ANALISIS EFISIENSI PEMBERIAN AIR DI JARINGAN IRIGASI KARAU KABUPATEN BARITO TIMUR PROVINSI KALIMANTAN TENGAH (WATER SUPPLY EFFICIENCY IN IRRIGATION CHANNEL ON KARAU IRRIGATION AREA EAST BARITO DISTRICT CENTRAL KALIMANTAN PROVINCE) Oleh : Agus Sumadiyono Jurusan Magister Pengelolaan Sumber Daya Air, Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan, Institut Teknologi Bandung Jalan Ganesha No. 10 Bandung 40132, Email :
[email protected] ABSTRAK Efisiensi irigasi didefinisikan sebagai perbandingan antara jumlah air yang diberikan dikurangi kehilangan air dengan jumlah yang diberikan. Kehilangan air irigasi yang terjadi selama pemberian air disebabkan terutama oleh perembesan (seepage) di penampang basah saluran, evaporasi (umumnya relatif kecil) dan kehilangan operasional (operational losses) yang tergantung pada sistem pengelolaan air irigasi. Kehilangan air irigasi dari pintu sadap tersier sampai petakan sawah biasanya disebut sebagai ”efisiensi pemberian tersier”, sedangkan kehilangan air dari sadap bendung sampai ke sadap tersier dinyatakan sebagai efisiensi pemberian air di jaringan utama. Hasil studi analisis efisiensi yang telah dilakukan, diperoleh rata-rata nilai efisiensi sebesar 81,06 % untuk saluran sepanjang 2.900 meter di Saluran Primer Karau Kiri dan rata-rata sebesar 89,91 % untuk saluran sepanjang 900 meter di Saluran Sekunder Moloh, rata-rata sebesar 89,55 % untuk saluran sepanjang 900 meter di Saluran Sekunder Batu Putih. Berdasarkan studi ini efisiensi Jaringan Irigasi Karau perlu ditingkatkan agar mencapai efisiensi yang ditetapkan dalam Kriteria Perencanaan Irigasi yaitu untuk Saluran Primer Efisiensinya 90 % dan di Saluran Sekunder efisensinya 90 %. Untuk meningkatkan efisiensinya saluran di Daerah Irigasi Karau yang belum dilining harus ditingkatkan dengan cara dilining. Serta melakukan perubahan pola tanam yang ada saat ini. Kata Kunci : Efisiensi, perembesan, evaporasi, kehilangan operasional
1
Abstract Efficiency is defined as compare between total water supply minus water losses. Losses of water irrigation was happened especially by seepage on irrigation channel, evaporation and operasional losses where depend on irrigation water management system. Losses of water irrigation from diversion box tertiary to rice field called “water supply efficiency on tertiary channel” and water lossing from weir to tertiary diversion box is called as “water supply efficiency on main channel”. Result of study is value of efficiency on secondary channel as follow : Based on result study, efficiency value amount 81.06 % for Left Karau Primary Channel and 89.91 % for Moloh Secondary Channel, for 89.55 % for Batu Putih Secondary Channel. Based on this studi efficiency at the regional Irigation Karau must be improvement.To improve the efficiency of irrigation channel that have not linning be improve by linning. And make changes to cropping pattern that exist today. Key Word : Efficiency, seepage, evaporation, loss operational
1. Pendahuluan Pemanfaatan air oleh petani dilakukan untuk memenuhi kebutuhan air di sawah, pertanian ladang kering, peternakan dan perikanan. Umumnya air diperoleh dari sarana dan prasarana irigasi yang dibangun pemerintah ataupun masyarakat petani sendiri. Untuk lahan pertanian, jumlah air yang dibutuhkan disesuaikan dengan kebutuhan air tanaman. Pemberian air dapat dinyatakan efisien bila debit air yang disalurkan melalui sarana irigasi seoptimal mungkin sesuai dengan kebutuhan tanaman pada lahan potensial yang ada. Tingkat efisiensi pemberian air oleh petani dapat diketahui dengan mengukur berapa jumlah air yang disalurkan lewat pintu-pintu air di bangunan sadap yang dinyatakan dalam m3/detik atau liter/detik dan mengetahui berapa jumlah air yang digunakan oleh petani sesuai dengan kebutuhan tanaman pada petak sawah yang dilayani yang juga dapat dinyatakan dalam m 3/detik atau liter/detik. Jumlah air yang disalurkan dapat diketahui melalui pembacaan alat ukur debit yang ada pada pintu-pintu air atau dengan memasang alat ukur debit, sedangkan jumlah air yang digunakan oleh petani dapat diketahui melalui perhitungan kebutuhan air tanaman yang disesuaikan dengan fase pertumbuhan tanaman yang ditanam oleh petani pada areal tanam yang dilayani oleh pintu-pintu air. Besarnya tingkat efisiensi pada saluran adalah dapat dinyatakan sebagai nisbah (perbandingan) debit air yang keluar (Qhilir) dengan debit air yang masuk (Qhulu) dalam satu penggal saluran (di antara dua bangunan bagi atau dari bangunan sadap sampai dengan bangunan bagi pertama). 2.MAKSUD DAN TUJUAN Maksud dari studi ini adalah untuk menganalisis efisisensi pemberian air di jaringan irigasi DI. Karau. 2
Tujuan dari studi ini adalah untuk mengetahui besarnya kehilangan air dan pemborosan penggunaan air di saluran pembawa pada jaringan DI.Karau. 3.Gambaran Wilayah 3.1.Letak Geografis dan Fisiografis Kabupaten Barito Timur berada di ketinggian antara 77,50 - 128,50 meter di atas permukaan laut. Letak Geografis Daerah Irigasi Karau berada pada 1o48’14’’ - 2o 05’ 27’’ LS dan 114 o 45’ 02’’ – 115 o 15’ 00’’ BT, dimana dibatasi oleh : -
Sebelah Barat
:
Kecamatan Pematang Karau
-
Sebelah Timur
:
Kelurahan Awang
-
Sebelah Selatan
:
Kecamatan Paku
-
Sebelah Utara
:
Kecamatan Raren Batuah
Daerah Irigasi Karau mempunyai luas 3.794 Ha dibangun pada tahun 2006. Menurut Undangundang No. 7 Tahun 2004 tentang sumber Daya Air, yang diantaranya mengatur kewenangan Pengelolaan Daerah Irigasi, karena luasnya di atas 3.000 Ha maka Daerah Irigasi Karau dikelola oleh Pemerintah Pusat dalam hal ini adalah Balai Wilayah Sungai Kalimantan II. 3.2.Kondisi Topografi Dan Geologi Kabupaten Barito Timur berada di ketinggian antara 77,50 - 128,50 meter di atas permukaan laut. Untuk DI. Karau termasuk ke dalam wilayah dengan dataran bergelombang yang terletak di wilayah bagian tengah. Berdasarkan kondisi fisik dan topografi, wilayah kabupaten Barito Timur dapat dibagi ke dalam dua zone, yaitu zona wilayah dengan topografi dataran rendah, zona wilayah dengan topografi dataran bergelombang. DI. Karau termasuk ke dalam zona wilayah kedua yaitu zona wilayah dengan topografi dataran bergelombang. Kabupaten Barito Timur dari struktur geologi sebagian terdiri dari formasi geologi yang tergolong tua, kecuali daerah endapan aluvium di bagian selatan. Jenis tanah di Kabupaten Barito Timur memiliki jenis tanah yang beragam. Kabupaten Barito Timur terdiri dari dataran tinggi, perbukitan, pegunungan lipatan dan patahan, terdapat adanya tanah berwarna merah, kuning serta batuan induk hasil endapan, batuan beku dan batuan-batuan lainnya. Berdasarkan keadaan tanah yang ada, jenis tanah yang terdapat di Kabupaten Barito Timur yaitu : - Aluvial, terdapat di aliran sungai - Regosol, terdapat menyebar di bagian selatan wilayah Kabupaten Barito Selatan - Podsolik, merah kuning dengan induk batu-batuan dan batuan beku, terdapat pada wilayah berbukit 3
- Kombisol - Okisol (Laterik) terdapat di wilayah bagian atas dan paling luas, keadaan medan bergelombang dan berbukit. 3.3.Daerah Layanan DI. Karau Daerah layanan D.I. Karau meliputi 9 desa yang tersebar di 2 Kecamatan dengan luas areal sawah yang mendapatkan air adalah sebesar ± 3.794 Ha. 4. Studi Literatur 4.1.Efisiensi Irigasi Untuk menilai apakah suatu pemberian air itu efektif dan efisien atau tidak, dinyatakan dengan efisiensi. Dari sudut pandang keteknikan, pengertian efisiensi irigasi ini didasarkan pada kenyataan bahwa tidak seluruh air yang diberikan atau disadap dan masuk ke saluran dapat dialirkan ke bangunan penyadapan berikutnya / petak lahan yang diairi, tetapi ada bagian yang hilang / tidak dapat dimanfaatkan. 4.2.Definisi Efisiensi Irigasi Efisiensi penyaluran (Conveyance efficiency) adalah efisiensi di saluran utama yakni primer dan sekunder dari bendung sampai ke sadap tersier, dan dapat dihitung dengan rumus : :
=
Dimana :
100 %
Ec = Efisiensi penyaluran Wf = jumlah air yang di salurkan Wr = jumlah air yang diambil dari sungai
Tergantung pada panjang saluran primer dan sekunder, efisiensi penyaluran dapat dipecah ke dalam (a) efisiensi penyaluran di saluran primer E(cp) dan (b) efisiensi penyaluran di saluran sekunder E(cs). Untuk mendapatkan gambaran efisiensi irigasi secara menyeluruh, diperlukan gambaran menyeluruh dari suatu jaringan irigasi dan drainase mulai dari bendung, saluran primer, sekunder, tersier. 4.3.Efisiensi Penyaluran Efisiensi penyaluran di beberapa daerah irigasi di banyak Negara telah sering dikaji dan nampaknya merupakan suatu fungsi dari (a) luas areal daerah irigasi, (b) metode pemberian air (kontinyu atau rotasi) dan (c) luasan dari unit rotasi. Apabila air diberikan secara kontinyu dengan debit kurang lebih konstan maka tidak akan terjadi masalah pengorganisasian. Kehilangan air hanya terjadi karena rembesan dan evaporasi. Kehilangan air di saluran dapat diukur dengan beberapa metode. Salah satu metode adalah inflow-outflow atau teknik keseimbangan air pada suatu ruas saluran. Hal ini dapat dilakukan dengan mengukur debit inflow pada hulu saluran dan debit outflow pada hilr saluran. Kehilangan air dinyatakan dengan 4
persamaan : = debit di hulu – debit di hilir x 100 % debit di hulu Efisiensi penyaluran dipengaruhi oleh beberapa faktor yakni (a) kehilangan rembesan, (b) ukuran grup inlet yang menerima air irigasi lewat satu inlet pada sistem petak tersier, dan (c) lama pemberian air dalam grup inlet. Untuk mendapatkan efisiensi penyaluran yang wajar, jaringan tersier harus dirancang dengan baik, dan mudah dioperasikan oleh petani. 4.4.Manfaat Pengukuran Efisiensi Manfaat pengukuran efisiensi pada jaringan irigasi adalah : (a) Untuk menghasilkan penggunaan air irigasi yang efisien di tingkat petani yang disesuaikan dengan kebutuhan air tanaman. (b) Untuk penelitian terapan dalam evaluasi tingkat efisiensi penggunaan air irigasi permukaan, misalnya rembesan/bocoran di saluran, debit yang diperlukan, panjang alur (furrow) dan sebagainya. (c) Untuk keperluan iuran pelayanan air irigasi diperlukan alat ukur untuk menetapkan jumlah air yang telah digunakan dan besarnya iuran air yang harus dibayar oleh pemakai air tersebut. 4.5.Penghematan Air di Jaringan Distribusi Penghematan air di jaringan distribusi pada dasarnya adalah meningkatkan efisiensi sistem jaringan distribusi. Peningkatan efisiensi ini dapat dilakukan yaitu dengan mengurangi kebocoran-kebocoran dan pengambilan air secara liar yang tak terkendali. Mereduksi kehilangan air di jaringan irigasi Beberapa upaya teknis dan manajerial yang biasa dilakukan antara lain adalah: - lining pada saluran terbuka - mengganti saluran pembawa dengan pipa - perbaikan kebocoran-kebocoran - mengendalikan pengambilan liar - meningkatkan pemeliharaan - meningkatkan pengoperasian pembagian dan pemberian air yang efisien Cara pemberian air irigasi yang lazim di Indonesia untuk tanaman padi baik dengan penggenangan (flooding) maupun alur (furrow) , dibagi dua macam yaitu a. Pemberian air non rotasi. - Pengaliran terus menerus (continous flow) b. Pemberian air secara rotasi -Pemberian air sistim terputus-putus (intermitten flow). Sistem Pengaliran Terus Menerus (Continous Flow System). Sistem pemberian air secara terus menerus yaitu air irigasi dari saluran distribusi (saluran kwarter), dialirkan secara terus menerus ke petak-petak sawah di seluruh area irigasi, melalui pintu sadap di pematang sawah. Sedangkan dalam petak sawah, air mengalir dari petak yang satu 5
(awal menerima air) ke petak yang lain, sampai seluruh petak tergenang dan jika ada kelebihan air dialirkan dari petak ke saluran pembuang. Dengan demikian, besarnya debit air yang harus dialirkan dari saluran kuarter ke petak sawah adalah jumlah dari evapotranspirasi, perkolasi, rembesan dan kelebihan air yang dibuang melalui saluran pembuang Ditinjau dari segi pemerataan dan efisiensi penggunaan air, pemberian air terus menerus (continous flow), air yang diberikan cukup besar dan banyak yang terbuang percuma sehingga efisiensinya kecil. Keuntungan dan kerugian pemberian air cara continous flow diuraikan sebagai berikut. Keuntungan 1. Dapat menghemat tenaga kerja karena pengaturan air sangat sederhana. 2. Genangan air di sawah tetap tinggi sehingga pertumbuhan tanaman pengganggu / rumput dapat terhambat. 3. Dengan genangan air yang cukup tinggi, maka jika terjadi masalah pada sumber air, persediaan air di sawah masih cukup. 4. Penambahan zat-zat hara yang berasal dari air irigasi ke petak sawah berlangsung terus menerus. 5. Dimensi saluran kwarter dan subtersier cukup kecil. Kerugian. 1. Pada daerah hulu/dekat dengan pintu sadap, sering terjadi pemborosan air, sedangkan pada daerah yang jauh (hilir) kemungkinan tidak mendapat air. 2. Tidak dapat memanfaatkan curah hujan yang jatuh di lahan karena sawah sudah penuh air, bahkan jika curah hujan besar areal sawah dapat kebanjiran. Sistem Pengaliran Terputus-Putus ( Intermitten Flow System). Sistem pemberian air yang telah diuraikan sebelumnya (continous flow) adalah untuk mempertahankan lapisan permukaan tanah tetap jenuh. Karena itu genangan di atas permukaan sawah tetap dipertahankan. Berbeda dengan sistem sebelumnya, sistem secara gilir pada petak tersier (sistem main d’eau), pada saat-saat tertentu kandungan air pada lapisan tanah permukaan dibiarkan turun sampai dibawah tingkat kejenuhan atau sampai genangannya habis, kemudian sawah digenangi lagi. Namun tetap dijaga batas kandungan air yang dapat menyebabkan menurunnya produksi, yaitu masih cukup lembab keadaan tanahnya. Cara Pengukuran Efisiensi Pengukuran efisiensi air pada saluran irigasi dapat diketahui dengan melakukan beberapa metode yaitu : 1. Metode Penggenangan, 2. Metode Air masuk (inflow) dan air keluar (outflow), 3. Metode Rembesan (seepage). 6
Metode penggenangan adalah metode yang digunakan untuk mengukur laju penurunan air permukaan pada suatu bagian dari saluran yang sedang diteliti dengan menggunakan peilskal. Untuk mendapatkan hasil yang baik dan teliti, perlu dilakukan pembendungan yang baik dan diusahakan tidak ada air masuk atau air keluar dari saluran yang diteliti. Pelaksanaannya sebaiknya dilakukan pada musim kemarau dan curah hujan yang terjadi selama penelitian dicatat dan dianalisa. Metode air masuk (inflow) dan air keluar (out flow), adalah paling cocok /tepat untuk mengukur kehilangan air pada suatu saluran yang panjang karena air masuk dan air keluar dapat diukur dengan mudah tanpa mempengaruhi operasi penyaluran air irigasi selama penelitian berlangsung. Metode air masuk dan air keluar dilakukan dengan cara mengukur debit di hulu dan debit di hilir dari suatu saluran yang akan diteliti kehilangan airnya (seepage losses). Selisih banyaknya air yang masuk dan air yang keluar dari saluran yang diteliti merupakan kehilangan air yang terjadi. Jumlah air yang hilang selama penyaluran dan pendistribusian air irigasi dari sumber air ke lahan pertanian (sawah) dinyatakan dalam prosentase tinggi genangan air yang hilang. Sehubungan dengan judul studi ”Analisis Efisiensi Pemberian Air di Jaringan Irigasi DI. Karau Kabupaten Barito Timur Provinsi Kalimantan Tengah”, penngukuran menggunakan metode air masuk (inflow) dan air keluar (out flow). Debit Air di Saluran Mengetahui kehilangan air di saluran pada dasarnya perlu mengetahui debit air di saluran. Debit (discharge) atau besarnya aliran saluran adalah volume aliran yang mengalir melalui suatu penampang melintang saluran per satuan waktu. Biasanya dinyatakan dalam satuan meter kubik per detik (m3/detik) atau liter per detik (l/detik). Aliran adalah pergerakan air di dalam alur saluran. Pada dasarnya pengukuran debit adalah pengukuran luas penampang basah dan kecepatan aliran. Rumus umum yang biasa digunakan adalah : (Soewarno, 1991) Q=∑(AxV) Dimana :
Q = debit (m3/detik) A = luas bagian penampang basah saluran (m 2) V =kecepatan aliran rata-rata saluran (m/detik)
Pengukuran debit tersebut adalah proses pengukuran dan perhitungan kecepatan aliran, kedalaman dan lebar aliran serta perhitungan luas penampang basah untuk menghitung debit, (Soewarno, 1991) Pengukuran debit dapat dilaksanakan secara langsung (direct) atau secara tidak langsung (indirect). Pengukuran debit secara langsung dilakukan dengan memakai bangunan ukur yang dibuat sedemikian sehingga debit dapat langsung dibaca atau dengan mempergunakan tabel. Pengukuran secara tidak langsung dilakukan dengan mengukur kecepatan aliran dan menentukan luas penampang basah. Debit dihitung berdasarkan hasil-hasil pengukuran. 7
Pengukuran secara tidak langsung, menggunakan alat ukur kecepatan antara lain : 1. Alat ukur arus (current meter). 2. Pelampung (float). 3. Zat warna (dilution). Pengukuran Debit dengan menggunakan Alat Ukur Arus (Current Meter) Cara pelaksanaan pengukuran debit dengan menggunakan alat ukur arus (current meter), untuk mengukur kecepatan aliran dan perlu luas penampang basah. Pengukuran Kecepatan Aliran Menghitung debit, perlu diketahui kecepatan aliran rata-rata. Pengukuran kecepatan aliran ratarata saluran dapat diperoleh dengan mengukur kecepatan pada beberapa titik dari beberapa titik vertikal pada suatu penampang melintang saluran dengan menggunakan alat ukur arus. Pengukuran yang teliti diperoleh dengan menggunakan alat pengukur arus dan kelengkapannya harus dalam kondisi baik, waktu pengukuran harus cukup dan kondisi pengukur harus betul-betul baik. Distribusi kecepatan aliran pada sebuah vertikal dianggap bentuk kurvanya kurang lebih parabolis, eliptis atau bentuk lainnya. Berdasarkan anggapan tersebut maka kecepatan aliran ratarata di sebuah vertikal hanya diukur beberapa titik dan kemudian dihitung hasilnya secara arimatik. Bangunan Ukur Debit Bangunan ukur debit yang ada di lapangan DI. Karau adalah bangunan ukur ambang lebar. Alat Ukur Ambang Lebar : Karakteristik alat ukur ambang lebar Bangunan kuat, tidak mudah rusak. Dibawah kondisi hidrolis dan batas yang serupa, ini adalah yang paling ekonomis dari semua jenis bangunan lain untuk pengukuran debit secara tepat. Kelebihan-kelebihan yang dimiliki alat ukur ambang lebar : -
Bentuk hidolis dan sederhana Bentuk hidrolis luwes dan sederhana Konstruksi kuat, sederhana dan tidak mahal Benda-benda hanyut bisa dilewatkan dengan mudah Eksploitasi mudah
Kelemahan-kelemahan yang dimiliki alat ukur ambang lebar - Bangunan ini hanya dapat dipakai sebagai bangunan pengukur saja. - Agar pengukuran teliti, aliran tidak boleh tenggelam Penggunaan alat ukur ambang lebar Alat ukur ambang lebar dan flum leher panjang adalah bangunan-bangunan pengukur debit yang dipakai di saluran dimana kehilangan tinggi energi merupakan hal pokok yang menjadi bahan pertimbangan. Bangunan ini biasanya ditempatkan di awal saluran primer, pada titik cabang saluran besar dan tepat di hilir pintu sorong pada titik masuk petak tersier. 8
Pengukuran debit ambang lebar : 1. Ukur lebar ambang lebar panjang misalnya 50 cm. 2. Lihat peilskal di hulu ambang lebar dan baca tinggi air di peilskal tersebut 3. Lihat tabel debit ambang lebar yang akhirnya didapat debit air. Alat Ukur Debit Current Meter Current Meter adalah alat ukur debit yang digunakan untuk pengukuran debit air di sungai atau di saluran. Alat ini terdiri dari sensor kecepatan yang berupa baling-baling propeler, sensor optik, pengolah data. Unsur yang diambil yaitu luas penampang sungai atau saluran dan data kecepatan air. Dengan adanya data kecepatan air dan luas penampang sungai maka akan dapat menentukan debit air dengan menggunakan rumus yaitu kecepatan air dikali luas penampang sungai atau saluran. Metode ini cocok digunakan untuk mengukur kecepatan air antara 0,2 – 5 m/detik. (Soewarno,1997). Cara Pengukuran Debit menggunakan Current Meter Pengukuran kecepatan aliran menggunakan Current Meter menggunakan rumus sebagai berikut : V = a.n + b Dimana :
V = kecepatan aliran (m/detik) n = perbandingan jumlah putaran baling-baling current meter dengan waktu pengukuran a dan b = tetapan/koefisien yang diperoleh dari pemeriksaan Rumus yang dipakai jika menggunakan alat ukur arus tipe baling-baling dengan merk A.OTT buatan Jerman, propeller diameter 80 mm, pitch 0,125 m, No. 4-66836 Jika n< 1,19; v =0,1283n+0,025 m/s Jika n>1.19; v = 0,1325n+0.020 m/s
Efisiensi Pemberian Air di Jaringan Irigasi pada Saluran Metode pengukuran efisiensi pemberian air irigasi dilakukan dengan metode inflow-outflow, debit diukur dengan metode kecepatan dan luas penampang, Infiltrasi Infiltrasi adalah aliran air ke dalam tanah melalui permukaan tanah. Di dalam tanah air mengalir dalam arah lateral, sebagai aliran antara (interflow) menuju mata air, danau dan sungai, atau secara vertikal yang dikenal dengan perkolasi (percolation) menuju air tanah. Gerak air di dalam tanah melalui pori-pori tanah dipengaruhi oleh gaya gravitasi dan gaya kapiler (Triatmodjo, 2009). Air yang mengalami infiltrasi itu pertama-tama diserap untuk meningkatkan kelembaban tanah, selebihnya akan turun ke permukaan air tanah melalui proses perkolasi dan mengalir ke samping. Pada lahan yang datar, sekali menampung akan menjadi jenuh, maka laju infiltrasi 9
akan berkurang hingga pada suatu laju yang ditentukan oleh permeabilitas lapisan di bawahnya. Sedangkan pada tanah yang miring, karena air yang mengalami infiltrasi akan menghadapi tahanan yang lebih besar untuk mengalir dalam arah vertikal, maka air tersebut akan dialihkan dalam arah lateral ke dalam lapisan-lapisan tanah yang lebih permeabel. Berikut adalah beberapa faktor yang mempengaruhi infiltrasi (Suyono, 2006) : a. b. c. d. e. f. g.
Dalamnya genangan di atas permukaan tanah dan tebal lapisan yang jenuh Kelembaban tanah Pemampatan oleh curah hujan Penyumbatan oleh bahan-bahan yang halus Pemampatan oleh orang dan hewan Struktur tanah Tumbuh-tumbuhan
Perkolasi (P) Perkolasi adalah gerakan air kebawah dari zona tidak jenuh (antara permukan tanah sampai kepermukaan air tanah) kedalam daerah jenuh (daerah dibawah permukaan air tanah). Setelah lapisan tanah jenuh air (seluruh ruang pori terisi air) dan curah hujan masih berlangsung terus, maka karena pengaruh gravitasi air akan terus bergerak kebawah sampai kepermukaan air tanah. Gerakan air ini disebut perkolasi (Triatmodjo, 2009) Laju perkolasi didapat dari hasil penelitian lapangan, yang besarnya tergantung sifat tanah (teksture dan struktur) dan karakteristik pengolahannya. Perkolasi atau resapan air kedalam tanah merupakan penjenuhan yang dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain :
Tekstur tanah Permeabilitas tanah Tebal Top Soil Letak permukaan air tanah, semakin tinggi letak muka air tanah semakin rendah perkolasinya.
Sistim Pemberian air Sistim pemberian air secara terus-menerus Sistim pemberian air secara terus-menerus ini dilakukan apabila air yang tersedia cukup untuk memenuhi kebutuhan yang ada. Dalam kondisi seperti ini pemberian air dilakukan secara terusmenerus dan dalam jumlah yang sesuai dengan kebutuhan baik selama pengolahan tanah maupun selama pertumbuhan tanaman. Sistim pembagian air dengan giliran Sistim giliran adalah suatu sistim pembagian secara bergantian yang dilakukan dengan cara menutup debit masuk kebeberapa saluran, untuk memberikan tambahan debit pada saluran yang 10
lain dalam jangka waktu tertentu. Dalam sistim ini semua saluran menerima air secara bergilir dan para petani pemakai air di dalam petak tersier menerima air pada waktu-waktu tertentu sebanyak yang diizinkan. Sistim ini merupakan cara yang paling efisien dan adil karena dapat memberikan kesempatan yang sama kepada setiap petani. Sistim giliran ini dapat dilaksanakan pada jaringan utama atau tersier. Di dalam sistim giliran faktor terpenting yang perlu diperhatikan adalah periode giliran. Periode tanpa air tidak boleh melebihi satu minggu, karena hal ini dapat menyebabkan pengurangan produksi akibat layunya tanaman 5. Metode Penelitian 5.1.Konsep Dan Pola Pikir Proses pelaksanaan penelitian pada prinsipnya dibagi dalam beberapa bagian yaitu pengumpulan data, pengolahan data, perhitungan dan analisis data, dan penarikan kesimpulan. Alur pikir pelaksanaan penelitian dapat dilihat pada gambar 4.1. Prosedur pelaksanaan penelitian ini mengikuti beberapa tahapan antara lain : 1. Persiapan Dalam tahap persiapan ini diperlukan data-data gambar penampang saluran di lapangan. 2. Pelaksanaan Penelitian Dalam tahap ini dilakukan analisis antara lain : a) Pengambilan data luas penampang basah saluran b) Pengambilan data debit dan kecepatan aliran di saluran. c) Analisis data kecepatan aliran di saluran menjadi data debit. d) Dari hasil analisis tersebut dapat diketahui efisiensi saluran. Untuk jelasnya alur pikir pelaksanaan studi dapat dilihat pada gambar berikut ini :
11
MULAI PENGUMPULAN DATA DATA PETA DI. IRIGASI KARAU
SKEMA JARINGAN IRIGASI KARAU
MENGHITUNG EFISIENSI Debit Hulu
Membaca Elevasi Di Ambang Lebar
Luas Penampang Basah Saluran(A) Pengukuran Kec. Aliran Dengan Current Meter (V)
Lebar Ambang Lebar
Q = 1,71 BH1,5 atau
Q = V.A
di dapat dari tabel Atau dengan rumus
Debit Hilir Luas Penampang Basah Saluran(A) Pengukuran Kecepatan Aliran Dengan Current Meter (V) Q = V.A
EFISIENSI
SELESAI
Gambar 1. Alur Pemikiran Penelitian 12
Metode Pengukuran, Perhitungan Dan Analisis Metode pengukuran, analisis pengolahan data yang digunakan dalam studi ini antara lain : 1. Pengukuran debit. 2. Analisa perhitungan debit saluran dari data kecepatan air di saluran. 3. Menganalisis debit di hulu dan hilir saluran yang ditinjau untuk mengetahui efisiensinya. 4. Skenario penanggulan pengurangan kehilangan air. Pengukuran debit Pengukuran di lapangan adalah pengukuran debit, berarti usaha untuk memperoleh ketepatan banyaknya debit air yang harus mengalir ke saluran. Pengukuran debit dapat dilaksanakan secara langsung ataupun secara tidak langsung. Pengukuran debit secara langsung dilakukan dengan memakai bangunan ukur ambang lebar sehingga debit dapat langsung dibaca atau dengan mempergunakan tabel debit. Sesuai dengan data dari lapangan, bangunan ukur yang ada adalah bangunan ukur ambang lebar yang ada di Saluran Primer Karau Kiri. Pengukuran secara tidak langsung dilakukan dengan mengukur kecepatan air di saluran dan menentukan luas penampang basah. Debit dihitung berdasarkan pengukuran data di lapangan. Dalam rangka penelitian “Analisis Efisiensi Pemberian Air di Jaringan Irigasi DI Karau Kabupaten Barito Timur Provinsi Kalimantan Tengah”, peneliti melakukan penelitian dengan memakai Current Meter untuk mendapatkan data kecepatan air di saluran. Pengukuran debit dengan Current Meter dengan cara Merawas Merawas dilaksanakan apabila keadaan alur dan kecepatan saluran memungkinkan untuk diseberangi langsung dengan merawas. Cara pengukuran merawas ini mempunyai keuntungan dapat memilih penampang melintang yang terbaik untuk pengukuran. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pengukuran debit dengan merawas, antara lain : 1. Pengukur harus berdiri pada posisi yang tidak mempengaruhi kecepatan air yang melalui alat ukur arus. 2. Letakkan batang duga tegak lurus pada jarak antara 2,5-7,5 cm di hilir kabel ukur baja yang sudah dibentangkan tegak lurus dengan arah penelitian. 3. Pengukur harus berdiri paling tidak berjarak 45 cm dari batang penduga. 4. Hindarilah berdiri dalam air apabila akan mengakibatkan penyempitan penampang melintang. 5. Apabila lebar sungai memungkinkan maka mengukur debit dengan cara berdiri di papan atau alat lain di atas aliran akan lebih baik daripada berdiri dalam air. 6. Apabila arah aliran tidak tegak lurus pada kabel ukur baja maka perlu mengukur koefisien sudutnya, dan
13
7. Apabila dasar saluran berubah-ubah sehingga tekanan kaki pengukur akan mempengaruhi kecepatan dan kedalaman maka alat ukur harus diletakkan di depan sebelah kaki pengukur. Peralatan Pengukuran Peralatan utama yang diperlukan untuk mengukur debit dengan current meter adalah alat current meter, alat ukur penampang basah. a. Alat Ukur Current Meter b. Alat ukur penampang basah Alat ukur penampang basah terdiri dari alat ukur lebar dan alat ukur kedalaman aliran. Alat ukur lebar aliran yang dapat dipergunakan antara lain : - Tali - Meteran Alat ukur kedalaman aliran yang dapat dipergunakan antara lain : - Batang duga kedalaman (papan skala) - Meteran Adapun perlengkapan penunjang yang perlu tersedia antara lain : - Alat tulis - Stop Watch - Kalkulator Analisa perhitungan debit saluran dari data kecepatan air di saluran Analisa perhitungan debit menggunakan hasil pengukuran kecepatan alat Current Meter menggunakan rumus sebagai berikut: V = a.n + b Dimana : V = kecepatan aliran (m/detik) n = perbandingan jumlah putaran baling-baling current meter dengan waktu pengukuran a dan b = tetapan/koefisien yang diperoleh dari pemeriksaan Rumus yang dipakai jika menggunakan alat ukur arus tipe baling-baling dengan merk A.OTT buatan Jerman, propeller diameter 80 mm, pitch 0,125 m, No. 4-66836 Jika n< 1,19; V = 0,1283n+0,025 m/s Jika n>1.19; V = 0,1325n+0.020 m/s Untuk selanjutnya menghitung debit dengan rumus sebagai berikut : Q = ∑ (A x V) 14
Dimana : Q = debit (m3/det) A = luas penampang basah (m2) V = kecepatan aliran(m/det) Menganalisis debit di hulu dan hilir saluran yang ditinjau untuk mengetahui efisiensinya. Menganalisa efisiensi menggunakan rumus : Ec =
x 100 %
Dimana : Ec = efisiensi penyaluran Skenario Penanggulan kehilangan air Dalam Skenario penanggulangan kehilangan air adalah upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk memiminimalisir kehilangan air adalah sebagai berikut : a. Melakukan lining saluran tanah. b. Melakukan pengecekan saluran yang sudah dilining apakah terjadi kebocoran atau tidak. c. Melakukan pengecekan saluran apakah terjadi penyadapan yang illegal atau tidak. d. Melaksanakan Operasi dan Pemeliharaan dengan konsisten. 6. Pembahasan 6.1.Pelaksanaan penelitian ke Lokasi Penelitian Pelaksanaan penelitian ke lokasi penelitian adalah salah satu cara untuk mendapatkan data yang akurat sehingga dalam perhitungan mendapatkan hasil yang teliti dan sesuai yang diharapkan. 6.2.Lokasi Pengukuran Lokasi pengukuran dipilih pada bagian alur saluran, yang memenuhi persyaratan dalam penelitian. Persyaratan minimal adalah harus dapat ditemukan lokasi alur saluran yang bagian lurusnya cukup panjang. 6.3.Analisis Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah “Analisis Efisiensi Pemberian Air di Jaringan Irigasi DI.Karau Kabupaten Barito Timur Provinsi Kalimantan Tengah.” Meliputi : 1. Analisis debit di saluran guna mengetahui kehilangan air akibat rembesan (perkolasi dan infiltrasi). 2. Analisis bangunan ukur di lapangan. 3. Analisis efisiensi di Saluran Primer Karau Kiri, Saluran Sekunder Moloh ruas 1 sampai + 900 m dan Saluran Sekunder Batu Putih ruas 1 sampai + 900 m.. 6.4.Analisis Debit di Saluran Guna Mengetahui Kehilangan Air Akibat Rembesan (Perkolasi dan Infiltrasi).
15
Faktor yang menyebabkan kehilangan air di saluran, antara lain kehilangan yang disebabkan oleh terjadinya penguapan, kebocoran, rembesan ataupun pengambilan air secara illegal oleh manusia. Kehilangan air yang disebabkan oleh penguapan dalam penelitian ini tidak diperhitungkan karena dianggap relatif kecil. Hal-hal yang perlu dihitung dalam analisis debit di saluran guna mengetahui kehilangan air akibat rembesan (perkolasi dan infiltrasi), sebagai berikut : - luas bidang penampang basah - debit saluran 6.5.Analisis Efisiensi Pemberian Air di Jaringan Irigasi pada Saluran Konsep efisiensi pemberian air irigasi, yang paling awal untuk mengevaluasi kehilangan air adalah efisiensi saluran pembawa air.Sehubungan dengan judul penelitian “Analisis Efisiensi Pemberian Air di Jaringan Irigasi DI. Karau Kabupaten Barito Timur Provinsi Kalimantan Tengah” pada Saluran Primer dan Saluran Sekunder, maka efisiensi saluran pembawa air yang ditinjau adalah saluran primer Karau Kiri dan saluran sekunder yang terdiri dari Saluran Sekunder Moloh dan Saluran Sekunder Batu Putih. 6.6.Hasil Setelah melakukan beberapa kegiatan, analisis dan pembahasannya, maka diperoleh suatu hasil studi. Hasil studi “Analisis Efisiensi Pemberian Air di Jaringan Irigasi DI. Karau Kabupaten Barito Timur Provinsi Kalimantan Tengah” pada Saluran Primer Karau Kiri, Saluran Sekunder yaitu Saluran Sekunder Batu Putih dan Saluran Sekunder Moloh akan memberikan informasi efisiensi pemberian air di tingkat usaha tani, ini sangat penting dalam penentuan kebijakan tata guna air yang baik. Adapun hasil yang diperoleh setelah melakukan studi “Analisis Efisiensi Pemberian Air di Jaringan Irigasi DI.Karau Kabupaten Barito Timur Provinsi Kalimantan Tengah” dapat dilihat pada tabel berikut ini :
16
17
18
19
Di lokasi studi Jaringan Irigasi Karau di Saluran Primer Karau Kiri rata-rata efisiensinya 81,06 %, Saluran Sekunder Moloh sampai + 900 m rata-rata efisiensinya88,89,91 %, Saluran Sekunder Batu Putih sampai + 900 m rata-rata efisiensinya 89,55 %. Faktor yang paling dominan mempengaruhi besarnya nilai efisiensi adalah panjang saluran yang tidak di lining.karena kehilangan air yang disebabkan oleh rembesan. Parameter-parameter yang berpengaruh terhadap efisiensi. Parameter-parameter yang berpengaruh terhadap efisiensi antara lain jenis tanah, sifat fisik tanah, panjang saluran, tekstur tanah, struktur tanah,permeabilitas tanah, kedalaman air tanah, evaporasi,. kualitas pelaksanaan saluran, manajemen pengoperasian pintu air. Kesimpulan Berdasarkan hasil pembahasan penelitian “Analisis Efisiensi Pemberian Air di Jaringan Irigasi Karau Kabupaten Barito Timur Provinsi Kalimantan Tengah” dapat diambil beberapa kesimpulan antara lain sebagai berikut : 1. Efisiensi pemberian air di jaringan irigasi : a. Efisiensi Saluran Primer Karau Kiri Daerah Irigasi Karau adalah rata-rata sebesar 81,06 % untuk saluran sepanjang 2.900 meter. Pada Saluran Primer Karau Kiri kehilangan airnya relative besar pada pengukuran tahap I segmen 4 (+1.700m sampai dengan 2.900m) karena pada ruas ini khususnya pada +1.800 m ada pengambilan air secara illegal dengan cara membuat lubang dari saluran Pembawa Primer ke Petak Sawah Desa Jahon, yang menyebabkan banyak kehilangan air. Saluran Primer Karau Kiri agar tingkat efisiensinya meningkat harus ditambah panjang saluran yang dilining terutama pada saluran tanah. b. Efisiensi Saluran Sekunder Moloh sampai ruas +900 m sebesar 89,91 % untuk panjang saluran 900 meter. Pada Saluran Sekunder Moloh efisiensi masih dapat ditingkatkan dengan cara menambah saluran yang dilining karena pada saat ini prosentase yang dilining di Saluran Sekunder Moloh baru 3 %. c. Efisiensi Saluran Sekunder Batu Putih sampai ruas +900 m sebesar 89,55 % untuk panjang saluran 900 meter. Pada Saluran Sekunder Moloh efisiensi masih dapat ditingkatkan dengan cara menambah saluran yang dilining karena pada saat ini prosentase yang dilining di Saluran Sekunder Moloh baru 2,67 %. 2. Setelah mengetahui besarnya efisiensi di jaringan irigasi pada Saluran Primer Karau Kiri Daerah Irigasi Karau rata-rata sebesar 81,06% untuk sepanjang 2.900 meter, Saluran Sekunder Moloh efisiensinya sebesar 89,91% untuk sepanjang 900 m, Saluran Sekunder Batu Putih efisiensinya sebesar 89,55 % untuk sepanjang 900 m, dapat dikatakan bahwa terjadinya kekurangan air pada bulan-bulan tertentu tidak hanya disebabkan oleh terjadinya kehilangan
20
air pada saluran tetapi juga diakibatkan oleh neraca air pada bulan tertentu kurang sehingga tidak cukup lagi untuk mengairi seluruh areal tanam yang ada sekarang. 3. Terjadinya kekurangan air pada bulan-bulan tertentu terutama di musim kemarau di tingkat petani (P3A) kemungkinan juga diakibatkan oleh pengaturan (manajemen) pembagian air yang kurang sesuai dengan kebutuhan tanaman serta pola tanam yang tidak sesuai lagi dengan kondisi luas Daerah Irigasi DI. Karau yang ada sekarang. 4. Dari hasil kalibrasi curah hujan dihitung dengan Metode F.J. Mock dengan debit observasi menunjukan trend yang hampir sama. Ada sebagian trend yang berbeda itu kemungkinan disebabkan curah hujan yang tidak merata disekitar alat pengukur curah hujan dengan di wilayah catchment area yang ada. 5. Pola tanam eksisting yang dilakukan oleh petani saat ini adalah padi-padi- palawija. Adapun hasil perhitungan kebutuhan air eksisting di Daerah Irigasi Karau menunjukkan adanya defisit air pada masa tanam 2. Ini dikarenakan memang debit andalan tidak cukup untuk mengairi sawah sekuas 3.794 Ha. Jika melihat dari neraca air yang ada ketersediaan debit hanya mengandalkan curah hujan dan debit Sungai Karau maka perlu dikaji lagi luasan lahan yang ditanami karena pasti akan terjadi defisit air di bulan-bulan kering.
Saran Adapun saran yang dapat diberikan sehubungan dengan pembahasan dan kesimpulaan tersebut di atas antara lain sebagai berikut : 1. Untuk meningkatkan efisiensi di saluran perlu dilakukan lining saluran. 2. Berdasarkan neraca air di Daerah Irigasi Karau perlu dikaji ulang pola tanam yang ada. Hal itu dimaksudkan agar pada bulan-bulan tertentu terutama pada musim kemarau tidak terjadi kekurangan air karena memakai pola tanam yang tidak sesuai dengan ketersediaan air. 3. Pengaturan (manajemen) pembagian air di Daerah Irigasi Karau perlu diperbaiki agar dapat diatur sesuai dengan kebutuhan tanaman. 4. Pola tanam di daerah Irigasi Karau perlu dikaji ulang sesuai dengan kondisi areal tanam yang ada sekarang. 5. Perlu adanya penanganan perbaikan tanggul saluran yang rusak (bocor) hal tersebut dimaksudkan juga untuk mendukung terlaksananya sistem manajemen air yang baik sesuai dengan harapan. 6. Perlu pengukuran kehilangan air yang lebih cermat dengan memasang alat-alat ukut debit, khususnya di tempat-tempat yang diperlukan dalam pengecekan besarnya debit yang lewat seperti di hilir ruas saluran dan alat-alat yang rusak supaya diperbaiki. 7. Perlu dilakukan studi lanjutan pada saluran yang lain di Daerah Irigasi Karau. karena pada studi Analisi Efisiensi Pemberian Air di Daerah Irigasi Karau yang telah dilakukan belum dapat dijadikan pedoman dalam menentukan besarnya efisiensi Daerah Irigasi Karau secara keseluruhan. 8. Berdasarkan kesimpulan hasil kajian di atas maka beberapa hal yang dapat direkomendasikan adalah: 21
-
Untuk meningkatkan efisiensi, saluran tanah segera dilining dan kebocoran-kebocoran yang ada pada saluran segera diperbaiki. Di samping itu, pengaturan air di pintu-pintu pengambilan harus diperhatikan agar sesuai dengan kebutuhan areal masing-masing.
-
Dengan menerapkan pola tanam yang sesuai dengan kebutuhan air dan ketersedian air yang ada di Daerah Irigasi Karau.
Daftar Pustaka ---------, (1986), Standar Perencanaan Irigasi , Kriteria Perencanaan 01. Direktorat Jendral Pengairan, Departemen Pekerjaan Umum, Jakarta. ---------, (1986), Standar Perencanaan Irigasi Bagian Penunjang. Direktorat Jendral Pengairan, Dep. Pekerjaan Umum, Jakarta. Undang - Undang Sumber Daya Air No.7 Tahun 2004 “Tentang Pengelolaan Sumber Daya Air”. Suyono Sasrodarsono, Takeda Kensaku (2003), Hidrologi untuk Pengairan, Pradnya Paramita, Jakarta. Soewarno (1991). ”Hidrologi Pengukuran dan Pengolahan Data Aliran Sungai. ”, PT Nova, Bandung. Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah (2011) ”Kalimantan Tengah Dalam Angka Tahun 2011”, Palangkaraya Nippon Koei, 2004. “Design Review and Modification Report of Karau Irrigation Sub Project”, Ministry of Public Works. Puslitbang Air-Delft Hydraulics, 1991. “Integrated River Basin Water Resources Planning, Volume 6: Aquaculture”. Soetjipto (1992). “Dasar-dasar dan Praktek Irigasi.” PT. Erlangga, Jakarta M.G. Bos and J. Nugteren. (1982). “On Irrigation Efficiences”. International Institut for Land Reclamation and Improvement, Waginingen
22