6 OPTIMALISASI PANJANG TRANSEK PADA PENGGUNAAN METODE TRANSEK FOTO BAWAH AIR 6.1 Pendahuluan Tahapan selanjutnya dari penggunaan metode Transek Foto Bawah Air (UPT = Underwater Photo Transect) adalah menemukan panjang garis transek yang optimal yang dibutuhkan untuk penarikan sampel dengan metode UPT. Hal ini perlu dilakukan untuk menyelidiki berapa panjang transek yang optimum dan pada rentang jarak berapa pengambilan foto sebaiknya dilakukan agar hasil yang diperoleh tidak berbeda nyata dengan penggunaan metode UPT seperti yang telah diuji hasilnya dengan metode BT dan LIT (Bab 4). Pada Bab 4 tersebut, metode UPT yang digunakan memiliki panjang transek 70 m, dengan pemotretan dilakukan setiap interval jarak 1 m, mulai dari meter ke-1 hingga meter ke-70. Jadi, pada penelitian ini, sebagai perlakuan kontrol adalah penggunaan metode UPT dimana pemotretan dilakukan sepanjang 70 m garis transek pada setiap rentang jarak 1 m dimulai dari meter ke 1. Perlakuan ini untuk selanjutnya disebut sebagai perlakuan A. 6.2 Bahan dan Metode 6.2.1 Tempat dan waktu penelitian Penelitian dilakukan di sepuluh pulau yang berada di kawasan Kepulauan Seribu, Jakarta pada bulan Agustus 2008. Lokasi pulau ditampilkan pada Lampiran 2. Kesepuluh pulau tersebut adalah Pulau Tikus, Pulau Tidung, Pulau Air, Pulau Semak Daun, Pulau Kotok Besar, Pulau Panjang, Pulau Belanda, Pulau Putri, Pulau Jukung, dan Pulau Pantara Kecil (Hantu Kecil). 6.2.2 Teknik pengumpulan data Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan metode Transek Foto Bawah Air (Underwater Photo Transect = UPT), dimana pemotretan dilakukan sepanjang 70 m garis transek pada setiap rentang jarak 1 m dimulai dari meter
82
ke-1 hingga meter-70. Teknis pelaksanaannya telah diuraikan pada Bab 3 (Metodologi Penelitian). 6.2.3 Analisis foto Berdasarkan hasil yang diperoleh dari Bab 4 pada disertasi ini, maka analisis foto dilakukan dengan cara menghitung luas area berdasarkan foto hasil pemotretan menggunakan kamera WZ. Analisis foto menggunakan komputer dan piranti lunak (software) CPCe (Kohler and Gill 2006). Selanjutnya dihitung persentase tutupan masing-masing kategori biota dan substrat untuk setiap frame foto menggunakan rumus: ππππππππππππππππππππ π‘π‘π‘π‘π‘π‘π‘π‘π‘π‘π‘π‘π‘π‘ ππππππππππππππππ =
ππππππππ ππππππππ ππππππππππππππππ π‘π‘π‘π‘π‘π‘π‘π‘π‘π‘π‘π‘π‘π‘π‘π‘ π₯π₯ 100% ππππππππ ππππππππ ππππππππππ ππππππππ
Berdasarkan nama jenis karang keras yang diperoleh untuk setiap framenya maka dapat dihitung nilai keanekaragaman karang keras, seperti jumlah jenis (S), nilai indeks keanekaragaman (Hβ) dan
indeks kemerataan Pielou (Jβ)
menggunakan rumus seperti pada Bab 3 (Metodologi Penelitian). 6.2.4 Analisis data Berdasarkan analisis foto yang dihasilkan per framenya, dapat dihitung rerata persentase biota dan substrat untuk macam-macam perlakuan transek seperti pada Tabel 12. Ada 18 perlakuan yang ingin diuji, dimana sebagai kontrolnya adalah perlakuan A (1m_1-70), yaitu pengambilan data hasil analisis foto bawah air yang difoto setiap rentang jarak 1 m dengan panjang garis transek 70 m. Uji statistik dilakukan menggunakan anova untuk Rancangan percobaan dengan pengukuran berulang (repeated-measures experimental design) (Zar 1996), dimana untuk setiap lokasi penelitian yang sama dianalisis dengan berbagai perlakuan. Anova dilakukan menggunakan program Minitab v16. Sebelum dilakukan uji statistik, bila perlu data ditransformasikan terlebih dahulu agar memiliki distribusi normal (Sokal and Rohlf 1995, Neter et al. 1996, Zar 1996). Metode transformasi Box-Cox (Sokal and Rohlf 1995, Neter et al. 1996,
83
Zar 1996) diterapkan pada data untuk menyelidiki transformasi yang sesuai sebelum dilakukan analisis lanjutan. Untuk data berupa persentase, sebelum dilakukan uji statistik data ditransformasi ke bentuk transformasi arcsin akar pangkat dua (pβ = arcsin βp) (Sokal and Rohlf 1995, Zar 1996). Bila hasil anova menunjukkan bahwa ada perlakuan yang menghasilkan nilai dugaan yang berbeda, dilakukan penyelidikan untuk mengetahui perlakuan mana yang berbeda dengan perlakuan kontrol dengan menggunakan interval kepercayaan Dunnet (Zar 1996). Selain itu dilakukan pula teknik eksplorasi seperti Multi Dimensional Scaling (MDS) (Clarke and Warwick 2001) untuk melihat posisi masing-masing perlakuan dengan menggunakan Primer v5 (Clarke and Gorley 2001). 6.3 Hasil 6.3.1 Analisis biaya dan waktu Pelaksanaan metode UPT dengan berbagai perlakuan seperti dalam Tabel 12 memiliki waktu yang bervariasi, baik untuk pengambilan data lapangan maupun pemasukan data (pada metode UPT meliputi proses analisis foto). Waktu untuk pengambilan data di lapangan dipengaruhi oleh: 1.
Jumlah frame foto yang diambil. Semakin banyak frame foto yang diambil, maka akan semakin lama waktu yang diperlukan untuk pengambilan data di lapangan. Hasil penelitian yang diuraikan sebelumnya di Bab 4 menyatakan bahwa dalam penggunaan metode UPT memerlukan waktu sebesar 22,30 menit per transeknya (70 frame) atau 0,32 menit per framenya. Jadi, waktu untuk berenang sepanjang 1 meter dan mengambil foto 1 frame diperlukan waktu sebesar 0,32 menit.
2.
Panjang roll meter yang dipasang sebagai garis bantu dalam pengambilan data. Hal ini berkaitan dengan interval jarak tanpa pengambilan foto, karena akan terdapat tambahan waktu yang diperlukan untuk berenang menuju ke meter selanjutnya untuk pengambilan foto berikutnya. Misalnya pada perlakuan F (1m_1-20) dan K (1m_1-10&61-70) yang sama-sama menggunakan 20
84
frame. Bedanya dari kedua perlakuan ini adalah pada perlakuan F menggunakan roll meter sepanjang 20 m, sedangkan perlakuan
K
menggunakan 70 m. Pada perlakuan K, walaupun antara meter ke-11 hingga ke 60 tidak mengambil foto tetapi harus berenang sepanjang 40 m sehingga ada tambahan waktu pengerjaan di lapangan. Waktu normal yang diperlukan untuk berenamg sejauh 10 m (tanpa melakukan pemotretan) sekitar 1 menit atau 0,10 menit per meternya.
Sedangkan waktu untuk pemasukan data yang dilakukan di ruang kerja sangat tergantung pada jumlah frame yang akan dianalisis. Waktu untuk proses analisis foto dan pemasukan data seperti yang diuraikan di Bab 4 adalah 734,10 menit per transek (70 frame) atau 10,49 menit untuk setiap framenya. Untuk melihat tingkat efisiensi berdasarkan analisis biaya dan waktu, dihitung pula koefisien efisiensi untuk biaya dan waktu dengan cara menjumlahkan antara waktu pengamatan di lapangan dengan waktu untuk proses analisis foto, setelah masing-masing waktu tersebut dikalikan dengan bobot biaya. Perbandingan bobot biaya untuk pengambilan data di lapangan dengan bobot biaya untuk proses analisis foto adalah 8:1 (lihat pada uraian di Bab 4). Semakin rendah nilai koefisien efisiensinya (Ο) maka semakin efisien perlakuan tersebut ditinjau dari segi biaya dan waktu. Bila dibuatkan rangking efisiensi, maka perlakuan G merupakan perlakuan yang paling efisien dibandingkan perlakuan lainnya. Perlakuan A yang merupakan perlakuan kontrol memiliki efisiensi paling rendah di antara perlakuan yang lainnya. Tabel 13 memperlihatkan perhitungan koefisien efisiensi biaya dan waktu dari masingmasing perlakuan, serta rangking antar perlakuan mulai dari yang memiliki efisiensi yang tertinggi hingga yang terendah.
Tabel 12 Daftar perlakuan terhadap panjang transek yang dianalisis
Kode
Perlakuan
Panjang roll meter
Panjang transek
Rentang jarak pemotretan (antar frame)
Nomor frame yang dianalisis
Jumlah frame dianalisis
A
1m_1-70
70
70 m
1m
1 s/d 70
70
Pemotretan dilakukan mulai meter ke 1 hingga meter ke-70 (frame 1 hingga frame 70) dengan rentang jarak antar frame 1 m.
B
1m_1-60
60
60 m
1m
1 s/d 60
60
Pemotretan dilakukan mulai meter ke 1 hingga meter ke-60 (frame 1 hingga frame 60) dengan rentang jarak antar frame 1 m.
C
1m_1-50
50
50 m
1m
1 s/d 50
50
Pemotretan dilakukan mulai meter ke 1 hingga meter ke-50 (frame 1 hingga frame 50) dengan rentang jarak antar frame 1 m.
D
1m_1-40
40
40 m
1m
1 s/d 40
40
Pemotretan dilakukan mulai meter ke 1 hingga meter ke-40 (frame 1 hingga frame 40) dengan rentang jarak antar frame 1 m.
E
1m_1-30
30
30 m
1m
1 s/d 30
30
Pemotretan dilakukan mulai meter ke 1 hingga meter ke-30 (frame 1 hingga frame 30) dengan rentang jarak antar frame 1 m.
F
1m_1-20
20
20 m
1m
1 s/d 20
20
Pemotretan dilakukan mulai meter ke 1 hingga meter ke-20 (frame 1 hingga frame 20) dengan rentang jarak antar frame 1 m.
G
1m_1-10
10
10 m
1m
1 s/d 10
10
Pemotretan dilakukan mulai meter ke 1 hingga meter ke-10 (frame 1 hingga frame 10) dengan rentang jarak antar frame 1 m.
Keterangan
Tabel 12 (lanjutan) Panjang roll meter
Panjang transek
Rentang jarak pemotretan (antar frame)
Nomor frame yang dianalisis
Jumlah frame dianalisis
1m_1-30& 41-70
70
2x30 m
1m
1 s/d 30 dan 41 s/d 70
60
Pemotretan dilakukan mulai meter ke-1 hingga meter ke-30; dan meter ke-41 hingga meter ke-70 dengan rentang jarak antar frame 1 m (frame 1 hingga frame 30; dan frame 41 hingga frame 70).
I
1m_1-20& 51-70
70
2x20 m
1m
1 s/d 20 dan 51 s/d 70
40
Pemotretan dilakukan mulai meter ke-1 hingga meter ke-20; dan meter ke-51 hingga meter ke-70 dengan rentang jarak antar frame 1 m (frame 1 hingga frame 20; dan frame 51 hingga frame 70).
J
1m_1-20& 31-50
50
2x20 m
1m
1 s/d 20 dan 31 s/d 50
40
Pemotretan dilakukan mulai meter ke-1 hingga meter ke-20; dan meter ke-31 hingga meter ke-50 dengan rentang jarak antar frame 1 m (frame 1 hingga frame 20; dan frame 31 hingga frame 50).
K
1m_1-10& 61-70
70
2x10 m
1m
1 s/d 10 dan 61 s/d 70
20
Pemotretan dilakukan mulai meter ke-1 hingga meter ke-10; dan meter ke-61 hingga meter ke-70 dengan rentang jarak antar frame 1 m (frame 1 hingga frame 10; dan frame 61 hingga frame 70).
L
1m_1-10& 41-50
50
2x10 m
1m
1 s/d 10 dan 41 s/d 50
20
Pemotretan dilakukan mulai meter ke-1 hingga meter ke-10; dan meter ke-41 hingga meter ke-50 dengan rentang jarak antar frame 1 m (frame 1 hingga frame 10; dan frame 41 hingga frame 50).
M
1m_1-10& 21-30
30
2x10 m
1m
1 s/d 10 dan 21 s/d 30
20
Pemotretan dilakukan mulai meter ke-1 hingga meter ke-10; dan meter ke-21 hingga meter ke-30 dengan rentang jarak antar frame 1 m (frame 1 hingga frame 10; dan frame 21 hingga frame 30).
Kode
Perlakuan
H
Keterangan
Tabel 12 (lanjutan) Panjang roll meter
Panjang transek
Rentang jarak pemotretan (antar frame)
Nomor frame yang dianalisis
Jumlah frame dianalisis
1m_1-10& 31-40&61-70
70
3x10 m
1m
1 s/d 10; 31 s/d 40 dan 41 s/d 70
30
Pemotretan dilakukan mulai meter ke-1 hingga meter ke-10; meter ke-31 hingga meter ke-40; dan meter ke-61 hingga meter ke-70 dengan rentang jarak antar frame 1 m (frame 1 hingga frame 10; frame 31 hingga frame 40; dan frame 61 hingga frame 70).
O
1m_1-10& 21-30& 41-50
50
3x10 m
1m
1 s/d 10; 21 s/d 30 dan 41 s/d 50
30
Pemotretan dilakukan mulai meter ke-1 hingga meter ke-10; meter ke-21 hingga meter ke-30; dan meter ke-41 hingga meter ke-50 dengan rentang jarak antar frame 1 m (frame 1 hingga frame 10; frame 21 hingga frame 30; dan frame 41 hingga frame 50).
P
1m_1-10& 21-30&41-50& 61-70
70
4x10 m
1m
1 s/d 10; 21 s/d 30; 41 s/d 50 dan 41 s/d 70
40
Pemotretan dilakukan mulai meter ke-1 hingga meter ke-10; meter ke-21 hingga meter ke-30; meter ke-41 hingga meter ke-50; dan meter ke-61 hingga meter ke-70 dengan rentang jarak antar frame 1 m (frame 1 hingga frame 10; frame 21 hingga frame 30; frame 41 hingga frame 50; dan frame 61 hingga frame 70).
Q
2m_2_2-70
70
70 m
2m
2, 4, 6, β¦ , 66, 68, 70
35
Pemotretan dilakukan mulai meter ke-1 hingga meter ke-70 dengan rentang jarak antar frame 2 m (frame 2, frame 4, frame 6,β¦, frame 70).
R
5m_5_5-70
70
70 m
5m
5, 10, 15, β¦ , 60, 65, 70
14
Pemotretan dilakukan mulai meter ke-5 hingga meter ke-70 dengan rentang jarak antar frame 5 m (frame 5, frame 10, frame 15,β¦, frame 70).
Kode
Perlakuan
N
Keterangan
Tabel 13 Hasil analisis biaya dan waktu pada penggunaan metode UPT dengan berbagai macam perlakuan Waktu (menit) Pengambilan data (c=0,32a+0,10b)
analisis foto (d=10,49a)
Total biaya dan waktu (e=c+d)
Koefisien efisiensi biaya dan waktu (Ο)
Rangking efisiensi
0
22,30
734,10
912,50
7,00
18
60
0
19,11
629,23
782,14
6,00
16
50
0
15,93
524,36
651,79
5,00
15
Kode Perlakuan
Perlakuan
Jumlah frame (a)
Jarak renang (m) tanpa memotret (b)
A
1m_1-70
70
B
1m_1-60
C
1m_1-50
D
1m_1-40
40
0
12,74
419,49
521,43
4,00
11
E
1m_1-30
30
0
9,56
314,61
391,07
3,00
7
F
1m_1-20
20
0
6,37
209,74
260,71
2,00
3
G
1m_1-10
10
0
3,19
104,87
130,36
1,00
1
H
1m_1-30&41-70
60
10
20,11
629,23
790,14
6,06
17
I
1m_1-20&51-70
40
30
15,74
419,49
545,43
4,18
13
J
1m_1-20&31-50
40
10
13,74
419,49
529,43
4,06
12
K
1m_1-10&61-70
20
50
11,37
209,74
300,71
2,31
6
L
1m_1-10&41-50
20
30
9,37
209,74
284,71
2,18
5
M
1m_1-10&21-30
20
10
7,37
209,74
268,71
2,06
4
N
1m_1-10&31-40&61-70
30
40
13,56
314,61
423,07
3,25
9
O
1m_1-10&21-30&41-50
30
20
11,56
314,61
407,07
3,12
8
P
1m_1-10&21-30&41-50&61-70
40
30
15,74
419,49
545,43
4,18
13
Q
2m_2-70
35
35
14,65
367,05
484,25
3,71
10
R
5m_5-70
14
56
10,06
146,82
227,30
1,74
2
Catatan:
- Waktu normal yang diperlukan untuk berenang (tanpa melakukan pemotretan) = 1 menit/10m = 0,10 menit /m. - Rerata waktu pengambilan data lapangan per framenya = (22,30 menit/70 frame) = 0,32 menit /frame. - Rerata waktu memasukkan data ke komputer (waktu analisis foto) = 734,10 menit/70 frame= 10,49 menit /frame. Pemasukan data menggunakan teknik menghitung luas area dan untuk karang keras dimasukkan pula nama jenisnya.
89
6.3.2 Persentase tutupan biota dan substrat Biota dan substrat dikelompokkan ke dalam lima kelompok besar yaitu, Karang keras (Hard Coral = HC), Karang mati (Dead Scleractinia = DS), Alga (Algae = ALG), Biota Lain (Other Fauna = OF) dan Abiotik (Abiotic = ABI). Persentase tutupan untuk masing-masing kelompok tersebut di masing-masing stasiun penelitian yang dianalisis dengan berbagai perlakuan ditampilkan pada Lampiran 18, sedangkan nilai rerata beserta kesalahan baku (SE=standard error) ditampilkan pada Gambar 40. 6.3.2.1 Karang keras (HC) Hasil anova menunjukkan bahwa persentase tutupan karang keras (data ditransformasi ke bentuk arcsin akar pangkat dua) yang dihitung dengan berbagai macam perlakuan memberikan hasil yang tidak berbeda nyata (p>0,01) (Tabel 14). Ini menunjukkan bahwa apapun perlakuan yang digunakan dalam penelitian ini, akan menduga persentase tutupan karang yang relatif sama.
Tabel 14 Hasil anova untuk persentase tutupan karang ditransformasi ke bentuk arcsin akar pangkat dua) Sumber variasi Lokasi Perlakuan Sesatan Total
Derajat bebas 9 17 153 179
Jumlah kuadrat 11128,3 83,9 1451,2 12663,4
Rerata kuadrat 1236,48 4,93 9,48
keras
(data
F
p
130,36 0,52
0,000 0,940
Meskipun perlakuan-perlakuan tersebut relatif sama dalam menduga nilai persentase tutupan karang keras, namun terlihat bahwa perlakuan G, F, K, L, dan R agak berbeda dengan perlakuan kontrol dan perlakuan-perlakuan lainnya. Sedangkan perlakuan lainnya terlihat mengelompok dalam satu kelompok dengan perlakuan A (Gambar 41).
Gambar 40 Rerata persentase beserta nilai kesalahan baku tutupan kelompok biota dan substrat yang dianalisis dengan berbagai perlakuan
91
Gambar 41 Analisis MDS terhadap data tutupan karang hidup untuk setiap perlakuan (data ditransformasi ke dalam bentuk arcsin akar pangkat dua) berdasarkan jarak Euclidean 6.3.2.2 Karang mati Hasil anova (data ditransformasi ke bentuk arcsin akar pangkat dua) (Tabel 15) memberikan hasil yang tidak berbeda nyata (p>0,01) untuk semua perlakuan. Meskipun hasil dugaan yang diperoleh untuk masing-masing perlakuan relatif tidak berbeda, namun beberapa perlakuan posisinya tampak agak berjauhan dengan perlakuan A. Sebaliknya, beberapa perlakuan seperti perlakuan B, C, D, H, N, O dan P tampak mengelompok dengan perlakuan A (kontrol) (Gambar 42)
Tabel 15 Hasil anova untuk persentase tutupan karang mati (data ditransformasi ke bentuk arcsin akar pangkat dua) Sumber variasi Lokasi Perlakuan Sesatan Total
Derajat bebas 9 17 153 179
Jumlah kuadrat 3629,74 61,71 828,91 4520,36
Rerata kuadrat 403,304 3,630 5,418
F
p
74,44 0,67
0,000 0,829
92
Gambar 42 Analisis MDS terhadap data tutupan karang mati untuk setiap perlakuan (data ditransformasi ke dalam bentuk arcsin akar pangkat dua) berdasarkan jarak Euclidean. 6.3.2.3 Alga Persentase tutupan alga yang diperoleh dengan metode UPT berdasarkan berbagai perlakuan menunjukkan hasil yang relatif sama. Hal ini ditunjukkan dari hasil anova dimana nilai p untuk sumber variasi βPerlakuanβ memiliki nilai yang lebih besar dari 0,01 (Tabel 16). Meskipun tidak ada perbedaan yang nyata, analisis MDS menempatkan hasil yang diperoleh dari perlakuan B, C, D, E, H, J dan Q berada dalam satu kelompok dengan perlakuan kontrol (A) (Gambar 43).
Tabel 16 Hasil anova untuk persentase tutupan alga (data ditransformasi ke bentuk arcsin akar pangkat dua) Sumber variasi Lokasi Perlakuan Sesatan Total
Derajat bebas 9 17 153 179
Jumlah kuadrat 6871,82 40,24 1324,83 8236,89
Rerata kuadrat 763,536 2,367 8,659
F
p
88,18 0,27
0,000 0,998
93
Gambar 43 Analisis MDS terhadap data tutupan alga untuk setiap perlakuan (data ditransformasi ke dalam bentuk arcsin akar pangkat dua) berdasarkan jarak Euclidean 6.3.2.4 Fauna lain Tabel 17 merupakan hasil anova yang dihitung dari data nilai persentase tutupan kelompok Fauna Lain dari penggunaan metode UPT dengan berbagai perlakuan. Hasilnya menunjukkan bahwa tidak semua perlakuan akan menghasilkan nilai persentase tutupan Fauna Lain yang sama (p < 0,01). Tabel 17 Hasil anova untuk persentase tutupan fauna lain (data ditransformasi ke bentuk arcsin akar pangkat dua) Sumber variasi Lokasi Perlakuan Sesatan Total
Derajat bebas 9 17 153 179
Jumlah kuadrat 594,948 74,866 285,524 955,338
Rerata kuadrat 66,1054 4,4039 1,8662
F
p
35,42 2,36
0,000 0,003
Penggunaan interval kepercayaan 95% simultan Dunnett (Tabel 17) memperlihatkan bahwa perlakuan yang berbeda dengan perlakuan kontrol adalah perlakuan G. Pada Tabel 18 terlihat bahwa selisih hasil antara perlakuan G dan A (G-A) berada dalam interval nilai yang kurang dari nol, yang berarti perlakuan G menduga hasil yang lebih rendah dibandingkan perlakuan A (kontrol). Hasil MDS juga memperlihatkan bahwa perlakuan G tidak mengelompok secara jelas
94
dengan perlakuan lainnya, dan posisinya berada jauh dari perlakuan A (Gambar 44). Perlakuan B dan C tampak sangat berhimpit dengan perlakuan A.
Tabel 18 Interval kepercayaan 95% simultan Dunnett untuk persentase tutupan fauna lain Dunnett 95.0% Simultaneous Confidence Intervals Response Variable AsinsqOF Comparisons with Control Level Perlakuan = A subtracted from: Perlakuan B C D E F G H I J K L M N O P Q R
Lower -1.566 -1.466 -1.455 -2.013 -3.170 -3.702 -2.111 -2.505 -1.849 -3.271 -2.381 -1.740 -1.879 -1.644 -1.991 -1.552 -1.675
Center 0.205 0.305 0.316 -0.242 -1.399 -1.931 -0.340 -0.734 -0.078 -1.500 -0.610 0.031 -0.108 0.127 -0.220 0.219 0.096
Upper 1.9763 2.0763 2.0873 1.5293 0.3723 -0.1597 1.4313 1.0373 1.6933 0.2713 1.1613 1.8023 1.6633 1.8983 1.5513 1.9903 1.8673
---+---------+---------+---------+--(----------*----------) (----------*----------) (----------*----------) (----------*-----------) (----------*----------) (----------*----------) (----------*----------) (----------*----------) (-----------*----------) (----------*----------) (----------*----------) (----------*----------) (----------*----------) (----------*----------) (----------*----------) (----------*----------) (----------*----------) ---+---------+---------+---------+---3.2 -1.6 -0.0 1.6
Gambar 44 Analisis MDS terhadap data tutupan fauna lain untuk setiap perlakuan (data ditransformasi ke dalam bentuk arcsin akar pangkat dua) berdasarkan jarak Euclidean.
95
6.3.2.5 Abiotik Hasil anova menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang nyata (p>0,05) pada tutupan abiotik yang dihitung dengan berbagai macam perlakuan seperti yang terlihat pada Tabel 19. Hasil MDS terlihat bahwa beberapa perlakuan berdekatan posisinya terhadap perlakuan kontrol (A), kecuali perlakuan G yang posisinya agak berjauhan dengan perlakuan-perlakuan yang lainnya (Gambar 45). Tabel 19 Hasil anova untuk persentase tutupan abiotik (data ditransformasi ke bentuk arcsin akar pangkat dua) Sumber variasi Lokasi Perlakuan Sesatan Total
Derajat bebas 9 17 153 179
Jumlah kuadrat 11678,3 224,3 2229,5 14132,1
Rerata kuadrat 1297,59 13,19 14,57
F
p
89,05 0,91
0,000 0,569
Gambar 45 Analisis MDS terhadap data tutupan abiotik untuk setiap perlakuan (data ditransformasi ke dalam bentuk arcsin akar pangkat dua) berdasarkan jarak Euclidean 6.3.3 Keanekaragaman karang keras Hasil perhitungan nilai keanekaragaman seperti jumlah jenis (S), indeks keanekaragamana Shannon (Hβ) dan indeks kemerataan Piellou (Jβ) untuk karang keras ditampilkan pada Lampiran 19. Sebelum dilakukan anova, data jumlah jenis (S) karang keras yang dihitung pada setiap perlakuan dinormalkan
96
distribusinya terlebih dahulu dengan mentransformasikannya ke dalam bentuk ln, sedangkan data indeks kemerataan Piellou (Jβ) ditransformasikan ke bentuk pangkat dua. Untuk data indeks keanekaragaman Shannon (Hβ) tidak perlu ditransformasi. 6.3.3.1 Jumlah jenis (S) Jumlah jenis yang dijumpai dari berbagai perlakuan tidak semuanya sama (p < 0,01) (Tabel 20). Interval kepercayaan 95% simultan Dunnet menunjukkan bahwa perlakuan B, C dan H relatif tidak berbeda untuk menduga nilai S (Tabel 21). Hasil MDS juga memperlihatkan psosisi ketiga perlakuan tersebut yang juga lebih dekat posisinya dengan perlakuan A (Gambar 46). Tabel 20 Hasil anova untuk jumlah jenis (S) karang keras (data ditransformasi ke bentuk ln) Sumber variasi Lokasi Perlakuan Sesatan Total
Derajat bebas 9 17 153 179
Jumlah kuadrat 7,853 11,165 1,384 20,401
Rerata kuadrat 0,873 0,657 0,009
F
p
96,46 72,61
0,000 0,000
Tabel 21 Interval kepercayaan 95% simultan Dunnett untuk jumlah jenis karang keras Dunnett 95.0% Simultaneous Confidence Intervals Response Variable LnS Comparisons with Control Level Perlakuan = A subtracted from: Perlakuan B C D E F G H I J K L M N O P Q R
Lower -0.160 -0.238 -0.345 -0.466 -0.653 -1.070 -0.186 -0.377 -0.335 -0.768 -0.698 -0.677 -0.547 -0.487 -0.390 -0.431 -0.841
Center -0.0365 -0.1149 -0.2218 -0.3423 -0.5302 -0.9466 -0.0626 -0.2532 -0.2116 -0.6448 -0.5746 -0.5537 -0.4239 -0.3639 -0.2667 -0.3079 -0.7179
Upper 0.0868 0.0084 -0.0985 -0.2190 -0.4069 -0.8233 0.0608 -0.1299 -0.0883 -0.5215 -0.4513 -0.4304 -0.3006 -0.2406 -0.1434 -0.1846 -0.5945
-+---------+---------+---------+----(---*--) (---*--) (---*--) (--*---) (---*--) (---*--) (--*---) (---*--) (---*--) (---*--) (---*--) (--*---) (---*--) (---*--) (--*---) (--*---) (--*---) -+---------+---------+---------+-----1.05 -0.70 -0.35 0.00
97
Gambar 46 Analisis MDS terhadap jumlah jenis karang keras (data ditransformasi ke dalam bentuk ln) berdasarkan jarak Euclidean.
6.3.3.2 Indeks keanekaragaman (Hβ) Nilai indeks keanekaragaman Shannon (Hβ) yang diperoleh dari berbagai macam perlakuan tidak semuanya memberikan nilai yang relatif sama (p < 0,05) (Tabel 22). Rerata nilai indeks keanekaragaman yang diperoleh dari perlakuan B, C, D, E, H, I, J dan P relatif tidak berbeda dengan perlakuan A (kontrol) (Tabel 23). Analisis MDS juga menempatkan posisi perlakuan-perlakuan tersebut dekat dengan perlakuan A (kontrol) (Gambar 47).
Tabel 22 Hasil anova untuk nilai indeks keanekaragaman (Hβ) Sumber variasi Lokasi Perlakuan Sesatan Total
Derajat bebas 9 17 153 179
Jumlah kuadrat 12,656 3,143 2,028 17,827
Rerata kuadrat 1,406 0,185 0,013
F
p
106,07 13,94
0,000 0,000
98
Tabel 23 Interval kepercayaan 95% simultan Dunnett untuk nilai indeks keanekaragaman (Hβ) jenis karang keras Dunnett 95.0% Simultaneous Confidence Intervals Response Variable H Comparisons with Control Level Perlakuan = A subtracted from: Perlakuan B C D E F G H I J K L M N O P Q R
Lower -0.1504 -0.1883 -0.2231 -0.2586 -0.3314 -0.6357 -0.1600 -0.2278 -0.2178 -0.4842 -0.4127 -0.4025 -0.3734 -0.3065 -0.2722 -0.3076 -0.5071
Center -0.0011 -0.0391 -0.0738 -0.1093 -0.1821 -0.4864 -0.0107 -0.0785 -0.0685 -0.3349 -0.2634 -0.2532 -0.2241 -0.1572 -0.1229 -0.1583 -0.3578
Upper 0.1482 0.1102 0.0755 0.0400 -0.0328 -0.3371 0.1386 0.0708 0.0808 -0.1856 -0.1141 -0.1039 -0.0748 -0.0079 0.0264 -0.0090 -0.2085
-----+---------+---------+---------+(-----*-----) (-----*-----) (-----*-----) (-----*-----) (-----*-----) (-----*-----) (-----*-----) (-----*-----) (-----*-----) (-----*-----) (-----*-----) (-----*-----) (-----*-----) (-----*-----) (-----*-----) (-----*-----) (-----*-----) -----+---------+---------+---------+-0.50 -0.25 0.00 0.25
Gambar 47 Analisis MDS terhadap nilai indeks keanekaragaman (Hβ) jenis karang keras berdasarkan jarak Euclidean
99
6.3.3.3 Indeks kemerataan jenis (Jβ) Hasil anova menunjukkan bahwa tidak semua perlakuan akan menduga nilai indeks kemerataan jenis karang keras yang sama (p < 0,05) (Tabel 24). Perlakuan B, C, D, H, J, P dan Q tidak berbeda secara nyata (p>0,05) dengan perlakuan A dalam menghitung nilai indeks kemerataan jenis karang keras (Tabel 25). Analisis MDS juga menempatkan posisi perlakuan-perlakuan tersebut berdekatan dengan perlakuan A (Gambar 68), dimana perlakuan H, B dan C merupakan 3 perlakuan yang paling dekat posisinya dengan A (Gambar 48).
Tabel 24 Hasil anova untuk nilai indeks kemerataan jenis (Jβ) Sumber variasi Lokasi Perlakuan Sesatan Total
Derajat bebas 9 17 153 179
Jumlah kuadrat 0,383 0,303 0,197 0,884
Rerata kuadrat 0,042 0,017 0,001
F
P
33,01 13,83
0,000 0,000
Tabel 25 Interval kepercayaan 95% simultan Dunnett untuk indeks kemerataan (Jβ) jenis karang keras Dunnett 95.0% Simultaneous Confidence Intervals Response Variable J^2 Comparisons with Control Level Perlakuan = A subtracted from: Perlakuan B C D E F G H I J K L M N O P Q R
Lower -0.03521 -0.02433 -0.00118 0.02870 0.07283 0.11114 -0.03038 0.00896 -0.00196 0.04892 0.05145 0.04673 0.01043 0.01481 -0.00541 -0.00517 0.06811
Center 0.01137 0.02225 0.04540 0.07528 0.11941 0.15772 0.01620 0.05554 0.04462 0.09550 0.09802 0.09331 0.05701 0.06139 0.04117 0.04140 0.11469
Upper 0.05794 0.06883 0.09198 0.12186 0.16599 0.20430 0.06278 0.10212 0.09120 0.14208 0.14460 0.13989 0.10359 0.10797 0.08775 0.08798 0.16127
-----+---------+---------+---------+(------*-----) (-----*------) (-----*------) (------*-----) (------*------) (------*-----) (-----*------) (------*------) (-----*------) (------*-----) (------*------) (-----*------) (------*------) (------*-----) (------*------) (------*------) (-----*------) -----+---------+---------+---------+0.000 0.070 0.140 0.210
100
Gambar 48 Analisis MDS terhadap nilai indeks kemerataan (Jβ) jenis karang keras (data ditransformasi ke bentuk pangkat dua) berdasarkan jarak Euclidean. 6.4 Pembahasan Berdasarkan hasil yang telah diuraikan diatas terlihat bahwa dari perlakuan-perlakuan yang diuji, semua perlakuan tidak menunjukkan hasil yang berbeda untuk menentukan persentase tutupan karang keras dengan perlakuan A. Tetapi berdasarkan hasil MDS tidak disarankan untuk menggunakan perlakuan F, G, K, L dan R dikarenakan hasil yang diperoleh oleh kelima perlakuan tersebut dalam menduga nilai persentase tutupan karang keras cenderung berbeda dengan perlakuan A yang merupakan perlakuan kontrol. Diantara perlakuan sisanya, perlakuan M memiliki efisiensi yang tertinggi (Tabel 13). Perlakuan M adalah perlakuan (1m_1-10&21-30), yaitu pengambilan data dengan metode UPT dimana panjang transeknya adalah 2 x 10 m dan pengambilan foto dilakukan mulai meter ke-1 sampai ke-10 dan meter ke-21 sampai meter ke-30 dengan interval jarak antar foto 1 m. Perlakuan ini menggunakan hanya 20 frame foto untuk dianalisis. Nilai rerata persentase tutupan karang keras beserta kesalahan bakunya (n = 10) yang dihitung dengan perlakuan A adalah (29,74 + 3,85) dan M adalah (29,74 + 3,73).
101
Untuk menduga persentase tutupan semua kelompok biota dan substrat sekaligus, dari hasil yang diperoleh yang telah diuraikan sebelumnya, perlakuan B, C dan H pada MDS terlihat selalu dekat posisinya dengan perlakuan A yang merupakan perlakuan kontrol. Diantara ketiga perlakuan tersebut, perlakuan C (1m_1-50) merupakan perlakuan yang memiliki efisiensi yang tertinggi (Tabel 13). Nilai rerata persentase tutupan masing-masing kelompok biota dan substrat beserta kesalahan bakunya (n = 10) yang dihitung dengan perlakuan A dan C ditampilkan pada Tabel 26. Perlakuan C, selain akurat untuk menduga semua kelompok biota dan substrat sekaligus (karena hasilnya relatif dekat dengan perlakuan kontrol) juga merupakan perlakuan yang optimal untuk menduga nilai-nilai keanekaragaman jenis karang keras seperti nilai S, Jβ dan Hβ. Tabel 26 Nilai rerata beserta simpangan baku terhadap nilai yang diperoleh dari perlakuan A dan C Nilai yang dihitung Persentase tutupan - Karang keras (HC) - Karang mati (DS) - Alga (ALG) - Fauna Lain (OF) - Abiotik (ABI) Nilai keanekaragaman 1. S 2. Hβ 3. Jβ
Perlakuan A
Perlakuan C
(29,74+3,85) (1,32+0,49) (50,65+3,42) (2,01+0,32) (16,41+3,34)
(30,22+3,69) (1,52+0,62) (51,51+3,77) (2,19+0,37) (14,71+3,60)
(65,40+4,29) (3,3421+0,848) (0,8210+0,0102)
(58,20+3,66) (3,3821+0,0841) (0,8346+0,0094)
Berdasarkan hasil yang diperoleh tersebut, maka terdapat dua macam perlakuan yang optimal untuk diterapkan pada penggunaan metode UPT. Yang pertama adalah perlakuan M bila kemampuan sumberdaya manusia hanya mampu untuk membedakan mana yang kelompok karang keras dan mana yang bukan. Selain itu, penggunaan metode M juga bisa dipakai pada penelitian yang tujuannya hanya untuk mengetahui persentase tutupan karang keras saja tanpa ingin mengetahui persentase tutupan kelompok yang lainnya. Perlakuan optimal kedua yang bisa digunakan adalah perlakuan C. Perlakuan ini bisa digunakan bila ingin mengetahui tidak hanya persentase tutupan karang keras saja,
102
melainkan semua kelompok lainnya di dalam ekosistem terumbu karang. Bahkan dengan perlakuan C ini juga bisa digunakan untuk menghitung nilai-nilai keanekaragaman karang keras. Kecuali untuk nilai indeks keanekaragaman Shannon (Hβ), meskipun hasilnya tidak sama dengan yang diperoleh dengan metode LIT dan BT, hasil nilai keanekaragaman (S, Hβ dan Jβ) yang diperoleh dengan metode UPT dapat dipakai untuk membandingkan nilai keanekaragaman karang keras antar stasiun penelitian yang sama-sama menggunakan metode UPT untuk pengambilan sampelnya. 6.5 Kesimpulan Terdapat dua perlakuan yang optimal yang bisa diterapkan pada penelitian untuk menilai kondisi terumbu karang menggunakan metode UPT. Perlakuan pertama adalah perlakuan M (1m_1-10&21-30) yang dipakai hanya untuk mengetahui persentase tutupan karang keras saja tanpa tertarik untuk mengetahui persentase tutupan yang lainnya. Perlakuan kedua adalah perlakuan C (1m_1-50) yaitu perlakuan yang dipakai untuk mengetahui persentase tutupan semua kelompok (HC, DS, ALG, OF dan ABI) dalam ekosistem terumbu karang. Selain itu, perlakuan C ini bisa juga digunakan untuk menghitung nilai-nilai keanekaragaman di masing-masing stasiun penelitian, untuk selanjutnya dapat dipakai sebagai perbandingan keanekaragaman karang keras antar lokasi penelitian yang sama-sama menggunakan metode UPT untuk pengambilan datanya.