6 TINGKAH LAKU IKAN KERAPU TERHADAP UMPAN
6.1 Pendahuluan
Tingkah laku ikan diartikan sebagai perubahan-perubahan ikan dalam kedudukan, tempat, arah, maupun sifat lahiriah suatu makhluk hidup yang mengakibatkan suatu perubahan dalam hubungan antara makhluk tersebut dan lingkungannya yang pada gilirannya juga berpengaruh kembali pada makhluk itu sendiri (Syandri 1985). Ditambahkan pula bahwa tingkah laku sebagai refleks atau respons ikan terhadap segala bentuk faktor-faktor dari luar maupun dari dalam yang diaktualisasikan dalam bentuk gerak yang berpola sesuai dengan jenis faktor yang mempengaruhinya. Dengan demikian mempelajari tingkah laku ikan perlu dilakukan untuk menentukan langkah-langkah dalam merancang alat tangkap yang sesuai dengan jenis ikan yang menjadi tujuan penangkapan, menentukan jenis alat tangkap yang akan dioperasikan, waktu penangkapan, dan sebagainya. Tingkah laku ikan adalah suatu proses adaptasi terhadap lingkungan eksternal dan internal. Sistematika studi tingkah laku ikan termasuk ke dalam beberapa aspek, yaitu: (1) Ragam dari tingkah laku ikan; adalah ragam tingkah laku dari berbagai tingkah laku ikan. (2) Evolusi tingkah laku ikan; adalah perubahan tingkah laku ikan dalam hubungannya dengan adaptasi terhadap lingkungan tertentu dalam jangka waktu yang panjang. (3) Sejarah (history) tingkah laku ikan; adalah untuk mempelajari bagaimana pola tingkah laku tertentu dari generasi yang lampau sampai generasi yang akan dating, serta faktor dan bagaimana variasi yang akan muncul hubungannya dengan perubahan lingkungan (He 1989). Salah satu faktor yang paling besar pengaruhnya pada keberhasilan suatu penangkapan ikan adalah umpan. Umpan merupakan salah satu alat bantu yang berpengaruh pada daya tarik dan rangsangan ikan (Gunarso 1985). Umpan merupakan salah satu bentuk rangsangan yang berbentuk fisik/kimiawi yang dapat
95 memberikan respons terhadap ikan-ikan tertentu dalam tujuan penangkapan ikan (Ruivo 1982 diacu dalam Hendrotomo 1989). Salah satu jenis rangsangan untuk menarik perhatian ikan adalah rangsangan kimiawi (chemical bait) yang akan merangsang indera penciuman dan perasa serta rangsangan penglihatan (optical bait), yang diberikan atau ditimbulkan untuk merangsang penglihatan sebagai akibat dari gerak, bentuk, maupun warna. Pemilihan umpan biasanya disesuaikan dengan kebiasaan makan ikan yang menjadi sasaran penangkapan (Bambang 2000). Umumnya, ikan yang aktif di malam hari (nocturnal) akan menyukai umpan hidup yang memiliki bau yang kuat (Baskoro dan Efendy 2005). Berdasarkan kondisinya umpan dapat dibedakan sebagai umpan hidup (live bait) dan umpan mati (dead bait), sedangkan berdasarkan asalnya dibedakan sebagai umpan alami (natural bait) dan umpan buatan (artificial bait). Menurut Ferno dan Olsen (1994), ada empat fase tingkah laku makan ikan terhadap makanan/umpan, yaitu : (1) Timbul selera (arousal). Fase ini dimulai pada saat ikan mulai bereaksi terhadap adanya rangsangan bau. Kemudian ikan akan menggunakan organ olfactorynya untuk mendeteksi jarak atau keberadaan makanan (umpan). (2) Menemukan lokasi (location phase). Setelah fase pertama, ikan-ikan akan berorientasi untuk dapat mencari lokasi umpan yang telah dideteksinya melalui organ chemoreceptor ataupun organ deteksi lainnya. Biasanya pada tahap ini, ikan akan menggunakan organ visionnya untuk menemukan makanan atau umpan. (3) Mengidentifikasi umpan (uptake). Pada fase ini ikan akan berhasil menemukan umpan dan akan mencari tahu apakah umpan ini cocok untuk dimakan atau tidak. Berdasarkan hasil pengamatan di laboratorium, ikan yang menemukan umpan akan berhenti sejenak sebelum mulai memakannya. (4) Fase masuknya makanan (umpan) ke dalam mulut ikan (food ingestion). Fase ini merupakan fase ketika ikan mulai memakan umpan. Hal yang sangat berpengaruh pada fase ini adalah ukuran dan bentuk umpan, dimana umpan yang teralalu besar tidak akan termakan oleh ikan yang berukuran kecil.
96 Pelabuhan Perikanan Departemen Kelautan dan Perikanan (2006) menyatakan ikan kerapu mempunyai kebiasaan makan pada siang hari dan malam hari, namun lebih aktif lagi pada waktu fajar dan senja hari. Indonesian Coral Reef Foundation (2004) mengatakan bahwa kerapu termasuk jenis crepuscular, yang merupakan ikan yang aktif di antara waktu siang dan malam hari. Jenis ikan crepuscular merupakan jenis ikan utama yang terdapat pada habitat dengan aktivitas antara siang dan malam hari (twilight) dan umumnya adalah predator (Potts 1990). Ikan kerapu hidup menyendiri (soliter) dan menyukai naungan sebagai tempat sembunyi dan akan bergerak di kolom air sewaktu mencari makan (Muslim dan Slamet 2003). Menurut Ghufran dan Kordi (2005), ikan kerapu selain dikenal sebagai ikan pemangsa (predator) juga dikenal sebagai piscivore atau pemangsa yang rakus. Ditambahkan oleh Akbar (2000) bahwa kerapu di alam akan mencari makan sambil berenang di antara batu-batu karang, lubang atau celah-celah batu yang merupakan tempat persembunyiannya dan hanya kepalanya saja yang terlihat. Dari tempat itulah kerapu menunggu mangsanya, bila mangsa tampak dari jarak jauh, kerapu melesat cepat untuk menangkap dan menelannya kemudian segera kembali ke tempat persembunyiannya. Prinsip tingkah laku ikan harus didukung oleh pemahaman terhadap indera utama dari ikan (organ fisiologi) khususnya indera penglihatan, pendengaran, penciuman, peraba, linea literalis dan sebagainya (Gunarso 1985). Indera-indera tersebut merupakan indera penting pada ikan berhubungan dengan natural behaviour. Ditegaskan pula oleh Liang et al. (1998) bahwa tingkah laku makan ikan merupakan hasil interaksi dari beberapa indera pada ikan bergantung pada habitat dan pengaruh yang dihasilkan oleh makanan Penelitian ini menjelaskan tingkah laku makan ikan kerapu dengan menggunakan umpan alami dan umpan buatan pada waktu siang dan sore hari. Parameter-parameter yang diamati adalah pola tingkah laku makan dan waktu respons makan ikan kerapu.
97 6.2 Metode Penelitian 6.2.1 Waktu dan tempat penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Biologi Laut, Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, IPB dan di Laboratorium Hatchery LPWP-Jepara (Laboratorium Pengembangan Wilayah Pantai), Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, UNDIP pada bulan Juni 2007 hingga Februari 2008.
6.2.2 Alat dan bahan penelitian (1) Bak pemeliharaan Bak
yang
digunakan
untuk
pemeliharaan
ikan
kerapu
macan
(Epinephelus fuscoguttatus) adalah bak fiber dengan ukuran 230 cm x 100 cm x 75 cm (p x l x t) dan tinggi air 30-40 cm. Bak ini dilengkapi dengan sistem aerasi dan sirkulasi, yang dihubungkan dengan akuarium filter dari kaca. Untuk menjaga suhu air dalam bak, dipasang heatter sebanyak 8 buah. Selain itu digunakan skimmer untuk merombak materi organik (protein), alga yang bebas melayang, sisa-sisa pakan, dan lain sebagainya sebelum berubah secara kimia menjadi racun dan mereduksi oksigen terlarut. Bak yang digunakan untuk pemeliharaan ikan kerapu karet (Epinephelus heniochus), dan kerapu sunu (Plectropomus maculatus) adalah bak beton dengan ukuran masing-masing 300 cm x 150 cm x 115 cm dengan batas air 70 cm. Bak tersebut tidak dilengkapi dengan sistem filterisasi sehingga dilakukan pergantian air secara kontinue setiap hari dan dilakukan pembersihan kolam seminggu sekali.
(2) Akuarium perlakuan Akuarium untuk perlakuan terdiri atas dua bagian, yaitu perlakuan untuk mengkondisikan siang hari dan perlakuan untuk mengkondisikan malam hari. Akuarium untuk perlakuan malam hari terbuat dari kaca berukuran 200 cm x 50 cm x 50 cm (p x l x t) dengan tinggi air 30 cm. Akuarium juga dilengkapi dengan heatter dan sistem aerasi. Akuarium diletakkan di dalam ruang tertutup yang terbuat dari plastik mulsa dengan rangka kayu untuk menghindari adanya cahaya selama perlakuan. Akuarium dibagi menjadi tiga bagian, bagian untuk
98 menempatkan ikan uji sebagai wilayah start, bagian untuk ikan uji melakukan respons makan terhadap umpan dan bagian untuk menempatkan perlengkapan heatter, skimmer, termometer dan pompa filter. Desain akuarium untuk perlakuan malam hari dapat dilihat pada Gambar 38. Akuarium untuk perlakuan siang hari adalah bak fiber yang digunakan sebagai bak pemeliharaan. Pada saat perlakuan, bak dibuat skala dengan tali rafia yang diikatkan pada dinding bak. Desain bak perlakuan siang hari dapat dilihat pada Gambar 39. Tampak samping Video camera
heater
TV Monitor
50 cm
Pompa air
30 cm aerator
heatter skimmer
50 cm Pompa air
aerator
heatter
50 cm
100 cm
Tampak atas
Gambar 38 Desain akuarium perlakuan dark condition
50 cm
99
Tampak samping Video camera
TV Monitor
heatter
100 cm 70 cm
aerator
50 cm aerato r
heatter skimme r
100 cm
230 cm
Tampak atas Gambar 39 Desain bak perlakuan light condition
100 (3) Alat penelitian Alat yang digunakan selama penelitian tersaji pada Tabel 10. Tabel 10 Alat-alat yang digunakan dalam penelitian : Alat
Kegunaan
Pompa, pipa, selang, aerator, air stone
Sistem sirkulasi
Skimmer
Menyaring sisa-sisa makanan dan kotoran ikan
Heater (pemanas air)
Mempertahankan suhu air laut
Saringan besar (diam. 70 cm)
Memindahkan ikan
Saringan kecil (diam. 40 cm)
Mengambil sisa-sisa makanan dan kotoran ikan
Selang
Menyipon bak
Termometer
Mengukur suhu air laut
pH paper
Mengukur kadar pH air laut
Refraktometer
Mengukur salinitas air laut
Sekat dari tripleks
Menghalangi ikan bergerak maju sebelum perlakuan dimulai
Kayu
Media menggantungkan umpan
Benang jahit
Menggantungkan umpan
Kertas skala dari karton
Skala yang dipasang di bawah akuarium perlakuan
Roll meter
Mengukur bak dan akuarium
Jangka sorong
Mengukur panjang ikan dan umpan
Stop watch (ketelitian 1 detik)
Mengukur waktu perlakuan
Digital camera powershot A430
dengan 4 mega pixel Handycame DVD 800x optical zoom dengan fasilitas night shoot TV Turner (MPEG-1, MPEG-2 Converter) Note book (RAM 512 MB, Processor 2,6 GHz, HD 60 GB) Alat tulis
Mendokumentasikan alat-alat penelitian Merekam respons ikan terhadap umpan Menghubungkan handycame ke note book Media pengamatan dan pengolahan data Mencatat data
101 (4) Bahan penelitian Bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: (1) Ikan kerapu sunu (Plectropomus maculatus), kerapu macan (Epinephelus fuscoguttatus), dan kerapu karet (Epinephelus heniochus) dengan sebaran ukuran panjang total antara 25–35 cm. (2) Makanan ikan berupa ikan layang, tembang, selar dan udang. (3) Umpan terdiri atas umpan alami, yaitu ikan layang (Decapterus russelli), udang krosok (Parapenaeopsis sculptitis) dan gonad bulu babi (Diadema setosum), serta umpan buatan, yaitu umpan A (minyak ikan 5%), umpan B (minyak ikan 15%), umpan C (minyak ikan 25%) dan umpan D (minyak ikan 35%). (4) Air laut yang didatangkan dari Ancol, Jakarta dan air laut yang berasal dari perairan pantai Kartini, Jepara.
6.2.3 Pengumpulan data 6.2.3.1 Jenis penelitian Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dan metode eksperimental di laboratorium. Dalam penelitian ini, keadaan bak pemeliharaan maupun akuarium perlakuan dibuat sedemikian rupa sehingga kondisinya mendekati kondisi di alam dan dapat terkontrol.
6.2.3.2 Prosedur penelitian Tahap-tahap pelaksanaan penelitian adalah sebagai berikut : 1) Tahap persiapan dan pemeliharaan ikan kerapu Tahap persiapan dilaksanakan pada bulan Juni 2007 dengan mempersiapkan bak untuk pemeliharaan ikan, akuarium filter, dan akuarium untuk perlakuan. Bak-bak tersebut disikat dan dibilas dengan air tawar untuk menghilangkan kotoran yang menempel. Setelah dibilas kemudian dilap dan dikeringkan. Alat-alat sirkulasi juga dicuci dan dikeringkan sebelum dipasang. Bak yang sudah kering kemudian diisi dengan air laut dan
102 dihubungkan dengan pipa ke akuarium filter menggunakan pompa. Salinitas dan suhu air laut dalam bak setiap hari dikontrol agar tetap optimal. Bak pemeliharaan ikan disirkulasi selama dua minggu sebelum ikan kerapu dimasukkan ke dalam bak. Ikan kerapu macan yang digunakan dalam penelitian berasal dari karamba. Sebelum dimasukkan ke dalam bak, ikan kerapu terlebih dahulu dibilas dengan air tawar agar kuman dan jamur dari air laut yang melekat pada tubuh ikan mati. Biasanya ikan akan mengalami stress bila dipindahkan ke lingkungan yang baru sehingga harus dilakukan aklimatisasi terlebih dahulu. Aklimatisasi dilaksanakan pada bulan Juni sampai Agustus 2007. Ikan-ikan dibiarkan dalam bak agar dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan barunya. Selama aklimatisasi, ikan diberi makan dua kali sehari, yaitu pagi antara pukul 08.00–09.00 WIB dan sore antara pukul 16.00–17.00 WIB. Ukuran makanan disesuaikan dengan bukaan mulut ikan. Sisa- sisa makanan dan kotoran ikan diambil dengan menggunakan saringan. Penyiponan bak dilakukan dua kali dalam seminggu, dan pergantian air laut sebanyak 25% dilakukan dua minggu sekali.
2) Starvasi ikan uji Starvasi dilakukan sebelum perlakuan, yang bertujuan untuk mengkondisikan ikan dalam keadaan lapar sehingga ikan benar-benar memberikan respons terhadap umpan. Berdasarkan uji coba pendahuluan, ikan menunjukkan respons yang baik terhadap umpan setelah starvasi selama 2 x 24 jam.
3) Pengambilan data utama Pengambilan data dilakukan pada malam hari di dalam akuarium perlakuan yang dikelilingi oleh plastik mulsa hitam untuk menciptakan suasana gelap tanpa ada cahaya sama sekali (dark condition). Hal ini dimaksudkan agar pada saat perlakuan ikan hanya menggunakan organ penciumannya dalam merespons umpan. Setiap umpan di ujicoba sebanyak
103 tiga hingga sepuluh kali ulangan. Perlakuan umpan diuji secara acak. Ikan uji dipindahkan dari bak pemeliharaan kemudian dibiarkan berorientasi selama 5 menit. Setelah itu, ikan uji digiring ke ujung akuarium (area start) dan sekat perlakuan dipasang. Umpan dipasang pada jarak 50 cm dari sekat dan 2 cm dari dasar akuarium. Selama perlakuan, air stone dipasang pada jarak 100 cm dari sekat perlakuan, sehingga dapat membantu penyebaran bau dari umpan. Desain akuarium perlakuan pada malam hari dan pembagian fase respons terlihat pada Gambar 40. Umpan yang digunakan adalah potongan daging ikan layang, udang krosok yang telah dikupas, dan gonad bulu babi yang dibungkus dengan kain kasa. Pengamatan dilakukan menggunakan handycam dengan night shoot dan dihubungkan ke laptop dengan menggunakan TV turner. Pengamatan dilakukan sampai terjadi finding terhadap umpan, dengan batas waktu maksimal 1 jam. Setelah perlakuan selesai, ikan dipindahkan ke bak pemeliharaan kemudian langsung diberikan makan. Sebelum melakukan perlakuan selanjutnya, ikan diaklimatisasi selama dua hari baru kemudian dipuasakan selama dua hari. Apabila kondisi ikan menurun, aklimatisasi dilakukan lebih lama sebelum dipuasakan kembali. Parameter yang digunakan apakah kondisi ikan baik atau menurun, yaitu dengan melihat pola makannya. Jika selera makan ikan menurun, berarti kondisinya juga menurun.
104
Tampak samping
heater Pompa air 2 cm
aerator
50 cm heatter skimmer umpan Pompa air
aerator
heatter Area finding
Area arousal
Area start
Area searching
Tampak atas Gambar 40 Pembagian fase respons ikan kerapu terhadap umpan (tampak atas)
Pengambilan data untuk waktu respons penglihatan dilakukan pada light condition pada bak perlakuan dengan kondisi umpan ikan, udang krosok, gonad bulu babi, dan salah satu umpan buatan yang dibungkus dengan plastik transparan. Hal tersebut bertujuan agar ikan uji merespons umpan hanya dengan menggunakan organ penglihatannya. Pada saat perlakuan, ikan uji digiring ke ujung bak dan sekat dipasang. Umpan digantung pada jarak 200 cm dari posisi start awal ikan dan 20 cm dari
dasar
bak
pengamatan.
Pengamatan
dilakukan
menggunakan
105 handycamera. Pengambilan data dimulai setelah umpan dipasang dan sekat diambil secara perlahan. Pengamatan dilakukan sampai ikan uji mendekati umpan dengan batas waktu maksimal 1 jam. Selama pengamatan aerator dibiarkan beroperasi agar kondisi bak sama seperti kondisi biasanya. Setelah pengamatan selesai dilakukan, umpan kemudian diangkat dan ikan diberi makan seperti biasa. Untuk melakukan pengamatan berikutnya, ikan harus diaklimatisasi kembali selama dua hari, karena apabila pengamatan dilakukan secara terus menerus dapat menyebabkan ikan mengalami stres. Desain akuarium perlakuan pada light condition terlihat pada Gambar 41.
Tampak atas aerator
heatter
umpan skimme r
umpan
100 cm
umpan
200 cm
Gambar 41 Desain akuarium perlakuan pada light condition 6.2.4 Analisis data Data waktu respons ikan kerapu terhadap umpan, baik pada fase arousal, searching, dan finding dianalisis dengan menggunakan analisis statistik median test.
6.2.4.1 Respons tingkah laku ikan kerapu mendekati umpan Respons tingkah laku ikan yang telah direkam dengan handycam, dianalisis secara deskriptif untuk mengetahui pola tingkah laku pada light dan dark condition. Analisis tingkah laku makan dilakukan dengan mengamati tingkah laku
106 makan ikan di laboratorium, baik tingkah laku ikan pada saat pemeliharaan ataupun pada saat ikan diberi perlakuan dengan umpan. Tingkah laku yang diamati pada saat pemeliharaan maupun perlakuan adalah respons ketika ikan menghadapi umpan yang diberikan. Selain itu, sebagai koreksi dari hasil histologi retina mata ikan, maka diamati pula apakah benar sumbu penglihatan ikan menghadap ke arah depan-naik (upper-fore) pada perlakuan siang hari.
6.2.4.2 Respons penglihatan ikan kerapu terhadap perbedaan umpan Respons penglihatan dan penciuman ikan terhadap perbedaan umpan dalam bentuk data waktu dianalisis dengan uji statistik. Data waktu respons diambil dengan mengukur waktu ketika ikan mulai menghampiri atau menyentuh salah satu jenis umpan. Untuk unit percobaan diasumsikan sebagai berikut : (1) Kondisi air dalam bak mendekati kondisi sebenarnya di alam; (2) Panjang total tubuh dan bukaan mulut ikan dianggap sama; (3) Kondisi ikan di laboratorium dianggap sama dengan kondisi ikan di perairan terbuka; (4) Kondisi ikan dilaboratorium dianggap sama untuk setiap perlakuan; dan (5) Kondisi umpan dianggap sama untuk setiap perlakuan.
6.2.4.3 Respons penciuman ikan kerapu terhadap perbedaan umpan Respons
penciuman
ikan
terhadap
perbedaan
umpan
dianalisis
berdasarkan data nilai rataan waktu respons ikan pada fase arousal, searching, dan finding pada masing-masing jenis umpan. Data tersebut selanjutnya dibandingkan untuk mengetahui besarnya pengaruh perbedaan umpan pada waktu respons penciuman ikan kerapu dengan analisis statistik median-test. Untuk unit percobaan diasumsikan sebagai berikut : (1) Kondisi air dalam bak mendekati kondisi sebenarnya di alam; (2) Panjang total tubuh dan bukaan mulut ikan dianggap sama; (3) Kondisi ikan di laboratorium dianggap sama dengan kondisi ikan di perairan terbuka; (4) Kondisi ikan dilaboratorium dianggap sama untuk setiap perlakuan; dan
107 (5) Kondisi umpan dianggap sama untuk setiap perlakuan.
6.3 Hasil 6.3.1 Pola tingkah laku makan ikan kerapu Berdasarkan hasil pengamatan di laboratorium selama masa pemeliharaan dari ketiga jenis ikan kerapu, tingkah laku makannya berbeda-beda dalam merespons umpan yang diberikan. Tingkah laku ikan tersebut dapat dikelompokkan menjadi tiga tipe: (1) Ketika umpan dilempar, ikan akan langsung memakan umpan tanpa mengidentifikasinya terlebih dahulu. (2) Ikan yang terlebih dahulu mengidentifikasi umpan, segera mendekati umpan untuk dimakan atau tidak. (3) Ikan yang membiarkan umpan jatuh sampai ke dasar bak kemudian mengidentifikasi umpan tersebut untuk memakan atau tidak memakan umpan tersebut. Dari ketiga tipe tersebut presentase terbesar terdapat pada tipe pertama sebesar 46,7%, diikuti dengan tipe kedua sebesar 30%, dan tipe terakhir sebesar 23,3%. Untuk tipe pertama dan kedua posisi makanan masih melayang dalam air dan masih berada pada kedalaman yang lebih dangkal dari pada kedalaman ikan. Untuk tipe ketiga dalam mendeteksi makanannya selain dengan indera penglihatan ikan juga dibantu dengan indera penciumannya.
6.3.2 Analisis respons penglihatan ikan kerapu terhadap umpan Respons ikan terhadap umpan ditentukan oleh beberapa faktor antara lain jenis, ukuran umpan, bentuk umpan, dan kandungan kimia. Respons ikan terhadap bentuk umpan dipengaruhi oleh faktor penglihatan ikan. Selama perlakuan siang hari ikan kerapu hanya menggunakan organ penglihatannya untuk mendeteksi umpan dalam kondisi umpan terbungkus rapat. Posisi awal ikan kerapu sebelum umpan dimasukkan dalam bak penelitian selalu berada di pojok akuarium perlakuan. Beberapa menit kemudian, ikan mulai melakukan pergerakan di daerah start, karena timbulnya keinginan untuk
108 mengetahui adanya benda yang masuk dalam bak tersebut (rheotaksis). Ikan kerapu mulai merespons dengan bergerak keluar dari start, yang disebut fase arousal. Fase ini dimulai pada saat ikan mulai bereaksi terhadap adanya rangsangan/menerima rangsangan (Ferno dan Olsen 1994). Fase finding adalah fase ketika ikan menemukan umpan dan melakukan uptake (mengambil/memakan umpan). Pada perlakuan kontrol yang dilakukan tanpa memberikan umpan, ikan tidak melakukan pergerakan keluar daerah start, melainkan hanya melakukan pergerakan di dalamnya. Pola tingkah laku ikan kerapu macan mendekati umpan selama pengamatan diindentifikasi sebanyak tiga macam pola. Pola tingkah laku ini berhubungan dengan fase arousal dan finding. Ke tiga pola tingkah laku ikan adalah sebagai berikut: (1) Pola tingkah laku 1 Ikan diam di area start, kemudian setelah timbul ketertarikan melihat bentuk umpan (arousal), ikan berenang keluar dari start. Ikan menyusuri pinggiran bak dan berhenti sejenak sebelum bergerak lagi mendekati
keberadaan
makanan/umpan
(finding)
untuk
melakukan
identifikasi makanan (Gambar 42). Tampak atas
umpan
finding umpan
arousal
umpan
Gambar 42 Pola pertama tingkah laku ikan mendekati umpan yang dibungkus
109 (2) Pola tingkah laku 2 Ikan mulai bergerak keluar dari area start (arousal) dan kemudian bergerak lurus di tengah bak perlakuan menuju posisi umpan kemudian menyentuh salah satu umpan (finding) (Gambar 43). Tampak atas
umpan arousal
umpan
umpan finding
Gambar 43 Pola kedua tingkah laku ikan mendekati umpan yang dibungkus (3) Pola tingkah laku 3 Ikan mulai bergerak menyusuri dinding bak untuk keluar dari area start (arousal) karena tertarik dengan adanya objek benda yang masuk dalam bak. Ikan berenang melaju menyusuri dinding bak hingga pada pojok bak. Ikan berhenti sesaat untuk melakukan identifikasi objek/umpan, kemudian mulai mendekati umpan/makanan dan menyentuhnya (finding) (Gambar 44).
110
Tampak atas
umpan
finding
arousal
umpan
umpan
Gambar 44 Pola ketiga tingkah laku ikan mendekati umpan yang dibungkus
1) Waktu rata-rata arousal Waktu respons arousal adalah waktu ketika ikan bergerak keluar dari area awal (start). Berdasarkan hasil perlakuan, perbedaan umpan alami antara umpan gonad bulu babi, umpan udang, dan umpan ikan pada kondisi umpan terbuka maupun dibungkus plastik transparan diperoleh perbedaan rata-rata waktu arousal. Tahap arousal, pada kondisi umpan terbuka ikan kerapu sunu saat mendeteksi umpan ikan dengan waktu tercepat (0,32 0,004 menit), diikuti umpan udang (0,32±0,06 menit), dan umpan gonad bulu babi (0,76±0,20 menit). Pada umpan yang tertutup/dibungkus, ikan kerapu dapat mendeteksi umpan ikan dengan waktu tercepat (0,29 0,13 menit), diikuti umpan udang (1,41±0,12 menit), dan umpan gonad bulu babi (4,84±0,12 menit). Pada ikan kerapu macan, tahap arousal tercepat pada umpan yang terbuka juga terjadi pada umpan ikan (0,06±0,30 menit), diikuti umpan gonad bulu babi (0,25±0,04 menit), dan umpan udang (0,57±0,33 menit). Kondisi umpan yang ditutup/dibungkus dengan plastik transparan, ikan kerapu memberikan waktu respons tercepat pada umpan ikan (0,86±0,51 menit), diikuti umpan udang (3,81±2,63 menit), dan umpan gonad bulu babi (6,89±4,42 menit).
111 Demikian pula pada ikan kerapu karet, arousal tercepat dengan kondisi umpan terbuka terjadi pada umpan udang (4,40 2,23 menit), diikuti umpan ikan (4,78±2,02 menit), dan umpan gonad bulu babi (5,94±1,89 menit). Kondisi umpan yang tertutup, menunjukkan respons ikan kerapu karet yang tercepat terjadi pada umpan gonad bulu babi (4,71 0,26 menit), diikuti umpan udang (5,45±0,03 menit), dan yang paling lama adalah umpan ikan (24,18±0,72 menit). Hubungan antara waktu rata-rata respons arousal dengan jenis umpan pada ketiga jenis ikan kerapu disajikan pada Gambar 45, Gambar 46, dan Gambar 47. Waktu arousal (menit)
6 4,84±0,12
5 4 3 2 1
1,41±0,12 0,76±0,20 0,32±0,06
0,32±0,004 0,29±0,13
0 Buka
Tutup
Buka
Bulu Babi
Tutup Udang
Buka
Tutup Ikan
Jenis dan kondisi umpan
Gambar 45 Hubungan waktu rata-rata arousal ( x SE ) (menit) dengan jenis dan kondisi umpan alami pada ikan kerapu sunu
Waktu arousal (menit)
12.000
6,89±4,42
10.000 8.000 3,81±2,63 6.000 4.000 2.000
0,57±0,33
0,25±0,04
0,86±0,51 0.06±0,3
0.000 Tutup
Buka
Bulu Babi
Tutup
Buka Udang
Tutup
Buka Ikan
Jenis dan kondisi um pan
Gambar 46 Hubungan waktu rata-rata arousal ( x SE ) (menit) dengan jenis dan kondisi umpan alami pada ikan kerapu macan
112
Waktu arousal (menit)
30.00 24.18±0,72
25.00 20.00 15.00 10.00
5,94±1,89 4,71±0,26
5.45±0,03
4.40±2,33
4.78±2,02
5.00 0.00 Tutup
Buka
Bulu Babi
Tutup
Buka Udang
Tutup
Buka Ikan
Jenis dan kondisi um pan
Gambar 47 Hubungan waktu rata-rata arousal ( x SE ) (menit) dengan jenis dan kondisi umpan alami pada ikan kerapu karet 2) Waktu rata-rata finding Waktu rata-rata tercepat ikan kerapu sunu menemukan umpan (finding) pada kondisi umpan terbuka terjadi pada umpan udang (0,99±0,11 menit); umpan gonad bulu babi (1,39±0,08 menit), dan selanjutnya pada umpan ikan (2,01±0,07 menit). Pada umpan yang tertutup plastik transparan, waktu rata-rata tercepat ketika ikan kerapu sunu menemukan umpan ikan (0,45±0,04 menit), umpan udang (1,63±0,27 menit), dan umpan gonad bulu babi (5,73±0,29 menit). Pada ikan kerapu macan waktu rata-rata tercepat saat menemukan umpan yang terbuka (finding) terjadi pada umpan ikan (0,13±0,03 menit), diikuti umpan gonad bulu babi (0,38±0,08 menit), dan yang terakhir umpan udang (0,73±0,42 menit). Pada umpan yang tertutup, rata-rata waktu respons tercepat terjadi pada umpan ikan (0,98±0,51 menit), kemudian umpan udang (4,39±2,85 menit), dan umpan gonad bulu babi (8,76±4,93 menit) Waktu rata-rata respons tercepat pada ikan kerapu karet terhadap umpan yang terbuka diawali pada umpan ikan (5,15±2,17 menit), umpan gonad bulu babi (7,68±2,95 menit), dan umpan udang (7,73±0,39 menit). Pada kondisi umpan ditutup plastik, rata-rata waktu respons tercepat adalah pada umpan gonad bulu babi (5,85±0,03 menit), diikuti oleh umpan udang (6,41±0,01 menit), dan waktu respons terlama adalah umpan ikan (28,70±2,15 menit).
113 Hubungan antara waktu rata-rata finding (menit) dengan jenis umpan buatan disajikan pada Gambar 48, Gambar 49 dan Gambar 50 .
Waktu finding (menit)
7.000 5.73±0.29
6.000 5.000 4.000 3.000 2.000
1.63±0.27
1.39±0.08
2.01±0.07
0.99±0.11 0.45±0.04
1.000 0.000 Buka
Tutup
Buka
Bulu Babi
Tutup
Buka
Udang
Tutup Ikan
Jenis dan kondisi um pan
Gambar 48 Hubungan waktu rata-rata finding ( x SE ) (menit) dengan jenis dan kondisi umpan alami pada ikan kerapu sunu
Waktu finding (menit)
16.00 14.00
8,76±4,93
12.00 10.00 4,39±2,85
8.00 6.00 4.00 2.00
0,38±0,08
0,73±0,42
0,98±0,51
Buka
Tutup
0,13±0,03
0.00 Tutup
Buka
Bulu Babi
Tutup Udang
Buka Ikan
Jenis dan kondisi um pan
Gambar 49 Hubungan waktu rata-rata finding ( x SE ) (menit) dengan jenis dan kondisi umpan alami pada ikan kerapu macan
114
Waktu finding(menit)
35.00
28,70±2,15
30.00 25.00 20.00 15.00 10.00
7,68±2,95 6,41±0,01
5,85±0,03
5,15±2,17
7,73±0,39
5.00 0.00 Tutup
Buka
Bulu Babi
Tutup
Buka
Tutup
Udang
Buka Ikan
Jenis dan kondisi um pan
Gambar 50 Hubungan waktu rata-rata finding ( x SE ) (menit) dengan jenis dan kondisi umpan alami pada ikan kerapu karet Hasil uji statistik dengan menggunakan uji median menunjukkan bahwa pada fase arousal, tidak adanya respons ikan kerapu sunu, kerapu macan dan kerapu karet dengan adanya kondisi umpan (buka dan tutup) (nilai sig. 0,13
α
0,05). Namun berdasarkan hasil analisis dengan perbedaan jenis kerapu menunjukkan adanya perbedaan yang nyata (nilai sig. 0,00
α 0,05) yang
mengindikasikan bahwa tingkah laku antar kerapu tidak sama ketika mendeteksi keberadaan umpan.
6.3.3 Respons penciuman ikan kerapu terhadap umpan Selama perlakuan kondisi gelap, ikan kerapu hanya menggunakan organ penciumannya untuk mendeteksi umpan, baik pada umpan alami maupun umpan buatan. Posisi awal ikan kerapu sebelum sekat dibuka selalu berada di pojok akuarium perlakuan. Setelah sekat dibuka, ikan masih melakukan pergerakan di daerah start, kemudian setelah timbul rangsangan bau, ikan kerapu mulai merespons dengan bergerak keluar dari start, yang disebut fase arousal. Fase ini dimulai pada saat ikan mulai bereaksi terhadap adanya rangsangan bau (Ferno dan Olsen 1994). Pada perlakuan kontrol yang dilakukan tanpa memberikan umpan, ikan tidak melakukan pergerakan keluar daerah start, melainkan hanya melakukan pergerakan di dalamnya. Setelah berhenti sejenak untuk memastikan apakah bau
115 yang timbul adalah makanan (identifikasi), ikan mulai bergerak kembali untuk menemukan keberadaan umpan (searching), sampai akhirnya ikan menemukan umpan dan memakannya atau hanya menyentuh saja dengan mulutnya (finding). Pergerakan ikan selalu menyusuri dinding akuarium. Hal tersebut diduga untuk mempermudah orientasi ikan dalam keadaan gelap. Pola tingkah laku ikan kerapu macan mendekati umpan selama pengamatan diindentifikasi sebanyak 4 macam pola. Pola tingkah laku ini berhubungan dengan fase arousal, searching dan finding. Keempat pola tingkah laku ikan adalah sebagai berikut: (1) Pola tingkah laku 1 Ikan bergerak di dalam area start, kemudian setelah timbul rangsangan bau, ikan berenang keluar dari start. Ikan berhenti sejenak di depan garis start sebelum bergerak lagi untuk mencari keberadaan makanan (umpan). Selama searching, ikan berorientasi dengan menyusuri dinding akuarium, sampai pada aerator ikan berhenti lagi, kemudian berenang lagi dan berhenti di samping umpan untuk melakukan identifikasi makanan. Sesaat kemudian ikan bergerak mendekati
umpan dan langsung
menyambarnya (Gambar 51).
Gambar 51 Pola pertama tingkah laku ikan mendekati umpan (2) Pola tingkah laku 2 Ikan bergerak menyusuri dinding di dalam start area terlebih dahulu, kemudian setelah timbul rangsangan bau ikan berenang keluar dan
116 berhenti sejenak di depan start untuk memastikan bau yang timbul adalah makanan. Kemudian ikan mulai melakukan searching dan berenang menyusuri dinding akuarium, sampai pada aerator ikan berhenti lagi. Ikan bergerak lagi menyusuri dinding akuarium dan berhenti di samping umpan. Setelah identifikasi, ikan bergerak mendekati umpan tetapi tidak memakannya. Ikan hanya menyentuh umpan dengan mulutnya kemudian langsung bergerak kembali ke start area (Gambar 52).
Gambar 52 Pola kedua tingkah laku ikan mendekati umpan
(3) Pola tingkah laku 3 Selama berada di daerah start, ikan hanya diam di pojok akuarium. Setelah timbul rangsangan bau, ikan langsung bergerak keluar dan berhenti sejenak di depan start untuk melakukan identifikasi terhadap bau yang timbul. Ikan berenang menyusuri dinding akuarium untuk mencari keberadaan makanan (umpan). Ikan berhenti di belakang aerator kemudian bergerak lagi dan diam di samping umpan untuk melakukan identifikasi. Setelah beberapa saat, ikan bergerak menghampiri umpan dan memakannya (Gambar 53).
117
Gambar 53 Pola ketiga tingkah laku ikan mendekati umpan
(4) Pola tingkah laku 4 Ikan bergerak menyusuri dinding di dalam area start. Setelah terangsang adanya bau, ikan keluar dan berhenti di depan start untuk memastikan bau yang timbul adalah makanan. Ikan berenang menyusuri dinding akuarium untuk mencari keberadaan makanan (umpan). Orientasi dilakukan dengan mengelilingi akuarium, setelah sampai lagi ke start ikan berbalik ke arah umpan dan diam sejenak di depannya, baru kemudian bergerak mendekati dan memakannya (Gambar 54).
Gambar 54 Pola keempat tingkah laku ikan mendekati umpan Respons penciuman ikan kerapu sunu, kerapu macan dan kerapu karet terhadap umpan alami dapat dilihat dari reaksi ikan setelah keluar dari batas awal (starting area) sampai menemukan umpan yang dipasang. Waktu yang
118 dibutuhkan ikan sampai menemukan umpan buatan dibagi menjadi tiga ketegori waktu, yaitu arousal, searching, dan finding. Waktu respons arousal adalah waktu ketika ikan bergerak keluar dari area awal (start). Waktu searching adalah waktu pada saat ikan mulai bergerak untuk menemukan keberadaan umpan yang terjadi setelah ikan melakukan arousal dan berhenti sejenak di depan start untuk mengidentifikasi bau yang ditimbulkan dari umpan buatan yang dipasang. Adapun waktu finding adalah waktu pada saat ikan telah menemukan umpan, baik ikan hanya berada di sekitar umpan (2 cm), menyentuh dengan mulut atau langsung memakannya (uptake).
6.3.3.1 Umpan alami (natural bait) (1) Waktu rata-rata arousal Waktu respons arousal adalah waktu ketika ikan bergerak keluar dari area awal (start). Berdasarkan hasil perlakuan, perbedaan formulasi umpan alami antara umpan gonad bulu babi, umpan udang dan umpan ikan diperoleh perbedaan rata-rata waktu arousal. Tahap arousal pada ikan kerapu sunu saat mendeteksi umpan ikan menunjukkan waktu tercepat (1,41 0,02 menit), diikuti umpan gonad bulu babi (2,66±0,16 menit), dan yang paling lama adalah umpan udang (3,83±0,78 menit). Pada ikan kerapu macan, tahap arousal tercepat juga terdapat pada umpan udang (2,55±0,25 menit) dan yang paling lama adalah umpan gonad bulu babi (4,24±0,40 menit). Pada ikan kerapu karet, arousal tercepat terdapat pada umpan ikan (5,83 0,41 menit), diikuti umpan udang (6,63±0,29 menit), dan yang paling lama adalah umpan gonad bulu babi (7,44±0,18 menit). Hubungan antara waktu rata-rata respons arousal dan jenis umpan pada ketiga jenis ikan kerapu disajikan pada Gambar 55, Gambar 56 dan Gambar 57.
Waktu arousa l (menit)
119
5 4.5 4 3.5 3 2.5 2 1.5 1 0.5 0
3.83±0.78
2.66±0.16
Bulu Babi Udang Ikan
1.41±0.02
Gonad bulu babi
Udang
Ikan
Jenis umpan
Waktu arousa l (menit)
Gambar 55 Hubungan waktu rata-rata respons arousal ( x SE ) (menit) terhadap jenis umpan alami pada ikan kerapu sunu 4.24±0.40
5.00 4.50 4.00 3.50 3.00 2.50 2.00 1.50 1.00 0.50 0.00
3.03±0.26 2.55±0.25
Bulu Babi Udang Ikan
Gonad
Jenis um 1 pan Udang
Ikan
Gambar 56 Hubungan waktu rata-rata respons arousal ( x SE ) (menit) terhadap jenis umpan alami pada ikan kerapu macan 9 Waktu arousal (menit)
8
7.44±0.18 6.63±0.29
7
5.83±0.41
6
Bulu Babi
5
Udang
4
Ikan
3 2 1 0 Gonad bulu babi
Udang 1
Ikan
Jenis um pan
Gambar 57 Hubungan waktu rata-rata respons arousal ( x SE ) (menit) terhadap jenis umpan alami pada ikan kerapu karet
120 (2) Waktu rata-rata searching Pada ikan kerapu sunu, waktu rata-rata searching yang paling cepat terjadi pada umpan ikan, yaitu 1,97±0,05 menit, diikuti umpan gonad bulu babi, yaitu 2,78±0,16 menit, dan yang terlama adalah umpan udang, yaitu 3,97±0,75 menit. Waktu rata-rata respons searching pada ikan kerapu macan yang paling cepat terjadi pada umpan udang yaitu 3,22±0,27 menit, diikuti pada umpan ikan, yaitu 3,38±0,25 menit, dan yang terakhir pada umpan gonad bulu babi, yaitu 4,71±0,44 menit. Pada ikan kerapu karet, waktu respons searching tercepat terjadi pada umpan ikan, yaitu 6,32±0,41 menit, diikuti umpan udang, yaitu 8,16±0,17 menit, kemudian umpan gonad bulu babi, yaitu 8,30±0,19 menit Hubungan antara waktu rata-rata respons searching dan jenis umpan disajikan pada Gambar 58, Gambar
Waktu searching (menit)
59, dan Gambar 60.
5 4.5 4 3.5 3 2.5 2 1.5 1 0.5 0
3.97±0.75
2.78±0.16
Bulu Babi 1.97±0.05
Udang Ikan
JenisUdang um pan Gonad bulu babi
Ikan
Gambar 58 Hubungan waktu rata-rata searching ( x SE ) (menit) terhadap jenis umpan alami pada ikan kerapu sunu
121
Waktu searching (menit)
6.00 4.71±0.44 5.00 4.00
3.22±0.27
3.38±0.25 Bulu Babi
3.00
Udang Ikan
2.00 1.00 0.00 um 1 pan Gonad bulu babi JenisUdang
Ikan
Gambar 59 Hubungan waktu rata-rata searching ( x SE ) (menit) terhadap jenis umpan alami pada ikan kerapu macan
8.3±0.19
Waktu searching (menit)
9
8.16±0.17
8 6.32±0.41
7 6
Bulu Babi
5
Udang
4
Ikan
3 2 1 0
Gonad bulu babi
1 udang
ikan
Jenis um pan
Gambar 60 Hubungan waktu rata-rata searching ( x SE ) (menit) terhadap jenis umpan alami pada ikan kerapu karet (3) Waktu rata-rata finding Waktu rata-rata finding tercepat ikan kerapu sunu menemukan umpan terjadi pada umpan ikan, yaitu 2,13±0,06 menit, dan umpan gonad bulu babi, yaitu 2,83±0,16. Selanjutnya, waktu respons rata-rata yang paling lama adalah umpan udang, yaitu 5,00±1,04 menit. Pada ikan kerapu macan waktu rata-rata finding tercepat saat menemukan umpan terjadi pada umpan gonad bulu babi, yaitu 8,48±0,54 menit, selanjutnya
122 umpan udang, yaitu 9,94±0,96 menit, dan yang paling lama adalah umpan ikan, yaitu 10,23±0,57 menit. Waktu rata-rata respons finding tercepat pada ikan kerapu karet terhadap jenis umpan alami sama dengan ikan kerapu macan, yaitu diawali pada umpan ikan, yaitu 6,37±0,41 menit, selanjutnya umpan udang, yaitu 8,29±0,15 menit, dan waktu rata-rata yang paling lama adalah umpan gonad bulu babi, yaitu 8,45±0,19 menit. Hubungan antara waktu rata-rata finding (menit) dan jenis umpan alami disajikan pada Gambar 61, Gambar 62, dan Gambar 63.
7 7
5
6
4 3 2 1 0
Waktu finding (menit)
Waktu finding (menit)
5±1.04
6
5±1.04
Bulu Babi
5
Udang Bulu Babi
4 2.83±0.16 3
2.13±0.06
2.83±0.16
2.13±0.06
Udang Ikan Ikan
2 1 0 Gonad bulu babi
udang
ikan
Jenis umpan Jenis um pan
Gambar 61 Hubungan waktu rata-rata finding ( x SE ) (menit) dengan jenis umpan buatan pada ikan kerapu sunu
123
12.00 9.49±0.96
Waktu finding (menit)
10.00
10.23±0.57
8.48±0.54
8.00 Bulu Babi Udang
6.00
Ikan 4.00 2.00 0.00 Jenisudang um Gonad bulu babi 1 pan
ikan
Gambar 62 Grafik hubungan antara waktu rata-rata finding ( x SE ) (menit) dengan jenis umpan alami pada ikan kerapu macan 10 8.45±0.19
Waktu finding (menit)
9
8.29±0.15
8 6.37±0.41
7 6
Bulu Babi
5
Udang
4
Ikan
3 2 1 0
Gonad bulu babi udang Jenis um pan
ikan
Gambar 63 Hubungan waktu rata-rata finding ( x SE ) (menit) dengan jenis umpan alami pada ikan kerapu karet
6.3.3.2 Umpan buatan (artificial bait) (1) Waktu rata-rata arousal Waktu respons arousal adalah waktu ketika ikan bergerak keluar dari area awal (start). Berdasarkan hasil perlakuan, perbedaan formulasi umpan buatan antara umpan A (minyak ikan 5%), umpan B (minyak ikan 15%), umpan C (minyak ikan 25%), dan umpan D (minyak ikan 35%) diperoleh perbedaan ratarata waktu arousal. Tahap arousal pada ikan kerapu sunu saat mendeteksi umpan B menunjukkan waktu tercepat (0,26 0,02 menit), diikuti umpan D (0,27±0,03
124 menit), umpan C (0,34±0,09 menit), dan yang paling lama adalah umpan A (0,40±0,06 menit). Pada ikan kerapu macan, tahap arousal tercepat juga terdapat pada umpan B (2,09±0,28 menit), diikuti umpan D (2,50±0,25 menit), umpan C (4,12±0,43 menit) dan yang paling lama adalah umpan A (6,16±0,77 menit). Demikian pula pada ikan kerapu karet, arousal tercepat juga terdapat pada umpan B (2,79 0,26 menit), diikuti umpan D (3,44±0,24 menit 2,50±0,25 menit), umpan C (4,66±0,5 menit), dan yang paling lama adalah umpan A (6,92±0,59 menit). Hubungan antara waktu rata-rata respons arousal dan jenis umpan pada ketiga
Waktu arousal (menit)
jenis ikan kerapu disajikan pada Gambar 64, Gambar 65, dan Gambar 66. 0.50 0.45 0.40 0.35 0.30 0.25 0.20 0.15 0.10 0.05 0.00
0.40+0.06 0.34+0.09
0.26+0.02
0.27+0.03
Umpan A Umpan B Umpan C Umpan D
umpan A umpan B umpan C umpan D 1 Jenis um pan
Gambar 64 Hubungan waktu rata-rata respons arousal ( x SE ) (menit) dengan jenis umpan buatan pada ikan kerapu sunu
Waktu arousal (menit)
8.00 7.00
6.16±0.77
6.00
Umpan A
5.00
4.12±0.43
Umpan B
4.00 3.00
2.09±0.28
2.50±0.25
2.00
Umpan C Umpan D
1.00 0.00 umpan A umpan B 1umpan C umpan D
Jenis umpan
Gambar 65 Hubungan waktu rata-rata respons arousal ( x SE ) (menit) dengan jenis umpan buatan pada ikan kerapu macan
125
Waktu arousal (menit)
8.00
6.92±0.59
7.00 6.00
4.66±0.5
Umpan A
5.00 3.44±0.24
4.00
Umpan C
2.79±0.26
3.00
Umpan B
Umpan D
2.00 1.00 0.00
umpan A
umpan B umpan C Jenis um pan
umpan D
Gambar 66 Hubungan antara waktu rata-rata respons arousal ( x SE ) (menit) dengan jenis umpan buatan pada ikan kerapu karet (2) Waktu rata-rata searching Pada ikan kerapu sunu, waktu rata-rata searching yang paling cepat pada umpan B, yaitu 0,34±0,03 menit. Selanjutnya diikuti umpan D, yaitu 0,38±0,03 menit, umpan C, yaitu 0,40±0,09, dan yang terlama adalah umpan A, yaitu 0,57±0,04. Waktu rata-rata respons searching pada ikan kerapu macan yang paling cepat ditimbulkan oleh umpan B yaitu, 2,79±0,26 menit, selanjutnya diikuti umpan D, yaitu 3,44±0,24 menit, umpan C, yaitu 4,66±0,50 menit, dan yang terlama adalah umpan A, yaitu 6,92±0,59 menit. Pada ikan kerapu karet, waktu respons searching tercepat adalah pada umpan D, yaitu 5,61±0,62 menit, diikuti oleh umpan B, yaitu 9,26±1,63 menit, kemudian pada umpan C, yaitu 9,36±1,29 menit, dan waktu respons terlama adalah umpan A, yaitu 10,20±0,74 menit. Hubungan antara waktu rata-rata respons searching dan jenis umpan disajikan pada Gambar 67, Gambar 68, dan Gambar 69.
126
0.70
Waktu searching (menit)
0.57+0.04
0.60 0.40+0.09
0.50 0.40
0.34+0.03
0.38+0.03
umpan B 1 umpan C
umpan D
0.30 0.20 0.10 0.00
umpan A
Gambar 67 Hubungan waktu rata-rata searching ( x SE ) (menit) dengan jenis umpan buatan pada ikan kerapu sunu
Waktu searching (menit)
8.00
6.92±0.59
7.00 6.00
Umpan A
4.66±0.50
5.00
3.44±0.24
4.00
Umpan C
2.79±0.26
3.00
Umpan B Umpan D
2.00 1.00 0.00 umpan A
umpan B
1
umpan C
umpan D
Jenis umpan
Gambar 68 Hubungan antara waktu rata-rata searching ( x SE ) (menit) dengan jenis umpan buatan pada ikan kerapu macan
Waktu searching (menit)
12.00
10.20+0.74
9.26+1.63
9.36+1.29
10.00 8.00 5.61+0.62
6.00 4.00 2.00 0.00
umpan A
umpan B 1 umpan C
umpan D
Gambar 69 Hubungan waktu rata-rata searching ( x SE ) (menit) dengan jenis umpan buatan pada ikan kerapu karet
127 (3) Waktu rata-rata finding Waktu rata-rata finding tercepat ikan kerapu sunu menemukan umpan terdapat pada umpan B, yaitu 0,64±0,12 menit, umpan D, yaitu 1,90±0,23, diikuti umpan C, yaitu 2,71±0,09 menit, serta umpan A, yaitu 3,35±0,20 menit. Pada ikan kerapu macan waktu rata-rata finding tercepat saat menemukan umpan D, yaitu 5,21±0,81 menit, umpan C, yaitu 9,36±1,29 menit, selanjutnya umpan B, yaitu 9,94±1,81 menit, dan umpan A, yaitu 10,20±0,75 menit. Waktu rata-rata respons tercepat pada ikan kerapu karet terhadap jenis umpan buatan sama dengan ikan kerapu macan, yaitu diawali pada umpan D, yaitu 6,07±0,69 menit, umpan C, yaitu 10,05±1,26 menit, selanjutnya umpan B, yaitu 10,314±1,88 menit, dan umpan A, yaitu 10,82±0,74 menit. Hubungan antara waktu rata-rata finding (menit) dan jenis umpan buatan disajikan pada Gambar 70, Gambar 71, dan Gambar 72.
4.00
3.35±0.20
Waktu finding (menit)
3.50 2.71±0.09
3.00
Umpan A
2.50
1.90±0.23
2.00
Umpan B Umpan C
1.50
Umpan D 0.64±0.12
1.00 0.50 0.00
umpan A
umpan B um umpan Jenis pan C
umpan D
Gambar 70 Hubungan waktu rata-rata finding ( x SE ) (menit) dengan jenis umpan buatan pada ikan kerapu sunu
128
Waktu finding (menit)
14.00 12.00
10.20±0.74
9.94±1.81 9.36±1.29
10.00
Umpan A
8.00
Umpan B 5.21±0.81
6.00
Umpan C Umpan D
4.00 2.00 0.00
umpan A umpan B 1 umpan C umpan D jenis umpan
Gambar 71 Hubungan waktu rata-rata finding ( x SE ) (menit) dengan jenis umpan buatan pada ikan kerapu macan
14.00
Waktu finding (menit)
12.00
10.82±0.74
10.31±1.88 10.05±1.26
10.00 Umpan A
8.00
6.07±0.69
Umpan B Umpan C
6.00
Umpan D
4.00 2.00 0.00 umpan A
umpan B
umpan C umpan D
Jenis um pan
Gambar 72 Grafik hubungan antara waktu rata-rata finding ( x SE ) (menit) dengan jenis umpan buatan pada ikan kerapu karet Hasil uji statistik median menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan respons (fase arousal, searching dan finding) dari ketiga ikan kerapu terhadap perbedaan jenis umpan alami. Namun dengan perbedaan jenis kerapu memberikan perbedaan pula dalam merespons keberadaan umpan alami. Waktu respons tercepat pada ikan kerapu sunu (rata-rata waktu 2,13 menit) ketika mendetesi umpan ikan, diikuti kerapu karet (rata-rata waktu 6,27 menit) ketika mendeteksi keberadaan umpan ikan, dan yang terakhir kerapu macan (rata-rata waktu 8,48 menit) ketika mendeteksi keberadaan umpan gonad bulu babi.
129 Pada umpan buatan, ikan kerapu sunu, kerapu macan, dan kerapu karet memberikan perbedaan waktu respons, yang artinya bahwa masing-masing jenis kerapu memiliki tingkah laku respons penciuman yang berbeda pada semua jenis umpan buatan. Pada fase arousal, tidak terdapat perbedaan respons ketiga kerapu dengan perbedaan jenis umpan buatan (sig. searching (sig.
0,05), demikian juga pada fase
0,05). Pada fase finding, terdapat perbedaan respons ketiga
kerapu dengan perbedaan jenis umpan buatan (sig.
0,05). Pada kerapu sunu,
respons tercepat terdapat pada umpan B (kandungan minyak ikan 15%), pada kerapu macan, dan karet respons tercepat terdapat pada umpan D (kandungan minyak ikan 35%).
6.3.4
Tingkah laku ikan kerapu terhadap umpan Tingkah laku ikan kerapu sunu, kerapu macan, dan kerapu karet ketika
mendeteksi keberadaan umpan alami (natural bait) adalah berbeda. Hal tersebut berdasarkan analisis statistik uji median (sig.
0,05). Perbedaan tersebut
dikarenakan masing-masing jenis ikan kerapu memiliki tingkah laku yang berbeda ketika melakukan pencarian umpan alami. Dilain pihak, tingkah laku ikan pada fase arousal, searching dan finding pada jenis umpan alami dengan kondisi mata (dikondisikan normal dan dikondisikan buta) dan kondisi umpan (umpan dibuka dan dibungkus) yang berbeda tidak memberikan suatu perbedaan, artinya bahwa dalam keadaan ikan kerapu lapar maka respons ikan terhadap perbedaan kondisi mata dan umpan tetap dapat merangsang aktivitas untuk mencari makanan. Tingkah laku pada kerapu sunu, kerapu macan, dan kerapu karet dalam mendeteksi umpan alami dan buatan dengan menggunakan organ penciuman adalah berbeda. Hal tersebut dibuktikan ketika ketiga jenis ikan kerapu diaklimatisasi selama penelitian, dimana kerapu sunu memiliki tingkah laku yang selalu berenang di kolom perairan dibandingkan kerapu macan dan karet yang selalu berdiam diri di sudut-sudut bak pemeliharaan. Umpan alami memberikan waktu respons fase arousal, searching dan finding yang sama, artinya bahwa ikan melakukan suatu respons menggunakan organ penciuman dengan keberadaan umpan tanpa melihat jenis dari umpan alami sebagai akibat suatu reaksi setelah melalui tahap starvasi 48 jam sebelum
130 dilakukan pengamatan tingkah laku. Pada umpan buatan, tidak terdapat perbedaan waktu respons pada fase arousal dan searching. Artinya keempat jenis umpan buatan memberikan suatu atraktan yang sama terhadap kerapu melalui organ penciumannya. Namun, pada fase finding, terdapat perbedaan respons dari keempat jenis umpan buatan, yaitu pada umpan B (respons dari kerapu sunu) dan umpan D (respons pada kerapu macan dan karet). Hal ini menjelaskan bahwa umpan B dan D memberikan suatu atraktan aroma yang cukup lama untuk dapat direspons pada ketiga kerapu.
6.4 Pembahasan 6.4.1 Pola tingkah laku makan ikan kerapu Ikan kerapu merupakan ikan crepuscular yang aktif mencari makan pada waktu fajar dan senja hari (Indonesia Coral Reef Fundation 2004; Potts 1990). Dalam mendapatkan mangsanya, ikan kerapu biasanya menunggu mangsanya datang atau mendekati persembunyiannya. Dalam mendeteksi mangsanya, umumnya indera yang digunakan adalah indera penglihatan dan indera penciuman. Berdasarkan analisis terhadap organ penglihatan yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya ikan kerapu sunu (Plectropomus maculatus), kerapu macan (Epinephelus fuscoguttatus), dan kerapu karet (Epinephelus heniochus) memiliki sumbu penglihatan ke arah depan naik (upper-fore) sehingga dalam mendapatkan mangsanya ikan kerapu cenderung untuk menangkap mangsa yang berenang di kedalaman yang lebih dangkal dibandingkan dengan posisi kedalaman ikan itu sendiri. Meskipun ikan kerapu memiliki nilai ketajaman penglihatan yang tergolong rendah dibandingkan ikan tuna, namun dengan kondisi perairan terumbu karang yang menjadi habitatnya sangat mendukung penggunaan indera penglihatannya. Persentase terbesar pola tingkah laku makan ikan kerapu pada tipe pertama karena sifat dari ikan kerapu yang mencaplok satu persatu makanan yang diberikan, sebagaimana pendapat yang dikemukakan oleh Muslim dan Slamet (2003) bahwa ikan kerapu termasuk jenis carnivora dan cara makannya mencaplok satu persatu makanan yang diberikan sebelum makanan sampai ke
131 dasar. Ketika ikan kerapu telah memakan makanannya maka akan langsung kembali ke tempat persembunyiannya. Pada kondisi budidaya, ikan kerapu tidak akan berhenti makan jika belum kenyang dan memakan makanan yang sudah jatuh ke dasar bak asalkan ikan masih dalam kondisi lapar, namun apabila sudah kenyang, tidak akan menyergap makanan yang diberikan (Subyakto dan Cahyaningsih 2003). Menurut Ghufran dan Kordi (2005), ikan kerapu (Epinephelus, Cromileptes, Plectropomus) selain dikenal sebagai ikan pemangsa (predator) juga dikenal sebagai piscivore atau pemangsa yang rakus. Dalam mendapatkan mangsanya ikan kerapu macan akan mencari mangsa yang memiliki ukuran lebih kecil atau sama dengan ukuran bukaan mulutnya.
6.4.2 Analisis respons penglihatan ikan kerapu terhadap umpan Respons penglihatan ikan kerapu sunu, kerapu macan dan kerapu karet terhadap umpan alami dapat dilihat dari reaksi ikan setelah keluar dari batas awal (starting area) sampai menemukan umpan yang dipasang. Waktu yang dibutuhkan ikan sampai menemukan umpan buatan dibagi menjadi dua ketegori waktu, yaitu arousal dan finding. Waktu respons arousal adalah waktu ketika ikan bergerak keluar dari area awal (start). Adapun waktu finding adalah waktu pada saat ikan telah menemukan umpan, baik ikan hanya berada di sekitar umpan (2 cm) (identification) atau menyentuh dengan mulut. Liang et al. (1998) membagi tahapan respons makan ikan chinese perch berdasarkan rangsangan organ penglihatan sebagai berikut 1) ikan melihat mangsa/makanan; 2) selanjutnya bergerak perlahan menuju ke arah makanan dan mengitari makanan; 3) melesat ke depan menuju makanan; 4) menggigit makanan dan akhirnya 5) menelan makanan. Oleh karena itu fase searching pada pengamatan organ penglihatan dalam penelitian ini tidak dihitung dengan asumsi bahwa ketika ikan keluar dari batas posisi awal, pada dasarnya ikan sudah dapat mendeteksi keberadaan makanan/umpan mengingat jarak antara starting area ikan dengan posisi umpan 2 m, sedangkan nilai jarak pandang maksimum ketiga jenis ikan tersebut berkisar 4,72–12,59 m dengan diameter umpan 25 mm.
132 Berdasarkan hasil analisis statistik, tidak terdapat perbedaan respons ketiga jenis ikan kerapu pada fase arousal dan finding terhadap kondisi umpan, baik pada kondisi umpan dibuka maupun umpan yang dibungkus. Hal tersebut mengindikasikan bahwa ketiga jenis ikan kerapu mengetahui keberadaan umpan dengan organ penglihatannya dan tertarik untuk mendekati umpan, maka waktu respons antarfase tersebut berlangsung cepat sehingga tidak ada perbedaan analisis waktu respons antarfase. Menurut Lokkeborg (1998), saat ikan mendeteksi keberadaan mangsa/makanan pada jarak dan kondisi cahaya yang dapat diterima ikan, organ penglihatan yang lebih berperan. Hal tersebut diikuti pula dengan kecepatan renang ikan yang meningkat seiring dengan semakin dekatnya jarak antara kedudukan mangsa/makanan dan ikan (Lokkeborg dan Ferno 1999). Menurut Djatikusumo (1975) bahwa salah satu syarat umpan yang digunakan dalam penangkapan adalah mudah dilihat dan disenangi oleh ikan yang menjadi tujuan penangkapan. Pada kondisi umpan yang dibungkus dengan plastik, dari segi tekstur penampakan umpan memberikan suatu ketertarikan pada kerapu pada saat kondisi sedang lapar. Menurut Stoner (2004) bahwa pada kebanyakan kasus, ikan akan tertarik umpan melalui isyarat kimia tetapi organ penglihatan sangat berperan ketika lokasi umpan dekat dengan posisi ikan dan akhirnya memakan umpan/makanan tersebut.
6.4.3 Respons penciuman ikan kerapu terhadap umpan Respons ikan terhadap umpan ditentukan oleh beberapa faktor antara lain jenis, ukuran umpan, bentuk umpan, kandungan kimia. Jenis umpan yang berbeda akan memberikan respons yang berbeda (Taibin 1984). Bau yang ditimbulkan umpan merupakan faktor penting untuk pemikatan ikan untuk masuk kedalam bubu (High dan Beardsley 1970). Komponen kimia dalam umpan yang telah diidentifikasi sebagai perangsang nafsu makan (olfaction dan gustation) adalah asam amino bebas dan nukleotida, L-alanina, glisina, dan L-prolina. Selanjutnya Nikonov dan Caprio (2007), Rolen et al. (2003), dan Clark (1985) menjelaskan bahwa asam amino yang dapat merangsang penciuman ikan adalah alanina, arginina, prolina, glutamat, sisteina,
133 dan metionina. Asam amino yang terkandung dalam umpan buatan sebagian merupakan komponen perangsang utama dalam proses penciuman ikan. Kemampuan stimulator ekstraksi terbaik adalah campuran dari beberapa zat kimia dibandingkan dengan zat tunggal, asam amino merupakan komponen penting dalam semua campuran (Carr dan Derby 1986). Pada umpan alami, tingkah laku masing-masing kerapu dalam mendeteksi keberadaan umpan berbeda, namun perbedaan jenis umpan alami tidak memberikan perbedaan waktu respons ketiga jenis ikan kerapu. Hal tersebut disebabkan karena kandungan kimia dari masing-masing umpan alami memberikan pengaruh yang sama dalam merespons ikan kerapu pada masingmasing fase. Hal tersebut mengindikasikan bahwa proses difusi umpan alami dengan waktu pengamatan yang ditentukan (1 jam) dalam air adalah sama. Pada umpan buatan, tidak adanya perbedaan respons pada fase arousal dan searching disebabkan karena masing-masing umpan memberikan respons yang sama akibat dari kondisi perut ikan yang kosong (lapar) akibat pengaruh starvasi. Adanya perbedaan respons pada fase finding disebabkan selama 1 jam perendaman umpan, kandungan minyak ikan terbanyak pada umpan D (35%) masih mampu menjadi atraktan dibandingkan kandungan minyak ikan pada umpan yang lain yang telah larut atau hilang karena proses difusi.
6.4.4
Tingkah laku ikan kerapu terhadap umpan Sebagai kelompok ikan piscivores, ikan kerapu memiliki naluri untuk
mencari makan dengan menggunakan organ sensori yang dimiliki. Organ yang sering digunakan dalam mencari makan, yaitu organ penglihatan, organ penciuman, dan linea lateralis (Liang et al. 1998 dan Baker et al. 2002). Dominansi penggunaan organ penglihatan bergantung pada pikatan makanan berdasarkan refleksi cahaya (Gunarso 1985), penerimaan isyarat kimia, atau getaran yang ditimbulkan oleh makanan (Liang et al. 1998) yang berakibat pada aktivitas, kecepatan renang, dan kecenderungan untuk memakan mangsa/makanan (Stoner 2004). Bau yang diterima organ penciuman akan mengkondisikan rheotaxis ikan untuk melakukan suatu respons dengan cepat dan
134 efisien terhadap sumber bau (makanan) tanpa melakukan penyeleksian terhadap informasi bau tersebut sebagai suatu isyarat yang kompleks (Carton dan Montgomery 2003). Berdasarkan hasil pengamatan respons terhadap umpan buatan, maka umpan B dan D memberikan waktu respons yang tercepat pada skala laboratorium. Hasil ini merupakan suatu acuan untuk diterapkan pada penelitian skala lapangan untuk menghitung nilai efektivitas umpan buatan untuk penangkapan ikan kerapu.
6.5 Kesimpulan Tingkah laku ikan kerapu terhadap umpan pada kondisi terang (light condition) tidak berbeda pada tahapan fase arousal dan fase finding. Hal tersebut menunjukkan bahwa pada kondisi ikan lapar karena starvasi 48 jam memberikan respons yang sama ketika mendeteksi keberadaan umpan baik dengan menggunakan organ penglihatan. Tingkah laku ikan kerapu pada kondisi gelap (dark condition) terhadap umpan alami (gonad bulu babi, udang, dan ikan) tidak berbeda pada tahapan fase arousal, fase searching, dan fase finding. Pada umpan buatan, tahapan fase arousal dan fase searching tidak terdapat perbedaan respons, sedangkan pada fase finding terdapat perbedaan respons yaitu respons tercepat terdapat pada kerapu macan, dan karet respons adalah umpan D (kandungan minyak ikan 35%).