33
5 ETNOBIOLOGI KEKUAK DI KEPULAUAN BANGKA-BELITUNG 5.1 Pendahuluan Sipuncula adalah filum yang dikenal sebagai cacing kacang, hidupnya di laut terutama perairan dangkal, paling tidak anggotanya ada 147 jenis yang sudah jelas teridentifikasi (Cuttler 1994). Kekuak atau wak-wak adalah salah satu anggotanya yang sudah dikenal di Indonesia khususnya di Kepulauan BangkaBelitung, meskipun terbatas cuma di kalangan nelayan atau masyarakat yang memanfaatkan. Belum jelas diketahui apakah biota ini sudah termasuk jumlah jenis yang telah teridentifikasi tadi. Sebagai biota yang telah dimanfaatkan dan selama ini diambil dari habitatnya hanya dengan penangkapan, kekuak belum diketahui secara baik bagaimana karakteristik biologisnya, padahal kegiatan penangkapannya sudah berkembang menjadi bersifat komersial. Pengkajian aspek biologi (zoologi dan ekologi) biota ini sangatlah perlu terkait kelestarian populasinya di habitat dan keberlanjutan pemanfaatannya oleh masyarakat. Pengetahuan masyarakat setempat baik berupa tradisi warisan leluhur maupun pengalaman mereka selama ini, adalah salah satu sumber informasi untuk mengkaji aspek biologi kekuak, bahkan sebagai sumber pertama dan utama. Hal itu karena belum tersedia literatur khusus perihal itu, dan fakta fenomenal selama ini mereka telah rutin memanfaatkan kekuak relatif tanpa menyebabkan kerusakan/gangguan pada lingkungan dan tetap terjaga kelestarian populasinya sepanjang masa. Tidak mungkin hal itu terjadi begitu saja, tanpa pengetahuan yang memadai sebagai bekal mereka dalam mengelola pemanfaatan biota ini, meskipun masih sangat sederhana. Aspek
biologi
biota
bisa
dikaji
dengan
pendekatan
etnosains
(interdisiplin), karena itu dalam mempelajari etnobiologi kekuak, penelitian ini menerapkan metode yang memadukan pendekatan emik dan etik, mencakup pengetahuan masyarakat lokal tentang habitat dan biotanya sendiri, termasuk taksonominya. Pengetahuan itu dieksplorasi, dikaji dan dikonfirmasi dengan pengetahuan ilmiah, melalui pengamatan lapangan partisipatif, pengamatan dan pengujian laboratorium, maupun pengkajian literatur terkait status taksonominya.
34
Tujuan penelitian ini menganalisis aspek etnobiologi kekuak mencakup etnoekologi, etnozoologi dan taksonominya, yaitu karakteristik lingkungan habitat dan biota serta status taksonomi kekuak. Hasil penelitian ini diharapkan menjadi informasi untuk melengkapi, mengklarifikasi dan mengilmiahkan pengetahuan lokal terkait pemanfaatan kekuak oleh masyarakat setempat, dan menjadi dasar ilmiah bagi upaya pengelolaan pemanfaatannya secara berkelanjutan. 5.2 Metode Penelitian Penelitian ini dilakukan tiap periode musim tangkap kekuak, terutama pada puncaknya (April-Juni). Difokuskan sebagai studi kasus pada kehidupan masyarakat nelayan dan penangkap kekuak di Pebuar, Nangkabesar dan Kota Pangkalpinang. Penelitian juga dilakukan di Laboratorium Produktivitas dan Lingkungan Perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan dan Laboratorium Tanah Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Data dikumpulkan dengan wawancara langsung dan pengamatan partisipatif kegiatan pemanfaatan kekuak di lokasi tangkap, kediaman warga dan pasar (Lampiran 9). Informan kunci terpilih berasal dari warga setempat sebagai nelayan, penangkap, pedagang dan konsumen produk kekuak. Kegiatan lapangan berupa pengumpulan/pembuatan spesimen biota kekuak (kering dan basah, segar dan awetan) dan pengambilan contoh substrat habitatnya. Kegiatan laboratorium berupa analisis tanah untuk memperoleh data subtstrat habitat, dan pengamatan serta pengukuran spesimen biota untuk data morfologi dan anatominya. Data yang terkumpul dibuat uraian dan penjelasaannya, dilengkapi foto dokumentasi hasil pengamatan di lapangan dan laboratorium. Analisis data pada umumnya secara kualitatif, berupa analisis konten terhadap spesimen biota, dokumentasi situs habitat, catatan pengamatan lapangan dan keterangan dari para informan.
Hasil analisis kualitatif ini dikonfirmasi dengan hasil analisis
kuantitatif dari analisis tanah substrat habitat dan isi perut biota kekuak, serta pengukuran tubuh atau spesimennya. 5.2.1 Prosedur analisis substrat Analisis ini diawali pengambilan sampel tanah habitat secara purposive pada beberapa lokasi tangkap (stasiun) sebagai habitat utama kekuak. Di perairan
35
pantai Pebuar dilakukan pada empat stasiun (dua di zona nyucok dan dua di zona ngerangkang), sedangkan di perairan pantai Nangkabesar dilakukan pada dua stasiun (zona nyucok dan zona nyerampang). Pengambilan sampel tanah habitat memakai alat berupa pipa paralon (PVC) berdiameter 2 inci sepanjang 50 cm yang telah diberi skala. Caranya dengan membenamkan pipa itu sedalam 20-25 cm tegak-lurus pada permukaan tanah yang akan diambil substratnya. Diasumsikan pada kedalaman itu (dari perkiraan penangkap) normalnya tubuh kekuak berdiam di lubang dan mengeluarkan introvertnya untuk makan, di bawah kedalaman itu teksturnya lebih kasar, berair dan sulit ditembus.
Setelah itu pipa diungkitkan dan bagian
bawahnya ditahan dengan telapak tangan, kemudian sampel substratnya dimasukkan ke dalam kantong plastik yang telah diberi label sesuai lokasi stasiunnya, siap untuk dianalisis. Sebagai pembanding dilakukan juga pengambilan sampel tanah dalam atau isi perut kekuak. Caranya sejumlah individu kekuak dipilih secara purposive dari hasil ngerangkang di perairan pantai Pebuar. Dari sekitar 4 kg kekuak basah utuh (belum dikeluarkan jeroan dan belum dibalik tubuhnya) dikeluarkan tanah dalam perutnya dengan cara membelah tubuhnya memanjang memakai gunting, saluran ususnya yang tipis bening berisi tanah dipisahkan dari tubuhnya dan ditampung semuanya dalam kantong plastik, siap untuk dianalisis. Sampel tanah isi perut kekuak berikut sampel-sampel tanah habitatnya tadi dibawa ke laboratorium untuk dianalisis.
Setiap sampel substrat dicuci,
dipisahkan dari bagian organiknya dan dikeringkan, baru kemudian dianalisis. Yang akan dianalisis adalah bagian anorganiknya. Analisis substrat yang dilakukan berupa pemisahan menjadi 7 fraksi berdasarkan ukuran teksturnya, yaitu: L liat (<2μ), debu (2-50μ), PSH pasir sangat halus (50-100μ), PH pasir halus (100-200μ)), PS pasir sedang (200-500μ), PK pasir kasar (500-1.000μ) dan PKS pasir kasar sekali (1.000-2.000μ) (Lampiran 3). 5.2.2 Prosedur pengamatan spesimen Pembuatan spesimen di lapangan yang diambil secara purposive pada sejumlah individu (ukuran variatif), meliputi:
36
(1) Spesimen basah kekuak utuh segar. Terdiri dari kekuak hasil nyucok dan hasil ngerangkang. Caranya dengan menyediakan 2 buah botol plastik bening polos 600 ml berlabel, diisi air laut hampir penuh, lalu masing-masing diisi beberapa ekor kekuak secara terpisah (menurut hasil tangkap) dan ditutup rapat. Botol-botol lalu dibawa dan disimpan-dingin dalam coolerbox dan freezer sampai tiba waktunya digunakan. (2) Spesimen basah kekuak awetan. Terdiri dari kekuak hasil nyucok dan hasil ngerangkang, masing-masing berupa kekuak utuh, tanpa jeroan, dan sudah dibalik. Caranya dengan menyediakan 2 buah botol plastik bening polos 1000 ml berlabel, diisi larutan formalin 40% secukupnya, lalu masing-masing diisi beberapa ekor kekuak secara terpisah, agar spesimen tidak menekuk botolnya dimiringkan saat diisi, lalu ditutup rapat dan disimpan terbaring. Setelah 24 jam larutan formalin tadi diganti dengan larutan alkohol 70%. Pengamatan morfologi kekuak, paling baik dipilih spesimen basah awetan hasil nyucok, karena sedikit cacat atau luka pada bagian luar tubuhnya, apalagi bila ditangkap dengan alat tangkap cucok bermata kecil dan tanpa penusukan berulang.
Pengamatannya dilakukan tanpa pembedahan disertai
pemotretan terhadap bagian-bagiannya, seperti kondisi saat introvert keluar/masuk dan kondisi introvert keluar penuh/sebagian.
Dilakukan juga beberapa
pengukuran yang perlu (Lampiran 4). Pengamatan anatomi kekuak, sebaiknya digunakan spesimen hasil ngerangkang, baik spesimen basah segar maupun spesimen basah awetannya, karena rusak dan cacat atau luka pada bagian dalamnya paling sedikit dibandingkan hasil tangkapan dengan alat tangkap lainnya. Pengamatan anatomi diawali dengan pembedahan beberapa spesimen pada beberapa posisi, diikuti pengamatan dan pemotretan terhadap bagian-bagiannya, termasuk membedakan antara introvert sedang keluar dan sedang masuk. Pengukuran terhadap panjang dan berat ususnya juga dilakukan pada beberapa spesimen (Lampiran 4). 5.3 Hasil dan Pembahasan 5.3.1 Analisis etnoekologi kekuak Pengetahuan
masyarakat
setempat
(khususnya
para
nelayan
dan
penangkap kekuak) tentang lingkungan perairan pantai terkait biota kekuak yang
37
dikaji disini merupakan pengetahuan lokal tentang satuan-satuan lingkungan laut (marinsekap) terkait kegiatan penangkapan kekuak, yang meliputi lingkungan habitat (lokasi tangkap) dan lingkungan sekitarnya. 5.3.1.1 Pengetahuan ekologis lokal 1) Lingkungan lokasi tangkap Habitat utama biota kekuak biasanya dipilih oleh nelayan atau penangkap sebagai
lokasi
tangkapnya.
Selain
sebagai
tempat
dilakukan
kegiatan
penangkapan, lingkungan habitat utama atau lokasi tangkap ini menurut mereka sebenarnya juga sekaligus sebagai lokasi cadangan utama populasi kekuak. Pengetahuan warga masyarakat setempat tentang lingkungan perairan pantai terkait biota kekuak adalah pengetahuan lokal tentang satuan-satuan lingkungan laut (marinsekap) terkait kegiatan penangkapan kekuak,
meliputi
lingkungan habitat atau lokasi tangkap dan lingkungan sekitarnya. Pantai pasir putih Pantai dalam bahasa Melayu berarti dataran yang melandai atau tepi perairan (mantai = mendatar, terhampar; pantaien = lantai kayu tanpa atap untuk menjemur), lalu mengkhusus berarti pertemuan antara laut dan darat. Akibat pasang-surut air laut, pantai bisa menyempit atau meluas, dan maknanya lalu melebar juga mencakup tepi laut yang tidak rata dan curam tergantung topografi, misalnya pantai jurang, pantai karang, pantai batu, pantai pasir garam, pantai bakau dan pantai pasir putih. Pantai pasir putih (pantai pasér puté) adalah pantai yang hamparannya berupa tanah pasir putih (pasir kuarsa), dalam hal ini di tepi laut, biasanya merupakan habitat utama kekuak (Gambar 7). Sejatinya semakin luas hamparan semakin luas juga habitat biota ini sekaligus zona tangkapnya, tapi tidak semua pantai pasir putih didiami kekuak, karena itu sebelum menjadi lokasi tangkap biasanya dicek dulu oleh nelayan atau penangkap yang berpengalaman. Salah satunya adalah pantai Masar di Pebuar, pada periode air surut siang hari merupakan lokasi tangkap kekuak yang luas, para penangkap berdatangan dari Pebuar dan desa lain, terutama Desa Teritip.
38
1
2
Gambar 8 Pantai pasir putih berupa beting (1) dan gosong (2) Beting atau pambong Beting dalam bahasa Melayu Jerieng (Pebuar) lebih dikenal dengan pambong,
berarti hamparan luas pantai pasir putih pada suatu pulau, atau
bersambung dengan pantai suatu pulau, seolah-olah muncul saat air laut surut (Gambar 7). Pambong atau beting di Bangka-Belitung bisa merupakan satuan marinsekap alami, yang amat luas, apalagi di Bangka. Menurut pemahaman setempat, beting adalah dasar perairan laut yang tampak muncul saat air laut surut, karena itu umumnya berupa hamparan pasir putih (meskipun ada juga yang sedikit berkarang). Akibat terhampar seperti daratan luas menyatu dengan daratan pulau, juga dikategorikan sebagai (variasi dari) pantai pasir putih. Menurut masyarakat setempat dan hasil pengamatan, beting adalah habitat utama atau tempat mencari kekuak, khususnya kegiatan (gawe) nyucok. Beberapa diantaranya telah diketahui sejak dulu atau ditemukan kemudian sebagai lokasi tangkap kekuak seperti Beting Curong di Nangkabesar. Gosong Gosong (gusong) dalam bahasa Melayu berarti hamparan pasir putih di tengah laut yang tersembul (muncul) saat air laut surut dan menghilang (terendam) saat pasang (Gambar 7). Jadi letak gosong terpisah dari pulau oleh air laut pada saat surut ataupun pasang, atau hamparannya tidak menyatu dengan pantai suatu pulau. Gosong termasuk marinsekap alami tempat nelayan mencari kekuak dengan cucok (gawe nyucok) pada saat air laut surut. Terkadang masyarakat setempat tidak membedakan antara gosong dan beting, tergantung keadaan surutnya air laut, atau akibat dinamika pembentukan daratan oseanik. Gosong sebagai sebuah hamparan yang seolah-olah muncul di tengah laut, jika maksimal surutnya memang ada yang menyatu dengan beting dan
39
pantai sebuah pulau. Perbedaan keduanya akan lebih mudah jika dilihat dari udara pada saat laut pasang (Gambar 7). Meskipun amat jarang, ada juga gosong yang dihuni sedikit karang sehingga disebut gusong karang. Laut tepi Laut tepi atau laut dekat adalah istilah nelayan penangkap kekuak setempat, yang selalu menangkap di kolom air yaitu baik ngerangkang terutama maupun nyerampang dan nyucok. Istilah ini bermakna perairan laut dangkal yang umumnya tetap tergenang baik pada saat surut maupun pasang. Perairan laut ini jika substrat dasarnya (sedimennya) berupa pasir putih biasanya menjadi habitat kekuak dan dijadikan lokasi tangkapnya. Ukuran kedalaman laut tepi ini didasarkan pada kemampuan atau keefektifan pengoperasian alat tangkap kekuak oleh nelayan atau warga penangkap, kedalaman perairan laut maksimal untuk menangkap kekuak adalah sebatas kepala (<2 m). Jadi kawasan laut tepi pantai ini meski merupakan satuan marinsekap alami, tapi lebih bersifat teknis pembatasannya terkait alat tangkap, teknik dan operasionalnya. 2) Lingkungan sekitar lokasi tangkap Lingkungan
sekitar
lokasi
tangkap
kekuak
umumnya
mencakup
lingkungan selain habitat utama kekuak, yang menghalangi jalan penangkap, dan dihindari karena berbahaya (terlalu dalam, berlumpur atau berkarang). Palo Palo dalah bahasa Melayu setempat bermakna cekungan berisi air laut yang terlihat muncul saat air laut surut di tengah hamparan beting atau gosong. Biasanya cekungan ini menjadi tempat biota berkumpul, berdiam atau terperangkap seperti kepiting, udang, kerang, dan ikan-ikan lainnya. Palo menjadi salah satu tujuan nelayan untuk menangkap ikan, tapi di dalamnya terkadang juga terdapat karang (atol) dan biota berbahaya seperti ular laut. Untuk kegiatan penangkapan kekuak palo adalah salah satu satuan marinsekap alami yang terkadang dihindari (menghambat) para nelayan/ penangkap (nyucok dan nyerampang). Hal itu karena biasanya palo lebih dalam dan berlumpur, (sarang) kekuak tidak ditemukan/terlihat, tidak aman dan
40
menyulitkan jalan terutama untuk pulang. Kalaupun lumpurnya sedikit, biasanya ngerangkang dan nyerampang di situ selalu dihindari karena terlalu dalam, penangkapan kekuak jadi tidak efektif (sulit). Karang Karang atau karang-karang (terumbu karang) menurut nelayan setempat bermakna hamparan pantai atau kawasan perairan yang dipenuhi karang (Gambar 9). Karang adalah salah satu marinsekap alami yang menjadi tujuan nelayan untuk mancing dan ngembubu, khususnya yang ada di tengah laut. Bila letaknya di tepi pulau sebagai pantai berkarang dengan lapisan sedikit/banyak lumpur, saat air laut surut biasanya jadi tempat mencari kerang, anemon, ikan karang dan gurita kecil. Karang di tepi pantai bagi gawe nangkap kekuak biasanya termasuk satuan marinsekap yang dihindari karena tidak aman khususnya untuk jalan pulang para penangkap. Disamping itu, kekuak juga tidak akan ditemukan di situ, jika ada pun sulit ditangkap. Pada peralihannya dengan pantai pasir putih sering ditemukan kekuak, tapi sulit ditangkap (tidak efektif) karena serpihan keras/tajam karang ditambah pecahan kulit kerang dan krustase bisa melukai tangan penangkap. 2
1
Gambar 9 Pantai berterumbu karang (1) dan pantai berhutan bakau (2) Bakau Bakau atau bakau-bakau (mangrove) menurut masyarakat nelayan setempat bermakna kawasan tepi pulau (pantai) yang tertutup hutan bakau (utan bakau). (Gambar 9). Kawasan bakau adalah satuan marinsekap alami yang tergenang saat air laut pasang atau basah-berlumpur saat surut, penuh sesak dengan akar-akarnya.
Biasanya jadi tempat mencari kepiting (ketam) bakau,
kerang, siput dan udang apalagi yang dekat muara dan aliran sungai. Lebih khusus lagi biasanya kawasan ini jadi tempat mencari tembilok (tambelo) yang hidup dalam kayu tertentu.
41
Bakau-bakau dan sekitarnya biasanya dihindari penangkap karena jarang sekali dijumpai sarang kekuak, lebih banyak lumpur ketimbang pasir. Lumpur bakau apalagi yang dalam dan banyak tunggul (akar), menyulitkan jalan pulang saat laut mulai pasang. Pada peralihannya dengan pantai pasir putih dan daratan tanah merah berbatu dengan aliran sungai kecil, terkadang dijumpai sedikit kekuak, tapi sulit diambil karena tanahnya lebih keras dan serpihan batu kerikilnya bisa melukai tangan, sekaligus melukai kekuak sendiri. Hutan bakau tepi pantai saat surut adalah tempat berteduh/istirahat para penangkap (Gambar 9). Laut Tengah Laut tengah (laut tenga) bermakna perairan setelah laut tepi, tapi tetap tergenang walaupun saat air laut sedang surut dan apalagi saat pasang. Sama seperti pada laut tepi, untuk jadi habitat kekuak substrat sedimennya (dasar perairan) juga harus pasir putih, tapi sebagai lokasi tangkap cuma pada kedalaman tertentu saja yang alatnya bisa diterapkan. Menurut nelayan setempat karena lebih dalam, tidak bisa lagi dioperasikan jenis alat tangkap apapun secara biasa, bahkan dihindari karena kedalamannya bisa berbahaya bagi penangkap. Setelah rangkang terbukti bisa dioperasikan dengan kompresor sebagai alat bantu pernafasan dalam air, populasi kekuak di laut tengah kawasan Pebuar sebenarnya masih bisa ditangkap hingga kedalaman 2-6 m. Menurutnya, jika bukan karena keterbatasan menyelam, di bawah 6 m pun masih bisa ditemukan lubang sarang kekuak, asalkan lautnya relatif tenang (arus tidak kuat). Perairan laut tengah Nangkabesar arus bawahnya deras, kekuak sulit ditemukan dan ditangkap. Dengan begitu, kemungkinan laut tengah menjadi zona cadangan populasi kekuak terbesar sekaligus terakhir di luar zona/lokasi tangkap, yang bisa menjamin terjadinya suksesi populasi ke dalam zona/lokasi tangkap tadi, seperti pada daerah penangkapan perairan Nangkabesar. 5.3.1.2 Pemetaan marinsekap dan analisis substrat 1) Pemetaan marinsekap Satuan-satuan lingkungan laut didasarkan pada pengetahuan lokal tentang ekosistem lingkungan laut (etnoekologi), terkait penangkapan kekuak komersial terbagi dua kelompok. Pertama, kelompok marinsekap lokasi tangkap kekuak,
42
yaitu: pantai pasir putih, beting (pambong), gosong dan laut tepi. Satuan-satuan ini bisa tumpang-tindih dan merupakan tipe habitat utama kekuak. Kedua, kelompok marinsekap sekitar lokasi tangkap kekuak, yang biasanya dihindari penangkap, yaitu: palo, karang, bakau dan laut tengah (Gambar 10). sedimen pasir putih karang pesisir
pedalaman
palo
gosong
laut dalam
zona pasang-surut zona pasang-surut laut tengah beting beting
bakau darat
laut tepi pantai
laut
Gambar 10 Skema posisi marinsekap terkait habitat/lokasi-tangkap kekuak Dengan diagram bagian-bagian lingkungan laut (Gambar 11) dari Davis (1986), diacu dalam Romimohtarto dan Juwana (2001), habitat (lokasi tangkap) kekuak jika dilihat dari lingkungan bentik pada mintakat pasir, berada di bagian ‘litoral’ untuk penangkapan biasa (kedalaman <2 m) dan ‘sedikit-sublitoral’ (bawah litoral) pada penangkapan tidak biasa (kedalaman <10 m). Dilihat dari lingkungan pelagik (pengaruhi siklus pasang-surut amat sedikit) posisi sedikitsublitoral ini termasuk sedikit bagian neritik sisi dalam, kandungan haranya melimpah karena relatif dekat ke darat (penyumbang berbagai zat terlarut ke laut). Bagian litoral dan sublitoral ini di Bangka amat landai dan bisa terbentang luas. Sebenarnya katagorisasi lokal marinsekap ini pun tergantung kondisi pasang-surut, khususnya pada laut tepi dan laut tengah.
Pada minggu taru’
(konda) kedalaman laut tepi bisa menyamai laut tengah pada minggu ruap (surut maksimal), kekuak cuma bisa ditangkap dengan ‘ngerangkang plus’ (dibantu kompresor).
Saat pasang, sebagian lokasi laut tengah pun bisa menjadi laut
dangkal atau laut tepi pada minggu ruap dan bisa menjadi lokasi tangkap kekuak. Jadi pembagian tadi lebih bersifat teknis terkait kegiatan penangkapan komersial, yang tidak ada pada penangkapan untuk umpan dan lauk (kebutuhan subsisten).
43
Pelagik
Atas litoral Air pasang
Oseanik
Neritik
2m Air surut
Epipelagik
Dalam Litoral
Fotik
Luar Bawah litoral
100 m 200 m
Mesopelagik
(intertidal)
1.000 m
Batial
Afotik Basopelagik 4.000 m Abisopelagik
Abisal Bentik
Hadal
Gambar 11 Diagram bagian-bagian lingkungan laut (Davis 1986) Dinamika pasang-surut juga menyebabkan pola zonasi (pembagian zona lokasi tangkap) yang diterapkan dua/lebih jenis alat tangkap pada saat kegiatan panangkapan yang sama benar-benar terpisah (ada zona antara sebagai zona cadangan), tapi pada waktu berbeda atau keseluruhan (kumulatif) sebenarnya amat sedikit selisih jaraknya, bahkan bisa bertemu dan beririsan (tumpang-tindih). Terkait tipologi pola zonasi tangkap kekuak, khususnya di Pebuar dan Nangkabesar, zona cadangan yang benar-benar bisa berjalan mensuksesi populasi kekuak di habitat (lokasi tangkap) demi menjamin kelestarian adalah zona lepas (laut tengah). Yang benar-benar berkelanjutan dalam pemanfaatan kemungkinan besar adalah gawe nyucok di darat (lokasi yang mengering saat laut surut di zona nyucok) dengan mematuhi aturan pemali ngesik, seperti terjadi di perairan Pebuar. 2) Analisis substrat Menurut nelayan setempat, kekuak cuma biasa ditemukan hidup di dasar perairan yang berpasir putih (bukan yang berlumpur). Sebagai bukti penguatnya adalah bahwa mereka sering menemukan potongan tubuhnya dalam perut ikanikan pasir seperti kerisi (Nemipterus nematophorus) yang terkena pancingan, saat dibelah untuk dijadikan umpan. Sebagai konfirmasi, setelah dilakukan analisis substrat contoh tanah dasar perairan pantai pasir putih dari beberapa lokasi tangkapnya di kawasan Pebuar dan Nangkabesar, serta substrat isi perut kekuak dari Pebuar sebagai pembanding (data hasil analisis tercantum pada Lampiran 3), hasilnya menunjukkan bahwa substrat tanah pasir putih lokasi-lokasi tangkap biota ini rata-rata bertekstur sedang (Gambar 12).
n ila i p ro s e n tas e tek s tu r
44
80 70 60 50 40 30 20 10 0
Tekstur
L D PSH PH PS PK PKS Pbr1
Pbr2
Pbr3
Pbr4
Pnb1
Pnb2
IPK
stasiun/lokasi sampling
Gambar 12 Tekstur tanah (substrat) beberapa lokasi tangkap kekuak di Bangka Pbr Pebuar, Pnb Nangkabesar, IPK isi perut kekuak, L liat (<2μ); D debu (2-50μ); PSH pasir sangat halus (50-100μ); PH pasir halus (100-200μ); PS pasir sedang (200-500μ); PK pasir kasar (500-1.000μ); PKS pasir kasar sekali (1.000-2.000μ)
Menurut Romimohtarto dan Juwana (2001) pada mintakat lumpur (substrat dominan liat dan debu) partikel-partikel lumpur bisa menembus dan menyumbat sistem pernapasan hewan-hewan di situ, termasuk kekuak. Selain itu kandungan oksigen pada mintakat lumpur juga rendah karena partikel-partikelnya padat, tidak meninggalkan rongga-rongga untuk oksigen sehingga tidak ada pertukarannya dengan udara. Diduga cuma jenis-jenis anggota Sipuncula tertentu lainnya saja yang masih biasa hidup atau bisa beradaptasi di situ. Ukuran tekstur substrat habitat-habitat kekuak pun turut menentukan keberadaan dan kondisi populasinya, walau sama-sama pasir tapi jika teksturnya terlalu halus selain kekuak akan sulit melubang dan bernapas, juga menyulitkan penangkap menggalinya karena padat dan keras. Diduga hal itu pula yang membuatnya kurang subur (kecil dan kurus), seperti terjadi pada Beting/Gusong Sagu’, yang tekstur substratnya halus mirip tepung sagu kanji. Satuan-satuan marinsekap yang biasa jadi penghalang (penghambat) kegiatan penangkapan dan peralihannya dengan pantai pasir putih, yang masih mungkin didiami kekuak meskipun sedikit, tapi secara teknis sulit ditangkapi karena komposisi tanahnya tidak cuma pasir putih adalah cadangan minor populasi kekuak. Artinya secara alamiah kelestarian populasi kekuak di situ masih terselamatkan dari pengaruh eksploitasi, karena kemampuan teknis penangkapan terbatas. Jadi, peralihan pasir putih dengan terumbu karang, mangrove dan tanah
45
berbatu kerikil adalah benteng terakhir konservasi jika terjadi tangkap-lebih di habitat utama (lokasi tangkap), begitupun lokasi seperti Beting Sagu’ tadi. Dengan demikian, habitat utama kekuak (lokasi-lokasi tangkap) yang keberadaan populasinya dieksploitasi sebenarnya adalah cadangan utama populasi kekuak, jangan sampai terjadi tangkap-lebih. Jadi, keterbatasan teknis manusia dalam membuat, memakai dan mengoperasikan jenis alat tangkap, ikut menentukan keadaan habitat utama ini tersisakan sebagai cadangan populasi kekuak.
Tidak cuma itu, pembatasan secara teknis juga ikut menentukan
kelestarian populasi kekuak di habitat sekaligus lokasi tangkap. Kasus pemali ngesik bisa menjadi salah satu mekanisme pembatasan teknis tadi secara tradisional (adat), meskipun masih perlu dikaji-lanjut. Tentunya, kondisi ekosistem habitatnya pun harus aman dari kerusakan akibat tambang timah. 5.3.2 Analisis etnozoologi kekuak Pengetahuan masyarakat setempat tentang biota kekuak yang dikaji disini merupakan pengetahuan lokal terkait pemahaman/pengalaman tentang hewan ini dalam kehidupan (kegiatan) sehari-hari di lingkungan masing-masing, baik sebagai nelayan/penangkap, pengumpul/pedagang, maupun pembeli/konsumen. 5.3.2.1 Pengetahuan zoologis lokal 1) Tanda keberadaan biota Satu-satunya tanda keberadaan kekuak di habitatnya menurut masyarakat setempat adalah adanya bentuk lubang sarang yang khas di atas permukaan tanah (dasar perairan), nelayan menyebut lubang sarang itu dengan luka’ (lokak), tapi para penangkap menyebutnya dengan mate (mata). Karena itu di kalangan warga nelayan Pebuar ada teka-teki orang tua untuk anaknya tentang kekuak, bunyinya: “Benatang apèla, cucok di matè kèna’ di jubor? (hewan apakah matanya ditusuk kenanya di dubur?). Saat itu masih dipahami jika lubang ditusuk yang kena duburnya, tapi secara ilmiah adalah kepalanya (introvert). Dari pengetahuan nelayan/penangkap, lubang kekuak adalah bagian sarang yang tampak di atas permukaan tanah (dasar perairan) pertanda ada individunya di dalam (di bawah permukaan) tanah, bentuknya mirip jejak (bekas telapak kaki) anjing atau kucing (Gambar 13). Tanda itu terdiri dari lubang sarang dan lubang
46
makan. Lubang makan adalah satu/lebih lubang bekas makan kekuak (hasil aktivitas mulut dan tentakel pada introvert). Lubang sarang (sebenarnya) adalah tempat introvert keluar-masuk sarang untuk makan, ada yang masih aktif jika ditusuk dengan cucok bisa mengenai tubuh kekuak dan tertangkap, tapi yang tidak aktif lagi, biasanya kurang jelas (terhapus), jika ditusuk akan buntu (Gambar 14). Tanda keberadaan kekuak seperti jejak anjing tadi paling umum dan relatif lebih mudah dikenalkan kepada orang awam atau penangkap pemula. Bentuknya tidak selalu sesempurna itu, lubang makan (dangkal) bisa terlihat lebih dari tiga, bisa juga kurang bahkan tidak ada (cuma ada satu lubang sarang saja), meskipun tidak lazim tapi masih bisa dikenali penangkap yang berpengalaman. Bagi orang awam cukup sulit untuk menebak/menentukan dan menghitung lubang sarang kekuak saat air laut sedang mengering ataupun tergenang di habitatnya, karena bisa tertukar dengan lubang biota lain seperti cacing (pumpun), kepiting dan siput. lubang kekuak
cucok
lubang sarang
lubang biota lain cucok
lubang kekuak lubang-lubang makan
Gambar 13 Tanda lubang sarang kekuak, mirip jejak anjing
a f
b c
d
e
Gambar 14 Sketsa bentuk umum lubang sarang kekuak (a lubang sarang; b bekas lubang lama; c-f lubang makan)
Selain itu pada permukaan habitatnya yang sedang mengering tanda itu sering kurang jelas karena terkadang banyak tumpukan pengganggu (noise), biasanya kotorannya sendiri, kotoran cacing (pumpun), bekas galian kepiting
47
kecil ataupun kelomang, bisa juga bekas lubang sarangnya yang lama.
Ada
penangkap yang berusaha menghapus gangguan (noise) tadi dengan menyayat sedikit permukaan lubang sarang dengan pisau, agar terlihat jelas lubang sarangnya dan mudah ditusuk dengan cucok. Perbuatan ini disebut ngesik yang di Pebuar dilarang adat, termasuk pantangan (pemali’) pada kegiatan nyucok, di Nangkabesar disebut nuis, tapi larangan ini tidak ditaati oleh para penangkap. Rekonstruksi bentuk tanda lubang sarang dengan sketsa sederhana pada Gambar 13 adalah bentuk umum yang lebih mudah dikenal. Lubang sarang (a) adalah target tusukan alat cucok. Dari cara penangkap menusuk lubang target dan menggali lubang (Gambar 15), diduga posisi lubang dan kekuak dalam tanah terentang tegak lurus atau agak miring.
Bagian introvert tepat di bawah
permukaan lubang sarang, badannya kira-kira ada di bawah lubang makan karena yang digali untuk merogoh kekuak adalah tanah bagian itu (Gambar 16), menurut informan, bentuknya tegak-lurus menyiku kira-kira mirip huruf ‘J’ (je besar). 3
2
1
4
5
6
Gambar 15 Urutan teknik nyucok kekuak untuk keperluan umpan (Posisi lubang sarang kekuak, penusukan lubang dan penggalian sarang)
Pengalaman para nelayan Nangkabesar, belum pernah berhasil melihat secara jelas posisi dan bentuk lubang sarang kekuak dalam tanah. Hal itu karena saat digali (dengan cangkul/sekop) makin dalam tekstur pasir makin kasar dan
48
berair, jejaknya mudah terhapus begitu kekuak langsung kabur (bergerak-pindah cepat), sehingga sulit dibuktikan ada-tidakya hubungan antar-lubang dalam sarang. Berdasarkan fakta ini mereka tidak berani menyimpulkan bahwa setiap individu di satu sarang memiliki satu lubang saja ataukah lebih. Jika lokasi habitatnya tergenang kemungkinan hal itu benar, tapi jika sedang mengering (surut) belum tentu selalu benar. Hal ini menjadi salah satu sebab mengapa sasaran tidak kena saat lubang sarang ditusuk (nyucok). lubang-lubang makan
kekuak sedang mengambil makanan
permukaan yang digali
cucok
lubang sarang
kolom tanah
kekuak terkena alat tangkap
Gambar 16 Perkiraan bentuk sarang dan posisi kekuak 2) Sebaran lubang sarang Menurut pengalaman para penangkap selama ini di lokasi tangkap, khususnya di Pebuar dan terbukti dari pengamatan, lubang sarang kekuak tidaklah menentu sebarannya, bisa berjauhan atau berdekatan.
Lebih banyak yang
berjauhan, bagi penangkap hal itu menguntungkan, karena proses penangkapan terhadap seekor (satu lubang) individu kekuak tidak mengganggu individu lain di sekitarnya. Sebaliknya, jika berdekatan, biasanya setelah penangkapan di satu lubang, penangkapan pada lubang terdekat berikutnya selalu gagal.
Menurut
mereka ini adalah salah satu sebab mengapa kekuak tidak mudah habis di habitat. Ada yang menduga, bisa jadi seekor kekuak dalam sarang melubang tidak cuma sekali, karena jika dua/lebih lubang berdekatan ditusuk (ditikam) semua dengan alat tangkap, cuma seekor kekuak di satu lubang saja yang terkena. Banyaknya sebaran lubang kekuak pada suatu luasan lokasi, cuma pertanda kekuak cenderung relatif banyak. Karenanya saat mensurvei lokasi sebelum
49
memulai kegiatan penangkapan, nelayan selalu mencoba dulu menangkap beberapa kali, sekaligus menentukan apakah ukurannya sudah layak atau belum. Jadi, mereka tidak bisa memastikan bahwa jumlah kekuak sama dengan jumlah lubang yang tampak di permukaan tanah dasar perairan, karena belum rinci diketahui bagaimana cara kekuak bersarang. Apalagi di Pebuar, mencoba menggali lubang sarang kekuak dengan cangkul/sekop untuk membuktikannya bisa dianggap melanggar pemali, pantangan yang dihormati dan ‘diwanti-wanti’. Ditinjau secara ilmiah pengenalan tanda keberadaan kekuak di lingkungan laut habitatnya, berupa permukaan lubang sarang kekuak di dasar perairan atau permukaan tanah berpasir putih, adalah sebuah pengetahuan yang amat berarti dan besar sekali sumbangannya bagi kepentingan ilmiah, khususnya terkait perilaku bersarang kekuak. Hal itu karena diketahui, anggota Sipuncula tidak meninggalkan lubang (jejak) di permukaan pasir atau lumpur untuk menunjukkan kehadirannya, menurut Romimohtarto dan Juwana (2001). Mungkin agak mudah menentukan keberadaan beberapa anggota lainnya dari filum ini (Sipuncula) yang bersarang mengebor karang atau mendiami cangkang siput kosong, karena sesekali keluar untuk membuat atau mencari bakal sarang baru. Dengan pengetahuan lokal ini berarti ada lagi anggota Sipuncula (yaitu kekuak, yang bersarang melubang dalam pasir) yang sudah bisa diketahui (dikenali) tanda lubang sarangnya, sebagai tanda keberadaan di habitat. Tapi bukan berarti bisa dengan mudah untuk memperkirakan (menduga) jumlah individu atau kemelimpahan populasinya, apalagi secara tepat dan akurat. Hal itu karena sudah dibuktikan dari pengetahuan dan pengalaman masyarakat setempat (nelayan dan penangkap) serta pembuktian peneliti di lapangan, bahwa tidak/belum pernah bisa mengikuti jejak atau bentuk sarangnya secara tuntas di dalam tanah/pasir dan tidak bisa menangkapnya yang berukuran cukup dewasa dalam keadaan utuh dan hidup (untuk mengamatinya menggali sarang secara normal, bukan dalam kondisi sekarat sehabis tertangkap). Kemelimpahan populasi kekuak selama ini cuma diperkirakan dari jumlah individu kekuak hasil tangkap yang terdata saja, tapi data yang adapun belum memadai (kurang lengkap), tidak kontinu pada setiap musim (tahun) dan baru dua musim belakangan ini yang terekam, sehingga masih sulit untuk disimpulkan
50
secara akurat. Meskipun begitu, nelayan/penangkap juga memahami, cuma individu kekuak berukuran tertentu (sudah cukup dewasa) saja yang bisa tertangkap (dengan jenis-jenis alat tangkap yang ada) dan mau dijual penangkap. Jika masih terlalu kecil, pasti tidak akan pernah tertangkap, jika tertangkap pun dianggap masih kecil, terlalu murah bahkan tidak laku. Pada penelitian ini dilakukan pengamatan sebaran lubang sarang kekuak di habitat (Lampiran 9), dengan metode kuadrat (petak-petak) pada beberapa stasiun (lokasi) tangkap di Nangkabesar saat surut (lokasi nyucok). Hasilnya, tidak ada pola beraturan pada sebaran lubang sarang kekuak, tapi belum bisa disimpulkan polanya teratur, acak ataukah acak-acakan, juga cara hidupnya soliter, berkoloni ataukah campuran. Kemungkinan karena batasan lokasi penelitian ini cuma pada area kegiatan penangkapan, kemurnian pola sebaran populasi sudah terganggu. Perlu penelitian khusus pada habitat di daerah/lokasi lain yang belum ada kegiatan penangkapan, agar bisa diteliti lebih rinci sifat-sifat dan perilaku biologisnya. 3) Perilaku dan reproduksi Dari pengalaman penangkap kekuak dan nelayan setempat dan pengamatan partisipatif, amat sulit melihat kekuak pada saat sebelum tertangkap, siang apalagi malam, karena selalu diam dalam sarang berupa lubang di pasir dasar perairan. Yang tampak cuma lubang sarangnya, mirip jejak anjing jika lubang bekas makannya lebih dari satu, tapi jika lubang bekas makannya tidak ada (berarti cuma ada satu lubang) bagi awam amat sulit dibedakannya dengan lubang kepiting, kerang atau pumpun. Gerakan kekuak amat cepat, penangkap harus pelan-pelan melangkah saat mendekati dan menusuk lubang (sarang) kekuak. Sedikit saja getaran pada tanah dekat sarangnya saat dipijak, tusukan kedalam lubangnya buntu dan penangkapan pun gagal. Karena begitu cepat gerakannya, tidak akan tertangkap dengan alatalat lain seperti cangkul/sekop, disamping memang ada pantangan adat untuk itu. Kekuak juga tidak bisa dipancing keluar sarang dengan ampas kelapa seperti mudah dilakukan nelayan pada sejenis pumpun (cacing poliket) untuk umpan. Sulit dapat kesempatan melihat kekuak keluar dari permukaan tanah untuk makan, baik saat lubangnya masih tergenang maupun saat air laut surut (kering). Jikapun ada dari mereka yang pernah melihat, amat jarang sekali dan kejadiannya
51
begitu cepat, tapi dari jeroannya mereka tahu kekuak memakan tanah/pasir. Dari situ mereka tahu bagaimana cara makan dan letak mulutnya, tapi bingung di mana lubang duburnya karena lazimnya di ekor tapi tidak ada.
Menurut mereka,
seandainya kekuak keluar malam hari, pasti sejak dulu sudah mereka tangkap, apalagi tidak ada matanya tentu seharusnya lebih mudah ditangkap. Tentang reproduksi kekuak tidak terlalu diperhatikan, tapi mereka pastikan bertelur, melihat jeroan yang dibuang saat menangani kekuak yang tertangkap. Menurut mereka, yang bertelur pasti kekuak betina dan cuma itu saja yang bisa membedakannya dengan kekuak jantan (Gambar 17), meski secara ilmiah belum dipastikan apakah kekuak hermafrodit (biseksual). Seorang informan di Pebuar menduga musim bertelurnya awal Juni karena saat itu sering dilihatnya telur-telur dekat lubang-lubang sarang kekuak. Juni adalah akhir musim tangkap nyucok karena segera tiba musim berladang bagi kaum perempuan. Hasil bedah tubuhnya pada penelitian ini, dari 43 ekor ada 11 (sekitar 26%) yang bertelur (Lampiran 4).
Gambar 17 Kekuak dewasa yang bertelur (Inzet: telur hancur akibat alat tangkap)
Sesekali para penangkap menemukan kekuak yang masih kecil terbawa keluar lubang saat menangkap yang dewasa, biasanya bulan Juli (Gambar 18). Menurutnya kekuak yang masih kecil tidak pernah tertangkap karena ukuran alat tangkap terlalu besar. Jika ikut terbawa keluar lubang saat nyucok dibiarkan saja sampai masuk lagi, cuma itu kesempatan penangkap untuk mengetahui perilaku kekuak normal (bukan yang telah terluka), sayangnya belum dewasa. Biasanya para penangkap di Pebuar dan sekitarnya mulai menghentikan kegiatan nyucok pada bulan Juni, ini memberi kesempatan kepada kekuak untuk berkembangbiak di habitat, dalam hal ini siklus pertumbuhan dan perkembangan (metamorfosis) dari telur menetas sampai tumbuh jadi dewasa dan siap bereproduksi, yang belum sempat terungkapkan dan perlu penelitian lebih lanjut.
52
d = 9 cm
Gambar 18 Kekuak yang masih kecil, ditemukan saat menangkap yang dewasa (Inzet: perbandingan ukuran)
4) Persepsi tentang kekuak versus cacing laut Di kalangan nelayan setempat, apalagi yang biasa mencari dan memakai umpan, tidak menggolongkan kekuak sebagai cacing, tapi mereka sebut ‘binatang macam usus ayam’. Yang digolongkan cacing adalah pumpun, beragam jenisnya dan biasa dipakai sebagai umpan, seperti pumpun sarang (sarong), pumpun darah dan pumpun lipan (kelipan). Pumpun bisa berukuran lebih panjang daripada kekuak tapi diameternya jauh lebih kecil, meski begitu pumpun darah termasuk predator kekuak. Cara menangkap pumpun cukup dibacok dengan parang, jarang diambil utuh, dan karena cuma untuk umpan itu pula dulu para nelayan Nangkabesar menangkap kekuak dengan serampang biasa, putus pun tidak apaapa. Ada juga jenis pumpun yang bisa dipancing keluar dengan ampas kelapa. Di kalangan masyarakat yang biasa mengonsumsi kekuak, dari keluarga nelayan atau bukan, khususnya yang terbiasa dengan makanan laut, menurut pendapat mereka dari cita rasanya, kekuak lebih dekat ke cumi-cumi (sotong) tapi lebih enak, terutama bila digoreng dan direbus dari produk basahnya (segar). Sedangkan pumpun sebagai cacing tidak biasa dimakan, selain menjijikkan juga biasanya tidak akan mati jika tubuhnya putus, melainkan tetap hidup. Menurut pengalaman nelayan yang biasa memakainya sebagai umpan, jika kekuak sudah luka dan putus maka tidak akan bisa hidup lagi, bagian manapun yang dipotong (untuk ini perlu diteliti khusus pada kekuak yang masih utuh). Menurut pedagang (bos, pengumpul) yang menjual kekuak basah, persepsi kalangan nelayan (penangkap) dan pemakan kekuak bisa berbeda dengan kalangan awam. Itulah sebabnya mengapa cara menjualnya cuma dari pintu ke pintu rumah pelanggan, atau di pasar secara tertutup (bisik-bisik), karena yang berbelanja di pasar adalah semua kalangan yang anggapannya berbeda terhadap
53
kekuak. Jika dijual terbuka, pedagangnya kuatir dicemooh pedagang lain dan dijauhi para pembeli (konsumen), walaupun sebenarnya belum tentu juga begitu. Pengetahuan/pemahaman masyarakat setempat tentang kekuak bertingkat dan berbeda tergantung darimana sumbernya. Orang awam yang jadi konsumen tahu dari pengamatan di pasar tempat kekuak kering dijual.
Warga pesisir
umumnya tahu dari pengamatan di pantai (saat kekuak basah terkumpul) dan di rumah mereka (saat kekuak dijemur/diolah). Para nelayan dan penangkap tahu kekuak langsung dari pengamatan dan pengalaman dalam kegiatan mereka sendiri di lokasi tangkap. Pengetahuan tentang biota ini akan kian jelas jika dikonfirmasi dengan pengamatan biota langsung di habitat dan spesimennya di laboratorium. Kasus kekuak disini berbeda dengan kasus terung di Jawa Timur terutama Madura dan Sukolilo (Subani dan Barus 1989). Secara ilmiah terung termasuk Filum Sipuncula (biasa disebut cacing kacang, peanut-worm), bentuk fisiknya memang berbeda dengan cacing dan kacang, tapi digolongkan masyarakat sebagai teripang karena mirip. Di kalangan ilmuwan pemakaian istilah cacing untuk Sipuncula pun masih sering diperdebatkan (Pamungkas 2010). Di BangkaBelitung, sejak ada penjelasan ilmiah bahwa Sipuncula berbeda dengan cacing poliket (Annelida), kian menguatkan pemahaman lokal semula tentang kekuak sebagai bukan cacing, meski fisiknya mirip (memanjang, ramping dan silindris), seperti kasus tembilok yang disebut cacing kapal padahal termasuk Mollusca. 5.3.2.2 Pengamatan biota di lapangan dan laboratorium 1) Pengamatan lapangan Di pasar Pengamatan kekuak di pasar hasilnya tidak jauh berbeda dengan pengetahuan pedagang dan konsumen tentang kekuak. Di pasar kekuak dipajang di toko sebagai produk kering, digantung dalam ikatan per 100 ekor (gambar 19), bentuk fisiknya mirip sapu lidi, kwetiau atau lobak asin kering (kurus-pipihpanjang), warna putih kekuning-kenuningan (masih baru) sampai merah kecoklatcoklatan (sudah lama). Ujung kepala meruncing, ujung ekor (dekat ikatan) melonjong, permukaannya kasap (tidak licin). Tampilan produk kering ini apalagi didekatkan ke produk kering lain, tidak memberi kesan jijik bagi pedagang dan terutama konsumen, apalagi aromanya mirip sotong kering.
54
Gambar 19 Kekuak kering dijual di pasar (digantung bersama produk lain) Tampilan unik dan menarik apalagi sudah jadi simpul pita dan dikemas cukup baik, meskipun lebih sering disebut cacing laut daripada wak-wak/kekuak oleh pedagang, relatif tidak ada pengaruh bagi konsumen lama/baru. Begitupun sebagai campuran masakan lain seperti oseng-oseng, sop, bubur ayam, mie dan lain-lain (khas Tionghoa). Bentuk fisik kekuak di pasar/toko sebagai produk kering siap olah/saji membuang kesan negatifnya bagi konsumen, karena tidak seperti aslinya (sudah dibalik dan kering), mirip produk konsumsi lainnya. Di rumah Pengamatan kekuak di rumah (kediaman) warga hampir sama hasilnya dengan pengetahuan nelayan dan penangkap, khususnya penangkap komersial. Kekuak hasil nyucok/nyerampang (telah dibalik) dan baru saja dijemur tergantung pada tali (masih basah), mirip tali-tali sepatu. Sebelum kering warnanya putih, rada amis tapi tidak busuk, alur daging dan teksturnya masih tebal, jika dipegang lengket seperti gula meleleh, sehingga ujung ekornya bisa dijepitkan pada tali atau dilekatkan pada kayu, tidak jatuh sampai kering (Gambar 20). Saat dijemur, air menetes dari ujung lancipnya (kepala), setelah kering akan kekuning-kuningan, tekstur dan alurnya kempes rata, mengeras dan tidak lengket, harum seperti sotong kering. Jika belum kering betul, tidak lengket tapi sedikit berminyak.
Gambar 20 Kekuak hasil nyucok dan nyerampang sedang dijemur
55
Kekuak segar hasil nyucok atau nyerampang yang akan diolah-basah (sebelum dipotong-potong) bentuk fisiknya hampir mirip kekuak kering sebelum dijemur, masih lebih segar, tekstur dan alur daging lebih tebal, berair dan belum lengket. Jika direbus (masak berkuah) jadi kurang empuk (agak alot, sulit dirobek) tapi rasanya mirip sotong tapi lebih manis dan lebih unik. Warga setempat sengaja membalurinya dulu dengan pucuk daun kendu, agar lebih empuk jika dimasakkuah. Jika digoreng menjadi merah kecoklatan (mudah hangus) dan agak lengket. Untuk dipanggang kekuak dibiarkan panjang, cukup dililitkan (panggang lilit) atau diselipkan sebagian dengan tangkai (panggang kelup). Jika dipanggang apalagi panggang kelup warna dan tekstur asli masih kelihatan, tapi jadi empuk dan mudah dirobek. Ketika matang, yang dipanggang lilit semua bagiannya jadi kering, tapi yang dipanggang kelup bagian luarnya mirip panggang lilit, bagian dalamnya masih basah, lebih empuk dan lebih manis daripada sotong panggang. Yang terpenting, tampilan panggang lilit masih menyisakan bentuk fisik aslinya (mirip cacing), penyebab konsumen kurang suka (termasuk etnik Tionghoa). Tampilan panggang kelup mengurangi kesan negatif itu dan lebih menarik. Di pantai Pengamatan kekuak di pantai ini hasilnya juga tidak jauh berbeda dengan pengetahuan nelayan dan terutama penangkap (komersial).
Kekuak hasil
tangkapan di laut/pantai saat sebelum dijual kepada tengkulak atau dibawa pulang (dijemur) adalah yang paling segar, khususnya hasil ngerangkang. Kekuak hasil nyucok (Gambar 21) atau nyerampang sebelum dibalik, masih lebih segar daripada yang sudah dibalik atau akan dijemur (lemas). Namun, semua kekuak kering, sudah dibalik dan dibuang jeroannya, yang terlihat cuma bagian dalam atau dagingnya saja. Kekuak yang baru terkena rangkang (Gambar 22) kondisinya masih segar, kulitnya agak merah muda (ada bercak merah), masih bergerak (meronta) meskipun sudah dibalik dan jeroan dibuang, tekstur dan alur daging masih tebal, kaku (tidak lemas). Morfologinya lebih jelas pada saat baru saja tertangkap dan belum dibalik (di perahu atau di laut). Jika sudah dibalik bagian depannya (atas) akan mengerut dan masuk atau tertarik (terkelup) ke dalam badan.
56
Gambar 21 Kekuak hasil nyucok baru saja tertangkap (masih utuh) Pada kekuak yang belum dibuang jeroannya (belum dibalik), bagian depan seperti belalai tadi (introvert) kadang masih tampak belum masuk kedalam. Bagian belakang yang lebih tebal/besar (ekor/posterior) akan membulat-pipih jika sudah kering. Bagian kepala lebih jelas saat belum dibuang jeroannya, apalagi saat terkena rangkang (masih tertancap pada proyektil). Bagian introvert tampak lebih merah (gelap) dan membulat/melonjong seperti berduri, ujungnya agak berjumbai. 2
3
1
Gambar 22 Kekuak segar hasil ngerangkang (1 utuh; 2 tanpa jeroan; 3 dibalik)
Yang berjumbai tadi adalah tentakel, yang seperti berduri adalah papila, dan bagian belakang yang rata, tebal dan keras adalah ekornya atau posterior. Menurut nelayan setempat bentuk tentakelnya mirip buah rambutan, sedangkan papilanya mirip buah durian atau nangka. Bagian kepala (introvert) ini amat jarang terlihat pada kekuak hasil nyucok apalagi hasil ngerangkang, tapi langsung mengerut (masuk ke dalam badan), jikapun terlihat cuma sebentar (biasanya pada hasil nyucok yang ditangkap dengan hati-hati). Permukaan luar kulit kekuak licin berkedut (tapi bukan segmen) mirip cacing, tapi bagi nelayan setempat lebih mirip usus ayam, berbeda dengan pumpun yang memang disebut cacing (laut). Jika cacing atau pumpun putus (terpotong) masih bisa hidup, karena itu menangkapnya cukup dibacok (dengan parang). Membacok kekuak dengan parang di Pebuar termasuk pemali, dan sisa bacokannya akan mati.
57
Kekuak yang baru saja ditangkap masih bisa dilihat sisa-sisa gerakannya (Gambar 23), meskipun sudah tidak sempurna lagi karena kondisinya sekarat. Terutama gerak introvert dan badan bagian atas (depan), yaitu membesarmengecil seperti berdenyut. Jika tidak terlalu parah luka dalam (sodokan cucok) dan sedikit (tanpa) luka tembus, biasanya denyutan itu terjadi sampai ke badan bagian tengah dan belakang. Pergerakan yang juga tampak dari kedut-kedut sekujur badannya, sekilas memang ada kemiripan dengan pergerakan pada cacing. 1
2
3
4
Gambar 23 Sisa-sisa gerak kekuak yang baru terkena cucok 2) Pengamatan laboratorium Pengamatan morfologi Hasil pengamatan umum menunjukkan perbedaan berbagai macam spesimen antara produk kering dan basah, dibalik/belum, utuh/tanpa-jeroan, termasuk hasil tangkap dari tiga macam alat tangkap. Tapi pengamatan ini lebih fokus pada spesimen paling utuh (hasil nyucok). Sebagian lebih jelas dari gambar foto sebelum dibuat spesimen. Hasilnya memperlihatkan bagian-bagian tubuh, variasi bentuk introvert, perbedaan papila dan tentakel, mulut dan posterior. Bentuk umum kekuak silindris seperti cacing (Gambar 24), panjang yang dewasa saat masih segar rata-rata 20-30 cm, maksimal sampai 45 cm (tidak termasuk panjang introvert), saat kering maksimal sampai 80 cm (termasuk introvert). Bentuk kedutan permukaan luar badan dan introvert serta posterior yang bisa membesar-mengecil, penting untuk mendukung mekanisme gerak amat cepat dalam sarang, mirip pegas (Gambar 24 sampai 27). Kekuak berpegang pada permukaan tanah dengan membesarkan introvert yang keluar, dan berpegang dalam tanah dengan membesarkan ujung posterior seperti jangkar. Keluar-masuk introvert, juluran tentakel dan kedipan papila merupakan mekanisme pengambilan makanan.
Saat introvert masuk diduga
papila ikut melumat makanan seperti lidah parut (radula) pada siput (Gastropoda).
58
badan
introvert
badan tengah.
badan depan.
tentakel.
badan belakang.
ekor (posterior) .
Gambar 24 Spesimen kekuak utuh hasil nyucok, introvert membesar sebagian (Inzet: bagian-bagian tubuh utama, introvert keluar penuh) 2
1
3
mulut
4
tentakel papila
Gambar 25 Variasi bentuk introvert (anterior) pada spesimen kekuak basah (1 Keluar dan kembung penuh; 2 Keluar penuh kembung separuh; 3 Mulut masuk; 4 Mulut keluar) 1
2
3
4
Gambar 26 Variasi bentuk ekor (posterior) spesimen kekuak (1 Posterior pada kekuak segar, bentuk ujungnya khas; yang lainnya pada spesimen basah: 2 dan 3 Posterior kembung sebagian; 4 Posterior kembung maksimal dan ujungnya melancip)
59
1
2
3
4
Gambar 27 Variasi motif pemukaan luar kulit badan kekuak (1 Badan depan; 2 dan 3 Badan tengah; 4 Badan belakang)
Pengamatan morfologi dilakukan pada bagian badan biota ini, hasilnya (Gambar 27) memperlihatkan motif permukaan luar kulitnya sebagai sistem perototan sirkular/melingkar (circular muscles), berupa pita-pita otot sirkular POS (circular muscle bands CMBs) bervariasi. Sebagian POS badan depan persis setelah introvert bersusun anastonomosing (terhubung) sekitar 10% total panjang tubuh, makin ke belakang makin terpisah (separated) (Gambar 28). Pada badan tengah dan belakang susunan POS jelas terpisah apalagi makin ke ekor.
separated. anastomosing
Gambar 28 Badan depan kekuak, variasi susunan POS kotak vertikal (tegak)
kotak diagonal (miring kanan)
arah panah
Gambar 29 Permukaan kulit dan POS badan tengah kekuak motif tidak seragam (Inzet: motif seragam diagonal (miring kiri) sebagai pembanding)
60
Tiap POS pada badan depan (terutama yang terpisah) berisi deretan persegi-empat (kotak) yang letaknya tegak-lurus panjang badan (vertikal); pada badan tengah deretan itu ada yang vertikal, diagonal, dan bentuk arah panah (akibat pertemuan dua lapis jaringan yang arah diagonalnya berbeda, Gambar 29); dan pada badan belakang vertikal lagi. Variasi motif susunan POS pada sisi luar beberapa bagian badan tengah ini lebih mudah dilihat dan dibedakan pada spesimen berukuran maksimal. Hasil pengamatan juga menunjukkan tampilan kekuak yang dibalik dan dibuang jeroannya cenderung relatif tidak menjijikkan, dibanding sebelum dibalik tampak licin-mengkilap, berkedut mirip cacing, cenderung menjijikkan (Gambar 30). Untuk kekuak kering (pasti sudah dibalik) tampak morfologinya biasa saja (tidak ada kesan menjijikkan), karena mirip ikan kering atau lobak asin.
Luka akibat penangkapan dan penanganan
Gambar 30 Spesimen kekuak basah hasil ngerangkang (belum dibalik) Pengamatan anatomi Hasil pengamatan anatomi (susunan dalam) tubuh kekuak dengan membedah spesimen basahnya, menunjukkan ada empat otot retraktor (OR) kekuak terentang dari bagian introvert, pangkalnya melekat pada dinding dalam rongga tubuh (Gambar 31). Letak usus memanjang dari arah mulut (introvert) ke posterior (buntut) lalu berbalik dan berakhir di anus yang letaknya di bawah introvert di atas letak ginjal (nefridia), yang melekat pada dinding ventral tubuh. Pada jarak-jarak tertentu sepanjang usus ada otot seperti benang halus yang menghubungkannya dengan dinding badan, pangkal usus melekat pada salah satu OR (OR ventral).
61
Ususnya amat tipis, halus, bening dan amat rentan, isinya dominan adalah pasir sesuai dengan jenis substrat pada habitatnya (Gambar 31). Ginjal (nefridia) sepasang, panjang sampai 20% panjang badan, melekat pada dinding badan atas (Gambar 32, 33). Letak anus, panjang dan susunan usus membuktikannya berbeda dengan cacing laut, sehingga jika terpotong akan segera mati. Alat tangkap ikut berperan merusak organ-organ dalam kekuak, khususnya cucok. 1
2
balikan arah usus
3
OR usus
nefridia
Gambar 31 Bagian dalam tubuh spesimen kekuak basah awetan (1 Introvert dan badan depan; 2 Badan tengah; 3 Badan belakang dan ekor)
Hasil analisis tanah dalam perut kekuak dari lokasi tangkap, substrat yang dominan adalah pasir ukuran sedang (PS), artinya semua benda termasuk detritus atau plankton seukuran PS dan yang lebih kecil lagi pun bisa termakan. Pada spesimen kekuak hasil nyucok dari salah satu lokasi yang tidak biasa ditangkapi kekuaknya, memperlihatkan substrat dalam perutnya berupa pasir bertekstur amat kasar dan serpihan tajam kulit kerang, yang berbahaya bagi dinding ususnya yang tipis-bening. anus
2
1
rektum
3
usus double-helix
ORD ORV
balikan arah usus
nefridia
Gambar 32 Bagian dalam spesimen kekuak basah non-awetan (1 Badan depan dan introvert; 2 Badan tengah; 3 Badan belakang dan ekor)
62
Hasil pengamatan anatomi spesimen kekuak utuh hasil ngerangkang simpan beku (tanpa formalin/alkohol) tampak letak otot penarik, kerongkongan, usus, ginjal dan anus lebih mendekati kondisi aslinya (Gambar 32 dan 33). Tampak pula saluran ususnya tanpa belokan (loop) pasca-kerongkongan (BPK), panjangnya hampir dua kali panjang tubuh. Pada bagian dinding dalam badan tampak susunan otot mirip pita-pita memanjang (longitudinal), disebut pita-pita otot longitudinal POL (longitudinal muscle bands LMBs), jumlahnya 33-35 helai. Susunan POL tidak kontinu dan semuanya terpisah atau tidak anastomosing (berhubungan). Pada kekuak yang dibalik susunan POL tampak lebih jelas dan mudah lepas (Gambar 34), jika masih segar teksturnya lebih keras (pertanda mutunya sebagai kekuak segar masih bagus). Anterior
Posterior balikan arah usus
introvert
otak
anus rektum
* OR
kerongkongan saluran usus (tanpa loop)
otot-otot benang nefridia
otot-otot benang
* OR = otot retraktor
Gambar 33 Bagian dalam utuh tubuh kekuak (Inzet: balikan arah saluran usus)
63
Posisi POS juga bisa dilihat dari sebelah dalam setelah melepaskan beberapa baris POL. Dengan memotongan penampang lingkar dan memanjang badan, terlihat lapisan POS berupa epidermis yang masif (tanpa rongga/pori). Letak susunan persegiempat diagonal pada POS badan tengah teramati lebih jelas setelah dikupas sebagian lapisan kulitnya, tampak lapisan otot (daging) tersusun miring (diagonal panjang badan), sejalan dengan susunan kotak/persegiempat yang diagonal atau miring tadi (Gambar 35).
1
2
Gambar 34 Pita-pita otot longitudinal (POL) terpisah (separated) (1 Bagian dalam spesimen kekuak basah; 2 Spesimen kekuak basah dibalik) 1
2
POL
POS
POL
POS motif kotak diagonal
3
lapisan dalam POS diagonal
Gambar 35 Bentang potongan dinding badan tengah kekuak (1 Tampak lapisan penyusun POS yang masif; 2 Letak POS dan POL; 3 Kupasan lapisan POS diagonal (miring kanan) di atas POL)
Hasil pengamatan khusus pada bagian dalam introvert dan badan bagian atas, tampak perbedaan antara spesimen kekuak dengan bagian introvert yang
64
sedang keluar dan masuk. Perbedaan itu akan membedakan bentuk kondisi tali syaraf ventral (ventral nerve cord VNC), pada kondisi introvert sedang keluar kondisinya kendor (Gambar 36), tapi jika sedang masuk (kedalam) kondisinya tegang dan berbentuk busur atau harpa dengan senar-senarnya (Gambar 37). 1
Introvert keluar ORV
ORV
ORD
2 kerongkongan
TSV
.ORD
TSV
Gambar 36 Anatomi badan atas kekuak dengan kondisi introvert sedang keluar (Tampak otot retraktor (OR) dua pasang (empat buah), di bawahnya ada tali syaraf ventral (TSV) yang sedang mengendor) 1
.usus
ORV
ORD otak
2
Introvert masuk .anus .otak TSV .ORD.
.ORV. TSV .nefridia.
Gambar 37 Anatomi badan atas kekuak dengan kondisi introvert sedang masuk (Tampak otot retraktor (OR) dua pasang (empat buah), di bawahnya ada tali syaraf ventral (TSV) yang sedang menegang)
Otot retraktor OR (retractor muscles RM) ada empat, sepasang dorsalis dan sepasang ventralis, berfungsi menarik-mendorong introvert keluar-masuk, menyatu dengan ujung introvert, dan masing-masing melekat pada dinding badan atas sejajar dengan sepertiga bagian atas ginjal (nefridia). Tali syaraf ventral (TSV) ada satu, berasal dari dinding dorsal ujung badan atas (anterior), di atas ginjal (nefridia) masuk menyusup pasangan OR dorsalis dan bersatu dengan pasangan OR lain bersama menutupi bagian otak. TSV memiliki beberapa helai
65
otot paralel seperti benang yang halus dan mudah putus, ujungnya melekat pada dinding introvert.
Gerak OR sebagai bagian dari mekanisme keluar-masuk
introvert mempengaruhi bentuk/kondisi TSV. Posterior
balikan arah usus saluran usus untai-ganda
otot benang
anus
OR kerongkongan
saluran usus (tanpa loop)
nefridia
rektum
otak
introvert
mulut TSV
Anterior
Gambar 38 Sketsa anatomi tubuh kekuak (gambar rekonstruksi) Gambar 38 adalah rekonstruksi sketsa anatomi (penampang dalam) kekuak, menggambarkan tubuh kekuak saat introvert sedang masuk, tampak bentuk tali syaraf ventral (TSV) mirip harpa. Pada bagian anterior ada saluran usus tanpa loop (BPK), dua pasang otot retraktor (OR), anus dan sepasang nefridia. Pada bagian posterior ada balikan saluran usus, di sepanjang tubuh tampak otot-otot benang yang keluar dari tengah puntiran saluran usus dan ujungnya menempel pada dinding dalam. 5.3.3 Analisis taksonomi kekuak Pengetahuan masyarakat setempat terkait taksonomi biota kekuak yang dikaji disini merupakan pengetahuan lokal mereka, khususnya para nelayan dan penangkap, tentang keragaman biota kekuak dan kerabatnya berdasarkan
66
pemahaman dan pengalaman sehari-hari di lingkungan mereka. Namun demikian, kajian disini lebih difokuskan pada hasil pengamatan morfologi dan anatominya di laboratorium. 5.3.3.1 Pengetahuan taksonomis lokal Kekuak memang lebih umum dikenal warga masyarakat di Belitung dan terutama di Bangka dengan nama wak-wak (bisa dilafalkan dengan kwak-kwak atau qwaq-qwaq), cuma orang Melayu Jering di Pebuar yang menyebutnya kekuak (bisa dilafalkan dengan kekuwak atau kekuwaq), semua kata-kata itu berakar sama. Di Kepulauan Seribu dan Karimunjawa disebut wa’-wa’ atau uwa-uwa, tapi di Sulawesi dan Maluku disebut sipou atau susuko. Pemakaian kata kekuak dalam penelitian ini untuk mempopulerkan nama itu daripada wak-wak yang sudah lazim dan cenderung berkonotasi negatif (cacing), menjijikkan dan merugikan sisi ekonominya (meski selama ini justru lebih menguntungkan sisi konservasinya). Selain wak-wak atau kekuak biasa, warga nelayan dan penangkap di Bangka Barat ada juga yang mengenal ‘kekuak kera’, hidup di habitat berkarang sedikit berlumpur, tidak melubang di tanah. Ada sejenis biota lain yang dianggap kerabat dekat wak-wak yaitu kelinsor, hidupnya melubang dalam tanah berpasir sedikit berlumpur, ditangkap dengan cangkul oleh nelayan di Bangka untuk umpan pancing mayong/gagok, mirip pemakaian umpan kekuak di Belitung. Biasanya penambahan kata kera’ (kera atau monyet) adalah cara lokal untuk menunjukkan semua jenis yang berbeda dengan jenis yang tidak umum, unedible (tidak biasa dimakan) atau non-budidaya (liar).
Kebiasaan itu juga
berlaku pada tumbuhan dan lebih banyak contohnya. Hal itu karena kera/monyet mewakili hidupan liar, atau satwa liar yang makanannya juga jenis-jenis tumbuhan liar. Warga yang tinggal di kota yang tidak begitu banyak kenal hewan dan tumbuhan, lebih sering menambah kata utan (hutan) pada jenis-jenis liar tadi. Sepanjang kegiatan penelitian ini belum sempat ditemukan jenis-jenis kekuak lain seperti yang disebutkan tadi, yang ada baru cuma informasi yang masih harus ditelusuri faktanya di lapangan atau habitatnya, dan diteliti kekerabatannya dengan kekuak khususnya ataupun anggota sipuncula lainnya, apakah masih sejenis (cuma beda varitas saja dengan kekuak biasa) atau sudah berbeda jenis dan marganya.
67
5.3.3.2 Proses identifikasi biota 1) Deskripsi dan determinasi Deskripsi karakteristik kekuak berdasarkan beberapa karakter penting dari 6 spesies tipe pembanding menurut sistematika Cutler (1994), yaitu: Sipunculus nudus, S. longipapillosus, S. (Austrosiphon) indicus, S. (Austrosiphon) mundanus, Xenosiphon absconditus dan X. branchiatus (Tabel 5). Komparasinya dengan genus-genus Sipunculidae pada beberapa karakter penting, lihat Tabel 6 dan Lampiran 11. Deskripsinya sebagai berikut: Lapisan luar dinding tubuhnya berupa pitapita otot longitudinal, bukan polos (kontinus) seragam. Umumnya (jika masih segar dan normal) panjang 10-45 cm (rata-rata 20-30 cm).
Pita-pita otot
longitudinal (POL) ada 33-35 jelas terpisah (separated), pita-pita otot sirkuler (POS) pun terpisah (separated, 90%) kecuali di ujung badan atas sedikit terhubung (anastomosing, 10% panjang total). Introvert pendek (2-2,5 cm), tentakel terangkai periferal mengelilingi mulut di tengah, bentuk membulat sampai melonjong, disebari papila kerucut tumpul tidak beraturan (letak dan ukuran), tentakelnya sederhana tanpa kait. Nefridia sepasang, 15-20% panjang badan, 80-90% panjangnya melekat pada dinding badan atas. Seluruh badan tanpa papila, kulit badan tengah ada lapisan bubung diagonal pendek melapisi epidermis. Memiliki dua pasang otot retraktor (OR) yang besar, pangkalnya melekat pada dinding badan atas sejajar sepertiga atas nefridia, tanpa otot protraktor (OP). Sehelai tali syaraf ventral (TSV) melekat pada dinding di atas nefridia dengan beberapa otot benang paralel (ujungnya melekat pada dinding atas introvert).
Saluran usus memanjang dari anterior ke posterior tanpa belokan
pasca-kerongkongan (BPK) berbalik ke anterior menuju anus. Anus letaknya ventralis pada dinding ujung badan atas (di atas nefridia di bawah introvert), rektum melekat pada dinding badan atas.
68
69
70
Determinasi dilakukan berdasarkan kunci-kunci identifikasi yang disusun oleh Cutler (1994). Ciri kunci berupa adanya tentakel periferal sederhana yang menyebar mengelilingi mulut di tengah, menempatkan kekuak pada Kelas Sipunculidea Cutler dan Gibbs, 1985. Dan ciri kunci berupa adanya otot-otot longitudinal pada dinding tubuh terkumpul dalam pita-pita (jalur-jalur) terpisah (separated) atau anastomosing (terhubung), menempat pada Famili Sipunculidae Rafinesque, 1814. Key to the Sipunculidae genera, Cuttler 1994 1. Body wall circular muscle layer continuous.................................................Phascolopsis - Body wall circular muscle layer gathered into bands......................................................2 2. Body wall circuler and longitudinal muscle bands anastomosing, spindle muscle attached to posterior trunk.............................................................................................3 -
Body wall circuler and longitudinal bands not anastomosing, spindle muscle not attached to posterior trunk.............................................................................................4
3. Four introvert retractor muscles...................................................................Siphonosoma - Two introvert retractor muscles...................................................................Siphonomecus 4. Gut with postesophageal loop; coelom extends into body wall as parallel longitudinal canals running through out most of trunk......................................................Sipunculus - Gut without postesophageal loop, coelom extends into body wall as short diagonal canals running throughout most of trunk..................................................... Xenosiphon
2) Masalah taksonomi Penempatannya pada kedua kelompok taksa di atas tidak bermasalah, tapi berikutnya sedikit bermasalah. Ciri kunci adanya lapisan otot sirkular dalam pitapita yang dipenuhi ciri kekuak, tidak bermasalah. Ciri kunci POS dan POL anastomosing dan adanya otot gelendong (spindle muscle), kurang layak untuk ciri kekuak yang cuma sebagian kecil saja dari POS badan atasnya yang anastomosing (10% dari total panjang tubuh), yaitu sedikit di ujung atas tepat di bawah introvert, selebihnya (90%) jelas terpisah. Dua ciri kunci lainnya, tentu tidak terpenuhi karena semua POL kekuak jelas terpisah dan tidak memiliki otot gelendong. Seandainya ciri kunci itu dipenuhi dan berlanjut pada ciri kunci berikutnya yaitu empat OR yang dimiliki kekuak akan menempatkannya ke dalam Genus Siphonosoma Spengel, 1912.
71
Ciri kunci adanya POS dan POL dinding tubuh tidak anastomosing dan otot gelendong tidak melekat pada posterior badan, akan masuk pada pada ciri Genus Sipunculus dan Genus Xenosiphon. Ciri saluran usus dengan belokan (loop) pasca-kerongkongan (BPK) dan coelom (rongga tubuh) meluas kedalam dinding tubuh sebagai kanal-kanal longitunal paralel melewati sebagian besar badan, merupakan ciri kunci Genus Sipunculus Linnaeus, 1766. Sedangkan ciri saluran usus tanpa BPK dan coelom meluas ke dalam dinding tubuh sebagai kanal-kanal diagonal pendek menyeberangi lebar POS merupakan ciri kunci Genus Xenosiphon Fischer, 1947. Faktanya pada kekuak, POS dinding tubuh tidak anastomosing (kecuali POS pada 10% ujung badan atas dekat introvert), ada otot-otot benang yang melekatkan bagian usus ke dinding tubuh sampai posterior, tapi bukan berupa gelendong. Saluran ususnya tanpa BPK dan perluasan rongga (coelom) ke dalam POS sebagai kanal-kanal pendek (mini) ada yang longitudinal paralel (vertikal), tapi ada pula yang miring (diagonal) pendek menyeberangi lebar satu POS, khususnya pada badan tengah, arahnya bisa berlawanan pada bagian lain mengikuti arah susunan bumbung lapisan luar (epidermis) dinding tubuh, arah berlawanan itu bahkan ada yang tumpang-tindih. Akibatnya bentuk bumbung lapisan luar dinding tubuh badan tengah juga beragam (variatif): tegak (vertikal/paralel), miring ke kiri dan kanan (diagonal), dan bentuk arah panah (diagonal berlawanan tumpang-tindih). 3) Solusi dan identifikasi Beberapa ciri kekuak memang lebih mendekati ciri-ciri genus Sipunculus dan terutama Genus Xenosiphon (Tabel 5 dan 6), tetapi ada ciri-ciri yang kuat (berbeda dan konsisten) membuatnya sulit digolongkan ke salah satu dari kedua genus itu. Artinya ciri-ciri kekuak amat khusus, berbeda secara prinsip dengan kedua genus tadi apalagi genus-genus lainnya. Hal itu bisa dianggap sebagai variasi baru ciri anggota dalam salah satu genus itu, atau cenderung mengarah ke terbentuknya taksa baru di tingkat tertentu yang lebih tinggi daripada spesies. Lebih jelasnya, pada kekuak ada ciri khas POS yang bentuknya variatif seperti dijelaskan di atas pertanda adanya sistem kanal bawah kulit yang juga variatif. Sebagai catatan, sepasang otot protraktor (OP) berupa sebuah otot yang
72
lebih kecil dari otot retraktor (OR), selalu ada pada semua spesies anggota genus Xenosiphon (X. branchiatus Fischer 1895 dan X. absconditus Saiz 1984) dan hanya pada satu spesies anggota genus Sipunculus (S. (Austrosiphon) mundanus Selenka & Bulow 1883). Namun demikian, pada kekuak tidak ditemukan adanya OP, hal ini berarti ketiadaan OP merupakan ciri khas kekuak, yang sangat berlawanan dengan kedua (semua) spesies anggota genus Xenosiphon tadi. Cutler dan Cutler (1985b) diacu dalam Cutler (1994) telah mengusulkan bahwa sifat dasar berupa sistem kanal bawah kulit (subcutaneous canal system) dan adanya belokan pasca-kerongkongan (post-esophageal loop, BPK) lebih signifikan dan lebih berat ditekankan untuk genus Xenosiphon daripada oleh author lainnya. Mengingat kedua ciri itupun dimiliki juga oleh kekuak, maka untuk sementara ini biota itu diidentifikasi cenderung lebih mendekati ciri-ciri khas pada genus Xenosiphon daripada ke genus Sipunculus, karena saluran ususnya yang tanpa BPK. Kekuak juga memiliki tidak cuma sistem kanal bawah kulit berupa kanal diagonal pendek saja tapi bervariasi, ada yang vertikal (tegak paralel), diagonal pendek (miring kiri dan kanan), dan bentuk arah panah. Selain dari kedua ciri tadi, ada juga ciri POS-nya (pita otot sirkuler) yang tidak seluruhnya terpisah (separated) pada kekuak, melainkan 90% terhubung (anastomosing), variasi yang juga konsisten ini cenderung semakin memperkuat akan mengarahkan ciri biota ini pada pembentukan subspesies bahkan spesies baru. Lebih daripada itu, jika dalam penelitian lebih lanjut ditemukan beberapa karakter lainnya yang mendukung kuat (berbeda dan konsisten), ada kecenderungan mengarah pada pembentukan subgenus bahkan genus baru dari record yang ditemukan di Indonesia ini, khususnya di perairan Bangka-Belitung. Saat ini sedang dilakukan kajian lebih lanjut dari penelitian ini, namun untuk sementara kekuak diidentifikasi sebagai Xenosiphon sp., dan diupayakan segera diajukan sebagai spesies baru genus Xenosiphon atau subgenus barunya. Spesies baru ini bisa dinamakan Xenosiphon babelensis (spec. nova), atau jika menjadi subgenus baru (sekaligus spesies baru) bisa dinamakan X. (Kekuakia) babelensis. Untuk itu, kunci identifikasi genus pada Famili Sipunculidae sebaiknya perlu sedikit revisi, agar tidak membingungkan jika ditemukan record baru yang sama atau serupa dengan karakteristik pada kekuak.
73
4) Kunci identifikasi dan sistematika Berikut ini kunci identifikasi genus-genus dalam Famili Sipunculidae hasil revisi yang diajukan dari penelitian ini sebagai hasil kajian karakteristik biota kekuak (berdasarkan hasil pengamatan di laboratorium) dan komparasinya dengan beberapa spesies tipe pembandingnya (berdasarkan literatur dari deskripsi hasil revisi oleh Cutler 1994), dan sistematika biota kekuak yang diajukan (diusulkan). Key to the Sipunculidae genera, Fakhrurrozi 2010 (with a little revision) 1. Body wall circular muscle layer continuous.................................................Phascolopsis - Body wall circular muscle layer gathered into bands......................................................2 2. Most or all of the body wall circuler and longitudinal muscle bands anastomosing.......3 - Most or all of the body wall circuler and longitudinal muscle bands not anastomosing.4 3. Four introvert retractor muscles...................................................................Siphonosoma -
Two introvert retractor muscles.................................................................Siphonomecus
4. Gut with postesophageal loop, coelom extend into body wall entirely as parallel longitudinal canals running through out most of trunk..................................Sipunculus -
Gut without postesophageal loop, coelom extends into body wall in a part as short diagonal canals running throughout most of trunk..............................Xenosiphon
Sistematika kekuak Kerajaan
: Animalia
Filum
: Sipuncula
Kelas
: Sipunculidea (Cutler & Gibbs 1985)
Ordo
: Sipunculiformes (Cutler & Gibbs 1985
Familia Genus Spesies
: Sipunculidae (Rafinesque 1814) : Xenosiphon (Fischer 1947) : Xenosiphon sp. (Fakhrurrozi 2011)*
*new record from Bangka-Belitung Islands
5.4 Kesimpulan Tipe pantai berpasir putih khususnya dengan tekstur sedang terutama pada zona pasang-surut merupakan ciri habitat utama kekuak, yang dijadikan masyarakat lokal sebagai lokasi tangkapnya. Keberadaan kekuak di habitat bisa diketahui mereka dari rupa permukaan sarang yang berbentuk “jejak anjing”. Kekuak adalah anggota Sipuncula yang teridentifikasi lebih dekat ke genus
74
Xenosiphon sebagai Xenosiphon sp., cenderung mengarah pada minimal pembentukan spesies baru, didasari ciri-ciri saluran ususnya tanpa belokan pascakerongkongan dan sebagian sistem kanal bawah kulitnya berupa kotak diagonal pendek; serta ciri-ciri khas berupa sebagian besar pita-pita otot sirkulernya terpisah tapi sebagian kecil terhubung, sistem saluran bawah kulit yang bentuknya bervariasi, dan ketiadaan pasangan otot protraktor.