I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Yudohusodo (2006) mengatakan bahwa Indonesia memiliki potensi produksi pertanian tropis dan potensi pasar pangan yang besar. Hal itu ditunjukkan oleh pertumbuhan penduduk nasional yang signifikan pada tahun 2000 sebesar 200 juta jiwadan diperkirakan mencapai 400 juta jiwa pada tahun 2040. Optimisme tentang prospek produksi pertanian ke depan sangat didukung dengan potensi lahan pertanian yang ada. Indonesia masih memiliki potensi lahan pertanian yang cukup besar. Sampai dengan tahun 2001, menurut data BPN seperti yang dilaporkan Syahyuti (2006), total lahan pertanian yang sudah dikelola sebesar 36,3 juta ha dengan proporsi terbesar di Sumatera (15,2 juta ha) dan Jawa (7,7 juta ha). Luas kawasan yang dapat dipergunakan untuk pertanian 123,4 juta ha dengan proporsi terbesar di Kalimantan (38,8 juta ha), Sumatera (30,4 juta ha) dan Irian Jaya (23,6 juta ha). Areal yang yang masih tersisa yang dapat dipergunakan untuk lahan pertanian adalah 87,1 juta ha dengan proporsi terbesar di Kalimantan (34,2 juta ha), Irian Jaya (20,58 juta ha) dan Sumatera (15,2 juta ha). Menurut data BPS (2009), Sektor pertanian masih memberikan kontribusi terbesar bagi pendapatan daerah Propinsi Lampung pada Triwulan III 2008 2 yaitu sebesar (38,85 persen), diikuti sektor industri pengolahan (14,53 persen), sektor perdagangan/hotel/restoran (12,86 persen) dan sektor jasa-jasa (11,10 persen) (Anonim, 2008). Berdasarkan data tersebut terlihat bahwa pengembangan dan pembangunan sektor pertanian menjadi tantangan tersendiri bagi pemerintah karena sektor pertanian mampu memberikan kontribusi pendapatan terbesar bagi daerah Lampung. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) yang sering ditafsirkan sebagai pendapatan daerah menjadi tolok ukur keberhasilan pertumbuhan perekonomian di suatu daerah. Pada tahun 2008, angka PDRB yang dihasilkan Kota Bandar Lampung sebesar 13,437 triliyun rupiah. Pencapaian angka PDRB terus meningkat selama 5 tahun terakhir menunjukkan keadaan perekonomian yang membaik. Peningkatan juga dilihat dari PDRB perkapita tahun 2008 yang mencapai 16,329 juta rupiah, dimana pencapaian tahun lalu hanya sebesar 12,960 juta rupiah (BPS Kota Bandar Lampung, 2008). Lapangan usaha bidang Pertanian merupakan lapangan usaha ke tujuh terbesar penyumbang pendapatan Kota Bandar Lampung. Pencapaian ini selama lima tahun terakhir terus mengalami peningkatan. Hal ini menunjukkan bahwa bidang pertanian juga memiliki potensi yang cukup tinggi walaupun Kota Bandar Lampung merupakan Ibu Kota Propinsi. Besarnya kontribusi sektor pertanian harus diimbangi dengan memprioritaskan pembangunan pertanian di berbagai sub sektor, karena produk pertanian memiliki peran penting dalam pembangunan, salah satunya untuk memenuhi konsumsi masyarakat. 3 Kebutuhan masyarakat meningkat sejalan dengan peningkatan pertumbuhan penduduk suatu daerah. Peningkatan pertumbuhan penduduk dapat dilihat
pada Tabel 1. Tabel 1. Jumlah penduduk Kota Bandar Lampung tahun 2004-2008 Tahun Jumlah (jiwa) Peningkatan (%) 2004 800.490 2005 809.860 1,17 2006 844.608 4,29 2007 812.133 -3,84 2008 822.880 1,32 Rata-rata 0,73 Sumber: Badan Pusat Statistik Kota Bandar Lampung, 2009 Tabel 1 menunjukkan bahwa jumlah penduduk Kota Bandar Lampung terus meningkat dengan rata-rata peningkatan sebesar 0,73% / tahun. Hal itu cenderung berbanding lurus dengan jumlah konsumsi pangan di Kota Bandar Lampung. Dalam pemenuhan konsumsi masyarakat khususnya produk pertanian, tidak dapat terlepas dari pemenuhan gizi yang seimbang, yaitu empat sehat lima sempurna. Sebagai modal energi untuk melangsungkan kehidupan, vitamin dan mineral sangat dibutuhkan agar masyarakat menjadi sehat dan meminimalisir penyakit-penyakit yang diakibatkan oleh racun – racun yang terkandung dalam makanan sehari-hari. Vitamin dan mineral itu sendiri banyak terkandung dalam sayuran yang notabene sebagai salah satu sub sektor di bidang pertanian yaitu sub sektor hortikultura. Kandungan gizi utama dalam buah dan sayuran adalah vitamin dan mineral. Vitamin yang terdapat dalam buah dan sayuran adalah 4 provitamin A, vitamin C, K, E dan berbagai kelompok vitamin B kompleks. Kandungan beta karoten pada sayuran membantu memperlambat proses penuaan dini mencegah resiko penyakit kanker, meningkatkan fungsi paruparu dan menurunkan komplikasi yang berkaitan dengan diabetes. Vitamin lainnya memiliki fungsi sebagai andtioksidan yang bekerja dengan cara mengikat lalu menghancurkan radikal bebas dan mampu melindungi tubuh dari reaksi oksidatif yang menghasilkan racun. Di samping itu, buah dan sayuran juga kaya akan berbagai jenis mineral, diantaranya kalium (K), kalsium (Ca), natrium (Na), zat besi (Fe), magnesium (Mg), mangan (Mn), seng (Zn), selenium (Se), dan boron (Bo) (margianto,1997). Kandungan gizi yang tinggi itu menjadi alasan mengapa sayuran banyak dikonsumsi masyarakat, khususnya di Kota Bandar Lampung. Hal itu dapat kita ketahui salah satunya dengan melihat rumah makan dan restoran –restoran pasti menyajikan sayuran, baik itu sebagai pelengkap makanan utama, ataupun sebagai menu spesial. Konsumsi dan surplus defisit kebutuhan sayuran di Kota Bandar Lampung dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Konsumsi dan surplus/defisit pemenuhan kebutuhan sayuran di Kota Bandar Lampung tahun 2006 – 2008 Tahun Jumlah Penduduk (jiwa)
Produksi (ton) Konsumsi (ton) Surplus/defisit (ton) 2006 844.608 1.0010 37.830,96 -27.821 2007 812.133 11.546,4 36.306,45 -24.760,1 2008 822.880 3.006,2 50.560,09 -47.553,9 Sumber : BPS dan Badan Ketahanan Pangan Propinsi Lampung, 2009 (diolah). 5 Tabel 2 menunjukkan dalam kurun waktu tiga tahun terakhir ini konsumsi sayuran terus meningkat, hal ini tidak diimbangi dengan produksi sayuran yang merosot tajam pada tahun 2008 yang mengakibatkan meningkatnya defisit pemenuhan konsumsi sayuran di Kota Bandar Lampung. Untuk mencukupi kebutuhan sayuran, maka didatangkan komoditi sayuran dari daerah – daerah sentra pertanian baik dari dalam Propinsi Lampung maupun dari luar daerah lainnya. Permasalahan ini menciptakan peluang usaha yang sangat strategis agar kebutuhan masyarakat terhadap sayuran dapat terpenuhi dan kesejahteraan petani meningkat. Usahatani sayuran seperti hal nya usahatani komoditas lainnya tidak terlepas dari permasalahan-permasalahan dimulai dari input sampai output dan pasca panen. Keuntungan yang diperoleh petani dipengaruhi oleh harga yang diperoleh, jumlah produksi dan biaya – biaya yang dikeluarkan oleh petani sayuran. pemilihan benih yang unggul, pemupukan dan pemeliharaan yang baik dapat mempengaruhi produksi yang didapat petani yang juga dapat mempengaruhi keuntungan petani dengan asumsi harga yang stabil. Dalam pencatatan data Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Bandar Lampung, yang meliputi tanaman sayuran antara lain buncis, kacang panjang, kangkung, bayam, terong, ketimun, sawi, cabe, dan tomat. Berdasarkan sebaran per kecamatan dengan menggabungkan semua komoditi sayuran, dapat dilihat pada Tabel 3. 6 Tabel 3. Sebaran luas lahan dan produksi tanaman sayuran per kecamatan di Kota Bandar Lampung Kecamatan Luas Panen (ha) Produksi (ton) Produktivitas (ton/ha) Teluk Betung Barat 31 23,9 0,77 Teluk Betung Selatan 1 0,1 0,10 Panjang 44 67,9 1,54
Tanjung Karang timur 1,4 7,75 0,18 Teluk Betung Utara 49 65,2 1,33 Tanjung Karang Pusat 0 0 ~ Tanjung Karang Barat 46 264,8 5,76 Kemiling 131 239,6 1,83 Kedaton 44 53,4 1,21 Rajabasa 16 61,4 3,84 Tanjung Seneng 45 49,1 1,09 Sukarame 51 108,1 2,12 Sukabumi 31 118,4 3,82 Kota Bandar Lampung 490,4 1069,55 2,18 Sumber : BPS Kota Bandar Lampung, 2007 (diolah). Tabel 3 menunjukkan bahwa Kecamatan Tanjungkarang Barat dan Kecamatan Kemiling merupakan sentra penghasil sayuran di Kota Bandar Lampung. Tabel 3 juga menunjukkan produktivitas tanaman sayuran di kecamatan Kemiling cukup rendah jika dibandingkan tingkat produkstivitas di Kecamatan Tanjung karang Barat dan di tingkat Kota. Hal ini dapat ditingkatkan lagi dengan penggunaan faktor – faktor produksi yang efisien dan didukung dengan tingginya harga jual produk yang diterima petani sayuran di Kota Bandar Lampung serta faktor – faktor lain yang mempengaruhi. Berdasarkan data BPS tahun 2008 juga, komoditas sayuran paling besar yang di budidayakan di Bandar Lampung adalah tanaman sawi yaitu sebesar 496,6 7 ton dengan luas panen sebesar 187 hektar yang berarti memiliki tingkat produktivitas sebesar 2,66ton/ha. Menurut Nazaruddin (1993), produktivitas ideal tanaman sawi adalah sebesar 10 ton/ha. Jika dibandingkan dengan tingkat prodktivitas yang dicapai petani di Kota Bandar Lampung, maka dapat dikategorikan bahwa Kota Bandar Lampung memliki tingkat produktivitas tanaman sawi sangat rendah sekali. Sesuai dengan sifat produk pertanian yang relatif berfluktuatif maka akan sangat berpengaruh pada tingkat harga yang berlaku (Hernanto, 1994). Berdasarkan data yang didapat dari survey pendahuluan, harga sawi di Bandar Lampung di tingkat – tingkat pelaku tataniaga dan petani dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Harga sawi di beberapa pelaku tataniaga dan petani. Pelaku Pemasaran Harga (Rp/Kg) Petani 2,000 Pengumpul 3,500 Pasar Induk 4,500 Pasar tempel 6,000 Warung / konsumen 7,500
Sumber : data survey pendahuluan Rendahnya harga yang diterima oleh petani tentunya akan berpengaruh terhadap pendapatan keluarga yang juga berpengaruh pada semangat untuk menanam sawi. Perbaikan sistem tataniaga terutama masalah harga yang diterima petani akan dapat meningkatkan minat petani untuk membudidayakan sawi. Selama ini petani biasanya hanya menerima harga (price taker) yang ditentukan oleh pedagang pengumpul. Dengan adanya perbaikan di atas maka pendapatan dan kesejahteraan petani dapat meningkat. 8 Permodalan menjadi permasalahan yang turut pula harus diperhatikan. Kebijakan pemerintah saat ini sudah memberikan jalan seluas-luasnya bagi petani untuk memiliki modal usaha dengan sistem kredit atau pinjaman pada bank – bank yang ditunjuk pemerintah dengan bunga pinjaman yang sangat rendah. Hal ini tentunya sangat membantu petani untuk mendapatkan modal usaha agar usahanya dapat berkembang dan maju. Salah satu syarat untuk mendapatkan pinjaman di bank adalah kelayakan usahatani yang dijalankan dengan melihat seberapa besar pendapatan yang didapat oleh petani sawi. Berdasarkan uraian tersebut maka dapat diidentifikasikan beberapa masalah yang terjadi dalam usahatani sawi sebagai berikut: 1. Apakah penggunaan faktor – faktor produksi pada usahatani sawi di Kota Bandar Lampung sudah efisien? 2. Apakah usahatani sawi di Kota Bandar Lampung menguntungkan? B. Tujuan Penelitian Tujuan Penelitian ini adalah untuk: 1. Mengetahui efisiensi penggunaan faktor – faktor produksi pada usahatani sawi di Kota Bandar Lampung. 2. Menganalisis tingkat pendapatan usahatani sawi di Kota Bandar Lampung. C. Kegunaan Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna: 1. Sebagai bahan pertimbangan bagi petani dalam mengelola usahatani sawi yang dilakukan. 9 2. Sebagai bahan pertimbangan bagi pemerintah dalam merumuskan kebijakan yang berkaitan dengan peningkatan serta pengembangan usahatani sawi di Kota Bandar Lampung. 3. Sebagai bahan informasi bagi penelitian-penelitian yang sejenis di masa yang akan datang.