gula yang tiba-tiba ini dapat digunakan sebagai indeks kimia kemasakan. Pada saat pemasakan buah terjadi peningkatan respirasi, produksi etilen serta terjadi akumulasi gula (Sumadi, et al,. 2004). Perubahan Vitamin C Kandungan asam askorbat (vitmin C) akan mengalami penurunan selama penyimpanan terutama pada suhu penyimpanan yang tinggi. Kandungan asam askorbat setelah penyimpanan kira-kira setengah sampai dua per tiga dari waktu panen.Hal ini disebabkan asam askorbat mudah teroksidasi, misalnya oleh enzim asam askorbat oksidase yang terdapat dalam jaringan tanaman (Pantastico, 1993). Perubahan Berat Pengurangan berat pada bahan hasil pertanian terutama buah-buahan mempunyai korelasi positif dengan jumlah gas CO2 dan air yang dilepaskan. Penguapan air dari produk hortikultura adalah suatu proses yang terus menerus pada semua buah dan sayuran. Hal ini merupakan penyebab kehilangan berat secara langsung.Pengaruh yang lebih nyata akibat kehilangan air adalah perubahan pada rupa (penampakan), kelayuan atau pengkerutan (Wills, et.al., 1981). Perubahan Asam-asam Organik Keasaman (total asam) buah sebelum dipanen tinggi, karena adanya asam sitrat, asam malat, asam tartarat, asam aksalat dan asam laktat.Asam-asam organik ini dapat dipandang sebagai energy tambahan untuk buah dan oleh karenanya diperkirakan banyak menurun selama aktivitas metabolism (Sitinjak, et.al., 1993). Tingkat kematangan buah sering ditunjukkan oleh rasio gula dan asam. Buah yang telah matang, kandungan gulanya mengalami kenaikan dan kadar asamnya menurun sehingga rasio gula/asam akan mengalami perubahan yang drastis. Hal ini berlaku bagi komoditi klimakterik, sedangkan pada produk non klimakterik perubahan rasio gula/asam tidak menunjukkan keteraturan pola (Winarno dan Aman, 1981)
C. Teknologi Penyimpanan Ada beberapa cara penyimpanan agar daya simpan buah dapat diperpanjang. Diantaranya adalah penyimpanan buah pada suhu dingin,
3
penyimpanan dengan perlakuan kimia, penggunaan atmosfer terkendali, serta kombinasi perlakuan-perlakuan tersebut di atas. 1. Penyimpanan pada suhu dingin Menurut Ryall dan Lipton (1982) penyimpanan dingin adalah sebagaiproses pengawetan bahan dengan cara pendinginan pada suhu di atas suhubekunya. Secara umum pendinginan dilakukan pada suhu 2.2-15.5oC tergantungkepada masing-masing bahan yang disimpannya. Pendinginan menuntut adanyapengontrolan terhadap kondisi lingkungan antara lain suhu yang rendah,komposisi udara, kelembaban dan sirkulasi udara. Sumber kerusakan sepertiaktifitas fisiologis, aktifitas mikroba, transpirasi dan evaporasi, semuanyamempunyai faktor pembatas suhu dan kelembaban.Penggunaan suhu rendah dankelembaban relatif tinggi, dapat menghambat semua reaksi diatas sampai bataswaktu tertentu (Pantastico 1986). Penyimpanan buah pada suhu dingin biasa dilakukan untuk memperpanjang kesegarannya. Pada suhu dingin respirasi menjadi terhambat sehingga proses kematangannya dapat diperlambat. Dengan dihambatnya proses kemasakan maka proses kebusukan pun ikut menjadi lambat. Hal penting yang harus diperhatikan pada penyimpanan dengan suhu dingin adalah penggunaan suhu yang tepat.Suhu penyimpanan yang digunakan tidak boleh terlalu rendah karena dapat menyebabkan terjadinya kerusakan buah akibat suhu dingin (chilling injury).Secara visual kerusakan akibat suhu dingin dapat dilihat dari penampakannya.Buah pisang yang disimpan pada suhu di bawah 10 oC warna kulit buahnya menjadi cokelat kehitaman dan buahnya tidak dapat menjadi matang normal. Suhu penyimpanan untuk buah yang direkomendasikan untuk penyimpanan dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Suhu penyimpanan, kelembaban dan daya simpan buah Komoditi Suhu (oF) Kelembaban (%) Daya Simpan Alpukat 37 - 48 85 - 90 1 – 2 minggu Pisang mentah 53 - 60 85 - 90 1 – 3 minggu Jambu biji mentah 7 - 10 90 4 minggu Mangga 50 85 - 90 15 – 20 hari Manggis 39 - 42 85 - 90 7 minggu Jeruk manis 85 - 90 8 – 10 minggu Pepaya 45 85 - 90 25 – 20 hari Nenas 50 - 60 85 - 90 3 – 4 minggu Sawo beludru 37 - 42 90 3 minggu Srikaya 41 85 - 90 6 minggu Durian 39 - 42 85 - 90 6 – 8 minggu Jambu biji 47 - 50 85 - 90 2 – 5 minggu Nangka 52 - 55 85 - 90 6 minggu Langsat 52 - 58 85 - 90 2 minggu Markisa 42 - 45 85- 90 3 minggu Kesemek 32 - 35 85 - 90 7 minggu Rambutan 50 90 - 95 1 – 2 minggu Sumber: Desrosier, Norman W., 1963, and ER.B., Pantastico, 1989 Bahan yang didinginkan pada suhu lebih rendah dari suhu optimumtertentu akan mengalami kerusakan, yang dikenal dengan kerusakan dingin(chilling injury). Gejala kerusakan dingin terlihat dalam bentuk kegagalanpematangan, pematangan tidak normal, pelunakan prematur, kulit
4
terkelupas, danpeningkatan pembusukan yang disebabkan oleh luka, serta kehilangan flavor yangkhas. Muchtadi dan Sugiyono (1989)mengemukakan pada suhu rendah (0100C) buah-buahan dapat mengalamikerusakan karena tidak dapat melakukan proses metabolisme secara normal.Kerusakan dingin tersebut seperti adanya lekukan, cacat, bercak-bercakkecoklatan pada permukaan buah, penyimpangan warna dibagian dalam ataugagal matang setelah dikeluarkan dari ruang pendingin. Dikatakan jugamekanisme terjadinya kerusakan dingin antara lain adalah (a) terjadinya respirasiabnormal, (b) perubahan lemak dan asam dalam dinding sel, (c) perubahanpermeabilitas membran sel, (d) perubahan dalam reaksi kinetika dantermodinamika, (e) ketimpangan distribusi senyawa kimia dalam jaringan dan (f)terjadinya penimbunan metabolit beracun. Gejala terjadinya kerusakan dingin dapat diamati dari kenaikan kecepatanrespirasi dan produksi etilen, terjadinya proses pematangan yang tidak normal danlambat serta kenaikan jumlah ion yang dikeluarkan dari membran sel (ionleakage). (Saltveit 1989). Ion merupakan muatan larutan baik berupa atom maupun molekul, dandengan reaksi transfer elektron sesuai dengan bilangan oksidasinya menghasilkanion. Pada makhluk hidup dalam tubuhnya mengandung larutan elektrolit sepertiKCl, NaCl, MgSO4 yang terdisosiasi menjadi ion-ion bila larut dalam air (Saeni1989). Konsentrasi ion menentukan banyaknya ion yang ada pada larutan tetapibukan berarti selalu berbanding lurus dengan besar konduktivitas membran karenamembran mempunyai karakter yang khas (Athis 1995), diantaranya dapatmempertahankan beda potensial antara lingkungan di kedua sisinya.Konduktivitas listrik atau daya konduksi yang spesifik (electrical conductivity)adalah suatu ukuran dari suatu kemampuan material untuk mengalirkan aruslistrik dengan satuan millisiemens/meter (mS/m). Kenaikan persentasi ion leakage menunjukkan besarnya membran sel yangpecah.Sitoplasma meliputi sebagian dari protoplas, secara fisik merupakan zatkental yang tembus cahaya.Merupakan struktur yang sangat kompleks dengankomponen utamanya adalah air (85 – 95 %), mengisi ruangan antara membran seldan inti sel. Dipisahkan dari dinding sel oleh membran yang disebut plasmalema,dan dari vakuola oleh membran yang disebut tonoplas.Vakuola menempati lebihdari 90 % sel-sel dewasa.Vakuola adalah ruangan dalam sel berisi cairan, dibatasioleh membran (tonoplas).Cairan tersebut berisi berbagai bahan organik dananorganik, misalnya gula, protein, asam organik, fosfatida, tanin, pigmenflavonoid dan kalsium oksalat. Beberapa zat dalam vakuola dapat berbentukpadatan (tinin butir protein), bahkan berbentuk kristal. Vakuola berfungsi dalammengatur air dan kandungan solute dalam sel, misalnya pada pengaturan osmosis(Nobel 1991). Tekstur buah-buahan dan sayuran bergantung pada ketegangan, ukuran,bentuk, dan keterikatan sel-sel. Ketegangan disebabkan oleh tekanan isi sel padadinding sel, dan bergantung pada konsentrasi zat-zat osmotik aktif dalamvakuola, permeabilitas protoplasma, dan elastisitas dinding sel. Dalam osmosiszat-zat bergerak dari daerah dengan energi kinetik tinggi ke daerah dengan energilebih rendah. Cairan sel mempunyai jenjang energi lebih rendah karena zat-zatyang terlarut di dalamnya, sebagai akibatnya air berdifusi ke dalam sel. Difusiterus menerus meningkatkan jenjang energi sel, dan berakibat naiknya tekanan,yang mendorong sitoplasma ke dinding sel, dan menyebabkan sel menjadi tegang (Gambar 1).
5
Gambar 1. Pergerakan air melalui membran Bila jenjang energi di luar sel lebih rendah, akan terjadi difusi zat-zat ke luar sel, yang mengakibatkan plasmolisis atau kematian sel. Perubahan bentukfisik membran pada suhu rendah diduga merupakan penyebab terjadinya ionleakage dari jaringan tanaman yang sensitif terhadap suhu dingin (Nobel, 1991). Beberapa alat penyimpanan pada suhu dingin mulai dari yang sederhana sampai pada yang canggih dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Alat penyimpanan buah-buahan pada suhu rendah
6
2. Penyimpanan buah dengan perlakuan kimia Perlakuan dengan larutan kimia merupkn salah satu upaya untuk melindungi hasil pertanian dan kerusakan baik kerusakan mekanis, fisiologis, maupun mikrobiologis.Beberapa perlakuan kimia yang dapat dilakukan untuk buah diantaranya adalah perlakuan dengan CaCl2, KMNO4, pelapisan lilin, Giberelic acid, 2.4 D dan sebagainya. Perlakuan dengan CaCl2 Larutan CaCl2, KMNO4 dapat memperbaiki tekstur buah segar. Tekstur buah menjadi lebih keras sehingga terjadinya transpirasi maupun respirasi dapat ditekan. Perlakuan CaCl2 dapat dilakukan dengan beberapa cara diantaranya adalah perendaman pada kondisi kamar (tekanan atmosfer), perendaman dengan tekanan hipobarik, metode temperature gradient, mengurangi tegangan permukaan, atau pemakian surfaktan. Perendaman buah pada kondisi kamar tidak menghasilkan perbedaan yang nyata antara buah yang diberi perlakuan dan yang tanpa perlakuan.Hal ini disebabkan karena penetrasi Ca tidak dapat masuk ke dalam daging buah tetapi hanya menutupi permukaan buah saja.Penetrasi Ca yang sempurna adalah apabila menggunakan perendaman dalam kondisi udara hampa (tekanan vakum).Pada saat diberi tekanan vakum, tekanan osmotik dalam buah lebih tinggi dari sekelilingnya sehingga sebagian cairan dan udara yang terdapat dalam sel terdesak keluar.Selanjutnya terjadi penyerapan Ca ke dalam daging buah. Tidak semua jenis buah mempunyai respon yang positif terhadap perlakuan CaCl2. Buah yang tidak tahan terhadap perlakuan CaCl2akan mengalami Ca-injuri. Tanda-tanda buah yang mengalami Ca-injuri adalah warna kulit buah menjadi cokelat kehitaman dan proses kematangnnya menjadi tidak sempurna. Sebagian buah menjadi matang dengan tekstur lunak dan sebagian lagi tidak menjadi matang dan tektur buahnya keras. Buah-buahan yang memiliki respon positif terhadap perlakuan CaCl2 dapat dilihat pada Tabel 2.Tabel 2. Respon buah terhadap perlakuan CaCl2 Jenis buah Kultivar Respon Apel Rome beauty + Alpukat Hijau panjang + Minyak + Belimbing Lokal Duku Condet Jambu biji Lokal + Bangkok + Kesemek Cikajang + Mangga Arumanis + Cengkir + Gedong + Pepaya Paris + Pisang Raja bulu + Uli + Rambutan Lebak bulus Rafiah Sawo Kulon + Salak Condet + Sumber: Sabari, 1988
7
Penundaan kematangan beberapa jenis buah dengan pemakaian CaCl2bervariasi tergantung juga pada tekanan yang digunakan.Umumnya perlakuan CaCl2 dilakukan denan tekanan 20 – 80 KPA. Lama penundaan kematangan beberapa jenis buah sehubungan dengan konsentrasi CaCl2 dan tekanan yang disajikan dalam Tabel 3. Tabel 3.Pengaruh konsentrasi CaCl2 dan tekanan yang digunakan terhadap penundaaan kematangan beberapa jenis buah. Komoditi Konsentrasi Tekanan yang Penundaan CaCl2 digunakan Kematangan (Hari) Alpukat minyak 4% 50 kpa 9 – 11 Alpukat ijo panjang 4% 60 kpa 8 Mangga cengkir 4% 60 kpa 7 Mangga arumanis 8% 60 kpa 8 Mangga Gedong 4% 80 kpa 4 Pepaya Paris 4% 80 kpa 2–3 Pisang raja bulu 4% 80 kpa 2 Salak 4% 20 kpa 7 Sumber: Sabari, 1988 Larutan CaCl2 yang hendak digunakan untuk penyimpanan buah dapat dibuat dengan cara sebagai berikut : 1. Mula-mula CaCl2 ditimbang sesuai dengan konsentrasi yang digunakan. Seandainya larutan yang akan digunakan adalah larutan CaCl2 4% maka timbang CaCl2 seberat 40 g. 2. Larutkan ke dalam 1 liter air dingin yang sudah direbus terlebih dahulu. 3. Campuran diaduk sampai semua CaCl2 larut. 4. Biarkan semalam sebelum digunakan. Adapun cara perendaman buah dengan menggunakan larutan CaCl2 adalah sebagai berikut : 1. Buah yang akan diberi perlakuan dipilih yang baik dan sehat. Cuci dengan air yang bersih. Selanjutnya dicelup dalam larutan fungisida, contohnya larutan banomil 500 ppm atau 0.5 g/l air, selama 30 detik. 2. Angkat dan letakkan buah dalam tangki yang dilengkapi dengan alat pengatur tekanan dan berisi larutan CaCl2. Pada bagian atas diberi beban agar semua buah terendam dalam larutan (tidak terapung). 3. Atur tekanan dalam tangki sesuai dengan jenis buahnya seperti pada Tabel 2. Contoh untuk manga arumanis tekanannya 60 kpa dan dibiarkan selama 8 menit. 4. Setelah itu keran dibuka sehingga tekanan menjadi 1 atmosfir dan biarkan selama 5 mnit. 5. Angkat buah, tiriskan, kemudian simpan. Penyimpanan dapat dilakukan pada suhu kamar atau suhu dingin. Penyimpanan dengan lilin Pelapisan lilin telah digunakan sejak dahulu kala untuk memperpanjang masa simpan buah. Buah dapat diperpanjang kesegarannya dan dapat dihambat dari proses pengerutan akibat kehilangan air karena penguapan. Proses ini juga dapat menghambat terjadinya proses pembusukan akibat pertumbuhan jamur. Secara alami buah sudah mengandung lilin, hanya saja jumlah dan jenisnya tidak sama untuk setiap jenis. Perlakuan pelapisan lilin hanya untuk
8
menyempurnakan saja, sehingga dapat menutupi sebagian pori-pori pada permukaan kulit buah. Penggunaan lapisan lilin memang tidak boleh terlalu tebal ataupun terlalu tipis.Bila terlalu tebal maka pori-pori yang ada pada permukaan kulit buah menjadi tertutup semua sehingga menyebabkan repirasi anaerob.Respirasi anaerob tidak dikehendaki karena dapat menyebabkan fermentasi sehingga rasa buah menjadi lebih asam dan mengandung alcohol.Buah pun cepat busuk.Sebaliknya bila terlalu tipis pengaruhnya kurang efektif, tidak ada perbedaan yang nyata antara buah yang dilapisi lilin dan yang tidak. Konsentrasi lilin yang digunakan harus tepat dan ssuai dengan komoditi yang akan dilapisi. Jenis lilin yang digunakan adalah lilin lebah (bees wax) atau lilin dari tumbuhan (carnauba Wax).Cara melapisi buah dengan lilin adalah sebagai berikut : 1. Buah dipilih yang tidak cacat atau busuk 2. Kotoran yang melekat dibersihkan melalui pencucian dengan air bersih. 3. Setelah bersih buah dicelup ke dalam larutan fungisida selama 30 detik. 4. Proses selanjutnya buah dicelup dalam emulsi lilin selama 30 detik. 5. Buah ditiriskan kemudian dikeringkan dengan blower, setelah kering bisa disimpan. Untuk pelapisan buah digunakan emulsi lilin 12%. Bahan yang digunakan untuk membuatnya adaah lilin lebah 120 g, asam oleat 20 g, triethanol amin 40 g, dan air panas 820 g. Lilin dipanaskan dalam panic sampai mencair. Tambahkan secara perlahan asam oleat dan triethanol amin. Dalam keadaan panas, campuran diaduk menggunakan blender sambil ditambahkan air panas. Emulsi kemudian didinginkan dan siap digunakan. Hal yang perlu dilakukan pada pelapisan lilin secara manual adalah lapisan lilin yang melekat pada permukaan kulit diusahakan merata. Selain dengan cara pencelupan, pelapisan lilin dapat dilakukan dengan penyemprotan. Emulsi lilin 12% dapat diencerkan lagi dengan air panas. Besarnya pengenceran tergantung dari jenis komoditi yang akan dilapisi dengan lilin. Emulsi juga dapat dibuat dengan menggunakan perbandingan, misalnya untuk membuat konsentrasi 6%, bahan yang digunakan sebanyak 60 g. untuk membuat konsentrasi 4% bahan yang digunakan cukup 40 g dan seterusnya. Konsentrasi lilin yang digunakan untuk pelapisan ternyata berpengaruh tehadap lama simpan buah.Perbedaaan daya simpan buah yang tidak dilapisi lilin dan dilapisi lilin dengan konsentrasi tertentu pada beberapa jenis buah dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Konsentrasi emulsi lilin yang digunakan terhadap beberapa jenis buah dan pengaruhnya terhadap daya simpan Komoditi Konsentrasi (%) Daya Simpan (Hari) Dengan lilin Tanpa Lilin Apel 8 32 16 Alpukat 4 7 4 Pisang 6 13 7 Wortel 12 9 6 Tomat 9 14 7 Nanas 6 10 7 Pepaya 6 4 2 Mangga 6 18 11 Orange 4 20 11 Sumber: Prabawati, Sulusi, dan Sabari, 1982
9
Pelapisan lilin pada buah akan lebih bermanfaat apabila disertai dengan pemakaian fungisida. Penggunaan fungisida dapat dilakukan sebelum pelapisan lilinatau dicampurkan ke dalam emulsi lilin yang digunakan. Jenis fungisida yang dapat dipakai antara lain Benlate dengan konsentrasi 0.1% atau Thiabendazol dengan konsentrasi 0.2%. Penggunaan Kalium Permanganat (KMnO4) Untuk melindungi kepekaan komoditas hortikultura terhadap etilen, maka keberadaan etilen dalam atmosfir sekitar produk hortikultura harus diikat atau diubah menjadi bentuk yang tidak aktif (Sjaifullah dan Dondy, 1991).Etilen dapat diserap oleh karbon aktif atau dioksidasi oleh Kalium Permanganat (KMnO4).Menurut Scott et.al.(1970)pemasakan buah dapat ditunda dengan menggunakan beberapa macam bahan kimia, salah satu diantaranya adalah Kalium Permanganat (KMnO4). Kalium Permanganat (KMnO4) mengoksidasi etilen menjadi etanol dan asetat, dan di dalam proses ini terjadi perubahan warna KMnO4 dari warna ungu menjadi coklat yang menandakan proses penyerapan etilen. Pada aplikasinya, KMnO4 tidak boleh terkontak langsung dengan bahan pangan, karena KMnO4 bersifat racun (Coles, et al., 2003). Kalium Permanganat merupakan senyawa yang dapat berperan sebagai oksidator yang kuat. Senyawa ini mudah sekali bereaksi dengan cara apa saja, tergantung seberapa besar pH larutannya. Kekuatan oksidator dari kalium permanganate bergantung pada keadaan pH larutannya ketika bereaksi.Faktor penyebab keragaman dari reaksi kimia senyawa ini adalah karena perbedaan valensi dari unsur Mn (mangan) mulai dari 1 – 7 yang hampir semuanya stabil kecuali 1 dan 5. Adapun sifat dan karakteristik dari KMnO4 adalah sebagai berikut : 1. Kristal berwarna ungu jelas atau hampir gelap 2. Larut 16 bagian dalam air pada suhu 20 oC dan membentuk larutan ungu 3. Berat jenis 2, 703 g/cc 4. Berat molekul 158 5. KMnO4 merupakan bahan pengoksida dari bahan antiseptic 6. KMnO4 mudah rusak bila terkena cahaya matahari langsung, yakni akan terbentuk MnO2 yang mengendap. Karena itu, KMnO4 harus disimpan dalam botol yang tidak tembus cahaya. (Badan Penelitian dan Pengembangan Industri, 1998) Penggunaan Karbon Aktif Aktivasi karbon bertujuan untuk memperbesar luas permukaan arang dengan membuka pori-pori yang tertutup, sehingga memperbesar kapasitas penyerapan. Pori-pori dalam arang biasanya diisi oleh tar, hidrokarbon dan zatzat organik lainnya yang terdiri dari fixed carbon, abu, air persenyawaan yang mengandung nitrogen dan sulfur (Ketaren, 1986). Karbon aktif, atau sering juga disebut dengan arang aktif adalah suatu jenis karbon yang memiliki luas permukaan yang sangat besar.Hal ini dapat dicapai dengan mengaktifkan karbon tersebut. Dari satu gram karbon aktif, akan didapatkan suatu material yang memiliki luas permukaan kira-kira sebesar 500 m2 (didapat dari pengukuran gas). Pengaktifan bertujuan untuk memperluas permukaannya saja, dan meningkatkan kemampuan penyerapan karbon aktif itu sendiri (Wikipedia). Karbon aktif dengan berbagai katalis logam juga secara efektif menyerap etilen.Karbon aktif telah banyak digunakan untuk menghilangkan etilen pada gudang penyimpanan buah-buahan dan sayur-sayuran dan juga diproduksi dalam kemasan sachet yang dimasukkan ke dalam kantongan
10
pengemas atau kotak kayu pada penyimpanan hasil pertanian (Abeles, et al, 2002). 3. Penyimpanan buah dengan atmosfer terkendali Respirasi dan transpirasi bahan pangan dapat diperlambat dengan cara pendinginan dan atmosfir terkendali atau termodifikasi (Winarno dan Aman, 1981). Penurunan laju respirasi dan transpirasi pada buah-buahan pada proses penyimpanan dapat memperpanjang umur simpannya. Perbedaan antara atmosfer terkendali dan atmosfir termodifikasi terletak pada pengontrolan yang dilakukan.Pada penyimpanan dengan atmosfer terkendali dilakukan pengontrolan terhadap konsentrasi gas lingkungan yang optimal untuk memperoleh masa penyimpanan yang maksimum. Penyimpanan dalam atmosfir terkendali secara umum merupakan penyimpanan dalam suatu ruang dengan konsentrasi O2 dikurangi dan konsentrasi CO2 ditambah dan dilakukan pengendalian yang tepat. Proporsi gas O2 dan CO2 yang diubah konsentrasinya dalam ruang penyimpanan yaitu O2 diturunkan dan CO2 dinaikkan dapat menurunkan laju respirasi (Nakhasi, et al., 1991).Konsentrasi O2 dan CO2 untuk setiap jenis buah berbeda-beda, seperti yang disajikan pada Tabel 5. Tabel 5. Kisaran konsentrasi O2 dan CO2 untuk beberapa jenis buah Komoditas Kisaran suhu Konsentrasi O2 Konsentrasi CO2 o ( C) (%) (%) Apel 0-5 1-2 0–3 Alpukat 5 - 13 2-5 3 – 10 Jeruk 5 - 10 5 - 10 0–5 Mangga 10 - 15 3-7 5–8 Nenas 8 - 13 2-5 5 – 10 Rambutan 8 - 15 3-5 7 – 12 Strawberry 0-5 5 - 10 15 - 20 Sumber: Kader (1997) 4. Model matematika laju perubahan mutu selama penyimpanan Selama penyimpanan, mutu produk akan berubah karena adanya pengaruh faktor lingkungan seperti suhu, kelembaban dan tekanan udara. Melalui model matematika,pengamat dapat mengandaikan dan menduga laju perubahan mutu yang akan terjadi padakondisi tertentu. Untuk menyusun model perubahan mutu diperlukan beberapapengamatan parameter yang dapat diukur secara kuantitatif dan mencerminkan keadaanmutu produk yang diperiksa, misalnya hasil uji kimiawi, uji fisik, uji organoleptik dan ujimikrobiologis (Syarief dan Halid, 1991). Suhu merupakan faktor eksternal terpenting untuk mempertahankan mutu danmemperpanjang umur simpan suatu produk hasil pertanian (Tijsjenks et al., 2001).Semakin tinggi suhu penyimpanan maka semakin cepat laju reaksi berbagai senyawaankimia, sehingga dalam membuat model pendugaan laju perubahan mutu selamapenyimpanan, selalu memperhitungkan faktor suhu.Kondisi suhu ruangan penyimpanan,selayaknya dalam keadaan tetap dari waktu ke waktu (Syarief dan Halid, 1991). Jikadiasumsikan faktor waktu adalah tetap, maka untuk menduga konstanta laju perubahanmutu dapat menggunakan persamaan Arrhenius yaitu : 𝑘 = 𝑘0 . 𝑒 −𝐸 𝑅𝑇
11
dimana : k adalah konstanta penurunan mutu, k0 adalah konstanta (tidak tergantung padasuhu), E adalah energi aktivasi, T adalah suhu mutlak ( oC+273) dan R adalah konstantagas (8.314 joule/mol.K). Besarnya nilai pendugaan perubahan mutu dapat dihitung dengan persamaan : y = yawal – kt dimana : y adalah mutu hasil pendugaan, yawal adalah mutu pengamatan awal, k adalahkonstanta laju perubahan mutu dan t adalah lama penyimpanan (hari). Salah satu model hubungan perubahan mutu menggunakan persamaan Arrhenius dikemukakan oleh Rizkia (2004), untuk melihat perubahan mutu buah manga gedong gincu selama penyimpanan. Model hubunga suhu penyimpaan dengan perubahan mutu selama penyimpanan menghasilkan persamaan k = 1.53 x 10-14.e-10188(1/T), untuk susut bobot k = 1.40 x 10-7.e-5471.7(1/T), Sedangkan untuk kekerasan k = 2.39 x 10-7.e-5519.5(1/T). D. Pembahasan Maksimalisasi Daya Simpan Buah Penyimpanan buah bertujuan untuk mempertahankan kualitas buah agar tetap segar pada saat sampai ke konsumen. Beberapa teknologi penyimpanan buah seperti penyimpanan pada suhu rendah, penyimpanan dengan perlakuan bahan kimia dan atmosfer terkendali harus memperhatikan spesifikasi komoditas yang akan disimpan unutk memaksimalkan daya simpan buah. Perlakuan yang tidak sesuai dengan spesifikasi buah akan membuat buah yang disimpan menjadi cepat rusak. Pada proses penyimpanan suhu rendah, setiap buah mempunyai suhu yang spesifik untuk menyimpan buah seperti pada Tabel 1. Buah yang didinginkan pada suhu lebih rendah dari suhu optimumtertentu akan mengalami kerusakan, yang dikenal dengan kerusakan dingin(chilling injury). Gejala kerusakan dingin terlihat dalam bentuk kegagalanpematangan, pematangan tidak normal, pelunakan prematur, kulit terkelupas, danpeningkatan pembusukan yang disebabkan oleh luka, serta kehilangan flavor yangkhas. Sedangkan pada proses penyimpanan dengan menggunakan perlakuan kimia dapat dilakukan dengan larutan CaCl2, KMNO4, pelapisan lilin. Seperti pada proses penyimpanan buah pada suhu rendah, penyimpanan dengan menggunakan perlakuan kimia harus sesuai dengan spesifikasi buah yang akan disimpan untuk memaksimalkan daya simpan buah. Larutan CaCl2 dapat memperbaiki tekstur buah segar. Tekstur buah menjadi lebih keras sehingga terjadinya transpirasi maupun respirasi dapat ditekan.Pemberian CaCl2untuk menjaga tekstur buah agar menjadi lebih keras pada kenyataannya tidak dapat diaplikasikan pada semua jenis buah. Untuk buah yang memliki kadar air tinggi, pemberian larutan CaCl2 tidak memberikan efek apa-apa. Beberapa buah yang tidak responsive terhadap larutan CaCl2 diantaranya duku, belimbing dan rambutan (Tabel 2.).Selain itu pemberian larutan CaCl2 juga harus diiringi dengan pemberian tekanan yang sesuai agar efektif menunda kematangan buah untuk memaksimalkan daya simpan buah.Lamanya penundaan kematangan buah akibat perlakuan CaCl2 pada tekanan yang spesifik dapat dilihat pada Tabel 3. Penyimpanan dengan lilin lebah (bees wax)atau lilin dari tumbuhan (Carnauba Wax) dapat memperpanjang kesegaran buah dengan cara melapisi permukaan uah dengan lilin untuk menghambat proses pengerutan akibat kehilangan air karena penguapan. Proses ini juga dapat menghambat terjadinya proses pembusukan akibat pertumbuhan jamur.Beberapa penelitin menunjukkan daya
12
simpan buah yang dilapisi lilin 2 x lebih lama dari buah yang tidak dilapisi lilin, seperti yang ditunjukkan pada Tabel 4. Cara lain penyimpanan buah dengan perlakuan kimia menggunakan Kalium Permanganat (KMnO4) untuk mengoksidasi etilen menjadi etanol dan asetat untuk mencegah kematngan buah.Pada saat mengaplikasikannya, Kalium Permanganat (KMnO4) tidak boleh kontak langsung dengan bahan pangan karena bersifat racun. Selain cara-cara tersebut di atas penggunaan karbon aktif dengan berbagai katalis logam secara efektif dapat menyerap etilen untuk menunda kematangan buah dan memperpanjang daya simpan. Maksimalisasi daya simpan buah juga dapat dilakukan dengan memperlambat proses respirasi dan transpirasi melalui pengendalian atmosfer ruang penyimpanan buah-buahan. Pada penyimpanan dengan atmosfer terkendali dilakukan pengontrolan terhadap konsentrasi gas lingkungan yang optimal untuk memperoleh masa penyimpanan yang maksimum. Penyimpanan dalam atmosfir terkendali secara umum merupakan penyimpanan dalam suatu ruang dengan konsentrasi O2 dikurangi dan konsentrasi CO2 ditambah dan dilakukan pengendalian yang tepat. Pada aplikasinya konsentrasi O2 dan CO2 yang ditur dalam ruangan penyimpanan disesuaikan dengan karakteristik buah yang akan disimpan, seperti yang disajikan pada Tabel 5. Perubahan mutu buah selama penyimpanan dapat diukur menggunakan persamaan Arrhenius. Persamaan ini dapat digunakan untuk melihat fenomena penurunan mutu buah yang disimpan berdasarkan perlakuan yang diberikan pada proses penyimpanan terhadap waktu.Sehingga waktu maksimal penyimpanan buah untuk setiap perlakuan dapat diketahui dengan tepat. Kombinasi Perlakuan Penyimpanan Buah Maksimalisasi daya simpan buah dapat lebih dioptimalkan dengan melakuka kombinasi penyimpanan buah.Adnan (2006) melakukan penelitian penyimpanan buah dengan suhu rendah dan atmosfer termodifikasi mengemukakan bahwa laju respirasi buah duku terolah minimal yang terendah terjadi pada suhu15 o C dengankomposisi atmosfer yang disarankan untuk penyimpanan buah duku terolahminimal adalah 9-11% O2 dan 4-6% CO2.Kombinasi penyimpanan ini dapat memperpanjang umur simpan selama 2 hari. Penelitian lain yang melakukan kombinasi perlakuan penyimpanan adalah Lewaherilla (2001) yang mengemukakan bahwa komposisi gas optimum untuk penyimpanan buah matoa segar adalah 5 – 7 % O2 dan 9 – 11% CO2pada kemasan strech film yang disimpan pada suhu 5 oC dapat memperpanjang umur simpan selama 21 hari. Selanjutnya penelitian yang dilakukan Andrianis (2004) yang mengkombinasikan penyimpanan dengan perlakuan bahan kimia dan suhu rendah mengemukakan bahwa irisan nenas segar terlapis film edible dengan penyimpanan pada suhu 5 oC dan konsentrasi gas 2% O2 dan 10% CO2 mampu memepertahankan mutu lebih lama dari kombinasi lainnya dengan mutu kritis adalah parameter tekstur. E.
Kesimpulan Penyimpanan adalah salah satu bentuk tindakan penanganan pascapanen yangselalu terkait dengan faktor waktu, tujuan menjaga dan mempertahankan nilai komoditasyang disimpan.Tujuan utama penyimpanan buah segar adalah pengendalian lajutranspirasi dan respirasi. Respirasi adalah suatu proses metabolisme biologis dengan menggunakan oksigen dalam perombakan senyawa kompleks (seperti karbohidrat, protein dan lemak) untuk menghasilkan CO2, air dan sejumlah besar elektron-elektron. Pada
13
umumnya bahan hasil pertanian setelah dipanen masih melakukan proses respirasiserta metabolisme lain sampai bahan tersebut rusak dan proses kehidupan berhenti. Ada beberapa cara penyimpanan agar daya simpan buah dapat diperpanjang. Diantaranya adalah penyimpanan buah pada suhu dingin (rendah), penyimpanan dengan perlakuan kimia, penggunaan atmosfer terkendali, serta kombinasi perlakuan-perlakuan tersebut di atas. Perlakuan penyimpanan harus disesuaikan dengan karakteristik buah yang akan disimpan untuk maksimalisasi daya simpan. Kombinasi perlakuan penyimpanan buah dapat mengoptimalkan maksimalisasi daya simpan buah dengan tetap memperhatikan karakteristik dai buah yang akan disimpan. F.
Daftar Pustaka Abeles, FB, PW Morgan and ME Saltveit. 2002. Ethylene in Plant Biology. Acadmeic press Ltd, London, UK. Adnan. 2006. Penyimpanan Buah Duku Terolah MinimalDalam Kemasan Atmosfer Termodifikasi [thesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Andrianis, Y. 2004. Kajian Penyimpanan Irisan Buah NenasTerlapis Film EdibelDalam Kemasan Atmosfir Termodifikasi [thesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Apandi, M. 1984. Teknologi Buah dan Sayur.Alumni, Bandung. Athis AW. 1995. Physical Chemistry. Ed ke-5. Addison Wesley. New York. Badan Penelitian dan Pengembangan Industri. 1998. Peningkatan Kapabilitas Alat Pembuat Media Aktif dari Kalsium Silika. Balai Industri, Medan. Coles, R., D. McDowell and MJ Kirwan. 2003. Food Packaging Technology. Blackwell Publishing, Denmark. Desrosier, Norman W., The Technology of Fruit Preservation (Westport Connecticut: The AVI Publishing company, 1963) Kader, A. A. 1997. A summary of controlled atmosphere (CA) and Modified Atmosphere (MA) Requirements and Recommenations for Fruits Other Than Apples and Pears. Internet (www.google.com) Kartasapoetra, AG. 1994. Teknologi Penanganan Pasca Panen. Rineka Cipta. Jakarta. Ketaren, S. 1986. Minyak dan Lemak Pangan.UI – Press, Jakarta. Hadiwiyoto, S. dan Soehardi. 1981. Penanganan Lepas Panen 1. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Direktorat Pendidikan Menengah Kejuruan. Hartanto, R dan C. Sianturi. 2008. Perubahan Kimia, Fisika dan Lama Simpan Buah Pisang Muli dalam Penyimpanan Atmosfir Pasif. Prosiding Seminar Nasional Sains dan Teknologi II 2008. Universitas Lampung. Lewaherilla, NE. 2001. Pengkajian Penyimpanan Segar Buah Matoa (Pometia sp) dalam system atmosfer termodifikasi [thesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Muchtadi TR, Sugiyono. 1989. Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan. IPB, Bogor. Nobel PS. 1991 Physicochemical and Enviromental Plant Physiology.Universityof Calofornia, Los Angeles, California. Pantastico Er.B, AK Matto, T. Murata dan K. Ogata. 1986. KerusakanKerusakanKarena Pendinginan. Di dalam: Er. B. Pantastico (ed). Fisilogi PascapanenPenanganan dan Pemanfaatan Buah-buahan dan Sayur-sayuran Tropikadan Subtropika terjemahan.Gadjah Mada University, Yogyakarta. Pantastico ERB. 1989. Fisiologi Pasca Panen, Penanganan dan Pemanfaatan Buahbuahandan Sayur-sayuran Tropika dan Subtropika. Penerjemah : Prof.
14
Ir.Kamariyani dan Tjitrosoepomo. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Pantastico, ERB. 1993. Fisiologi Pasca Panen, Penanganan dan Pemanfaatan Buahbuahan dan Sayuran Tropika dan Subtropika. Terjemahan Kamariyani. UGM-Press, Yogyakarta. Prabawati, Sulusi, dan Sabari. 1982. Paket Teknologi Pelapisan Lilin Buah-buahan dan Sayuran. Purba, A. dan K. Sitinjak. 1987. Teknologi Pasca Panen Buah-buahan dan Sayursayuran. USU-Press. Medan. Rizkia, H. 2004. Kajian Laju Respirasi dan Perubahan Mutu Buah Mangga Gedong Gincu selama Penyimpanan dan Pematangan Buatan [thesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Ryall AL, WJ Lipton. 1983. Handling, Transportation and Storage of Fruits andVegetables. Vol. 1.Vegetables and Melons.2nd ed. 587p AVI pub.Co.,Westport, CT. Sabari. 1988. Laporan Proyek ACIAR, Sub Balai Penelitian Horikultura Pasar Minggu. Saeni MS. 1989. Kimia Fisik I. Bahan Pengajaran PAU. IPB Bogor, Bogor. Saltveit ME. 1989. A kinetic examination of ion leakage from chilled tomatoPericarp Discs. Postharvest Biology and Technology. 31 (2002) 60-72. Sitinjak, K., T. Karo-karo, S. Siahaan dan A. Purba, 1993. Teknologi Pasca Panen Buah-buahan dan Sayur-sayuran.USU-Press, Medan. Sumadi, B., Sugiharto dan Suryanto. 2004. Metabolisme Sukrosa pada Proses Pemasakan Buah Pisang yang Diperlakukan pada Suhu Berbeda.Jurnal Ilmu Dasar Vol. 5 No. 1.Universitas Jember. Syarief, R dan A. Irawati.1988. Pengetahuan Bahan untuk Industri Pertanian Mediyatama Sarana Perkasa. Jakarta. Scott, KJ., WB. McGlasson and EA Roberts. 1970. Potassium Permanganate as an Ethylene Absorbent in Polyethylene Bags to Delay Ripening of Bananas during Storage. Aust. J. Exper. Agr., Animal Husb. (10) : 237 – 240. Sjaifullah dan Dondy ASB.1991. Formulasi Penggunaan Kalium Permanganat dan Bahan Penyerapny untuk Pembuatan Pellet Pengiket Etilen. J. Hort (3): 2326. Syarief R, Halid H. 1991.Teknologi Penyimpanan Pangan. Arcan. Jakarta. Tijskens LMM, Hertog LATM, Nicolai BM. 2001. Food Process Modelling. CRC Pr.England. Wills, RH., TH. Lee, D. Graham, WB McKasson and EG.Hall., 1981. Postharvest, An Introduction to The Physiology and Handling of Fruits and Vegetables. New South Wales University Press, Kensington, Australia. Winarno, FG dan M. Aman. 1981. Fisiologi Lepas Panen. Sastra Hudaya. Jakarta.
15