PENILAIAN KEBERLANJUTAN EKOSISTEM PULAU KECIL MELALUI PENDEKATAN SOCIO ECOLOGICAL SYSTEM DALAM MENENTUKAN KAPASITAS EKOSISTEM DI PULAU SAPEKEN, MADURA Romadhon, A. Program studi Ilmu Kelautan, Fakultas Pertanian, Universitas Trunojoyo Madura
ABSTRAK Pulau Sapeken sebagai salah satu pulau kecil di Kabupaten Sumenep merupakan pulau kecil dengan kepadatan penduduk yang tinggi. Salah satu dampak terhadap dari hal tersebut berupa tekanan terhadap keberlanjutan ekosistem, yang berasal dari perubahan penggunaan lahan dan tutupan lahan. Perubahan tersebut berdampak pada kapasitas ekosistem untuk menyediakan barang dan jasa bagi manusia. Penilaian terhadap kondisi Socio Ecological System (SES) akan dapat menggambarkan dinamika kapasitas ekosistem di Pulau Sapeken. Dengan menghubungkan informasi tutupan lahan, survei lahan dan GIS dengan data dari hasil pemantauan lapangan dan penilaian statistik, yang dapat disediakan ekosistem dan dibutuhkan manusia dapat dinilai. Hasil penelitian mengungkapkan pola - pola kegiatan manusia tiap tempat yang ada di Pulau Sapeken berbeda sesuai dengan kapasitas ekosistem yang ada melalui penjelasan secara spatial tiap unit lanskap biofisik dan kondisi ekosistem. Untuk tempat dengan kapasitas ekosistem masih baik, masyarakat memiliki yang lebih baik dibandingkan masyarakat di tempat lainnya. Hasil lainnya juga menunjukkan keseimbangan supply – demand berpengaruh terhadap tingkat ketergantungan kawasan, hal ini ditunjukkan dengan Pulau Sapeken dengan supply dan demand atas jasa dan barang yang seimbang menjadi kawasan yang berpengaruh terhadap perkembangan kawasan pulau kecil lainnya di Kecamatan Sapeken. Kata kunci : Pulau Sapeken, Socio Ecological System (SES), kapasitas ekosistem, keberlanjutan ekosistem, supply dan demand atas jasa dan barang PENDAHULUAN Pulau–pulau kecil sebagai sebuah entitas dengan karakteristik yang dimiliki merupakan suatu kawasan yang potensial untuk dikembangkan. Salah satu karakteristik dari pulau–pulau kecil adalah luas wilayah yang kecil dan dikelilingi oleh laut. Karakteristik tersebut menjadikan pulau–pulau kecil dalam pengembangannya harus selalu memperhatikan ketersediaan dan keberlanjutan segenap ekosistem yang ada, Hal ini disebabkan ekosistem pulau-pulau kecil rentan terhadap gangguan dari kegiatan manusia dan bencana alam karena terisolasi, ukuran kecil, dan keterbatasan sumber daya alam (Pelling dan Uitto, 2001). Salah satu tantangan keberadaan pulau-pulau kecil adalah menyeimbangkan manfaat ekonomi dengan tekanan lingkungan yang timbul dari keberadaan manusia. Ekosistem pulau terdiri dari berbagai subsistem memerlukan kesetimbangan berkelanjutan. Kesetimbangan berkelanjutan dapat dicapai jika ekosistem dapat berjalan sesuai dengan fungsinya. Dengan kata lain, ketika tekanan terhadap ekosistem, ekonomi, atau masyarakat dari sumber eksternal yang melebihi kapasitas pulau, maka Artikel ini telah di presentasikan pada Seminar Nasional Kedaulatan Pangan dan Energi 2012 Fakultas Pertanian, Universitas Trunojoyo Madura, Juni 2012
ekosistem akan rusak. Gangguan keseimbangan ekosistem membuat pembangunan berkelanjutan tidak mungkin terjadi dan dapat mengakibatkan kerusakan ekosistem pulau Pulau Sapken sebagai salah satu dari 72 pulau kecil yang ada di Kabupaten Sumenep, merupakan pulau yang menjadi sentra layanan barang dan jasa bagi pulau kecil lainnya di gugus pulau Sapeken. Dibandingkan dengan pulau kecil lainnya, Pulau Sapeken memiliki kepadatan penduduk yang paling tinggi. Tingginya populasi manusia akan berkorelasi dengan semakin tingginya kerusakan ekosistem, yang disebabkan semakin tingginya pemenuhan kebutuhan hidup. Kondisi inilah yang akan berpengaruh terhadap keberlanjutan ekosistem untuk menjalankan fungsi ekologis baik sebagai penyedia sumberdaya, pengatur jasa lingkungan dan penerima limbah. Untuk mengetahui status kesetimbangan keberlanjutan ekosistem di Pulau Sapeken, dibutuhkan penilaian terhadap jasa ekosistem dalam menyediakan ruang dan sumberdaya bagi penduduk yang ada. Terkait dengan hal tersebut, pendekatan Socio Ecologycal System (SES) diperlukan untuk melihat keterkaitan antara penduduk dengan kemampuan ekosistem untuk tetap mempertahankan fungsi ekologis secara berkelanjutan. Dengan demikian akan diketahui sejauh mana daya dukung Pulau Sapeken dalam memberikan jasa bagi segenap pemanfaatan yang ada. Penelitian ini bertujuan menentukan kapasitas dan permintaan jasa ekosistem di Pulau Sapeken, Kabupaten Sumenep, Madura dan menentukan status keseimbangan jasa ekosistem di Pulau Sapeken. METODE Penelitian dilakukan di wilayah Pulau Sapeken, Kecamatan Sapeken, Kabupaten Sumenep. Adapun luas wilayah Pulau Sapeken sebesar 15,793 km2 dengan penduduk sekitar 9.988 jiwa (Bappeda, Kabupaten Sumenep, 2010). Alat dan bahan yang digunakan berupa kamera digital, GPS, peta dan kuesioner
Gambar 1. Letak Pulau Sapudi, Kabupaten Sumenep, Madura Artikel ini telah di presentasikan pada Seminar Nasional Kedaulatan Pangan dan Energi 2012 Fakultas Pertanian, Universitas Trunojoyo Madura, Juni 2012
Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara dengan memberikan kuesioner terhadap stakeholder. Kuesioner yang dibuat berisi daftar pertanyaan tentang Socio Ecological System dan kondisi sumberdaya Pulau Sapeken. Metode pengambilan contoh dilakukan dengan menggunakan metode acak berlapis/stratifikasi, pengambilan contoh pada setiap lapisan dilakukan dengan metode acak sederhana. Jumlah sample yang diambil sebesar 150 orang. Analisis SES dilakukan sebagaimana yang dikemukakan Burkhard et al (2012) yaitu sebelum dilakukan analisa, tahapan yang dilakukan meliputi pertama, beberapa jasa ekosistem masing-masing diidentifikasi dan dinilai oleh berbagai stakeholder. Kedua, serangkaian matriks digunakan untuk melakukan kuantifikasi dan kaitan secara berurutan antara tutupan lahan dan jasa ekosistem. Matriks ini mengorganisasikan dan mengintegraskan informasi penilaian stakeholder terhadap peranan jasa ekosistem di Pulau Sapeken. Adapun 3 langkah utama dalam metode penilaian status ekosistem Pulau Sapeken melalui SES, sebagai berikut : a. Penilaian kapasitas ekosistem (supply) Penilaian kapasitas ekosistem dilakukan dengan memberikan nilai atau skor relevansi terhadap kemampuan pulau kecil, direpresentasikan melalui tutupan lahan dalam menyediakan jasa ekosistem tertentu pada skala yang meliputi : 0
:
1 2 3
: : :
tidak ada relevansi dari tipe penutupan lahan untuk mendukung atau memasok layanan ekosistem yang dipilih relevansi rendah 4 : relevansi tinggi relevan 5 : relevansi sangat tinggi relevansi sedang
Matrik yang digunakan dalam penilaian kapasitas ekosistem Pulau Sapeken sebagai berikut :
b. Penilaian permintaan (demand) jasa ekosistem Penilaian permintaan (demand) jasa ekosistem dilakukan dengan memberikan nilai atau skor relevansi atas permintaan manusia untuk jasa ekosistem di jenis tutupan lahan tertentu pada skala yang meliputi :
Artikel ini telah di presentasikan pada Seminar Nasional Kedaulatan Pangan dan Energi 2012 Fakultas Pertanian, Universitas Trunojoyo Madura, Juni 2012
0
:
1 2 3
: : :
tidak ada relevansi dari permintaan dari orang-orang dalam tipe penutupan lahan untuk jasa ekosistem relevansi rendah 4 : relevansi tinggi relevan 5 : relevansi sangat tinggi relevansi sedang
Matrik yang digunakan dalam penilaian permintaan (demand) jasa ekosistem Pulau Sapeken sebagai berikut :
c. Penilaian status keseimbangan jasa ekosistem Penilaian status keseimbangan jasa ekosistem, diperoleh dengan menggabungkan matrik kapasitas ekosistem (supply) dengan matrik permintaan (demand) jasa ekosistem. Setiap bidang dalam matriks penilaian status keseimbangan jasa ekosistem dihitung berdasarkan bidang yang sesuai pada kapasitas ekosistem (supply) dan matriks permintaan (demand). Skala berkisar dari 5 sampai 5. Tanda ( - ) menunjukkan permintaan (demand) melebihi pasokan (supply); 0 = permintaan = suplai = keseimbangan netral, dan untuk tanda ( + ) menunjukkan pasokan (supply) melebihi permintaan
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kapasitas Jasa Ekosistem (Supply) di Pulau Sapeken Kapasitas jasa ekosistem (supply) mengacu pada kapasitas dari wilayah tertentu untuk menyediakan sebuah paket tertentu dari barang dan jasa ekosistem dalam jangka waktu tertentu. Di sini, kapasitas mengacu pada pemahaman penggunaan dan Artikel ini telah di presentasikan pada Seminar Nasional Kedaulatan Pangan dan Energi 2012 Fakultas Pertanian, Universitas Trunojoyo Madura, Juni 2012
Pengatur Penyediaan Jasa
Iklim
Pengisian Air Tanah Dalam
Purifikasi Air
Tanaman
Perikanan tangkap
Perikanan budidaya
Wisata dan nilai estetik
Nilai intrinsik
1
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
2
2
0
0 Tidak ada relevansi
Vegetasi
8
3
3
2
9
3
2
4
3
3
0
0
4
3
1
1 Relevansi rendah
Lahan Pertanian
9
3
3
3
5
2
2
1
3
3
0
0
0
0
0
2 Relevan
Pantai
7
3
3
1
1
0
1
0
6
0
3
3
5
3
2
3 Cukup relevan
Dermaga
2
1
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
7
5
2
4 Sangat relevan
Laut
4
2
2
0
5
5
0
0
10
0
5
5
6
4
2
5 Sangat relevan sekali
Pelestarian Budaya
Biota Aliran Air
2
Penyedia SDA
Biodiversity
Pemukiman
Type Tutupan Lahan
Integritas Ecologi
Heterogenitas Abiotik
pengaturan sumberdaya alam secara benar. Dengan demikian, tidak mirip dengan potensi pasokan jasa ekosistem dalam ekosistem tertentu, yang akan menjadi hipotetis hasil maksimum jika dioptimalkan. Berangkat dari pemahaman tersebut kapasitas ekosistem yang direpresentasikan melalui tipe penggunaan lahan di Pulau Sapeken, memiliki fungsi berbeda berdasarkan struktur dan proses yang ada. Akibatnya, kapasitas ekosistem untuk menyediakan jasa ekosistem tertentu yang digunakan oleh manusia dapat sangat bervariasi (Bastian et al., 2012). Kapasitas ekosistem untuk memasok jasa sangat terkait dengan (a) kondisi alam, misalnya tutupan lahan alami (vegetasi), hidrologi, kondisi tanah, fauna, elevasi, kemiringan dan iklim; serta (b) dampak manusia; terutama penggunaan lahan emisi,polusi, dan lainnya. Hasil penelitian mengungkapkan pola kondisi alam yang berbeda pada tiap tipe tutupan lahan akan berpengaruh terhadap kapasitas ekosistem untuk memasok jasa ekosistem (Gambar 2). Kapasitas ekosistem (supply) tertinggi berturut - turut terdapat pada laut, vegetasi, pantai, lahan pertanian, dermaga dan pemukiman.
Skala Penilaian Kapasitas
Gambar 2. Hasil Penilaian Kapasitas Ekosistem (Supply) di Pulau Sapeken
Keberadaan pemukiman yang padat sangat berpengaruh dalam menentukan kapasitas ekosistem terutama di pulau kecil. Pulau Sapeken sebagai pulau kecil memiliki kepadatan penduduk paling tinggi dibandingkan pulau kecil lainnya, berpotensi akan mengalami penurunan kapasitas jasa ekosistem, sebagai konsekuensi semakin meningkatnya penggunaan lahan, pencemaran dan polusi. Kondisi tersebut akan memperbesar tekanan terhadap keberlanjutan jasa ekosistem untuk mendukung integritas ekologi di Pulau Sapeken. Permintaan Jasa Ekosistem ( Demand) di Pulau Sapeken Permintaan untuk jasa ekosistem adalah jumlah dari semua barang dan jasa ekosistem saat ini dikonsumsi atau digunakan di daerah tertentu selama periode waktu tertentu. Pola - pola penyediaan secara rinci adalah bagian dari supply ekosistem, berkaitan erat dengan konsep ecological footprint (Rees, 1992) diperlukan untuk Artikel ini telah di presentasikan pada Seminar Nasional Kedaulatan Pangan dan Energi 2012 Fakultas Pertanian, Universitas Trunojoyo Madura, Juni 2012
Purifikasi Air
Tanaman
Perikanan tangkap
Perikanan budidaya
Wisata dan nilai estetik
Nilai intrinsik
Pelestarian Budaya
Pengisian Air Tanah Dalam
Pemukiman
1
5
5
5
4
4
4
3
0
Tidak ada relevansi
Vegetasi
1
1
2
1
0
0
0
0
1
Relevansi rendah
Lahan Pertanian
2
0
0
3
0
0
0
0
2
Relevan
Pantai
0
0
0
0
0
0
2
2
3
Cukup relevan
Dermaga
2
0
0
0
0
0
2
1
4
Sangat relevan
Laut
0
0
0
0
3
3
0
0
5
Sangat relevan sekali
Type Tutupan Lahan
Penyedia SDA
Iklim
Pengatur Penyediaan Jasa
menghitung daerah yang menghasilkan jasa ekosistem tertentu yang dibutuhkan oleh manusia di daerah tertentu dalam waktu tertentu. Dengan kata lain, harus ada permintaan tertentu oleh orang-orang untuk menggunakan layanan ekosistem tertentu (Fisher et al, 2009.). Mengacu dari pendekatan tersebut jasa ekosistem yang dibutuhkan oleh penduduk di Pulau Sapeken meliputi pengatur penyedia jasa (iklim, air tanah dalam dan purifikasi air), penyedia sumberdaya (tanaman, perikanan tangkap dan perikanan budidaya) dan pelestarian budaya (wisata dan nilai intrinsik). Lebih lanjut hasil penilaian terhadap permintaan jasa ekosistem (demand) di Pulau Sapeken menunjukkan pola kondisi alam yang berbeda pada tiap tipe tutupan lahan akan berpengaruh terhadap permintaan jasa ekosistem (Gambar 3). Permintaan jasa ekosistem (demand) tertinggi untuk tiap jasa ekosistem terdapat pada tipe tutupan lahan pemukiman.
Skala Penilaian Permintaan
Gambar 3. Hasil Penilaian Permintaan Ekosistem (Demand) di Pulau Sapeken Hasil penilaian tersebut menunjukkan bahwasanya semakin tinggi populasi akan sangat relevan sekali dengan permintaan jasa ekosistem. Kondisi ini terkait dengan tingginya pemenuhan kebutuhan yang harus dipenuhi. Semakin tinggi tingkat peradaban suatu kelompok masyarakat akan meningkat pula kebutuhan hidup yang harus dipenuhi. Disaat kebutuhan hidup semakin beragam maka tuntutan terhadap jasa ekosistem akan meningkat pula (Curran et al., 2004) Status Keseimbangan Jasa Ekosistem di Pulau Sapeken Status keseimbangan jasa ekosistem dinilai dengan membandingkan antara kapasitas ekosistem (supply) dan permintaan jasa ekosistem (demand). Hasil penilaian terhadap status keseimbangan jasa ekosistem di Pulau Sapeken menunjukkan kapasitas ekosistem (supply) masih melebihi permintaan jasa ekosistem (demand). Kondisi ini menunjukkan bahwasanya secara umum di Pulau Sapeken masih dapat memberikan dan menunjang keberlanjutan jasa ekosistem.
Artikel ini telah di presentasikan pada Seminar Nasional Kedaulatan Pangan dan Energi 2012 Fakultas Pertanian, Universitas Trunojoyo Madura, Juni 2012
Perikanan budidaya
-5
-4
-4
Vegetasi
+2 +1 +2
+2
0
0
0
0
Lahan Pertanian
0
+2 +1
0
Pantai
0
+1
0
0
Dermaga
-2
0
0
0
Laut
+5
0
0
0
+3 +3 0
0
+2 +2
Nilai intrinsik
Perikanan tangkap
-5
Pelestarian Budaya
Tanaman
-5
-5
Wisata dan nilai estetik
Purifikasi Air
-1
Penyedia SDA
Pengisian Air Tanah Dalam
Pengatur Penyediaan Jasa
Iklim
Pemukiman
Type Tutupan Lahan
Skala Keseimbangan Jasa Ekosistem
-3
-2
-3
0
+3 +1
1
-4
Permintaan Melebihi Penawaran
-2 -1
0
0
2
+1
0
3
+3 +1
4
+4 +2
+5
Keseimbangan
Penawaran Melebihi Permintaan
Gambar 4. Hasil Penilaian Status Keseimbangan Jasa Ekosistem di Pulau Sapeken Jasa ekosistem yang perlu mendapat perhatian seiring dengan meningkatnya populasi di Pulau Sapeken adalah ketersediaan air, baik penyediaan air tanah dalam dan purifikasi air. Kondisi ini dapat dilihat terutama pada tipe tutupan lahan pemukiman yang berada pada status keseimbangan permintaan (demand) melebihi penawaran (supply). Keberadaan sumberdaya air di pulau kecil selain sangat tergantung pada curah hujan, bentuk dan penyebaran batuan reservoir, ketebalan tanah pelapukan, dan jenis vegetasi yang ada, juga mendapat pengaruh interaksi air laut dan air tawar yang terdapat di kawasan tersebut, yang dikenal dengan gejala penyusupan air laut. Gejala ini sangat menyolok dan mudah diamanti terutama untuk pulau sangat kecil yaitu yang berukuran lebih kecil dari 200 km2 (Falkland, 1991). KESIMPULAN Berdasarkan hasil penilaian jasa ekosistem dalam menentukan keberlanjutan ekosistem di Pulau Sapeken dapat disimpulkan : 1. Diantara tipe tutupan lahan yang digunakan dalam menilai kapasitas ekosistem, keberadaan pemukiman sangat berpengaruh dalam menentukan kapasitas ekosistem Pulau Sapeken. Hal ini erat kaitannya dengan semakin meningkatnya penggunaan lahan, pencemaran dan polusi sebagai konsekuensi dari keberadaan pemukiman. 2. Permintaan (demand) tertinggi untuk tiap jasa ekosistem terdapat pada tipe tutupan lahan pemukiman. Keberadaan pemukiman sangat relevan sekali dengan permintaan jasa ekosistem di Pulau Sapeken. 3. Status keseimbangan jasa ekosistem yang perlu diperhatikan di Pulau Sapeken adalah ketersediaan air, baik penyediaan air tanah dalam dan purifikasi air untuk tetap dapat menunjang dan meningkatkan fungsi kawasan. DAFTAR PUSTAKA Adrianto. L., 2006. Pengelolaan Pulau-Pulau Kecil Berkelanjutan : Tantangan Riset dan Akademik. Disampaikan pada Mukernas Himitekindo Bogor, 16 Januari 2006. PKSPL-IPB. Bogor
Artikel ini telah di presentasikan pada Seminar Nasional Kedaulatan Pangan dan Energi 2012 Fakultas Pertanian, Universitas Trunojoyo Madura, Juni 2012
Bass S, Dalal-Clayton B. 1995. Small island states and sustainable development: strategic issues and experience. Environmental Planning Issues No. 8. London: International Institute for Environment and Development Bastian, O., Haase, D., Grunewald, K., 2012. Ecosystem properties, potentials and services – The EPPS conceptual framework and an urban application example. Ecological Indicators 21, 7–16. Bengen, D.G. 2004. Sinopsis Ekosistem dan Sumberdaya Alam Pesisir dan Laut Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan Institut Pertanian Bogor Burkhard B, Kroll F, Stoyan N, Felix M. 2012. Mapping ecosystem service supply, demand and budgets. Ecological Indicators 21 (2012) 17–29 Burns GL, Howard P. 2003. When wildlife tourism goes wrong: a case study of stakeholder and management issues regarding Dingoes on Fraser Island, Australia. j. Tourism Manage;24(6):699–712 Curran, S.R., de Sherbinin, A., 2004. Completing the picture: the challenges of bringing “consumption” into the population-environment equation. Population and Environment 26 (2), 107–131. Falkland, A, 1991. Hydrology and water resources of small islands : a practical guide, IHP-UNESCO, Paris Fisher, B., Turner, R.K., Morling, P., 2009. Defining and classifying ecosystem services for decision making. Ecological Economics 68, 643–653. Pelling M, Uitto JI. 2001. Small island developing states: natural disaster vulnerability and global change. Global Environ Change B Environ Hazards;3 (2):49–62 Wackernagel, M. Rees, 1996. Our Ecological Footprint: Reducing Human Impact on The Earth. New Society Publishers, Gabriola Island, British Colombia
Artikel ini telah di presentasikan pada Seminar Nasional Kedaulatan Pangan dan Energi 2012 Fakultas Pertanian, Universitas Trunojoyo Madura, Juni 2012