59
dengan mencari unsur-unsur kesalahan dan kesengajaan dari Notaris itu sendiri. Hal itu dimaksudkan agar dapat dipertanggungjawabkan baik secara kelembagaan maupun dalam kapasitas Notaris sebagai subyek hukum. Dalam UU Perubahan atas UUJN di atur bahwa ketika Notaris dalam menjalankan jabatannya terbukti melakukan pelanggaran, maka Notaris dapat dikenai sanksi atau dijatuhi sanksi, berupa sanksi perdata, administrasi dan kode etik, namun tidak mengatur adanya sanksi pidana. Dalam praktek ditemukan kenyataan bahwa pelanggaran atas sanksi tersebut kemudian dikualifikasikan sebagai suatu tindak pidana yang dilakukan oleh Notaris. Adapun aspek-aspek tersebut meliputi : a. Kepastian hari, tanggal, bulan, tahun dan pukul menghadap; b. Para pihak (siapa-orang) yang menghadap pada Notaris; c. Tanda tangan yang menghadap; d. Salinan akta tidak sesuai dengan minuta akta; e. Salinan akta ada, tanpa dibuat minuta akta; dan f. Minuta akta tidak ditandatangani secara lengkap, tapi minuta akta dikeluarkan.76 Aspek tersebut di atas sangat berkaitan erat dengan perbuatan Notaris melakukan pelanggaran terhadap Pasal 15 UU Perubahan atas UUJN, dimana muaranya adalah apabila Notaris tidak menjalankan ketentuan pasal tersebut akan menimbulkan terjadinya perbuatan pemalsuan atau memalsukan akta sebagaimana dimaksud Pasal 263, 264, dan 266 KUHP sehingga dapat menimbulkan kerugian bagi 76
8Habib Ajie, Op.Cit, hal. 120-121.
Universitas Sumatera Utara
60
pihak yang berkepentingan. Seorang Notaris terhadap akta yang dibuat dihadapannya, terhadap aspek- aspek tersebut di atas akan dapat menimbulkan terjadinya perbuatan pidana pemalsuan atau memalsukan pada akta Notaris apabila dalam kenyataannya dikaitkan dengan Notaris tidak membacakan dan menjelaskan akta dihadapan penghadap dengan disaksikan oleh saksi bilamana unsur obyektifnya (unsur sifat perbuatan melawan hukumnya formil) yang disampaikan dalam pasal-pasal pemalsuan dimaksud, dan unsur subyektif (unsur sifat perbuatan melawan hukum materiil) yaitu kesalahan dan pertanggungjawaban pidanya dapat dibuktikan. Sementara itu, pemeriksaan atas pelanggaran yang dilakukan oleh Notaris harus dilakukan pemeriksaan yang holistik-integral dengan melihat aspek lahiriah, formal dan materiil akta Notaris, serta pelaksanaan tugas jabatan Notaris terkait dengan wewenang Notaris. Dengan demikian, disamping berpijak pada aturan hukum yang mengatur tindakan pelanggaran yang dilakukan Notaris juga perlu dipadukan dengan realitas praktik Notaris. Pemeriksaan terhadap Notaris kurang memadai jika dilakukan oleh mereka yang belum mendalami dunia Notaris, artinya mereka yang akan memeriksa Notaris harus dapat membuktikan kesalahan besar yang dilakukan oleh Notaris secara intelektual, dalam hal ini kekuatan logika (hukum) yang diperlukan dalam memeriksa Notaris, bukan logika kekuatan ataupun kekuasaan. Perbuatan pidana adalah perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum, larangan tersebut disertai ancaman (sanksi yang berupa pidana tertentu bagi barang siapa yang melanggar larangan tersebut). Perbuatan pidana merupakan suatu perbuatan yang dilarang oleh aturan hukum, apabila seseorang melakukan
Universitas Sumatera Utara
61
pelanggaran terhadap larangan tersebut maka orang tersebut akan diikuti oleh sanksi yang berupa pidana tertentu.Dalam menjalankan jabatannya sebagai Notaris maka pidana yang dimaksudkan adalah pidana yang dilakukan oleh Notaris dalam kapasitasnyasebagai pejabat umum yang berwenang membuat akta otentik yang diamanahkan oleh UUJN. 5.
Bentuk Tanggung Jawab Notaris terhadap Akta Otentik yang Dibuatnya Tanggung jawab menurut kamus umum bahasa Indonesia adalah keadaan
wajib menanggung segala sesuatunya. Bertanggung jawab menurut kamus umum bahasa Indonesia adalah “kewajiban menanggung, memikul jawab, menanggung segala sesuatunya atau memberikan jawab dan menaggung akibat”77. Tanggung jawab merupakan suatu bentuk kesadaran manusia akan tingkah laku atau perbuatannya baik dilakukan dengan disengaja maupun tidak disengaja. Tanggung jawab
merupakan
perwujudan
kesadaran
dan
kewajiban
seseorang
untuk
menanggung hasil dari perbuatan yang dilakukannya. Setiap manusia memiliki rasa tanggung jawab dan rasa tanggung jawab itu harus disesuaikan dengan apa yang telah dilakukannya. Wujud tanggung jawab juga berupa pengabdian dan pengorbanan dimana pengabdian dan pengorbanan merupakan perbuatan yang baik untuk kepentingan manusia itu sendiri. Setiap orang wajib bertanggung jawab tidak terkecuali pada diri seorang Notaris. Notaris menjalankan tugas jabatannya dengan melakukan tindakan Ika Damayanti, (tanpa tahun), diakses dari: http://www.academia.edu/3635945/Manusia_dan_Tanggung_Jawab_Serta_Pengabdian, pada hari Rabu, tanggal 10 ,Mei 2016, pukul 13.39 WIB.
Universitas Sumatera Utara
62
dalam pembuatan akta otentik. Akta tersebut merupakan sebuah kebutuhan bagi masyarakat (para penghadap) dan diharapkan akta tersebut dapat menjadi suatu bukti apabila terjadi suatu sengketa dikemudian hari. Dalam hal ini, Notaris berkewajiban untuk bertanggung jawab terhadap akta otentik yang dibuatnya karena masyarakat mempercayakan Notaris tersebut sebagai seseorang yang ahli dalam bidang kenotarisan. Notaris dalam menjalankan jabatannya harus berdasarkan pada ketelitian, kecermatan dan ketepatan. Tiga unsur sifat pribadi harus mendapatkan perhatian khusus yang membentuk karakter didalam menjalankan jabatan adalah: 1.
Jujur terhadap diri sendiri.
2.
Baik dan benar.
3.
Profesional. Salah satu perilaku seorang Notaris dalam menjalankan jabatannya adalah
senantiasa bersikap profesional. Menyandang jabatan selaku Notaris harus jujur terhadap diri sendiri yang berlandaskan pada spiritual, moral, mental dan akhlak baik dan benar. Selain mempunyai tingkat intelektual tinggi serta yang mempunyai sifat netral/tidak memihak, independen, mandiri, tidak mengejar materi, menjunjung harkat dan martabat Notaris yang profesional. Perilaku sehari-hari dalam menjalankan jabatannya harus profesional yang mengandung arti: a.
Sesuai dengan undang-undang, kode etik, anggaran dasar, anggaran rumah tangga.
b.
Sesuai dan menguasai teknik pembuatan akta.
Universitas Sumatera Utara
63
c.
Teliti, jeli dan sikap kehati-hatian harus diperhatikan.
d.
Tidak terpengaruh dan tidak memihak.
e.
Merelatir atau membuat sesuai dengan kenyataan yang sebenarnya.
f.
Tidak menghalalkan segala cara atau memaksakan kehendak.
g.
Dalam waktu yang cepat dan tepat. Suatu akta otentik khususnya yang dibuat oleh Notaris (akta notaris) dapat
berakibat batal demi hukum. Sebagai pejabat umum, Notaris mempunyai tanggung jawab terhadap akta yang telah dibuatnya tersebut. Apabila akta yang dibuat Notaris dikemudian hari mengandung sengketa maka hal ini perlu dipertanyakan, apakah akta ini merupakan kesalahan Notaris atau kesalahan para pihak yang tidak mau jujur dalam memberikan keterangannya terhadap Notaris. Adapun contohnya yaitu seperti adanya kesepakatan yang telah dibuat antara Notaris dengan salah satu pihak yang menghadap sehingga merugikan pihak lainnya. Jika akta yang di buat Notaris mengandung cacat hukum yang terjadi karena kesalahan Notaris baik karena kelalaiannya maupun karena kesengajaan Notaris itu sendiri maka Notaris dapat dimintakan pertanggungjawaban. Akta notaris yang hanya mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta dibawah tangan atau batal demi hukum dapat menjadi alasan bagi pihak yang menderita kerugian untuk menuntut penggantian biaya, ganti rugi dan bunga kepada Notaris yang membuat akta tersebut. Mengenai persoalan pertanggungjawaban pejabat menurut Kranenburg dan Vegtig ada dua teori yang melandasinya, diantaranya adalah :
Universitas Sumatera Utara
64
a.
Teori fautes personalles, yaitu teori yang menyatakan bahwa kerugian terhadap pihak ketiga dibebankan kepada pejabat yang karena tindakannya itu telah menimbulkan kerugian. Dalam teori ini beban tanggung jawab ditujukan pada manusia selaku pribadi.
b.
Teori fautes de services, yaitu teori yang menyatakan bahwa kerugian terhadap pihak ketiga dibebankan pada instansi dari pejabat yang bersangkutan. Menurut teori ini tanggung jawab dibebankan kepada jabatan. Dalam penerapannya, kerugian yang timbul itu disesuaikan pula apakah kesalahan yang dilakukan itu merupakan kesalahan berat atau kesalahan ringan, dimana berat dan ringannya suatu kesalahan berimplikasi pada tanggung jawab yang harus ditanggung. Berkaitan dengan permasalahan tentang tanggung jawab Notaris terhadap akta
otentikyang berakibat batal demi hukum yang dibuatnya maka berdasarkan teori fautes personalles maka Notaris bertanggung jawab secara perorangan (individu) atau pribadi terhadap akta yang dibuatnya. Apabila akta otentik yang dibuat dihadapan Notaris berakibat batal demi hukum dan karenanya para penghadap merasa dirugikan maka Notaris wajib mempertanggungjawabkan tindakannya. Seharusnya seorang Notaris berhati-dan cermat dalam membuat akta-aktanya. Pengertian tanggung jawab disini adalah kesadaran yang ada dalam diri seseorang bahwa setiap tindakannya akan mempunyai pengaruh bagi orang lain maupun bagi dirinya sendiri. Dengan menyadari bahwa tindakannya berpengaruh terhadap orang lain ataupun diri sendiri maka “ia akan berusaha agar tindakan-tindakannya hanya memberi pengaruh positif saja terhadap
Universitas Sumatera Utara
65
orang lain dari diri sendiri dan menghindari tindakan-tindakan yang dapat merugikan orang lain ataupun diri sendiri.Sebagai pejabat umum, Notaris harus independen. Dalam istilah sehari-hari istilah independen ini sering disama artikan dengan mandiri. Dalam independensi ini ada 3 (tiga) bentuk yaitu : 1.
Struktuctural Independen, yaitu independen secara kelembagaan (institusional) yang dalam bagan struktur (organigram) terpisah dengan tegas dari institusi lain. Dalam hal ini meskipun Notaris diangkat dan diberhentikan oleh Menteri Kehakiman, secara kelembagaan tidak berarti menjadi bawahan Menteri Kehakiman atau berada dalam struktur Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia.
2.
Functional Independen, yaitu independen dari fungsinya yang disesuaikan dengan peraturan perundang-undangan yang mengaturnya tugas, wewenang dan Jabatan Notaris.
3.
Financial Independen, yaitu independen dalam bidang keuangan yang tidak pernah memperoleh anggaran dari pihak manapun juga. Independensi atau kemandirian seorang Notaris sebagai pejabat umum atas segala bentuk intervensi (tekanan) baik dari pihak lain maupun instansi lain harus diimbangi pula dengan konsep akuntabilitas (accountability) atau pertanggungjawaban dari Notaris itu sendiri. Dengan kata lain, konsep independen Notaris harus diimbangi dengan adanya
konsep akuntabilitas. Konsep Akuntabilitas mempersoalkan tentangketerbukaan Notaris sebagai pejabat umum dalam menerima masukan dan kritik terhadap akta
Universitas Sumatera Utara
66
yang merupakan produk Notaris itu sendiri serta tanggung jawabnya terhadap pihak terkait akta yang dibuatnya tersebut. Tanggung jawab Notaris lahir dari adanya kewajiban dan kewenangan yang diberikan kepadanya. Notaris bertanggung jawab terhadap kebenaran formil dari akta yang dibuatnya, namun Notaris juga dapat bertanggung jawab atas kebenaran materiil apabila Notaris tersebut terbukti melakukan kelalaian atau kesengajaan sehingga menyebabkan kerugian bagi para pihak.Ruang lingkup pertanggung jawaban Notaris meliputi kebenaran materiil atas akta yang dibuatnya. Mengenai tanggung jawab Notaris selaku pejabat umum yang berhubungan dengan kebenaran materiil, dibedakan menjadi empat poin, yakni78 : 1.
Tanggung jawab Notaris secara perdata terhadap kebenaran materiil terhadap akta yang dibuatnya.
2.
Tanggung jawab Notaris secara pidana terhadap kebenaran materiil dalam akta yang dibuatnya.
3.
Tanggung jawab Notaris berdasarkan peraturan jabatan Notaris (UUJN) terhadap kebenaran materiil dalam akta yang dibuatnya.
4.
Tanggung jawab Notaris dalam menjalankan tugas jabatannya berdasarkan kode etik notaris. Tanggung jawab Notaris secara perdata terhadap kebenaran materiil terhadap
akta yang dibuatnyadapat dilihat dari konstruksi perbuatan melawan hukum yang
78
Abdul Ghofur, 2009, Lembaga Kenotariatan Indonesia: Perspektif Hukum dan Etika, UII Press, Yogyakarta, hlm.34.
Universitas Sumatera Utara
67
dilakukan oleh Notaris. Menurut Wirjono Prodjodikoroyang dikutip oleh Wardani Rizkianti disebutkan bahwa : Pertanggungjawaban atas perbuatan seseorang biasanya praktis baru ada arti apabila orang itu melakukan perbuatan-perbuatan yang tidak diperbolehkan oleh hukum. Sebagian besar perbuatan-perbuatan seperti ini merupakan suatu perbuatan yang didalam KUH Perdata dinamakan perbuatan melawan hukum.79 Perbuatan melawan hukum diatur pada Pasal 1365 KUH Perdata yang berbunyi sebagai berikut: “Tiap perbuatan melanggar hukum, yang membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut”. Orang
yang
melakukan
perbuatan
melawan
hukum
harus
dapat
dipertanggungjawabkan perbuatannya. Perbuatan melawan hukum dalam arti luas apabila perbuatan tersebut : a.
Melanggar hak orang lain Hukum memberikan hak kepada setiap orang, hak yang dimaksudkan dalam hal ini adalah hak subjektif recht yang pada prinsipnya diberikan untuk melindungi kepentingannya. Berdasarkan yurisprudensi hak-hak yang paling penting berkenaan dengan perbuatan melawan hukum adalah hakhak pribadi seperti hak atas kebebasan, hak atas kehormatan dan nama baik dan hak-hak kekayaan.
79
Wardani Rizkianti, 2013, Tanggung Jawab Notaris ditinjau dari aspek perdata, pidana dan UUJN, diakses dari: http://wardanirizki.blogspot.com/2013/10/tanggung-jawab-notaris-ditinjau-dari.html, pada hari Senin, tanggal 09 Mei 2016, pukul 11.57 WIB.
Universitas Sumatera Utara
68
b.
Bertentangan dengan kewajiban hukum si pelaku Kewajiban hukum merupakan kewajiban yang diberikan berdasarkan hukum. Kewajiban ini mencakup yang tertulis maupun tidak tertulis, kewajiban hukum bukan hanya berbuat tetapi juga tidak berbuat sesuatu berdasarkan hukum. Apabila melakukan perbuatan atau tidak melakukan perbuatan tersebut bertentangan dengan apayang diamanahkan oleh hukum maka itulah yang disebut dengan bertentangan dengan kewajiban hukum si pelaku.
c.
Bertentangan dengan kesusilaan yang baik Norma kesusilaan adalah norma yang berlaku sesuai dengan pergaulan hidup dalam masyarakat, karena pergaulan hidup dalam masyarakat bersifat dinamis maka tolak ukur kesusilaan juga tidak tetap (selalu mengalami perubahan). Hal-hal yang dahulu dianggap tidak layak saat ini dapat dianggap. layak, begitu pula hal-hal yang dianggap tidak layak saat ini dapat pulanantinya dianggap sebagai sesuatu yang layak.
d.
Bertentangan dengan kepatutan dalam memperhatikan kepentingan diri dan harta orang lain dalam pergaulan hidup sehari-hari. Setiap orang memiliki hak yang sama dimata hukum, oleh karena itu sepatutnya saling menghargai dalam menikmati hak masing-masing dalam pergaulan hidup sehari-hari. Suatu perbuatan yang dilakukan dengan mengabaikan kepentingan orang lain terlanggar maka dapat dikatakan telah bertentangan dengan kepatutan. Kepatutan merupakan hal yang sangat penting diperhatikan oleh Notaris dalam membuat atau memformulasikan suatu akta.
Universitas Sumatera Utara
69
Notaris harus menghindari membuat akta yang didalamnya lebih membela kepentingan salah satu pihak dengan melanggar kepentingan pihak lainnya. Notaris hanya bertanggung jawab secara formalitas terhadap suatu akta otentik yang dibuatnya, oleh karena itu Notaris wajib bersikap netral terhadap para pihak yang menghadap di hadapannya (client). Ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam UUJN dapat dilihat hanya memberikan sanksi kepada pelanggaran Notaris yang bersifat formil saja, seperti ketentuan penulisan akta dan sebagainya. Namun, ada kalanya Notaris juga bertanggung jawab terhadap materi dari suatu akta yang dibuatnya. Seperti pada kewenangan Notaris dalam memberikan nasihat hukum kepada para penghadap (Pasal 15 huruf e UUJN). Apabila Notaris salah dalam memberikan penyuluhan hukum kepada para penghadap berkaitan dengan akta yang dibuatnya maka 109 Notaris bertanggung jawab secara perdata terhadap kebenaran materiil terhadap akta yang dibuatnya. Tanggung jawab Notaris secara pidana terhadap kebenaran materiil terhadap akta yang dibuatnyadapat dilihat dari adanya suatu perbuatan pidana yang dilakukan oleh seorang Notaris. Dalam UUJN diatur bahwa pada saat Notaris menjalankan tugas jabatannya terbukti melakukan pelanggaran maka Notaris tersebut dapat dijatuhkan sanksi berupa sanksi perdata, sanksi administrasi dan kode etik notaris. Sanksi-sanksi tersebut telah diatur sedemikian rupa baik sebelum lahirnya PJN hingga sekarang yaitu UUJN dan kode etik notaris yang didalamnya tidak mengatur mengenai sanksi pidana. Dalam praktik ditemukan bahwa pelanggaran yang dilakukan Notaris dapat
Universitas Sumatera Utara
70
dikualifikasikan menjadi suatu perbuatan pidana. Pengkualifikasian tersebut berkaitan dengan aspek-aspek seperti : a.
Kepastian hari, tanggal, bulan, tahun dan pukul menghadap.
b.
Pihak (siapa-orang) yang menghadap Notaris.
c.
Tanda tangan penghadap.
d.
Salinan akta tidak sesuai dengan minuta akta.
e.
Salinan akta ada, tanpa dibuat minuta akta; dan
f.
Minuta akta tidak ditandatangani secara lengkap, tapi minuta akta dikeluarkan. Hal-hal yang sering terjadi dalam praktik yang menyebutkan bahwa seorang
Notaris dikualifikasikan melakukan perbuatan pidana adalah antara lain: a.
Pemalsuan surat, yaitu diatur dalam Pasal 263 ayat (1) KUHP.
b.
Pemalsuan dalam akta otentik, yaitu diatur dalam Pasal 264 ayat (1) angka 1 KUHP.
c.
Pencantuman keterangan palsu dalam akta otentik, yaitu diatur dalam Pasal 266 ayat (1) KUHP.
Universitas Sumatera Utara