119
6
6.1
ANALISIS KEBERLANJUTAN PULAU
Pendekatan Model Sebagaimana dijelaskan dalam gambaran umum, bahwa secara fisik
wilayah penelitian terdiri atas pulau-pulau yang luasnya masuk dalam kategori kecil bahkan sangat kecil sehingga kuantifikasi dari besarnya kebutuhan dan ketersediaan lahan, terutama lahan di darat menjadi suatu hal yang sangat penting untuk diketahui dan dipertimbangkan dalam rangka mengembangkan pulau-pulau kecil secara berkelanjutan. Berdasarkan karakteristik kebutuhan lahan dan ketersediaan lahan dimaksud diatas, maka pendekatan model dalam penelitian ini lebih difokuskan pada ecological footprint analysis dan bio capacity analysis. Hasil perbandingan nilai dari kedua analisis ini selanjutnya dipergunakan sebagai ukuran atau batasan model didalam menentukan tingkat keberlanjutan pengembangan pulau-pulau kecil di wilayah penelitian
6.2
Analisis Kebutuhan Lahan. Ecological footprint Analysis didalam penelitian ini didasarkan pada
data Susenas tahun 2006 yang telah diolah dalam bentuk pola konsumsi penduduk setempat. Diketahui bahwa kerangka sampel dari Sensus Ekonomi Tahun 2006 tersebut berupa blok sensus yang berisikan 80-120 rumah tangga, dan rata-rata setiap rumah tangga beranggotakan 5 orang. Dengan demikian, dalam penelitian ini satuan pengolahan data dari analisis Ecological footprint dilakukan berdasarkan besarnya konsumsi rata-rata rumah tangga yang beranggotakan 5 orang per bulan terhadap beberapa kebutuhan utama seperti kebutuhan yang bersifat makanan dan non-makanan. Secara lebih detail kebutuhan utama rumah tangga ini kemudian diklasifikasikan atas kebutuhan akan Makanan, Perumahan, Transportasi, Barang, Jasa, serta Tempat Limbah, sebagaimana nampak dalam struktur pengolahan data dari Ecological Footprint Analysis yang dipergunakan dalam penelitian ini.
120
6.2.1 Kebutuhan Makanan. Berdasarkan data pola konsumsi masyarakat yang diperoleh melalui hasil sensus ekonomi tahun 2006, dapat diketahui kebutuhan rata-rata rumah tangga per bulan, di wilayah penelitian terhadap berbagai bahan-bahan makanan. Kebutuhan makan dimaksud secara lebih rinci di jelaskan melalui Tabel 44 hasil analisis ecological footprint berikut ini. Tabel 44. Konversi Kebutuhan Makanan Terhadap Lahan EF 1.-MAKANAN
Unit 1
Perkiraan Perkiraan
Biaya
per bulan per tahun per bulan 2
3
243.94
4
$8.82
Fosil
Per
Pe
Tanian Ternakan
5
6
629
7
Hutan 8
Sayuran, kentang & buah
[kg]
Roti dan produk roti
[kg]
1.60
19.20
$1.02
124
176
Tepung, beras, mie, sereal
[kg]
25.81
309.71
$10.71
1,598
2,835
jagung
[kg]
0.11
1.36
$0.03
7
7
Kacang-kacangan
[kg]
3.77
45.21
$0.81
117
1,192
Susu, krim, yoghurt, asam
[liter]
2.75
32.99
$2.53
85
84
Es krim, susu beku lainnya
[liter]
0.08
1.01
$0.14
5
13
7
Keju, mentega
[kg]
0.08
0.92
$0.12
15
24
13
[butir]
26.52
318.28
$0.88
103
364
babi
[kg]
0.06
0.67
$0.16
17
21
Ayam, kalkun
[kg]
1.04
12.47
$1.43
257
261
daging sapi
144
Telur [asumsi = 50 g]
20.33
Energi
Ter
Per
Bangun
Ikanan
9
10
423
45
daging
[kg]
0.20
2.40
$0.25
80
ikan
[kg]
14.25
171.02
$8.74
6,619
gula
[kg]
2.84
34.10
$1.20
132
128
Minyak sayur (minyak zaitun)
[liter]
2.68
32.17
$2.80
199
1,748
margarin
[kg]
0.10
1.18
$0.06
9
80
Kopi & teh
[kg]
0.83
9.97
$0.89
167
440
Jus dan anggur
85 22,933
[l]
6.53
78.36
$1.72
505
325
bir
[liter]
0.11
1.34
$1.78
9
3
Taman [utk makanan]
[m2]
0.70
0.70
$0.00
[$]
15.79
189.42
$15.79
391
358
6
$59.89
11,070
8,627
156
makan di luar SUB-TOTAL-1
2 992 0
0
23,925
Sumber : Analisis EF, (2010)
Dalam Tabel 6.1 analisis dimaksud nampak jelas bahwa dari 21 jenis bahan makanan yang terinventarisir sesuai dengan kebutuhan rumah tangga setempat per bulan, konsumsi tepung, beras, mie dan sereal memiliki peringkat pertama, yaitu mencapai 25.81 kg per rumah tangga per bulannya. Peringkat kedua adalah sayur, kentang dan buah dengan ukuran unitnya mencapai 20.33 kg per rumah tangga per bulannya. Selanjutnya peringkat ke tiga ditempati oleh komoditi ikan, dengan ukuran unitnya mencapai 14.25 kg per rumah tangga per bulannya. Sebaliknya dengan satuan unit yang sama, komoditi daging seperti daging, ayam dan sapi menduduki peringkat yang
121
paling rendah, yaitu 1.04 kg, dan 0.20 kg per rumah tangga per bulannya. Demikian halnya juga dengan telur yang ukuran kebutuhannya setelah di tera (50g per butir x 26.52 butir) hanya mencapai 1.34 kg per rumah tangga per bulannya.
Menurut MTB dalam Angka Tahun 2006, total biaya yang
dikeluarkan untuk kebutuhan makanan sebagaimana dimaksud diatas adalah sebesar Rp. 598.890. Jika ukuran kebutuhan makanan masyarakat di wilayah penelitian sebagaimana dijelaskan diatas dibandingkan dengan ukuran kebutuhan ratarata makanan nasional untuk komoditi yang sama sebagaimana dijelaskan dalam Pola Konsumsi Penduduk Indonesia Tahun 2006 yang dikeluarkan oleh BPS Indonesia, dimana konsumsi, beras adalah sebesar 36.38 kg per rumah tangga per bulan, konsumsi ikan adalah sebesar 6.68 kg per rumah tangga per bulan, konsumsi daging ayam 1.69 kg per rumah tangga per bulan dan sapi 1.70 kg per rumah tangga per bulan, serta konsumsi telor sebesar 4.6 kg per rumah tangga per bulan, maka nampak jelas bahwa secara ratarata pola konsumsi di wilayah penelitian berada dibawah rata-rata pola konsumsi nasional, akan tetapi untuk komoditi ikan justru konsumsinya jauh diatas rata-rata nasional atau sekitar dua kali lipat dari rata-rata nasional. Hal ini membuktikan bahwa sumberdaya perikanan laut memiliki andil yang cukup besar dalam membentuk pola konsumsi masyarakat setempat, sekaligus mengindikasikan akan adanya potensi dukungan protein yang sangat kuat dalam menunjang status gizi dan kesehatan mereka. Mengacu pada besarnya ukuran kebutuhan dari penduduk di wilayah penelitian terhadap setiap jenis makanan sebagaimana dijelaskan dalam tabel diatas, maka dengan mempergunakan analisis ecological footprint, dapat diperkirakan distribusi luas dari setiap klasifikasi lahan yang secara fungsional dianggap sebagai lahan untuk memproduksi jenis makanan dimaksud. Hasil analisis ecological footprint memperlihatkan bahwa, untuk memenuhi karakteristik pola konsumsi makanan masyarakat di wilayah penelitian setiap tahunnya per rumah tangga, sebagaimana diperlihatkan dalam tabel diatas, diperlukan lahan energy fosil sebesar 11.070 gm2, lahan pertanian sebesar 8.627 gm2, lahan peternakan sebesar 156 gm2, lahan
122
perikanan sebesar 23.925 gm2 per rumah tangga per tahun. Berdasarkan komposisi besarnya luas lahan yang dibutuhkan untuk setiap klasifikasi lahan diatas, dapat disimpulkan bahwa minat masyarakat di wilayah penelitian terhadap hasil-hasil laut cukup besar dan sangat signifikan, terutama jika dibandingan dengan kebutuhan akan lahan pertanian dan lahan peternakan. Besarnya kebutuhan lahan perikanan, juga mengindikasikan akan adanya kemudahan untuk mendapatkan sumberdaya yang berasal dari laut dibandingkan sumberdaya dari darat, baik dari segi kuantitasnya maupun dari segi kualitasnya.
6.2.2 Kebutuhan Perumahan Rumah adalah suatu kebutuhan pokok yang harus dipenuhi dalam kehidupan manusia selain makanan. Dalam UU No.4 tahun 1992, tentang perumahan dan pemukiman, menjelaskan bahwa perumahan dan pemukiman yang layak, sehat, aman, serasi dan teratur merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia dan merupakan faktor penting didalam meningkatkan harkat, martabat, mutu kehidupan dan kesejahteraan masyarakat. Berkaitan dengan pentingnya
rumah
sebagai
satu
kebutuhan
manusia,
maka
dalam
membangun suatu rumah perlu diketahui, berapa besar ukuran rumah tersebut?, berapa banyak bahan yang diperlukan untuk membangun rumah tersebut?,
berapa banyak energi yang diperlukan untuk mengoperasikan
rumah tersebut?, dan berapa besar biaya pengoperasian rumah tersebut untuk dapat ditinggali oleh suatu rumah tangga?. Berdasarkan hasil inventarisasi data perumahan dari berbagai sumber data di wilayah penelitian, seperti data Susenas Tahun 2006, data Maluku Tenggara Barat dalam Angka Tahun 2006, serta data Indikator Kesejahteraan Kabupaten Maluku Tenggara Barat Tahun 2006, diketahui bahwa presentasi rumah tangga di kawasan ini yang tinggal dalam bangunan dengan luas lantainya lebih dari 50 m2 mencapai 25.52% dari total rumah tangga keseluruhan di wilayah penelitian. Jika dipakai standar ukuran Badan Kesehatan Dunia (WHO), yang mengkriteriakan luas lantai rumah minimal per orang adalah sebesar 10 m2 sebagai rumah sehat, maka dengan jumlah
123
anggota rumah tangga sebanyak 5 orang, dibutuhkan luas lantai minimal lebih dari 50 m2. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa sebagian besar atau sekitar 74,48% dari rumah tangga di kawasan penelitian tinggal dirumah yang tidak memenuhi kriteria sehat atau tidak nyaman, sehingga data yang dipergunakan untuk ukuran luas rumah pada penelitian ini adalah ukuran luas lantai rumah dengan standar minimal sebagaimana ditetapkan oleh WHO, yaitu 50 m2 dengan luas halaman totalnya sebesar 140 m 2. Untuk membangun rumah dengan ukuran 50 m 2 tersebut diperlukan volume kayu sekitar 4.8 m3. Jika berat jenis kayu adalah sebesar 500 kg/m 3, maka berat kayu yang dibutuhkan untuk volume dimaksud setara dengan 2.400 kg. Dengan demikian jika usia rumah untuk direhabilitasi kembali adalah sekitar 20 tahunan, maka kebutuhan kayu per rumah tangga rata-rata per bulan adalah setara dengan 10 kg. Berdasarkan Maluku Tenggara Barat Dalam Angka Tahun 2006, diketahui bahwa total jumlah produksi listrik yang terjual adalah adalah sebesar 8.612.128 kWh. Jika diperkirakan ada sekitar 9,000 rumah tangga yang memanfaatkan jasa listrik tersebut, maka kebutuhan listrik rata-rata untuk setiap rumah tangga di wilayah penelitian adalah 80 kWh per rumah tangga per bulan. Produksi listrik dilayani oleh PLN dengan mempergunakan mesin tenaga diesel, ini berarti 100% produksi listrik di wilayah penelitian mengandalkan bahan bakar minyak atau bahan bakar fosil. Demikian halnya juga dengan bahan bakar minyak tanah. Berdasarkan data Susenas Tahun 2006, maka kebutuhan jumlah minyak tanah per rumah tangga per bulan rata rata adalah sebesar 25 liter. Sedangkan untuk air bersih rata-rata kebutuhan per rumah tangga per bulan mencapai 10 m 3 air. MTB dalam Angka Tahun 2006, juga memperlihatkan bahwa total biaya ratarata yang dikeluarkan oleh setiap rumah tangga di wilayah penelitian didalam mengelola rumah seperti sewa rumah, listrik, air pajak dan administrasi lainnya adalah sekitar Rp. 516.670. Mengacu pada karakteristik kebutuhan minimal rumah tangga terhadap perumahan yang sehat dan nyaman, beserta operasionalisasi pemanfaatan
124
perumahan dimaksud seperti listrik, bahan bakar dan air, maka dengan memasukan faktor-faktor tersebut sebagai input dari analisis ecological footprint, dapat diketahui komposisi besarnya lahan yang dibutuhkan sesuai dengan klasifikasinya seperti lahan energi fosil sebesar 5.336 gm2, lahan hutan sebesar 5.645 gm2 dan lahan terbangun sebesar 427 gm2 per rumah tangga per tahun. Kebutuhan perumahan dimaksud secara lebih rinci dijelaskan melalui Tabel 45, hasil analisis ecological footprint berikut ini. Tabel 45. Konversi Kebutuhan Perumahan Terhadap Lahan EF 2.-PERUMAHAN
Unit
Perkiraan Perkiraan
Biaya
per bulan per tahun per bulan 1
Rumah atau apartemen saat ini usia tempat tinggal
4
Fosil
Tanian Ternakan
50.00
$32.60
914
2,799
117
2,846
10.00
120.00
$0.00
Halaman [tmsk bangunan]
[m2]
140.00
140.00
$0.60
Listrik dan komposisi BB
[kWh]
80.00
960.00
$4.72
bahan bakar fosil
100%
mikro hidro
0%
PV surya (atap rumah)
0%
angin
5
6
7
8
9
10
427 2,252 0
0.0%
0
[m3]
0.0
0.00
$0.00
0
[l]
0.0
0.00
$0.00
0
[kg]
0.0
0.00
$0.00
[l]
25.0
300.00
$8.75
2,052
batu bara
[kg]
0.0
0.00
$0.00
0
Air
[m3]
10
120.00
$5.00
SUB-TOTAL-2
Per
Bangun Ikanan
50.00 20.00
BBM, Minyak Tanah
Ter
Hutan
[m2] [kg]
kayu bakar
Pe
3
[tahun]
Bakar gas cair (propana)
Per
2
konstruksi kayu
Gas alam, kota
Energi
$51.67
0
1,076 5,336
0
0
5,645
427
0
Sumber : Hasil Analisis EF, (2011)
Khusus untuk lahan terbangun, luas lahan yang dibutuhkan bersifat tetap dan bukan kumulatif artinya luas lahan terbangun yang dibutuhkan setiap tahunnya adalah sebesar luas bangunan yang ada diatasnya, demikian halnya juga dengan lahan yang tersedia. Dari hasil komposisi konversi kebutuhan lahan diatas, dapat disimpulkan bahwa selain membutuhkan ruang terbangun bagi berdirinnya bangunan, rumah juga membutuhkan lahan hutan sebagai bahan penyedia konstruksi kayu serta lahan energi fosil untuk mengoperasionalisasikan rumah tersebut.
125
6.2.3 Kebutuhan Transportasi Berdasarkan data yang didapat dari MTB Dalam Angka Tahun 2006, diketahui bahwa jumlah sarana transportasi yang terdaftar dan berinteraksi di wilayah penelitian sesuai dengan jenisnya secara berurutan adalah sepeda motor sebanyak 793 buah, bis sebanyak 125 buah, mobil sebanyak 48 buah. Sedangkan jumlah kapal yang masuk di pelabuhan Saumlaki tercatat sebanyak 350 kali, dengan total jumlah penumpang dan barang yang turun adalah sebesar 17.804 orang dan 25.814 ton dalam setahun, sedangkan penumpang dan barang naik sebesar 11.857 orang dan 1.570 ton dalam setahun. Untuk pesawat udara tercatat 338 kali, dengan total jumlah penumpang turun sebanyak 5.829 orang dan penumpang naik sebanyak 4,691 orang dalam setahun. Jika panjang trayek kendaraan per hari untuk pulau-pulau kecil adalah sekitar 10 km, maka jumlah panjang trayek dari keseluruhan sepeda motor yang terdaftar selama sebulan adalah sepanjang 237.900 km, sedangkan untuk mobil jumlah panjang trayeknya totalnya sebulan adalah 14.400 km. Dengan asumsi bahwa rata-rata jumlah anggota keluarga adalah 5 orang, maka dengan membagi total jumlah penduduk tahun 2006 sebesar 161.342 orang dengan jumlah anggota rumah tangga dimaksud, didapat jumlah rumah tangga di wilayah penelitian yaitu sebanyak 32.268 rumah tangga. Dengan demikian dapat diketahui panjang trayek rata-rata per rumah tangga per bulan untuk sepeda motor dan mobil yaitu 7.37 km per rumah tangga per bulan dan 0.45 km per rumah tangga per bulan. Demikian
halnya
dengan
bis
dalam
kota
yang
kapasitas
penumpangnya adalah sebanyak 9 orang. Untuk jumlah bis sebanyak 125 buah, total panjang trayeknya dalam sebulan adalah 37.500 di kali dengan jumlah penumpang yang diangkut sebanyak 9 orang sehingga total panjang trayeknya menjadi 337.500 km. Dengan demikian dapat diketahui panjang trayek rata-rata per rumah tangga per bulan untuk bis adalah 10,46 km per rumah tangga per bulan. Untuk kapal laut dan pesawat udara, jumlah jam berlayar dan terbang adalah 12 dan 2 jam, sedangkan jumlah orang yang diangkut dalam satu tahun adalah 17.804 orang dan 5.829 orang. Dengan
126
demikian jumlah jam trayek rata-rata per rumah tangga per bulan adalah 0,55 jam per rumah tangga per bulan dan 0,03 jam per rumah tangga per bulan. Dengan memasukan data-data tersebut diatas, maka dapat dianalisis besarnya ecological footprint rumah tangga didalam rangka memenuhi kebutuhan transportasinya, lebih rinci dijelaskan melalui Tabel 46 analisis ecological footprint berikut ini. Tabel 46. Konversi Kebutuhan Transportasi Terhadap Lahan EF 3.- TRANSPORTASI
Unit
Perkiraan Perkiraan
Biaya
per bulan per tahun per bulan 1
2
3
4
Energi Fosil
Per
Pe
Hutan
Tanian Ternakan
5
6
7
8
Ter
Per
Bangun
Ikanan
9
10
Bus Dalam Kota
[org.*km]
10.46
125.52
$5.23
115
0.0
Bus Antar kota
[org.*km]
0.00
0.00
$0.00
0
0.0
Mobil (pribadi)
[km]
0.44
5.28
$0.88
5
1
[liter]
10.00
Taxi / rental/ mobil lainnya
[km]
0.00
0.00
$0.00
0
0
efisiensi bbm rata-rata
[liter]
0.00 88.44
$3.32
45
10
efisiensi bbm rata-rata
Sepeda Motor
[km]
7.37
[liter]
20.00
Kapal Laut
[org.*jam]
0.55
6.60
$12.38
91
Pesawat Udara
[org.*jam]
0.03
0.36
$2.25
83
$24.05
340
efisiensi bbm rata-rata
(e)co, (b)us, (f)irst class?
e
SUB-TOTAL-3
0
0
0
10
0
Sumber : Hasil Analisis EF, (2011)
Dari Tabel 46, nampak bahwa lahan yang sangat berperan didalam menjawab kebutuhan transportasi adalah berkaitan dengan jumlah bahan bakar yang diperlukan oleh setiap sarana transportasi yang ada atau yang melayani wilayah penelitian. Konversi kebutuhan transportasi kedalam kebutuhan lahan tersebut lebih di dominasi oleh lahan energi yaitu sebesar 340 gm2 per rumah tangga per tahun. Sisanya adalah lahan terbangun berupa fasilitas penunjang transportasi di pulau-pulau kecil sebesar 10 gm2per rumah tangga per tahun. Selain jumlah lahan yang diperlukan untuk keperluan transportasi, diketahui juga besarnya biaya rata-rata yang harus dikeluarkan oleh rumah tangga di wilayah penelitian dalam rangka melakukan aktivitas perjalanannya baik didalam pulau maupun antar pulau dengan mempergunakan berbagai media transportasi sebagaimana dijelaskan dalam tabel diatas. Menurut MTB
127
dalam Angka Tahun 2006, biaya yang dikeluarkan oleh rumah tangga setiap bulannya untuk aktivitas transportasi adalah sebesar Rp.240.000.
6.2.4 Kebutuhan Barang Mengacu pada data Susenas Tahun 2006 dan data Maluku Tenggara Barat dalam Angka tahun 2006, serta data indikator kesejahteraan rakyat Kabupaten Maluku Tenggara Barat tahun 2006, dapat diketahui kebutuhan rata-rata rumah tangga per bulan, di wilayah penelitian terhadap berbagai barang-barang. Kebutuhan barang-barang dimaksud secara lebih rinci di jelaskan melalui Tabel 47 hasil analisis ecological footprint berikut ini.
Tabel 47. Konversi Kebutuhan Barang-Barang Terhadap Lahan EF 4.-BARANG BARANG
Unit 1
Perkiraan Perkiraan
Biaya
per bulan per tahun per bulan 2 3 4
Energi Fosil 5
Per
Pe
Tanian Ternakan 6 7
Hutan
Ter
Per
8
Bangun 9
Ikanan 10
Pakaian dan tekstil kapas
[kg]
1.05
12.60
$4.73
49
544
wol
[kg]
sintetis
[kg]
0.10
1.20
1.70
20.40
Furniture (kayu)
[kg]
3.00
Mebel (plastik / logam)
[kg]
Peralatan Umum
[kg]
Komputer dan alat elektronik
$0.65
5
56
$5.95
80
36.00
$1.20
35
3.00
36.00
$1.20
422
99
1.50
18.00
$0.60
528
124
[kg]
0.00
0.00
$0.00
0
0
Peralatan kecil
[kg]
0.00
0.00
$0.00
0
Kertas buku dan tisu
[kg]
1.50
18.00
$0.45
123
Mobil suku cadang
[kg]
0.00
0.00
$0.00
0
Peralatan dari logam
[kg]
1.00
12.00
$0.40
141
Kulit
[kg]
0.00
0.00
$0.00
0
Produk Plastik
[kg]
1.50
18.00
$0.45
176
41
Porselen, kaca
[kg]
2.00
24.00
$0.60
70
17
obat
[kg]
0.45
5.40
$0.18
211
50
Produk pembersih
[kg]
0.45
5.40
$0.14
42
Rokok, produk tembakau lain
[kg]
2.00
24.00
$0.60
586
358
$17.14
2,469
959
SUB-TOTAL-4
12 37
1 19 854
8
0 320
29 0 33
0
0
0
10 138 37
1,174
580
0
Sumber : Hasil Analisis EF, (2011)
Dalam tabel analisis dimaksud nampak jelas bahwa dari 15 jenis barang-barang yang terinventarisir sesuai kebutuhan rumah tangga di wilayah penelitian untuk setiap bulannya, pakaian dan tekstil merupakan barang yang
128
menjadi prioritas untuk dimiliki. Hal ini ditunjukkan melalui besarnya porsi pengeluaran untuk komoditi sandang dari total kebutuhan akan barang seharga Rp. 171.400. Sedangkan prioritas selanjutnya adalah berbagai peralatan rumah tangga baik yang terbuat dari plastik, logam, porselen serta produk pembersih. Konversi kebutuhan barang-barang kedalam enam klasifikasi lahan sebagaimana
dipersyaratkan
dalam
analisis
ecological
footprint,
memperlihatkan bahwa lahan energy fosil merupakan lahan yang paling banyak dibutuhkan yaitu sebesar 2.469 gm2 per rumah tangga per tahun. Hal ini dimungkinkan karena sebagian besar barang-barang yang dibutuhkan oleh rumah tangga di wilayah penelitian umumnya terbuat dari bahan-bahan plastik, logam, dan porselen yang merupakan bahan hasil olahan dari lahan energi fosil. Lahan berikutnya yang menjadi prioritas untuk digunakan adalah lahan hutan sebesar 1.174 gm2, lahan pertanian sebesar 959 gm2, lahan terbangun
sebesar 580 gm2, dan lahan peternakan sebesar 37 gm2 per
rumah tangga per tahun.
6.2.5 Kebutuhan Jasa Di wilayah penelitian, kebutuhan jasa merupakan kebutuhan pada urutan kelima. Urutan ini diperlihatkan berdasarkan tingkat keperluannya dalam bentuk besarnya pengeluaran oleh rumah tangga setempat setelah kebutuhan akan barang-barang terpenuhi. MTB dalam Angka Tahun 2006 menyebutkan bahwa besarnya pengeluaran di bidang jasa dari setiap rumah tangga di wilayah penelitian adalah sebesar Rp. 135.000. Pengeluaran ini dipergunakan untuk membayar sejumlah jasa seperti jasa pendidikan, jasa kesehatan, jasa hiburan, jasa surat menyurat, serta jasa komunikasi lainnya. Dalam satuan unit yang lebih detail, ukuran dari masing-masing jasa dimaksud di wilayah penelitian diperlihatkan melalui Tabel 48 berikut ini. Dalam tabel terlihat jelas, bahwa kebutuhan layanan kesehatan merupakan peringkat tertinggi dari 9 jenis kebutuhan jasa yang ada, dengan jumlah nilainya adalah sebesar Rp. 50.000 per rumah tangga per bulan.
129
Urutan selanjutnya adalah pendidikan dengan jumlah nilainya adalah Rp. 40.000 per rumah tangga perbulan, hiburan dengan jumlah nilainya adalah Rp. 30.000 per rumah tangga perbulan, serta telpon dan layanan pos, yang nilainya adalah sebesar Rp. 12.500 dan Rp 10.000.
Tabel 48. Konversi Kebutuhan Aneka Jasa Terhadap Lahan EF 5.-ANEKA JASA
Unit
Perkiraan Perkiraan
Biaya
per bulan per tahun per bulan 1
2
3
4
Energi Fosil
Per
Pe
Ter
Hutan
Tanian Ternakan
5
6
7
Per
Bangun Ikanan 8
9
10
layanan pos internasional
[kg]
0.00
0.00
$0.00
0
0
domestik
[kg]
1.00
12.00
$0.25
23
11
Hotel, Motels
[$]
0.00
0.00
$0.00
0
Air, selokan, layanan sampah
[$]
0.00
0.00
$0.00
0
0
Layanan binatu eksternal
[$]
0.00
0.00
$0.00
0
0
telepon
[$]
1.25
15.00
$1.25
3
1
Asuransi kesehatan
[$]
5.00
60.00
$5.00
47
21
Rumah Tangga asuransi
[$]
0.00
0.00
$0.00
0
Hiburan
[$]
3.00
36.00
$3.00
42
19
pendidikan
[$]
4.00
48.00
$4.00
28
13
$13.50
144
SUB-TOTAL-5
0
0
0
0
0
0
0
65
0
Sumber : Hasil Analisis EF, (2011)
Konversi dari berbagai jenis jasa yang dibutuhkan oleh rumah tangga di wilayah penelitian kedalam enam klasifikasi lahan ecological footprint, memperlihatkan bahwa hanya ada dua kelas lahan yaitu lahan energi fosil dan lahan terbangun. Jumlah luas lahan energi fosil yang tertinggi dihasilkan oleh kebutuhan akan jasa kesehatan dengan nilai sebesar 47 gm 2 per rumah tangga per tahun. Nilai ini lebih tinggi jika dibandingkan dengan lahan energi fosil yang dibutuhkan untuk jasa pendidikan dan hiburan serta layanan pos yang hanya mencapai luas sebesar 28 gm 2 ,42 gm2 dan 23 gm2 per rumah tangga per tahun. Demikian halnya juga dengan lahan terbangun yang memiliki tingkatan kebutuhan yang mirip dengan lahan energi fosil dimana per rumah tangga per tahunnya dibutuhkan sebesar 21 gm2 untuk kesehatan, 19 gm2 untuk hiburan,13 gm2 untuk pendidikan,dan 11 gm2 untuk layanan pos.
130
6.2.6 Kebutuhan Tempat Limbah Kebutuhan tempat limbah, pada dasarnya berkaitan dengan berapa besarnya tempat limbah harus disediakan bagi rumah tangga, sedemikian rupa, sehingga tempat limbah tersebut mampu menampung semua limbah yang di produksi oleh rumah tangga tersebut per bulannya. Meskipun pengelolaan sampah oleh rumah tangga di wilayah penelitian pada umumnya dilakukan dengan menggali lubang dan membakar sampah tersebut, tetapi tidak semua sampah bisa di bakar atau daur ulang dengan cara yang dilakukan saat ini misalnya sampah logam, kaca, almunium, dan plastik. Dengan demikian perlu diketahui berapa banyak sampah yang dihasilkan oleh suatu rumah tangga per bulannya demikian juga komposisi dari sampah dimaksud. Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh ITS, mengatakan bahwa produksi sampah yang dihasilkan oleh rata-rata rumah tangga di pedesaan adalah sebesar 0.35 kg per orang per hari. Jika di wilayah penelitian jumlah anggota rumah tangganya adalah sebanyak 5 orang, maka rata-rata jumlah sampah perbulan yang dihasilkan oleh rumah tangga adalah seberat 52.5 kg per rumah tangga per bulan. Dari total berat sampah dimaksud, 51% diantaranya adalah sampah berupa sayur, buah dan makanan yang relatif mudah untuk ditangani. Sisa sampah lainnya sebesar 14% berupa sampah plastik, 13% berupa sampah kertas dan kerdus, 4% berupa sampah almunium, 3% berupa sampah besi, 1% berupa sampah kaca atau beling, dan 14% berupa sampah kayu, kain, karet, sisa daun, dll. Dari komposisi sampah diatas, maka hanya sampah kertas, almunium, plastik, logam, kaca, dan plastik yang sulit untuk membusuk atau lapuk, sehingga perlu diperhitungkan dampaknya terhadap peningkatan kebutuhan akan lahan untuk menampungnya. Kebutuhan lahan untuk menampung limbah, lebih rinci dijelaskan melalui Tabel 49 berikut ini. Dari tabel diatas nampak bahwa, semakin sulit atau semakin sedikit persentase limbah untuk dapat di daur ulang atau di hancurkan kembali kepada lahan pembentuk asalnya yaitu lahan energi fosil, maka semakin
131
banyak lahan energi yang telah diambil atau di produksi, hilang dan tidak kembali lagi ke asalnya. Jika ukuran banyaknya limbah ini dipakai sebagai banyaknya limbah yang dihasilkan oleh setiap rumah tangga dalam setahun, maka limbah almunium memerlukan paling banyak lahan energi fosil yaitu sebesar 905 gm2 per rumah tangga per tahun. Sedangkan untuk limbah plastik, kertas, logam dan kaca secara berurutan membutuhkan lahan energi fosil sebanyak 829 gm2, 455, gm2, 213 gm2, dan 17 gm2, per rumah tangga per tahun. Tabel 49. Konversi Kebutuhan Tempat Limbah Terhadap Lahan EF 6.- LIMBAH
Unit
Perkiraan Perkiraan
Biaya
per bulan per tahun per bulan 1
2
3
4
Energi Fosil 5
Per
Pe
Hutan
Tanian Ternakan 6
7
8
Ter
Per
Bangun
Ikanan
9
10
recycled …... %
Sampah rumah tangga: kertas dan kertas karton
[kg]
6.82
81.84
$0.10
455
42%
aluminium
[kg]
2.10
25.20
$0.10
905
28%
213
logam lainnya
[kg]
1.60
19.20
$0.10
213
35%
50
kaca
[kg]
0.53
6.30
$0.10
17
26%
4
plastik
[kg]
7.35
88.20
$0.10
829
5%
195
$0.50
2420
0
SUB-TOTAL-6
18.40
221
971
0
971
107
568
0
Sumber : Hasil Analisis EF, (2011)
Lahan lain yang dibutuhkan limbah adalah tempat penampungan kelima jenis limbah dimaksud berupa lahan terbangun yang mencapai luas sebesar 568 gm2 per rumah tangga per tahun. Khusus untuk limbah kertas dibutuhkan lahan hutan sebanyak 971 gm2. Kebutuhan lahan hutan untuk limbah kertas berhubungan dengan produksi kertas itu sendiri yang berasal dari lahan ini.
6.2.7 Ecological Footprint Penduduk Dengan diketahuinya kebutuhan lahan rumah tangga untuk setiap klasifikasi lahan yang dipersyaratkan dalam analisis ecological footprint, maka total keseluruhan ecological footprint rumah tangga dari setiap kategori kebutuhan rumah tangga dapat diketahui. Selanjutnya dengan membagi nilai ecological footprint rumah tangga dimaksud dengan jumlah anggota rumah
132
tangga yaitu sebanyak 5 orang, maka didapat nilai Total Ecological Footprint per kapita per tahun dari masyarakat di wilayah penelitian sebagaimana ditunjukkan melalui Tabel 50. Selain itu dengan analisis ini juga dapat diperkirakan besarnya pengeluaran masyarakat per kapita per bulan. Dari Table 50, lahan yang paling banyak dibutuhkan masyarakat di wilayah penelitian adalah lahan perikanan yaitu sebesar 1.784 gm2 per kapita per tahun, lahan berikutnya yang dibutuhkan masyarakat adalah lahan energi fosil sebesar 8.793 gm2, lahan pertanian sebesar 3.161 gm2, lahan hutan sebesar 3.055 gm2, lahan terbangun sebesar 148 gm2 dan lahan peternakan sebesar 71 gm2 per kapita per tahun. Dengan demikian dapat diperkirakan bahwa total ecological footprint penduduk di wilayah penelitian adalah sebesar 29.011 gm2 per kapita per tahun, atau setara dengan 2.9 gHa. Tabel 50. Kebutuhan Lahan EF Penduduk Biaya
Energi
Per
Pe
Ter
Per
Perkapita
Fosil
Tanian
Ternakan
Bangun
Ikanan
$
[gm2]
[gm2]
[gm2]
[gm2]
[gm2]
[gm2]
[gm2]
MAKANAN
11.98
2,470
2,337
55
0
0
13,784
18,645
PERUMAHAN
10.33
1,127
0
0
1,805
66
0
2,998
TRANSPORTASI
4.81
54
0
0
0
2
0
56
BARANG
3.43
2,530
825
16
684
38
0
4,093
ANEKA JASA
2.70
131
0
0
0
4
0
135
LIMBAH
0.10
2,480
0
0
566
37
0
3,083
33.35
8,793
3,161
71
3,055
148
13,784
29,011
KATEGORI
TOTAL
Hutan
TOTAL
Sumber : Hasil Analisis EF, (2011), Lampiran 1
Selain itu, pada Tabel 50 terlihat pengeluaran per kapita per bulan dari masyarakat di wilayah penelitian yang terbesar adalah untuk keperluan makan yaitu sebesar Rp. 119.800, diikuti oleh keperluan rumah sebesar Rp. 103.300, transportasi sebesar Rp. 48.100, barang sebesar Rp.34.300, aneka jasa sebesar Rp. 27.000, dan limbah sebesar Rp. 1.000, perkapita per bulan. Dengan demikian dapat diperkirakan pendapatan masyarakat setempat per kapita per bulan adalah sekitar Rp. 335.000, atau sekitar Rp. 1.675.000 per rumah tangga per bulan.
133
Jika dilihat berdasarkan total kebutuhan lahan ecological footprint untuk setiap klasifikasi kebutuhan penduduk, nampak bahwa kebutuhan lahan ecological footprint terbesar berasal dari kebutuhan makanan yaitu 18,645 gHa, urutan berikutnya adalah kebutuhan barang yaitu 4,093 gHa, dan kebutuhan tempat limbah yaitu 3,083 gHa. Hal ini menunjukkan bahwa kebutuhan makanan dan barang memiliki residu berupa limbah yang cukup besar sehingga berpengaruh terhadap kebutuhan akan tempat limbah. Dengan demikian kebutuhan ruang untuk penampungan limbah menjadi hal yang penting untuk dipertimbangkan didalam perencanaan wilayah.
6.2.8 Ecological footprint PDRB Selain melakukan pendekatan terhadap data yang berkaitan dengan aspek sosial yaitu pola konsumsi penduduk, maka dalam peneltian ini, pendekatan analisis ecological footprint juga dilakukan terhadap data yang berasal dari aspek ekonomi yaitu Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Seperti diketahui bahwa struktur data dari PDRB memiliki kemiripan dengan struktur data pola konsumsi penduduk, sehingga besarnya kebutuhan lahan untuk keperluan setiap lapangan usaha yang dalam PDRB, kemudian dapat diestimasikan dengan mempergunakan metode analisis ecological footprint yang diperkenalkan oleh Wackernagel et.al. (2001). Ecological footprint PDRB (EFPDRB) menjadi hal yang perlu diketahui dalam suatu wilayah, karena EFPDRB menggambarkan semua lapangan usaha dari penduduk setempat didalam mengeksploitasi sumberdaya alam yang dimilikinya dalam rangka memenuhi kebutuhan hidup serta kebutuhan usahanya. Dengan diketahuinya EFPDRB, dapat diketahui apakah usaha penduduk setempat hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup minimumnya saja atau sudah melebihi kebutuhannya, bahkan sudah berproduksi. Jika dalam kenyataannya tidak demikian, maka hal yang terjadi kemudian adalah sebaliknya yaitu meskipun sumberdaya cukup banyak penduduk tidak cukup usahanya untuk memenuhi kebutuhan mereka sekalipun untuk memenuhi kebutuhan mereka yang paling minimum.
134
Hasil analisis EFPDRB, terhadap data PDRB tahun 2006 sebagaimana ditujukkan dalam Tabel 51 memperlihatkan bahwa dalam satuan unit luasan lahan gHa, lapangan usaha sektor pertanian secara total merupakan sektor yang membutuhkan lahan ecological footprint (EF) paling banyak, yaitu sebesar 431.503.6 gHa dalam setahun. Lapangan usaha sektor lainnya yang juga membutuhkan lahan cukup banyak adalah sektor perdagangan sebesar 60.879.21 gHa, Sektor Bangunan sebesar 4.531.66 gHa, dan Sektor Keuangan sebesar 3.514.70 gHa. Sedangkan kebutuhan lahan EF untuk sektor industri pengolahan yaitu 2.977.21 gHa dan transportasi yaitu 648.97 gHa, nilainya relative sangat rendah sehingga tidak cukup kuat didalam memberikan nilai tambah terhadap sektor pertanian maupun perdagangan. Tabel 51. Kebutuhan Lahan EF PDRB
No
Kategori Lapangan Usaha
Biaya
Energi
Tani
Ternak
Hutan
Ikan
Terbangun
Total
Tahun 2006
Rp x 1,000,000
(gHa)
(gHa)
(gHa)
(gHa)
(gHa)
(gHa)
(gHa)
1,600.40
3,287.97 230,495.35
I.
Pertanian
-
431,503.06
II.
Pertambangan & Penggalian
5,309.13
2,977.21
-
-
-
-
-
2,977.21
III.
Industri Pengolahan
3,264.47
1,639.51
-
-
-
-
220.04
1,859.55
IV.
Listrik, Gas & Air Bersih
3,562.45
2,321.23
-
-
120.56
-
-
2,441.79
V.
Bangunan
12,567.83
677.70
-
-
3,710.60
-
143.36
4,531.66
VI.
Perdagangan, Hotel & Restoran
161,289.54
54,598.22
-
-
-
-
6,280.99
60,879.21
VII.
Pengangkutan & Komunikasi
9,195.87
635.14
-
-
-
-
13.82
648.97
VIII.
Keuangan, Persewaan & Jasa Perusahaan
23,729.87
3,065.82
-
-
-
-
448.88
3,514.70
IX.
Jasa - Jasa/ Services
61,245.76
1,650.36
-
-
-
-
360.10
2,010.46
TOTAL
317,143.38
81,307.26 114,812.08
597,308.30 148,872.45 114,812.08
1,600.40
7,119.13 230,495.35
7,467.20 510,366.60
Sumber : Hasil Analisis EF, (2011), Lampiran 2
Meskipun tidak 100% berkorelasi dengan besarnya biaya PDRB dari setiap sektor lapangan usaha, namun nampak dalam Tabel 51, bahwa jumlah luas lahan ecological footprint yang dibutuhkan semakin meningkat dengan
135
semakin besarnya biaya PDRB. Dengan demikian Tabel 51 ini dapat dipergunakan sebagai matriks hubungan antara biaya sektor terhadap kebutuhan lahan ecological footprint. Lebih lanjut dalam Tabel 51, terlihat bahwa berdasarkan klasifikasi lahan ecological footprint, maka lahan energi merupakan lahan yang paling banyak dibutuhkan di wilayah penelitian yaitu sebesar 148.872.45 gHa, diikuti oleh lahan perikanan sebesar 230.495.35 gHa, lahan pertanian sebesar 114.812.08 gHa, dan lahan terbangun sebesar 7.467.20 gHa.
6.2.9 Perbandingan Ecological Footprint Penduduk dan PDRB. Berdasarkan hasil analisis kebutuhan lahan ecological footprint untuk memenuhi kebutuhan penduduk sesuai dengan pola konsumsi mereka dan hasil analisis yang sama untuk memenuhi kegiatan usaha di wilayah penelitian, maka dengan menyamakan satuan unit ecological footprint PDRB (gHa) kedalam satuan unit ecological footprint penduduk
(gm2 perkapita)
yaitu dengan membagi nilai ecological footprint PDRB terhadap jumlah penduduk di wilayah penelitian tahun 2006 yaitu 161.342 jiwa dikali 10.000 m2, dapat diketahui bahwa secara total besarnya kebutuhan lahan ecological footprint PDRB yaitu 31.632.59 gm2, berada sedikit diatas kebutuhan lahan ecological footprint penduduk yaitu 29.011.24 gm2 sebagaimana ditunjukkan dalam Tabel 52 berikut ini. Secara rinci hasil analisis tersebut disajikan pada lampiran 2. Tabel 52. Perbandingan Kebutuhan Lahan EF Penduduk dan PDRB Tahun 2006. Kebutuhan Lahan EF
Biaya
Energi
Tani
Ternak
Hutan
Ikan
Terbangun
Total
Tahun 2006
Rp
[gm2]
[gm2]
[gm2]
[gm2]
[gm2]
[gm2]
[gm2]
Penduduk
4,002,060
8,792.52
3,161.35
70.79
3,055.00 13,783.83
147.76
29,011.24
PDRB
3,702,125
9,227.14
7,116.07
99.19
441.24 14,286.13
462.82
31,632.59
Sumber : Hasil Analisis EF, (2011), ( Lampiran 1 dan 2)
Hal ini mengindikasikan bahwa apa yang menjadi usaha dari penduduk di wilayah penelitian masih merupakan upaya pemenuhan kebutuhan
136
minimum mereka selama setahun. Lebih lanjut diperlihatkan dalam Tabel 52, bahwa besarnya biaya PDRB per kapita Rp. 3.702.125 lebih kecil dibandingkan kebutuhan hidup minimum penduduk per kapita Rp. 4.002.060 yang mengindikasikan bahwa secara keseluruhan usaha peningkatan kesejahteraan penduduk belum tercapai.
6.3
Analisis Ketersediaan Lahan. Analisis Bio Capacity dalam penelitian ini pada dasarnya bertujuan
untuk mengidentifikasi besarnya kapasitas lahan yang bisa dihasilkan oleh pulau-pulau kecil guna mendukung kebutuhan penduduk setempat akan lahan dalam rangka melangsungkan kehidupannya sesuai dengan klasifikasi lahan yang dibutuhkan. Klasifikasi kebutuhan akan lahan dimaksud adalah lahan perikanan, lahan terbangun, lahan peternakan, lahan pertanian, lahan hutan. Untuk mendapatkan sebaran klasifikasi lahan sebagaimana dimaksud pada setiap pulau-pulau kecil di wilayah penelitian, maka dilakukan pendekatan terhadap data keruangan berdasarkan kemampuan lahannya. Dengan demikian analisis bio capacity ini diawali dengan manganalisis terlebih dahulu sebaran kelas kemampuan lahan dari pulau-pulau kecil yang ada di wilayah penelitian sesuai kriteria yang menyusunnya.
6.3.1 Kemampuan Lahan Analisis sebaran kelas kemampuan lahan atau peta kemampuan lahan, menjadi salah satu hal yang sangat penting untuk diketahui terlebih dahulu didalam membuat peta bio capacity. Ini disebabkan karena dengan mempergunakan peta kemampuan lahan dapat terdeliniasi lahan-lahan yang sesuai dengan kriteria lokasi untuk lahan terbangun, lahan pertanian, lahan penyangga, dan lahan lindung. Dengan batasan tersebut, maka klasifikasi kelas lahan pada peta bio capacity dapat dilakukan secara lebih spesifik sesuai dengan basis kemampuan lahan yang mendukungnya.
137
Gambar 19. Peta Kemampuan Lahan
138
Spesifikasi kemampuan lahan dimaksud sangat bergantung pada hasil analisis satuan-satuan kemampuan lahan yang membentuknya seperti satuan kemampuan lahan morfologi yang melihat dari sisi potensi pengembangan pulau. Satuan kemampuan lahan berikutnnya melihat dari sisi kemudahan untuk dikerjakan, kemudian ada juga yang melihat dari sisi kestabilan lereng dan pondasi, serta dari sisi ketersediaan air dan drainase, sedemikian rupa sehingga terdeliniasi suatu klasifikasi kemampuan lahan untuk keperluan budidaya dan non-budidaya. Hasil analisis sebaran kelas kemampuan lahan sebagaimana dimaksud diatas dalam bentuk peta kemampuan lahan ditunjukkan melalui Gambar 19. Dalam peta kemampuan lahan pada Gambar 19, nampak ada 5 kelas kemampuan lahan yang teridentifikasi di wilayah penelitian dan di notasikan sebagai kelas A, B, C, D, dan E. Berdasarkan arahan untuk pengembangan pertanian, maka kelas A dikategorikan sebagai kawasan yang harus dilindungi karena memiliki tingkat kekritisan lahan yang tinggi. Selanjutnya kelas B yang dikategorikan sebagai kawasan penyangga, demikian dengan kelas C yang dikategorikan sebagai kawasan yang sesuai untuk tanaman pertanian yang berumur diatas 1 tahun, dan kelas D serta E, yang dikategorikan sebagai kawasan yang sesuai untuk tanaman pertanian yang berumur dibawah 1 tahun. Berdasarkan arahan untuk bangunan, maka kelas A dan B dikategorikan sebagai lahan yang tidak sesuai untuk bangunan. Selanjutnya untuk kelas C dan D dikategorikan sebagai lahan yang bisa dipergunakan untuk bangunan tetapi ketinggiannya harus dibawah 4 lantai. Sedangkan Kelas E dikategorikan sebagai lahan yang paling stabil dan ideal untuk dipergunakan sebagai lahan terbangun. Selain teridentifikasinya berbagai klasifikasi lahan sebagaimana diperlihatkan dalam peta kemampuan lahan diatas, maka hasil analisis sebaran kemampuan lahan juga memperlihatkan besarnya luasan dari masing-masing kelas kemampuan lahan dimaksud. Pada Tabel 53, terlihat bahwa jumlah cell untuk kelas kemampuan lahan A adalah sebanyak 421.850 cell, dimana setiap cell ini berukuran 50m x 50m. Dengan demikian luas lahan untuk kelas kemampuan lahan A adalah
139
1.054.625.000 m2. Selanjutnya untuk kelas B, C, D, dan E yang secara berurutan luas lahannya adalah 1.387.275,000 m2, 1.287.577.500 m2, 3.778.875.000 m2, dan 1.040.900.000 m2. Total jumlah dari keseluruhan kelas diatas adalah merupakan total luas daratan dari seluruh pulau-pulau kecil yang ada di wilayah penelitian yaitu sebesar 8.549.252.500 m2. Tabel 53. Luas Sebaran Kelas Kemampuan Lahan No
Jumlah
Kemampuan
[cell]
Lahan
Arahan Pertanian
Tinggi Bangunan
KL [m2]
1
421,850
Kelas A
Lindung
Non bangunan
1,054,625,000
2
554,910
Kelas B
Penyangga
Non bangunan
1,387,275,000
3
515,031
Kelas C
Tanaman > 1 thn
< 4 Lantai
1,287,577,500
4
1,511,550
Kelas D
Tanaman < 1 thn
< 4 Lantai
3,778,875,000
5
416,360
Kelas E
Tanaman < 1 thn
> 4 Lantai
1,040,900,000
Total Luas Lahan Darat
8,549,252,500
Sumber : Hasil Analisis BC, (2011), Lampiran 3
6.3.2 Bio capacity Setelah sebaran kemampuan lahan diketahui, maka sebaran bio capacity dapat teridentifikasi dengan melakukan analisis overlay atau analisis penggabungan peta kemampuan lahan dengan peta guna lahan, tanah, geologi, dan iklim. Hasil analisis tersebut, diperlihatkan dalam bentuk peta bio capacity melalui Gambar 20. Proses penggabungan tersebut, dimaksudkan untuk mendapatkan suatu karakteristik lahan baru yang lebih spesifik dari sekedar kemampuan lahan yang hanya berorientasi pada karakter lahan bersifat fisik. Dengan proses penggabungan ini maka karakter produktifitas lahan biologi dapat bersandingan dengan kapasitas fisik dan dapat menciptakan suatu klasifikasi lahan baru sesuai dengan karateristik dari bio capacity dan ecological footprint. Dengan perkataan lain, proses penggabungan ini menciptakan suatu kerangka kerja yang sama antar kebutuhan penduduk di wilayah penelitian akan lahan dengan kemampuan lahan di wilayah penelitian didalam menyediakan lahan sesuai yang diinginkan oleh penduduk.
140
Gambar 20. Peta Bio Capacity
141
Dalam peta bio capacity diatas, nampak ada 4 kelas lahan bio capacity yang teridentifikasi di wilayah penelitian dan di notasikan sebagai kelas lahan hutan, kelas lahan pertanian, kelas lahan peternakan, dan kelas lahan terbangun. Selain 4 kelas lahan dimaksud yang dihasilkan dari peta wilayah daratan, maka dalam peta bio capacity teridentifikasi juga kelas lahan yang dihasilkan dari peta wilayah perairan di sekitar pulau-pulau kecil di wilayah penelitian dan notasikan sebagai kelas lahan perikanan. Luas dari masing masing kelas bio capacity dimaksud dijelaskan melalui Tabel 54. Tabel 54. Luas Sebaran Kelas Bio capacity No.
Darat
Jumlah
Bio Capacity
Luas
EQF
BC
[cell]
Lahan
[m2]
[gm2/m2]
[gm2]
3,419,701
1
364,280
Terbangun
910,700,000
2.20
2,003,540,000
2
453,562
Peternakan
1,133,905,000
0.50
566,952,500
3
1,378,819
Pertanian
3,447,047,500
2.20
7,583,504,500
4
765,390
Hutan Produksi
1,913,475,000
1.30
2,487,517,500
5
457,650
Hutan Lindung
1,144,125,000
1.30
1,487,362,500
8,549,252,500 Laut
22,051,540
1
18,631,839
Perairan
46,579,597,500
Jumlah Total Bio Capacity yg berasal dari Lahan Darat dan Laut
14,128,877,000
0.40
18,631,839,000 32,760,716,000
Sumber : Hasil Analisis BC, (2011), Lampiran 3
Sama halnya dengan sistem cell yang dipergunakan dalam peta kemampuan lahan, maka dalam tabel diatas nampak juga bahwa jumlah cell untuk kelas lahan terbangun adalah sebanyak 364.280 cell, dimana setiap cell ini berukuran 50m x 50m. Dengan demikian luas kelas lahan terbangun adalah 910.700.000 m2. Demikian selanjutnya untuk kelas lahan peternakan dengan luasnya sebesar 1.133.905.000 m2, lahan pertanian dengan luasnya sebesar 3.447.047.500 m2, lahan hutan produksi dengan luasnya sebesar 1.913.475.000 m2, hutan lindung dengan luasnya sebesar 1.144.125.000 m2, dan lahan perikanan dengan luasnya sebesar 46.576.597.500 m2. Jika luas yang dihasilkan melalui analisis lahan bio capacity diatas, kemudian dibandingkan dengan data eksisting berupa data luasan hutan yang ada,
142
seperti Hutan Konservasi seluas 42.440.000 m2, Hutan Lindung seluas 119.175.000 m2, Hutan Produksi Terbatas seluas 1.188.480.000 m2, Hutan Produksi Tetap seluas 1.936.895.000 m2, Hutan Produksi Konversi seluas 4.130.605.000 m2, dan penggunaan lahan untuk keperluan lainnya seluas 1.067.495.000 m2, maka total luas dari ketiga jenis hutan pertama diatas yang fungsinya dianggap setara dengan hutan lindung pada lahan bio capacity yaitu sebesar 1.350.095.000, ternyata tidak berbeda jauh dengan luas hutan lindung pada lahan bio capacity. Demikian
halnya
dengan
luas
hutan
produksi
tetap
sebesar
1.913.475.000 m2 dibandingkan luas hutan produksi pada lahan bio capacity, luas hutan produksi konversi sebesar 4.130.605.000 m2 yang hampir setara dengan jumlah luas pertanian dan peternakan pada lahan bio capacity, begitu juga dengan luas penggunaan lain sebesar 1.067.495.000 m2 yang juga mendekati luas lahan terbangun pada lahan bio capacity. Secara lebih detail perbandingan luas antara data eksisting dengan luas lahan hasil analisis bio capacity diperlihatkan melalui Tabel 55. Tabel 55. Perbandingan Luas Lahan Model dengan Data Eksisting Data
5,000,000,000
Model
Data Vs Model
Kel Kelas Lahan H Konservasi H Lindung
m2
m2
4,500,000,000
Kelas Lahan
42,440,000
4,000,000,000
119,175,000 1
H P Terbatas
1,188,480,000
Total
1,350,095,000
1,144,125,000 Hutan Lindung
H P Tetap
1,936,895,000
1,913,475,000 Hutan Produksi
3,000,000,000 2,500,000,000 2
3,447,047,500 Pertanian 1,133,905,000 Peternakan H P Konversi
4,130,605,000
Guna Lain
1,067,495,000
Total Lahan
8,485,090,000
3,500,000,000
1,500,000,000 3
4,580,952,500 Total 910,700,000 Terbangun 8,549,252,500
2,000,000,000
1,000,000,000 500,000,000
4
m2 Kelompok
1
2
3
4
Sumber : Hasil Analisis BC, (2011) dan BPS (2006)
Lebih lanjut dari apa yang bisa kita dapatkan melalui hasil analisis bio capacity adalah besarnya kapasitas dari masing masing kelas lahan bio capacity diatas untuk setiap tahunnya. Besarnya kapasitas dimaksud didapat
143
dengan mengalikan setiap luasan kelas lahan yang dihasilkan (m 2) dengan equivalen faktor (gm2/m2) yang ditetapkan oleh Wackernagel et.al (2005) untuk setiap kelas lahan sedemikian rupa sehingga kapasitas dari masing masing lahan bio capacity dimaksud dapat diketahui. Dengan demikian sebagaimana diperlihatkan dalam tabel diatas, besarnya bio capacity untuk lahan terbangun adalah 2.003.540.000 gm2, lahan peternakan adalah
566.952.500 gm2, lahan pertanian adalah
7.583.504.500 gm2, lahan hutan produksi adalah 2.487.517.00 gm2, lahan hutan lindung adalah 1.487.362.500 gm2, dan lahan perikanan adalah 18.631.839.000 gm2.
6.4
Tingkat Keberlanjutan. Dengan
diketahuinya
besaran
lahan
ecological
footprint
yang
diperlukan oleh penduduk dan besaran bio capacity yang mampu dihasilkan oleh lahan di wilayah penelitian, maka tingkat keberlanjutan pulau-pulau kecil di wilayah penelitian dapat diperhitungkan. Secara ruang, proses analisis keberlanjutan dalam penelitian ini dihitung dalam tingkatan skala kabupaten, kecamatan dan pulau kecil.
6.4.1 Skala Kabupaten Jika diasumsikan luasan lahan lindung sebagaimana dimaksud dalam hasil analisis bio capacity pada sub-bab sebelum ini adalah lahan yang tidak dapat dipergunakan oleh penduduk setempat, maka secara keseluruhan wilayah penelitian, besarnya luas lahan daratan yang dapat dimanfaatkan oleh penduduk setempat menjadi 12.641.514.500 gm2, sehingga total luas lahan bio capacity darat dan laut menjadi sebesar 31.273.353.500 gm2. Dengan membagi total luas lahan bio capacity dimaksud diatas terhadap banyaknya penduduk pada tahun 2006, yaitu sebesar 161.342 orang, maka besarnya bio capacity perkapita pertahun adalah 193.832.69 gm2. Secara lebih detail besarnya bio capacity untuk setiap jenis klasifikasi bio capacity dimaksud dijelaskan melalui Tabel 56.
144
Tabel 56. Perbandingan EF dan BC.
Ecological Footprint (gm2)
Perkapita Per Tahun Biaya
Energi Fosil
Pertanian
Peternakan
Hutan
Lahan Terbangun
Perikanan
TOTAL
Rp
[gm2]
[gm2]
[gm2]
[gm2]
[gm2]
[gm2]
[gm2]
KATEGORI KEBUTUHAN
MAKANAN
1,437,384
2,469.94
2,336.55
54.64
0.00
0.00
13,783.83
18,644.95
PERUMAHAN
1,240,080
1,127.03
0.00
0.00
1,804.64
66.28
0.00
2,997.95
TRANSPORTASI
577,236
53.70
0.00
0.00
0.00
2.46
0.00
56.15
BARANG
411,360
2,530.39
824.80
16.15
684.25
37.77
0.00
4,093.37
ANEKA JASA
324,000
131.09
0.00
0.00
0.00
4.24
0.00
135.32
12,000
2,480.37
0.00
0.00
566.10
37.02
0.00
3,083.49
4,002,060
8,792.52
3,161.35
70.79
3,055.00
147.76
13,783.83
29,011.24
(a) / (b)
0.07
0.02
0.20
0.01
0.12
0.15
Perkapita (b)
47,002.67
3,513.98
15,417.67
12,417.97
115,480.40
193,832.69
7,583,504,500
566,952,500
2,487,517,500
LIMBAH Total
(a)
Tingkat Keberlanjutan Bio Capacity (gm2)
Total
2,003,540,000 18,631,839,000 31,273,353,500
Sumber : Hasil Analisis EF dan BC, (2011)
Jika
ukuran
besarnya
tingkat
keberlanjutan
dianggap
sebagai
perbandingan antara besarnya lahan yang dibutuhkan perkapita (EF) dibagi lahan yang tersedia per kapita (BC), maka dari Tabel 56, dapat terlihat bahwa ukuran tingkat keberlanjutan pulau-pulau kecil di wilayah penelitian belum mencapai nilai maksimum atau masih lebih kecil dari 1 (EF/BC < 1), baik untuk setiap klasifikasi lahan yang ada, maupun secara total. Terlihat bahwa untuk kelas lahan pertanian tingkat keberlanjutannya adalah 0.07, untuk kelas lahan peternakan 0.02, untuk kelas lahan hutan
0.20, untuk kelas lahan
terbangun 0.01, untuk lahan perikanan 0.12 dan untuk keseluruhan kelas lahan 0.15. Dengan demikian masih tersedia lahan untuk memenuhi kebutuhan penduduk akan lahan di wilayah penelitian terutama untuk lahan terbangun dan peternakan. Selain tingkat keberlanjutan, maka berdasarkan Tabel 56. di atas, terlihat hubungan interaksi antara besarnya biaya pengeluaran per kapita per tahun dari penduduk di wilayah penelitian terhadap besarnya setiap klasifikasi lahan ecological footprint yang di butuhkannya sesuai dengan kategori kebutuhan penduduk tersebut akan makanan, perumahan, transportasi, barang, jasa dan pengelolaan limbah yang dihasilkannya.
145
Dengan demikian Tabel 56 di atas dapat dipergunakan sebagai matriks karakteristik hubungan biaya dengan besarnya ecological footprint yang dihasilkan dari penduduk di wilayah penelitian. Karakteristik hubungan ini juga mengindikasikan
bahwa
dengan
semakin
meningkatnya
pengeluaran
penduduk, maka nilai ecological footprint penduduk yang dihasilkannya juga akan meningkat. Jika berdasarkan data yang dikeluarkan oleh Maluku Tenggara Barat Dalam Angka Tahun 2003 sampai dengan tahun 2008, diketahui bahwa total pengeluaran penduduk setempat didalam memenuhi kebutuhan hidup minimum untuk kategori makanan dan non makanan berkisar antara Rp. 189.240 sampai dengan Rp. 400.920 perkapita per bulan, maka dengan memproyeksikan data series ini secara grafis, terlihat bahwa selama kurun waktu tersebut, telah terjadi perubahan pola konsumsi sebagaimana diperlihatkan melalui Gambar 21. Rp140.00 y = 14.935ln(x) + 93.58 R² = 0.8719 Rp120.00 y = 33.41ln(x) + 48.258 R² = 0.8938
Rp100.00
Makanan Rumah Barang Jasa
Rp80.00
y = 24.796ln(x) + 20.679 R² = 0.8751
Transport
Limbah Log. (Makanan)
Rp60.00 y = 29.948ln(x) + 3.3822 R² = 0.8896
Log. (Rumah) Log. (Barang) Log. (Jasa)
Rp40.00
Log. (Transport) y = 15.061ln(x) + 3.0429 R² = 0.7488
Rp20.00
Linear (Limbah)
y = 0.1771x + 0.6467 R² = 0.659 Rp2,003
2,004
2,005
2,006
2,007
2,008
Gambar 21. Trend Perkembangan Pola Konsumsi Penduduk
Pada Gambar 21, diperlihatkan bahwa besarnya pengeluaran per kapita penduduk di wilayah penelitian untuk setiap jenis kebutuhan seperti makanan, perumahan, barang, transportasi, jasa serta limbah dari tahun 2003
146
sampai tahun 2008 menunjukan trend yang berbeda satu dengan lainnya. Perbedaan trend diatas sekaligus memperlihatkan bahwa meskipun secara total biaya pengeluaran penduduk semakin bertambah dari waktu kewaktu, namun presentase dari masing masing kebutuhan tersebut cenderung bergeser prioritasnya. Hal ini dimungkinkan karena adanya kecenderungan penduduk setempat yang selalu ingin memperbaiki status sosial mereka, khususnya status sosial dibidang jasa pendidikan dan kesehatan yang relatif rendah pada tahun 2006 yaitu sebesar Rp. 30.000 – Rp. 40.000 per rumah tangga perbulannya. Demikian juga halnya kebutuhan barang yaitu sebesar 171.000 per rumah tangga perbulan. Dengan semakin bertambahnya kemampuan rumah tangga setempat didalam membiayai kebutuhan kebutuhan dimaksud, maka pergeseran prioritas pengeluaran akan terus terjadi. Pergeseran prioritas pengeluaran ini juga sekaligus memperlihatkan akan adanya peningkatan status sosial penduduk setempat. Pergeseran prioritas kebutuhan dimaksud ditunjukkan melalui semakin menurunnya porsi kebutuhan makanan jika dibandingkan dengan kebutuhan perumahan yang cenderung tetap. Demikian halnya juga dengan presentase kebutuhan lainnya seperti kebutuhan barang, transportasi, jasa dan penanganan limbah yang justru semakin bertambah dari waktu kewaktu. Hal ini dimungkinkan karena adanya kecenderungan penduduk setempat yang selalu ingin memperbaiki status sosial mereka, khususnya status sosial dibidang jasa pendidikan dan kesehatan yang relatif sangat minim di awal tahun dari model ini yaitu sebesar Rp. 30.000 sampai dengan Rp. 40.000 per rumah tangga per bulannya. Demikan juga halnya dengan kebutuhan akan barang yang hanya sekitar Rp. 171.000 per rumah tangga per bulannya. Seiring dengan semakin bertambahnya kemampuan rumah tangga setempat didalam
membiayai
kebutuhan-kebutuhan
dimaksud,
maka
tidak
mengherankan kalau tingkat pertumbuhan per tahun dari ketiga klasifikasi kebutuhan diatas kemudian menjadi semakin meningkat. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pergeseran persentase pengeluaran diatas sekaligus juga memperlihatkan akan adanya peningkatan status sosial dari masyarakat
147
setempat dari kebutuhan yang bersifat primer kearah kebutuhan yang bersifat sekunder dan seterusnya. Lebih lanjut jika pendekatan terhadap trend pengeluaran perkapita penduduk tersebut diatas diindikasikan melalui beberapa fungsi garis yang dianggap paling mendekati pola sebaran dari masing masing kebutuhan penduduk tersebut, maka untuk kebutuhan makanan, fungsi yang terbentuk adalah y = 14.935ln(x) + 93.58, dengan nilai R² = 0.8719. Sedangkan untuk kebutuhan perumahan, fungsi yang terbentuk adalah y = 33.41ln(x) + 48.258, dengan nilai R² = 0.8938. Demikian halnya juga untuk sebaran kebutuhan barang, pendekatan fungsinya adalah y = 29.948ln(x) + 3.3822, dengan nilai R² = 0.8896, sebaran kebutuhan transportasi, pendekatan fungsinya adalah y = 24.796ln(x) + 20.679, dengan nilai R² = 0.8751, sebaran kebutuhan jasa, pendekatan fungsinya adalah y = 15.061ln(x) + 3.0429 dengan nilai R² = 0.7488, dan sebaran kebutuhan penanganan limbah, pendekatan fungsinya adalah y = 0.1771x + 0.6467 dengan nilai R² = 0.659. Dengan menginteraksikan : (1) matriks hubungan biaya dan ecological footprint, (2) fungsi trend pengeluaran, (3) tingkat pertumbuhan penduduk rata-rata di wilayah penelitian sebesar 1.2% per tahun, (4) nilai bio capacity, dalam bentuk suatu sistem dinamik, maka kualitas tingkat keberlanjutan dari pulau-pulau
kecil
di
wilayah
penelitian
secara
keseluruhan
dapat
disimulasikan sampai pada batas optimalnya. Desain interaksi dari ke empat unsur diatas, beserta output dari sistemnya diperlihatkan melalui diagram dinamika keberlanjutan pulau-pulau kecil pada Gambar 22. Berdasarkan tahun model dasar yang dimulai pada tahun 2002, maka tampak dalam Gambar 22, bahwa disatu sisi pada tahun model ke 45 yaitu tahun 2047 jumlah penduduk di wilayah penelitian diperkirakan akan mencapai 246.004 orang. Sementara disisi yang lain besarnya nilai ecological footprint perkapita dan bio capacity perkapita, secara total akan mencapai nilai sebesar 69.243.92 gm2dan 127.125.60 gm2. Dengan membandingkan kedua nilai tersebut, maka tingkat keberlanjutan dari pulau-pulau kecil secara keseluruhan di wilayah penelitian akan mencapai nilai 0.54 di tahun 2047. Hal
gm ²/O rg 148 80,000
EF vs BC
60,000 EF Da ra t 2 (gm ²/O rg) BC Da ra t 2 (gm ²/O rg)
40,000
ini menjelaskan bahwa secara keseluruhan tingkat kebutuhan akan 20,000
sumberdaya lahan darat dan laut belum optimal atau masih tersisa 46%. Ja n 01, 2003
Ja n 01, 2013
Ja n 01, 2023
Ja n 01, 2033
246,003.58 O rg
Ja n 01, 2043
Pengeluaran Perkapita
627,315.47 R p
Makanan 150,432.50 R p
Jml Penduduk Jml Kematian
Jml Kelahiran
Perumahan
P1
S1
EF Energi 2
P2
S2
EF Tani 2
P3
S3
EF Ternak 2
P4
S4
EF Hutan 2
P5
S5
EF Tbang 2
P6
S6
EF Ikan 2
175,438.59 R p
Tambah Penduduk Kesuburan AHH
1.01 per yr
Barang GR
117,384.13 R p
Transport
N.Thn
45.00 c_thn K
Tahun
thn e_thn 2,047.00
115,069.00 R p
X Jasa
60,375.04 R p
Limbah
a_thn
8,616.20 R p
b_thn d_thn
EF Perkapita 69,243.92 gm ²/O rg
EF Total 2 51,935.61 gm ²/O rg
EF Darat 2
EF / BC
BC Perkapita
0.54 EF per BC Total
1.01 EF per BC Darat
BC Lahan
127... gm ²/O rg
BC Total 2
BC Total 1
51,387.52 gm ²/O rg
BC Darat 2
BC Darat 1 Jml Penduduk
35,300.03 gm ²/O rg
EF Energi 2
0.18
5,701.02 gm ²/O rg
EF Tani 2
EF per BC Tani
0.05
122.79 gm ²/O rg
EF Ternak 2 10,238.03 gm ²/O rg
EF Hutan 2
EF per BC Ternak
1.01 EF per BC Hutan
0.07
573.73 gm ²/O rg
EF Tbang 2 17,308.31 gm ²/O rg
EF Ikan 2
EF per BC Tbang
0.23 EF per BC Ikan
30,826.81 gm ²/O rg
BC Tani 2
BC Tani 1 2,304.65 gm ²/O rg
BC Ternak 2
BC Ternak 1
10,111.71 gm ²/O rg
BC Hutan 2
BC Hutan 1
8,144.35 gm ²/O rg
BC Tbang 2
BC Tbang 1
75,738.08 gm ²/O rg
BC Ikan 2
BC Ikan 1
Gambar 22. Diagram Dinamik Keberlanjutan Pulau Kecil
Namun demikian, jika dilihat berdasarkan sumberdaya daratan pulaupulau kecil yang tersedia, maka pada tahun 2047 terlihat bahwa, disatu sisi
149
nilai bio capacity perkapita turun hingga mencapai nilai 51.387.52 gm2, atau setara dengan 5.1 gha, sementara disisi lain nilai ecological footprint perkapita naik hingga mencapai 5.1 gha. Dengan demikian pada tahun 2047 nilai ecological footprint dan bio capacity daratan sudah mencapai keseimbangan. Keseimbangan ini ditunjukkan melalui besarnya nilai EF/BC daratan yang mencapai nilai 1.01. Dengan demikian untuk menghilangkan bias dari sumberdaya laut yang relatif sangat besar pada wilayah pulau-pulau kecil, maka nilai EF yang dibandingkan dengan nilai BC adalah nilai EF dan nilai BC daratan. Mengacu pada hal tersebut, maka dalam skala kabupaten dapat dipastikan bahwa setelah tahun 2047 pulau-pulau kecil di wilayah penelitian akan mengalami defisit sumberdaya lahan darat yang diperlukan untuk mendukung proses kelangsungan hidup penduduk setempat di daratan pulau-pulau kecil. Hal lain yang terlihat dalam diagram dinamik pada Gambar 23, adalah nilai pencapaian nilai keberlanjutan maksimum dari masing masing klasifikasi lahan yang berbeda-beda satu dengan lainnya. Lahan hutan merupakan lahan yang paling kritis karena tingkat kebutuhannya yang cenderung tinggi jika dibandingkan dengan ketersediaannya. Diperkirakan pada tahun model ke 45 atau tahun 2047 masyarakat setempat sudah tidak bisa lagi memanfaatkan lahan hutan sesuai dengan karakter kebutuhannya.
6.4.2 Kecamatan Dalam skala kecamatan, analisis keberlanjutan pulau-pulau kecil dilihat dari perspektif luasan wilayah administratif. Di wilayah penelitian terdapat 17 wilayah kecamatan, dimana setiap kecamatan dimaksud ada yang semuanya terdiri atas pulau-pulau kecil, dan ada pula yang merupakan bagian dari salah satu
pulau
kecil.
Hasil
analisis
keberlanjutan
menunjukkan
bahwa
pengelompokan pulau berdasarkan kecamatan memberikan respon tingkat keberlanjutan yang berbeda jika dibandingkan dengan rata-rata keseluruhan wilayah kabupaten sebagaimana dijelaskan pada sub-bab sebelum ini. Perbedaan ini berkaitan dengan pola sebaran kualitas bio capacity, luas
150
kecamatan,
serta
jumlah
penduduk
yang
cenderung
terpusat
pada
kecamatan-kecamatan tertentu. Jika berdasarkan desain sistem dinamik sebagaimana ditunjukkan dalam Gambar 22, dihasilkan keluaran berupa nilai ecological footprint darat (EFdarat) dan bio capacity darat (BCdarat) dari waktu ke waktu, maka dengan memplot hasil keluaran dimaksud akan dihasilkan grafik EFdarat dan BCdarat sebagaimana terlihat dalam Gambar 23 berikut ini, maka dengan melakukan analisis trend line, maka didapat persamaan EFdarat yaitu y = 81644.e-0.01x dengan R2 = 1, dan persamaan BCdarat yaitu y = 9957.2.x0.423 dengan R2 = 0.9962.
Jika
persamaan
ini
diintegrasikan
kedalam
tabel
matriks
keberlanjutan pulau-pulau kecil pada skala kecamatan, maka dapat diketahui besarnya jumlah penduduk yang dapat diakomodir oleh sebuah sebagaimana yang ditunjukkan Tabel 57.
90,000.00 EF Darat (gm2) 80,000.00
BC Darat (gm2)
70,000.00
Power (EF Darat (gm2)) Expon. (BC Darat (gm2))
y = 81644e-0.01x R² = 1
60,000.00
50,000.00
40,000.00
y = 9957.2x0.423 R² = 0.9962 30,000.00
20,000.00
10,000.00
0.00 2003
2008
2013
2018
2023
2028
2033
Gambar 23. Diagram EF Darat vs BC Darat
2038
2043
151
Tabel 57. Keberlanjutan Pulau Kecil dalam Skala Kecamatan Tahun 2006 Jml Pddk D Pddk Luas Kecamatan
BC Darat
Q_BCD BC Perkap EF Perkap
Kap_Pdk
Bal_Pdk
EF/BC
KECAMATAN [org] [org/km2]
[m2]
[gm2]
[gm2/m2]
Sampai Status Lanjut
[gm2]
[gm2]
[org]
[org]
Thn ke
Babar Timur
10,230
33.17
308,412,481.2
519,498,710.2
1.87
50,782.3
17,436.2 0.34
29,794
19,564 Lanjut
26
Damer
7,280
37.27
195,335,033.6
363,757,192.0
1.86
49,964.8
17,436.2 0.35
20,862
13,582 Lanjut
26
Kormomolin
5,932
16.08
368,832,959.3
627,986,031.6
1.70 105,858.8
17,436.2 0.16
36,016
30,084 Lanjut
61
Leti
7,738
84.44
91,638,463.6
140,674,283.3
1.54
18,179.2
17,436.2 0.96
8,068
330 Lanjut
5
Mdona Hiera
5,429
43.38
125,160,338.1
200,652,994.1
1.60
36,959.4
17,436.2 0.47
11,508
6,079 Lanjut
17
Moa Lakor
9,593
21.49
446,403,047.9
406,267,075.6
0.91
42,352.4
17,436.2 0.41
23,300
13,708 Lanjut
20
Nirunmas
7,928
31.68
250,274,170.9
510,047,545.8
2.04
64,335.3
17,436.2 0.27
29,252
21,324 Lanjut
36
P.P.Babar
8,745
22.07
396,244,510.6
652,545,527.8
1.79
74,621.1
17,436.2 0.23
37,425
28,680 Lanjut
42
P.P.Terselatan
16,505
61.79
267,124,785.2
509,614,290.9
1.92
30,877.1
17,436.2 0.56
29,227
12,723 Lanjut
12
P.P.Wetar
5,457
2.17 2,518,748,760.7
2,154,608,267.4
1.50 394,844.7
17,436.2 0.04
123,571
118,114 Lanjut
149
Selaru
12,243
36.23
337,949,357.2
681,562,566.1
2.02
55,669.1
17,436.2 0.31
39,089
26,846 Lanjut
30
Tanimbar Selatan 22,045
56.36
391,120,648.8
752,697,644.4
1.92
34,143.7
17,436.2 0.51
43,169
21,124 Lanjut
15
Tanimbar Utara
14,056
32.09
438,070,843.1
916,788,209.1
2.09
65,223.0
17,436.2 0.27
52,580
38,523 Lanjut
36
Wermaktian
10,317
8.84 1,166,860,000.9
1,888,872,820.8
1.62 183,091.5
17,436.2 0.10
108,331
98,014 Lanjut
94
Wertamrian
9,614
19.26
499,081,025.0
885,491,227.0
1.77
92,102.4
17,436.2 0.19
50,785
41,170 Lanjut
53
Wuarlabobar
8,269
11.59
713,793,811.7
1,375,310,349.2
1.93 166,314.6
17,436.2 0.10
78,877
70,607 Lanjut
88
Yaru
5,019 146.74
34,199,943.3
55,525,433.4
1.62
11,064.1
17,436.2 1.58
3,184
(1,834) Tdk Lanjut
2
8,549,250,180.9 12,641,900,168.7
1.71
78,354.3
17,436.2 0.22
725,038
Kabupaten Tahun Ke ( X ) =
161,343
18.87
4.00 Tahun
2,006
Sumber : Hasil Analisis EF dan BC (2011)
563,696 Lanjut
44
152
Pada Tabel 57, memperlihatkan bahwa pada tahun 2006, dari 17 kecamatan pulau-pulau kecil yang berada di wilayah penelitian, kecamatan Yaru merupakan kecamatan yang paling singkat waktunya didalam mencapai keseimbangan yaitu selama 2 tahun. Sedangkan kecamatan P.P Wetar adalah kecamatan yang paling lama membutuhkan waktu untuk mencapai keseimbangan yaitu sekitar 149 tahun. Lebih cepatnya kecamatan Yaru mencapai keseimbangan disebabkan karena karakteristik lahannya yang didominasi oleh hutan lindung dan luas wilayah kecamatannya hanya mencapai 34.199.943.3 m2, serta jumlah penduduknya yang berjumlah 5.019 orang, sehingga bio capacity kecamatan Yaru yang tersisa bagi penduduk setempat relatif sangat sedikit yaitu sekitar 11.064.1 gm2 per kapita. Sebaliknya untuk kecamatan P.P. Wetar, meskipun memiliki kawasan hutan lindung yang cukup besar, akan tetapi karena luas kecamatannya
yang
mencapai
2.518.748.760.7
m2,
serta
jumlah
penduduknya hanya sekitar 5.457 orang, maka kecamatan ini memiliki cadangan bio capacity per kapita yang relatif paling besar diantara kecamatan yang ada wilayah penelitian, yaitu sebesar 384.844.7 gm2 per kapita. Jika besarnya ecological footprint perkapita mengikuti fungsi trend line sebagaimana dijelaskan dalam desain sistem dinamik pada sub-bab sebelum ini, maka pada tahun 2006 diketahui bahwa kapasitas daya tampung penduduk dari kecamatan Yaru sudah mengalami defisit sebesar -1.834 orang. Sedangkan untuk kecamatan P.P wetar masih tersisa ruang yang sangat banyak untuk menampung penduduk sebanyak 118.114 orang sampai dengan tahun model ke 149. Hal ini berarti pada tahun 2006, keberlanjutan pembangunan pulau-pulau kecil yang berada di kecamatan Yaru dapat dikategorikan sudah tidak berlanjut lagi. Selanjutnya dalam bentuk ruang, sebaran tingkat keberlanjutan kecamatan pulau-pulau kecil yang diukur berdasarkan lamanya waktu yang dibutuhkan oleh setiap kecamatan pulaupulau kecil tersebut didalam mencapai kondisi keseimbangan EF dan BC, diperlihatkan melalui Gambar 24.
153
Gambar 24. Peta Tingkat Keberlanjutan Dalam Skala Kecamatan
154
6.4.3 Pulau-Pulau Kecil Hasil
analisis
keberlanjutan
dalam
skala
pulau-pulau
kecil
memperlihatkan bahwa dari 114 buah pulau yang teridentifikasi kondisi fisik dan penduduknya di wilayah penelitian, diketahui bahwa Pulau Wetar merupakan pulau yang membutuhkan waktu paling lama didalam mencapai keseimbangan. Lamanya waktu yang dibutuhkan oleh Pulau Wetar ditunjukkan melalui kelas interval waktu yang berkisar antara 98 sampai dengan 166 tahun, ditunjukkan pada Gambar 25. Ini berarti untuk Pulau Wetar, Tingkat Keberlanjutan yang dihasilkan pada skala pulau tidak berbeda jauh dengan tingkat keberlanjutan pada skala kecamatan. Waktu pencapaian keseimbangan antara EF dan BC yang tercepat adalah Pulau Leti dan Pulau Fordata waktunya berkisar antara 0 sampai dengan 5 tahun. Diikuti oleh Pulau Kisar dan Pulau Lakor dengan waktunya berkisar antara 6 sampai 10 tahun. Selanjutnya adalah Pulau Romang dengan waktunya berkisar antara 11 sampai dengan 15 tahun, Pulau Sermata dengan waktunya berkisar antara 16 sampai dengan 20 tahun, Pulau damer dan Pulau Moa dengan waktunya berkisar antara 21 sampai dengan 25 tahun, Pulau Babar dan Pulau Selaru dengan waktunya berkisar antara 26 sampai dengan 30 tahun, Pulau Larat dengan waktunya berkisar antara 31 sampai dengan 40 tahun, Pulau Yamdena dengan waktunya berkisar antara 41 sampai dengan 62 tahun, pulau-pulau di sekitar Pulau Yamdena dengan waktunya berkisar antara 63 sampai dengan 97 tahun. Denggan menggunakan persamaan yang sama pada skala kecamatan yatu EFdarat y = 81644.e-0.01x dan persamaan BCdarat yaitu y = 9957.2.x0.423, maka secara lebih detail besarnya daya tampung penduduk dari masingmasing pulau beserta lamanya waktu yang dibutuhkan oleh pulau-pulau dimaksud untuk mencapai titik keseimbangan antara EF dan BC dapat diketahui sebagaimana diperlihatkan melalui Tabel 58.
155
Gambar 25. Peta Tingkat Keberlanjutan Dalam Skala Pulau Kecil
156
Tabel 58. Keberlanjutan Pulau-Pulau Kecil dalam Skala Pulau NM_PUL
J_PDK2
Anggarmasa
275
Asutumbu
183
Babar Dai Damar Daweloor
15,151 315 6,865 417
Dawera
454
Fordata
4,882 1
Frinun Itain
50
Kabawa
6
Kambing
2
Karata
4
Kelapa
334
Keswu Kisar
56 5,023 9
Kote Lakor
2,273
Larat
6,593
Leibobar Leti
93 7,599
Liran
57
Luang
261
Maopora
716
Maru
263
Masela
1,425
Matkus
254
Mes
19
Mitak
164
Mitan
80
Moa
7,147
Molu
842
Namwaan
117
Natraal
5
Natrool
12
Ngafahi
29
Ngolin
27
Nitu
15
Nn Damar 01
12
Nn Damar 02
11
Nn Damar 03
10
Nn Kelapa 01
31 9
Nn Kelapa 02 Nn Larat 01
13
Nn Liran 01
-
Nn Liran 02
-
Nn Liran 03
-
Nn Luang 01
10
Nn Luang 02
6
Nn Luang 03
11
Nn Luang 04
9
Nn Luang 05
10
Nn Luang 06
23
Nn Luang 07
12
Nn Maopora 01
9
Nn Maopora 02
6
Nn Maopora 03
6
BD Perkap
61,847.0 39,799.9 59,182.5 101,473.7 50,629.2 67,535.2 67,491.4 11,228.8 264,478.2 180,592.7 182,236.0 755,447.5 207,005.2 11,730.1 121,461.0 25,940.4 122,415.0 23,698.2 69,828.9 164,416.8 18,512.5 1,000.0 44,353.9 21,417.4 166,629.1 67,540.0 39,691.2 118,165.8 193,563.8 36,094.3 49,309.5 176,573.2 172,826.5 262,471.8 259,205.8 194,178.3 252,261.4 255,549.1 60,131.2 14,013.0 59,138.5 51,112.7 54,068.5 72,370.8 1,000.0 1,000.0 1,000.0 51,777.0 55,808.7 52,632.7 54,195.7 52,011.5 50,890.3 53,442.6 34,903.9 8,341.6 33,243.0
ED Perkap 9,310.2 9,310.2 9,310.2 9,310.2 9,310.2 9,310.2 9,310.2 9,310.2 9,310.2 9,310.2 9,310.2 9,310.2 9,310.2 9,310.2 9,310.2 9,310.2 9,310.2 9,310.2 9,310.2 9,310.2 9,310.2 9,310.2 9,310.2 9,310.2 9,310.2 9,310.2 9,310.2 9,310.2 9,310.2 9,310.2 9,310.2 9,310.2 9,310.2 9,310.2 9,310.2 9,310.2 9,310.2 9,310.2 9,310.2 9,310.2 9,310.2 9,310.2 9,310.2 9,310.2 9,310.2 9,310.2 9,310.2 9,310.2 9,310.2 9,310.2 9,310.2 9,310.2 9,310.2 9,310.2 9,310.2 9,310.2 9,310.2
ED_BD 0.15 0.23 0.16 0.09 0.18 0.14 0.14 0.83 0.04 0.05 0.05 0.01 0.04 0.79 0.08 0.36 0.08 0.39 0.13 0.06 0.50 9.31 0.21 0.43 0.06 0.14 0.23 0.08 0.05 0.26 0.19 0.05 0.05 0.04 0.04 0.05 0.04 0.04 0.15 0.66 0.16 0.18 0.17 0.13 9.31 9.31 9.31 0.18 0.17 0.18 0.17 0.18 0.18 0.17 0.27 1.12 0.28
Kap_Pdk 1,830 784 96,314 3,433 37,334 3,027 3,289 5,889 29 963 119 164 90 421 727 13,996 120 5,785 49,448 1,645 15,109 1,245 1,647 4,713 10,337 1,084 244 3,411 310 37,852 15,961 2,181 143 338 613 741 417 78 17 64 172 53 102 11 7 8 56 36 63 53 57 127 70 34 5 22
Bal_Pdk 1,554 600 81,162 3,118 30,468 2,609 2,835 1,006 28 913 113 162 86 87 671 8,972 111 3,512 42,855 1,552 7,510 (57) 983 931 4,449 8,912 829 225 3,247 230 30,705 15,119 2,063 138 326 583 714 402 66 6 54 141 44 89 11 7 8 46 30 52 44 46 104 58 25 (1) 16
Status_D Lanjut Lanjut Lanjut Lanjut Lanjut Lanjut Lanjut Lanjut Lanjut Lanjut Lanjut Lanjut Lanjut Lanjut Lanjut Lanjut Lanjut Lanjut Lanjut Lanjut Lanjut Tdk Lanjut Lanjut Lanjut Lanjut Lanjut Lanjut Lanjut Lanjut Lanjut Lanjut Lanjut Lanjut Lanjut Lanjut Lanjut Lanjut Lanjut Lanjut Lanjut Lanjut Lanjut Lanjut Lanjut Tdk Lanjut Tdk Lanjut Tdk Lanjut Lanjut Lanjut Lanjut Lanjut Lanjut Lanjut Lanjut Lanjut Tdk Lanjut Lanjut
Thn ke 30 17 28 50 23 33 33 2 101 80 80 166 87 2 59 8 59 7 35 74 4 0 20 6 75 34 17 68 83 14 23 78 77 101 100 84 98 99 29 3 28 24 25 36
26 26 26 26 24 24 25 14 2 13
157
Tabel 58. (lanjutan) NM_PUL
J_PDK2
Nn Maopora 04
4
Nn Matkus 01
11
Nn Molu 01
6
Nn Namwaan 02
1
Nn Ngafahi 01
3
Nn Siera 01
3
Nn Siera 02
6
Nn Siera 03
30 4
Nn Siera 04 Nn Telang 01
45
Nn Telang 02
13
Nn Telang 03
7
Nn Wermatan 01
5
Nn Wermatan 02
3
Nn Wermatan 03
2 1
Nn Wermatan 04 Nn Wetar 01
-
Nn Wotap 01
1
Nn Wuliaru 03
1
Nn Wuliaru 04
3
Nn Yamdena 01
7
Nn Yamdena 10
38
Nn Yamdena 11
3
Nn Yamdena 12
1
Nn Yamdena 13
1
Nn Yamdena 14
3
Nn Yamdena 15
2
Nn Yamdena 16
1
Nn Yamdena 17
3
Nn Yamdena 18
2
Nn Yamdena 19
1
Nn Yamdena 20 Nuhaka Nujanat Nyata Reong Romang Sabal Selaru Selu Sermata Siera Tandula Telang
1 46 32 166 8 10,035 41 11,714 671 4,611 813 67 97
Terbang Selatan
126
Terbang Utara
125
Ungar Vulmali
14 9
Wayangan
46
Wermatan
9
Weru
6
Wetan
870
Wetar
5,290
Wolas
6
Wotap
369
Wuliaru Yamdena
1,257 64,540
BD Perkap
ED Perkap
32,269.5 41,262.9 105,406.4 166,950.0 40,143.5 277,838.0 248,415.0 257,071.4 222,121.8 36,405.9 37,612.1 35,985.5 111,457.3 206,085.7 174,228.9 96,002.6 1,000.0 154,836.2 213,580.0 236,709.0 39,212.8 44,267.5 229,334.1 364,029.6 354,890.0 295,153.8 228,020.8 282,636.6 226,054.1 312,344.2 289,879.9 280,057.1 15,409.3 61,076.2 36,160.1 1,000.0 34,724.7 251,884.9 56,559.1 212,969.0 38,760.0 176,470.4 252,047.9 36,415.0 57,391.8 60,025.5 112,858.8 42,240.4 192,868.1 113,092.8 249,614.7 101,543.1 406,900.6 262,114.2 140,037.6 243,382.2 84,725.8
Sumber : Hasil Analisis EF dan BC (2011)
9,310.2 9,310.2 9,310.2 9,310.2 9,310.2 9,310.2 9,310.2 9,310.2 9,310.2 9,310.2 9,310.2 9,310.2 9,310.2 9,310.2 9,310.2 9,310.2 9,310.2 9,310.2 9,310.2 9,310.2 9,310.2 9,310.2 9,310.2 9,310.2 9,310.2 9,310.2 9,310.2 9,310.2 9,310.2 9,310.2 9,310.2 9,310.2 9,310.2 9,310.2 9,310.2 9,310.2 9,310.2 9,310.2 9,310.2 9,310.2 9,310.2 9,310.2 9,310.2 9,310.2 9,310.2 9,310.2 9,310.2 9,310.2 9,310.2 9,310.2 9,310.2 9,310.2 9,310.2 9,310.2 9,310.2 9,310.2 9,310.2
ED_BD 0.29 0.23 0.09 0.06 0.23 0.03 0.04 0.04 0.04 0.26 0.25 0.26 0.08 0.05 0.05 0.10 9.31 0.06 0.04 0.04 0.24 0.21 0.04 0.03 0.03 0.03 0.04 0.03 0.04 0.03 0.03 0.03 0.60 0.15 0.26 9.31 0.27 0.04 0.16 0.04 0.24 0.05 0.04 0.26 0.16 0.16 0.08 0.22 0.05 0.08 0.04 0.09 0.02 0.04 0.07 0.04 0.11
Kap_Pdk 14 49 69 18 13 91 162 839 97 174 53 27 61 67 38 10 14 17 23 77 30 183 75 40 39 96 50 31 74 68 32 30 75 213 645 37,429 1,096 71,164 15,359 19,196 15,414 1,810 380 774 803 172 41 944 111 163 9,488 231,220 171 5,545 32,855 587,336
Bal_Pdk 10 38 63 17 10 88 156 809 93 130 40 20 56 64 36 9 14 16 22 74 23 144 72 39 38 93 48 30 71 66 31 29 30 180 479 (8) 27,393 1,055 59,449 14,688 14,585 14,601 1,743 283 649 679 158 32 899 102 157 8,618 225,930 165 5,176 31,598 522,796
Status_D Lanjut Lanjut Lanjut Lanjut Lanjut Lanjut Lanjut Lanjut Lanjut Lanjut Lanjut Lanjut Lanjut Lanjut Lanjut Lanjut Tdk Lanjut Lanjut Lanjut Lanjut Lanjut Lanjut Lanjut Lanjut Lanjut Lanjut Lanjut Lanjut Lanjut Lanjut Lanjut Lanjut Lanjut Lanjut Lanjut Tdk Lanjut Lanjut Lanjut Lanjut Lanjut Lanjut Lanjut Lanjut Lanjut Lanjut Lanjut Lanjut Lanjut Lanjut Lanjut Lanjut Lanjut Lanjut Lanjut Lanjut Lanjut Lanjut
Thn ke 12 18 54 75 17 104 97 99 91 15 15 14 55 87 78 50 71 89 95 16 19 93 120 119 108 93 105 93 111 107 104 3 30 14 14 98 27 89 16 78 98 15 28 29 55 18 83 56 98 50 127 101 66 96 42