I.
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang dan Masalah
Jagung (Zea mays L.) merupakan komoditas pangan yang memiliki potensi besar untuk kepentingan industri pakan, dan pangan. Selain untuk konsumsi manusia, jagung juga dimanfaatkan sebagai pakan ternak unggas dan ruminansia. Jagung memiliki kandungan gizi dan vitamin yaitu 355 kalori, 9,2 gr protein, 3,9 gr lemak, 73,7 gr karbohidrat, dan 10 mg kalsium. Tanaman jagung juga sebagai sumber pangan di beberapa daerah. Penduduk beberapa daerah di Indonesia, seperti di Madura dan Nusa Tenggara, menggunakan jagung sebagai makanan pokok.
Selain sebagai sumber karbohidrat, bijinya dapat dibuat menjadi minyak atau dibuat menjadi tepung jagung atau maizena, dan tepung tongkolnya dapat menjadi bahan baku industri. Tongkol jagung kaya akan pentose yang dapat dipakai sebagai bahan baku pembuatan furfural. Jagung yang sudah direkayasa genetiknya sekarang ditanam sebagai penghasil bahan farmasi (Prahasta, 2009).
Seiring dengan perkembangan zaman banyak industri pakan ternak yanag memebutuhkan jagung, sehingga jagung menjadi salah satu komoditas pertanian yang diminati. Hal ini menyebabkan permintaan jagung semakin tinggi.
2
Meningkatnya permintaan jagung tentunya menjadi peluang bagi petani untuk terus mengembangkan usahanya agar menghasilkan produksi jagung per satuan luas yang tinggi.
Dalam mencukupi kebutuhan jagung dalam negeri, pada tahun 2015 Pemerintah menetapkan sasaran produksi sebesar 20,313 juta ton atau naik sekitar 5% dibanding produksi tahun 2014. Produksi jagung tahun 2014 sebanyak 19,01 juta ton pipilan kering atau meningkat sebanyak 0,50 juta ton (2,68 persen) dibandingkan tahun 2013. Produksi jagung tahun 2015 diperkirakan sebanyak 20,67 juta ton pipilan kering atau mengalami kenaikan sebanyak 1,66 juta ton (8,72 persen) dibandingkan tahun 2014 (BPS, 2015). Untuk pencapaian swasembada jagung pada tahun 2016 ini Kementan mencanangkan pertambahan tanam jagung seluas satu juta hektar (Kemetan RI, 2015). Upaya peningkatan produksi jagung diarahkan untuk mencapai swasembada jagung secara bekelanjutan. Namun demikian masih terdapat sejumlah kendala dan masalah di antaranya belum teradopsinya pemupukan yang berimbang secara penuh dan utuh di kalangan petani jagung. Ada beberapa cara yang dapat dilakukan dalam rangka perbaikan teknik budidaya jagung, salah satunya adalah pemberian pupuk Nitrogen (N) dan Fosfat (P). Ketersediaan unsur hara yang dapat diserap oleh tanaman dapat mempengaruhi pertumbuhan dan hasil tanaman. Pupuk adalah suatu bahan yang digunakan untuk mengubah sifat fisik, kimia atau biologi tanah sehingga menjadi lebih baik bagi pertumbuhan tanaman. Pemberian pupuk yang tepat selama pertumbuhan tanaman jagung dapat meningkatkan hasil jagung. Penetapan rekomendasi pemupukan N,
3
P dan K pada lahan sawah di Kabupaten Tulang Bawang Barat Kecamatan Tulang Bawang Udik adalah Urea 200 kg/ha, SP-36 75 kg/ha, dan KCL 100 kg/ha (Permentan, 2007).
Menurut Novizan (2002), N dibutuhkan untuk membentuk senyawa penting seperti klorofil, asam nukleat, dan enzim. Karena itu, N dibutuhkan dalam jumlah relatif besar pada setiap tahap pertumbuhan tanaman, khususnya pada tahap pertumbuhan vegetatif, seperti pembentukan tunas atau perkembangan batang dan daun. Tetapi bila terlalu banyak dapat menghambat pembungaan dan pembuahan.
Selain pemberian N, pada tanaman jagung juga dipengaruhi dengan pemberian pupuk P. Unsur P merupakan unsur hara makro yang diperlukan oleh tanaman, yang berperan penting dalam berbagai proses kehidupan seperti fotosintesis, respirasi, transfer dan penyimpanan energi, pembelahan dan pembesaran sel, dan metabolisme karbohidrat dalam tanaman (Salisbury dan Ross, 1995 dalam Bustami dkk., 2012).
Berdasarkan uraian di atas maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai Pengaruh Dosis Pupuk N dan P Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Jagung (Zea mays L.).
4
1.2. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk: 1.
Mengetahui pengaruh dosis pupuk N terhadap pertumbuhan dan hasil jagung.
2.
Mengetahui pengaruh dosis pupuk P terhadap pertumbuhan dan hasil jagung.
3.
Mengetahui interaksi antara dosis pupuk N dan pupuk P terhadap pertumbuhan dan hasil jagung.
1.3. Dasar Pengajuan Hipotesis
Pemupukan merupakan salah satu kegiatan yang penting dalam budidaya untuk meningkatkan produktivitas tanaman. Pemberian pupuk ke dalam tanah bertujuan untuk menambah atau mempertahankan kesuburan tanah, kesuburan tanah dinilai berdasarkan ketersediaan unsur hara di dalam tanah, baik hara makro maupun hara mikro secara berkecukupan dan berimbang. Tanaman Jagung mempunyai potensi produksi yang cukup tinggi namun untuk mendapatkan hasil yang diharapkan diperlukan unsur hara dalam jumlah yang cukup.
Pemupukan merupakan komponen budidaya yang sangat berperan dalam pencapaian hasil panen, akan tetapi penggunaan pupuk yang tidak mencukupi atau berlebih akan berdampak pada hasil panen, efisiensi usahatani dan lingkungan. (Syafruddin, 2007).
Nitrogen adalah unsur hara yang sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman. Tanaman yang di pupuk N bagian vegetatif berwarna hijau cerah hingga gelap karena N berfungsi sebagai regulator penggunaan kalium, fosfor dan unsurunsur lain dalam proses fotosintesis. Bila tanaman kekurangan N, tanaman kerdil
5
dan pertumbuhan perakaran terhambat. Daun-daun berubah kuning atau hijau kekuningan (khlorosis, kekurangan khlorofil) dan cenderung gugur. Di lain pihak, bila N berlebihan akan terjadi penebalan dinding sel, jaringan bersifat sukulen (berair), dan mudah rebah atau terserang hama penyakit (Syekhfani, 2012). Sifat pupuk N umumnya mobil, maka untuk mengurangi kehilangan N karena pencucian maupun penguapan, sebaiknya N diberikan secara bertahap (Lingga dan Marsono, 2008). Menurut Hairiah dkk. (2000), penambahan unsur nitrogen (N) berupa pemupukan perlu diupayakan terutama untuk tanah berkadar bahan organik rendah agar status hara N tanaman cukup menopang produktivitasnya. Namun pupuk N mudah teroksidasi, sehingga cepat menguap atau tercuci sebelum tanaman menyerap seluruhnya.
Unsur
nitrogen
(N)
sangat
penting
keberadaannya
dalam
pembentukan protein, merangsang pertumbuhan vegetatif dan meningkatkan hasil buah (Sutapradja dan Sumarni, 1996). Menurut Suwardi dan Roy (2009), pemberian pupuk Nitrogen dengan pemberian dua kali sudah memberikan hasil lebih tinggi dengan takaran 100 kg urea/ha. Pemberian hara N yang sesuai kebutuhan tanaman baik jumlah dan waktu pemberiannya akan menyebabkan N yang diberikan langsung diserap oleh tanaman.
Menurut Sutapradja (1995) dalam Ayu (2003), pemberian pupuk N 300 kg urea/ha menunjukkan pertumbuhan diameter batang dan berat tongkol pertanaman cenderung lebih besar dengan masing-masing 2,197 cm dan 37,437 g dibandingkan dosis N 250 kg urea/ha dan N 350 kg urea/ha. Sedangkan hasil penelitian Suwarthe (2003), pemberian pupuk N 293 kg Urea/ha menunjukkan
6
perbedaan yang nyata terhadap variabel tinggi tanaman, panjang tongkol, bobot tongkol tanpa kelobot, bobot brangkasan umur 56 hst, bobot 100 butir dan hasil jagung per hektar.
Hasil penelitian Suwarthe (2003), menjelaskan bahwa pemberian pupuk 135 kg N/ha dengan perlakuan penyiangan menghasilkan peningkatan sebesar 55,79%, sedangkan tanpa penyiangan dengan pemberian 202,5 kg N/ha ada peningkatan sebesar 32,29%, bobot berangkasan gulma umur 45 hst pada tanpa penyiangan mengalami peningkatan 1249% dari pada penyiangan. Hal ini penelitian menunjukkan terdapat interaksi antara perlakuan penyiangan dan pemberian N berbagai tingkat dosis pada bobot berangkasan jemur jagung umur 105 hst dan bobot berangkasan gulma umur 45 hst.
Selain pupuk N, pupuk P merupakan unsur hara yang diperlukan tanaman dalam jumlah besar (unsur hara makro). Jumlah P dalam tanaman lebih kecil dibandingkan dengan nitrogen dan kalium. Tetapi P dianggap sebagai kunci kehidupan (key of life). Tanaman menyerap fosfor dalam bentuk ion ortofosfat primer (H2PO-4) dan ion ortofosfat sekunder (H PO=4). Fosfor yang diserap tanaman dalam bentuk ion anorganik cepat berubah menjadi senyawa P organik. Fosfor bersifat mobil atau mudah bergerak antar jaring tanaman. Kadar optimum P dalam tanaman pada saat pertumbuhan vegetatif adalah 0,3% - 0,5% dari berat kering tanaman (Kurniawan, 2014).
Kekurangan fosfor (P) tanaman menunjukkan pertumbuhan lambat dan kerdil, perkembangan akar terhambat, gejala pada daun sangat beragam, beberapa tanaman menunjukkan warna hijau tua mengkilap yang tidak normal. Tanaman
7
yang kekurangan P menyebabkan, daun berwarna merah keunguan atau pinggiran daunnya berwarna kuning, pematangan buah terhambat, perkembangan bentuk dan warna buah buruk dan biji berkembang tidak normal (Novizan, 2002). Kelebihan P menyebabkan penyerapan unsur lain terutama unsur mikro seperti besi (Fe), tembaga (Cu) , dan seng (Zn) terganggu. Namun gejalanya tidak terlihat secara fisik pada tanaman (Normahani, 2015).
Menurut Kasno dkk. (2006), hara P merupakan hara makro kedua setelah N yang dibutuhkan oleh tanaman dalam jumlah yang cukup banyak. Ketersediaan P dalam tanah ditentukan oleh bahan induk tanah serta factor-faktor yang mempengaruhi ketersediaan hara P seperti reaksi tanah (pH), kadar Al dan Fe oksida, kadar Ca, kadar bahan organik, tekstur dan pengelolaan lahan.
Hasil penelitian Kasno dkk. (2006), menunjukkan bahwa pemberian dosis pupuk 222 kg/ha SP-36 berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman dan jumlah daun per tanaman jagung umur 30 dan 60 hst. Sedangkan Sirappa dan Razak (2010), melaporkan bahwa penggunaan pupuk SP-36 dengan dosis 200 kg/ha yang dikombinasikan dengan pupuk kandang 2 ton/ha memberikan rata-rata hasil jagung lebih tinggi dari rata-rata hasil jagung nasional dan hasil jagung di Maluku.
Begitu juga hasil penelitian Budiyanto (2009), pemberian pupuk fosfat (SP-36) dengan dosis 100 kg/ha memberikan pengaruh yang nyata pada semua parameter yang diamati (tinggi tanaman, luas daun, panjang tongkol, diameter tongkol, bobot 100 biji, bobot kering brangkasan, dan hasil kering pipilan). Hal ini karena unsure fosfor penting dalam pembelahan sel dalam tanaman. Secara ringkas unsur
8
fosfat berperan dalam pembentukan karbohidrat dan gula, mempercepat, pembungaan, pemasakan buah, serta memperkuat pertumbuhan tanaman.
Hasil penelitian Mukhsin (2006), pemberian dosis pupuk Agrodyke pada dosis 5 kg/ha dan pupuk SP-36 pada dosis 50 kg/ha mampu meningkatkan pertumbuhan tinggi tanaman jagung. Penelitian menunjukkan terdapat interaksi antara dosis Agrodyke dan dosis pupuk SP-36 terhadap tinggi tanaman jagung umur 8 mst. Hal ini diduga
karena penambahan pupuk Agrodyke yang mempengaruhi
pertumbuhan tergantung dengan taraf dosis pupuk SP-36 yang diberikan, demikian juga sebaliknya pemberian pupuk SP-36 bergantung pada taraf dosis pupuk Agrodyke. 1.4. Hipotesis Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah: 1. Dosis pupuk N yang berbeda memberikan pengaruh yang berbeda terhadap pertumbuhan dan hasil jagung. 2. Dosis pupuk P yang berbeda memberikan pengaruh yang berbeda terhadap pertumbuhan dan hasil jagung. 3. Terdapat interaksi antara dosis pupuk N dan P terhadap pertumbuhan dan hasil jagung.
9
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Taksonomi dan Morfologi Tanaman Jagung 2.1.1. Taksonomi Jagung Tanaman jagung mempunyai Nama botani Zea mays L. Tanaman ini, jika diklasifikasikan termasuk keluarga rumput-rumputan. Klasifikasi dari tanaman jagung adalah sebagai berikut. Kingdom
: Plantae (tumbuh-tumbuhan)
Divisio
: Spermatophyta (tumbuhan berbiji)
Sub Divisio
: Angiospermae (berbiji tertutup)
Classis
: Monocotyledone (berkeping satu)
Ordo
: Graminae (rumput-rumputan)
Famili
: Graminaceae
Genus
: Zea
Spesies
: Zea mays L.
Sumber: Prahasta, 2009
10
2.1.2. Morfologi Tanaman Jagung
Dari bukti genetik, antropologi, dan arkeologi didapat pada daerah asal jagung adalah Amerika Tengah, yaitu Meksiko bagian selatan. Budidaya jagung telah dilakukan di daerah tersebut 10.000 tahun yang lalu, lalu teknologi budidaya ini dibawa ke Amerika Selatan, yaitu Ekuador, 7.000 tahun yang lalu, dan sampai kedaerah pegunungan di Selatan Peru 4.000 tahun yang lalu (Prahasta, 2009).
Sistem perakaran tanaman jagung merupakan akar serabut dengan 3 macam akar yaitu akar seminal, akar adventif, dan akar udara. Pertumbuhan akar ini melambat setelah plumula muncul kepermukaan tanah. Akar adventif adalah akar yang semula berkembang dari buku di ujung mesokotil, selanjutnya berkembang dari tiap buku secara berurutan ke atas hingga 7 sampai dengan 10 buku yang terdapat di bawah permukaan tanah. Akar adventif berperan dalam pengambilan air dan unsur hara. Akar udara adalah akar yang muncul pada dua atau tiga buku di atas permukaan tanah yang berfungsi sebagai penyangga supaya tanaman jagung tidak mudah rebah. Akar tersebut juga membantu penyerapan unsur hara dan air (Riwandi dkk., 2014).
Tinggi batang jagung berkisar antara 150 sampai dengan 250 cm yang terbungkus oleh pelepah daun yang berselang-seling berasal dari setiap buku. Ruas-ruas bagian atas berbentuk silindris, sedangkan bagian bawah agak bulat pipih. Tunas batang yang telah berkembang menghasilkan tajuk bunga betina. Percabangan (batang liar) pada jagung umumnya terbentuk pada pangkal batang. Batang liar adalah batang sekunder yang berkembang pada ketiak daun terbawah dekat permukaan tanah (Riwandi dkk., 2014).
11
Jumlah daun jagung bervariasi antara 8 helai sampai dengan 15 helai, berwarna hijau berbentuk pita tanpa tangkai daun. Daun jagung terdiri atas kelopak daun, lidah daun (ligula) dan helai daun yang memanjang seperti pita dengan ujung meruncing. Pelepah daun berfungsi untuk membungkus batang dan melindungi buah. Tanaman jagung di daerah tropis mempunyai jumlah daun relatif lebih banyak dibandingkan dengan tanaman jagung yang tumbuh di daerah beriklim sedang. Tanaman jagung disebut juga tanaman berumah satu, karena bunga jantan dan betina terdapat dalam satu tanaman, tetapi letaknya terpisah. Bunga jantan dalam bentuk malai terletak di pucuk tanaman, sedangkan bunga betina pada tongkol yang terletak kira-kira pada pertengahan tinggi batang. Biji jagung mempunyai bagian kulit buah, daging buah, dan inti buah (Riwandi dkk., 2014).
Jagung mempunyai bunga jantan dan bunga betina yang terpisah. Tiap kuntum bunga memiliki struktur khas dari ordo rumput-rumputan, yang disebut floret. Pada jagung, dua floret dibatasi oleh sepasang glumae atau gluma.
Bunga jantan tumbuh di bagian pucuk tanaman, berupa karangan bunga atau inflorescence. Serbuk sari berwarna kuning dan beraroma khas. Bunga betina tersusun atas tongkol. Tongkol tumbuh dari buku, di antara batang dan dan pelepah daun. Pada umumnya, satu tanaman hanya menghasilkan satu tongkol produktif meskipun memiliki sejumlah betina.
Beberapa varietas unggul menghasilkan lebih dari satu tongkol produktif, dan disebut sebagai varietas prolifik. Bunga jantan jagung cenderung untuk penyerbukan 2-5 hari lebih dini dari pada bunga betinanya atau protandri. Bunga
12
betina jagung berupa tongkol yang terbungkus semacam pelepah dengan rambut. Rambut jagung sebenarnya adalah tangkai putik (Prahasta A., 2009).
2.2. Jagung Hibrida (BISI-18)
Benih Jagung Super Hibrida BISI-18 merupakan sebuah varietas benih jagung baru kembali dilepas oleh PT. BISI Internationak Tbk pada tahun 2011. Jagung Super Hibrida BISI-18 merupakan jagung hibrida silang tunggal (single cross), yang baik sekali bila ditanam pada dataran rendah hingga dataran tinggi sampai ketinggian 1.000 meter diatas permukaan laut.
Salah satu keunggulan dari jagung Super Hibrida BISI-18 ini muncul saat awal pertumbuhan tanaman, vigor tanaman yang sangat kuat dan kecepatan pertumbuhan yang sangat baik, membuat jagung Super hibrida BISI-18 menyenangkan dan menimbulkan optimisme pada produksi yang tinggi. Ditambah dengan kondisi tanaman yang sangat seragam akan semakin melegakan.
Tinggi tanaman jagung super hibrida BISI-18 mencapai sekitar 230 cm, batang dan daun berwarna hijau gelap. Daun bertipe medium dan tegak, sedangkan batang tanaman besar, kokoh dan tegak.
Jagung super hibrida BISI-18 mempunyai ketahanan terhadap penyakit penyakit karat daun (Puccinia sorghi) dan hawar daun (Helminthosporium maydis).
Saat 50% pembungaan (keluar rambut) pada dataran rendah terjadi pada sekitar umur 57 hari sedangkan pada dataran tinggi saat sekitar umur 70 hari. Bentuk malai bunga kompak dan agak tegak dengan warna malai (anther) ungu
13
kemerahan, warna sekam ungu kehijauan serta warna rambut juga ungu kemerahan.
Kedudukan tongkol jagung super hibrida BISI-18 sekitar 115 cm di atas tanah dan relatif sama pada setiap tanaman, sedangkan besar tongkolnya relatif sangat seragam di setiap tanaman. Inilah salah satu keunggulan lain dari jagung super hibrida BISI-18, karena kondisi tongkol yang relatif sama besar di setiap tanaman (seragam) akan semakin meningkatkan produksi.
Jagung super hibrida BISI-18 mempunyai klobot yang menutupi tongkol dengan baik.
Klobot yang menutupi tongkol jagung dengan baik bermanfaat untuk
menghindari tetesan air hujan yang masuk ke dalam tongkol jagung yang dapat menyebabkan tumbuhnya jamur pada biji jagung. Sehingga jagung ini bisa ditanam pada musim hujan maupun kemarau.
Keunggulan lain dari jagung super hibrida BISI-18 adalah biji jagungnya terisi penuh sampai ujung. Tingkat pengisian pucuk tongkolnya (tip filling) bisa mencapai 97%. Kondisi yang fantastis dan semakin meyakinkan.
Bentuk biji termasuk dalam tipe biji semi mutiara, dengan warna biji oranye kekuningan mengkilap. Jumlah barisan biji dalam satu tongkol antara 14-16 baris. Termasuk tipe tongkol yang besar.
Potensi hasil panen jagung super hibrida BISI-18 mencapai 12 ton per hektar pipilan kering. Sedangkan rata-rata adalah sekitar 9,1 ton per hektar pipilan kering. Bobot 1.000 butir biji jagung super hibrida BISI-18 (diukur dalam kondisi Kadar Air 15%) adalah sekitar 303 gram.
14
Keunggulan utama jagung super hibrida BISI-18 adalah kadar rendemen tongkol yang cukup tinggi, mencapai sekitar 83%. Hal ini disebabkan karena biji jagung yang ramping nancap lebih dalam dan bentuk janggelnya yang sangat kecil. Keistimewaan ini sangat menguntungkan karena prosentase jumlah biji yang didapatkan per satuan luas semakin tinggi dan produksi semakin tinggi.
Jagung super hibrida BISI-18 bisa dipanen saat masak fisiologis yaitu umur sekitar 100 hari pada dataran rendah sedangkan pada dataran tinggi saat umur sekitar 125 hari (PT. BISI International, Tbk., 2014).
2.3. Syarat Tumbuh Tanaman Jagung Tanaman jagung membutuhkan air sekitar 100-140 mm/bulan. Oleh karena itu waktu penanaman harus memperhatikan curah hujan dan penyebarannya. Penanaman dimulai bila curah hujan sudah mencapai 100 mm/bulan. Untuk mengetahui ini perlu dilakukan pengamatan curah hujan dan pola distribusinya selama 10 tahun ke belakang agar waktu tanam dapat ditentukan dengan baik dan tepat. Jagung menghendaki tanah yang subur untuk dapat berproduksi dengan baik. Hal ini dikarenakan tanaman jagung membutuhkan unsur hara terutama nitrogen (N), fosfor (P) dan kalium (K) dalam jumlah yang banyak. Oleh karena pada umumnya tanah di Lampung miskin hara dan rendah bahan organiknya, maka penambahan pupuk N, P dan K serta pupuk organik (kompos maupun pupuk kandang) sangat diperlukan (Murni dkk., 2008).
Tanaman jagung menghendaki tempat terbuka dan menyukai cahaya. Ketinggian tempat yang cocok untuk tanaman jagung dari 0 sampai dengan 1300 m di atas
15
permukaan laut. Temperatur udara yang dibutuhkan untuk pertumbuhan tanaman jagung adalah 230 – 270 C. Curah hujan yang ideal untuk tanaman jagung pada umumnya antara 200 sampai dengan 300 mm per bulan atau yang memiliki curah hujan tahunan antara 800 sampai dengan 1200 mm. Tingkat kemasaman tanah (pH) tanah yang optimal untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman jagung berkisar antara 5,6 sampai dengan 6,2. Saat tanam jagung tidak tergantung pada musim, namun tergantung pada ketersediaan air yang cukup. Kalau pengairannya cukup, penanaman jagung pada musim kemarau akan memberikan pertumbuhan jagung yang lebih baik (Riwandi dkk., 2014).
2.4. Pupuk
Pupuk adalah semua bahan yang diberikan pada tanah dengan tujuan untuk memperbaiki keadaan fisik, kimia dan biologi tanah. Sutejo (2002), menyatakan bahwa pupuk adalah bahan yang diberikan ke dalam tanah baik organik maupun anorganik dengan maksud untuk mengganti kehilangan unsur hara dari dalam tanah dan meningkatkan produksi tanaman, dimana faktor keliling atau lingkungan baik.
Berdasarkan jumlah yang diperlukan tanaman, unsur hara menjadi dua golongan, yakni: unsur hara makro dan unsur hara mikro. Unsur hara makro diperlukan tanaman dan terdapat dalam jumlah lebih besar dibandingkan dengan unsur hara mikro. Walaupun kadar unsur hara berbeda, namun setiap jenis tanaman umumnya memiliki urutan berdasarnya kadar-kadarnya, yakni: C, H, O, N, P, K, S, Ca, Mg, Si, Na, Fe, Mn, Cu, Zn, Mo, dan B. Nitrogen bersama-sama P dan K
16
merupakan unsur hara esensial primer, dan merupakan unsur yang paling sering mejadi faktor pembatas pertumbuhan tanaman (Munawar, 2011).
2.4.1. Nitrogen (N) Nitrogen (N) merupakan bagian dari semua sel hidup. Di dalam tanaman, N berfungsi sebagai komponen utama protein, hormon, klorofil, vitamin, dan enzimenzim esensial untuk kehidupan tanaman. Oleh karena itu, N diperluakan dalam jumlah besar untuk seluruh proses pertumbuhan di dalam tanaman. Metabolisme N merupakan faktor utama pertumbuhan vegetatif, batang, dan daun. Tanaman yang mendapat pasokan N cukup, pertumbuhan vegetatifnya baik dengan ciri warna hijau tua, tetapi pasokan yang terlalu banyak dapat menunda pembungaan dan pembentukan buah. Sebaliknya, kekurangan pasokan N menyebabkan daun menguning, pertumbuhan kerdil, dan gagal panen (Munawar, 2011).
Nitrogen adalah unsur yang berpengaruh cepat terhadap pertumbuhan tanaman. Bagian vegetatif berwarna hijau cerah hingga gelap bila kecukupan N; karena ia berfungsi sebagai regulator penggunaan kalium, fosfor dan unsur-unsur lain dalam proses fotosintesis. Bila kekurangan N, tanaman kerdil dan pertumbuhan perakaran terhambat. Daun-daun berubah kuning atau hijau kekuningan (khlorosis, kekurangan khlorofil) dan cenderung gugur. Di lain pihak, bila N berlebihan akan terjadi penebalan dinding sel; jaringan bersifat sukulen (berair), dan mudah rebah atau terserang hama penyakit (Syekhfani, 2012). Nitrogen diambil akar dalam bentuk ion NH4- dan NO3 . Di dalam tanah, nitrogen bersifat mobil dan mudah mengalami perubahan bentuk (transformasi). Pada
17
kondisi tertentu ia menjadi tidak tersedia karena terikat atau terfiksasi. Perubahanperubahan ini umumnya dilakukan oleh jazad mikro tanah. Beberapa di antaranya jazad mikro spesifik kondisi aerobik atau anaerobik. Aktivitas jazad, di satu pihak menyediakan N bagi tanaman, tetapi di lain pihak menyebabkan ketidaktersediaan (Syekhfani, 2012).
Nitrogen memiliki beberapa fungsi bagi tanaman, yaitu: (1) untuk meningkatkan pertumbuhan tanaman, (2) dapat menyehatkan pertumbuhan daun, daun tanaman lebar dengan warna yang lebih hijau, (3) meningkatkan kadar protein dalam tubuh tanaman, (4) meningkatkan kualitas tanaman penghasil daun-daunan, (5) meningkatkan perkembangbiakan mikroorganisme di dalam tanah. Tanaman dalam pertumbuhan dan perkembanganya membutuhkan cukup unsur hara. Bila terdapat kekurangan unsur hara yang esensial, maka akan terjadi gejala defisiensi pada tanaman. Gejala kekurangan N akan terlihat pada seluruh tanaman yang dicirikan oleh perubahan warna dari hijau pucat ke kuning-kuningan, terutama pada daun tampak pada sebelah bawah dari daun tua yang berubah warna menjadi kuning terutama pada ujungnya (Hakim dkk., 1986 dalam Kurniawan, 2014).
Menurut Prahasta (2009), dosis pupuk yang dibutuhkan tanaman sangat tergantung pada kesuburan tanah. Anjuran dosis rata-rata pemberian pupuk N adalah Urea 200 kg/ha. Penggunaan dosis itu dapat disesuaikan dengan kondisi tanah yang digunakan dan diberikan secara bertahap.
18
2.4.2. Fosfor (P)
Fosfor (P) merupakan unsur yang diperlukan dalam jumlah besar(hara makro). Jumlah fosfor dalam tanaman lebih kecil dibandingkan nitrogen dan kalium. Tetapi fosfor dianggap sebagai kunci kehidupan. Tanaman menyerap fosfor dalam bentuk ion ortofossfat primer (H2PO4-) dan ion ortofosfat sekunder (HPO4-) (Rosmarkam dan Yuwono,2002). Menurut Sutejo (2002), fosfor memiliki fungsi bagi tanaman, yaitu (1)dapat mempercepat pertumbuhan akar semai, (2) dapat mempercepat serta memperkuat pertumbuhan tanaman muda menjadi tanaman dewasa pada umumnya,(3) dapat mempercepat pembungaan dan pemasakan buah, biji atau gabah, dan (4) dapat meningkatkan produksi biji-bijian.
Peran fosfor bagi tanaman melalui pengaruhnya terhadap pembungaan, pembentukan buah dan biji, pemasakan tanaman, perkembangan akar, ketahanan terhadap penyakit, dan lain-lain. Jumlah fosfor dalam mineral lebih banyak dibandingkan dengan nitrogen, tetapi jauh lebih sedikit dari kalium, kalsium, dan magnesium. Penting diketahui bahwa hampir semua fosfor dalam tanah tidak tersedia bagi tanaman. Juga bila diberikan sebagai pupuk tersedia, fosfor sering kali menjadi tidak tersedia akibat "fiksasi". Bentuk fosfat tersedia adalah anion-anion: H2PO4-, HPO42- , dan PO43- larut dalam cairan tanah. Bentuk-bentuk ion ini sangat ditentukan oleh pH tanah. Pada pH rendah, ion H2PO4-, dominan; sedang pada pH tinggi ion HPO42- Ion PO43- terjadi bila pH berada di atas 10.0 sehingga bentuk ini pada kisaran pH tanah mineral
19
(4.0 hingga 9.0) jarang dijumpai. Jumlah ion H2PO4- dan HPO42- berimbang pada kondisi pH netral; sehingga banyak pendapat bahwa pH netral merupakan kondisi terbaik bagi ketersediaan fosfat (Syekhfani, 2012).
Berdasarkan hasil penelitian Murni dan Arief (2008), takaran pupuk untuk tanaman jagung di Lampung berdasarkan target hasil 9,5 ton/ha adalah 350-400 kg urea/ha, 100-150 kg SP-36/ha, dan 100-150 kg KCl/ha. Menurut Purwono dan Hartono (2005) dalam Andika (2014), untuk memenuhi kebutuhan P
pada
budidaya varietas jagung hibrida dianjurkan dengan pemberian pupuk SP-36 200 kg/ha.
20
III. BAHAN DAN METODE
3.1. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Desa Marga Kencana Kecamatan Tulang Bawang Udik, Kabupaten Tulang Bawang Barat pada bulan Maret—Juni 2016, dengan ketinggian 30 m dpl, suhu udara 320C —350C, dan jenis tanah podzolik (Monografi Desa Marga Kencana Kec. Tuba. Udik, 2016).
3.2. Bahan dan Alat Penelitian
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Benih Jagung Hibrida varietas BISI-18, pupuk kandang kambing, Urea, SP-36, KCL, Hebisida kontak dengan bahan aktif parakuat diklorida 276 g/l (Gromoxone 276SL).
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: cangkul, handsprayer, kalkulator, tali rafia, meteran panjang, timbangan, bambu, ember, strimin, karung goni, kokrok dan peralatan lain yang mendukung penelitian ini.
3.3. Metodologi Penelitian
Metode penelitian disusun secara Faktorial dalam Rancangan Acak Kelompok Lengkap (RAKL) dengan 3 ulangan.
Sebagai faktor pertama adalah Pupuk
Nitrogen (N) yang terdiri dari 3 taraf yaitu 100 kg Urea/ha (n1), 200 kg Urea/ha
21
(n2) dan 300 kg Urea/ha (n3). Faktor kedua adalah Pupuk Fosfor (P) yang terdiri dari 3 taraf yaitu 100 kg SP-36/ha (p1), 200 kg SP-36/ha (p2) dan 300 kg SP36/ha (p3). Sehingga diperoleh kombinasi perlakuan yaitu, n1p1, n1p2, n1p3, n2p1, n2p2, n2p3, dan n3p1, n3p2, n3p3, masing-masing diulang 3 kali sehingga diperoleh 27 plot penelitian.
Data yang diperoleh dianalisis ragam dengan membandingkan F hitung dengan F tabel pada taraf 5% dan dilanjutkan dengan Uji Beda Nyata Terkecil (BNT) pada tarf 5%, sebelumnya dilakukan uji kehomogenan ragam data dengan uji Bartlet dan ke tak-aditifan data dengan uji Tuckey.
3.4. Pelaksanaan Percobaan 3.4.1. Persiapan Lahan Lahan tanam yang digunakan untuk percobaan diolah menggunakan cangkul dengan kedalaman olah tanah 15—25 cm. Tanah diolah hingga menjadi gembur, rata dan bersih dari gulma serta sisa-sisa tanaman. Selanjutnya dibuat petak percobaan dengan ukuran 2 m x 3,5 m sebanyak 27 petak dengan jarak antar petak 50 cm dan jarak antara ulangan 1 m. Kemudian diberi pupuk kandang sebanyak 5 ton/ha atau 3,5 kg/petak yang sudah kering dengan cara ditaburkan di atas permukaan tanah. 3.4.2. Penanaman Penanaman dilakukan dengan cara menugal sedalam ± 3 cm dan memasukkan 2 butir benih jagung setiap lubang tanam, kemudian lubang tanam ditutup dengan tanah. Jarak tanam yang digunakan yaitu, 70 cm x 20 cm. Setelah tanaman
22
berumur satu minggu dilakukan proses penjarangan dengan cara dipotong menggunakan gunting sehingga mendapatkan satu tanaman perlubang tanam. Populasi tanaman jagung 50 tanaman per petak percobaan, dengan jumlah total populasi 1350 tanaman. 3.4.3. Pemeliharaan (a) Penyiraman Pada penelitian bulan Maret—Juni tidak dilakukan kegitan penyiraman, karena pada saat penelitian masih banyak turun hujan. (b) Pemupukan Pemberian pupuk N sebagai perlakuan diberikan dua kali yaitu 1/2 bagian saat tanaman berumur 7 hari setelah tanam dan 1/2 bagian pada saat tanaman berumur 30 hari setelah tanam. Untuk pemberian pupuk P diberikan satu kali sekaligus pada pemupukan pertama saat tanaman berumur 7 hari setelah tanam dan diberikan pupuk K dengan dosis sama 100 kg KCL/ha atau 70 g KCL/petak. Dosis pupuk yang diberikan untuk setiap satuan percobaan sesuai perlakuan yaitu 100 kg Urea/ha (70/2 g Urea/petak) untuk perlakuan n1, 200 kg Urea/ha (140/2 g Urea/petak) untuk perlakuan n2, 300 kg Urea/ha (210/2 g Urea/petak) untuk perlakuan n3. Kemudian 100 kg SP-36/ha (70 g SP-36/petak) untuk perlakuan p1, 200 kg SP-36/ha (140 g SP-36/petak) untuk perlakuan p2, 300 kg SP-36/ha (210 g SP-36/petak) untuk perlakuan p3, kemudian pupuk diberikan dengan cara ditugal pada jarak ± 10 cm disamping tanaman. Pemberian pupuk ditambahkan menggunakan pasir sebanyak 20 g dengan tujuan agar dosis yang diberikan merata pada setiap tanaman yaitu diantara lubang tanam antar barisan.
23
(c) Pengendalian Hama Penyakit Tanaman Pengendalian organisme pengganggu tanaman (OPT) dalam penelitian ini tidak dilakukan, karena tidak ada hama penyakit tanaman. (d) Pengendalian Gulma Kegiatan pengendalian gulma dilakukan dengan cara manual yaitu menggunakan cangkul. Dilakukan saat tanaman berumur 2 minggu setelah tanam. Penyiangan bertujuan
untuk mengendalikan rumput atau gulma yang tumbuh di area
pertanaman jagung. (e) Pembumbunan Pembumbunan dilakukan saat tanaman berumur 2 minggu setelah tanam, dengan cara mengumpulkan tanah sekitar barisan tanaman menggunakan cangkul. Hal ini bertujuan untuk menutup bagian disekitar perakaran agar batang tanaman menjadi kokoh. (f) Pemotongan janten Pemotongan janten dilakukan saat tanaman berumur 52 hari setelah tanam menggunakan gunting, dengan cara memotong janten pada tanaman jagung yang memiliki 2 janten yaitu di bagian yang bawah. 3.4.4. Panen Panen jagung dilakukan pada saat tongkol berukuran maksimal, biji padat (penuh) dan berumur 95 hari. Jagung sebaiknya dipanen dalam kondisi kelobot kering dan warna kuning kecoklatan. Penentuan saat panen kriterianya sbb: biji mengkilap,
24
kering, keras dan tidak membekas bila ditekan dengan kuku maka jagung siap dipanen. 3.5. Variabel Pengamatan Pengamatan dilakukan disetiap tanaman contoh. Setiap plot percobaan dipilih 10 tanaman untuk dijadikan tanaman contoh. Data yang diperoleh kemudian diratarata. Peubah yang diamati meliputi: (1) Tinggi Tanaman (cm) Tinggi tanaman diukur dari leher akar hingga ujung daun tertinggi menggunakan meteran. Pengukuran dimulai saat tanaman berumur 2 minggu setelah tanam (mst) dengan interval 1 minggu sampai muncul bunga jantan sebanyak 75%. (2) Jumlah daun (helai) Jumlah daun dihitung pada daun yang sudah membuka sempurna. Penghitungan dimulai saat tanaman berumur 2 minggu setelah tanam (mst) dengan interval 1 minggu sampai muncul bunga jantan sebanyak 75%. (3) Bobot tongkol dengan kelobot (gr) Bobot tongkol dengan kelobot ditimbang setelah tongkol buah diambil dari tanaman pada saat panen. (4) Panjang tongkol tanpa kelobot (cm) Panjang tongkol tanpa kelobot diukur setelah tongkol buah dikupas dari kelobotnya mulai dari pangkal tongkol sampai ujung tongkol dengan menggunakan penggaris.
25
(5) Bobot tongkol tanpa kelobot (gr) Bobot tongkol tanpa kelobot ditimbang setelah tongkol buah dikupas dari kelobotnya. (6) Bobot 1000 butir biji (gr) Bobot 1000 butir biji ditimbang menggunakan timbanagn digital SCA-301, setelah itu tongkol dikupas dari kelobot kemudian buah diputili. Biji jagung yang dirontokkan kemudian dijemur hingga kadar air 15 % selama 3 hari.
(7) Bobot brangkasan kering tanaman (gr). Brangkasan basah dikeringkan kemudian dijemur selama 14 hari di bawah terik sinar matahari sampai mendapatkan bobot yang konstan kemudian brangkasan kering tanaman ditimbang menggunakan timbanagn digital SCA301. (8) Hasil per petak panen ( m2). Hasil per petak diperoleh dengan mengambil hasil dari seluruh tanaman dalam petak panen dikurangi tanaman pinggir yaitu seluas 2,52 m2 kemudian ditimbang menggunakan timbangan digital SCA-301.
(9) Asumsi hasil per hektar (ton) Hasil per hektar diperoleh dengan mengambil hasil per petak panen setelah itu dikonversi dalam ton/ha untuk mengetahui hasil per hektar (Lampiran 28).
26
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil
4.1.1. Tinggi tanaman
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa pemberian pupuk N dan P berbagai dosis, serta interaksi keduanya tidak memberikan pengaruh nyata terhadap tinggi tanaman jagung hibrida (Lampiran 5).
Tabel 1. Tinggi tanaman jagung hibrida yang diberi pupuk N dan P berbagai dosis (Umur 49 hst). Dosis pupuk N (Urea) 100 kg/ha 200 kg/ha 300 kg/ha Rata- rata
Dosis pupuk P (SP-36) 100 kg/ha 200 kg/ha 300 kg/ha …….…….. cm …………… 266,23 267,33 273,73 281,13 261,77 267,37 262,17 271,13 279,37 269,84 266,74 273,49
Rata- rata 269,10 270,09 270,89
Tabel 1. diatas menunjukkan bahwa pemberian pupuk N dan P belum berpengaruh pada tinggi tanaman jagung hibrida.
27
300
tinggi tanaman (Cm)
250
n1p1 n1p2 n1p3 n2p1 n2p2 n2p3 n3p1 n3p2 n3p3
200 150 100 50 0 14 hst
21 hst
28 hst
35 hst
42 hst
49 hst
waktu pengamatan
Gambar 1. Pengaruh berbagai dosis pupuk N dan P terhadap tinggi tanaman. Gambar 1. diatas menunjukkan grafik pertumbuhan tinggi tanaman jagung setiap 7 hari yang dimulai umur 14 hst sampai dengan 49 hst. Pada awal pengamatan yaitu umur 14 hst tinggi tanaman masih belum bervariasi, demikian dengan pengamatan ke-2 (21 hst) sampai ke-6 (49 hst) juga masih belum terdapat perbedaan tinggi antar perlakuan.
4.1.2. Jumlah daun Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa pemberian pupuk N dan P berbagai dosis, serta interaksi keduanya tidak memberikan pengaruh nyata terhadap jumlah daun jagung hibrida (Lampiran 7).
28
Tabel 2. Jumlah daun jagung hibrida yang diberi pupuk N dan P berbagai dosis (Umur 49 hst). Dosis pupuk N (Urea) 100 kg/ha 200 kg/ha 300 kg/ha Rata- rata
Dosis pupuk P (SP-36) 100 kg/ha 200 kg/ha 300 kg/ha …….…….. helai …………… 15,50 15,80 15,63 15,47 15,00 15,33 15,40 14,77 15,70 15,46 15,19 15,56
Rata- rata 15,64 15,27 15,29
Tabel 2. diatas menunjukkan bahwa jumlah daun tanaman jagung hibrida yang diberi pupuk N dan P berbagai dosis memberikan pengaruh yang sama.
jumlah daun (Helai)
18 16
n1p1
14
n1p2
12
n1p3
10
n2p1
8
n2p2
6
n2p3
4
n3p1 n3p2
2
n3p3
0 14 hst
21 hst
28 hst
35 hst
42 hst
49 hst
Waktu pengamatan
Gambar 2. Pengaruh berbagai dosis pupuk tanaman.
N dan P terhadap jumlah daun
Gambar 2. diatas menunjukkan grafik pertumbuhan jumlah daun tanaman jagung setiap 7 hari yang dimulai umur 14 hst sampai dengan 49 hst. Pada awal pengamatan yaitu umur 14 hst jumlah daun tanaman masih belum bervariasi,
29
demikian dengan pengamatan ke-2 (21 hst) sampai ke-6 (49 hst) juga masih belum terdapat perbedaan jumlah daun antar perlakuan.
4.1.3. Bobot brangkasan kering tanaman
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa pemberian dosis pupuk N tidak berpengaruh nyata terhadap bobot brangkasan kering tanaman jagung hibrida, sedangkan pemberian dosis pupuk P memberikan pengaruh nyata namun interaksi kedua faktor perlakuan tidak berpengaruh nyata (Lampiran 9).
Tabel 3. Bobot brangkasan kering tanaman jagung hibrida yang diberi pupuk N dan P berbagai dosis. Dosis pupuk P (SP-36) Rata- rata 100 kg/ha 200 kg/ha 300 kg/ha …….…….. gram …………… 100 kg/ha 115,10 70,87 111,30 99,09 200 kg/ha 82,40 83,60 129,17 98,39 300 kg/ha 92,40 103,10 119,97 105,16 Rata- rata 96,63 ab 85,86 a 120,14 b BNT P = 26,37 Keterangan : Angka-angka yang menunjukkan huruf yang sama tidak berbeda nyata pada uji BNT 5 % Dosis pupuk N (Urea)
Dari hasil uji BNT (Tabel 3) diatas menunjukan bahwa pemberian pupuk SP-36 300 kg/ha menghasilkan bobot brangkasan kering tanaman yang sama dengan pemberian pupuk SP-36 100 kg/ha, tetapi lebih tinggi 39,93% dibandingkan dengan pemberian pupuk SP-36 200 kg/ha.
30
4.1.4. Bobot tongkol dengan kelobot
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa pemberian pupuk N dan P berbagai dosis, serta interaksi keduanya tidak memberikan pengaruh nyata terhadap bobot tongkol dengan kelobot jagung hibrida (Lampiran 11).
Tabel 4. Bobot tongkol dengan kelobot jagung hibrida yang diberi pupuk N dan P berbagai dosis. Dosis pupuk N (Urea) 100 kg/ha 200 kg/ha 300 kg/ha Rata- rata
Dosis pupuk P (SP-36) 100 kg/ha 200 kg/ha 300 kg/ha …….…….. gram …………… 217,70 255,17 276,13 233,90 263,67 258,33 263,77 274,33 276,53 238,46 264,39 270,33
Rata- rata 249,67 251,97 271,54
Tabel 4. diatas menunjukkan bahwa bobot tongkol dengan kelobot jagung hibrida yang diberi pupuk N dan P berbagai dosis memberikan pengaruh yang sama.
4.1.5. Bobot tongkol tanpa kelobot
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa pemberian pupuk N dan P berbagai dosis, serta interaksi keduanya tidak memberikan pengaruh nyata terhadap bobot tongkol tanpa kelobot jagung hibrida (Lampiran 15).
31
Tabel 5. Bobot tongkol tanpa kelobot jagung hibrida yang diberi pupuk N dan P berbagai dosis. Dosis pupuk N (Urea)
Dosis pupuk P (SP-36) 100 kg/ha
200 kg/ha
300 kg/ha
Rata- rata
…….…….. gram …………… 100 kg/ha
190,83
218,07
242,97
217,29
200 kg/ha
204,87
223,80
219,20
215,96
300 kg/ha Rata- rata
228,37 208,02
241,27 227,71
238,50 233,56
236,04
Tabel 5. diatas menunjukkan bahwa bobot tongkol tanpa kelobot jagung hibrida yang diberi pupuk N dan P berbagai dosis belum berpengaruh.
4.1.6. Panjang tongkol tanpa kelobot
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa pemberian pupuk N dan P berbagai dosis, serta interaksi keduanya tidak memberikan pengaruh nyata terhadap panjang tongkol tanpa kelobot jagung hibrida (Lampiran 19).
Tabel 6. Panjang tongkol tanpa kelobot jagung hibrida yang diberi pupuk N dan P berbagai dosis. Dosis pupuk N (Urea) 100 kg/ha 200 kg/ha 300 kg/ha Rata- rata
Dosis pupuk P (SP-36) 100 kg/ha 200 kg/ha 300 kg/ha …….…….. cm …………… 15,47 16,80 17,93 16,47 17,20 17,27 17,10 17,47 17,67 16,34 17,16 17,62
Rata- rata 16,73 16,98 17,41
Tabel 6. diatas menunjukkan bahwa panjang tongkol tanpa kelobot jagung hibrida yang diberi pupuk N dan P berbagai dosis memberikan pengaruh yang sama.
32
4.1.7. Bobot 1000 butir Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa pemberian pupuk N dan P berbagai dosis berpengaruh nyata terhadap bobot 1000 butir jagung hibrida, namun tidak memberikan pengaruh nyata terhadap interaksi keduanya (Lampiran 23). Tabel 7. Bobot 1000 butir jagung hibrida yang diberi pupuk N dan P berbagai dosis. Dosis pupuk P (SP-36) Rata- rata 100 kg/ha 200 kg/ha 300 kg/ha …….…….. gram …………… 100 kg/ha 297,00 315,67 319,33 310,67 A 200 kg/ha 311,00 325,33 325,67 320,67 A B 300 kg/ha 319,00 325,00 334,67 326,22 B Rata- rata 309,00 a 322,00 ab 326,56 b BNT N = 11,34 BNT P = 11,34 Keterangan : Angka-angka yang menunjukkan huruf yang sama tidak berbeda nyata pada uji BNT 5 % Dosis pupuk N (Urea)
Dari hasil uji BNT (Tabel 7) diatas menunjukkan bahwa pemberian pupuk Urea 300 kg/ha menghasilkan bobot 1000 butir lebih tinggi 5,01 % dibandingkan dengan pemberian pupuk Urea 100 kg/ha, tetapi tidak berbeda nyata dengan pemberian pupuk Urea 200 kg/ha. Demikian juga pemberian pupuk SP-36 300 kg/ha menghasilkan bobot 1000 butir lebih tinggi 5,68 % dibandingkan dengan pemberian pupuk SP-36 100 kg/ha, tetapi tidak berbeda nyata dengan pemberian pupuk SP-36 200 kg/ha.
33
4.1.8. Hasil perpetak panen
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa pemberian pupuk N dan P berbagai dosis, serta interaksi keduanya tidak memberikan pengaruh nyata terhadap hasil perpetak panen jagung hibrida (Lampiran 27).
Tabel 8. Hasil perpetak panen jagung hibrida yang diberi pupuk N dan P berbagai dosis. Dosis pupuk N (Urea) 100 kg/ha 200 kg/ha 300 kg/ha Rata- rata
Dosis pupuk P (SP-36) 100 kg/ha 200 kg/ha 300 kg/ha …….…….. kg …………… 2,53 2,69 2,94 2,62 2,83 2,87 3,07 2,93 2,85 2,74 2,82 2,88
Rata- rata 2,72 2,77 2,95
Tabel 8. diatas menunjukkan bahwa hasil perpetak panen jagung hibrida yang diberi pupuk N dan P berbagai dosis memberikan pengaruh yang sama.
4.2. Pembahasan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian pupuk N berbagai dosis belum memberikan pengaruh nyata terhadap peubah tinggi tanaman, jumlah daun, bobot brangkasan kering, bobot tongkol dengan kelobot, bobot tongkol tanpa kelobot, panjang tongkol tanpa kelobot dan hasil perpetak panen kecuali bobot 1000 butir. Belum berpengaruhnya pemberian N berbagai dosis diduga pada saat pemberian pupuk masih musim penghujan sehingga dimungkinkan N banyak mengalami pencucian. Menurut Prahasta (2009), kebutuhan N jagung dalam satu hektar sekitar 120 kg/N. Pada penelitan dengan pemberian dosis 100 kg/ha, 200 kg/ha,
34
dan 300 kg/ha belum memberikan pengaruh terhadap peubah yang diamati meskipun dengan pemberian dosis tinggi (300 kg/ha). Hal ini dikarenakan nitrogen relatif lebih mudah bergerak/mobil dalam tanah, oleh karena itu ia mempunyai kesempatan mencapai permukaan akar dan juga ia mudah hilang baik akibat pencucian ataupun penguapan (Syekhfani 2012). Pencucian menyebabkan terbawanya partikel halus dan kation basa kemudian mengendapkannya di lapisan bawah. Pencucian kation basa menyebabkan tanah yang ada di lapisan atas menjadi masam karena kejenuhan H+ atau ion masam lainnya, sehingga pencucian yang intensif menyebabkan penurunan kesuburan tanah (Kusumarini, 2012). Dengan ditambah pH tanah dan N tersedia yang rendah (Lihat lampiran 2) mengakibatkan penyerpan unsur hara kurang optimal karena N diserap oleh akar tanaman dalam bentuk NH4+ (ammonium) dan NO3- (nitrat). Penyerapan didalam pH yang rendah ini N diserap dalam bentuk NO3- (nitrat) yang merangsang penyerapan kation basa (Seperti Ca2+, Mg2+, dan K+) yang banyak dibutuhkan oleh tanaman sehingga unsur hara yang diberikan belum dimanfaatkan oleh tanaman dengan baik untuk vase vegetatif.
Namun dalam penelitian ini menunjukkan bahwa pemberian dosis pupuk N memberikan pengaruh nyata terhadap bobot 1000 butir. Hasil penelitian menunjukan bahwa pemberian pupuk Urea 300 kg/ha menghasilkan bobot 1000 butir lebih tinggi 5,01% dibandingkan pemberian pupuk Urea 100 kg/ha, tetapi tidak berbeda nyata dengan pemberian pupuk Urea 200 kg/ha. Hal ini sejalan pendapat Novizan (2002), N dibutuhkan untuk pembentukan klorofil, asam nukleat, dan enzim. Karena itu, N dibutuhkan dalam jumlah tidak sedikit pada setiap tahap pertumbuhan tanaman. Hal ini diperkuat dengan adanya uji analisis
35
tanah yang didalamnya terdapat N dalam tanah rendah yaitu 0,07 %, sehingga pada pemberian dosis pupuk Urea yang cukup yaitu Urea 200 kg/ha dan Urea 300 kg/ha memberikan pengaruh nyata terhadap bobot 1000 butir jagung. Dengan pemupukan N yang cukup, maka pertumbuhan organ-organ tanaman akan sempurna dan fotosintat yang terbentuk akan meningkat, yang pada akhirnya mendukung produksi tanaman.
Menurut Sinclair dan de Wit (1975) dalam
Wangiyana dkk. (2007), tanaman berbiji membutuhkan pasokan N yang relatif tinggi selama pengisian biji untuk produksi fotosintat yang relatif tinggi untuk biji.
Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa pemberian pupuk P berbagai dosis belum memberikan pengaruh nyata terhadap peubah tinggi tanaman, jumlah daun, bobot tongkol dengan kelobot, bobot tongkol tanpa kelobot, panjang tongkol tanpa kelobot dan hasil perpetak panen kecuali bobot brangkasan kering tanaman dan bobot 1000 butir. Hal ini diduga pemberian penambahan pupuk SP-36 tidak semua diserap oleh tanaman, disebabkan P tersedia pada tanah sudah cukup banyak yaitu 31,73 ppm sehingga diberikan penambahan belum memberikan pengaruh nyata pada pertumbuhan dan hasil tanaman jagung. Terlalu banyak diberikan penambahan tingkat dosis mengakibatkan pertumbuhan dan produksi menurun. Kelebihan P menyebabkan penyerapan unsur lain terutama unsur mikro seperti besi (Fe), tembaga (Cu), dan seng (Zn) terganggu dalam pertumbuhan dan hasil tanman jagung (Normahani, 2015). Hal ini juga dipengaruhi oleh pH yang rendah karena P diserap tanaman dalam bentuk ion anorganik orthofosfat HPO42atau H2PO4-. Kemudian dalam pH rendah P diserap dalam bentuk H2PO4- ini lebih cepat diserap dibandingkan dalam bentuk HPO42- yang mengakibatkan
36
peningkatan keseimbangan penyerapan kation dan anion (Kusumarini, 2012). Namun dalam pemanfaatan unsur hara oleh tanaman disini mengalami pencucian seperti yang dijelaskan diatas.
Namun penelitian ini menunjukan bahwa pemberian dosis pupuk P memberikan pengaruh nyata terhadap bobot brangkasan kering tanaman. Hasil penelitian menunjukan bahwa pemberian pupuk SP-36 300 kg/ha menghasilkan bobot brangkasan kering tanaman yang sama dengan pemberian pupuk SP-36 100 kg/ha, tetapi lebih tinggi 39,93% dibandingkan dengan pemberian pupuk SP-36 200 kg/ha. Hal ini karena P-tersedia dalam tanah tinggi yaitu 31,73 ppm pada lahan percobaan, sehingga pemberian pupuk SP-36 100 kg/ha lebih optimal dibandingkan diberikan penambahan pupuk SP-36 200 kg/ha, tetapi berpengaruh nyata pada pemberian pupuk SP-36 300 kg/ha. Hal ini diduga pada saat pemberian pupuk SP-36 200 kg/ha belum terserap dengan baik sehingga belum menunjukkan hasil bobot brangkasan kering tanaman yang singnifikan. Hal ini sejalan dengan pendapat Andika (2014), menyatakan bahwa kandungan P didalam tanaman sekitar 0,15-1,0% bobot kering pada kebanyakan tanaman, dengan nilai kecukupan dari 0,2-0,4% pada jaringan daun yang baru masak. Nilai kritis P dibawah 0,2% dan lebih tinggi dari 1,0% dianggap berlebih. Sehingga belum memberikan pengaruh yang nyata pada pemberian dosis SP-36 200 kg/ha.
Demikian juga hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian dosis pupuk P memberikan pengaruh nyata terhadap bobot 1000 butir. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian pupuk SP-36 300 kg/ha menghasilkan bobot 1000 butir lebih tinggi 5,68 % dibandingkan dengan pemberian pupuk SP-36 100
37
kg/ha, tetapi tidak berbeda nyata dengan pemberian pupuk SP-36 200 kg/ha. Hal ini karena unsur fosfor penting dalam pembelahan sel dalam tanaman. Secara ringkas unsur fosfat berperan dalam pembentukan karbohidrat dan gula, mempercepat, pembungaan, pemasakan buah, serta memperkuat pertumbuhan tanaman. Menurut Sutejo (2002), P berperan dalam proses perkembangan akar sehingga
meningkatkan
daya
tahan
tanaman
terhadap
kekeringan
dan
mempercepat pemasakan buah serta mengurangi resiko keterlambatan panen.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa interaksi antara pemberian dosis pupuk N dan P berbagai dosis tidak memberikan pengaruh nyata terhadap semua peubah yang diamati yaitu tinggi tanaman, jumlah daun, bobot tongkol dengan kelobot, bobot tongkol tanpa kelobot, bobot brangkasan kering tanaman, panjang tongkol tanpa kelobot, bobot 1000 butir dan hasil perpetak panen. Hal ini diduga dalam pemberian pupuk berbagai tingkat dosis yang diberikan pada saat bersamaan antara pupuk N dan P belum terserap dengan baik oleh akar tanaman jagung hibrida. Hal ini disebabkan pupuk N yang diberikan mengalami pencucian dikarenakan pada saat penelitian masih banyak turun hujan dan pupuk P yang diberikan menimbulkan kelebihan P yang menyebabkan penyerapan unsur lain terganggu karena P tersedia pada tanah sudah cukup tinggi (Lihat lampiran 2).
38
V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan hal – hal sebagai berikut : 1. Pemberian pupuk N (Urea) berbagai dosis memberikan pengaruh tidak nyata terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman jagung kecuali bobot 1000 butir. 2. Pemberian pupuk P (SP-36) berbagai dosis memberikan pengaruh tidak nyata terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman jagung kecuali bobot brangkasan kering tanaman dan bobot 1000 butir. 3. Tidak terdapat interaksi antara pemberian perlakuan pupuk N dan P berbagai dosis terhadap pertumbuhan dan hasil jagung.
5.2. Saran
Dari hasil penelitian pemberian pupuk N dan P yang baik untuk penggunaan pupuk pada tanman jagung hibrida yaitu dengan dosis Urea 200 kg/ha dan SP-36 100 kg/ha. Pada penelitian dosis tersebut memberikan pengaruh yang nyata terhadap bobot brangkasan kering dan bobot 1000 butir, namun perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang pemupukan P untuk mendapatkan hasil tanaman jagung yang lebih baik lagi.
39
DAFTAR PUSTAKA
Andika I.M.R. 2014.Respon Tanaman Jagung Semi (Baby Crorn) Terhadap System Olah Tanah dan Pupuk NPK Berbagai Tingkat Dosis. Skripsi. Sekolah Tinggi Ilmu Pertanian Dharma Wacana Metro. Lampung. Ayu, F.D. 2003. Pengaruh Dosis Pupuk Nitrogen dan Waktu Panen Terhadap Produksi dan Kualitas Jaging Semi Di Dataran Tinggi. Skripsi. Institut Pertanian Bogor. http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/17175/A03fd.pdf?s equence=2. Diakses pada tanggal 18 Januari 2016. Badan Pusat Stastistik, 2015. Produksi padi, jagumg, kedelai tahun 2015. http://www.bps.go.id/brs/view/id/1157. Diakses Tanggal 03 Desember 2015. Budiyanto, 2009. Pertumbuhan dan Hasil Jagung Akibat Pemberian Pupuk Hijau Tithonia Diversifolla dan Pupuk Fosfat Berbagai Tingkat Dosis. Skripsi. Sekolah Tinggi Ilmu Pertanian Dharma Wacana Metro. Lampung Bustami, Sufardi, Bakhtiar. 2012.Serapan Hara dan Efisiensi Pemupukan Phosfat Serta Pertumbuhan Padi Varietas Lokal. Banda Aceh. Jurnal Manajemen Sumberdaya Lahan. Volume 1, Nomor 2, Desember 2012: hal. 159 Hairiah K, Widianto, S.R. Otami, D. Suprayogo, Sunaryo, S.M. Sitompul, B. Lusiama, R. Mulia, M.V. Noordnizk dan G. Cadish. 2000. Pengelolaan Tanah Masam Secara Biologi. Universitas Lampung, Lampung. Kasno A., Setyorini D., dan Tuberkih E., 2006. Pengaruh Pemupukan Fosfat Terhadap Produktivitas Tanah Inceptisol dan Ultisol. Balai Penelitian Tanah Jl. Ir. H. Juanda No. 98, Bogor. Jurnal Ilmu-Ilmu Pertanian Indonesia. Volume 8, No. 2, 2006, Hlm.91. Kemetrian pertanian RI. 2015. Mentan Bersama 100 Bupati Tingkatkan Produksi Jagung.http://www.pertanian.go.id/ap_posts/detil/334/2015/05/05/10/24/2 9/Mentan%20Bersama%20100%20Bupati%20Tingkatkan%20Produksi% 20Jagung. Diakses pada tanggal 18 januari 2016.
40
Kurniawan D. 2014. Pengaruh Dosis Pupuk N, P, K Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Beberapa Varietas Jagung Semi (Zea mays.L.). Sekripsi. Sekolah Tinggi Ilmu Pertanian Dharma Wacana Metro. Lampung Kusumarini. 2012. Manajemen Pencucian Kation Basa Untuk Menjaga Kesuburan Tanah. Jurusan Manajemen Sumberdaya Lahan Program Studi Pengelolaan Tanah Dan Air. Universitas Brawijaya Fakultas Pertanian. Malang. http://novakusuma.wordperss.com/2012/04/06/pencucian. Diakses tanggal 29 Oktober 2016. Lingga, P dan Marsono. 2008. Petunjuk Penggunaan Pupuk. Penebar Swadaya. Jakarta. 150 hal. Mukhsin, A., 2006. Respon Tanaman Jagung (Zea Mays.L.) Terhadap Aplikasi Pupuk Agrodyke dan SP-36. Sekripsi. Sekolah Tinggi Ilmu Pertanian Dharma Wacana Metro. Lampung Munawar, A., 2011. Kesuburan Tanah dan Nutrisi Tanaman. Institut Pertanian Bogor Press. Bogor. 240 hlm. Murni A.M, , Arief R.W., 2008. Teknologi budidaya jagung. Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Bogor. ISBN 978-979-1415-25-5. Normahani, 2015. Mengenal Pupuk Fosfat dan Fungsinya bagi Tanaman. Balai Penelitian Pertanian Lahan Rawa (Balittra). Banjar Baru Kalsel. http://Mengenal%20Pupuk%20Fosfat%20dan%20Fungsinya%20bagi%20 Tanaman.html. Diakses pada tanggal 01 febuari 2016. Novizan, 2002. Petunjuk Pemupukan Yang Efektif. Agromedia Pustaka. Hal 37. Permentan, 2007. Acuan Penetapan Rekomendasi Pupuk N, P, dan K Pada Lahan Sawah Spesifik Lokasi (per kecamatan). http://documents.pageflipflap.com/CVnnw59Wwv2ag8J1g#.Vp4m-ZqLTIU=&p=108. Diakses pada tanggal 19 januari 2016. Prahasta A.,2009.Agribisnis Jagung.Bandung.Pustaka grafika PT. BISI International, Tbk, 2014. Benih Jagung Super Hibrida BISI-18. Surabaya. http://BISI-18jagungbisi.htm. Diakses Tanggal 17 Maret 2016. Riwandi, M. Handajaningsih, dan Hasanudin,2014.Teknik Budidaya Jagung Dengan Sistem Organik Di Lahan Marjinal. UNIB Press. Bengkulu. ISBN 978-979-9431-84-4. Rosmarkam dan Yuwono. 2002. Ilmu Kesuburan Tanah. Kanisinus.Yogyakarta. .
41
Sirapan, M.P. dan N. Razak.2010. Peningkatan Produktivitas Jagung Melaui pemberian Pupuk N, P, dan K dan Pupuk Kandang Pada Lahan Kering Di Maluku. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Maluku. http://balitsereal.litbang.deptan.go.id/ind/images/stories/p36.pdf. Diakses Tanggal 05 Desember 2015. Sutapradja. H dan N.K. Sumarni, 1996. Pengaruh Dosis Pengapuran dan Kombinasi Pupuk N dan P terhadap pertumbuhan dan Hasil Tomat. Balai Penelitian Tanaman Sayuran.Jawa Barat. Jurnal Hortikultura 6(3):263268. Sutejo, 2002. Pupuk dan Cara Pemupukan. Rineka Cipta, Jakarta. Suwardi dan Efendi R. 2009. Efisiensi Penggunaan Pupuk N pada Jagung Komposit Menggunakan Bagan Warna Daun. Balai Penelitian Tanaman Serelia. 115 hlm. Suwarthe I. M., 2003. Respon Jagung (Zea mays L.) terhadap Penyiangan dan Pemupukan N Berbagai Tingkat Dosis. Skripsi. Sekolah Tinggi Ilmu Pertanian Dharma Wacana Metro. Lampung. Syafruddin, 2007. Rekomendasi Pemupukan P Untuk Tanaman Jagung Pada Tanah Inceptisols Menggunakan Pendekatan Uji Tanah. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Tengah. Jl. Lasoso No 62 Biromaru Palu Sulawesi Tengah J.Tanah Trop., Vol. 13, No. 2, 2008: 95-102 ISSN 0852257X. Syekhfani. 2012. Modul Kesuburan Tanah. http://syekhfanismd.leture.ub.ac.id/files/2012/11/2.-modul-kestan.20125.pdf. Diakses Tanggal 03 Desember 2015. Wangiyana W, M. Hanan dan Ngawit I. K . 2007. Peningkatan Hasil Jagung Hibrida Var. Bisi-2 Dengan Aplikasi Pupuk Kandang Sapi dan Peningkatan Frekuensi Pemberian Urea dan Campuran SP-36 dan KCL. Jurnal. Dipublikasikan. Fakultas Pertanian Universitas Mataram.