Outlook Perekonomian 2006
4. Outlook Perekonomian 2006 Prospek perekonomian Indonesia pada tahun 2006 diperkirakan semakin baik. Pembaikan ini didukung oleh perkiraan kondisi perekonomian global yang lebih kondusif, kemampuan stimulus fiskal yang lebih besar, serta kondisi neraca pembayaran dan stabilitas makroekonomi yang membaik. Sampai dengan pertengahan tahun, daya beli masyarakat diperkirakan masih akan melemah, sejalan dengan menurunnya pendapatan riil masyarakat, dan baru akan membaik setelah memasuki paro kedua tahun 2006. Di sisi penawaran, sektor industri pengolahan diperkirakan akan terkena imbas langsung penurunan daya beli masyarakat tersebut di tengah meningkatnya harga bahan baku dan biaya operasional. Kondisi ini pada gilirannya akan memperlambat kegiatan investasi khususnya sampai dengan paro pertama tahun 2006. Namun demikian, memasuki paro kedua 2006, ekspansifnya stimulus fiskal dan intensifnya upaya Pemerintah dalam perbaikan iklim investasi dan sektor riil diperkirakan akan mampu menahan penurunan konsumsi masyarakat dan investasi swasta. Di sektor eksternal, kinerja ekspor barang dan jasa diperkirakan akan mengalami peningkatan sejalan dengan peningkatan volume perdagangan dunia, sementara dampak negatif penguatan Rupiah terhadap ekspor diperkirakan masih terbatas. Pertumbuhan impor juga diperkirakan akan mengalami perlambatan sebagai cerminan dari lemahnya permintaan domestik. Dengan perkembangan tersebut, PDB 2006 diperkirakan tumbuh lebih baik sehingga mendekati batas atas kisaran proyeksi 5,0-5,7%. Tekanan inflasi ke depan diperkirakan akan menurun. Meredanya tekanan inflasi tersebut disebabkan oleh penundaan kenaikan TDL dan trend penguatan nilai tukar rupiah, sehingga pada akhir 2006 inflasi IHK diperkirakan pada level 7-9%. Tekanan harga akibat kenaikan harga BBM pada bulan Oktober 2005 diperkirakan menyebabkan laju inflasi IHK bertahan pada level yang tinggi hingga sampai triwulan III-2006. Inflasi IHK 2006 diperkirakan akan tetap berada pada kisaran 7-9% (y-o-y) dengan kecenderungan ke bawah (downward bias), sementara inflasi inti diperkirakan berada pada kisaran 6-8% (y-o-y).
ASUMSI DAN SKENARIO YANG DIGUNAKAN Kondisi Perekonomian Internasional Pada tahun 2006, perekonomian dunia diperkirakan tumbuh relatif stabil. Pertumbuhan ekonomi dunia tersebut terutama ditopang oleh kegiatan ekonomi di Amerika Serikat, Euro, dan Jepang. Pertumbuhan ekonomi AS masih ditopang oleh menguatnya produksi industri dan penjualan ritel, membaiknya pasar tenaga kerja serta meningkatnya indeks keyakinan konsumen. Sementara itu, pertumbuhan ekonomi di Jepang dan kawasan Eropa ditopang oleh membaiknya kinerja sektor eksternal √seiring dengan meningkatnya volume perdagangan duniaƒdan cukup 1 World Economic Outlook √ IMF, September 2005.
25
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan I-2006 Persen
% (y-o-y)
Tabel 4.1 Indikator Ekonomi Utama Dunia Indikator Utama
Aktual 2003
Output Dunia Negara-negara industri maju Amerika Serikat Jepang Kawasan Euro Inggris Kanada Asia industri baru/Pasifik Australia Singapura Korea Hong Kong SAR Negara-negara Berkembang Asia ex, Japan China India Malaysia Thailand Laju Inflasi Global Negara Maju Negara Berkembang Volume Perdagangan Dunia Impor Negara Maju Negara Berkembang Ekspor Negara Maju Negara Berkembang Harga Komoditas Internasional ($) Harga minyak Harga komoditas primer nonminyak Negara-negara dalam transisi Suku Bunga LIBOR 6 bulan Dolar AS Euro
ditopang oleh tingginya pertumbuhan ekonomi di Cina, India dan Rusia. Khusus kawasan Asia, Cina, dan India tetap menjadi
Proyeksi
2004
kuatnya permintaan domestik. Pertumbuhan ekonomi dunia juga
2005
2006
5,3 3,3 4,2 2,3 2,1 3,2 2,9 5,8 3,5 8,7 4,6 8,2 7,7 8,9 10,1 8,5 7,1 6,2
4,8 2,7 3,5 2,8 1,3 1,8 2,9 4,5 2,5 6,4 4,1 7 7,1 8,6 9,9 8,4 5,3 4,4
4,8 2,9 3,3 2,8 2,0 2,5 3,1 4,9 3,0 5,5 5,0 5,5 6,9 8,2 9,5 7,3 5,5 5,0
4,7 2,9 3,6 1,7 1,9 2,7 3,0 4,7 3,4 4,5 4,8 4,5 6,6 8,0 9,0 7,1 5,8 5,4
2,0 5,7 10,4
2,3 5,4 7,4
2,3 5,5 8,0
2,1 4,8 7,5
9,0 15,8
5,9 12,7
6,3 12,5
5,8 11,8
8,5 14,5
5,6 10,9
6,8 10,3
6,2 10,2
30,7 18,5 11,1
41,3 10,4 11,1
12,5 3,2
1,3 -6,7
1,8 2,1
3,7 2,2
4,9 2,8
5,0 3,0
Sumber : *IMF, World Economic Outlook, April 2006
motor pertumbuhan, didukung oleh ekspansi ekonomi di Singapura dan Thailand. Dengan kondisi di atas, pertumbuhan ekonomi dunia diperkirakan masih tumbuh sebesar 4,8% di tahun 2006. Seiring dengan ekspansi ekonomi di negara-negara maju, volume perdagangan dunia diperkirakan akan tumbuh 8%, lebih tinggi dibandingkan 7,4% pada tahun sebelumnya. Namun demikian, terdapat sejumlah downside risks yang menjadi perhatian, yaitu persistensi melonjaknya kembali harga minyak dunia dan meningkatnya intensitas ketidakseimbangan global. Laju inflasi dunia 2006 diperkirakan masih cukup tinggi meskipun dengan kecenderungan menurun. Tingkat inflasi 2006 di kelompok negara maju diperkirakan akan mencapai 2,3%, sementara di kelompok negara berkembang diperkirakan mencapai 5,5%. Harga komoditas minyak diperkirakan masih tetap tinggi seiring dengan masih tingginya permintaan ditengah pasokan yang terbatas. Ekspektasi pelaku pasar terhadap harga minyak ke depan juga masih tinggi, tercermin dari harga forward
contract yang tinggi, dan spread antara harga future dan harga spot yang cenderung meningkat. Demikian pula, harga komoditas nonmigas untuk keseluruhan tahun 2006 masih dalam level cukup tinggi dengan pertumbuhan sekitar 3,2%. Harga komoditas pertanian diperkirakan mulai menurun seiring dengan berlangsungnya panen raya di beberapa negara, sedang harga komoditas tambang dan manufaktur diperkirakan relatif stabil.
Di samping akan mempengaruhi kinerja ekspor Indonesia, prospek harga komoditas di pasar internasional tersebut, khususnya harga minyak dunia, akan berdampak pada kinerja fiskal, neraca pembayaran, nilai tukar, inflasi, dan pertumbuhan ekonomi Indonesia. Kebijakan moneter ketat global untuk memerangi inflasi diperkirakan masih akan berlangsung khususnya pada triwulan II-III 2006. Kecenderungan kenaikan suku bunga diperkirakan masih akan terjadi baik dalam skala global maupun regional. Dalam skala global, Fedres dan ECB diperkirakan akan meningkatkan suku bunga hingga masing-masing 5,0% dan 3% (saat ini 2,5%). Sementara di kawasan regional, suku bunga Korea (BOK), Malaysia (BNM), Thailand (BOT) dan Taiwan juga diperkirakan juga masih belum mencapai puncaknya. Ekspektasi pasar juga menunjukkan bahwa masih akan terjadi penyesuaian (kenaikan) dari level suku bunga saat ini. Kondisi pasar keuangan global diperkirakan masih cukup menguntungkan, yang ditandai dengan rendahnya volatilitas dan premi risiko. Seiring dengan itu, aliran
26
Outlook Perekonomian 2006
modal internasional ke negara berkembang diperkirakan masih cukup tinggi, dengan sebagian besar diantaranya mengalir ke kawasan Asia, termasuk Indonesia. Aliran modal internasional ke negara berkembang di tahun 2006 diperkirakan mencapai USD 356,8 miliar, dan USD 143,4 miliar diantaranya mengalir ke kawasan Asia. Porsi terbesar dari aliran modal internasional ke kawasan Asia masih berbentuk investasi langsung, walaupun aliran modal berbentuk portofolio investasi juga semakin meningkat.
Skenario Kebijakan Fiskal Kebijakan fiskal tahun 2006 diperkirakan akan lebih ekspansif dibandingkan dengan tahun 2005. Dengan memperhitungkan pola pengeluaran Pemerintah yang telah kembali kepada pola normalnya, secara keseluruhan tahun 2006 defisit APBN diperkirakan mencapai sekitar 1,0% dari PDB lebih tinggi dibandingkan dengan defisit tahun 2005 sebesar 0,8% dari PDB. Kenaikan defisit diperkirakan didorong oleh kenaikan di sisi belanja dimana terjadi pembayaran gaji ke-13 di bulan Juni, kenaikan belanja modal dan pembayaran Dana Bagi Hasil (DBH), serta carry-over sejumlah belanja 2005. Peningkatan pembayaran DBH tersebut akan mendorong konsumsi dan investasi Pemerintah di daerah. Kontribusi fiskal pada sektor riil berupa bantuan sosial dan pelaksanaan BLT tahap III juga diperkirakan akan lebih mendorong perkembangan di sektor riil pada periode tersebut. Di samping peningkatan pengeluaran untuk konsumsi dan investasi, defisit APBN 2006 berpotensi lebih tinggi lagi dengan adanya beberapa downside risks. Tidak sesuainya beberapa asumsi indikator makroekonomi yang digunakan dalam perhitungan pengeluaran APBN diperkirakan dapat meningkatkan pengeluaran Pemerintah seperti lebih tingginya suku bunga SBI 3 bulan saat ini (sekitar 12,9%, rata-rata selama triwulan I-2006) dengan asumsi yang dipakai yaitu sebesar 9,5%. Selain itu, tertundanya kenaikan tarif dasar listrik tahun 2006 diperkirakan akan meningkatkan beban APBN sekitar Rp11 triliun. Sementara itu meningkatnya jumlah keluarga miskin menjadi 19,3 juta (berdasarkan hasil survei BPS terakhir) diperkirakan akan meningkatkan Bantuan Langsung Tunai diperkirakan hingga mencapai Rp1,8 triliun. Secara keseluruhan, kondisi fiscal impulse 2006 diindikasikan tetap ekspansif terhadap pertumbuhan ekonomi dengan penggeraknya berupa konsumsi dan investasi Pemerintah. Sementara itu, pembayaran transfer diperkirakan akan berkurang dengan turunnya anggaran untuk subsidi BBM. Di sisi lain, dengan besarnya defisit dan harus dibiayai oleh penerbitan utang, indikator kesinambungan fiskal menunjukkan kesinambungan fiskal masih terjaga walaupun dengan kecenderungan yang lebih buruk dibandingkan dua tahun terakhir.
Skenario Kebijakan Sektor Riil Upaya Pemerintah memperbaiki infrastruktur dan iklim investasi ditandai dengan dikeluarkannya ≈Paket Kebijakan Infrastruktur 2006∆ dan ≈Paket Kebijakan
27
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan I-2006
Perbaikan Iklim Investasi∆. Paket kebijakan tersebut merupakan respon atas kendala yang dihadapi dunia usaha dan kendala masuknya investor asing dalam bentuk FDI. Kendala tersebut sejalan dengan hasil survei World Bank yang menunjukkan bahwa iklim investasi di Indonesia kurang kompetitif dibandingkan dengan negara di kawasan Asia 1 . Komite Kebijakan Percepatan Penyediaan Infrastruktur (KKPPI) pada tanggal 17 Februari 2006 telah menetapkan rencana penyelesaian sejumlah kebijakan dalam rangka mempercepat penyediaan infrastruktur dalam bentuk paket kebijakan infrastruktur yang memuat 4 pokok kebijakan: •
Kerangka kebijakan strategis lintas sektor terdiri 33 kebijakan/keluaran. Salah satu diantaranya tentang pengadaan tanah bagi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum - yang selama ini menjadi salah satu faktor penghambat dalam realisasi proyek pembangunan infrastruktur.
•
Kebijakan sektoral di bidang transportasi, energi, telekomunikasi dan sumber air serta perumahan terdiri 83 keluaran.
•
Peran Pemerintah Daerah sebanyak 5 kebijakan terkait dengan BUMD, peran pemda dalam penyediaan infrastruktur sebagai pemberi kontrak dan sebagai peminjam dana.
•
Transaksi proyek pembangunan infrastruktur terdiri 32 kebijakan terkait dengan langkah-langkah pemerintah untuk mewujudkan transaksi proyek infrastruktur.
Berkaitan dengan upaya meningkatkan iklim investasi yang lebih kondusif, Pemerintah melalui Inpres No. 3 Tahun 2006 tentang Paket Kebijakan Perbaikan Iklim Investasi, melakukan upaya yang lebih kongkrit untuk memperbaiki iklim investasi di Indonesia. Secara umum, Tabel 4.2
paket kebijakan tersebut mencakup aspek
Rekapitulasi Jumlah Tindakan Paket Kebijakan Perbaikan Iklim Investasi K e b i j a k an
28
Jumlah Tindakan
I. UMUM A. Memperkuat Kelembagaan Pelayanan Investasi B. Sinkronisasi Peraturan Pusat dan Daerah C. Kejelasan Ketentuan Mengenai Kewajiban AMDAL II. KEPABEANAN & CUKAI A. Percepatan Arus Barang B. Pengembangan Peranan Kawasan Berikat C. Pemberantasan Penyelundupan D. Debirokratisasi di Bidang Cukai III. PERPAJAKAN A. Insentif Perpajakan untuk Investasi B. Melaksanakan Sistem ≈Self Assesment∆ Secara Konsisten C. Revisi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Untuk Mempromosikan Ekspor D. Melindungi Hak Wajib Pajak E. Mempromosikan Transparansi dan Disclosure IV. KETENAGAKERJAAN A. Menciptakan Iklim Hubungan Industrial Yang Mendukung Perluasan Lapangan Kerja B. Perlindungan dan Penempatan TKI di Luar Negeri C. Penyelesaian Berbagai Perselisihan Hubungan Industrial Secara Cepat, Murah dan Berkeadilan D. Mempercepat Proses Penerbitan Perizinan Ketenagakerjaan E. Penciptaan Pasar Tenaga Kerja Fleksibel dan Produktif F. Terobosan Paradigma Pembangunan Transmigrasi Dalam Rangka Perluasan Lapangan Kerja V. USAHA KECIL, MENENGAH DAN KOPERASI Kebijakan Pemberdayaan Usaha Kecil, Menengah dan Koperasi
9
10
JUMLAH
85
umum,
termasuk
sinkronisasi peraturan Daerah dan Pusat, kepabeanan,
1 1 13 4 2 1 7 5 3 2 3
memperkuat
kelembagaan pelayanan investasi dan perpajakan,
bidang
ketenagakerjaan, usaha kecil, menengah dan koperasi. Kebijakan dan program di bidang infrastruktur juga merupakan satu kesatuan dari Paket Kebijakan di Bidang Investasi ini. Rencana tindak dalam paket kebijakan ini dirancang dengan sasaran yang cukup panjang dan diperkirakan berdampak
13 1 2 6 1 1
pada keterlambatan beberapa ketentuan yang terkait yang sebenarnya sudah dapat dikeluarkan lebih cepat. Dari sisi cakupan kedalaman, paket kebijakan tersebut 1 World bank (2005) ≈Doing Business in 2006: Creating Jobs.
Outlook Perekonomian 2006
belum menyentuh masalah-masalah disharmonisasi tarif impor bahan baku dan barang jadi yang banyak dikeluhkan oleh dunia usaha, pengenaan PPnBM untuk produk elektronik dan kendaraan angkutan, jaminan keamanan berusaha, serta kelangsungan penyediaan bahan baku. Berdasarkan berbagai kondisi tersebut, paket kebijakan ini diperkirakan belum akan berdampak signifikan terhadap percepatan investasi dalam waktu dekat, namun di dalam jangka lebih panjang berpotensi mendorong peningkatan kinerja investasi.
PROSPEK PERTUMBUHAN EKONOMI Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2006 diperkirakan akan sedikit lebih tinggi dibandingkan tahun 2005, dengan tantangan yang cukup berat. Pertumbuhan ekonomi 2006 diperkirakan akan berada dalam batas atas kisaran 5,0-5,7% Kinerja perekonomian 2006 masih diwarnai dengan masalah pelemahan daya beli masyarakat pascakenaikan harga BBM yang dampaknya kurang menguntungkan bagi kegiatan konsumsi dan investasi swasta, serta kegiatan sisi produksi. Namun, stimulus fiskal Pemerintah √baik dalam bentuk konsumsi maupun investasiƒ yang cukup signifikan diperkirakan dapat menahan perlambatan pertumbuhan permintaan domestik yang lebih dalam terutama pada semester I-2006. Di sisi eksternal, ekspor barang dan jasa diperkirakan tumbuh lebih tinggi dibandingkan tahun 2005 seiring dengan meningkatnya pertumbuhan volume perdagangan dunia. Di tengah trend penguatan rupiah, pertumbuhan impor barang dan jasa diperkirakan belum terakselerasi karena belum kuatnya dorongan permintaan domestik pada tahun 2006. Di sisi produksi, sektor Industri Pengolahan, Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran, dan Sektor Pengangkutan dan Komunikasi diperkirakan belum tumbuh pesat seiring dengan kondisi daya beli yang masih lemah. Namun demikian, pertumbuhan sektor Pertanian, sektor Pertambangan, dan sektor Bangunan diperkirakan mengalami peningkatan pertumbuhan.
Prospek Permintaan Agregat Dari sisi permintaan, kinerja perekonomian 2006 lebih ditopang oleh meningkatnya kegiatan konsumsi dan ekspor. Di tengah menurunnya daya beli masyarakat, kegiatan konsumsi yang meningkat ini lebih banyak ditopang oleh meningkatnya konsumsi pemerintah. Kinerja pengeluaran konsumsi Pemerintah terutama berkaitan dengan pengeluaran anggaran belanja di daerah dan renana kenaikan gaji PNS, serta belanja barang. Kegiatan konsumsi secara total diperkirakan tumbuh pada kisaran 6,1-7,1% atau lebih tinggi dari total konsumsi 2005, sebesar 4,41%. Sementara itu, kegiatan investasi diperkirakan masih melambat karena melemahnya daya beli. Investasi diperkirakan akan mencapai tingkat pertumbuhan sekitar pada kisaran 7,7-8,7% pada tahun 2005, melambat dibandikan 9,9% pada tahun 2005. Upaya peningkatan ekspor dan kondisi membaiknya permintaan dunia membuahkan hasil pada peningkatan pertumbuhan ekspor riil yang mencapai kisaran 9-10% atau lebih tinggi dari 8,6%, sedangkan impor merosot seiring dengan belum menguatnya permintaan domestik.
29
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan I-2006 % (y-o-y)
Konsumsi swasta pada tahun 2006
Tabel 4.3
diperkirakan tumbuh melambat, dengan
Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Sisi Permintaan
kisaran 3,4-4,4%. Daya beli masyarakat
2006*
2005 Konsumsi Swasta Konsumsi Pemerintah Total Konsumsi Total Investasi Ekspor Barang dan Jasa Impor Barang dan Jasa PDB
I
3,95 8,06 4,41 9,93 8,6 12,35 5,6
II
3,2 - 3,7 50,9 - 51,4 7,7 - 8,2 4,0 - 4,5 7,7 - 8,2 2,0 - 2,5 4,3 - 4,8
2,9 - 3,9 54,9 - 55,9 8,1 - 9,1 4,0 - 5,0 8,5 - 9,5 5,1 - 6,1 4,6 - 5,6
2006*
2007*
3,4 - 4,4 27,0 - 28,0 6,1 - 7,1 7,7 - 8,7 9,0 - 10,0 7,9 - 8,9 5,0 - 5,7
3,8 - 4,8 10,7 - 11,7 4,7 - 5,7 10,6 - 11,6 10,7 - 11,7 8,8 - 9,8 5,3 - 6,3
diperkirakan akan terus melemah, sejalan dengan menurunnya pendapatan riil masyarakat akibat dampak kenaikan BBM di tahun 2005 menyebabkan masyarakat akan lebih dahulu mengutamakan pemenuhan kebutuhan pokok dan mengurangi alokasi pembelanjaan barang
* angka proyeksi
lainnya. Indikasi melambatnya kinerja konsumsi swasta ini ditunjukkan oleh berbagai hasil survei maupun prompt indicator seperti menurunnya pertumbuhan penjualan kendaraan motor, mobil, dan semen, serta uang kartal riil dan M1 riil. Kecenderungan penurunan konsumsi juga terefleksi pada pertumbuhan kredit konsumsi sejalan dengan tren peningkatan sukubunga kredit. Meskipun demikian, memasuki semester II-2006 kinerja konsumsi swasta diperkirakan akan membaik, seiring dengan mulai membaiknya kegiatan ekonomi dan mulai pulihnya daya beli masyarakat. Kinerja konsumsi swasta akan terbantu oleh perkiraan ekspansifnya stimulus fiskal berupa kenaikan gaji 18
PNS, melonjaknya belanja barang, serta lanjutan program
Persen Real Disp. Income
16
kompensasi penghematan subsidi BBM.
Poly. (Real Disp.Income)
14 12
Kinerja konsumsi akan sangat dipengaruhi oleh pengeluaran
10
Pemerintah. Kinerja konsumsi pemerintah dalam tahun 2006
8 6
diperkirakan akan mencapai pertumbuhan sekitar 27,5%, yang
4
berarti mengalami peningkatan yang cukup pesat dari tahun
2
sebelumnya. Pesatnya peningkatan kinerja konsumsi pemerintah
0
ini terutama karena meningkatnya anggaran belanja daerah,
-2 I
II
III
IV
I
2002
II
III
IV
I
II
2003
III
IV
I
2004
II
III
IV
I
II
2005
III
IV
adanya rencana kenaikan gaji PNS rata-rata 15%, dan kenaikan
2006
Grafik 4.1
belanja barang. Dengan perkembangan ini, pangsa konsumsi
Pertumbuhan Pendapatan Disp. Riil (yoy)
Pemerintah meningkat dari pangsa historisnya sekitar 8% dari PDB menjadi sekitar 9% dari PDB. Untuk triwulan II-2006, konsumsi pemerintah diperkirakan akan meningkat cukup
Indeks 160
signifikan. Belanja Pemerintah diperkirakan akan meningkat pada
140
triwulan II-2006 dibandingkan periode sama tahun 2005, baik dalam bentuk konsumsi, investasi maupun transfer ke sektor
optimis
120
swasta. Dengan perkembangan ini, konsumsi pemerintah pada 100
triwulan II-2006 diperkirakan akan tumbuh dalam kisaran 54,9 √ 55,9% (yoy), jauh lebih tinggi dari triwulan yang sama tahun
80 Indeks Keyakinan Konsumen 60
sebelumnya (-6,67%).
Kondisi Ekonomi Saat Ini pesimis
Ekspektasi Konsumen 40
7
8
9
10 11
2004
12
1
2
3
4
5
6
7
8
2005
9
10 11
12
1
2
2006
Grafik 4.2 Ekspektasi Konsumen 6 bulan y.a.d
30
3
Kegiatan investasi tahun 2006 diperkirakan akan tumbuh sekitar 8,2% (yoy), yang berarti mengalami penurunan dibandingkan tahun sebelumnya. Pesatnya kegiatan investasi pemerintah diperkirakan akan menahan perlambatan kinerja investasi yang
Outlook Perekonomian 2006
lebih dalam. Faktor utama penyebab perlambatan kegiatan 102
investasi swasta adalah menurunnya permintaan dalam negeri,
101
seiring dengan penurunan daya beli masyarakat. Para engusaha
100
juga dihadapkan pada meningkatnya harga bahan baku dan
99
biaya operasional. Perbaikan iklim investasi diperkirakan baru
98
comp indicator :
97
Export nonoil, mobil sales PDBkonsRT
96
StockIndex
95
akan dirasakan dampaknya pada semester II-2006. Selain faktorfaktor di atas, kegiatan investasi juga dipengaruhi oleh pmtb CLI
pergerakan nilai tukar. Menguatnya nilai tukar diperkirakan akan
IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II
1994 1995
1996
1997
1998
1999
2000
2001
2002
2003
2004
memberi dampak positif untuk kegiatan investasi, sejalan dengan
20052006
meningkatnya kemampuan untuk mengimpor mesin maupun
Grafik 4.3
peralatan dari luar negeri. Perkiraan melambatnya kinerja
Leading Indikator Investasi
kegiatan investasi juga sejalan dengan hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) yang mengindikasikan menurunnya perkiraan kegiatan usaha pada triwulan I-2006. Hasil survei tersebut juga 10 Pertanian Industri Pengolahan Pengangkutan dan Komunikasi
Total (sb.kanan) Pertambangan Perdagangan
8 6 4
30
mengindikasikan masih rendahnya optimisme pelaku usaha
25
terhadap perkiraan situasi bisnis, meskipun dalam 6 bulan ke
20
2 0
15
Indeks Tendensi Bisnis (BPS) juga menunjukkan sentimen bisnis yang masih menurun. Demikian pula, Leading Indikator Investasi
-2 10
-4 -6
5
-8 -10
depan diperkirakan akan mulai membaik. Hasil survei JETRO dan
I
II
III
IV
I
II
III
IV
I
II
III
IV
0
mengindikasikan adanya perlambatan siklus dan diperkirakan baru akan mereda setelah triwulan II-2006. Perlambatan kinerja investasi swasta ini diperkirakan akan diimbangi oleh pesatnya kegiatan investasi Pemerintah.
Grafik 4.4 Survei Prakiraan Kegiatan Usaha
Dorongan dari stimulus fiskal ini diharapkan dapat memberikan efek pengganda cukup besar terhadap perekonomian dan akan menjadi tulang punggung kegiatan investasi di tahun 2006.
Pesatnya kegiatan investasi pemerintah juga sejalan dengan peningkatan pangsanya dalam belanja negara yang terutama bersumber dari peningkatan dalam anggaran belanja daerah. Peningkatan kegiatan investasi Pemerintah juga terkait dengan adanya luncuran anggaran investasi sebesar Rp10 triliun dari tahun 2005. Berbagai masalah prosedur administratif dalam pengeluaran invesatasi Pemerintah diharapkan dapat teratasi pada tahun 2006 ini. Untuk keseluruhan tahun 2006, realisasi pencairan anggaran belanja modal diperkirakan akan mampu mencapai sekitar 90% dari yang dianggarkan (atau sekitar Rp60 triliun, termasuk di dalamnya Rp6,3 triliun berupa dana luncuran dari tahun 2005). Dari sisi komponen investasi, pertumbuhan kegiatan investasi diperkirakan akan ditopang oleh investasi bangunan, sejalan dengan ekspansifnya kegiatan investasi pemerintah dalam bentuk sarana maupun prasarana publik. Sementara itu, investasi non-bangunan diperkirakan akan mengalami perlambatan pertumbuhan yang cukup signifikan. Kegiatan ekspor barang dan jasa dalam tahun 2006 diperkirakan akan tumbuh sekitar 9.5% (yoy), yang berarti mengalami peningkatan dibandingkan tahun 2005. Peningkatan kinerja ekspor tersebut berasal dari ekspor non migas, sejalan dengan meningkatnya pertumbuhan volume perdagangan dunia. Salah satu komoditi
31
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan I-2006
andalan yang diperkirakan mengalami peningkatan adalah tekstil dan produk tekstil (TPT), menyusul kesepakatan baru antara Cina dan AS yang berpeluang meningkatkan ekspor Indonesia, serta CPO. Meskipun prestasi ekspor dalam triwulan I-2006 yang cukup menggembirakan namun perkembangan impor nonmigas yang terkontraksi cukup dalam pada awal tahun perlu mendapat perhatian lebih lanjut mengingat apabila penurunan impor yang berlangsung terus dikhawatirkan akan berdampak pada menurunnya kinerja ekspor nonmigas khususnya di sektor industri. Sementara itu, sejalan dengan belum menguatnya kegiatan ekonomi domestik, impor barang dan jasa diperkirakan juga akan mengalami perlambatan. Untuk tahun 2006, kegiatan impor diperkirakan akan tumbuh sekitar 8,4% (yoy), melambat dibandingkan tahun 2005 (12,4%).
Prospek Penawaran Agregat Di sisi penawaran, sektor-sektor perekonomian mengalami pertumbuhan positif yang berbeda-beda. Meskipun sektor utama penggerak ekonomi √seperti sektor industri pengolahan, sektor perdagangan serta sektor pengangkutan dan komunikasiƒ diperkirakan tumbuh melambat akibat penurunan daya beli masyarakat, namun beberapa sektor penting diperkirakan tetap mengalami pertumbuhan yang meningkat. Sektor ekonomi yang meningkat tersebut di antaranya sektor pertanian, sektor pertambangan dan sektor bangunan terkait dengan implementasi kebijakan pemerintah di sektor-sektor tersebut, termasuk alokasi belanja modal oleh pemerintah yang meningkat cukup signifikan. Sektor industri pengolahan diperkirakan tumbuh stagnan di sekitar 4,6% pada tahun 2006 terkait dengan daya beli masyarakat yang masih lemah. Trend perlambatan pertumbuhan sektor industri yang berlangsung sejak triwulan I-2005 diperkirakan masih akan berlangsung hingga semester I-2006. Sejauh ini, perlambatan tersebut tercermin dari penjualan barang tahan lama, seperti mobil, truk, motor, dan barang elektronik, yang mengalami penurunan penjualan yang cukup signifikan pada triwulan I-2006 dibandingkan dengan periode yang sama % (y-o-y)
industri pengolahan diperkirakan akan
Tabel 4.4
terjadi pada semester II-2006. Alokasi
Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Sisi Penawaran 2005 Pertanian Pertambangan & Penggalian Industri Pengolahan Listrik, Gas & Air Bersih Bangunan Perdagangan, Hotel & Restoran Pengangkutan & Komunikasi Keuangan, Persewaan & Jasa Jasa-Jasa PDB * Angka proyeksi
32
2,49 1,59 4,62 6,49 7,34 8,59 12,97 7,12 5,16 5,6
2006* I 5,6 - 6,1 1,6 - 2,1 2,4 - 2,9 5,5 - 6,0 6,3 - 6,8 4,8 - 5,3 9,8 - 10,3 4,9 - 5,4 5,2 - 5,7 4,3 - 4,8
tahun lalu. Perbaikan kinerja sektor
II 5,8 - 6,8 2,3 - 3,3 2,9 - 3,9 6,8 - 7,8 6,9 - 7,9 5,1 - 6,1 9,8 - 10,8 3,8 - 4,8 4,5 - 5,5 4,6 - 5,6
belanja Pemerintah, baik untuk konsumsi
2006*
2007*
3,3 - 4,3 1,2 - 2,2 4,1 - 5,1 6,7 - 7,7 7,7 - 8,7 6,5 - 7,5 10,9 - 11,9 6,2 - 7,2 4,5 - 5,5 5,0 - 5,7
3,5 - 4,5 1,4 - 2,4 4,5 - 5,5 7,7 - 8,7 8,0 - 9,0 7,2 - 8,2 12,8 - 13,8 6,5 - 7,5 4,8 - 5,8 5,3 - 6,3
maupun investasi, yang meningkat signifikan diperkirakan akan memberikan stimulus bagi perekonomian √diantaranya dalam bentuk perbaikan daya beli masyarakatƒ
yang
pada
tahap
selanjutnya mendorong peningkatan pertumbuhan pengolahan.
di
sektor
industri
Outlook Perekonomian 2006
Perlambatan pertumbuhan sektor industri pengolahan pada 2006
Persen (y-o-y) 8,0
diperkirakan terjadi di subsektor industri yang memproduksi
7,0 6,0
barang tahan lama. Subsektor tersebut di antaranya subsektor
5,0
alat angkutan, mesin, dan peralatan, serta subsektor barang kayu
4,0
dan hasil hutan lainnya. Penurunan daya beli masyarakat
3,0
diperkirakan akan memukul kinerja subsektor Industri Alat Angkutan, sebagai subsektor penyumbang terbesar terhadap
2,0 1,0 0,0
I
Konsumsi Swasta
Industri Pengolahan
Poly, (Industri Pengolahan)
Poly, (Konsumsi Swasta)
II III 2002
IV
I
II III 2003
IV
I
II III 2004
IV
I
II III 2005
output sektor industri pengolahan. GAIKINDO memperkirakan IV
penjualan kendaraan bermotor di pasar domestik akan turun dari 530 ribu unit pada 2005 menjadi sekitar 450-500 ribu pada
Grafik 4.5 Perkembangan Industri Pengolahan dan Konsumsi Swasta
2006, sedangkan ekspor kendaraan relatif stabil. Pada kelompok sepeda motor, penjualan tahun depan diperkirakan hanya tumbuh 5-7%, turun cukup tajam dari sekitar 17% pada tahun
40
ini. Perkiraan penurunan penjualan tersebut terjadi sepanjang
Persen (y-o-y)
dua bulan pertama tahun 2006. Pertumbuhan penjualan sepeda
30
Gula
Gandum
motor dan mobil masing-masing turun 8,2% (yoy) dan 41,5%
20
(yoy) pada Februari 2006. Selain kendaraan bermotor, produksi
10
barang elektronik √yang juga termasuk dalam kategori iniƒ
0
diperkirakan juga terkena imbas pelemahan ekonomi. Sementara
-10
I
II
III
IV
I
II
III
IV
I
II
III
IV
itu, subsektor barang kayu dan hasil hutan lainnya diperkirakan masih akan mengalami penurunan pertumbuhan karena
-20 2004
2005
2006
-30
terkendala oleh pasokan bahan baku dan persaingan dengan produk Cina.
Grafik 4.6 Harga Forward Gula dan Gandum
Subsektor industri makanan, minuman, dan tembakau berpotensi tumbuh sedikit melambat. Melemahnya daya beli masyarakat dan kenaikan harga bahan baku di pasar internasional, khususnya
gula dan gandum, merupakan faktor penyebab perlambatan pertumbuhan pada subsektor terbesar kedua pada industri pengolahan ini. Walaupun demikian, industri makanan yang berorientasi ekspor, khususnya minyak kelapa sawit, diperkirakan masih mencatat peningkatan pertumbuhan. Permintaan dunia √khususnya dari pasar tradisional India dan Cinaƒ akan minyak kelapa sawit masih terus meningkat. Ke depan, permintaan dunia akan lebih tinggi seiring dengan meningkatnya kebutuhan akan biodiesel sebagai pengganti bahan bakar diesel yang banyak digunakan di negara-negara maju. Dari sisi pasokan, produksi perusahaan minyak kelapa sawit di Indonesia juga mendukung peningkatan permintaan dunia karena adanya kenaikan produktivitas perkebunan kelapa sawit dan faktor musim yang mendukung. Beberapa subsektor diperkirakan akan mengalami peningkatan pertumbuhan. Subsektor tersebut adalah tekstil, barang kulit, dan alas kaki, subsektor kimia dan barang dari karet, serta subsektor semen dan barang galian bukan logam. Volume perdagangan dunia yang meningkat, kebijakan pembatasan ekspor tekstil Cina ke Amerika Serikat, serta kebijakan anti dumping yang diterapkan Uni Eropa terhadap produk alas kaki dari Cina diperkirakan mampu memperbaiki kinerja subsektor
33
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan I-2006
tekstil, barang kulit, dan alas kaki. Kinerja yang cukup baik diperkirakan juga terjadi pada subsektor kimia dan barang dari karet diantaranya didorong oleh apresiasi nilai tukar rupiah √mengingat cukup besarnya kebutuhan bahan baku imporƒ dan volume perdagangan dunia yang meningkat. Sementara subsektor industri semen diperkirakan memiliki prospek yang cukup cerah seiring dengan alokasi belanja modal pemerintah yang meningkat tinggi yang ditujukan untuk pembangunan berbagai sarana dan prasarana publik. Melemahnya daya beli masyarakat diperkirakan akan berimbas pula pada melambatnya pertumbuhan sektor perdagangan, hotel dan restoran pada tahun 2006, yang hanya tumbuh 6,5-7,5% dibandingkan tahun sebelumnya 8,6%. Penurunan pertumbuhan yang cukup signifikan di subsektor perdagangan eceran diperkirakan terjadi pada paro pertama tahun 2006. Kenaikan service charge yang dikenakan oleh pengelola pusat perbelanjaan sehubungan dengan naiknya tarif listrik pada saat beban puncak menjadi disinsentif pada subsektor ini. Sementara itu, subsektor hotel dan restoran diperkirakan masih dihadapkan antara lain pada masalah keamanan. Perbaikan kegiatan ekonomi pada semester II-2006 diperkirakan dapat mengangkat kinerja sektor perdagangan, hotel dan restoran. Ke depan, tetap tumbuhnya nilai tambah di sektor ini diantaranya diindikasi dari penerbitan 100 izin pembangunan pasar modern sepanjang tahun 2005 dan rencana masuknya 4 peritel besar dunia ke Indonesia pada tahun 2006. Produksi sektor pertanian diperkirakan akan meningkat yaitu pada kisaran 3,34,3%, setelah mengalami berbagai kendala pada tahun 2005. Di subsektor tanaman bahan makanan, berbagai upaya pemerintah dalam beberapa waktu terakhir untuk meningkatkan luas lahan dan produktivitasnya diperkirakan dapat meningkatkan produksi padi pada tahun 2006. Angka Ramalan I Departemen Pertanian menunjukkan adanya peningkatan produksi pada 2006 yang terutama disumbang oleh pertanian padi di luar Jawa. Pada tahun 2006 Pemerintah menempuh langkah untuk menjamin ketersediaan sarana produksi padi, meliputi pupuk dan benih. Masalah kelangkaan pupuk diantaranya diatasi dengan membatasi ekspor pupuk. Ketersediaan gas alam bagi pabrik pupuk juga akan diupayakan dengan rencana mengamandemen UU yang membatasi alokasi gas alam untuk domestik sebanyak 25%. Selain itu, Pemerintah juga menempuh kebijakan pengembangan benih berkualitas dengan harga yang disubsidi. Subsektor perkebunan diperkirakan akan Ton
Tabel 4.5
yang
Produksi Padi (Gabah Kering Giling) Nasional 2004 (Angka Tetap)
2005 (Angka Sementara)
terutama
bersumber
dari
perkebunan kelapa sawit. Pembukaan
2006 (Angka Ramalan I)
areal kebun kelapa sawit dalam beberapa tahun terakhir dan upaya meningkatkan
Jawa
29.635.840
29.763.920
29.497.559
produktivitas dari pohon yang telah ada
Luar Jawa
24.452.628
24.292.362
24.757.175
Indonesia
54.088.468
54.056.282
54.254.734
diperkirakan dapat meningkatkan
Sumber: Badan Ketahanan Pangan Deptan.
34
mencatat pertumbuhan yang lebih tinggi
produksi kelapa sawit sebesar 1,3-1,4 juta ton pada tahun 2006. Dengan
Outlook Perekonomian 2006
kondisi yang demikian, sektor pertanian pada 2006 diperkirakan akan mengalami pertumbuhan sekitar 3-4%. Sektor pengangkutan dan komunikasi diperkirakan mencatat pertumbuhan yang melambat pada 2006, yaitu pada kisaran 10,9-11,9% atau lebih rendah dibandingkan tahun sebelumnya, 13%. Daya beli masyarakat yang melemah dan kegiatan di sektor industri pengolahan yang cenderung stagnan mendorong perlambatan pertumbuhan khususnya di subsektor Pengangkutan. Kondisi ini terjadi paling tidak hingga triwulan II-2006 yang diperkirakan tumbuh sekitar 9,8-10,8% (yoy), melambat dibandingkan pertumbuhan triwulan II-2005 sebesar 14,1% (yoy). Aktivitas angkutan barang diperkirakan akan kembali marak pada paro kedua tahun 2006 seiring dengan meningkatnya kegiatan ekonomi dan didukung oleh reformasi yang dicanangkan pemerintah seperti pengurangan jembatan timbang dan pembatalan Perda sektor perhubungan yang mengatur kelebihan beban angkutan kendaraan di jembatan timbang. Berbeda dengan subsektor Pengangkutan, subsektor Komunikasi diperkirakan masih menunjukkan kinerja yang cukup mengesankan, sehingga dapat menahan perlambatan pertumbuhan yang lebih dalam di sektor Pengangkutan dan Komunikasi. Masih terbukanya peluang pasar di bidang telekomunikasi, khususnya telepon, mendorong pertumbuhan yang tinggi di subsektor Komunikasi. Asosiasi Telepon Seluler Indonesia memperkirakan untuk tahun 2006 jumlah pelanggan selular diperkirakan meningkat cukup tinggi dibandingkan tahun 2005. Perkiraan ini juga ditunjang oleh pengembangan jaringan dan teknologi sebagai hasil investasi yang cukup besar pada beberapa tahun terakhir. Sektor pertambangan dan penggalian diperkirakan akan tumbuh lebih tinggi yaitu pada kisaran 1,2-2,2%, sedikit lebih baik dibandingkan tahun 2005, sebesar 1,6%. Peningkatan produksi terutama didukung oleh subsektor Pertambangan Tanpa Migas, khususnya batubara dan nikel. Permintaan dunia akan batubara meningkat cukup tinggi seiring dengan upaya konversi energi pada pembangkit listrik dari BBM menjadi batubara. Kenaikan permintaan juga terjadi pada perekonomian domestik seiring dengan upaya konversi energi pada industri kecil-menengah dari BBM ke briket batu bara dan rencana PLN dan Kementrian Riset dan Teknologi untuk membangun PLTU berbahan baku batu bara di Tanjung Enim. Selain batubara, produksi nikel diperkirakan akan meningkat seiring dengan pembangunan pabrik di Sulawesi Tenggara yang mampu meningkatkan produksi nikel secara signifikan. Sementara itu, pertambangan migas diperkirakan belum mengalami perbaikan yang menggembirakan. Kondisi ini tidak terlepas dari kondisi sumur minyak yang sudah tua sementara eksplorasi sumur baru masih belum memberikan hasil yang signifikan. Sektor listrik, gas & air bersih diperkirakan juga akan meningkat hingga mencapai kisaran 6,7-7,7%, lebih tinggi dibandingkan 6,5% pada tahun 2005. Sejumlah proyek infrastruktur di sektor ini yang telah dibangun dalam kurun waktu dua tahun terakhir diperkirakan akan menambah pasokan daya sekitar 2.650 MW. Tambahan pasokan tersebut diantaranya berasal dari beberapa pembangkit tenaga listrik, khususnya yang berbahan bakar nonmigas. Penambahan pasokan ini
35
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan I-2006
merupakan upaya untuk mengatasi krisis listrik saat ini akibat kapasitas produksi yang ada tidak mampu mengimbangi peningkatan permintaan rumah tangga dan kebutuhan sektor industri pengolahan. Sektor bangunan diperkirakan akan mengalami peningkatan pertumbuhan yang cukup signifikan seiring dengan program pengembangan infrastruktur. Sektor Bangunan diperkirakan tumbuh pada kisaran 7,7-8,7% lebih tinggi dibandingkan 7,3% pada tahun 2005. Suku bunga kredit yang meningkat sejatinya menyebabkan perlambatan pertumbuhan di sektor ini. Namun demikian, alokasi belanja modal Pemerintah dalam APBN 2006 yang meningkat secara signifikan dibandingkan dengan tahun 2005 diperkirakan mampu meningkatkan kinerja sektor ini. Belanja Pemerintah tersebut diperkirakan akan berwujud pembangunan sarana dan prasarana publik, seperti jalan raya, irigasi, rumah sakit, sekolah, pelabuhan, dan lainnya. Sektor keuangan diperkirakan akan mengalami pertumbuhan dengan laju yang melambat. Perlambatan pertumbuhan di subsektor bank sejalan dengan menipisnya net interest margin akibat kecenderungan suku bunga deposito yang meningkat lebih besar daripada suku bunga kredit dan menurunnya permintaan kredit sejalan dengan melambatnya kegiatan ekonomi. Percepatan konsolidasi perbankan, penerapan beberapa Peraturan Bank Indonesia (PBI) yang terkait dengan kehatihatian, serta potensi meningkatnya kredit bermasalah (NPL) akibat turunnya kemampuan debitur untuk membayar kembali pinjamannya diperkirakan akan mendorong perbankan lebih selektif dalam ekspansi usahanya.
Kenaikan suku
bunga diperkirakan juga akan berdampak terhadap nilai tambah di subsektor lembaga keuangan bukan bank, utamanya perusahaan pembiayaan konsumen dan leasing.
PRAKIRAAN INFLASI Inflasi IHK di 2006 diperkirakan lebih rendah dibandingkan proyeksi semula. Keputusan pemerintah untuk menunda kenaikan TDL yang sebelumnya direncanakan pada triwulan II-2006 yang disertai oleh kecenderungan penguatan nilai tukar rupiah sejak awal tahun, diperkirakan dapat mengurangi tekanan terhadap inflasi IHK di 2006. Namun demikian, tekanan harga akibat kenaikan harga BBM pada bulan Oktober 2005 menyebabkan laju inflasi IHK bertahan pada level yang tinggi sampai triwulan III-2006. Sementara itu, penerapan kebijakan moneter yang cenderung ketat diiringi oleh membaiknya risiko ekonomi, berdampak positif pada penguatan nilai tukar rupiah. Menguatnya nilai tukar rupiah tersebut diperkirakan dapat mengurangi tekanan terhadap inflasi inti. Secara keseluruhan tahun, inflasi IHK diperkirakan akan berada pada kisaran 7-9% (y-o-y), sementara inflasi inti diperkirakan berada pada kisaran 6-8% (y-o-y). Dengan perkembangan tersebut, perkiraan inflasi 2006 masih dalam kisaran sasaran inflasi yang ditetapkan oleh Pemerintah yaitu 8% dengan deviasi +/- 1%.
36
Outlook Perekonomian 2006
Kondisi ekspektasi inflasi masyarakat diperkirakan lebih rendah
Indeks 103
dibandingkan perkiraan sebelumnya. Hal ini dipicu terutama oleh
Inflasi Leading Indikator Inflasi
102
penundaan penyesuaian Tarif Dasar Listrik (TDL) yang sebelumnya dijadwalkan di triwulan II-2006. Meskipun menurun, ekspektasi
101
inflasi diperkirakan masih berada pada level yang cukup tinggi.
100
Kondisi tersebut diindikasikan oleh indeks ekspektasi harga dalam 99
enam bulan ke depan dari hasil Survei Penjualan Eceran dan
98
Survei Konsumen, yang menunjukkan ekspektasi inflasi masih tetap berada pada level yang tinggi meskipun cenderung
97 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007
menurun. Dengan pola pembentukan ekspektasi inflasi
Grafik 4.7
masyarakat yang cenderung adaptif, laju inflasi IHK (yoy) yang
Leading Indikator Inflasi
diperkirakan tetap tinggi hingga triwulan III-2006 dan kemudian mulai menurun di triwulan IV-2006. Tekanan inflasi yang bersumber dari interaksi permintaan dan penawaran diperkirakan dalam tingkat minimal. Level kesenjangan output selama periode 20062008 diperkirakan masih negatif dengan akselerasi yang cenderung melambat. Penerapan berbagai kebijakan di 2005 seperti kenaikan harga BBM maupun suku bunga diperkirakan akan mempengaruhi kondisi permintaan
Indeks
masyarakat. Hal ini dikonfirmasi dengan menurunnya daya beli
Persen (y-o-y)
210
19 17
190
15 13
170
11 150 130
semester II-2006 kondisi permintaan diperkirakan akan membaik yang antara lain didukung oleh optimisme keberhasilan program
9
pemerintah dalam memperbaiki iklim investasi. Kegiatan produksi
7
barang diperkirakan dapat mengimbangi peningkatan
5
permintaan. Sektor ekonomi penghasil barang dan jasa, seperti
3
110
90
masyarakat dan perkiraan melemahnya investasi. Namun sejak
Ekspektasi harga 6 bl ke depan IHK (yoy) 3 4 5 6 7 8 9 10 1112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1112 1 2 3
2003
2004
2005
1
sektor pertanian, sektor pengangkutan dan komunikasi,
-1
diperkirakan mencatat peningkatan pertumbuhan. Selain itu
2006
kelangsungan pasokan barang juga didukung oleh maraknya
Grafik 4.8
kegiatan investasi sejak pertengahan 2006 yang diperkirakan
Ekspektasi Inflasi Konsumen dan Inflasi IHK
akan mendukung penambahan kapasitas produksi perekonomian. Meskipun demikian, perlu dicermati adanya risiko
Indeks
gangguan pasokan khususnya untuk komoditi pangan sejalan
Persen (y-o-y)
200
4 12 per. Mov. Avg. (Ekspektasi inflasi 1 bln yad)
dengan perkiraan menurunnya produksi beras di 2006, serta
12 per. Mov. Avg. (Ekspektasi Inflasi 3 bln yad)
180
3
12 per. Mov. Avg. (Ekspektasi Inflasi 6 bln yad) 12 per. Mov. Avg. (Inflasi Administered Prices (RHS))
160 2 140
kemungkinan masih akan diterapkannya kebijakan pembatasan impor oleh pemerintah. Dari sisi eksternal, tekanan terhadap inflasi IHK diperkirakan akan
1
berkurang. Secara fundamental, nilai tukar rupiah diperkirakan
120 0
100
80
101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1011121 2 3 4 5 6 7 8 9 1011121 2 3 4 5 6 7 8 9 1011121 2 3 4 5 6 7 8 9 1011121 2 3 4 5 6 7 8 9 1011121 2 3 4 5 6 7 8 9 1011121 2
2000
2001
2002
2003
2004
Grafik 4.9 Ekspektasi Inflasi Pedagang dan Inflasi Administered Price
2005
-1
2006
dalam kecenderungan menguat, yang didukukng oleh membaiknya surplus neraca pembayaran Indonesia (NPI). Penguatan ini membawa dampak pada berkurangnya tekanan inflasi. Dampak sisi eksternal terhadap inflasi timbul baik secara langsung melalui kenaikan harga barang konsumsi yang diimpor, maupun secara tidak langsung melalui kenaikan biaya produksi
37
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan I-2006
yang antara lain dipengaruhi oleh perubahan nilai tukar. Untuk
YoY%
2,5
tahun 2006, penerapan kebijakan moneter yang ketat yang diiringi oleh membaiknya risiko ekonomi memberikan kontribusi
2,0
positif pada prospek nilai tukar rupiah di 2006. Namun demikian,
1,5
lebih tingginya perkiraan inflasi negara mitra dagang di 2006 seiring dengan perkiraan kenaikan harga komoditi internasional
1,0
dan membaiknya prospek ekonomi dunia diperkirakan dapat
0,5
mengurangi dampak penguatan nilai tukar rupiah di 2006. 0,0
I
II
III IV I
2000
II
III IV I
2001
II
III IV I
2002
II
III IV
I
2003
II
III IV I
2004
II
III IV
2005
I
II
III IV
2006
Dari sisi harga administered, penundaan penyesuaian TDL
Grafik 4.10
diperkirakan dapat mengurangi tekanan inflasi IHK di 2006. Pada
Inflasi Negara Mitra Dagang
awalnya proyeksi inflasi didasarkan pada beberapa asumsi nonfundamental, yaitu; kenaikan Tarif Dasar Listrik (TDL) sebesar 30% yang terjadi di awal tahun dan kemungkinan penerapan kenaikan harga dasar gabah sebesar 30%, sebagai asumsi proyeksi inflasi 2006. Selain asumsi, disebutkan juga beberapa faktor risiko yang dapat memberikan tekanan terhadap inflasi ke depan, diantaranya adalah; rencana kenaikan tarif telepon lokal dan rencana kenaikan tarif PAM. Dalam perkembangannya, beberapa rencana penyesuaian harga oleh pemerintah ditunda pelaksanaannya. Rencana penyesuaian TDL yang semula dijadwalkan di triwulan II-2006, ditunda pelaksanaanya hingga jangka waktu yang belum ditentukan, selain itu kenaikan tarif telepon lokal juga ditunda pelaksanaanya. Penundaan penyesuaian tarif tersebut tentunya dapat mengurangi tekanan inflasi IHK di 2006 dari sisi harga administered. Namun demikian, penundaan kenaikan TDL tersebut tetap perlu diwaspadai. Penundaan penyesuaian TDL ditengah keterbatasan kondisi keuangan Pemerintah dan harga minyak dunia yang masih tinggi diperkirakan memberikan tekanan yang berat pada keuangan Pemerintah. Dengan demikian, penyesuaian TDL masih berpotensi untuk disesuaikan paling tidak dalam kurun waktu dua tahun kedepan. Dari sisi inflasi kelompok makanan, perubahan pola inflasi kelompok tersebut yang dipicu baik oleh gangguan produksi dan pembatasan impor khususnya beras dan gula, diperkirakan akan terus terjadi di 2006-2008. Keterbatasan pupuk diperkirakan terus menimbulkan gangguan terhadap produksi pangan nasional selama periode proyeksi. Selain itu, pada saat bersamaan, Pemerintah diperkirakan akan melanjutkan kebijakan pembatasan impor beras untuk mempertahankan cadangan yang aman untuk kebutuhan nasional.
FAKTOR RISIKO Ke depan, gambaran akan prospek ekonomi dan laju inflasi dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor risiko. Faktor-faktor tersebut secara umum berdampak kurang menguntungkan (downside risks) terhadap prospek perekonomian Indonesia ke depan.
38
Outlook Perekonomian 2006
Ketidakpastian Harga Minyak Dunia Perkembangan harga minyak dunia pada tahun 2006 diperkirakan masih diliputi ketidakpastian dan bahkan berpotensi untuk mengalami peningkatan lagi. Meskipun diperkirakan bergerak turun namun potensi peningkatan harga minyak tetap terbuka antara lain terkait dengan masih kuatnya prospek pertumbuhan ekonomi dunia dan terbatasnya pasokan dari negara produsen minyak. Persepsi pasar akan meningkatnya harga minyak dunia juga tercermin pada harga forward contract untuk jangka waktu 3 dan 12 bulan ke depan yang lebih tinggi dari harga spot. Bagi perekonomian Indonsia yang memiliki kemampuan fiskal yang sangat terbatas, melonjaknya kembali harga minyak akan kembali meningkatkan beban APBN. Sementara opsi kenaikan kembali harga BBM domestik belum dimungkinkan, maka meningkatnya beban subsidi dapat berakibat pada penciutan komponen belanja lainnya. Apabila hal ini terjadi, maka akselerasi pertumbuhan ekonomi Indonesia ke depan diperkirakan akan tertahan. Di sisi lain, meningkatnya harga minyak ini akan berdampak pada kenaikan harga berbagai komoditi internasional karena meningkatnya ongkos produksi dan transportasi. Akibatnya, kemampuan domestik untuk melakukan impor bahan baku dan barang modal diperkirakan akan menurun, sehingga akan mempengaruhi kegiatan investasi dan kinerja beberapa sektor. Selain itu, meningkatnya harga minyak juga akan kembali memberikan tekanan kepada kondisi neraca pembayaran, dan pada akhirnya ke nilai tukar rupiah.
Kelancaran Stimulus Fiskal dan Pelaksanaan Kebijakan Pemerintah dalam Perbaikan Iklim Investasi Perkiraan pertumbuhan ekonomi ke depan sangat ditentukan seberapa besar pengeluaran stimulus fiskal. Oleh karena itu, lambannya pencairan anggaran akan mempengaruhi kinerja ekonomi secara keseluruhan. Komitmen Pemerintah untuk terus mengupayakan perbaikan iklim investasi merupakan faktor penting bagi kesinambungan pertumbuhan ekonomi ke depan. Keberhasilan pemerintah mengimplementasikan berbagai paket kebijakan yang telah dikeluarkan akan sangat menentukan arah kegiatan investasi, karena dalam paket tersebut sektor-sektor pendukung kegiatan investasi seperti fiskal, perdagangan dan perhubungan mendapat prioritas. Langkah-langkah konkrit untuk terus mendorong iklim investasi semakin diperlukan guna menjaga persepsi positif pelaku usaha. Sebaliknya, apabila langkah-langkah tersebut dan hambatan-hambatan yang muncul kurang tertangani secara serius, akan memberikan risiko ke bawah (downside riks) yang berakibat pada penurunan kinerja perekonomian secara keseluruhan.
Risiko Pembalikan Optimisme Pergerakan Nilai Tukar Mempertimbangkan struktur neraca modal dan finansial yang masih sangat tergantung pada pembiayaan dari aliran modal jangka pendek, kinerja NPI untuk keseluruhan tahun 2006 tidak terlepas dari berbagai risiko. Berbagai faktor risiko
39
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan I-2006
tersebut dapat membalik optimisme prospek nilai tukar dan mendorong nilai tukar rupiah untuk kembali melemah. Beberapa risiko tersebut termasuk; (i) lebih tingginya kenaikkan suku bunga Fed Funds dari perkiraan, yang semula akan mengalami puncaknya pada pertengahan tahun 2006 atau lebih tinggi dari 5%, (ii) melambungnya kembali harga minyak ke US$70 per barel, dan (iii) risiko domestik khususnya hilangnya kepercayaan pasar terhadap konsistensi kebijakan makroekonomi, serta lambannya realisasi untuk memulihkan iklim investasi yang kondusif.
Risiko Tekanan Terhadap Inflasi Secara khusus, beberapa faktor risiko yang diduga dapat menambah tekanan inflasi ke depan khususnya pada tahun 2006 berasal dari : •
Tekanan inflasi dari administered prices seperti: kemungkinan kenaikan tarif telepon dan HJE rokok2 pada tahun 2006.
•
Berlanjutnya kenaikan bahan makanan khususnya beras sebagai akibat pembatasan impor beras maupun produksi yang tidak sebagus perkiraan Deptan.
•
Lambatnya perbaikan infrastruktur khususnya prasarana transportasi di berbagai daerah yang dapat mengganggu distribusi sehingga pada akhirnya meningkatkan tekanan inflasi.
•
Tidak tertanganinya distribusi minyak tanah dengan baik sehingga terjadi kenaikan harga akibat kelangkaan pasokan, seperti yang sempat terjadi di beberapa daerah pada triwulan ini.
•
Lebih tingginya imported inflation yang berasal dari kenaikan harga komoditas internasional maupun inflasi negara-negara mitra dagang sehubungan dengan ekspansi negara-negara mitra dagang utama Indonesia yakni Jepang dan Amerika.
2
40
Untuk kedua kalinya.