89
6 IMPLEMENTASI MODEL Rancangbangun model penyediaan tepung jagung pada rantai pasok industri berbasis jagung ini dapat digunakan sebagai suatu model yang dapat menganalisis penyediaan tepung jagung pada industri tepung jagung secara terintegrasi dalam suatu rantai pasok. Keterkaitan antar model yang satu terhadap model lainnya menunjukkan bahwa tidak terpenuhinya kebutuhan jumlah dan mutu produk pada salah satu mata rantai akan berpengaruh kepada mata rantai berikutnya. Selanjutnya akan dilakukan analisis pada setiap model yang dirancang. 6.1 Prediksi Produksi Jagung Prediksi produksi jagung dalam model penyediaan tepung jagung diperlukan untuk dapat memperkirakan berapa jumlah produksi jagung yang dapat disediakan oleh sentra jagung. Dengan adanya prediksi jumlah produksi jagung maka dapat diperkirakan pula berapa kuantitas jagung pipilan yang dihasilkan. Berdasarkan diskusi dan konfirmasi pakar diperkirakan bahwa sekitar 50% dari hasil produksi jagung digunakan sebagai pakan ternak. Berdasarkan diskusi diperoleh informasi bahwa sebanyak 4,5 – 5 juta ton digunakan untuk pakan, sehingga perkiraan produksi jagung kurang lebih 10 juta ton per tahun. Kenyataan ini sangat berbeda dengan data Departemen Pertanian (2011) yang mencatat bahwa produksi jagung sebanyak lebih kurang 16.5 juta ton per tahun. Namun hingga saat ini Indonesia masih mengimpor jagung pipilan. Dengan adanya model prediksi produksi jagung, maka industri tepung jagung dapat merencanakan penyediaan bahan baku untuk memproduksi produk tepung jagung sesuai permintaan konsumennya. Pihak pengambil keputusan dapat memperkirakan berapa jumlah bahan baku jagung yang dapat disediakan oleh petani lokal dan berapa jumlah bahan baku yang harus diimpor dari negara lain. Penggunaan alat analisis dalam model ini akan memudahkan pihak pengguna untuk meramalkan permintaan produksi jagung pada tiap periode. Prakiraan dengan kesalahan ramalan terkecil merupakan prakiraan yang mendekati ketepatan. Ketersediaan data sebagai variabel input dalam peramalan sangat diperlukan. Dalam hal ini pihak industri tepung jagung perlu melakukan pencatatan data sehingga dengan data yang akurat akan diperoleh pula hasil
90
peramalan yang baik. Kerjasama antar elemen-elemen pada rantai pasok industri berbasis jagung dalam hal pencatatan data
serta pemberian informasi akan
memungkinkan diperolehnya hasil peramalan yang lebih akurat. Setiap wilayah di Indonesia memiliki curah hujan yang berbeda-beda, sehingga proses peramalan tidak dapat dilakukan sekaligus secara menyeluruh untuk wilayah Indonesia. Proses peramalan sebaiknya dilakukan per wilayah sesuai keadaan curah hujan pada wilayah tersebut. Proses peramalan dalam model ini menggunakan data luas panen (ha), curah hujan (mm), dan produksi jagung (ton) di daerah Jawa Tengah. Peramalan ini menggunakan jaringan syaraf tiruan dan model regresi berganda. Proses peramalan dan hasil yang diperoleh dapat dilihat pada Lampiran 1 sampai dengan lampiran 4. Hasilnya menunjukkan bahwa jaringan syaraf tiruan lebih baik karena memiliki nilai MSE yang lebih kecil. Hasil prediksi produksi
jagung Jawa Tengah dengan jaringan syaraf tiruan
terdapat pada Lampiran 2. Model prediksi produksi jagung ini bermanfaat bagi beberapa pemangku kepentingan antara lain: 1) Pengumpul jagung pipilan; 2) Pihak pabrik jagung; 3) Pemegang kebijakan. Dengan adanya model ini faktor ketidak-pastian tentang jumlah produksi jagung pada periode yang akan datang yang mempengaruhi fluktuasi harga jagung, dapat diperkecil. Model ini bermanfaat bagi pihak pengumpul karena dengan diperolehnya prediksi jumlah produksi jagung pada beberapa periode ke depan, para pengumpul dapat merencanakan pembelian jagung dari petani dan dapat merencanakan penjualan serta rencana distribusi jagung pipilan kepada industri-industri pengolahan jagung. Manfaat yang diperoleh pabrik jagung dengan penggunaan model ini adalah pabrik jagung dapat mengetahui jumlah bahan baku yang dapat diperoleh dari sentra jagung, sehingga dapat merencanakan impor bahan baku bila sentra jagung dalam negeri tak dapat memenuhinya. Berdasarkan hasil prediksi ini, pihak pabrik jagung dapat membuat perencanaan produksi dengan lebih matang. Manfaat model ini bagi pihak pemegang kebijakan adalah pemegang kebijakan dapat menggunakannya untuk memprediksi produksi jagung di sentrasentra jagung secara parsial. Dengan demikian penjumlahan produksi jagung yang
91
diprediksi pada sentra-sentra jagung merupakan hasil prediksi produksi jagung secara nasional. Dengan diperolehnya hasil prediksi produksi jagung secara nasional, pihak pemegang kebijakan dapat membuat kebijakan tentang usahausaha untuk meningkatkan produktivitas jagung, dan kebijakan lainnya tentang ketahanan pangan. 6.2 Pengelompokan Mutu Jagung Pipilan Pengelompokan mutu jagung pipilan merupakan salah satu bagian dari proses pasca panen jagung. Proses pasca panen jagung terdiri dari kegiatankegiatan: 1) pemanenan, 2) pengupasan, 3) pengeringan, 4) pemipilan,; 5) penyimpanan, 6) pengangkutan, dan 7) Klasifikasi dan standarisasi mutu (Firmansyah et al. 2006). Kegiatan-kegiatan pada pasca panen jagung sangat berpengaruh kepada hasil panen yang diperoleh. Proses pasca panen yang tidak ditangani dengan baik akan mengakibatkan penurunan kuantitas dan kualitas hasil panen. Menurut Firmansyah et al. (2006), permasalahan pasca panen jagung antara lain adalah susut kuantitas dan mutu, serta keamanan pangan. Kehilangan kuantitatif hasil panen merupakan susut hasil akibat tertinggal di lapang pada waktu panen, tercecer saat pengangkutan, atau tidak terpipil. Kehilangan kualitatif merupakan penurunan mutu hasil akibat butir rusak, butir berkecambah, atau biji keriput selama proses pengeringan, pemipilan, pengangkutan atau penyimpanan. Sedangkan masalah yang berkaitan dengan keamanan pangan adalah penundaan penanganan pascapanen jagung. Penundaan ini berpeluang untuk meningkatkan infeksi cendawan. Penundaan pengeringan paling besar kontribusinya dalam meningkatkan infeksi cendawan Aspergillus flavus yang bisa mencapai di atas 50%. Cendawan tersebut menghasilkan mikotoksin jenis aflatoksin. Toksin yang dikeluarkan oleh cendawan tersebut juga berbahaya bagi kesehatan ternak. Penurunan mutu biji jagung pipilan juga dapat terjadi karena masalah transportasi. Jarak dan waktu transportasi yang lama, dan cara penanganan pascapanen yang kurang baik mengakibatkan kemungkinan terjadinya perubahan kadar air, dan tumbuhnya cendawan. Hal ini mengakibatkan terjadinya penurunan mutu saat jagung tiba di tempat yang dituju.
92
Tujuan penanganan pasca panen jagung yang baik adalah untuk memperoleh butiran jagung dengan mutu yang baik, yang dimulai dengan penentuan umur panen yang tepat, mengurangi susut panen dan perontokan, cepat melakukan penjemuran biji dan penyimpanan pada kadar air dan wadah yang tepat, sehingga mendapatkan harga jual yang tinggi (Balai Besar Litbang Pasca Panen, 2010). Model pengelompokan mutu jagung pipilan ini bermanfaat dalam kegiatan klasifikasi mutu pada proses pasca panen. Model ini juga bermanfaat bagi pengumpul sehingga dapat mendistribusikan jagung pipilan menurut kelompok mutu sesuai jenis industri sasarannya. Jagung yang mengandung aflatoksin melebihi batas yang diijinkan, tak dapat dipasok sebagai bahan baku bagi industri tepung jagung. Dalam memproduksi tepung jagung, industri tepung jagung membutuhkan bahan baku jagung pipilan yang memenuhi stadar mutu yang ditetapkan. Jenis uji pada parameter mutu kadar air, butir rusak, butir pecah, dan kotoran merupakan variabel masukan yang berpengaruh kepada kelompok mutu jagung pipilan. Walaupun telah dikeringkan namun adanya kadar air yang berlebih karena penyimpanan akan mengakibatkan kemungkinan tumbuhnya aflatoksin. Standar Nasional Indonesia menetapkan batas kandungan aflatoksin untuk jagung pipilan yaitu maksimum 5 ppb bagi manusia dan maksimum 50 ppb bagi hewan. Bila kandungan aflatoksin lebih dari 50 ppb maka jagung pipilan tidak dapat digunakan sebagai bahan baku pada industri tepung jagung. Pengelompokan mutu jagung pipilan berdasarkan kadar air, butir rusak, butir pecah, dan kotoran dapat dilakukan setelah melewati pengujian aflatoksin terlebih dahulu. Hal ini disebabkan karena industri sasaran yang dijadikan konsumen jagung pipilan adalah industri tepung jagung. Variabel input yang cukup penting selain kadar air adalah butir rusak dan butir pecah. Bagi industri farmasi disyaratkan tidak boleh ada butir yang pecah. Butir pecah dapat terjadi pada saat proses pengeringan dan proses pemipilan. Akibat dari butir yang pecah adalah terdapatnya telur-telur serangga yang akan merusak butir jagung. Telur serangga tidak mati pada air mendidih dan tidak mati pada proses mekanis.
93
Butir rusak jagung pipilan diakibatkan karena dimakan burung. Untuk industri pangan butir rusak merupakan syarat mutu yang penting, karena butir rusak dapat berpotensi adanya telur serangga dan kutu. Selain itu butir rusak pada jagung akan mengakibatkan kemungkinan tumbuhnya cendawan. Model pengelompokan mutu jagung pipilan yang telah dirancang dijalankan dengan perangkat lunak MATLAB R2010a, dengan memasukkan nilai domain setiap variabel input, dan nilai parameter pada setiap himpunan fuzzy. Salah satu hasil memasukkan variabel input jenis uji butir rusak dapat dilihat pada Gambar 41.
Gambar 41 Himpunan fuzzy variabel butir rusak jagung pipilan. Aturan if-then yang telah dirancang dimasukkan kedalam program MATLAB R2010a, dan tampilannya terlihat pada Gambar 42. Tampilan lainnya dapat dilihat pada Lampiran 6. Setelah semua variabel input dimasukkan kedalam FIS editing, dan aturan yang dibuat telah dimasukkan ke dalam program tersebut, maka hasil yang diperoleh terlihat seperti pada Gambar 43. Hasil menjalankan FIS pada perangkat lunak MATLAB R2010a selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 6.
94
Gambar 42 Tampilan If-then rules mutu jagung pipilan pada MATLAB R2010a.
Gambar 43 Keluaran mutu jagung pipilan kelompok Mutu 2 Model pengelompokan mutu jagung pipilan yang dirancang, tidak mempertimbangkan faktor penanganan pascapanen, serta transportasi
distribusi
dan
antar setiap mata rantai. Diasumsikan bahwa penanganan pasca
panen telah dilakukan dengan baik, serta tidak terjadi gangguan saat distribusi dan transportasi.
95
6.3 Pengelompokan Mutu Tepung Jagung Model pengelompokan mutu tepung jagung bermanfaat bagi pabrik tepung jagung dan bagi industri pengguna tepung jagung. Industri tepung jagung dapat mengelompokkan produk yang dihasilkan, sehingga akan dengan mudah mengirimkan produk sesuai permintaan industri tujuannya. Kelompok Grade 1 ditujukan untuk bahan baku industri farmasi, kelompok Grade 2 untuk industri pangan, dan kelompok Grade 3 untuk industri pakan. Model ini juga bermanfaat bagi industri pengguna tepung jagung, sehingga industri tersebut dapat memesan bahan baku tepung jagung pada kelompok yang sesuai dengan jenis industrinya. Model pengelompokan mutu tepung jagung ini dijalankan dengan program FIS pada perangkat lunak MATLAB R2010a. Variabel input dimasukkan sesuai domain setiap himpunan fuzzy, dan nilai parameter yang telah ditentukan. Contoh tampilan pada MATLAB R2010a setelah memasukkan variabel aflatoksin beserta domain setiap himpunan fuzzy dengan kategori rendah, sedang , dan tinggi dapat dilihat pada Gambar 44. Tampilan variabel input lainnya pada FIS terdapat pada Lampiran 10.
Gambar 44 Himpunan fuzzy variabel aflatoksin pada tepung jagung. Aturan if-then sebanyak 27 aturan yang telah dirancang dimasukkan satu persatu ke dalam program FIS pada perangkat lunak MATLAB R2010a.
96
Tampilan hasil masukan aturan tersebut ke dalam program FIS dapat dilihat pada tampilan Gambar 45.
Gambar 45 Tampilan If-then rules mutu tepung jagung pada MATLAB R2010a. Setelah semua nilai-nilai variabel input , nilai variabel output, dan aturan keputusan dimasukkan kedalam program MATLAB, maka hasilyang diperoleh terlihat seperti pada Gambar 46. Hasil lainnya dapat dilihat pada lampiran 10.
Gambar 46 Keluaran mutu tepung jagung kelompok Grade 3.
97
Gambar 46 menunjukkan bahwa dengan nilai variabel input aflatoksin sebesar 25 ppb, kadar air sebesar 12%, dan kadar abu 0.75 %. Hasil yang diperoleh adalah tepung jagung tersebut masuk dalam kelompok mutu Grade 3. Model pengelompokan mutu tepung jagung yang dirancang pada penelitian ini tidak mempertimbangkan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap mutu tepung jagung selama proses produksi berlangsung. Faktor-faktor tersebut antara lain: setting mesin, metode kerja, ketrampilan dan keahlian operator, lingkungan kerja dan lain-lainnya. 6.4 Prediksi Permintaan Tepung Jagung Model prediksi permintaan tepung jagung bermanfaat bagi pabrik tepung jagung. Manfaat yang diperoleh adalah pabrik ini dapat membuat perencanaan produksi dengan target produksi sesuai permintaan konsumennya. Tersedianya data permintaan masa lalu akan memudahkan proses peramalan permintaan ke depan. Masalah yang dihadapi dalam pembuatan model ini adalah tidak tersedianya data permintaan masa lalu. Informasi yang diperoleh dari pihak pabrik adalah jumlah permintaan minimum sebesar 300 ton per bulan dan jumlah permintaan maksimum sebesar 375 ton per bulan. Model prediksi permintaan tepung jagung dibuat untuk data time series. Variabel yang akan diramalkan pada model ini hanya dipengaruhi oleh horison waktu. Peramalan permintaan dilakukan dengan pendekatan metode-metode time series dan dengan jaringan syaraf tiruan. Metode yang digunakan pada pendekatan time series adalah Moving Average, Double Moving Average, Single Exponential Smoothing, Double Exponential Smoothing, Trend Anlaysis dan metode Dekomposisi. Data yang digunakan dalam menjalankan model ini adalah data yang digenerate dengan permintaan periode sebelumnya yang berkisar antara 300 ton sampai dengan 375 ton per bulan. Data ini diperoleh berdasarkan informasi dari pabrik tepung jagung. Generate data selama 24 bulan dengan nilai minimum 300 ton dan nilai maksimum 375 ton dapat dilihat pada Lampiran 12. Hasil pengolahan data dapat dilihat pada Lampiran 12 sampai Lampiran 13. Pada pendekatan tersebut metode dekomposisi memberikan hasil terbaik dengan nilai MSE yang lebih kecil sebesar 329,954. Namun demikian jaringan syaraf tiruan
98
memberikan hasil yang lebih akurat seperti terlihat pada Lampiran 14 dan Lampiran 15. Lampiran 14 menunjukkan hasil menjalankan program jaringan syaraf tiruan sebanyak 18 kali dengan perangkat lunak MATLAB R2010a. Lampiran 15 adalah rangkuman hasil menjalankan program dengan jaringan syaraf tiruan beserta hasil peramalan permintaan tepung jagung. 6.5 Keterbatasan Model Beberapa keterbatasan dalam model yang dirancang adalah sebagai berikut: -
Model tidak dilengkapi dengan sistem pendukung keputusan yang mengintegrasikan sub-sub model dalam suatu sistem, sehingga dapat membantu pengambil keputusan melakukan tindakan secara lebih tepat dan cepat.
-
Model penyediaan tepung jagung dalam rantai pasok industri berbasis jagung ini masih bersifat parsial, sehingga perlu diintegrasikan dengan mempertimbangkan faktor penanganan pasca panen, distribusi dan transportasi antar mata rantai. Faktor-faktor ini perlu dipertimbangkan karena penanganan pasca panen yang kurang baik, jarak dan waktu transportasi akan mengakibatkan terjadinya penurunan mutu bahan baku.
-
Model prediksi hanya terbatas pada prediksi secara kuantitatif , sehingga faktor-faktor penting yang bersifat kualitatif masih diasumsikan tidak mempengaruhi hasil prediksi.
-
Implementasi model prediksi produksi jagung hanya untuk satu wilayah, dengan asumsi bahwa model ini akan dapat digunakan untuk wilayah lain dan dapat di kembangkan untuk memprediksi produksi jagung nasional.
-
Aturan keputusan dalam model pengelompokan mutu jagung pipilan dan pengelompokan mutu tepung jagung, tidak didukung oleh pencatatan data mutu yang cukup, sehingga tidak dapat dilakukan pengurangan jumlah aturan dalam if-then rules.
-
Perancangan model pengelompokan mutu jagung pipilan
belum
mempertimbangkan model sampling penerimaan bahan baku (acceptance sampling model) di industri tepung jagung. -
Model prediksi permintaan tepung jagung hanya menggunakan data permintaan secara keseluruhan dan bukan berupa permintaan per jenis
99
industri. Namun demikian model ini dapat digunakan untuk memprediksi permintaan setiap jenis industri pengguna tepung jagung, sehingga perencanaan penyediaan tepung jagung dalam jumlah dan mutu yang sesuai dapat dibuat untuk masing-masing jenis industri pengguna tepung jagung. 6.6 Implikasi Teoritis Hasil dari model prediksi produksi jagung menunjukkan bahwa penggunaan jaringan syaraf tiruan lebih akurat dari pada metode peramalan menggunakan model regresi. Hasil ini mengkonfirmasi penelitian yang dilakukan oleh Zhang et al. (2004), dimana penelitian ini membandingkan jaringan syaraf tiruan dengan model univariat serta model multivariat, dan memperoleh bahwa hasil peramalan jaringan syaraf tiruan lebih baik dari pada metode statistikal. Erdinç dan Satman (2005) dalam penelitiannya membandingkan jaringan syaraf tiruan dengan regresi linier, dan diperoleh hasil bahwa jaringan syaraf tiruan lebih baik daripada regresi linier dalam melakukann peramalan. Selain itu hasil ini menkonfirmasi penelitian Setyawati (2003) yang menggunakan jaringan syaraf tiruan untuk univariat dan multivariat time series dalam melakukan peramalan, dan memperoleh bahwa jaringan syaraf tiruan lebih akurat dari pada metode lainnya. Model prediksi yang dirancang telah mengkonfirmasi penelitian Nam dan Schaefer (1995) yang melakukan peramalan penumpang pesawat udara dengan jaringan syaraf tiruan. Azadeh et al. (2008) menggunakan jaringan syaraf tiruan untuk meramalkan penggunaan energi listrik. Ferreira et al. (2011) menggunakan jaringan syaraf tiruan untuk meramalkan harga dalam konteks agribisnis. Konfirmasi lainnya dilakukan terhadap penelitian Bhuvanes et al. (2007) menggunakan Backpropagation Neural Network (BPNN) untuk memprediksi jumlah pasien pada beberapa bagian perawatan di Virtua Health, New Jersey. Penelitian ini membandingkan model peramalan menggunakan backpropagation neural network dengan peramalan menggunakan statistical forecasting models, dan menyimpulkan bahwa BPPN lebih akurat.
100
6.7 Implikasi Manajerial Model yang dirancang masih bersifat parsial, namun model ini dapat digunakan bagi pemangku kepentingan pada rantai pasok industri berbasis jagung. Model pengelompokan mutu jagung pipilan dapat digunakan oleh pengumpul sebelum produk jagung pipilan didistribusikan ke industri pengolahan jagung sesuai jenis industri. Penggunaan model ini akan menyebabkan penurunan penolakan produk yang dikirim bila tidak sesuai dengan kebutuhan industri pengolahan jagung. Kelompok Mutu 1 dan Mutu 2 dapat dipasok kepada industri tepung jagung, dan kelompok Mutu 3 dapat dipasok kepada industri pakan. Penerapan rancangbangun model bermanfaat bagi perencanaan produksi pada industri tepung jagung. Pemanfaatan model prediksi produksi jagung akan mengurangi ketidak-pastian dalam masalah perencanaan jumlah bahan baku yang akan dipesan. Bila terjadi kekurangan bahan baku, industri tepung jagung dapat segera
mengantisipasi
dengan
melakukan
impor
bahan
baku.
Model
pengelompokan mutu jagung pipilan pada pengumpul, juga bermanfaat bagi industri tepung jagung. Dengan adanya pengelompokan mutu jagung pipilan ini, industri tepung jagung akan mendapat pasokan bahan baku yang sesuai dari pengumpul, sehingga penolakan bahan baku yang tidak sesuai dapat dikurangi. Penggunaan model prediksi permintaan tepung jagung pada industri tepung jagung akan memudahkan bagian perencanaan pada industri tersebut membuat perencanaan produksi per periode. Perencanaan produksi yang dibuat dapat dikaitkan dengan hasil prediksi produksi jagung, hasil pengelompokan mutu jagung pipilan, untuk membuat perencanaan pemesanan bahan baku. 6.8 Analisis Penggunaan Model dan Kebijakan Analisis pemanfaatan model penyediaan tepung jagung pada rantai pasok industri berbasis jagung dilakukan terhadap model prediksi produksi jagung, model pengelompokan mutu jagung pipilan, model pengelompokan mutu tepung jagung, dan model prediksi permintaan tepung jagung. Dari hasil menjalankan proses peramalan pada model prediksi produksi jagung sesuai Lampiran 1 sampai Lampiran 4, diperoleh bahwa nilai peramalan terbaik adalah peramalan dengan menggunakan jaringan syaraf tiruan dengan nilai MSE sebesar 0.0000993. Nilai MSE ini yang paling mendekati target performansi
101
sebesar 0.0001. Hasil ini merupakan hasil peramalan produksi jagung daerah Jawa Tengah, yang dapat dilihat pada Lampiran 2. Prediksi produksi jagung empat periode ke depan sebesar 115946 ton, 115926 ton, 116 226 ton, dan 116218 ton. Jumlah ini merupakan produksi jagung berupa jagung pipilan kering panen. Apabila periode analisis yang diambil adalah periode 1, maka jumlah produksi jagung panen kering panen adalah sebesar 115946 ton. Jumlah ini akan mengalami susut panen secara kuantitatif dan kualitatif. Kadar air jagung kering panen sebesar 25 - 30%, sedangkan jagung pipilan yang memenuhi persyaratan mutu memiliki kadar air 13 – 15%. Susut berat akibat penurunan kadar air mengakibatkan penurunan berat sebesar 15%, sehingga jumlah produksi jagung pipilan sebesar 115946 ton menjadi 98554.1 ton atau sekitar 100000 ton per bulan. Bila susut panen akibat mutu yang tidak memenuhi standar diasumsikan sebesar 20%, dan jumlah jagung yang diproduksi 50 % digunakan untuk pakan ternak, maka jumlah jagung pipilan menjadi 40000 ton per bulan. Jumlah ini akan menyusut akibat penurunan mutu pada saat transportasi. Bila diasumsikan susut mutu akibat transportasi sebesar 5%, maka jumlah jagung pipilan yang memenuhi persyaratan mutu sebagai bahan baku adalah sebesar 38000 ton per bulan. Kapasitas terpasang pabrik tepung jagung yang diambil sebagai sampel adalah sebesar 5000 ton per bulan. Pabrik ini berproduksi dengan 50 % kapasitas atau 2500 ton per bulan. Tepung jagung yang dihasilkan pabrik merupakan produk sampingan, karena produk utamanya adalah grits. Jumlah grits yang dihasilkan sebesar 65 – 70 % dari jumlah bahan baku, dan tepung jagung sebesar 12% dari jumlah bahan baku. Apabila prediksi permintaan tepung jagung pada periode 1 sebesar 330 ton seperti terlihat pada Lampiran 15, maka untuk memproduksi tepung jagung pada pabrik ini diperlukan bahan baku sejumlah 2750 ton. Perhitungan ini tidak memperhitungkan permintaan grits. Sehingga bila ditinjau dari kebutuhan bahan baku, sentra jagung Jawa Tengah masih dapat memenuhi pasokan bahan baku bagi pabrik. Analisis ini hanya dilakukan untuk memperkirakan kebutuhan bahan baku jagung pipilan pada satu pabrik tepung jagung. Analisis ini
tidak
mempertimbangkan banyak industri pengolahan jagung lainnya yang tersebar di beberapa wilayah di Indonesia selain pabrik tepung jagung.
102
Beberapa kebijakan yang perlu dilakukan apabila terdapat kekurangan bahan baku jagung pipilan antara lain: -
Melakukan impor jagung dari negara luar
-
Usaha peningkatan produktivitas jagung bagi petani
-
Memberikan kemudahan memperoleh benih jagung yang bermutu bagi petani
-
Memberikan kemudahan meperoleh pengetahuna tentang panen dan pasca panen bagi petani
-
Kemudahan memperoleh sarana produksi bagi petani
-
Kemudahan mendapat pasokan bahan baku dari petani kepada pengumpul
-
Penerapan peraturan dagang yang konsisten bagi pengumpul
-
Kemudahan akses informasi bagi semua pemangku kepentingan