4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Situasi Pemanfaatan Sumber Daya Udang Jerbung. 4.1.1 Lingkungan sumber daya udang jerbung. Perairan Cilacap dan sekitarnya adalah merupakan bagian perairan di Selatan Jawa yang merupakan perairan dalam dan curam, tetapi di perairan Cilacap dan sekitarnya ada beberapa sungai yang bermuara diperairan tersebut sebagaimana pada Gambar 2, sehingga di beberapa bagian / tempat di perairan tersebut adalah merupakan perairan dangkal. Sungai - sungai yang bermuara di perairan tersebut antara lain adalah : (1) Di perairan sebelah timur Cilacap menurut Rahayu (2000) bermuara Sungai Serayu, Sungai Cikroyasan, Sungai Bogowonto, Sungai Progo, Sungai Opak dan lain-lain yang merupakan sungai – sumgai kecil. (2) Di perairan sebelah barat Cilacap menurut Unit Pelaksana Teknis Dinas Perikanan Dan Kelautan Kabupaten Ciamis (2000) bermuara Sungai Ciputrapinggan, Sungai Cikidang, Sungai Cijalu, Sungai Cijulang dan lain-lain yang merupakan sungai – sungai kecil. (3) Di perairan Segara Anakan menurut ASEAN / US Coastal Resources Management Project (1992) bermuara Sungai Citandui, Sungai Kayu Mati, Sungai Cibeureum, Sungai Cikande, Sungai Ujung Alang, Sungai Sapuregei, Sungai Donan dan lain-lain sungai – sungai kecil. Perairan Cilacap dan sekitarnya juga terdapat perairan lagon yaitu Perairan Segara Anakan yang terletak diantara Cilacap dan P. Nusakambangan dan perairan tersebut mempunyai hutan mangrove yang cukup luas sebagai tempat asuhan dalam daur hidup
ikan dan udang.
Hal ini mengakibatkan Perairan Cilacap dan sekitarnya adalah
merupakan perairan yang subur dengan kandungan sumber daya alam, terutama sumber daya perikanan termasuk sumber daya ikan dan udang. Perairan Cilacap dan sekitarnya adalah merupakan bagian dari Perairan Samudera Hindia, maka musim yang terjadi di Perairan Cilacap dan sekitarnya juga merupakan musim yang terjadi di Samudera Hindia. Menurut Nontji (2002) di perairan tersebut terdapat 2 (dua) musim yaitu musim barat dan musim timur. Musim barat yang berlangsung sekitar sekitar bulan Desember sampai Februari yang banyak membawa hujan. Musim timur yang berlangsung sekitar bulan Juni sampai Agustus dengan sedikit curah hujan. Musim barat dan musim timur serta kaitannya dengan curah hujan sebagaimana diuraikan diatas terlihat pada data curah hujan dari Stasiun Metrologi Cilacap (2003) pada Lampiran 1, menyatakan bahwa rata - rata curah hujan di daerah Cilacap dan sekitarnya pada periode tahun 1998 - 2002 berkisar antara 250,49 sampai 389,09 mm / bulan. Curah hujan yang kecil terjadi pada bulan Juli, Agustus dan September yaitu berkisar antara 1,4 sampai 119,9 mm / bulan. Demikian pula situasi angin berdasarkan data angin Stasiun Metrologi Cilacap (2003) pada Lampiran 1, menyatakan bahwa arah angin di daerah Cilacap dan sekitarnya pada bulan Desember sampai Februari dan bahkan Maret periode tahun 1998 - 2002 umumnya dengan arah angin antara tenggara - selatan dan pada bulan - bulan lainnya arah angin bertiup antara arah utara - barat laut. Kecepatan angin tersebut rata - rata berkisar antara 3,50 sampai 4,25 knot dengan kecepatan tertinggi mencapai 6 - 7 knot pada bulan Agustus - September dan kecepatan terendah antara 2 - 3 knot terjadi antara bulan Nopember - Maret. Untuk pola arus dan sirkulasi arus yang ada di perairan Cilacap dan sekitarnya adalah juga pola angin dan sirkulasi arus yang terjadi di perairan Samudera Hindia. Arus yang bertiup di perairan Samudera Hindia bagian perairan Selatan Jawa, termasuk perairan Cilacap dan sekitarnya menurut Nontji (2002) terdapat arus yang bertiup ke arah barat sepanjang tahun yaitu Arus Khatulistiwa Selatan (South Equatorial Current)
sebagaimana Gambar 5, tetapi pada musim barat (sekitar bulan Desember sampai Februari) terdapat jalur sempit yang menyusur pantai selatan Jawa dengan arus menuju timur yang berlawanan dengan arah Arus Khatulistiwa Selatan dan arus tersebut dikenal dengan Arus Pantai Jawa (Java Coastal Current) sebagaimana Gambar 6 . Perairan Cilacap dan sekitarnya adalah perairan yang dalam dan curam dengan dasar perairan pada umumnya adalah pasir, tetapi dengan adanya beberapa sungai yang bermuara diperairan tersebut, maka di beberapa daerah perairan tersebut mempunyai dasar perairan lumpur, terutama perairan pantai yang masih terpengaruh arus dari perairan Segara Anakan. Sungai – sungai yang bermuara di perairan Segara Anakan pada umumnya membawa lumpur, sehingga jumlah lumpur yang diendapkan di perairan Segara Anakan sangat tinggi. dan menurut Purba (1991) adalah sebesar 1,4 – 2,1 juta ton / tahun dan ini akan mengakibatkan terjadinya tanah timbul yang ditumbuhi hutan bakau 2 baru yang diperkirakan seluas 2 km / tahun. . Lumpur yang ada di Segara Anakan tersebut dibawa arus keluar dari perairan Segara Anakan dan mengendap di perairan pantai di luar Segara Anakan (Gambar 5 dan Gambar 6) yaitu di perairan pantai dari P. Nusakambangan kearah timur sampai Selatan Yogyakarta dan perairan pantai dari P. Nusakambangan kearah barat sampai Penanjung yaitu di perairan Teluk Maurits. Lumpur tersebut dibawa ke laut menurut Purba (1991) sejauh 7 km oleh arus pasang surut tertinggi dan 2,8 km olah arus pasang surut terendah.
Sundoro
L in ta n g S e la ta n
3151 m
30'
C ita n
u
66
37
Gepak
68
859 m o
29
o n to
30
Karangbolong
asan
14
K.Pr og
36
36
14
K.B ogow
30 18 46 50 51 55 55 55 5144 5445 46
11
lo
K.Ij o
K.D onan Tlk. PENYU
CILACAP
K.L uku
ng
CILACAP
Tlk. M AURITS
K.C o k ro y
34
14
NUSA KAMBANGAN
34
T g. K a ra n g
43
Penanjung
T g. M adasa ri
Tlk. PERIGI
b a tu
C iju l a
18 11 9
Kelapa genep
Kem bang 729 m
SEGARA ANAKAN
Parigi
809 m
K.Se ra y
600 m
dui
500 m
C ib e ur
Tunggulbatu
eum
Jampang Dudan
41
88
43
46
80
-8°
39
90
46 37
48
30'
K.O pak
37
109° Bujur Timur
30'
110°
Gambar 5. Arus pada Musim Barat Keterangan : isodepth 5 m isodepth 10 m isodepth 20 m isodepth 50 m isodepth 200 m
........
__. __ . __
_.._.._ _ ... _ ..._
jenis dasar lumpur arah arus permukaan Skala 1 : 100.000 (7°44'15"S) 0
1
2
3
4
5
Sundoro
L in ta n g S e la ta n
3151 m
30' 600 m
14
43
36
29
37
66
G epak asan
30
K.C o k ro y
34
36
859 m o
Karangbolong
ri Kelapa genep
30 18 46 50 51 55 55 55 5144 5445 46
Tg. M a d a sa
b a tu Tg. K a ra n g
34
K .Pr og
14
o n to
11 Tlk. PENYU
C ILACAP
NUSA KAMB ANGAN
K.B ogow
CILACAP
Tlk. MAURITS
lo
Penanjung
14
K.L uku
18 11 9 Tlk. PERIGI
K.Ij o
K.D onan
SE GARA ANAKAN
ng
K embang 729 m
Parigi
C iju l a
809 m
K .Se ray u
500 m
C ita n dui
D udan
C ib e u reu m
Jampang T unggulbatu
41
68
43
46
80
-8°
K.O pak
37 88
39 90
46
30'
48
109°
30'
Bujur Timur Gambar 6. Arus pada Musim Timur
Keterangan :
isodepth 5 m isodepth 10 m isodepth 20 m isodepth 50 m isodepth 200 m
........
__. __ . __
_.._.._ _ ... _ ..._
jenis dasar lumpur arah arus permukaan Skala 1 : 100.000 (7°44'15"S) 0
1
2
3
4
5
37
110°
Untuk endapat lumpur di perairan pantai dari Nusakambangan kearah timur menurut Rahayu (2000) dibawa oleh arus Pantai Jawa (Java Coastal Current) pada musim barat (sekitar bulan desember sampai februari) sampai S. Bogowonto di Selatan Yogyakarta, sehingga dasar perairan pantai dari P. Nusakambangan dan Teluk Penyu Cilacap sampai S. Bogowonto adalah Lumpur. Endapan lumpur tersebut yang mengendap di perairan pantai dari P. Nusakambangan ke arah barat menurut Purba (1991) disekitar perairan Teluk Maurits 4.1.2
Daerah penyebaran dan daerah penangkapan sumber daya udang jerbung. Sebagaimana diuraikan sebelumnya bahwa daur hidup (life cycles) udang jerbung
(Penaeus merguiensis de Man) terbagi dalam dua fase yaitu fase laut dan fase muara sungai serta udang jerbung hidup di perairan dengan dasar perairan lumpur atau lumpur campur pasir. Pendapat ini sesuai dengan pendapat Panikkar and Menon (1967) yang diacu dalam Soedharma (1972) mengemukakan bahwa kesukaan hidup udang penaeid, termasuk udang jerbung adalah perairan dengan dasar perairan lumpur atau lumpur campur pasir. Hal ini juga erat sekali hubungannya dengan makan dan cara makan (food and feeding habit) dari udang itu sendiri. Makanan udang adalah detritus dan binatang – binatang yang ada di dasar perairan, selain itu juga erat kaitannya dengan tabiat udang yang sering menguburkan diri didalam dasar perairan. Sehubungan perairan Cilacap dan sekitarnya adalah perairan dengan dasar perairan Lumpur, serta mempunyai perairan lagon Segara Anakan yang berair payau dengan tanaman bakau yang cukup luas, maka perairan Cilacap dan sekitarnya sangat sesuai untuk kehidupan udang jerbung, baik untuk fase di laut maupun untuk fase di muara sungai. Menurut beberapa hasil penelitian udang jerbung di perairan Cilacap dan sekitarnya menyatakan bahwa udang jerbung memijah di laut sebagai fase di laut dan
nursery ground atau daerah asuhan udang jerbung di perairan Segara Anakan sebagai fase di muara sungai. Udang jerbung di perairan Cilacap dan sekitarnya menurut Zalinge and Naamin (1975) memijah di laut yang dilakukan sepanjang tahun dengan dua puncaknya pada bulan November – Februari dan April – Mei. Hal inipun sesuai dengan hasil penelitian udang jerbung di perairan Cilacap dan sekitarnya oleh Adisusilo (1984) yang mengemukakan bahwa udang jerbung di perairan Cilacap dan sekitarnya memijah sepanjang tahun dengan puncaknya pada bulan Agustus, Nopember dan April serta tingkatan yang rendah pada bulan Oktober dan Februari. Daerah asuhan udang jerbung di perairan Cilacap dan sekitarnya menurut Zalinge and Naamin (1975) dan Naamin (1987 dan 1988) adalah di perairan Segara Anakan yaitu dari stadium post larva sampai stadium yuwana. Hal inipun didukung hasil penelitian Dudley et al. (2000) dan Dudley (2001) yang menyatakan bahwa perairan segara anakan sebagai daerah asuhan udang jerbung. Disamping itu pula menurut Hariati et al. (1990) yang menyatakan bahwa udang jerbung yang tertangkap di perairan Segara Anakan pada umumnya adalah udang muda (udang yuwana) yang berumur tiga sampai empat bulan., sehingga daerah perairan Segara Anakan tersebut adalah merupakan daerah asuhan atau nursery ground udang jerbung. Berdasarkan situasi daur hidup udang jerbung di perairan Cilacap dan sekitarnya sebagaimana diuraikan diatas dapat dikatakan bahwa udang jerbung di perairan Cilacap dan sekitarnya memijah di laut yaitu di Perairan Samudera Hindia dan larvanya beruaya terbawa arus ke perairan Segara Anakan yang merupakan daerah asuhan atau nursery
ground. Sesudah larva udang tersebut berkembang menjadi udang muda atau yuwana akan beruaya kembali ke tengah laut untuk memijah. Sehubungan dengan daur hidup dan penyebaran udang jerbung di perairan Cilacap dan sekitarnya sebagaimana diuraikan diatas, maka daerah penangkapan udang jerbung di perairan Cilacap dan sekitarnya dapat dibedakan menjadi 3 (tiga) daerah penangkapan udang jerbung yaitu : (1) Perairan pantai dari P. Nusakambangan atau Teluk Penyu Cilacap ke arah timur sampai selatan Yogyakarta. (2) Perairan pantai dari P. Nusakambangan kearah barat di perairan Teluk Maurits. (3) Perairan Segara Anakan. 4.1.3 Pemanfaatan sumber daya udang jerbung. Daerah penyebaran dan daerah penangkapan udang jerbung di perairan Cilacap dan sekitarnya sebagaimana telah diuraikan diatas Gambar-1 adalah di perairan selatan Jawa mulai dari sebelah barat di perairan pantai Teluk Maurits ke arah timur di perairan pantai Cilacap dan perairan Segara Anakan sampai di perairan pantai selatan Yogyakarta. Sehubungan dengan daerah penyebaran dan daerah penangkapan udang jerbung tersebut melewati batas – batas administrasi daratan dari beberapa daerah kabupaten / kota dan bahkan wilayah propinsi, maka nelayan – nelayan yang mengadakan operasi penangkapan udang jerbung di perairan tersebut juga berasal dari beberapa daerah kabupaten / kota yaitu nelayan – nelayan yang berasal dari daerah Kebumen, Cilacap dan Ciamis. Kegiatan penangkapan udang jerbung oleh para nelayan dari Kebumen, Cilacap dan Ciamis pada umumnya menggunakan alat tangkap trammel net, dimana hasil tangkapan
trammel net tersebut juga tertangkap jenis udang lainnya dan ikan. Udang jenis lainnya yang banyak tertangkap adalah udang dogol (Metapenaeus ensis de Man).
(1) Kebumen. Nelayan Kebupaten Kebumen yang mengadakan operasi penangkapan ikan dan udang di perairan Cilacap dan sekitarnya ini adalah nelayan dari daerah Argopeni, Karang Duwur dan Pasir. Kegiatan penangkapan ikan dan udang yang dilakukan para nelayan dari daerah Kabupaten Kebumen ini pada umumnya masih dapat dikatagorikan nelayan tradisional karena mesih menggunakan alat tangkap yang sederhana dengan perahu yang dilengkapi dengan motor tempel sebagaimana pada Gambar 7.
Gambar 7. Armada penangkapan ikan dan udang (perrahu jukung) yang digunakan para nelayan Kebumen yang beroperasi di perairan Cilacap dan sekitarnya. Perkembangan jumlah perahu motor tempel dan jumlah alat tangkap yang digunakan para nelayan tersebut pada periode tahun 1979 – 2002 rata – rata mengalami kenaikan 12,34 % per tahun untuk perahu motor tempel dan 4,89 % per tahun untuk jumlah alat tangkap. Jenis alat tangkap yang banyak digunakan para nelayan adalah alat
tangkap gillnet, trammel net, lampara dasar dan pancing yang perkembangannya dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Perkembangan armada penangkapan dan jenis alat tangkap di Kabupaten Kebumen pada tahun 1997 – 2002. Satuan : buah Tahun
Perahu Motor Tempel
Jenis Alat Tangkap Trammel Lampara Pancing Net Dasar
Gillnet
1997 1998 1999 2000 2001 2002
483 638 657 743 787 847
626 626 805 799 626 844
355 355 443 319 355 520
249 --206 249 261
Rata-rata kenaikan (%)
12,34
8,20
10,91
2.57
Lain lain
Jumlah
208 369 261 361 208 292
226 226 290 42 47 67
1.664 1.576 1.799 1.727 1.485 1.984
16,89
- 0.55
4,89
Sumber : Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Kebumen 2003. Perkembangan jumlah armada penangkapan di laut dan jumlah alat tangkap di Kebumen pada periode waktu Tahun 1997 – 2002 tersebut juga diikuti dengan perkembangan produksi hasil tangkapan di laut sebagaimana pada Tabel 3 tersebut, dimana produksi hasil tangkapan di laut tersebut meningkat rata – rata 72,28 % per tahun. Produksi hasil tangkapan di laut pada tahun 1997 sebesar 4.137,66 ton dan meningkat menjadi 5.232,16 ton pada tahun 2002. Jenis ikan yang banyak tertangkap dan didaratkan di TPI – TPI daerah Kebumen ini pada umumnya adalah ikan tongkol, tenggiri, layur, bawal putih, cucut, pari dan kadang-kadang juga ubur-ubur. Jenis udang yang banyak tertangkap adalah jenis udang krosok, udang barat, udang jerbung dan udang rebon.
Perkembangan jumlah ikan hasil tangkapan di laut yang didaratkan di wilayah Kebumen ini sebagaimana pada Tabel 4 rata – rata meningkat 78,05 % per tahun, dimana pada tahun 1997 sebesar 3.866.795,10 kg dan meningkat menjadi 5.056.672,35 kg pada tahun 2002. Produksi udang hasil tangkapan di laut yang didaratkan di wilayah Kebumen pada tahun 1997 sebesar 270.866,20 kg dan pada tahun 2002 turun menjadi 175.488,10 kg tetapi secara menyeluruh produksi tersebut selama periode waktu tersebut mengalami rata – rata peningkatan sebesar 24,08 % per tahun. Tabel 4. Perkembangan produksi hasil tangkapan di laut daerah Kebumen pada Tahun 1997 – 2002. Satuan : kg Tahun
Ikan ( kg )
Udang ( kg )
Total ( kg )
1997 1998 1999 2000 2001 2002
3.866.795,10 719.460,03 2.841.682,65 1.245.473,50 1.711.976,60 5.056.672,35
270.866,20 118.441,75 384.778,70 200.111,25 132.195,10 175.488,10
4.137.661,30 837.901,78 3.226.461,35 1.445.584,75 1.844.171,70 5.232.160,45
rata-rata kenaikan (%)
78,05
24,08
72,28
Sumber : Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Kebumen 2003. Sehubungan dengan masih sederhananya jenis alat tangkap dan perahu motor tempel yang digunakan oleh para nelayan dari Kebumen tersebut diatas, maka daerah operasi penangkapannyapun juga masih sangat terbatas yaitu hanya disekitar perairan pantai. Operasi penangkapan ikan dan udang di laut oleh nelayan tersebut hanya dilakukan satu hari atau one day fishing yaitu berangkat ke laut pada waktu sore / malam hari dan kembali darat / pangkalan pada waktu pagi hari.
Nelayan Kebumen yang mengadakan operasi penangkapan udang jerbung di perairan Cilacap dan sekitarnya adalah juga para nelayan dari daerah Argopeni, Karang Duwur dan Pasir. Kapal ikan yang digunakan pada umumnya adalah perahu jukung yang dilengkapi dengan motor tempel sebagaimana pada Gambar 8. Alat tangkap yang digunakan untuk menangkap udang di laut adalah alat tangkap trammel net dengan bahan jaring dari bahan monofilamen. Pada umumnya pengoperasian alat tangkap trammel net yang dilakukan oleh para nelayan dari Kebumen tersebut adalah secara pasif yaitu dengan cara meletakkan alat tangkap trammel net di dasar perairan selama 4 – 5 jam kemudian alat tangkap ditarik. Jumlah unit alat tangkap trammel net yang digunakan para nelayan relatif masih sangat sedikit untuk masing – masing perahu yaitu berkisar kurang lebih 10 – 14 piece. Perkembangan jumlah alat tangkap trammel net dan kapal ikan yang digunakan para nelayan dari Kebumen tersebut pada periode waktu tahun 1997 – 2002 rata-rata naik 10,38 % per tahun untuk jumlah perahu motor tempel dan 10,91 % per tahun untuk jumlah alat tangkap trammel net. Armada penangkapan di laut pada tahun 1997 sebesar 36 buah perahu dengan jumlah alat tangkap trammel net sebanyak 355 unit dan pada tahun 2003 naik menjadi 520 buah perahu dengan jumlah alat tangkap trammel net sebanyak 520 unit. Perkembangan armada penangkapan dan alat tangkap trammel net dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Perkembangan armada penangkapan dan alat tangkap trammel net serta produksi udang jerbung yang didaratkan di Kebumen pada tahun 1997 - 2002 Tahun Kapal/ Jumlah Produksi Perahu trammel net Udang jerbung ( buah ) ( unit ) ( kg ) 1997
36
355
32.960,55
1998 1999 2000 2001 2002
36 44 32 36 52
355 443 319 355 520
30.014,25 27.751,95 19.538,25 28.895,75 88.264,90
rata-rata kenaikan (%)
10,38
10,91
41,45
Sumber : Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Kebumen 2003. Produksi udang jerbung hasil tangkapan di laut dengan alat tangkap trammel net yang didaratkan di Kebumen pada periode waktu tahun 1997 – 2002 sebagaimana pada Tabel 5 mengalami kenaikkan rata – rata 41,45 % per tahun. Produksi udang jerbung yang didaratkan di daerah Kebumen pada tahun 1997 adalah sebesar 32.960,55 kg dan meningkat menjadi 88.264,90 kg pada tahun 2002. Daerah perairan penangkapan udang di laut para nelayan dari Kebumen ini juga merupakan daerah perairan penangkapan udang di laut para nelayan dari Cilacap dan demikian pula udang hasil tangkapan yang didaratkan di wilayah Kebumen ini juga ada udang hasil tangkapan para nelayan Cilacap. Penjualan udang hasil tangkapan para nelayan Cilacap di Kebumen ini tidak dikarenakan harga udang di Kebumen lebih tinggi dari Cilacap tetapi dikarenakan uang hasil penjualan udang di Kebumen ini milik ABK dan tidak disetorkan ke pemilik kapal. Sehubungan dengan situasi dan permasalahan tersebut diatas, maka produksi udang hasil tangkapan di laut yang didaratkan di wilayah Kebumen ini tidak hanya produksi udang hasil tangkapan para nelayan dari Kebumen tetapi juga produksi udang hasil tangkapan para nelayan dari Cilacap. Untuk mengetahui perkembangan udang hasil
tangkapan di laut para nelayan dari Kebumen ini diambil sampel perkembangan kegiatan penangkapan udang oleh para nelayan dari TPI Argopeni Gombong - Kebumen. Berdasarkan hasil sample kegiatan penangkapan udang di laut para nelayan di TPI Argopeni Gombong – Kebumen (Lampiran 2) terlihat bahwa perkembangan produksi udang jerbung hasil tangkapan di laut dengan alat tangkap trammel net para nelayan Gombong – Kebumen dapat dilihat pada Tabel 6. Pada tabel tersebut terlihat bahwa produksi udang jerbung pada periode tahun 1997 – 2002 mengalami peningkatan rata-rata sebesar 23,20 % per tahun, dimana produksi udang jerbung pada tahun 1997 sebesar 21.348,72 kg dan pada tahun 2002 meningkat menjadi 39.385, 32 kg.
Tabel 6. Perkembangan perahu/kapal trammel net serta produksi udang jerbung para nelayan Gombong - Kebumen pada tahun 1997 – 2002. Tahun
Kapal / Perahu ( buah )
Produksi Udang Udang jerbung Udang Dogol ( kg ) ( kg )
Total Udang (kg)
1997 1998 1999 2000 2001 2002
36 36 44 32 36 52
21.348,72 17.053,92 22.655,60 14.224,96 19.099,08 39.385,32
24.849,91 27.115,73 30.915,87 19.402,84 25.936,55 51.598,64
46.198,63 44.169,65 53.581,47 33.627,80 45.035,63 90.983,96
Rata-rata kenaikan (%)
10,38
23,20
7,20
5,90
Sumber : Data dari TPI Argopeni Gombong – Kebumen serta Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Kebumen 2003 yang sudah diolah. Untuk produksi udang dogol yang ikut tertangkap pada operasi trammel net pada periode waktu tahun 1997 – 2002 sebagaimana pada Tabel 6 juga mengalami peningkatan sebesar 7,20 % per tahun, sehingga total udang yang tertangkap pada periode waktu tersebut juga meningkat sebesar 5,90 % per tahun. Produksi total udang pada tahun 1997 sebesar 46.198,63 kg dan pada tahun 2002 meningkat menjadi 90.983,96 kg. Berdasarkan pada Tabel 5 dan Tabel 6 tersebut diatas terlihat adanya perbedaan antara produksi udang jerbung hasil tangkapan di laut yang di daratkan di Gombong – Kebumen dengan produksi udang jerbung hasil tangkapan di laut para nelayan Gambong – Kebumen. Perbedaan jumlah produksi udang jerbung hasil tangkapan di laut tersebut adalah merupakan produksi udang jerbung hasil tangkapan di laut para nelayan Cilacap yang di daratkan dan di jual di wilayah Gombong – Kebumen yang perkembangannya dapat di lihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Perkembangan produksi udang jerbung hasil tangkapan di laut yang didaratkan di Kebumen pada tahun 1997 – 2002. Tahun
Produksi Nelayan Gombong ( kg )
Produksi Nelayan Cilacap ( kg )
Total Produksi ( kg )
1997 1998 1999 2000 2001 2002
21.348,72 17.053,92 22.655,60 14.224,96 19.099,08 39.385,32
11.611,83 12.960,33 5.096,35 5.313,29 9.796,67 48.879,58 *)
32.960,55 30.014,25 27.751,95 19.538,25 28.895,75 88.264,90
Rata-rata kenaikan (%)
23,20
- 2,82
41,45
Sumber : Data Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Kebumen dan TPI Argopeni yang sudah diolah. *) penjualan udang nelayan Cilacap di Gambong Kebumen pada tahun 2002 semakin meningkat Perkembangan produksi udang jerbung hasil tangkapan laut yang didaratkan di wilayah Gombong – Kebumen pada periode waktu tahun 1977 – 2002 sebagaimana pada Tabel 7 pada umumnya mengalami rata - rata peningkatan sebesar 23,20 % per tahun untuk udang hasil tangkapan di laut para nelayan Gombong dan 41,45 % per tahun untuk produksi total udang jerbung yang didaratkan di wilayah Gombong – Kebumen. Produksi udang hasil tangkapan di laut para nelayan Cilacap yang didaratkan di Gombong – Kebumen pada periode tahun 1977 – 2002 tersebut mengalami rata-rata penurunan sebesar 2,82 % per tahun walaupun secara kuantitatif produksi udang jerbung pada tahun 2002 sebesar 48.879,58 kg mengalami peningkatan dibandingkan pada tahun – tahun sebelumnya.
Produksi udang nelayan Cilacap yang didaratkan di Gombong Kebumen pada tahun 2002 sebesar 48.879,58 ton tersebut diatas dijual lewat TPI sehingga tercatat di TPI dan juga Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Kebumen sehingga sudah dikenakan retribusi sebesar 5 % dari nilai lelang hasil tangkapan berdasarkan Keputusan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Jawa Tengah No. 26 Tahun 1999 yang dirubah dengan Keputusan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Jawa Tengah No. 26 Tahun 1999 tentang petunjuk pelaksanaan Peraturan Daerah (PERDA) Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Tengah No. 3 Tahun 1999 tentang retribusi pasar grosir atau pertokoan besar. Udang jerbung hasil tangkapan nelayan Cilacap sebesar 48.879,58 ton dengan nilai lelang yang diperkirakan sebesar Rp. 2.204.465.000 ,- dikenakan retribusi 5 % sebesar Rp. 110.223.000 ,- tetapi permasalahannya 0,50 % dari 5 % retribusi tersebut kembali kepada nelayan sebagai tabungan nelayan dan 0,15 % dari 5 % retribusi tersebut sebagai dana asuransi nelayan tidak kembali kepada nelayan. Tabungan nelayan Cilacap pada tahun 2002 sebesar 0,5 % yang diperkirakan sebesar Rp. 11.022.300 ,- dan dana asuransi nelayan Cilacap sebesar Rp. 3.306.690 ,- tidak kembali kepada nelayan Cilacap. Sistim pemasaran udang hasil tangkapan di laut tersebut didaratkan dan dilelang di TPI - TPI yang ada di Kebumen yaitu TPI Argopeni, TPI Karang Duwur dan TPI Pasir . Udang hasil tangkapan di laut tersebut didaratkan dan dilelang di TPI dan dibeli oleh pedagang – pedagang lokal sebagai pengumpul udang segar dan kemudian dibeli oleh pedagang – pedagang besar, dimana pedagang – pedagang local tersebut umumnya sebagai agen dari pedagang – pedagang besar dan kemudian udang segar tersebut dipasarkan ke Cilacap dan Yogyakarta.
Untuk data – data pelanggaran kegiatan penangkapan ikan di laut, termasuk kegiatan penangkapan udang di laut tidak tercatat karena kegiatan pengawasan di laut dilakukan oleh Angkatan Laut dari Cilacap yang tidak mengikut sertakan aparat Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Kebumen. Disamping itu Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Kebumen tidak mengetahui waktu dan jadwal pelaksanaan kegiatan pengawasan di laut yang dilakukan oleh Angkatan Laut dari Cilacap. (2) Ciamis. Kegiatan operasi penangkapan ikan dan udang di laut oleh para nelayan dari Ciamis di perairan Cilacap dan sekitarnya adalah para nelayan dari daerah Pangandaran, Parigi, Cijulang, Cimerak dan Kalipucang. Ukuran armada penangkapan dan jenis alat tangkap yang pada umumnya digunakan para nelayan dari Ciamis tersebut relatif sama dengan para nelayan dari Kebumen yang masih termasuk dalam katagori nelayan tradisional karena mesih menggunakan alat tangkap yang sederhana dengan perahu yang hanya dilengkapi dengan motor tempel sebagai penggerak, sebagaimana pada Gambar 8 dan Gambar 9. Jenis alat tangkap yang banyak digunakan oleh para nelayan dari daerah Ciamis ini pada umumnya masih tergolong sederhana yaitu alat tangkap gillnet, trammel net, jaring arad, jaring dogol, jaring apong dan pancing yang perkembangannya dapat dilihat pada Tabel 8. Perkembangan armada penangkapan ikan di laut yang digunakan oleh para nelayan dari Ciamis tersebut pada periode waktu tahun 1997 – 2001 sebagaimana pada tabel tersebut mengalami rata – rata kenaikan yaitu 5,18 % per tahun untuk perahu tanpa motor dan 12,06 % per tahun untuk perahu motor tempel. Untuk semua jenis alat tangkap
yang digunakan secara umum mengalami kenaikkan dan secara total mengalami rata – rata kenaikkan 9,57 % per tahun.
Gambar 8. Armada penangkapan ikan dan udang (perahu jukung) yang digunakan para nelayan Pangandaran Ciamis yang beroperasi di perairan Teluk Maurits.
Gambar 9. Armada penangkapan ikan dan udang (perahu jukung) yang digunakan para nelayan Kalipucung Ciamis yang beroperasi di perairan Segara Anakan.
Tabel 8. Perkembangan armada penangkapan dan jenis alat tangkap di Kabupaten Ciamis pada tahun 1997 – 2001. Satuan : buah Tahun
Perahu Tanpa Motor
Perahu Motor Tempel
Gill Net
Tram mel Net
Jenis Alat Tangkap Jaring Jaring Jaring Arad Dogol Apong
1997 1998 1999 2000 2001
43 68 46 61 38
741 876 886 886 1.142
1.300 1.009 841 1.993 1.686
559 559 559 610 661
22 22 33 36 31
21 21 64 195 195
rata-rata kenaikan (%)
5,18
12,06
20,64
4,37
11,30
102,36
Pancing (rawe)
Total
136 136 136 136 136
776 898 297 399 551
2.814 2.645 1.930 3.369 3.260
0,0
5,31
9,57
Sumber : Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Ciamis (2002). Perkembangan armada penangkapan dan alat tangkap pada periode waktu tahun 1997 – 2001 yang secara umum mengalami peningkatan tersebut diatas pada umumnya masih diikuti dengan perkembangan produksi hasil tangkapan di laut sebagaimana pada Tabel 9. Produksi hasil tangkapan di laut pada tahun 1997 sebesar 3.492,3 ton dan pada tahun 2001 mengalami penurunan menjadi 2.529,8 ton, walaupun pada tahun 2001 produksi hasil tangkapan di laut tersebut mengalami penurunan dibandingkan produksi pada tahun 1997, tetapi secara umum produksi hasil tangkapan di laut pada periode waktu tersebut mengalami kenaikan rata – rata sebesar 0,79 %. Demikian pula situasi perkembangan ikan dan udang hasil tangkapan di laut pada periode waktu tahun 1997 – 2001 sebagaimana pada Tabel 9 tersebut, dimana produksi ikan dan udang pada tahun 2001 lebih kecil dari produksi ikan dan udang pada tahun 1997. Secara umum produksi ikan dan udang hasil tangkapan di laut pada periode waktu tersebut masih mengalami kenaikkan dengan rata – rata 1,99 % per tahun untuk ikan dan 5,48 % per tahun untuk udang.
Tabel 9. Perkembangan produksi hasil tangkapan di laut daerah Ciamis pada Tahun 1997 – 2001. Satuan : ton Tahun
Ikan ( kg )
Udang ( kg )
Total ( kg )
1997 1998 1999 2000 2001
2.770,7 1.675,5 2.422,3 1.411,0 2.041,2
721,6 433,7 669,2 300,5 488,6
3.492,3 2.109,2 3.091,5 1.711,5 2.529,8
Rata-rata kenaikan (%)
1,99
5,48
0,79
Sumber : Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Ciamis 2003. Jenis – jenis ikan yang benyak tertangkap di laut dan didaratkan di daerah Ciamis adalah ikan layur, tengiri, bawal, manyung, cucut, pari, reman, kembung, tongkol, kakap, bambangan, petek dan lain-lain. Jenis udang yang banyak tertangkap di laut dan didaratkan di daerah Ciamis adalah udang rebon, krosok, dogol dan jerbung. Sehubungan dengan masih sederhananya jenis alat tangkap dan perahu motor tempel yang digunakan oleh para nelayan dari Pangandaran dan sekitarnya tersebut diatas, maka daerah operasi penangkapannyapun juga masih sangat terbatas yaitu hanya disekitar perairan pantai dan pada umumnya di perairan Cilacap dan sekitarnya bagian barat di perairan Teluk Maurits serta khusus untuk nelayan dari Kalipucang mengadakan operasi pengangkapan di perairan lagoon yaitu di perairan Segara Anakan. Operasi penangkapan ikan dan udang di laut oleh nelayan tersebut hanya dilakukan satu hari atau one day fishing yaitu berangkat ke laut pada waktu sore / malam hari dan kembali darat / pangkalan pada waktu pagi hari.
Nelayan Ciamis yang mengadakan operasi penangkapan udang jerbung di perairan Cilacap dan sekitarnya di perairan Cilacap dan sekitarnya bagian barat dan perairan Segara Anakan adalah para nelayan dari daerah Pangandaran, Parigi, Cijulang dan Kalipucung. Armada penangkapan dan jenis alat yang digunakan oleh para nelayan dari Ciamis ini pada umumnya sama dengan para nelayan dari Kebumen yaitu perahu jukung yang dilengkapi dengan motor tempel sebagaimana pada Gambar 9 dan Gambar 10. Alat tangkap yang digunakan untuk menangkap udang adalah alat tangkap trammel net dari bahan monofilamen yang dioperasikan di perairan Cilacap dan sekitarnya bagian barat serta jaring apong dari bahan monofilamen yang dioperasikan di perairan Segara Anakan. Pengoperasian alat tangkap trammel net di perairan Cilacap dan sekitarnya bagian barat di perairan Teluk Maurits yang dilakukan oleh para nelayan Ciamis dari daerah Pangandaran, Parigi dan Cijulang tersebut adalah secara pasif yaitu dengan cara meletakkan meletakkan alat tangkap trammel net di dasar perairan selama kurang lebih 4 – 5 jam dan kemudian alat tangkap ditarik. Jumlah piece (unit) alat tangkap trammel net yang digunakan para nelayan relatif masih sangat sedikit untuk masing – masing perahu yaitu berkisar kurang lebih 10 piece. Pengoperasian jaring apong yang dilakukan para nelayan Ciamis dari Kalipucang di perairan Segara Anakan adalah dengan memasang jaring apong di perairan dengan tongkat yang disuaikan dengan arah arus. Untuk mengetahui jumlah kapal trammel net dan produksi udang jerbung hasil tangkapan di laut para nelayan Ciamis ini diambil sampel data-data kegiatan penangkapan udang di laut para nelayan Ciamis di TPI Pangandaran, TPI Perigi dan TPI Batukaras Cijulang, dimana perkembangan kegiatan penangkapan udang jerbung di laut oleh para nelayan dari Ciamis tersebut dapat dilihat pada Tabel 10 dan Lampiran 3.
Jumlah kapal trammel net pada periode waktu tahun 1998 – 2002 rata-rata peningkatan sebesar 0,05 % per tahun, dimana pada tahun 1998 sebesar 249 buah dan meningkat menjadi 263 buah pada tahun 2002. Peningkatan jumlah armada tersebut tidak diikuti dengan peningkatan produksi udang tetapi diikuti dengan penurunan produksi udang rata-rata sebesar 0,06 % per tahun, dimana pada tahun 1998 sebesar 23.694,6 kg dan mengalami penurunan pada tahun 2002 menjadi sebesar 22.474,9 kg. Tabel 10. Perkembangan kegiatan penangkapan udang nelayan Ciamis pada tahun 1988 – 2002 Tahun
Kapal / Perahu ( buah )
Produksi Udang Udang jerbung Udang Dogol ( kg ) ( kg )
Total Udang ( kg )
1998 1999 2000 2001 2002
249 251 248 261 263
23.694,6 28.064,6 14.171,8 16.510,6 22.474,9
42.673,9 31.769,1 27.011,4 35.563,8 32.657,3
66.368,5 59.833,7 41.183,2 52.074,4 55.132,2
Rata-rata kenaikan (%)
0,05
- 0,06
- 9,20
-7,42
Sumber : Data TPI Pangandaran, TPI Parigi dan TPI Batukaras Cijulang yang sudah diolah. Untuk udang dogol sebagai hasil sampingan tangkapan trammel net pada periode waktu tersebut juga mengalami penurunan sebesar 9,20 % per tahun, sehingga total udang hasil tangkapan trammel net juga mengalami penurunan sebesar 7,42 % per tahun. Produksi total udang pada tahun 1998 sebesar 66.368,5 kg dan pada tahun 2002 mengalami penurunan dan produksinya menjadi 55.132,2 kg. Penurunan produksi udang jerbung hasil tangkapan di laut yang didaratkan di Pangandaran ini kemungkinan besar dikarenakan udang jerbung hasil tangkapan di laut
tersebut dijual tidak lewat TPI tetapi di jual langsung ke pedagang pengumpul yang ada di Pangandaran sehingga data hasil tangkapan udang tersebut tidak tercatat di TPI. Hal ini dikarenakan tempat pendaratan para nelayan tersebar di sepanjang pantai yang lokasinya jauh dari TPI Pangandaran sehingga kalau di jual lewat TPI Pangandaran harus menambah biaya perjalanan darat dan ini tidak menguntungkan bagi para nelayan. Demikian pula para pedagang pengumpul di tempat pendaratan para nelayan tersebut tidak menjual udang lewat TPI tetapi langsung di jual ke pedagang besar karena lebih menguntungkan bagi pedagang pengumpul tersebut. Kegiatan penangkapan udang di perairan Cilacap dan sekitarnya bagian barat di perairan Teluk Maurits Pangandaran ini juga dilakukan para nelayan dari Cilacap yang menggunakan kapal ikan berukuran kurang dari 20 GT dengan alat tangkap trammel net. Sehubungan daerah operasi penangkapan di sekitar Teluk Maurits yang merupakan perairan pantai yang relatif dekat dengan Pangandaran, maka operasi penangkapan dilakukan hanya 1 (satu) hari yaitu berangkat pada pagi hari sekitar pukul 04.00 pagi hari dan pulang pada waktu sore menjelang malam yaitu sekitar pukul 18.00 sore hari. Udang hasil tangkapan kapal-kapal motor dari Cilacap tersebut langsung di jual kepada pedagang-pedagang dan tidak lewat TPI, sehingga jumlah produksinya tidak tercatat di TPI Pangandaran. Operasi penangkapan kapal - kapal ikan dengan alat tangkap trammel net dari Cilacap di perairan Teluk Maurits Pangandaran dan menjual udang hasil tangkapannya di Pangandaran tersebut diatas tidak dikarenakan harga udang di Pangandaran lebih mahal dari pada harga udang di Cilacap. Hal ini dikarenakan uang hasil penjualan udang hasil tangkapan tersebut tidak disetorkan ke pemilik kapal ikan tetapi uang hasil penjualan
udang tersebut milik ABK kapal ikan tersebut. Situasi ini akan sangat merugikan pemilik kapal ikan dan daerah asal kapal ikan tersebut yaitu Cilacap karena kehilangan retribusi kapal ikan tersebut. Udang hasil tangkapan di laut kapal – kapal ikan dari Cilacap tersebut tidak dilelang melalui TPI Pangandaran, tetapi dijual langsung kepada pedagang – pedagang langganannya, sehingga produksinya tidak tercatat di TPI Pangandaran. Situasi ini akan sangat merugikan bagi daerah Pangandaran karena tidak kena retribusi serta akan sangat merugikan pengembangan kegiatan penangkapan udang di perairan Teluk Maurits Pangandaran pada khususnya serta Perairan Cilacap dan sekitarnya pada umumnya. Hal ini dikarenakan data – data dan informasi kegiatan kapal – kapal ikan dari Cilacap tersebut belum diperhitungkan didalam pengelolaan pemanfaatan sumber daya udang di perairan Cilacap dan sekitarnya serta pengembangan pemanfaatan selanjutan. Pengembangan kapal – kapal ikan dengan alat tangkap trammel net dari Cilacap yang beroperasi di perairan Teluk Maurits Pangandaran tersebut diatas pada periode waktu tahun 1997 – 2002 dapat dilihat pada Tabel 11 mengalami rata – rata penurunan sebesar 0,06 % per tahun. Pada tahun 1997 jumlah kapal ikan dengan alat tangkap trammel net tersebut adalah sebesar 20 buah kapal dan menurun pada tahun 2002 menjadi 18 buah kapal. Sehubungan dengan teknologi alat tangkap yang digunakan nelayan Cilacap dan nelayan Ciamis pada periode tahun 1998 – 2002 relatif sama dan tidak ada perubahan sehingga tingkat fluktuasinya relatif sama, maka untuk menentukan CPUE kapal ikan trammel net dari Cilacap tersebut adalah dengan memperbandingkan CPUE kapal ikan trammel net dari Cilacap pada saat penelitian pada tahun 2002 dengan pergerakan CPUE
kapal ikan alat tangkap trammel net dari Ciamis selama periode waktu tahun 1998 – 2002 sebagaimana pada Lampiran-4, dimana perkembangan kapal ikan trammel net, CPUE dan produksi udang jerbung kapal ikan trammel net dari Cilacap tersebut dapat dilihat pada Tabel 11.
Tabel 11. Perkembangan kapal trammel net dari Cilacap yang beroperasi di perairan Cilacap dan sekitarnya bagian barat dan produksi udang pada tahun 1998 – 2002 Tahun
Kapal Ikan ( buah )
Produksi Udang Udang jerbung Udang dogol ( ton ) ( ton )
Total udang ( ton )
1998 1999 2000 2001 2002
15 13 13 15 18
50,23 55,90 30,55 35,25 63,36
90,46 63,27 58,22 75,92 120,25
140,69 119,17 88,77 111,17 183,61
rata-rata kenaikkan (%)
5,51
15,27
2,15
1,82
Sumber : Data TPI Pangandaran yang sudah diolah. Perkembangan produksi udang jerbung hasil tangkapan di laut kapal ikan trammel net dari Cilacap yang di daratkan di Ciamis juga mengalami kenaikkan rata-rata sebesar 15,27 % per tahun, dimana pada tahun 1998 sebesar 50,23 ton dan pada tahun 2002 meningkat menjadi 63,36 ton. Demikian pula produksi dang dogol sebagai hasil sampingan penangkapan trammel net pada periode waktu tersebut juga mengalami peningkatan sebesar 2,15 % per tahun, sehingga total udang hasil tangkapan trammel net pada periode waktu tersebut juga meningkat sebesar 1,82 % per tahun. Produksi total udang pada tahun 1998 sebesar 140,69 ton dan pada tahun 2002 meningkat menjadi 183,61 ton. Untuk data dan informasi kegiatan penangkapan udang di perairan Segara Anakan yang dilakukan oleh para nelayan dari Kalipucang Ciamis ini sangat kurang dan bahkan tidak ada data dan informasi dari Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Ciamis
maupun di Kalipucang, Pemerintah Daerah Kabupaten Ciamis dalam hal ini Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Ciamis dalam upaya meningkatkan pengembangan kegiatan perikanan telah dibangun TPI di Kalipucang yaitu TPI Majengklak, tetapi TPI tersebut tidak berfungsi dan bahkan sekarang bangunan TPI sudah rusak. Oleh karena itu untuk mendapatkan data dan informasi kegiatan penangkapan udang di perairan Segara Anakan yang dilakukan para nelayan Kalipucang dengan cara wawancara dengan nelayan dan hasil – hasil penelitian yang telah ada sebelumnya. Jenis alat tangkap yang digunakan para nelayan Kalipucang untuk menangkap udang di perairan Segara Anakan adalah jaring apong yaitu jenis alat tangkap perangkap dengan memanfaatkan dan menggunakan kantong jaring trawl sebagai jaring apong. yang penggunaannya berkembang dengan cepat di Perairan Segara Anakan. Jumlah jaring apong yang ada di Segara Anakan (Ciamis dan Cilacap) pada tahun 1987 dan 1988 menurut Hariati et al. (1990) sebanyak 320 buah dan jumlah jaring apong menurut data Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Ciamis pada tahun 1997 dan tahun 1998 adalah sebesar 136 buah. Jumlah alat tangkap jarring apong pada tahun 2000 menurut Zarochman (2003) meningkat menjadi sebanyak 887 unit dan jumlah jaring apong ini pada tahun 2001 menurun, terutama untuk daerah operasi penangkapan di sekitar perairan Pelawangan Barat karena pada perairan tersebut terjadi pendangkalan dan menurut beberapa nelayan penurunan tersebut sampai 50 %, sehingga jumlah yang masih aktif diperkirakan 443 unit. Perkembangan jaring apong oleh para nelayan Majingklak – Ciamis serta CPUE dan produksi udang jerbung hasil tangkapan di perairan Segara Anakan dapat dilihat pada Tabel 12.
Tabel 12. Perkembangan armada penangkapan dan alat tangkap jaring apong nelayan Ciamis yang beroperasi di perairan Segara Anakan serta produksi udang jerbung pada tahun 1997 – 2002. Tahun
Jumlah Perahu Motor Tempel ( buah )
Jumlah Jaring Apong ( unit )
CPUE Jaring Apong ( kg )
Produksi Udang Jerbung ( kg )
1997* 1998* 1999 2000** 2001**
136 136 -296 147 148
408 408 -887 443 443
---47,6 47,6 33,1
---14.073,73 14.073,73 4.887,77
2002***
Sumber : * data Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Ciamis ** data Zarochman (2003) *** data hasil penelitian dan wawancara dengan Nelayan Berdasarkan jumlah jaring apong dan CPUE jarring apong sebagaimana pada Tabel 12 tersebut diatas, maka diperkirakan produksi udang jerbung hasil tangkapan di perairan Segara Anakan diperkirakan sebesar 14,07 ton pada tahun 2000 dan tahun 2001 serta kemudian produksi tersebut turun menjadi 4,89 pada tahun 2002. Penurunan produksi udang jerbung ini dikarenakan terjadinya pendangkalan di perairan Segara Anakan disekitar Pelawangan Barat sehingga menyulitkan untuk beroperasinya jaring apong di perairan tersebut. Pemasaran ikan dan udang hasil penangkapan di di laut yang di daratkan di daerah Ciamis ini sudah lewat TPI kecuali untuk daerah Kalipucung karena TPI Majingklak belum berfungsi. Untuk ikan dan udang yang didaratkan dan dipasarkan lewat TPI dengan cara lelang, terutama untuk TPI Parigi, TPI Cijulang dan TPI Pangandaran. Peserta lelang pada umumnya adalah pedagang - pedagang lokal sebagai pengumpul yang kemudian di jual ke pedagang besar untuk dipasarkan atau dijual ke Bandung, Jakarta dan Cilacap.
Untuk hasil tangkapan udang yang didaratkan di Pangandaran sebagian masuk TPI Pangandaran dan sebagian lagi dijual langsung ke pedagang lokal sebagai pengumpul yang kemudian dijual kepada pedagang besar untuk dipasarkan atau dijual ke Bandung, Jakarta dan Cilacap. Udang hasil tangkapan di perairan Segara Anakan yang didaratkan di Kalipucung pada umumnya dijual langsung kepada pedagang lokal sebagai pengumpul yang kemudian di jual ke Cilacap lewat TPI Donan. Produksi udang jerbung hasil tangkapan kapal trammel net dari Cilacap tersebut didaratkan di Pangandaran Ciamis langsung kepada pedagang pengumpul dan tidak lewat TPI Pangandaran sehingga produksi udang tersebut tidak tercatat dan juga tidak dikenakan retribusi. Demikian pula produksi hasil tangkapan nelayan Kalipucung yang beroperasi di perairan Segara Anakan dijual langsung ke pedagang pengumpul karena TPI Majingklak tidak berfungsi. Situasi ini sangat merugikan Pemerintah Daearah Ciamis karena produksi tersebut berdasarkan Peraturan Daerah (PERDA) Kabupaten Ciamis No 8 Tahun 2001 tentang penyelenggaraan dan retribusi pelelangan ikan harus dikenakan retribusi sebesar 6 %. Produksi udang jerbung kapal trammel net Cilacap tersebut pada tahun 2002 sebesar 63,36 ton (Tabel 11) dengan diperkirakan dengan nilai lelang sebesar Rp. 2.534.400.000 ,- harusnya dikenakan retribusi 6 % sebesar Rp. 152.064.000 ,- . Hal ini sangat merugikan Pemerintah Daerah Kabupaten Ciamis dan juga nelayan Cilacap tetapi sangat menguntungkan pedagang pungumpul karena : - Pedagang pengumpul yang harusnya membayar 3 % dari nilai pembelian udang atau 50 % dari nilai retribusi yang diperkirakan sebesar Rp. 76.032.000 ,-
- Nelayan Cilacap yang seharusnya menerima kembali 0,35 % dari 6 % retribusi yang diperkirakan sebesar Rp. 8.987.000 ,- sebagai tabungan nelayan dan 0,25 % dari 6 % retribusi yang diperkirakan sebesar Rp. 6.419.000 ,- sebagai asuransi nelayan. - Pemerintah Daerah Ciamis yang seharusnya menerima 2,5 % dari 6% retribusi yang diperkirakan sebesar Rp. 64.193.000 ,- sebagai pendapatan asli daerah (PAD). Untuk data – data pelanggaran kegiatan penangkapan ikan di laut, termasuk kegiatan penangkapan udang di laut tidak tercatat karena kegiatan pengawasan di laut dilakukan oleh Angkatan Laut dari Cilacap yang tidak mengikut sertakan aparat Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Ciamis. Disamping itu Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Ciamis juga tidak mengetahui waktu dan jadwal pelaksanaan kegiatan pengawasan di laut yang dilakukan oleh Angkatan Laut dari Cilacap. (3) Cilacap. Kegiatan penangkapan ikan dan udang di laut oleh para nelayan dari Cilacap ini pada umumnya sudah berkembang jika dibandingkan dengan kegiatan penangkapan ikan dan udang di laut oleh para nelayan dari Kebumen dan Ciamis. Kegiatan penangkapan di laut oleh para nelayan dari Cilacap ini sudah berkembang, terutama penangkapan udang di laut sudah berkembang pada saat alat tangkap trawl masih diperbolehkan beroperasi di Perairan Indonesia. Hal ini dikarenakan perairan Cilacap dan sekitarnya adalah salah satu daerah penyeberan udang penaeid (termasuk udang jerbung) sehingga perairan tersebut juga merupakan daerah konsentrasi penangkapan alat tangkap trawl. Alat tangkap trawl mulai berkembang dioperasikan di perairan Cilacap dan sekitarnya pada tahun 1971 sebanyak 13 buah kapal dan kemudian berkembang dengan
pesat dalam waktu yang relatif singkat karena pada tahun 1972 jumlahnya meningkat menjadi 122 buah kapal. Perkembangan pengoperasian alat tangkap trawl ini kurang dikendalikan sehingga pada pada tahun 1975 menurut Van Zalinge and Naamin (1975) menyatakan bahwa pemanfaatan sumberdaya udang di perairan Cilacap dan sekitarnya sudah padat tangkap. Sehubungan perkembangan pengoperasian alat tangkap trawl tersebut banyak menimbulkan keresahan social diantara para nelayan sehingga sering terjadi konflik di lapangan, maka oleh Pemerintah Indonesia Cq. Direktorat Jenderal Perikanan Departemen Pertanian dengan Keputusan Presiden No. 39 Tahun 1980 melarang pengoperasian alat tangkap trawl di Perairan Indonesia. Untuk mengganti alat tangkap trawl tersebut maka Balai Pengembangan Penangkapan Ikan, Direktorat Jenderal Perikanan pada tahun 1993 mengeluarkan Rangkuman Materi Calon Paket Teknologi Usaha Penangkapan Ikan / Udang dan salah satu paket tersebut adalah Paket Teknologi Usaha Penangkapan Udang Dengan Menggunakan Trammel Nets. Pada umumnya para nelayan di Indonesia, termasuk para nelayan di Cilacap sebelum dikeluarkannya Paket Teknologi Usaha Penangkapan Ikan / Udang pada tahun 1993 sudah menggunakan alat tangkap trammel net (Gambar 10) sebagai pengganti alat tangkap trawl tetapi alat tangkap trammel net ini produktivitasnya masih dibawah alat tangkap trawl. Hal ini mengakibatkan penurunan produksi udang dari hasil tangkapan di laut, termasuk produksi udang hasil tangkapan di perairan Cilacap dan sekitarnya.
Gambar 10. Armada penangkapan ikan dan udang (perahu compreng dan kapal ikan) yang digunakan para nelayan Cilacap yang beroperasi di perairan Cilacap dan sekitarnya. Produksi udang penaeid di Cilacap menurut Proyek Pengembangan Dan Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan Laut (1995) pada tahun 1979 pada waktu alat tangkap trawl masih diperbolehkan beroperasi adalah sebesar 5.242 ton dan produksi udang tersebut menurun dratis pada waktu alat tangkap trawl dilarang beroperasi dan produksi udang penaeid pada tahun 1984 sebesar 876 ton. Hal ini menunjukkan bahwa produktivitas alat trammel net sebagai alat pengganti alat tangkap trawl tidak sebesar dan seefektif alat tangkap trawl yang digantikannya. Dilarangannya beroperasi alat tangkap trawl di Cilacap ini mengakibatkan banyak para nelayan Cilacap mulai mengalihkan tujuan penangkapan dengan target species udang beralih ke ikan sehingga mulai berkembang penggunaan alat tangkap untuk menangkap ikan, terutama ikan pelagis seperti penggunaan alat tangkap gillnet, pancing rawai dan long line. Jenis alat tangkap yang banyak digunakan oleh para nelayan Cilacap adalah alat tangkap payang, lampara dasar, trammel net, gillnet, jaring sirang, pancing (termasuk
pancing rawai dan long line) dan jaring apong sedangkan perkembangan jenis alat tangkap yang banyak digunakan nelayan Cilacap dapat dilihat pada Tabel 13. Tabel 13. Perkembangan jenis alat tangkap di Cilacap pada tahun 1997 – 2001.
Satuan : unit.
Tahun
Payang
Lampara Dasar
Trammel Net
Gillnet
Jaring Sirang
Pancing
Apong
1997
201
391
15.200
11.200
22.300
49.200
305
1998
220
409
17.652
11.965
28.780
71.850
335
1999
220
502
17.652
12.242
31.696
72.250
520
2000
220
502
17.652
12.242
26.676
72.250
760
2001
220
502
17.662
12.242
26.686
67.500
716
rata-rata kenaikan (%)
2,16
5,73
3,47
2,16
8,49
14,82
24,27
Sumbar : Pelabuhan Perikanan Samudera Cilacap Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Cilacap Berdasarkan perkembangan jenis alat tangkap yang banyak digunakan oleh para nelayan Cilacap sebagaimana pada Tabel 13 tersebut terlihat terjadi rata-rata kenaikan per tahun untuk semua jenis alat tangkap selama periode tahun 1997 – 2001. Untuk jenis alat tangkap yang mengalami rata-rata kenikkan per tahun yang tinggi selama periode tersebut adalah jaring apong sebesar 24,27 % dan pancing (termasuk pancing rawai dan long line) sebesar 14,82 %. Trammel net hanya mengalami rata-rata kenaikan per tahun sebesar 3,47 % dari 15.200 unit pada tahun 1997 naik menjadi 17.662 unit pada tahun 1998 dan kemudian jumlah alat tangkap tersebut tidak mengalami perubahan sampai tahun 2001. Daerah operasi penangkapan alat tangkap pada Tabel 13 tersebut diatas pada umumnya di perairan Cilacap dan sekitarnya yaitu di Perairan Samudera Hindia tetapi untuk jaring apong dan sebagian jaring sirang dengan daerah operasi penangkapan di
perairan Segara Anakan dengan target spesies udang untuk jaring apong dan ikan untuk jaring sirang. Untuk alat tangkap yang beroperasi di Perairan Samudera Hindia pada umumnya dengan target spesies ikan, kecuali untuk alat tangkap trammel net dan sebagian jaring sirang dengan target spesies udang dengan daerah operasi penangkapan di perairan Samudera Hindia dari Cilacap sampai Yogyakarta. Pada umumnya untuk jenis alat tangkap trammel net, gillnet dan long line sudah menggunakan kapal ikan, terutama untuk alat tangkap gillnet, long line dan purse seine yang daerah operasinya di Perairan Samudera Hindia dari Selatan Jawa – Bali bahkan sampai Selatan Sumatera dengan menggunakan kapal ikan berukuran diatas 30 GT dan ukuran kapal ikan per jenis alat tangkap dapat dilihat pada Tabel 14. Izin penangkapan kapal ikan berukuran diatas 30 GT pada umumnya adalah long line, gillnet dan purse seine, tetapi dilapangan untuk kapal ikan yang berizin gillnet beroperasi di laut dengan trammel net. Tabel 14. Jumlah kapal ikan per jenis ukuran dan alat tangkap di Cilacap pada tahun 2002 Kapal Ikan Ukuran Jumlah ( GT ) ( buah )
Trammel Net
Jenis Alat Tangkap ( unit ) Gillnet Long Line Purse Seine
Jumlah
< 10 GT
10
10
1
-
-
11
11 – 20 GT
130
88
41
1
-
130
21 - 30 GT
123
48
64
10
1
123
31 - 50 GT
86
18
20
48
-
86
51 - 100 GT
47
-
4
42
1
47
> 100 GT
28
-
-
28
-
28
424
164
130
129
2
424
Jumlah
Sumber : Data Pelabuhan Perikanan Samudera Cilacap.
Jenis alat tangkap oleh para nelayan Cilacap rata-rata mengalami peningkatan sebagaimana pada Tabel 13 tetapi kenaikan penggunaan jenis alat tangkap tersebut tidak diikuti dengan keniakkan produksi ikan dan udang hasil tangkapan di laut oleh para nelayan Cilacap yang didaratkan di Cilacap sebagaimana Tabel 14. Produksi ikan dan udang hasil tangkapan di laut oleh para nelayan Cilacap yang didaratkan di Cilacap selama periode waktu tahun 1997 – 2001 mengalami rata-rata penurunan sekitar 0,25 %, dimana produksi ikan dan udang hasil tangkapan dari laut pada tahun 1997 sebesar 23.049,6 ton dan pada tahun 2001 turun menjadi 6.454,4 ton. Jenis – jenis ikan hasil tangkapan di laut yang didaratkan di Cilacap sebagian besar adalah ikan bawal hitam, bawal putih, tongkol, tenggiri, manyung, cucut, pari, tigawaja, layur, cakalang dan tuna. Jenis – jenis udang dari hasil tangkapan di laut yang didaratkan di Cilacap sebagian besar adalah udang jerbung, udang dogol, udang barat, udang krosok dan udang rebon yang perkembangan jenis ikan dan udang tersebut dapat dilihat pada Tabel 15.
Tabel 15. Perkembangan produksi pada tahun 1997 – 2001 Jenis Ikan dan Udang
1997
1998
perikanan
1999
laut
di
Cilacap
Satuan : ton 2000
2001
kenaikan rata-rata
UDANG U Jerbung U Dogol U Tiger
2.519,2 164,2 383,8 2,8
1.633,0 295,8 468,7 1,3
2.549,1 300,0 408,0 0,9
1.308,5 286,2 38,7 64,4
1.355,2 194,0 303,3 2,4
- 0,06 0,11 1,51 17,19
U Lobster U Barat U Krosok U Rebon Bawal H Bawal P Tongkol Tenggiri Kakap Gerok Bambangan Manyung Cucut Pari Tigawaja Layur Lemuru Songot Cak-Tuna Kacangan Baleng Rajungan Keong Ubur-ubur Lain-lain
33,3 553,8 541,9 839,4 20.530,4 4,5 53,1 1.540,8 906,2 82,7 60,7 19,4 127,6 1.027,7 266,2 320,6 147,3 1.377,2 4.360,6 6,3 173,0 472,7 9.583,8
24,4 453,7 174,9 214,2 9.862,3 17,6 84,7 785,3 24,5 14,6 15,8 4,6 128,3 474,9 165,2 141,5 525,6 7,0 31,7 3.338,9 0,4 0,6 153,9 5,6 3.941,6
0,4 607,4 1.232,4 7.158,9 172,4 15,2 1.306,9 237,7 10,6 8,8 7,4 221,1 761,8 165,8 33,0 163,9 7,5 0,2 2.071,9 6,4 19,6 8,4 1.940,3
0,6 33,3 375,3 510,0 5.767,2 55,4 9,4 1.721,3 88,0 4,6 4,3 5,5 128,1 367,0 64,7 204,0 91,5 0,6 2,1 1.466,6 0,1 0,9 195,7 1.357,4
0,4 14,4 353,5 487,2 5.099,2 47,6 24,9 2.315,7 70,5 3,2 1,1 2,7 21,6 175,6 33,3 127,1 52,1 15,6 0,3 1.077,7 41,9 1,8 145,2 941,3
0,27 0,34 0,84 - 0,28 2,72 0,26 0,21 1,73 - 0,49 - 0,61 - 0,23 - 0,13 - 0,24 - 0,37 - 0,23 5,80 1,67 - 0,29 107,77 - 0,43
TOTAL
23.049,6
11.495,3
9.708,0
7.075,7
6.454,4
- 0,25
IKAN
Sumber : Data Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Cilacap tahun 2002. Produksi total udang hasil tangkapan di laut yang didaratkan di Cilacap selama periode waktu tahun 1997 – 2001 rata-rata mengalami penurunan sebesar 0,06 % dari produksi sebesar 2.519,2 ton pada tahun 1997 dan turun menjadi sebesar 1.355,2 ton pada tahun 2001, tetapi penurunan tersebut disebabkan produksi udang lobster mengalami
penurunan sebesar 0,27 % dan udang barat produksi tahun 1999 tidak tercatat sebagaimana pada Tabel 15. Jenis udang lainnya seperti udang jerbung, udang dogol, udang krosok dan udang rebon periode waktu tersebut mengalami kenaikkan, khusus untuk udang jerbung mengalami kenaikkan sebesar 0,11 % dari produksi sebesar 164,2 ton pada tahun 1997 naik menjadi sebesar 194,0 ton pada tahun 2001. Untuk produksi ikan secara total dari hasil tangkapan di laut selama periode waktu tahun 1997 – 2001 tersebut juga mengalami rata-rata penurunan sebesar 0,28 % dari produksi sebesar 20.530,4 ton pada tahun 1997 dan turun menjadi sebesar 5.099,2 ton pada tahun 2001. Produksi ikan secara total mengalami rata-rata penurunan, tetapi untuk beberapa jenis ikan selama periode waktu tersebut mengalami rata-rata kenaikan, seperti ikan bawal hitam, bawal putih, tongkol, tenggiri dan kacangan yang perkembangannya dapat dilihat pada Tabel 15 tersebut. Penurunan produksi ikan hasil tangkapan dari laut yang didaratkan di Cilacap ini kemungkinan besar dikarenakan ukuran kapal ikan yang digunakan oleh para nelayan dari Cilacap ini relatih besar diatas 30 GT sehingga jangkauan operasi penangkapannya tidak hanya di perairan Cilacap dan sekitarnya tetapi sampai ke perairan yang jauh dari Cilacap, seperti di perairan dekat Selat Sunda dan perairan selatan Bali Nusa Tenggara dengan alat tangkap gillnet dan long line. Sehubungan relatif jauhnya daerah operasi penangkapan para nelayan Cilacap tersebut maka hasil tangkapannyapun didaratkan di Pelabuhan yang relatif dekat dengan daerah operasi penangkapan yaitu di Pelabuhan Perikanan Pelabuhan Ratu untuk yang beroperasi di perairan Selat Sunda dan Pelabuhan Umum Benoa untuk yang beroperasi di perairan Bali Nusa Tenggara sehingga hasil tangkapannya tidak tercatat di Dinas Perikanan dan Kelautan Cilacap.
Untuk penurunan produksi udang hasil tangkapan di laut ini dikarenakan terjadinya penjualan udang di tengah laut dan udang hasil tangkapan di laut di jual tidak di Cilacap tetapi di jual di daerah Gombong dan Pangandaran. (1) penjualan udang hasil tangkapan di laut para nelayan Cilacap yang beroperasi di perairann Maurits Pangandaran dengan alat tangkap trammel net yang udang hasil tangkapannya didaratkan di Pangandaran Ciamis dan langsung di jual ke perusahaan pengumpul, sehingga data perkembangan produksi udang hasil tangkapan di laut tersebut tidak tercatat di Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Ciamis maupun Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Cilacap. (2) penjualan udang di tengah laut para nelayan Cilacap dengan alat tangkap trammel net yang beroperasi di perairan Selatan Cilacap dan sekitarnya yang hasilnya didaratkan di Cilacap tetapi langsung ke bakul / pedagang atau ke perusahaan perikanan yang ada di Cilacap sehingga data produksi udang hasil tangkapan di laut tersebut tidak tercatat di Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Cilacap. (3) penjualan hasil tangkapan udang dari laut oleh para nelayan Cilacap dengan alat tangkap trammel net yang beroperasi di perairan Selatan Cilacap dan sekitarnya yang didaratkan di Gombong Kebumen lewal TPI setempat dan hasilnya tercatat di Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Kebumen tetapi tidak tercatat di Dinas Perikanan dan Kelautan Cilacap Di perairan Cilacap dan sekitarnya mulai tahun 2000 mulai terjadi pembelian ikan dan udang hasil tangkapan di laut oleh beberapa orang sebagai pembeli, terutama untuk udang jerbung hasil tangkapan di laut. Penjualan udang jerbung di tengah laut tersebut dilakukan dengan paksaan dan ancaman serta harganyapun rendah atau dibawah harga
udang didarat. Hal ini sangat merugikan para juragan atau nelayan pemilik kapal ikan trammel net karena uang hasil penjualan tersebut tidak diserahkan kepada juragan pemilik tetapi uang tersebut dibagi-bagikan kepada ABK sehingga sangat menguntungkan bagi nelayan ABK kapal trammel net tersebut. Permasalahan lainnya yang juga terjadi pada kegiatan penangkapan udang dengan alat tangkap trammel net tersebut adalah udang hasil tangkapan di laut di jual di Gombong – Kebumen serta Pangandaran Ciamis yang uang hasil penjualan tersebut tidak diserahkan kepada juragan pemilik tetapi uang tersebut dibagi-bagikan kepada ABK. Hal ini juga sangat menyulitkan Dinas Perikanan dan Kelautan Daerah karena udang hasil tangkapan yang di jual tersebut tidak dilaporkan kepada Petugas Dinas Perikanan dan Kelautan serta daerah kehilangan retribusi dari jual beli udang hasil tangkapan di laut tersebut. Sehubungan dengan situasi dan permasalahan tersebut diatas, maka data hasil tangkapan yang ada di Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Cilacap belum dapat menggambarkan situasi perkembangan dan permasalahan kegiatan penangkapan di laut oleh para nelayan Cilacap, terutama kegiatan penangkapan udang di laut dengan alat tangkap trammel net para nelayan Cilacap. Untuk mengetahui gambaran perkembangan kegiatan penangkapan udang para nelayan Cilacap diambil sampel di Pelabuhan Perikanan Samudera Cilacap. Berdasarkan buku harian kegiatan kapal ikan yang mendarat di Pelabuhan Perikanan Samudera Cilacap dapat diketahui jumlah kapal trammel net dan ukurannya serta udang jerbung hasil tangkapan dari laut sebagaimana pada Lampiran-5 dan
perkembangan kegiatan kapal trammel net para nelayan Cilacap yang didaratkan di Cilacap dapat dilihat pada Tabel 16.
Tabel 16. Perkembangan kapal trammel net di Cilacap pada tahun 1997 – 2002 Satuan : buah 1997
1998
1999
2000
2001
2002
rata-rata kenaikan (%)
Di Pelabuhan < 10 GT 11 - 20 GT 21 - 30 GT > 30 GT
207 7 136 50 14
202 8 129 50 15
185 8 114 46 15
196 9 117 52 18
204 9 119 56 20
164 10 88 48 18
- 4,08 7,58 - 7,70 - 0,45 36,10
Di Luar Pelabuhan Motor Tempel
61
46
58
81
97
113
15,48
Total
268
248
243
277
301
277
1,04
Ukuran Kapal
Sumber : Data Pelabuhan Perikanan Samudera Cilacap yang sudah diolah. Jumlah kapal trammel net pada periode waktu tahun 1997 – 2002 pada umumnya mengalami rata-rata kenaikkan sebesar 1,04 % setiap tahunnya, dimana pada tahun 1997 sebesar 268 buah kapal dan pada tahun 2002 meningkat menjadi 277 buah sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 16. Untuk kapal trammel net yang berukuran dibawah 10 GT dan motor tempel pada periode waktu tahun 1997 – 2002 mengalami peningkatan dan untuk ukuran kapal lainnya pada periode waktu tersebut mengalami penurunan. Operasi penangkapan alat tangkap trammel net oleh para nelayan Cilacap adalah secara aktif yaitu dengan cara di tarik di dasar perairan selama lebih kurang 2 – 3 jam. Berdasarkan buku harian kegiatan kapal trammel net yang mendarat di Pelabuhan Perikanan Samudera Cilacap tersebut dapat juga diketahui CPUE kapal trammel net per jenis ukuran yang kemudian dapat untuk memperkirakan produksi udang jerbung yang mendarat di Pelabuhan Perikanan Samudera Cilacap sebagaimana pada Lampiran 6. Untuk melihat perkembangan produksi udang jerbung hasil tangkapan para nelayan
Cilacap yang mendaratkan di Pelabuhan Perikanan Samudera Cilacap dapat dilihat pada Tabel 17. Tabel 17. Perkembangan produksi udang jerbung hasil tangkapan trammel net di Cilacap pada tahun 1997 – 2002. Satuan : ton. Ukuran Kapal
rata-rata kenaikan (%)
1997
1998
1999
2000
2001
2002
Di Pelabuhan < 10 GT 11 - 20 GT 21 - 30 GT > 30 GT
472,17 13,37 232,80 156,00 70,00
337,15 8,72 167,58 104,00 56,85
232,82 5,60 118,17 74,40 34,65
251,35 4,77 107,12 87,60 51,86
244,43 4,41 101,92 88,30 49,80
216,30 7,90 93,10 80,20 35,10
Di Luar Pelabuhan Motor Tempel
82,08
83,64
85,79
68,27
66,58
96,85
- 5,41
T o t a l
554,25
420,79
318,61
319,62
311,01
313,15
- 10,01
-
13,17 2,76 16,07 10,48 8,33
Sumber : Data Pelabuhan Perikanan Samudera Cilacap yang sudah diolah. Produksi udang jerbung hasil tangkapan para nelayan Cilacap yang didaratkan di Cilacap selama periode waktu tahun 1997 – 2002 pada umumnya mengalami penurunan sebagaimana pada Tabel 17, sehingga rata – rata peningkatan jumlah kapal trammel net pada periode waktu tahun 1997 – 2002 sebesar 1,04 % per tahun tidak diikuti dengan peningkatan produksi udang jerbung, tetapi produksi total udang jerbung hasil penangkapan di laut pada periode waktu tersebut mengalami rata – rata penurunan sebesar 10,01 % per tahun. Produksi udang jerbung hasil tangkapan dari laut pada tahun 1997 sebesar 554,25 ton dan pada tahun 2002 turun menjadi 313,15 ton. Untuk produksi total udang hasil tangkapan kapal trammel net di Cilacap pada periode waktu tahun 1997 – 2002 tersebut mengalami rata – rata penurunan sebesar 13,66
% per tahun sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 18. Produksi total udang hasil tangkapan trammel net pada tahun 1997 sebesar 1.139,67 ton dan pada tahun 2002 mengalami penurunan menjadi 663,46 ton. Tabel 18. Perkembangan produksi total udang hasil tangkapan trammel net di Cilacap pada tahun 1997 – 2002. Satuan : ton. Ukuran Kapal
1997
1998
1999
Di Pelabuhan < 10 GT 11 - 20 GT 21 - 30 GT > 30 GT
1022,01 28,94 503,90 337,66 151.51
873,44 22,59 434,14 269,43 147,28
550,59 13,24 279,56 175,88 81,91
Di Luar Pelabuhan Motor Tempel
117,66
216,68
T o t a l
1139,67
1090,12
2000
Rata-rata Kenaikan (%)
2001
2002
498,38 11,25 252,64 159,43 75,14
424,08 9,5 211,45 141,70 61,43
455,53 16,63 196,00 168,84 73,89
- 19,35 - 18,39 - 21,88 - 17,05 - 19,43
202,81
137,43
96,64
208,10
9,72
753,40
635,81
520,72
663,46
- 13,66
Sumber : Data Pelabuhan Perikanan Samudera Cilacap yang sudah diolah. Untuk kegiatan penangkapan ikan dan udang para nelayan Cilacap di perairan Segara Anakan pada umumnya masih menggunakan alat tangkap yang sederhana seperti jaring insang dan jaring apong serta pancing dengan armada penangkapan pada umumnya masih menggunakan perahu motor tempel sebagaimana pada Gambar 11. Sehubungan daerah operasi penangkapan relatif sangat dekat dengan tempat tinggal para nelayan serta jenis alat tangkap yang digunakan relatif sederhana dengan menggunakan perahu motor, maka operasi penangkapan para nelayan tersebut hanya 1 (satu) hari yaitu berangkap pada pagi hari dan pulang pada siang hari.
Gambar 11. Armada penangkapan ikan dan udang (perahu jukung) yang digunakan para nelayan Cilacap yang beroperasi di perairan Segara Anakan. Kegiatan penangkapan udang, termasuk udang jerbung yang dilakukan para nelayan Cilacap di perairan Segara Anakan pada umumnya menggunakan jaring apong sebagaimana jenis alat tangkap yang digunakan para nelayan Ciamis yang menangkap udang di perairan Segara Anakan. Perkembangan jaring apong milik para nelayan Cilacap yang beroperasi di perairan Segara Anakan dapat dilihat pada Tabel 19 dan jumlah jaring apong para nelayan Cilacap yang beroperasi di perairan Segara Anakan pada periode waktu tahun 1997 – 2002 sebagaimana pada Tabel 19 tersebut mengalami peningkatan. Jumlah jaring apong pada tahun 1997 sebesar 305 unit atau 102 buah perahu motor tempel dan pada tahun 2002 meningkat menjadi 358 unit atau 119 buah perahu motor tempel. Produksi udang jerbung hasil tangkapan jaring apong di perairan Segara Anakan tersebut diperkirakan sebesar 12.058,67 kg pada tahun 2000 dan 11.360,53 kg tahun 2001 serta kemudian produksi tersebut turun menjadi 3.949,93 kg pada tahun 2002. Penurunan
produksi udang jerbung dikarenakan terjadinya pendangkalan perairan Segara Anakan sehingga menyulitkan untuk beroperasinya jaring apong di perairan tersebut. Tabel 19. Perkembangan armada penangkapan dan alat tangkap jaring apong nelayan Cilacap yang beroperasi di perairan Segara Anakan serta produksi udang jerbung pada tahun 1997 – 2002. Tahun
Jumlah Perahu Motor Tempel ( buah )
Jumlah Jaring Apong ( unit )
CPUE Jaring Apong ( kg )
Produksi Udang Jerbung ( kg )
1997* 1998* 1999* 2000** 2001** 2002***
102 112 173 253 239 119
305 335 520 760 716 358
---47,6 47,6 33,1
---12.058,67 11.360,53 3.949,93
Sumber :
* data Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Cilacap ** data Zarochman (2003) *** data hasil penelitian dan wawancara dengan Nelayan
Untuk hasil tangkapan di laut oleh para nelayan Cilacap yang di daratkan di Cilacap pada umumnya didaratkan lewat Pelabuhan Perikanan untuk kapal Ikan serta Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) untuk perahu motor tempel. Penjualan ikan dan udang yang di daratkan di Pelabuhan Perikanan dijual lewat lelang tetapi untuk ikan dan udang yang di daratkan lewat PPI di jual langsung pada pedagang pengumpul tanpa lewat lelang yang kemudian dijual ke pedagang besar dan atau ke perusahan pengolahan. Produksi udang jerbung hasil tangkapan nelayan Cilacap yang didaratkan dan dijual lewat PPI Cilacap sudah tercatat petugas perikanan di PPI tersebut, sehingga data–data produksi udang jerbung tersebut juga tercatat pada Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Cilacap. Produksi udang jerbung yang didaratkan dan dijual lewat PPI tersebut juga sudah dikenakan retribusi oleh Pemerintah Daerah Cilacap.
Untuk data – data pelanggaran kegiatan penangkapan ikan di laut, termasuk pelanggaran penggunaan alat tangkap dari gillnet ke trammel net untuk menangkap udang di laut tidak tercatat karena kegiatan pengawasan di laut dilakukan oleh Angkatan Laut dari Cilacap yang tidak mengikut sertakan aparat Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Cilacap. Disamping itu Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Cilacap juga tidak mengetahui waktu dan jadwal pelaksanaan kegiatan pengawasan di laut yang dilakukan oleh Angkatan Laut dari Cilacap.
4.1.4 Peraturan perundangan dalam kegiatan penangkapan udang. Kegiatan pengelolaan sumber daya perikanan di Indonesia, termasuk penangkapan sumber daya perikanan di perairan Indonesia pada umumnya masih bersifat umum dan nasional serta belum mengarah pada suatu komoditi tertentu dan pada perairan tertentu pula. Hal ini terlihat pada kebijakan – kebijakan dan peraturan – peraturan dibidang pengelolaan sumber daya perikanan yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Perikanan dan Menteri Pertanian pada waktu Direktorat Jenderal Perikanan masih dibawah Departemen Pertanian serta Departemen Kelautan Dan Perikanan pada waktu Direktorat Jenderal Perikanan dikembangkan menjadi Departemen Kelautan Dan Perikanan. Pengelolaan sumber daya udang atau pengaturan penangkapan udang di laut yang telah diterbitkan dan dilaksanakan oleh pemerintah relatif masih sedikit dan pada umumnya masih menjadi satu dengan pengelolaan sumber daya ikan secara menyeluruh. Peraturan perundangan yang khusus mengatur pengelolaan atau penangkapan udang di laut yang telah diterbitkan oleh pemerintah adalah untuk mengatur kegiatan penangkapan
udang di perairan Indonesia bagian timur yang dilakukan oleh kegiatan Perusahaan Perikanan. Peraturan perundangan dalam pengelolaan dan penangkapan sumber daya udang dan ikan di laut yang telah diterbitkan dan dilaksanakan oleh pemerintah pusat sebagaimana diuraikan diatas antara lain : (1) Keputusan Presiden R.I. No. 39 / 1980 adalah peraturan perundangan mengenai penghapusan atau pelarangan operasi penangkapan alat tangkap trawl di seluruh perairan Indonesia dan pelaksanaannya dilapangan masih banyak mengalami kendala dan bahkan peraturan perundangan ini hampir tidak jalan karena masih banyaknya kapal - kapal ikan dengan alat tangkap trawl beroperasi di beberapa perairan, seperti perairan sekitar Kalimantan Timur (perairan Selat Makasar), perairan sekitar Kalimantan Selatan (perairan Selat Makasar dan Laut Jawa), perairan sekitar Kalimantan Tengah (perairan Laut Jawa), perairan sekitar Kalimantan Barat (perairan Laut Natuna dan Laut China Selatan), perairan sekitar Sumatera Timur (perairan Laut Natuna) dan perairan sekitar Sumatera Barat (perairan Samudera Hindia). (2) Keputusan Presiden R.I. No. 85 / 1982 adalah peraturan perundangan yang mengatur pengoperasian alat tangkap pukat udang di perairan Indonesia bagian timur sebagai pengganti alat tangkap trawl, dimana dalam pengoperasian alat tangkap pukat udang harus dilengkapi dengan TED (Turtle Excluder Device). Dalam pelaksanaan peraturan perundangan ini tidak jalan dan pukat udang beroperasi tidak menggunakanm TED dengan alasan penggunaan TED akan mengurangi hasil tangkapan udang dan ikan.
(3) Keputusan Menteri Pertanian R.I. No. 561 / 1973 yang kemudian diperbaharui dengan Keputusan Menteri Pertanian No. 40 / 1974 adalah peraturan perundangan yang mengatur dan membatasi daerah operasi penangkapan alat tangkap trawl yang kemudian diganti dengan alat tangkap pukat udang di perairan Indonesia bagian timur di luar perairan pada kedalaman isobat 10 meter. Dalam pelaksanaannya peraturan perundangan ini banyak dilanggar oleh kapal – kapal trawl yang kemudian berubah menjadi kapal – kapal pukat udang, karena perairan Indonesia bagian timur, khususnya di perairan Laut Arafura yang termasuk perairan dangkal dan hasil tangkapan udang banyak di perairan dengan kedalaman sekitar isobat 10 meter, sehingga peraturan perundangan ini tidak jalan di lapangan. (4) Keputusan Menteri Pertanian R.I. No. 02 / 1975 yang kemudian diperbaharui dengan Keputusan Menteri Pertanian No. 930 / 1982 adalah peraturan perundangan yang mengatur pemanfaatan hasil sampingan (by catch) hasil operasi alat tangkap trawl yang kemudian berubah menjadi alat tangkap pukat udang di perairan Indonesia bagian timur. Pelaksanaan peraturan perundangan ini juga tidak jalan di lapangan dikarenakan hasil sampingan alat tangkap trawl atau pukat udang di perairan Indonesia bagian timur pada umumnya dibuang ke laut dan tidak dibawa kedarat. Hal ini dikarenakan apabila hasil sampingan tersebut dibawa ke darat akan memenuhi palka kapal, sehingga akan mengurangi tempat untuk menyimpan udang dan akan lebih menguntungkan jika tempat palka tersebut untuk menyimpan udang. (5) Keputusan Menteri Pertanian R.I. No. 607 / 1976 yang kemudian diperbaharui dengan Keputusan Menteri Pertanian R.I. No. 392 / 1999 adalah peraturan peruindangan yang mengatur mengenai jalur – jalur penangkapan ikan di laut, termasuk jalur
penangkapan udang. Dalam pelaksanaan peraturan perundangan ini banyak dilanggar di lapangan, sehingga dapat dikatakan bahwa peraturan perundangan ini juga tidak jalan di lapangan, karena di laut tidak ada batasnya dan juga tidak ada yang mengawasi di lapangan. (6) Keputusan Menteri Pertanian R.I. No. 769 / 1988 adalah peraturan perundangan yang mengatur pengoperasian alat tangkap lampara dasar di perairan Indonesia untuk menangkap ikan dan udang. Dalam pelaksanaannya peraturan perundangan ini banyak dilanggar, seperti ukuran lampara dasar diperkecil sehingga mudah dan dapat ditarik dalam operasi penangkapan di laut oleh kapal yang kecil, sehingga peraturan perundangan ini dapat dikatakan tidak jalan di lapangan. Berdasarkan pertimbangan permasalahan tersebut, maka alat tangkap lampara dasar tidak termasuk salah satu jenis alat tangkap pengganti alat tangkap trawl kebijakan Direktorat Jenderal Perikanan (Balai Pengembangan Penangkapan Ikan Semarang, 1993). (7) Keputusan Menteri Eksplorasi Laut Dan Perikanan No. 45 Tahun 2000 mengenai Perizinan Usaha Perikanan dan kemudian dilengkapi dengan Keputusan Menteri Kelautan Dan Perikanan No. Kep. 46/MEN/2001 mengenai Pendaftaran Ulang Perizinan Usaha Penangkapan Ikan. Peraturan perundangan yang telah diterbitkan oleh pemerintah pusat tersebut diatas sebagai pedoman pemerintah daerah dalam mengatur kegiatan pemanfaatan atau penangkapan sumber daya perikanan di daerah. Peraturan perundangan yang diterbitkan pemerintah daerah yang disebut dengan Peraturan Daerah atau PERDA pada umumnya menyangkut tentang perizinan usaha perikanan dan retribusi, seperti PERDA yang telah
diterbitkan oleh daerah penelitian yaitu Jawa Tengah, Kebumen dan Cilacap serta Jawa Barat dan Ciamis adalah sebagai berikut : (1) Peraturan Daerah Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Tengah No. 6 Tahun 1978 tentang Surat Izin Usaha Perikanan atau SIUP. (2) Peraturan Daerah Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Tengah No. 3 Tahun 1999 tentang retribusi pasar grosir dan atau pertokoan. (3) Peraturan Daerah Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Tengah No. 16 Tahun 2003 tentang Pelelangan Ikan. (4) Keputusan Gubernur Jawa Tengah No. 9 Tahun 2001 tentang perubahan Keputusan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Jawa Tengah No. 26 Tahun 1999 tentang Petunjuk pelaksanaan Peraturan Daerah Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Tengah No. 3 Tahun 1999 tentang retribusi pasar grosir dan atau pertokoan. (5) Peraturan Daerah Kabupaten Cilacap No. 6 Tahun 2001 tentang Tata Ruang Segara Anakan, dimana daerah Plawangan Timur dari Karangbolong sampai sepanjang Sungai Sapuregel Besar yang berada pada posisi 07o45’19’’ LS dan 109o02’12’’ BT sampai 07o43’17’’ LS dan 108o58’38’’ BT merupakan perairan lindung mutlak. (6) Peraturan Daerah Kabupaten Cilacap No. 4 Tahun 2002 tentang retribusi tempat pelelangan ikan. (7) Peraturan Daerah Kabupaten Ciamis No. 8 Tahun 2001 tentang penyelenggaraan dan retribusi pelelangan ikan. (8) Peraturan Daerah Kabupaten Ciamis No. 9 Tahun 2001 tentang izin usaha perikanan dan kelautan.
4.2 Pengelolaaan Sumber Daya Udang Jerbung.
4.2.1 Zonasi daerah penangkapan udang jerbung.
Sebagaimana diuraikan sebelumnya bahwa udang jerbung (Penaeus merguiensis de
Man) hidup di dua fase yaitu fase perairan laut lepas dan fase perairan muara sungai yang terdapat hutan bakau sebagai daerah nursery ground atau daerah asuhan. Udang jerbung bertelur atau memijah di laut dan kemudian larva udang jerbung tersebut berkembang menjadi post larva yang beruaya ke muara sungai sebagai daerah asuhan. Post larva kemudian berkembang menjadi udang muda atau yuana kembali beruaya ke laut untuk berkembang menjadi udang dewasa dan pada umumnya udang jerbung dewasa tersebut menyukai perairan dengan dasar perairan lumpur. Pada umumnya secara geografis perairan Cilacap dan sekitarnya mempunyai dasar perairan berupa pasir campur lumpur sebagaimana diuraikan sebelumnya, terutama pada Gambar 5 dan Gambar 6. Disamping itu perairan Cilacap dan sekitarnya juga mempunyai hutan bakau yang cukup luas yaitu di perairan Segara Anakan, sehingga perairan Cilacap dan sekitarnya tersebut adalah perairan yang sesuai dan cocok untuk perkembangan dan pertumbuhan udang jerbung. Hal ini dikarenakan udang Jerbung memijah di perairan lepas pantai Cilacap dan kemudian beruaya ke perairan Segara Anakan sebagai daerah asuhan untuk pembesaran udang jerbung dari larva udang sampai udang muda atau yuwana. Sehubungan dengan daur hidup atau life cycles udang jerbung dan geografis perairan Cilacap dan sekitarnya sebagaimana diuraikan diatas, maka daerah penyebaran dan daerah penangkapan udang jerbung di perairan Cilacap dan sekitarnya dapat dibagi menjadi 3 (tiga) daerah perairan yaitu :
(1) Perairan Segara Anakan sebagai daerah asuhan. (2) Perairan Cilacap dan sekitarnya bagian barat yaitu perairan dari ujung barat P. Nusakambangan ke arah barat sampai Semenanjung di perairan Teluk Maurits (3) Perairan Cilacap dan sekitarnya bagian timur yaitu perairan dari ujung timur P. Nusakambangan ke arah timur sampai perairan selatan Yogyakarta. Udang muda (yuana) beruaya ke laut lepas di perairan Cilacap dan sekitarnya dibagi menjadi 2 (dua) perairan yaitu ke arah barat di perairan Cilacap dan sekitarnya bagian barat dan ke arah timur di perairan Cilacap dan sekitarnya bagian timur. Udang jerbung yang sudah berada di perairan Cilacap dan sekitarnya bagian barat tidak mungkin bisa kemudian beruaya lagi pindah ke perairan Cilacap dan sekitarnya bagian timur dan demikian sebaliknya dari perairan Cilacap dan sekitarnya bagian timur ke perairan Cilacap dan sekitarnya bagian barat. Hal ini dikarenakan apabila udang muda atau udang dewasa di lepas pantai akan beruaya dari perairan bagian barat ke perairan bagian timur dan sebaliknya harus melalui perairan sebelah selatan P. Nusakambangan yang dasar perairannya adalah pasir dan tidak sesuai dengan dasar perairan untuk hidup udang jerbung yaitu dasar perairan yang berlumpur sebagaimana dapat dilihat pada Gambar 5 dan Gambar 6. Sehubungan dari uraian tersebut diatas dapat dikatakan bahwa udang jerbung yang ada di perairan Cilacap dan sekitarnya bagian barat dan perairan Cilacap dan sekitarnya bagian timur tidak bisa dijadikan satu daerah penangkapan udang jerbung untuk pengaturan pemanfaatan dan pengelolaannnya. Hal ini juga sesuai dengan hasil tes homogenitas antara udang jerbung di perairan Cilacap dan sekitarnya bagian barat yang diambil sampelnya udang jerbung yang didaratkan di Pangandaran serta udang jerbung di
perairan Cilacap dan sekitarnya bagian timur yang diambil sampelnya udang jerbung yang didaratkan di Cilacap dan Gombong sebagaimana pada lampiran 6 yang hasilnya sebagai berikut : (1) Untuk homogenitas udang jerbung yang ditangkap di perairan Cilacap dan sekitarnya bagian barat yang didaratkan di daerah Ciamis serta udang jerbung yang ditangkap di perairan Cilacap dan sekitarnya bagian timur dan didaratkan di Cilacap dan Gombong dengan hasil sebagai berikut : Chi 2 hitung sebesar 26,3028 Chi 2 (0,01 ; 2) sebesar 9,21 Chi 2 (0,05 ; 2) sebesar 5,99 Chi
2
hitung sebesar 26,3028 lebih besar dari Chi
2
table sebesar 9,21 dan 5,99,
maka berarti udang jerbung yang di tangkap di di perairan Cilacap dan sekitarnya bagian barat yang didaratkan di daerah Ciamis serta udang jerbung yang ditangkap di perairan Cilacap dan sekitarnya bagian timur yang didaratkan di Cilacap dan Gombong yang hasilnya tidak homogen. (2) Untuk homogenitas udang jerbung yang ditangkap di perairan Cilacap dan sekitarnya bagian barat yang didaratkan di daerah Ciamis serta udang jerbung yang ditangkap di perairan Cilacap dan sekitarnya bagian timur yang didaratkan di Cilacap dengan hasil sebagai berikut : t hitung sebesar 4,6116 t (0,01 ; 107) sebesar 2,660 t (0,05 ; 107) sebesar 2,000
t hitung sebesar 4,6116 lebih besar dari t table sebesar 2,660 dan 2,000 maka berarti udang jerbung yang di tangkap di di perairan Cilacap dan sekitarnya bagian barat yang didaratkan di daerah Ciamis serta udang jerbung yang ditangkap di perairan Cilacap dan sekitarnya bagian timur yang didaratkan di Cilacap dan Gombong yang hasil tidak homogen. (3) Untuk homogenitas udang jerbung yang ditangkap di perairan Cilacap dan sekitarnya bagian barat yang didaratkan di daerah Ciamis serta udang jerbung yang ditangkap di perairan Cilacap dan sekitarnya bagian timur yang didaratkan di daerah Gombong dengan hasil sebagai berikut : t hitung sebesar 4,3881 t (0,01 ; 107) sebesar 2,660 t (0,05 ; 107) sebesar 2,000 t hitung sebesar 4,3881 lebih besar dari t table sebesar 2,660 dan 2,000 maka berarti udang jerbung yang di tangkap di di perairan Cilacap dan sekitarnya bagian barat yang didaratkan di daerah Ciamis serta udang jerbung yang ditangkap di perairan Cilacap dan sekitarnya bagian timur yang didaratkan di Gombong yang hasilnya tidak homogen. (4) Untuk homogenitas udang jerbung yang ditangkap di perairan Cilacap dan sekitarnya bagian timur yang didaratkan di daerah Cilacap dan Gombong dengan hasil sebagai berikut: t hitung sebesar 0,2337 t (0,01 ; 116) sebesar 2,660 t (0,05 ; 116) sebesar 2,000
t hitung sebesar 0,2337 lebih kecil dari t table sebesar 2,660 dan 2,000 udang jerbung yang di tangkap di di perairan Cilacap dan sekitarnya bagian timur yang didaratkan di daerah Cilacap yang hasilnya homogen. Berdasarkan hasil tes homogenitas tersebut diatas ternyata homogenitas udang jerbung di perairan Cilacap dan sekitarnya bagian barat di Ciamis tidak sama dengan homogenitas udang jerbung di perairan Cilacap dan sekitarnya bagian timur di Cilacap dan Gombong sehingga dengan kata lain pengaturan pemanfaatan dan pengelolaan udang jerbung di perairan Cilacap dan sekitarnya bagian barat tidak bisa dijadikan satu dengan udang jerbung di perairan Cilacap dan sekitarnya bagian timur. Untuk itu dalam pengaturan pemanfaatan dan pengelolaan udang jerbung di perairan Cilacap dan sekitarnya bagian barat harus dibedakan dengan pengaturan pemanfaatan dan pengelolaan udang jerbung di perairan Cilacap dan sekitarnya bagian timur walaupun udang jerbung di kedua perairan tersebut asalnya sama yaitu dari perairan Segara Anakan. Situasi tidak homogennya udang jerbung di perairan Cilacap dan sekitarnya bagian barat yang didaratkan di daerah Ciamis dengan udang jerbung di perairan Cilacap dan sekitarnya bagian timur yang didaratkan di daerah Cilacap dan Gombong ini juga terlihat dari ukuran panjang udang jerbung yang didaratkan pada kedua daerah tersebut sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 20. Berdasarkan Tabel 20 tersebut terlihat bahwa ukuran panjang karapas (21 – 39 mm) dan panjang total (101 – 176 mm) udang jerbung yang ditangkap di perairan Cilacap dan sekitarnya bagian barat yang didaratkan di daerah Ciamis lebih kecil dari panjang karapas (24 – 47 mm) dan panjang total (115 – 201 mm) udang jerbung yang ditangkap di perairan Cilacap dan sekitarnya bagian timur yang didaratkan di Cilacap dan Gombong .
Tabel 20. Ukuran udang jerbung yang didaratkan di Ciamis, Cilacap dan Gombong Kebumen. Ukuran Udang Jerbung Panjang Karapas (mm) 21 - 25 26 - 30 31 - 35 36 - 40 41 - 45 46 - 50 yang terkecil yang terbesar Panjang Total (mm) 101 - 110 111 - 120 121 - 130 131 - 140 141 - 150 151 - 160 161 - 170 171 - 180 181 - 190 191 - 200 201 - 210 yang terkecil yang terbesar Sumber : Hasil penelitian.
Ciamis
Cilacap
Gombong
15 18 7 11 21 mm 39 mm
3 12 18 19 7 1 24 mm 46 mm
18 19 19 4 31 mm 47 mm
1 11 6 9 8 3 6 7 101 mm 176 mm
1 5 8 3 11 14 8 4 5 1 115 mm 201 mm
1 11 12 24 9 3 140 mm 183 mm
4.2.2 Estimasi potensi sumber daya udang jerbung Sehubungan homoginitas udang jerbung berbeda antara perairan Cilacap dan sekitarnya bagian barat di Ciamis dengan udang jerbung di perairan Cilacap dan sekitarnya bagian timur di Cilacap dan Gombong, maka untuk mengestimasi potensi sumber daya udang jerbung dibedakan pula antara perairan Cilacap dan sekitarnya bagian barat dengan perairan Cilacap dan sekitarnya bagian timur. Hal ini untuk mempermudah didalam didalam pengaturan pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya udang jerbung di perairan Cilacap dan sekitarnya karena estimasi potensi sumber daya udang jerbung merupakan langkah awal dari pengaturan pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya udang jerbung di perairan tersebut. (1) Perairan Cilacap dan sekitarnya bagian barat. Kegiatan penangkapan udang jerbung di perairan Cilacap dan sekitarnya bagian barat di perairan Teluk Maurits dilakukan oleh para nelayan Ciamis menggunakan perahu motor tempel dengan alat tangkap trammel net dan juga para nelayan Cilacap yang menggunakan kapal ikan berukuran 11 – 20 GT dengan alat tangkap trammel net. Jumlah kapal ikan trammel net yang berukuran 11 – 20 GT dari Cilacap tersebut selama periode waktu tahun 1998 – 2002 adalah berkisar antara 13 – 18 buah kapal. Sehubungan ukuran upaya penangkapan yang digunakan adalah kapal standar perahu motor tempel trammel net dari Ciamis, maka jumlah kapal trammel net dari Cilacap sebanyak 13 – 18 buah kapal berukuran 11 – 20 GT tersebut adalah setara dengan 500 – 741 buah perahu motor tempel trammel net standar. Jumlah perahu motor tempel trammel net standar dari Cilacap ini lebih besar dibandingkan jumlah perahu motor
tempel trammel net standar dari Ciamis yang pada periode waktu tahun 1998 – 2002 tersebut berkisar antara 248 – 263 buah motor tempel, dimana perkembangan jumlah perahu motor tempel trammel net standar ini dapat dilihat pada Tabel 21. Sehubungan jumlah perahu motor tempel trammel net standar dari Cilacap lebih besar dari pada jumlah perahu motor tempel trammel net standar dari Ciamis pada periode waktu tahun 1998 – 2002 tersebut juga mengakibatkan produksi udang jerbung hasil tangkapan dari kapal ikan trammel net Cilacap di perairan Teluk Maurits lebih besar dari produksi udang jerbung perahu motor tempel trammel net dari Ciamis. Produksi udang jerbung hasil tangkapan di laut kapal trammel net Cilacap diperkirakan berkisar antara 35 – 63 ton setiap tahunnya lebih besar dari pada produksi udang jerbung para nelayan Ciamis pada periode waktu tahun 1998 – 2002 tersebut berkisar 14 –28 ton setiap tahunnya dan perkembangan produksi udang jerbung hasil tangkapan di perairan Teluk Maurits tersebut dapat dilihat pada Tabel 21 dan Lampiran 7. Tabel 21. Perkembangan perahu motor tempel trammel net standar yang beroperasi di perairan Cilacap dan sekitarnya bagian barat(Teluk Maurits) dan produksi udang jerbung pada tahun 1998 – 2002 Tahun
1998 1999 2000 2001 2002
Kapal Ikan Cilacap
Produksi Udang Jerbung
(buah)
Perahu Motor Tempel Standar (buah)
15 13 13 15 18
587 508 509 588 704
Sumber : Hasil penelitian.
Perahu Motor Tempel Standar (buah)
Produksi Udang Jerbung
( ton )
Perahu Motor Tempel Ciamis (buah)
50,23 55,90 35,23 35,25 63,36
249 251 248 261 263
249 251 248 261 263
23,69 28,06 14,17 16,51 22,47
( ton )
Untuk analisa upaya penangkapan dan udang jerbung hasil tangkapan kapal trammel net yang beroperasi di perairan Teluk Maurits tersebut dapat dilihat pada Gambar 12 dan Lampiran 8. Berdasarkan hasil analisis produksi udang jerbung per satuan upaya penangkapan dengan jumlah upaya penangkapan yang beroperasi di perairan tersebut didapatkan hubungan linier dengan persamaan : Y = 0,148492 - 0,000078 X atau c/f = 0,148492 - 0,000078 F MSY udang jerbung di perairan Teluk Maurits sebesar 70,49 ton dengan upaya penangkapan optimum sebesar 949 buah kapal standar yaitu perahu motor tempel trammel net dari Ciamis. Untuk alat tangkap standar digunakan armada penangkapan nelayan Pangandaran Ciamis dikarenakan perairan Teluk Maurits berbatasan langsung dengan wilayah Pangandaran Ciamis, sehingga nelayan Pangandaran Ciamis diprioritaskan untuk menangkap udang di perairan tersebut. Untuk menangkap udang di perairan tersebut para nelayan Pangandaran Ciamis masih menggunakan motor tempel dengan alat tangkap trammel net sehingga motor tempel tersebut digunakan sebagai kapal standar.
Udang Jerbung 0.12
CPUE (ton/unit)
0.10 0.08 0.06 0.04 0.02 0.00 0
200
400
600
800
1000
1200
Effort (unit)
Udang Jerbung 100
Catch (ton)
80 60 40 20 0 0
200
400
600
800
1000
1200
1400
Effort (unit)
Gambar 12. Hubungan jumlah kapal dan CPUE kapal trammel net serta produksi udang jerbung di perairan Cilacap dan sekitarnya bagian barat (perairan Teluk Maurits).
Untuk analisis upaya penangkapan dan total udang hasil tangkapan kapal trammel net yang beroperasi di perairan Cilacap dan sekitarnya bagian barat di perairan Teluk Maurits tersebut dapat dilihat pada Tabel 22 dan Gambar 13 serta Lampiran 7. Berdasarkan hasil analisis produksi total udang per satuan upaya penangkapan dengan jumlah upaya penangkapan yang beroperasi di perairan tersebut didapatkan hubungan linier dengan persamaan : Y = 0,27297 - 0,000069 X atau c/f = 0,27297 - 0,000069 F MSY total udang di perairan Teluk Maurits sebesar 269,15 ton/tahun dengan upaya penangkapan optimum sebesar 1972 buah kapal standar yaitu perahu motor tempel trammel net dari Ciamis. Tabel 22. Perkembangan perahu motor tempel trammel net standar yang beroperasi di perairan Cilacap dan sekitarnya bagian barat(Teluk Maurits) dan produksi total udang pada tahun 1998 – 2002 Tahun
1998 1999 2000 2001 2002
Kapal Ikan Cilacap
Produksi Total Udang
(buah)
Perahu Motor Tempel Standar (buah)
15 13 13 15 18
527 499 534 557 741
Sumber : Hasil penelitian.
Perahu Motor Tempel Standar (buah)
Produksi Total Udang
( ton )
Perahu Motor Tempel Ciamis (buah)
140,69 119,17 88,77 111,17 183,61
249 251 248 261 263
249 251 248 261 263
66,37 59,85 41,18 52,07 55,13
( ton )
Udang Total 0.30
CPUE (ton/unit)
0.25 0.20 0.15 0.10 0.05 0.00 0
200
400
600
800
1000
1200
Effort (unit)
Udang Total 250
Catch (ton)
200 150 100 50 0 0
200
400
600
800
1000
1200
1400
1600
Effort (unit)
Gambar 13. Hubungan jumlah kapal dan CPUE kapal trammel net serta produksi total udang di perairan Cilacap dan sekitarnya bagian barat (perairan Teluk Maurits). Kapal trammel net dari Nelayan Cilacap dan perahu motor tempel trammel net dari nelayan Ciamis yang beroperasi di perairan Teluk Maurits selama periode waktu tahun 1998 – 2002 berkisar antara 751 – 1004 buah kapal standar yaitu perahu motor tempel
trammel net dari Ciamis ini sudah melebihi upaya penangkapan udang jerbung optimum sebesar 949 buah kapal standar yaitu perahu motor tempel trammel net dari Ciamis, tetapi masih dibawah upaya penangkapan total udang optimum sebesar 1972 buah kapal standar. Demikian pula produksi udang jerbung hasil tangkapan para nelayan Ciamis dan Cilacap yang beroperasi di perairan Teluk Maurits tersebut selama periode waktu tahun 1998 – 2002 berkisar antara 44 – 85 ton sudah melampuai MSY udang jerbung di perairan tersebut sebesar 70,49 ton / tahun, tetapi produksi total udang di perairan tersebut sebesar 41,18 – 66,37 ton juga sudah melampaui MSY total udang sebesar 269,15 ton / tahun. Sehubungan jumlah upaya penangkapan yang beroperasi di perairan Teluk Maurits selama periode waktu tahun 1998 – 2002 sudah melebihi upaya penangkapan optimum dan juga produksi udang jerbung hasil tangkapan di perairan tersebut sudah melebihi MSY udang jerbung di perairan tersebut, maka intensitas tingkat pemanfaatan sumber daya udang jerbung di perairan tersebut sudah intensif dan padat tangkap. Situasi ini sangat perlu dikendalikan agar jumlah upaya penangkapan yang ada di perairan Teluk Maurits dan produksi udang jerbung tidak melebihi jumlah upaya penangkapan optimum dan MSY udang jerbung di perairan tersebut. (2) Perairan Cilacap dan sekitarnya bagian timur. Untuk kegiatan penangkapan udang jerbung di perairan Cilacap dan sekitarnya bagian timur dilakukan para nelayan dari Cilacap dan Gombong dengan menggunakan alat tangkap trammel net yang hasilnya didaratkan di daerah Cilacap dan Gombong. Kapal ikan trammel net yang digunakan sebagai kapal standar adalah kapal ikan trammel net yang berukuran 11 – 20 GT karena jumlah kapal ikan trammel net yang berukuran 11
– 20 GT adalah ukuran kapal ikan trammel net yang terbanyak digunakan para nelayan Cilacap dan perkembangan jumlah kapal ikan trammel net standar tersebut dan produksi udang jerbung dapat dilihat pada Tabel 23 dan Lampiran 9. Tabel 23. Perkembangan kapal trammel net standar yang beroperasi di perairan Cilacap dan sekitarnya bagian timur dan produksi udang jerbung pada tahun 1997 – 2002. Tahun
1997 1998 1999 2000 2001 2002
Kapal ikan trammel net Standar dari Cilacap ( buah )
Produksi udang jerbung
Produksi udang jerbung
( ton )
Kapal ikan trammel net standar dari Gombong ( buah )
324 324 307 349 363 297
554,25 420,79 318,61 319,62 311,01 313,15
12 13 22 15 22 37
21,35 17,05 22,66 14,22 19,10 39,39
( ton )
Sumber : Hasil penelitian. Analisa hasil produksi udang jerbung per satuan upaya penangkapan dengan jumlah upaya penangkapan yang beroperasi di perairan Cilacap dan sekitarnya bagian timur dapat dilihat pada Gambar 14 dan Lampiran 10 yang hasilnya didapatkan hubungan linier dengan persamaan sebagai berikut : Y = 3,8723 - 0,0078 X atau c/f = 3,8723 - 0,0078 F dan hasil MSY udang jerbung di perairan Cilacap dan sekitarnya bagian timur tersebut sebesar 478,05 ton dengan upaya penangkapan optimum sebesar 247 buah kapal standar yaitu kapal ikan trammel net berukuran 11 – 20 GT .
Udang Jerbung 4.00
CPUE (ton/unit)
3.50 3.00 2.50 2.00 1.50 1.00 0.50 0.00 320
330
340
350
360
370
380
390
Effort (unit)
Udang Jerbung 700 600
Catch (ton)
500 400 300 200 100 0 0
100
200
300
400
500
Effort (unit)
Gambar 14. Hubungan jumlah kapal dan CPUE kapal trammel net serta produksi udang jerbung di perairan Cilacap dan sekitarnya bagian timur
Kapal standar yang digunakan adalah kapal motor berukuran 11 – 20 GT dengan alat tangkap trammel net karena kapal motor ukuran tersebut banyak digunakan oleh para nelayan Cilacap walaupun secara ekonomi pendapatan bersih per trahun dari kapal motor ukuran 11 – 20 GT sebesar Rp. 32.046.000 ,- lebih kecil dibandingkan kapal motor ukuran 21 – 30 GT sebesar Rp. 80.972.000 ,- dan kapal motor berukuran diatas 30 GT sebesar Rp.159.184.000 ,- (Lampiran 11). Digunakan kapal motor trammel net berukuran 11 – 20 GT juga dikarenakan untuk menjaga kelestarian sumber daya udang jerbung di perairan tersebut karena untuk mencegah kapal motor berukuran 21 – 30 GT dan diatas 30 GT beroperasi disekitar pantai. Untuk analisis upaya penangkapan dan total udang hasil tangkapan kapal trammel net yang beroperasi di perairan Cilacap dan sekitarnya bagian timur dapat dilihat pada Tabel 24 dan Gambar 15 serta Lampiran 10. Berdasarkan hasil analisis produksi total udang per satuan upaya penangkapan dengan jumlah upaya penangkapan yang beroperasi di perairan tersebut didapatkan hubungan linier dengan persamaan : Y = 3,9964 - 0,00439 X atau c/f = 3,9964 - 0,00438 F MSY total udang di perairan Cilacap dan sekitarnya bagian timur sebesar 904,72 ton dengan upaya penangkapan optimum sebesar 454 buah kapal standar yaitu kapal motor berukuran 11 – 20 GT. Tabel 24. Perkembangan kapal trammel net standar yang beroperasi di perairan Cilacap dan sekitarnya bagian timur dan produksi total udang pada tahun 1997 – 2002. Tahun
Kapal ikan trammel net Standar dari Cilacap
Produksi Total Udang
Kapal ikan trammel net standar dari Gombong
Produksi Total Udang
1997 1998 1999 2000 2001 2002
( buah )
( ton )
( buah )
( ton )
289,13 307,48 296,18 284,20 282,71 285,71
1.139,67 1.090,12 753,40 635,89 520,77 663,46
12,44 13,16 21,89 15,56 25,33 40,86
46,20 44,17 53,58 33,63 45,03 90,98
Sumber : Hasil penelitian. Udang Total 4.00
CPUE (ton/unit)
3.50 3.00 2.50 2.00 1.50 1.00 0.50 0.00 320
330
340
350
360
Effort (unit)
370
380
390
Udang Total 1400 1200
Catch (ton)
1000 800 600 400 200 0 0
100
200
300
400
500
Effort (unit)
Gambar 15. Hubungan jumlah kapal dan CPUE kapal trammel net serta produksi total udang di perairan Cilacap dan sekitarnya bagian timur Jumlah kapal ikan trammel net yang beroperasi di perairan Cilacap dan sekitarnya bagian timur pada periode waktu tahun 1997 – 2002 berkisar antara 329 – 385 kapal standar trammel net yang berukuran 11 – 20 GT sudah melampaui upaya penangkapan udang jerbung optimum sebesar 247 buah kapal standar trammel net berukuran 11 – 20 GT, tetapi masih dibawah upaya penangkapan total udang optimum sebesar 454 buah kapal standar trammel net yang berukuran 11 – 20 GT. Demikian pula produksi udang jerbung hasil tangkapan di perairan Cilacap dan sekitarnya bagian timur pada periode waktu tahun 1997 – 2002 berkisar antara 330,11 – 575,60 ton juga sudah melampaui MSY udang jerbung di perairan tersebut sebesar 478,05 ton / tahun, tetapi tetapi produksi total udang di perairan tersebut berkisar antara 565,80 – 1.185,87 ton juga sudah melampaui MSY total udang sebesar 904,72 ton / tahun.
Situasi dengan perkembangan kegiatan penangkapan udang oleh para nelayan Cilacap dan Gombong di perairan di perairan Cilacap dan sekitarnya bagian timur sebagaimana diuraikan diatas sudah memberikan tanda bahwa jumlah upaya penangkapan dan produksi udang jerbung hasil tangkapan di perairan perairan Cilacap dan sekitarnya bagian timur sudah melampaui jumlah upaya penangkapan optimum dan MSY perairan tersebut. Berdasarkan situasi perkembangan tersebut dan juga untuk menjaga kelestarian sumber daya udang jerbung di perairan Cilacap dan sekitarnya bagian timur, maka tingkat pemanfaatan sumber daya udang jerbung di perairan tersebut sudah padat tangkap dan sangat perlu dikendalikan jumlah upaya penangkapan yang disesuaikan dengan jumlah upaya penangkapan optimum di perairan tersebut sebesar 247 buah kapal ikan trammel net standar yang berukuran 11 – 20 GT. (3) Perairan Cilacap dan sekitarnya bagian barat dan timur Analisis pemanfaatan udang jerbung dan total udang di perairan Cilacap dan sekitarnya bagian barat dan bagian timur sudah menunjukan padat tangkat dan perlu dikendalikan jumlah upaya penangkapannya. Hal ini dikarenakan produksi udang jerbung dan total udang di perairan tersebut sudah melampaui MSY dan upaya penangkapan yang ada sudah melampaui upaya penangkapan optimum atau f optimum perairan tersebut, dimana MSY dan f optimal di perairan tersebut dapat dilihat pada Tabel 25. Tabel 25. MSY dan f optimum perairan Cilacap dan sekitarnya bagian barat dan bagian timur. Bagian Barat Bagian Timur MSY f opt MSY f opt ( ton / th ) kapal standar* ( ton / th ) Kapal standar** Udang jerbung 70,49 949 478,05 247 Total udang 269,15 1972 904,72 454 Keterangan :
* adalah motor tempel nelayan Pangandaran Ciamis ** adalah kapal motor Cilacap ukuran 11 – 20 GT Sumber : Hasil Penelitian. MSY udang jerbung untuk perairan Cilacap bagian barat sebesar 70,49 ton / tahun dan untuk perairan Cilacap dan sekitarnya bagian timur sebesar 487,05 ton / tahun, sehingga secara menyeluruh di perairan Cilacap dan sekitarnya didapat MSY udang jerbung sebesar 557,54 ton / tahun. Untuk total udang secara menyeluruh di perairan Cilacap dan sekitarnya didapat MSY total udang sebesar 1.173,87 ton / tahun. Upaya penangkapan kapal standar di perairan Cilacap dan sekitarnya bagian barat adalah motor tempel nelayan Pangandaran Ciamis dengan alat tangkap trammel net dan untuk upaya penangkapan kapal standar di perairan Cilacap bagian timur adalah kapal motor nelayan Cilacap berukuran 11 – 20 GT dengan alat tangkapan trammel net. CPUE motor tempel Pengandaran Ciamis pada tahun 2002 sebesar 0,09 ton udang jerbung dan 0,21 ton total udang dan CPUE kapal motor Cilacap berukuran 11 – 20 GT sebesar 1,06 ton udang jerbung dan 2,23 ton total udang pada Lampiran-8 dan Lampiran-10. Perbandingan FPI untuk kapal motor Cilacap ukuran 11 – 20 GT dan motor tempel Pangandaran Ciamis adalah 1 : 11,8 untuk udang jerbung dan 1 : 10,6 untuk total udang. Upaya penangkapan optimum atau f optimum secara menyeluruh untuk perairan Cilacap dan sekitarnya adalah : - f optimum untuk udang jerbung sebesar 247 + (1:11,8x949) = 327 buah kapal motor berukuran 11 – 20 GT. - f optimum untuk total udang sebesar 454 + (1:10,6x1972) = 640 buah kapal motor berukuran 11 – 20 GT,
Udang hasil tangkapan alat tangkap trammel net di perairan Cilacap dan sekitarnya pada umumnya sebagain besar terdiri dari udang jerbung dan udang dogol sehingga MSY total udang adalah MSY untuk udang jerbung dan udang dogol. Demikian pula untuk f optimum total udang juga untuk udang jerbung dan udang dogol. MSY untuk udang dogol di perairan Cilacap dan sekitarnya menurut Suman (2004) sebesar 540 ton / tahun dengan upaya penangkapan optimum sebesar 305 unit trammel net aktif mingguan. Untuk kapal motor dengan alat tangkap trammel net yang beroperasi secara aktif selama 1 minggu / trip pada umumnya adalah kapal motor yang berukuran diatas 10 GT, sehingga diasumsikan relatif sama kapal standar yang digunakan yaitu kapal motor berukuran 11 – 20 GT. Sehubungan untuk besaran nilai MSY dan f optimum untuk udang dogol di perairan Cilacap dan sekitarnya menurut Suman (2004) tersebut diatas relatif masih dibawah besaran nilai MSY dan f optimum untuk total udang di perairan tersebut, maka dapat diasumsikan bahwa MSY dan f optimum untuk udang dogol di perairan Cilacap dan sekitarnya tersebut masih merupakan bagian MSY dan f optimum untuk total udang di perairan Cilacap dan sekitarnya. Situasi pemanfaatan sumber daya udang jerbung yang padat tangkap di perairan Cilacap dan sekitarnya bagian barat dan bagian timur tersebut pada umumnya dikarenakan jumlah upaya penangkapan atau jumlah kapal trammel net yang berlebihan dari Cilacap sebagaimana terlihat pada Tabel 21, 22, 23 dan 24. Hal ini terjadi karena pemahaman prinsip “ open access “ sehingga mengakibatkan tidak adanya kebijakan untuk membatasi jumlah kapal trammel net dari Cilacap yang izinnya diterbitkan Dinas Perikanan Dan Kelautan Propinsi Jawa Tengah.
Upaya untuk menanggulangi permasalahan tersebut menurut Martosubroto (2002) harus ada perubahan pemahaman dari prinsip “ open access “ menjadi prinsip “ stricted access “ sebagai landasan untuk membatasi izin penangkapa n di laut, termasuk izin penangkapan udang di laut. Berdasarkan prinsip “ stricted access “ tersebut Dinas Perikanan Dan Kelautan Propinsi Jawa Tengah menerapkan kebijakan pembatasan izin jumlah kapal trammmel net di perairan Cilacap dan sekitarnya yang disesuaikan dengan jumlah upaya penangkapan yang optimum di perairan tersebut. (4) Perairan Segara Anakan. Sebagaimana diuraikan sebelumnya bahwa perairan Segara Anakan merupakan daerah asuhan udang dan ikan, sehingga besarnya aspek dinamika populasi dari ikan dan udang, termasuk udang jerbung di perairan Cilacap dan sekitarnya bagian barat dan timur sangat dipengaruhi oleh situasi pemanfaatan udang jerbung di perairan Segara Anakan. Untuk itu lingkup pengaturan pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya udang jerbung di perairan Cilacap dan sekitarnya juga termasuk pengaturan pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya udang jerbung di perairan Segara Anakan. Kegiatan penangkapan udang jerbung di perairan Segara Anakan dilakukan oleh para nelayan dari Cilacap dan Ciamis dengan alat tangkap jaring apong yang menggunakan perahu motor tempel. Jumlah jaring apong pada tahun 1997 – 2000 senantiasa meningkat dari 441 unit jaring apong dengan 147 buah perahu motor tempel pada tahun 1997 dan pada tahun 2000 meningkat menjadi 1647 unit jaring apong dengan 549 buah perahu motor tempel. Jumlah jaring apong dan perahu motor tempel tersebut pada tahun selanjutnya mengalami penurunan yaitu sebesar 1603 unit jaring apong
dengan 534 buah perahu motor tempel pada tahun 2001 dan 801 buah jaring apong dengan 267 buah perahu motor tempel, dimana perkembangannya dapat dilihat pada Tabel 26 dan Lampiran 12. Tabel 26. Perkembangan jaring apong dan produksi udang jerbung di perairan Segara Anakan pada tahun 1997 - 2002 Tahun
Jumlah Perahu Motor Tempel ( buah )
Jumlah Jaring Apong ( unit )
CPUE Udang Jerbung ( kg )
Produksi Udang Jerbung ( kg )
1997 1998 1999 2000 2001 2002
147 157 344 549 534 267
441 471 1032 1647 1603 801
---47,6 47,6 33,1
---26.132,40 25.418,40 8.837,70
Sumber : Hasil Penelitian. Jaring apong adalah alat tangkap sejenis jaring pukat yang berbentuk kerucut seperti trawl, dogol, payang dan cantrang sebagaimana dapat dilihat pada Lampiran 20.. Cara pengoperasiannya
dengan cara jaring apong apong dipancang menetap pada dasar
perairan dengan membentangkan kedua ujung sayap kearah horizontal dan membuka mulut kantong secara vertikal untuk menyaring kolom air yang bergerak karena arus pasang surut. Jumlah jaring apong dan perahu motor tempel yang mengalami penurunan pada tahun 2001 dan 2002 sebagaimana pada Tabel 26 tersebut juga diikuti dengan penurunan produksi udang jerbung hasil tangkapan di perairan Segara Anakan. Produksi udang jerbung hasil tangkapan di perairan tersebut pada tahun 2000 sebesar 26.132,40 kg mengalami penurunan pada tahun selanjutnya yaitu sebesar 25.418,40 kg pada tahun 2001 dan sebesar 8.837 pada tahun 2002.
Penurunan jumlah perahu motor tempel dan jaring apong pada tahun 2001 dan pada tahun 2002 ini menurut beberapa nelayan yang beroperasi di perairan Segara Anakan dikarenakan pendangkalan dasar perairan Segara Anakan sehingga menyulitkan beroperasinya jaring apong di perairan tersebut. Pendangkalan dan penurunan kedalaman dasar perairan tersebut juga mengakibatkan CPUE jaring apong untuk udang jerbung mengalami penurunan pada tahun 200 dan 2001 sebesar 47,6 kg / tahun dan pada tahun 2002 turun menjadi 33,1 kg / tahun. Hal ini pada akhirnya mengakibatkan produksi udang jerbung hasil tangkapan jaring apong juga mengalami penurunan sebagaimana terlihat pada Tabel 26 tersebut diatas. Produktivitas jaring apong yang menurun tersebut diatas tidak hanya CPUE jaring apong untuk udang jerbung tetapi juga untuk CPUE jaring apong secara total sebagaimana dapat dilihat pada Lampiran 12 sehingga mengakibatkan produksi ikan dan udang hasil tangkapan jaring apong di perairan Segara Anakan juga mengalami penurunan. CPUE jaring apong secara total pada tahun 2001 sebesar 35,62 kg / bulan atau 427,43 kg / tahun dan pada tahun 2002 mengalami penurunan menjadi 27,93 kg / bulan atau 355,17 kg / tahun. Produktivitas atau CPUE jaring apong pada tahun 2001 dan tahun 2002 sebesar 35,62 kg / bulan dan 27,93 kg / bulan tersebut diatas masih relatif lebih tinggi jika dibandingkan CPUE jaring apong tersebut pada tahun 1987 dan tahun 1988 menurut Naamin (1991) sebesar 15,06 kg / bulan. Berdasarkan data tersebut dapat diasumsikan bahwa CPUE jaring apong dari tahun 1987 / 1988 sampai tahun 2001 masih mengalami kenaikan dari 15,06 kg / bulan naik menjadi 35,62 kg / bulan, tetapi CPUE jaring apong
pada tahun 2002 mulai turun menjadi 27,93 kg / bulan. Penurunan produktivitas jaring apong mulai tahun 2002 menurut beberapa nelayan yang beroperasi di perairan Segara Anakan dikarenakan adanya penurunan kedalaman perairan karena pendangkalan dasar perairan Segara Anakan sehingga menyulitkan beroperasinya jaring apong di perairan Segara Anakan. Kegiatan penangkapan udang dan ikan di perairan Segara Anakan ini menurut Dudley (2000) akan sangat mempengaruhi produksi udang dan ikan di Perairan Cilacap dan sekitarnya. Hal ini dikarenakan perairan Segara Anakan adalah merupakan daerah asuhan bagi udang dan ikan yang ada di perairan Cilacap dan sekitarnya. Menurut Zarochman (2003) bahwa penurunan produksi di Perairan Cilacap dan sekitarnya sebagian besar dipengaruhi oleh degredasi lingkungan habitat dan kegitan penangkapan di perairan Segara Anakan sebesar 95,5 % dan pengaruh penangkapan di perairan Cilacap dan sekitarnya hanya sebesar 4,5 %. 4.2.3 Aspek dinamika populasi udang jerbung. Untuk mengetahui beberapa aspek dinamika populasi dari udang jerbung yang ada di perairan Cilacap dan sekitarnya diambil sampel udang jerbung hasil tangkapan kapal ikan trammel net Cilacap yang didaratkan di Pelabuhan Perikanan Samudera (PPS) Cilacap. Udang jerbung yang didaratkan di PPS Cilacap pada umumnya adalah udang jerbung hasil tangkapan kapal ikan trammel net Cilacap yang beroperasi di perairan Cilacap dan sekitarnya bagian timur. Sehubungan udang jerbung yang tertangkap di perairan Cilacap dan sekitarnya masih lengkap, utuh dan segar maka pengukuran panjang total digunakan dalam analisis biologi.
Pengambilan sampel dilakukan setiap minggu sebanyak 19 kali pada bulan Agustus 2002 sampai bulan Desember 2002 dengan jumlah sampel udang jerbung hasil tangkapan kapal ikan trammel net Cilacap sebanyak 1060 ekor udang jerbung. Berdasarkan penyebaran ukuran panjang total dan berat dari sampel udang jerbung (Lampiran 13) dapat diketahui total ukuran panjang udang jerbung yang tertangkap berkisar antara 12,2 – 24,O cm dan ukuran berat berkisar antara 16 – 109 gram serta diperoleh hubungan panjang – berat udang jerbung di perairan Cilacap dan sekitarnya bagian timur sebagaimana dapat dilihat pada Gambar 16 dengan persamaan : W = 0,0133 L 2,8582 dengan r = 0,9003 gram 120 100 80
y = 0.0133x2.8582 R 2 = 0.9003
60 40 20
cm
0 10
15
20
25
Gambar 16. Hubungan panjang dan berat udang jerbung di perairan Cilacap dan sekitarnya. Sampel ukuran panjang total udang jerbung hasil tangkapan di perairan Cilacap dan sekitarnya bagian timur yang didaratkan di PPS Cilacap tersebut diatas dengan jumlah
sampel udang jerbung sebanyak 1060 ekor dan dikelompokan menjadi 13 kelas ukuran panjang total udang jerbung sebagaimana pada Tabel 27. dan Gambar 17.
Tabel 27. Penyebaran dan frekuensi masing – masing kelas ukuran panjang total udang jerbung di perairan Cilacap dan sekitarnya. L1 - L2 Cm 110 - 120 120 - 130 130 - 140 140 - 150 150 - 160 160 - 170 170 - 180 180 - 190 190 - 200 200 - 210 210 - 220 220 - 230 230 - 240
ML Cm 115 125 135 145 155 165 175 185 195 205 215 225 235
L1 - L2 Cm 110 - 120 120 - 130 130 - 140 140 - 150 150 - 160 160 - 170 170 - 180 180 - 190 190 - 200 200 - 210 210 - 220 220 - 230 230 - 240
ML cm 115 125 135 145 155 165 175 185 195 205 215 225 235
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
1 3 10 8 11 15 6 4 1 1 60
3 1 10 15 9 13 2 5 1 59
1 7 9 11 15 7 7 2 59
1 11 10 3 16 14 9 4 1 69
1 5 8 3 10 14 9 4 5 1 60
1 8 11 10 8 9 8 4 1 60
1 4 4 13 23 8 5 1 1 60
4 5 17 8 5 3 3 5 7 3 60
3 7 10 10 6 3 5 44
1 9 16 8 10 8 1 1 1 55
11
12
13
14
15
16
17
18
19
Total
2 8 9 12 8 8 4 51
5 8 12 11 7 5 1 3 1 53
1 4 9 13 9 6 5 2 1 50
3 18 26 9 2 1 1 60
8 24 7 6 9 2 4 60
1 3 23 16 2 1 3 1 50
2 6 12 9 2 10 8 1 50
1 11 18 9 2 5 2 2 50
1 6 17 5 10 5 2 1 1 1 1 50
2 13 39 79 127 235 224 147 92 62 21 16 3 1060
(1) 20 15 10 5 0 115
125
135
145
155
165
175
185
195
205
215
225
(2)
235
cm 20 15 10 5 0 115
125
135
145
155
165
175
185
195
205
215
225
(3)
235
cm 20 15 10 5 0 115
125
135
145
155
165
175
185
195
205
215
225
(4)
235
cm 20 15 10 5 0 115
125
135
145
155
165
175
185
195
205
215
225
(5)
235
cm 15 10 5 0 115
125
135
145
155
165
175
185
195
205
215
225
235
Gambar 17. Penyebaran dan frekuensi masing – masing kelas ukuran panjang total udang jerbung di perairan Cilacap dan sekitarnya.
(6) 12 10 8 6 4 2 0 115
125
135
145
155
165
175
185
195
205
215
225
(7)
235
cm 25 20 15 10 5 0 115
125
135
145
155
165
175
185
195
205
215
225
(8)
235
cm
20 15 10 5 0 115
125
135
145
155
165
175
185
195
205
215
225
(9)
235
cm 12 10 8 6 4 2 0 115
125
135
145
155
165
175
185
195
205
215
225
(10)
235
cm
20 15 10 5 0 115
125
135
145
155
165
175
185
195
205
215
225
235
Gambar 17. Penyebaran dan frekwensi masing – masing kelas ukuran panjang total udang jerbung di perairan Cilacap dan sekitarnya (lanjutan). (11) 14 12 10 8 6 4 2 0 115
125
135
145
155
165
175
185
195
205
215
225
(12)
235
cm
14 12 10 8 6 4 2 0 115
125
135
145
155
165
175
185
195
205
215
225
(13)
235
cm
14 12 10 8 6 4 2 0 115
125
135
145
155
165
175
185
195
205
215
225
(14)
235
cm
30 25 20 15 10 5 0 115
(15)
125
135
145
155
165
175
185
195
205
215
225
235
cm
30 25 20 15 10 5 0 115
125
135
145
155
165
175
185
195
205
215
225
235
Gambar 17. Penyebaran dan frekwensi masing – masing kelas ukuran panjang total udang jerbung di perairan Cilacap dan sekitarnya (lanjutan)
(16) 25 20 15 10 5 0 115
125
135
145
155
165
175
185
195
205
215
225
(17)
235
cm
14 12 10 8 6 4 2 0 115
125
135
145
155
165
175
185
195
205
215
225
(18)
235
cm
20 15 10 5 0 115
125
135
145
155
165
175
185
195
205
215
225
(19)
235
cm
20 15 10 5 0 115
125
135
145
155
165
175
185
195
205
215
225
235
cm
Gambar 17. Penyebaran dan frekwensi masing – masing kelas ukuran panjang total udang jerbung di perairan Cilacap dan sekitarnya (lanjutan)
Berdasarkan penyebaran dan frekwensi masing – masing kelas ukuran panjang total udang jerbung dapat ditentukan nilai tengah panjang total pada masing – masing kelompok tersebut sebagaimana pada Tabel 28. Tabel 28. Penyebaran nilai tengah panjang total udang jerbung pada setiap kelompok Sampel I 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19
156 135 159 139 131 166 157 146 178 161 160 168 167 173 174 168 125 174 141
Penyebaran nilai tengah panjang total udang jerbung II II 186 165 181 174 149 197 164 195 210 176 184 207 192 230 205 199 152 204 152
186 174 175 182
IV 215
Pergeseran nilai tengah panjang total pada masing – masing kelompok udang jerbung di perairan Cilacap dan sekitarnya yang tertangkap dan didaratkan di PPS Cilacap tersebut pada Gambar 18 dapat digunakan untuk menetukan beberapa cohort udang jerbung yang ada di perairan Cilacap dan sekitarnya. Jumlah cohort dari penyebaran panjang total udang jerbung di perairan Cilacap dan sekitarnya tersebut adalah sebanyak 3 (tiga) buah cohort sebagaimana dapat dilihat pada Gambar 18.
240 230 220 210 200 190 180 170 160 150 140 130 120 0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
minggu
Gambar 18. Pergeseran nilai tengah panjang total udang jerbung di perairan Cilacap dan sekitarnya. Untuk mengetahui secara teoritis aspek-aspek dinamika populasi tentang panjang maksimum (Loo), laju pertumbuhan (K) dan umur pada waktu panjang = 0 (to) udang jerbung pada cohort – cohort udang jerbung tersebut diatas dapat menggunakan metode Gulland and Holt (1967) sebagaimana pada Tabel 29 dan Gambar 19.
Tabel 29. Analisis penentuan parameter pertumbuhan berdasarkan nilai tengah panjang total udang jerbung dengan menggunakan metode Gulland and Holt (1967) Cohort
No
L(t)
L(t+dt)
1 1 1 1 1
1 2 3 4 5
156.30 164.64 174.19 195.34 206.70
164.64 174.19 195.34 206.70 215.00
2 2 2 2 2 2
1 2 3 4 5 6
135.00 165.86 178.00 184.17 191.60 199.00
165.86 178.00 184.17 191.60 199.00 203.71
3 3 3 3 3
1 2 3 4 5
130.84 160.75 168.40 173.00 174.40
160.75 168.40 173.00 174.40 182.22
Lm(t)=(L(t)+L(t+dt))/2 (x) 160.47 169.42 184.77 201.02 210.85
dL= L(t+dt) - L(t)
dt
8.34 9.55 21.15 11.36 8.30
1 2 4 4 7
dL/dt (y) 8.34 4.78 5.29 2.84 1.19
150.43 171.93 181.09 187.89 195.30 201.36
30.86 12.14 6.17 7.43 7.40 4.71
4 3 2 2 3 2
7.72 4.05 3.08 3.72 2.47 2.36
145.80 164.58 170.70 173.70 178.31
29.91 7.65 4.60 1.40 7.82
5 2 2 1 4
5.98 3.83 2.30 1.40 1.96
Cohort 1
dL/dt 9 8 7 y = -0.1192x + 26.578 R2 = 0.8617 Loo=222.97 mm
6 5 4 3 2 1 0 150
160
170
180
190
200
210
220
230
Lmean(t)
Cohort 2 dL/dt 9 8 7
y = -0.1018x + 22.354
6
2
R = 0.884 Loo=219.59
5 4 3 2 1 0 140
150
160
170
180
190
200
210
220
230
Lmean(t)
dL/dt
Cohort 3
7 6 5
y = -0.1406x + 26.524 2 R = 0.9276 Loo=188.65 mm
4 3 2 1 0 140
160
180
200
Lmean(t)
Gambar 19. Hubungan pertambahan panjang dengan panjang total untuk penentuan L• menggunakan metode Gulland and Holt (1967) Berdasarkan persamaan nilai tengah panjang total (X) dan dL/dt (Y) dapat untuk menentukan nilai panjang maksimum (Loo), laju pertumbuhan (K) dan umur pada waktu panjang = 0 (to) pada masing-masing cohort sebagaimana pada Gambar 19 tersebut.
Sedangkan nilai-nilai parameter pertumbuhan pada cohort-cohort tersebut berdasarkan metode Gulland and Holt (1967) dapat dilihat pada Tabel 30. Tabel 30. Nilai parameter pertumbuhan udang jerbung di perairan Cilacap dan sekitarnya Cohort 1 2 3
K=-b 0.1192 0.1018 0.1406
K (tahun) 1.4304 1.2216 1.6872
A 26.578 22.354 26.524
Loo = -a/b 222.97 219.59 188.65
Ln Loo 5.41 5.39 5.24
to -0.56 -0.59 -0.66
Sehubungan nilai – nilai koefisien pertumbuhan (K) dan panang asimtot (L• ) beragam diantara ketiga cohort tersebut, sehingga ditentukan nilai K dan L• dari salah satu cohort sebagai masukan untuk analisis penentuan nilai total mortalitas (Z) dan nilai yield per recruit (Y/R). Untuk pemilihan salah satu cohort tersebut dengan pertimbangan pergeseran nilai tengah panjang total yang lebih jelas dan lebih banyak penyebaran nilai tengah panjang total didalam cohort yang dapat mencerminkan mekanisme pertumbuhan sehingga dipilih cohort no.1. Laju pertumbuhan atau K pada udang penaeid menurut Gracia and Le Reste (1981) berkisar antara 0,15 – 0,30 / bulan atau 1,8 – 3,6 / tahun dan untuk udang pada fase muda dengan laju pertumbuhan lebih cepat (K relatif tinggi) dibandingkan dengan udang fase dewasa atau tua. Udang jerbung yang tertangkap di perairan Cilacap dan sekitarnya mempunyai nilai K yang berkisar antara 0,1018 – 0,1406 / bulan atau 1,2216 – 1,6872 / tahun dan nilai K tersebut juga sama atau tidak berbeda dengan hasil penelitian Siswanto (1984) sebesar 1,2 / tahun. Nilai K yang relatif kecil tersebut dikarenakan udang jerbung yang tertangkap di perairan Cilacap dan sekitarnya pada umumnya adalah udang jerbung yang telah dewasa atau tua.
Situasi ini terlihat bahwa panjang udang jerbung yang tertangkap di perairan Cilacap dan sekitarnya sebagian besar berukuran diatas 170 mm dan bahkan ada udang jerbung yang tertangkap berukuran 200 - 240 mm (Lampiran 13). Panjang asimtotik atau Loo untuk udang jerbung di perairan Cilacap dan sekitarnya berkisar antara 188,65 – 222,97 mm, sehingga udang jerbung yang tertangkap di perairan Cilacap dan sekitarnya pada umumnya udang jerbung yang telah dewasa atau tua karena panjang udang jerbung tersebut mendekati panjang asimtotik. Untuk menentukan secara teoritis panjang pada umur pada waktu panjang = 0 atau to dan panjang pada umur tertentu (Lt) udang jerbung pada cohort-cohort udang jerbung yang tertangkap di perairan Cilacap dan sekitarnya dengan mengunakan persamaan Von Bartalanfy yang diacu dalam Gulland and Holt (1967) sebagaimana pada Tabel 31 dan Gambar 20. Tabel 31. Analisis penentuan parameter pertumbuhan berdasarkan nilai tengah panjang total udang jerbung dengan menggunakan persamaan metode Von Bartalanfy dalam Gulland and Holt (1967). L(t) Cohort 1 156.30 164.64 174.19 195.34 206.70 215.00 Cohort 2 135.00 165.86 178.00 184.17 191.60 199.00 203.71 Cohort 3
Loo
To 1-(Lt / Loo) Ln (1 - (Lt / Loo)) ln (1 - (Lt / Loo))/-K dt(thn)
t=x
y
222.9698 0 222.9698 222.9698 222.9698 222.9698 222.9698
0.29901 0.26160 0.21877 0.12392 0.07297 0.03574
-1.20728 -1.34092 -1.51972 -2.08814 -2.61773 -3.33138
0.84402 0.93745 1.06244 1.45983 1.83007 2.32898
0.000 0.056 0.167 0.389 0.611 1.000
0.84402 0.99300 1.22911 1.84872 2.44118 3.32898
1.20728 1.34092 1.51972 2.08814 2.61773 3.33138
219.5874 0 219.5874 219.5874 219.5874 219.5874 219.5874 219.5874
0.38521 0.24467 0.18939 0.16129 0.12745 0.09376 0.07231
-0.95396 -1.40783 -1.66395 -1.82455 -2.06000 -2.36707 -2.62685
0.78091 1.15245 1.36211 1.49357 1.68631 1.93768 2.15034
0.000 0.250 0.438 0.563 0.688 0.875 1.000
0.78091 1.40245 1.79961 2.05607 2.37381 2.81268 3.15034
0.95396 1.40783 1.66395 1.82455 2.06000 2.36707 2.62685
183.2632 0 183.2632 183.2632 183.2632 183.2632 183.2632
0.28605 0.12285 0.08110 0.05600 0.04836 0.03090
-1.25157 -2.09682 -2.51204 -2.88236 -3.02902 -3.47694
0.74181 1.24278 1.48888 1.70837 1.79529 2.06077
0.000 0.417 0.583 0.750 0.833 1.167
Cohort 1
4
-ln(1-L(t)/Loo)
3
2
y = 0.8625x + 0.4816 R 2 = 0.9994 to=-0.56
1
t
0 -1
0
1
-ln(1-L(t)/Loo)
2
3
4
Cohort 2
3
2
y = 0.6986x + 0.4088 R 2 = 0.9994 to=-0.59
1
t
0 -1
0
1
2
3
4
Cohort 3
4
3
-ln(1-L(t)/Loo)
130.84 160.75 168.40 173.00 174.40 177.60
2
y = 0.9113x + 0.5993 R2 = 0.9973 to=-0.66
1
t
0 -1
0
1
2
3
4
0.74181 1.65945 2.07221 2.45837 2.62863 3.22744
1.25157 2.09682 2.51204 2.88236 3.02902 3.47694
Gambar 20. Hubungan pertambahan panjang dengan panjang total untuk penentuan to menggunakan persamaan pertumbuhan Von Bartalanfy dalam Gulland and Holt (1967).
Berdasarkan analisis cohort – cohort udang jerbung tersebut dengan menggunakan metode Fisat 2. FAO-ICLARM Stock Assessment Tools for length converted catch curve pada Gambar 21 dapat untuk menentukan total mortalitas ( Z ), dimana nilai Z didekati berdasarkan analisis kurva konversi panjang sebagai slope garis regresi
Gambar 21. Length converted catch curve Berdasarkan Gambar 21 sebagaimana diuraikan diatas dapat ditentukan rata - rata ukuran panjang total terkecil udang jerbung pertama kali masuk daerah penangkapan (Lc) yaitu udang jerbung berukuran 11,4 cm. Untuk menentukan nilai kematian udang jerbung karena penangkapan (F) optimal dan juga menentukan nilai kematian total udang jerbung (Z) dapat dilakukan dengan simulasi nilai – nilai Lc yang berbeda dengan kurva Yield / Recruitment (Y/R) sebagaimana pada Tabel 32 dan Gambar 22. Untuk Lc dalam trammel net ditafsirkan sebagai rata-rata ukuran udang yang pertama kali masuk perikanan dalam hal ini udang yang tertangkap dan Lr adalah ukuran udang yang masuk daerah penangkapan. Di perairan Cilacap dan sekitarnya pada
umumnya udang yang masuk daerah penangkapan langsung ditangkap sehingga Lc = Lr sehingga tc = tr Tabel 32. Simulasi nilai - nilai Lc pada kurva Y/R Lc 8.0 8.5 9.0 9.5 10.0 10.5 11.0 11.5 12.0 12.5 13.0 F opt 2.65 2.85 3.05 3.25 3.55 3.85 4.25 4.65 5.20 5.85 6.70 Y/R 13.278 13.650 14.030 14.416 14.804 15.192 15.578 15.958 16.330 16.688 17.029
Y/R 18 Lc = 13.0 Lc = 12.5 Lc = 12.0 Lc = 11.5 Lc = 11.0 Lc = 10.5 Lc = 10.0 Lc = 9.5 Lc = 9 Lc = 8.5
16 14 12 10 8 6 4 2
F
0 0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
Gambar 22. Kurva Y/R dengan nilai Lc yang berbeda Pada umumnya dengan simulasi nilai – nilai Lc yang berbeda dapat ditentukan pula nilai – nilai Y/R dan F opt pada masing – masing nilai Lc tersebut sebagaimana pada Tabel 32, dimana pada nilai Lc udang jerbung di perairan Cilacap dan sekitarnya yang berjalan saat ini adalah sebesar 11,4 cm sehingga dapat ditentukan besarnya nilai Y/R sebesar 15,958 dan nilai F optimal sebesar 4,65 serta mortalitas alami (M) sebesar 1,26. Status pemanfaatan atau status pengusahaan udang udang jerbung di perairan Cilacap dan sekitarnya pada Lc berjalan adalah Fc yang besarnya 4,53 sehingga status
pemanfaatannya sudah intensif dan mendekati situasi padat tangkap karena nilai Fc sebesar 4,53 mendekati nilai F optimal sebesar 4,65. Nilai F optimum tersebut diatas sebesar 4,65 tidak jauh berbeda dengan hasil penelitian Sumiono dan Atmaja (1986) yang mengemukakan nilai F optimum berkisar antar 4,0 – 4,2 dengan nilai F berjalan atau Fc sebesar 3,6 – 3,9 sehingga status pemanfaatannya sudah intensif dan mendekati situasi padat tangkap karena nilai Fc mendekati nilai F optimum dan perlu dipertahankan jumlah kapal yang beroperasi di perairan tersebut. Demikian juga nilai Y/R sebesar 12,41 - 14,56 gram tidak berbeda jauh dengan nilai Y/R penelitian ini sebesar 15,958 gram. Untuk melihat pengaruh mortalitas udang jerbung di perairan Cilacap dan sekitarnya terhadap Y/R dengan nilai kematian karena penangkapan (Fishing mortality) dan bervariasinya ukuran panjang udang terkecil waktu penangkapan (Lc) dapat dilakukan dengan menggambarkan diagram isopleth udang jerbung yang tertangkap di perairan Cilacap dan sekitarnya sebagaimana dapat dilihat pada Gambar 23.
16
L e n g th C a tc h (cm )
14
12
10
8
1
2
3
4
5
6
7
8
F ish in g M o rta lity
Gambar 23. Diagram isopleth udang jerbung di perairan Cilacap dan sekitarnya. Berdasarkan diagram isopleth udang jerbung pada Gambar 23 tersebut diatas dapat ditentukan F optimum pada nilai-nilai isopleth Y/R udang jerbung di perairan Cilacap dan sekitarnya. Sehubungan nilai Y/R udang jerbung di perairan Cilacap dan sekitarnya sebesar 15,958 maka dapat ditetukan nilai F optimal sekitar 5 dan nilai F optimal ini tidak jauh berbeda dengan Nilai F optimum pada Lc yang sedang berjalan sebesar 4,65. Nilai Fc pada Lc berjalan adalah sebesar 4,53 maka status pemanfaatannya sudah intensif dan mendekati situasi padat tangkap karena nilai Fc sebesar 4,53 mendekati nilai F optimum. Analisis aspek dinamika populasi udang jerbung tersebut diatas adalah berdasarkan data-data biologi udang jerbung yang tertangkap di perairan Cilacap dan sekitarnya bagian timur, sehingga nilai-nilai aspek dinamika populasi udang jerbung tersebut untuk udang jerbung di perairan bagian timur. Untuk aspek dinamika populasi udang jerbung di
perairan bagian barat yang belum dianalisis dalam penelitian ini diharapkan dapat diteliti dan dianalisis diwaktu yang akan datang. Pada umumnya operasi penangkapan udang jerbung di perairan Cilacap dan sekitarnya menurut para nelayan Cilacap pada perairan dengan kedalamam dibawah 40 meter karena udang jerbung di perairan tersebut berada pada perairan pantai dengan kedalaman antara 0 – 40 meter. Menurut Naamin (1972) mengemukakan bahwa penyebaran jenis – jenis udang komersial, termasuk udang jerbung di perairan sekitar Cilacap dan Pangandaran berdasarkan hasil survei R.V OH DAE SAN berada pada perairan sampai dengan kedalaman 40 meter. Hal ini sesuai dengan hasil survei laut yang diadakan pada tanggal 25 Nopember 2002 di perairan Cilacap dan sekitarnya dengan menggunakan KM. Tri Putra Karya yang berukuran 50 GT dengan alat tangkap trammel net dan mengadakan operasi penangkapan udang di perairan dengan kedalaman berkisar antara 52 – 70 meter yang hasilnya tidak tertangkap udang jerbung tetapi tertangkap udang dogol dan udang krosok, dimana hasil survei laut dapat dilihat pada Tabel 33.
Tabel 33. Hasil Survei Laut tanggal 25 Nopember 2002 KM. Tri Putra Karya ukuran 50 GT Alat tangkap : trammel net Jumlah : 30 piece Kecepatan kapal : 6,4 - 6,6 knot / jam Berangkat jam 06.00 dan pulang jam 19.51 No Jam
Hauling Posisi
Setting Keda Jam Laman (m)
Ikan (kg)
Hasil Tangkapan Udang Jumlah Jerbung Udang (kg) (kg)
Keterangan Total (kg)
1
08.06 s/d 08.17
07o53’LS 109o11’BT
-
70
-
-
-
-
warp putus Kecepatan 1,3 knot/jam
2
09.46 s/d 09.58
07o53’LS 109o10’BT
11.06 s/d 11.17
70
12,4
-
2,2
14,6
Kecepatan 1,0 knot/jam
3
12.58 s/d 13.08
07o52’LS 109o12’BT
14.13 s/d 14.23
65
12,5
-
2,6
15,1
Kecepatan 1,0 knot/jam
4
16.03 s/d 16.14
07o52’LS 109o10’BT
15.21 s/d 15.33
63
11,8
-
2,5
14,3
Kecepatan 1,0 knot/jam
5
17.13 s/d 17.24
07o51’LS 109o09’BT
17.24 s/d 17.35
52
13,2
-
3,4
16,8
Kecepatan 1,0 knot/jam
KM Tri Puta Karya pada awalnya adalah kapal ikan dengan alat tangkap trammel net, tetapi kapal ikan tersebut pada tahun 2000 berganti alat tangkap gillnet dengan alasan daerah penangkapan alat tangkap gillnet lebih luas jika dibandingkan alat tangkap trammel net dan jenis ikan yang ditangkap gillnet adalah ikan pelagis yang nilainya tidak kalah dengan udang, seperti ikan tenggiri, ikan tongkol, ikan bawal sehingga kadang – kadang nilai hasil tangkapan alat tangkap gillnet lebih tinggi dari pada nilai hasil
tangkapan alat tangkap trammel net. Disamping itu ikan – ikan pelagis hasil tangkapan gillnet tersebut tidak ada penjualan ditengah laut. 4.3 Pemanfaatan Sumber Daya Udang Jerbung 4.3.1 Pengembangan pemanfaatan sumber daya udang jerbung. Pemanfaatan sumber daya udang di perairan Cilacap dan sekitarnya pada umumnya sudah berkembang, terutama kegiatan penangkapan udang yang dilakukan oleh nelayan Cilacap. Jenis alat tangkap yang digunakan nelayan adalah trammel net dan untuk nelayan Ciamis dan Gombong Kebumen menggunakan motor tempel, tetapi untuk nelayan Cilacap sudah menggunakan kapal ikan. Berdasarkan evaluasi pemanfaatan sumber daya udang di perairan Cilacap dan sekitarnya dengan menggunakan analisa upaya penangkapan dan hasil tangkapan kapal trammel net pada periode waktu tahun 1998 – 2002 terlihat pemanfaatan sumber daya udang di perairan tersebut sudah intensif dan bahkan sudah menunjukkan gejala - gejala padat tangkap tetapi berdasarkan hasil evaluasi data biologi udang jerbung yang tertangkap di perairan tersebut sudah mendekati padat tangkap karena nilai Fc sebesar 4,53 mendekati nilai F optimum sebesar 4,65. Untuk mencegah terjadinya keresahan para nelayan di lapangan dengan issu pemanfaatan sumber daya udang sudah padat tangkap dan kemungkinan terjadinya pengurangan upaya penangkapan, maka dalam menentukan tingkat pemanfaatan sumber daya udang jerbung di perairan Cilacap dan sekitarnya menggunakan evaluasi pemanfaatan berdasarkan data biologi udang jerbung yang tertangkap. Berdasarkan evaluasi data biologi udang jerbung tersebut pemanfaatannya belum padat tangkap tetapi
sudah mendekati padat tangkap sehingga tidak diterbitkan izin baru penangkapan udang dengan alat tangkap trammel net. Sehubungan pemanfaatan sumber daya udang jerbung di perairan Cilacap dan sekitarnya sudan mendekati padat tangkap perlu dikakukan monitoring secara berkelanjutan untuk mengevaluasi tingkat pemanfaatannya. Apabila hasil evaluasi monitoring tersebut menunjukkan pemanfaatan sudah padat tangkap maka perlu dilakukan pengurangan upaya penangkapannya sebagaimana evalasi menggunakan analisa upaya penangkapan dan hasil tangkapan kapal trammel net periode waktu tahun 1998 – 2002. (1) Perairan Cilacap dan sekitarnya bagian barat. Hasil tangkapan kegiatan penangkapan udang dengan alat tangkap trammel net adalah udang jerbung dan juga udang lainnya (terutama udang dogol) sehingga dalam analisis udang jerbung juga dianalisis udang secara total. MSY udang jerbung di perairan Cilacap dan sekitarnya bagian Barat di perairan Teluk Maurits diperkirakan sebesar 70,49 ton / tahun dengan upaya penangkapan optimum sebesar 949 buah kapal standar trammel net dari Ciamis. Sedangkan potensi lestari atau MSY total udang sebesar 269 ton / tahun dengan upaya penangkapan optimum sebesar 1972 buah kapal standar trammel net dari Ciamis. Untuk pengaturan kegiatan penangkapan udang tersebut dilakukan secara hati-hati untuk menjaga kelestarian sumber daya udang di perairan tersebut, maka dalam pengaturan kegiatan penangkapan udang sebaiknya menggunakan batasan yang terkecil yaitu MSY udang jerbung sebesar 70,49 ton / tahun dengan upaya penangkapan optimum
sebesar 949 buah kapal kapal standar yaitu motor tempel Ciamis. Hal ini dikarenakan pengaturan dengan batasan yang terkecil tidak akan membahayakan batasan yang besar yaitu MSY total udang sebesar 269 ton / tahun dengan upaya penangkapan optimum sebesar 1.972 buah kapal standar trammel net dari Ciamis. Produksi udang jerbung hasil tangkapan di perairan Cilacap dan sekitarnya bagian barat pada periode waktu tahun 1998 – 2002 berkisar antara 44,72 – 85,83 ton sudah melampaui MSY udang jerbung di perairan tersebut sebesar 70,49 ton / tahun dan juga jumlah kapal trammel net yang beroperasi di perairan tersebut pada periode waktu tahun 1998 – 2002 berkisar antara 751 – 1004 buah kapal standar lebih besar dari upaya optimum sebesar 949 buah kapal standart sehingga tetapi jumlah upaya penangkapan atau jumlah kapal trammel net perlu dikendalikan dan dibatasi jumlahnya. Sehubungan jumlah upaya penangkapan yang ada di perairan Cilacap dan sekitarnya bagian barat harus dikurangi jumlahnya, maka pengurangan tersebut sebaiknya ditujukan ke jumlah kapal trammel net dari Cilacap sehingga
upaya penangkapan
diprioritaskan untuk nelayan dari Ciamis yang masih menggunakan perahu motor tempel. Hal ini dikarenakan : 1) Perairan Cilacap dan sekitarnya bagian barat adalah perairan pantai Pengandaran yang masih merupakan wilayah Ciamis sehingga diprioritaskan untuk nelayan dari Ciamis. 2) Kegiatan penangkapan udang para nelayan dari Ciamis masih merupakan nelayan skala kecil karena masih menggunakan perahu motor tempel. 3) Produksi udang jerbung hasil tangkapan para nelayan dari Ciamis pada periode waktu tersebut berkisar antara 14,17 – 28,06 ton masih dibawah MSY udang jerbung di perairan tersebut sebesar 70,49 ton / tahun.
Kegiatan penangkapan udang jerbung di perairan Cilacap dan sekitarnya bagian barat oleh para nelayan dari Cilacap ini lebih maju dan berkembang dibandingkan para nelayan dari Ciamis karena para nelayan dari Cilacap ini sudah menggunakan kapal ikan dengan alat tangkap trammel net yang jumlahnya pada periode waktu tahun 1998 – 2002 adalah berkisar antara 13–18 buah kapal trammel net atau setara dengan 508–704 buah kapal standar perahu motor nelayan Ciamis dan jumlah upaya penangkapan dari Cilacap ini lebih besar dari pada jumlah upaya penangkapan para nelayan dari Ciamis berkisar antara 248 – 263 buah kapal standar perahu motor nelayan Ciamis. Sehubungan kegiatan penangkapan udang jerbung di perairan Cilacap dan sekitarnya bagian barat sudah intensif dan pada kondisi padat tangkap sehingga perlu jumlah kapal trammel net yang beroperasi di perairan tersebut dikendalikan dan jumlahnya perlu dikurangi, maka pengurangan jumlah upaya penangkapan atau kapal trammel net yang beroperasi di perairan tersebut diutamakan adalah kapal trammel net dari Cilacap karena : 1) Nelayan Cilacap dengan kapal trammel net yang beroperasi di perairan Cilacap dan sekitarnya bagian barat adalah merupakan nelayan pendatang. 2) Kegiatan penangkapan udang para nelayan dari Cilacap dapat dikatogorikan nelayan skala menengah keatas karena sudah menggunakan kapal ikan. 3) Produksi udang jerbung hasil tangkapan para nelayan dari Cilacap pada periode waktu tersebut berkisar antara 30,55 – 63,36 ton mendekati besarnya MSY udang jerbung di perairan tersebut sebesar 70,49 ton / tahun . Untuk mengendalikan pemanfaatan sumber daya udang jerbung di perairan Cilacap dan sekitarnya bagian barat tersebut perlu diupayakan pemanfaatan yang optimum tanpa
membahayakan kelestarian sumber daya ikan di perairan tersebut. Untuk mendapatkan upaya pemanfaatan yang optimum dengan menggunakan model goal programming adalah sebagai berikut : 1) Skenario 1. Pada skenario 1 ini adalah mengupayakan pemanfaatan yang optimum dengan memprioritaskan upaya penangkapan nelayan Pangandaran – Ciamis yang masih menggunakan perahu motor tempel dengan alat tangkap trammel net. Hal ini dengan pertimbangan kegiatan nelayan Pangandaran – Ciamis masih merupakan kegiatan skala kecil dengan menggunakan perahu motor tempel dengan alat tangkap trammel net jika dibandingkan dengan kegiatan nelayan Cilacap yang sudah lebih berkembang dengan menggunakan kapal motor dengan alat tangkap trammel net. Sehubungan yang memanfaatkan sumber daya udang di perairan tersebut adalah nelayan dari Pangandaran – Ciamis dan nelayan Cilacap, maka untuk mengupayakan pemanfaatan sumber daya udang jerbung yang optimum dengan model goal programming
(Lampiran 14) diperoleh alokasi upaya penangkapan optimum untuk
masing – masing daerah sebagai berikut : - untuk nelayan Pangandaran – Ciamis dialokasikan sebesar 881 buah kapal standar perahu motor tempel nelayan Pangandaran dan jumlah jumlah perahu motor tempel nelayan Pangandaran yang ada sekarang sebesar 263 buah kapal standar perahu motor tempel sehingga ada peluang pengembangan sebesar 618 buah kapal standar perahu motor tempel.
- untuk nelayan Cilacap dialokasikan jumlah upaya penangkapan optimum (949 buah kapal standar) dikurangi alokasi nelayan Pengandaran Ciamis (881 buah kapal standar) yaitu sebesar 68 buah kapal standar perahu motor tempel nelayan Pangandaran. - FPI kapal Cilacap adalah 39,9 kapal standar motor tempel Pangandaran (Lampiran 7), maka 68 buah kapal standar motor tempel Pangandaran dibagi 39,9 yaitu sebesar 1,704 yang dibulatkan menjadi 2 buah kapal nelayan Cilacap. - Jumlah kapal nelayan Cilacap yang beroperasi di perairan Cilacap bagian barat sebesar 18 buah kapal, sehingga kelebihan 16 buah kapal nelayan Cilacap yaitu kapal trammel net yang berukuran 10 – 20 GT.
2). Skenario 2. Pada skenario 2 ini adalah mengupayakan pemanfaatan yang optimum dengan mengasumsikan prioritas yang sama antara nelayan Pangandaran – Ciamis dan nelayan Cilacap. Untuk mengupayakan pemanfaatan sumber daya udang jerbung yang optimum dengan model goal programming (Lampiran 15) diperoleh alokasi upaya penangkapan optimum untuk masing – masing daerah sebagai berikut : - Untuk nelayan Pangandaran – Ciamis dialokasikan sebesar 475 buah perahu motor tempel nelayan Pangandaran dan jumlah jumlah perahu motor tempel nelayan Pangandaran yang ada sekarang sebesar 263 buah perahu motor tempel sehingga ada peluang pengembangan sebesar 212 buah perahu motor tempel. - Untuk nelayan Cilacap dialokasikan sebesar 9,999 atau 10 buah kapal nelayan Cilacap yang berukuran 10 – 20 GT dan jumlah kapal nelayan Cilacap yang beroperasi di perairan Cilacap bagian barat sebesar 18 buah kapal, sehingga kelebihan 8 buah kapal nelayan Cilacap yang berukuran 10 – 20 GT. Untuk mendapatkan pemanfaatan yang optimum disarankan menggunakan skenario 2 karena pada skenario 2 tersebut jumlah upaya penangkapan para nelayan Pengandaran – Ciamis masih dapat dikembangkan sebanyak 212 buah perahu motor tempel dan kapal motor para nelayan Cilacap pengurangannya sebanyak 8 buah kapal jika dibandingkan skenario 1 pengurangannya sebanyak 16 buah kapal. Untuk pengurangan kapal motor dari Cilacap dilakukan secara bertahap yang disesuaikan dengan penambahan jumlah upaya penangkapan para nelayan Pangandaran – Ciamis. Pengurangan kapal motor dari nelayan Cilacap secara bertahap ini pada tahun pertama sebanyak jumlah kapal motor sebanyak 8 buah kapal dikurangi jumlah alokasi
pengembangan upaya penangkapan nelayan Pangandaran – Ciamis sebanyak 212 buah kapal standar perahu motor atau 5 buah kapal motor nelayan Cilacap, sehingga pengurangannya sebanyak 3 buah kapal motor Cilacap. Untuk pengurangan tahun–tahun selanjutnya disesuaikan dengan peningkatan jumlah upaya penangkapan nelayan Pangandaran – Ciamis dengan perbandingan FPI kapal Cilacap dan motor tempel Pangandaran sebesar 1 buah kapal Cilacap sama dengan 39,9 yang dibulatkan menjadi 40 buah motor tempel nelayan Pangandaran (Lampiran 7) Pemanfaatan udang jerbung yang optimum di perairan Cilacap dan sekitarnya bagian barat tersebut diatas dengan alat tangkap trammel net disarankan motor tempel Ciamis sebanyak 475 buah dan kapal motor Cilacap sebanyak 10 buah kapal. Untuk membuktikan bahwa alokasi pengembangan tersebut dilakukan simulasi jumlah upaya penangkapan optimum dengan uji deviasi ternyata kombinasi jumlah motor tempel Ciamis sebanyak 475 buah dan kapal motor Cilacap sebanyak 10 buah adalah yang terbaik dan akan mengoptimumkan pemanfaatan yang berkelanjutan dalam aspek produktivitas dan aspek usaha penangkapan (Lampiran 18), oleh karena itu hipotesa dalam penelitian ini dapat diterima karena telah dibuktikan. (2) Perairan Cilacap dan sekitarnya bagian timur. Hasil tangkapan kegiatan penangkapan udang dengan alat tangkap trammel net adalah udang jerbung dan juga udang lainnya (terutama udang dogol) sehingga dalam analisis udang jerbung juga dianalisis udang secara total. MSY udang jerbung di perairan Cilacap dan sekitarnya bagian timur diperkirakan sebesar 478,05 ton / tahun dengan upaya penangkapan optimum sebesar 247 buah kapal trammel net standar yang berukuran
11 – 20 GT. Sedangkan potensi lestari atau MSY total udang sebesar 904,72 ton / tahun dengan upaya penangkapan optimum sebesar 454 buah kapal trammel net standar yang berukuran 11 – 20 GT. Untuk pengaturan kegiatan penangkapan udang tersebut dilakukan secara hati-hati untuk menjaga kelestarian sumber daya udang di perairan, maka dalam pengaturan kegiatan penangkapan udang sebaiknya menggunakan batasan yang terkecil yaitu MSY udang jerbung sebesar 478.05 ton / tahun dengan upaya penangkapan optimum sebesar 247 buah kapal trammel net standar yang berukuran 11 – 20 GT. Hal ini dikarenakan pengaturan dengan batasan yang terkecil tidak akan membahayakan batasan yang besar yaitu MSY total udang sebesar 904,72 ton / tahun dengan upaya penangkapan optimum sebesar 454 buah kapal trammel net standar yang berukuran 11 – 20 GT. MSY udang jerbung di perairan Cilacap dan sekitarnya bagian timur diperkirakan sebesar 478,05 ton / tahun dengan upaya penangkapan optium sebesar 247 buah kapal trammel net standar yang berukuran 11 – 20 GT. Jumlah kapal trammel net yang beroperasi di perairan tersebut pada periode waktu tahun 1997 – 2002 berkisar antara 329 – 385 buah kapal trammel net standar sudah melampaui upaya penangkapan optimum 247 buah kapal standar. Pada tahun 2002 jumlah kapal yang ada sebesar 334 buah kapal standar sehingga kelebihan sebesar 87 buah kapal trammel net standar yang berukuran 11 – 20 GT. Produksi udang jerbung hasil tangkapan di perairan tersebut pada periode waktu tahun 1997 - 2002 berkisar antara 330,11 – 575,60 ton juga sudah melampaui besarnya MSY udang jerbung di perairan tersebut sebesar 478,05 ton/tahun. Jumlah produksi udang jerbung yang sudah melampaui besarnya MSY tersebut adalah produksi pada tahun 1997
sebesar 575,60 tetapi pada tahun-tahun berikutnya jumlah produksinya menurun dibawah MSY dan produksi udang jerbung pada tahun 2002 sebesar 352,54 ton berada dibawah MSY sebesar 478,05 ton. Besarnya produksi udang jerbung mulai tahun 1998 sampai tahun 2002 ada dibawa besarnya MSY, tetapi jumlah upaya penangkapan yang ada dari tahun 1997 sampai tahun 2002 antara 329–385 buah kapal standar sudah melampaui jumlah upaya optimum sebesar 247 buah kapal standar, maka pemanfaatan sumber daya udang jerbung di perairan tersebut sudah intensif dan juga sudah padat tangkap. Untuk menjaga keledstarian sumber daya udang di perairan tersebut maka jumlah kapal trammel net yang beroperasi di perairan tersebut harus disesuaikan dengan upaya penangkapan optimum. Jumlah upaya penangkapan yang ada pada tahun 2002 sebesar 334 buah kapal standar dan jumlah upaya penangkapan optimum sebesar 247 buah kapal standar sehingga perlu jumlah upaya penangkapan yang ada dikurangi sebesar 87 buah kapal standar yaitu kapal trammel net yang berukuran 11 – 20 GT. Kegiatan penangkapan udang di perairan Cilacap dan sekitarnya bagian timur ini diakukan oleh para nelayan dari Cilacap dan Gombong Kebumen, dimana nelayan dari Gombong Kebumen masih termasuk nelayan skala kecil karena masih menggunakan perahu motor tempel dan nelayan dari Cilacap sudah berkembang dan masuk dalam katagori nelayan skala menengah keatas. Oleh karena itu dalam pemanfaatan sumber daya udang jerbung atau kegiatan penangkapan udang jerbung di perairan tersebut diprioritaskan kepada nelayan skala kecil yaitu nelayan dari Gombong Kebumen. Berdasarkan situasi dan permasalahan tersebut diatas, maka untuk pemanfaatan sumber daya udang jerbung atau penangkapan udang jerbung di perairan tersebut
diprioritaskan untuk usaha skala kecil dari nelayan Gombong dan nelayan Cilacap, sehingga pengurangan jumlah kapal trammel net yang beroperasi di perairan tersebut diutamakan pengurangan kapal trammel net dari nelayan Cilacap. Sehubungan penyebaran udang jerbung di perairan tersebut pada kedalaman perairan dibawah 40 meter, maka pengurangan kapal trammel net tersebut diutamakan untuk kapal trammel net yang berukuran diatas 20 GT. Hal ini dikarenakan penyebaran udang jerbung diperairan tersebut terdapat pada kedalaman kurang dari 40 meter sehingga sudah bisa dan dapat ditangkap dengan kapal trammel net yang berukuran 10 - 20 GT ke bawah. Untuk mengendalikan pemanfaatan sumber daya udang jerbung di perairan Cilacap dan sekitarnya bagian timur tersebut perlu diupayakan pemanfaatan yang optimum tanpa membahayakan kelestarian sumber daya ikan di perairan tersebut. Untuk mendapatkan upaya pemanfaatan yang optimum dengan menggunakan model goal programming adalah sebagai berikut : 1) Skenario 1. Pada skenario 1 ini adalah mengupayakan pemanfaatan yang optimum dengan mengasumsikan semua jenis upaya penangkapan yang ada dan beroperasi di perairan Cilacap dan sekitarnya bagaian timur. Sehubungan upaya penangkapan yang beroperasi di perairan tersebut berasal dari Gombong – Kebumen dan Cilacap, maka semua jenis dan ukuran upaya penangkapan dari Gombong – Kebumen dan Cilacap mempunyai peluang yang sama di dalam pemanfaatan sumber daya udang jerbung di perairan Cilacap dan sekitarnya bagian timur.
Untuk mengupayakan pemanfaatan sumber daya udang jerbung yang optimum dengan model goal programming (Lampiran 16) diperoleh alokasi upaya penangkapan untuk masing – masing jenis dan ukuran upaya penangkapan sebagai berikut : - Untuk kapal trammel net ukuran kurang dari 10 GT dialokasikan sebesar 520 buah kapal (setara dengan 416 buah kapal standar ukuran 11 – 20 GT) dan jumlah kapal motor trammel net berukuran kurang dari 10 GT yang ada dan beroperasi di perairan tersebut pada Tahun 2002 sebesar 10 buah kapal, maka peluang pengembangannya upaya penangkapan sebesar 510 buah kapal trammel net berukuran dibawah 10 GT. - Untuk jenis dan ukuran upaya penangkapan yang lain tidak ada alokasinya karena alokasi kapal ukuran kurang dari 10 GT sebesar 520 buah kapal setara dengan 416 buah kapal standar sudah melebihi upaya penangkapan sebesar 247 buah kapal standar ukuran 11 – 20 GT atau kelebihan 169 buah kapal standar berukuran 11 – 20 GT. 2) Skenario 2. Pada skenario 2 ini adalah mengupayakan pemanfaatan yang optimum dengan meprioritaskan kepada para nelayan skala kecil yang ada di Gombong – Kebumen dan Cilacap yang masih menggunakan perahu motor dengan alat tangkap trammel net. Hal ini dengan pertimbangan untuk melindungi kegiatan nelayan skala kecil yang masih menggunakan perahu motor tempel yang daerah operasi penangkapannya terbatas di daerah sekitar pantai jika dibandingkan dengan kegiatan para nelayan yang sudah lebih berkembang dengan menggunakan kapal motor yang jangkauan operasi penangkapannya lebih luas ke perairan lepas pantai. Berdasarkan hasil survei laut di perairan tersebut (Tabel 33) bahwa udang jerbung di perairan tersebut tertangkap pada kedalaman kurang dari 40 meter yang dapat
ditangkap dengan kapal trammel net berukuran 11 – 20 GT, maka untuk
pengembangan
upaya penangkapan di perairan tersebut juga diprioritaskan kepada perahu motor tempel dan kapal motor trammel net berukuran dibawah 20 GT. Untuk itu dalam pengembangan pemanfaatan sumber daya udang jerbung di perairan tersebut diprioritaskan kepada motor tempel, kapal motor berukuran kurang dari 10 GT dan kapal motor berukuran 11 – 20 GT. Untuk mengupayakan pemanfaatan sumber daya udang jerbung yang optimum dengan model goal programming (Lampiran 17) diperoleh alokasi upaya penangkapan optimum untuk masing–masing jenis dan ukuran upaya penangkapan sebagai berikut : - Untuk motor tempel nelayan Gombong - Kebumen dialokasikan sebesar 52 buah perahu motor tempel dan jumlah perahu motor tempel nelayan Gombong Kebumen pada tahun 2002 sebesar 52 buah perahu motor tempel sehingga tidak ada peluang pengembangannya. - Untuk motor tempel nelayan Cilacap dialokasikan sebesar 113 buah perahu motor tempel dan jumlah perahu motor tempel nelayan Cilacap pada tahun 2002 sebesar 113 buah perahu motor tempel sehingga tidak ada peluang pengembangannya. - Untuk kapal motor nelayan Cilacap yang berukuran kurang dari 10 GT dialokasikan sebesar 234,8 yang dibulatkan menjadi 235 buah kapal dan jumlah kapal motor berukuran kurang dari 10 GT pada tahun 2002 sebesar 10 buah kapal, sehingga ada peluang pengembangan sebesar 235 buah kapal berukuran kurang dari 10 GT. - Untuk kapal motor nelayan Cilacap yang berukuran 11 – 20 GT dialokasikan sebesar 88 buah kapal dan jumlah kapal motor berukuran 11 – 20 GT pada tahun 2002 sebesar 88 buah kapal, sehingga tidak ada peluang pengembangannya.
- Untuk kapal berukuran 21 – 30 GT dan kapal berukuran diatas 30 GT tidak dialokasikan untuk pemanfaatan sehingga tertutup untuk beroperasi menangkap udang di perairan tersebut. Untuk mendapatkan pemanfaatan yang optimum disarankan menggunakan skenario 2 karena pada skenario 1 pengembangan upaya penangkapan hanya untuk motor tempel yang daerah operasi penangkapannya sangat terbatas di perairan pantai dan tidak mampu beroperasi pada perairan dimana udang jerbung menyebar sampai pada kedalaman 40 meter. Pada skenario 2 pengembangan upaya penangkapan dari motor tempel sampaii kapal motor ukuran 11 – 20 GT yang dapat beroperasi penangkapan udang pada perairan sampai kedalaman 40 meter. Pengurangan jumlah upaya penangkapan yang ada di perairan Cilacap dan sekitarnya bagian timur sebanyak 48 buah kapal motor berukuran 21 – 30 GT dan 18 buah kapal yang berukuran diatas 30 GT dilakukan secara bertahap yang disesuaikan dengan penambahan kapal motor berukuran kurang dari 10 GT. Perbandingan yang digunakan dalam pelaksanaan pengurangan kapal motor secara bertahap tersebut dapat menggunakan Fishing Power Index (FPI) sebagai berikut : - Kapal motor berukuran dibawah 10 GT : 0,75 - Kapal motor berukuran 11 – 20 GT
: 1,00
- Kapal motor berukuran 21 – 30 GT
: 1,70
- Kapal motor berukuran diatas 30 GT
: 2,66
Pemanfaatan udang jerbung yang optimum di perairan Cilacap dan sekitarnya bagian timur tersebut diatas dengan alat tangkap trammel net disarankan motor tempel Gombong sebanyak 52 buah, motor tempel Cilacap sebanyak 113 buah, kapal motor
ukuran > 10 GT sebanyak 235 buah, kapal motor ukuran 11 – 20 GT sebanyak 88 buah dan untuk kapal motor ukuran 21 – 30 GT dan kapal motor ukuran > 30 GT tidak dialokasikan atau tertutup untuk beroperasi di perairan tersebut. Untuk membuktikan bahwa alokasi pemanfataan yang optimum tersebut dilakukan simulasi jumlah upaya penangkapan optimum dengan uji deviasi ternyata kombinasi alokasi untuk masingmasing ukuran kapal motor tersebut adalah yang terbaik dan akan mengoptimumkan pemanfaatan yang berkelanjutan dalam aspek produktivitas dan aspek usaha penangkapan (Lampiran 18), oleh karena itu hipotesa dalam penelitian ini dapat diterima karena telah dibuktikan. Untuk kapal trammel net yang berukuran diatas 20 GT dapat dialihkan usahanya dari kegiatan menangkap udang ke kegiatan menangkap ikan pelagis dengan alat tangkap gillnet. Hal ini dikarenakan pada waktu akhir – akhir ini banyak kapal trammel net yang berukuran diatas 20 GT mengalihkan usahanya untuk menangkap ikan pelagis dengan alat tangkap gillnet. Sebagai contoh : 1) Pada tahun 2001 di Cilacap ada sebanyak 160 buah kapal trammel net yang berukuran diatas 20 GT dan pada tahun 2002 jumlahnya menurun menjadi 118 buah kapal sehingga terjadi pengurangan sebanyak 42 buah kapal trammel net yang mengalihkan usahanya dari kegiatan menangkap udang dengan alat tangkap trammel net ke kegiatan menangkap ikan pelagis kecil dan besar dengan alat tangkap gillnet. 2) Pada tahun 2001 di Cilacap ada sebanyak 104 buah kapal trammel net yang berukuran 11 – 20 GT dan pada tahun 2002 jumlah tersebut menurun menjadi 70 buah kapal sehingga terjadi pengurangan sebanyak 34 buah kapal trammel net yang mengalihkan
usahanya dari kegiatan menangkap udang dengan alat tangkap trammel net ke usaha menangkap ikan pelagis kecil dengan alat tangkap gillnet. Pengalihan usaha penangkapan udang dengan alat tangkap trammel net ke usaha penangkapan ikan pelagis dengan alat tangkap gillnet dengan daerah operasi penangkapan di perairan Samudera Hindia karena pemanfaatan sumber daya ikan pelagis kecil di perairan Samudera Hindia pada tahun 2001 menurut Dahuri (2003) masih dalam taraf berkembang. MSY ikan pelagis kecil di perairan tersebut sebesar 526.570 ton / tahun dan produksi ikan pelagis pada tahun 2001 sebesar 264.560 ton, sehingga tingkat pemanfaatannya sebesar 49,49 %. Disamping itu hasil pendapatan kegiatan usaha dengan alat tangkap gillnet lebih menguntungkan dari pada kegiatan dengan alat tangkap trammel net (Lampiran 19) sebagai berikut : 1)
Pendapatan bersih untuk kapal motor berukuran 21 – 30 GT dengan alat tangkap
gillnet sebesar Rp. 125.192.000 ,- lebih besar dari pada pendapatan dengan alat tangkap trammel net sebesar Rp. 80.972.000 ,2) Pendapatan bersih untuk kapal motor berukuran diatas 30 GT dengan alat tangkap gillnet sebesar Rp. 160.866.000 ,- lebih besar dari pada pendapatan dengan alat tangkap trammel net sebesar Rp. 159.184.000 ,Untuk pengurangan jumlah kapal trammel net yang berukuran diatas 20 GT dilakukan secara bertahap disesuaikan hasil monitoring dan evaluasi sebagaimana diuraikan diatas, disamping itu juga Dinas Perikanan dan Kelautan Daerah melakukan kegiatan – kegiatan percobaan dan percontohan untuk menangkap ikan pelagis kecil dengan alat tangkap gillnet. Untuk menarik pemilik kapal trammel net tersebut agar mau mengalihkan usahanya untuk menangkap ikan pelagis dengan alat tangkap gillnet, maka
kegiatan percobaan dan percontohan menangkap ikan pelagis dengan alat tangkap gillnet tersebut dapat menggunakan kapal trammel net yang berukuran diatas 20 GT milik nelayan Cilacap, sehingga nelayan dan pemilik kapal ikut terlibat dalam kegiatan percobaan dan percontohan tersebut. Untuk lebih berhasilnya kegiatan pengurangan jumlah kapal trammel net dan juga mencegah terjadinya keresahan sosial diantara para nelayan dan pemilik kapal trammel net, maka Pemerintah melalui Dinas Perikanan dan Kelautan Daerah harus memberikan intensif dan rangsangan kepada nelayan dan pemilik kapal trammel net tersebut, antara lain adalah : 1) memberikan kemudahan dan keringanan dalam mengurus ijin penangkapan di laut. 2) memberikan pelatihan kepada nelayan didalam pengoperasian gillnet di laut. 3) memberikan kridit pembelian alat tangkap gillnet dan perbaikan kapal ikannya. (3) Perairan Segara Anakan. Kegiatan penangkapan udang di perairan Segara Anakan menggunakan jaring apong yang jumlahnya pada tahun 2001 dan 2002 yang diikuti dengan penurunan CPUE jaring apong dan produksi udang hasil tangkapan di perairan Segara Anakan. Penurunan produktivitas jaring apong ini menurut beberapa nelayan dikarenakan terjadinya pendangkalan kedalaman perairan Segara Anakan sehingga mengakibatkan sulitnya pengoperasian jaring apong di perairan Segara Anakan. Pendangkalan perairan Segara Anakan tersebut merupakan degredasi lingkungan habitat ikan dan udang di perairan Segara Anakan sehingga hal ini akan mempengaruhi produksi ikan dan udang di perairan Cilacap dan sekitarnya. Hal ini dikarenakan perairan
Segara Anakan adalah merupakan daerah asuhan bagi ikan dan udang yang ada di perairan Cilacap dan sekitarnya, sehingga dengan rusaknya habitat perairan daerah asuhan akan memperbesar tingkat kematian ikan dan udang di perairan Segara Anakan dan pada akhirnya akan mengakibatkan semakin kecil jumlah ikan dan udang yang dewasa yang pergi ke perairan Cilacap dan sekitarnya. Dalam rangka menjaga kelestarian sumber daya ikan dan udang di perairan Segara Anakan ini perlu sekali perhatian pada lingkungan habitat ikan dan udang serta membatasi kegiatan pada daerah perbatasan antara perairan Segara Anakan dan Perairan Cilacap dan sekitarnya yaitu perairan pintu keluar dari perairan Segara Anakan dan Perairan Cilacap dan sekitarnya yang disebut dengan perairan Plawangan. Untuk perairan Plawangan timur ikut wilayah administrasi Cilacap dan perairan Plawangan barat ikut wilayah administrasi Ciamis. Pengendalian kegiatan penangkapan ikan dan udang di perairan sekitar Plawangan ini sangat penting karena perairan Plawangan ini sebagai pintu masuk dan keluar ikan dan udang yang akan ke perairan Segara Anakan dan perairan Cilacap dan sekitarnya, terutama untuk ikan dan udang yang menginjak dewasa untuk pergi ke perairan Cilacap dan sekitarnya untuk bertelur dan memijah di laut. Oleh karena itu pengendalian kegiatan penangkapan ikan dan udang di perairan Plawangan ini akan sangat berpengaruh kepada produksi ikan dan udang di perairan Cilacap dan sekitarnya serta pada akhirnya akan berpengaruh pada besarnya potensi sumber daya ikan dan udang di perairan tersebut. Dalam rangka pengendalian kegiatan penangkapan ikan dan udang di perairan Plawangan timur, maka Pemerintah Daerah (PERDA) Cilacap telah menetapkan perairan Plawangan timur sebagai daerah perairan lindung mutlak dengan menerbitkan Peraturan
Daerah Kabupaten Cilacap No. 6 Tahun 2001 tentang tata ruang Segara Anakan, dimana daerah Plawangan Timur dari Karangbolong sampai sepanjang Sungai Sapuragel Besar yang berada pada posisi 07o45’17” LS dan 108 o58’38” BT merupakan perairan lindung mutlak. Sedangkan pelaksanaan PERDA Cilacap tersebut tidak berjalan sebagaimana yang diharapkan karena sampai saat kini masih banyak kegiatan penangkapan ikan dan udangdi perairan tersebut, termasuk kegiatan penangkapan udang di perairan tersebut dengan menggunakan alat tangkap jaring apong. Untuk kegiatan penangkapan ikan dan udang di perairan Plawangan barat yang masuk dalam wilayah administrasi Pemerintah Daerah (PEMDA) Kabupaten Ciamis belum ada PERDA Ciamis yang mengatur dan mengendalikan kegiatan penangkapan ikan dan udang di peraran tersebut sehingga situasi ini akan sangat membahayakan kelestarian sumber daya ikan dan udang di peraran tersebut. Oleh karena itu PEMDA Ciamis perlu segera mengatur dan mengendalikan kegiatan penangkapan ikan dan udang di perairan tersebut dengan segera menerbitkan PERDA Ciamis yang mengendalikan kegiatan penangkapan ikan dan udang di perairan tersebut.
4.3.2 Pengembangan pengaturan pemanfaatan sumber daya udang jerbung. (1) Pengaturan Jumlah Upaya Penangkapan. Dalam rangka pembatasan jumlah upaya penangkapan udang dengan menggunakan alat tangkap trammel net di perairan Cilacap dan sekitarnya sebagaimana diurakan diatas pada point (1) mengenai pengembangan pemanfaatan sumber daya udang perlu diperkuat dengan kerjasama masing – masing PEMDA Kebumen, Cilacap dan Ciamis. Kerjasama diantara PEMDA tersebut dapat dengan menerbitkan Surat Keputusan Bersama PERDA
mengenai jumlah dan ukuran upaya penangkapan yang menggunakan alat tangkap trammel net yang diperbolehkan beroperasi di perairan Cilacap dan sekitarnya. Untuk kerjasama pembatasan jumlah dan ukuran upaya penangkapan udang dengan alat tangkap trammel net di perairan Cilacap dan sekitarnya bagian barat ini dengan menerbitkan Surat Keputusan Bersama PERDA antara PEMDA Kabupaten Cilacap dan Kebumen. Sedangkan untuk kerjasama pembatasan jumlah dan ukuran upaya penangkapan udang dengan alat tangkap trammel net di perairan Cilacap dan sekitarnya bagian timur ini dengan menerbitkan Surat Keputusan Bersama PERDA antara melibatkan PEMDA Kabupaten Cilacap dan Ciamis. (2) Pengaturan Retribusi Hasil Penangkapan Ikan Di Laut. Sebagaimana diuraikan sebelumnya bahwa salah satu permasalahan pada kegiatan penangkapan udang di perairan Cilacap dan sekitarnya adalah terjadinya penjualan udang hasil tangkapan para nelayan dari Cilacap di tengah laut dan penjualan udang hasil tangkapan para nelayan Cilacap di Gombong – Kebumen dan Pangandaran – Ciamis. Penjualan udang hasil tangkapan para nelayan Cilacap tersebut pada umumnya dijual langsung ke pedagang pengumpul di daerah Gombong – Kebumen dan Pangandaran – Ciamis sehingga akan merugikan beberapa pihak antara lain : 1) Data produksi udang hasil tangkapan nelayan Cilacap tidak termonitor dan tidak tercatat di Dinas Perikanan dan Kelautan Cilacap maupun Dinas Perikanan dan Kelautan Daerah Kebumen atau Dinas Perikanan dan Kelautan Daerah Ciamis. 2) PEMDA Cilacap dan PEMDA Kebumen atau PEMDA Ciamis kehilangan retribusi dari transaksi penjualan udang hasil tangkapan kapal trammel net Cilacap tersebut.
3) Juragan pemilik kapal trammel net tersebut tidak memperoleh hasil penjualan udang tersebut karena uang hasil penjualan udang tersebut dibagi ABK kapal trammel net tersebut. Untuk menanggulangi permasalahan tersebut, maka perlu diatur bersama antara PEMDA Cilacap dengan PEMDA Kebumen dan PEMDA Ciamis dengan menerbitkan Surat Keputusan Bersama yang mengatur dan memonitor penjualan udang hasil tangkapan para nelayan Cilacap di daerah Kebumen dan Ciamis serta pembagian retribusi antara PEMDA Cilacap dengan PEMDA Kebumen dan PEMDA Ciamis. (3) Pengaturan Perairan Plawangan. Pengendalian kegiatan penangkapan ikan dan udang di perairan Plawangan sangat penting untuk dikendalikan karena akan berpengaruh kepada produksi ikan dan udang hasil tangkapan di perairan Cilacap dan sekitarnya serta yang pada akhirnya akan mempengaruhi potensi sumber daya ikan dan udang di perairan tersebut. Oleh karena itu kegiatan penangkapan ikan dan udang di perairan Plawangan tersebut perlu diatur dengan cara PEMDA Kabupaten Cilacap menerbitkan PERDA untuk pengaturan di perairan Plawangan timur dan PEMDA Kabupaten Ciamis menerbitkan PERDA untuk pengaturan di perairan Plawangan barat. Untuk pengendalian kegiatan penangkapan ikan dan udang di perairan Plawangan timur telah diatur oleh PEMDA Kabupaten Cilacap dengan menerbitkan PERDA Kabupaten Cilacap No. 6 Tahun 2001 tetapi pelaksanaannya di lapangan tidak berjalan sebagaimana yang diharapkan sehingga PERDA tersebut perlu dievaluasi agar dapat dilaksanakan di lapangan. Untuk pengandalian kegiatan penangkapan ikan dan udang di perairan Plawangan barat belum diatur sehingga PEMDA Ciamis dapat segera
menerbitkan PERDA untuk mengendalikan kegiatan penangkapan ikan dan udang di perairan Plawangan barat. 4.3.3 Pengembangan pengawasan pemanfaatan sumber daya udang jerbung. Dalam rangka mengevaluasi pelaksanaan ketentuan – ketentuan yang telah diterbitkan dengan PERDA untuk masing – masing daerah Kebumen, Cilacap dan Ciamis serta Surat Keputusan Bersama antara daerah – daerah tersebut perlu dilakukan kegiatan pengawasan di lapangan. Hal ini dikarenakan kegiatan pengawasan di lapangan (darat dan laut) sampai sekarang belum dilaksanakan secara optimum oleh Dinas Perikanan dan Kelautan di daerah, tetapi kegiatan pengawasan di lapangan, terutama kegiatan pengawasan di laut dilaksanakan oleh keamanan laut atau Angkatan Laut dan pegawai Dinas Perikanan dan Kelautan Daerah kadang – kadang diikut sertakan pada waktu dilakukan pengawasan terpadu di lapangan oleh Angkatan Laut. Untuk lebih efektifnya kegiatan pengawasan pelaksanaan peraturan – peraturan di sektor kelautan dan perikanan di lapangan, maka diharapkan Dinas Perikanan dan Kelautan Daerah dapat melakukan pengawasan di lapangan secara teratur, termasuk kegiatan pengawasan di laut. Oleh karena itu Dinas Perikanan dan Kelautan Daerah Kabupaten Kebumen, Cilacap dan Ciamis dapat menganggarkan dan mengalokasikan anggaran belanjanya untuk kegiatan pengawasan di lapangan. Untuk kegiatan pengawasan di laut dapat dilaksanakan dengan kerjasama antara PEMDA Kebumen, Cilacap dan Ciamis dengan Angkatan Laut yang mempunyai dan memiliki sarana pengawasan kapal patroli yang biaya pengoperasiannya dibebankan kepada Dinas Perikanan dan Kelautan Daerah Kebumen, Cilacap dan Ciamis.
Sehubungan untuk daerah perairan Cilacap dan sekitarnya adalah merupakan daerah penangkapan bersama – sama para nelayan dari daerah Kebumen, Cilacap dan Ciamis, maka dalam pelaksanaan kegiatan pengawasan di lapangan tersebut dapat dilakukan dengan cara : 1) Kegiatan pengawasan di lapangan dapat dilakukan oleh masing – masing PEMDA untuk wilayahnya masing – masing PEMDA tersebut. 2) Kegiatan pengawasan di lapangan dapat juga dilakukan secara bersama-sama antara PEMDA Kebumen dengan PEMDA Cilacap untuk kegiatan pengawasan di perairan Cilacap dan sekitarnya bagian timur serta antara PEMDA Cilacap dengan PEMDA Ciamis untuk kegiatan di perairan Cilacap dan sekitarnya bagian barat serta perairan Segara Anakan.