3.
3.1
METODE PENELITIAN
Waktu dan Daerah Penelitian Penelitian ini dilakukan selama delapan bulan, yang berlangsung dari bulan
Maret hingga Oktober 2011. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer, yaitu berupa data panjang total dan bobot basah ikan tembang yang tertangkap di Selat Sunda dengan menggunakan alat tangkap pukat cincin. Pengambilan data primer dilakukan di PPP Labuan, Banten (Gambar 2).
Gambar 2. Peta daerah penelitian Sumber: Dinas Hidro-Oseanografi 2010
3.2 Informasi Alat Tangkap Alat tangkap yang digunakan dalam kegiatan penangkapan ikan tembang di perairan Selat Sunda adalah pukat cincin, pancing obor dan jaring insang. Pukat cincin merupakan alat tangkap utama yang digunakan dalam menangkap ikan tembang, dengan ukuran mata jaring 2 inch pada bagian badan jaring dan 1¾ inch
10
pada bagian kantong, dengan panjang 200 m dan lebar 70 m. Satu trip penangkapan hanya berlangsung selama satu hari dengan penangkapan efektif sekitar 10 hingga 12 jam. Sedangkan untuk alat tangkap pancing obor dan jaring insang, ikan tembang bukan merupakan tujuan utama penangkapan.
3.3 Pengumpulan Data Primer Data primer diperoleh dari pengambilan contoh yang dilakukan secara acak terhadap ikan tembang yang tertangkap di perairan Selat Sunda dan didaratkan di PPP Labuan, Kabupaten Pandeglang, Banten. Pengambilan ikan contoh dilakukan selama delapan bulan dengan interval waktu pengambilan satu bulan sekali. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah pengukuran panjang dan bobot ikan untuk menduga pertumbuhan populasi dan pola pertumbuhan individu ikan tembang di Selat Sunda. Pengambilan ikan contoh dilakukan dengan metode Penarikan Contoh Acak Berlapis (PCAB). Pada masing-masing gundukan ikan tembang, ikan contoh dipilih secara acak sebanyak lebih kurang 100 ekor. Jumlah ikan contoh yang diambil proporsional terhadap masing-masing kelas ukuran panjang (Gambar 3). Panjang ikan tembang yang diukur adalah panjang total. Panjang total adalah panjang ikan yang diukur dari ujung terdepan bagian kepala sampai ujung terakhir bagian ekornya. Pengukuran ini dilakukan dengan menggunakan penggaris (Lampiran 1) panjang 30 cm dengan skala terkecil 1 mm. Sedangkan bobot ikan tembang yang ditimbang adalah bobot basah total. Berat basah total adalah berat total jaringan tubuh ikan dan air yang terdapat di dalamnya. Bobot basah total ikan tembang ditimbang menggunakan timbangan digital (Lampiran 1) dengan skala terkecil 0,0001 gram. Pengukuran bobot basah total merupakan pengukuran bobot yang mudah dilakukan di lapangan. Pengumpulan data dan informasi lain yang terkait dalam kegiatan penelitian ini dilakukan dengan cara observasi dan wawancara dengan nelayan ikan tembang di PPP Labuan, Banten. Informasi yang diperoleh dari hasil wawancara berupa data unit penangkapan (pemilik kapal, nelayan dan jumlah anak buah kapal), daerah penangkapan, serta kegiatan operasi. Pemilihan responden dilakukan dengan metode
11
pengambilan contoh responden sesuai dengan tujuan, dengan jumlah responden sebanyak tiga puluh orang. PPP Labuan, Banten
Nelayan 2
Nelayan 1
Gundukan ikan 2
Gundukan ikan 2
Gundukan ikan 2
Gundukan ikan 2
PCAB (proporsional terhadap panjang ikan) ± 100 ekor ikan contoh
Contoh yang akan dianalisis
Gambar 3. Kerangka pengambilan contoh di lokasi penelitian
3.4
Analisis Data
3.4.1 Sebaran kelompok umur Pendugaan kelompok umur dilakukan dengan menganalisis frekuensi panjang ikan menggunakan program Microsoft Excel 2007 (Lampiran 2 dan 3), kemudian dibuat kurva sebaran normalnya. Menurut Boer (1996), jika fi adalah frekuensi ikan dalam kelas panjang ke-i (i = 1, 2, …, N), µj adalah rata-rata panjang kelompok umur ke-j, σj adalah simpangan baku panjang kelompok umur ke-j dan pi adalah proporsi ikan dalam kelompok umur ke-j (j = 1, 2, …, G), maka fungsi objektif yang digunakan untuk menduga (maximum likelihood function):
̂ , , ̂
adalah fungsi kemungkinan maksimum
12
= =
yang merupakan fungsi kepekatan sebaran normal dengan
√
nilai tengah µj dan simpangan baku σj, xi adalah titik tengah kelas panjang ke-i. Parameter pertumbuhan ditentukan dengan cara mencari turunan pertama L masingmasing terhadap µj, σj, pj sehingga diperoleh dugaan ̂ ,
̂.
3.4.2 Hubungan panjang dan bobot Model hubungan panjang bobot mengikuti pola hukum kubik dari dua parameter yang dianalisis. Asumsi hukum kubik ini adalah bahwa idealnya seluruh ikan dimana setiap pertambahan panjang akan menyebabkan pertambahan berat. Namun pada kenyataannya tidak demikian, karena panjang dan bobot ikan berbeda pada setiap spesies ikan, sehingga untuk menganalisis hubungan panjang bobot masing-masing spesies ikan digunakan hubungan sebagai berikut (Effendie, 1979): =
W adalah bobot (gram), L adalah panjang (mm), a adalah intersep (perpotongan hubungan kurva panjang-bobot dengan sumbu y), b adalah penduga pola pertumbuhan panjang-bobot. Nilai
dan
diduga dari bentuk linier persamaan di atas, yaitu: log
= log + log
Koefisien a dan b didapatkan dari hasil analisis regresi dengan ln W sebagai variabel y dan Ln L sebagai variabel x sehingga didapatkan persamaan regresi : y = a + bx. Pengaruh nilai b terhadap fungsi bobot, dapat diketahui berdasarkan nilai koefisien determinasi (R2) dari hasil analisis menggunakan perangkat lunak Microsoft Excel.
13
3.4.3 Pertumbuhan 3.4.3.1 Sebaran frekuensi panjang Penentuan sebaran frekuensi panjang menggunakan data panjang total ikan tembang (S. fimbriata) yang tertangkap di Selat Sunda. Langkah-langkah dalam menganalisis sebaran frekuensi panjang: Langkah 1
: Menentukan jumlah kelas panjang yang dibutuhkan,
Langkah 2
: Menentukan interval (lebar selang kelas),
Langkah 3
: Menentukan frekuensi dari masing-masing kelas panjang dengan menggunakan perangkat lunak Microsoft Excel 2007 pada menu Data Analysis kemudian pilih menu Histogram.
3.4.3.2 Plot Ford Walford Pertumbuhan dapat diestimasi menggunakan model pertumbuhan Von Bertalanffy (Sparre dan Venema 1999): =
(
1−
)
Pendugaan nilai koefisien pertumbuhan (K) dan L∞ dilakukan dengan menggunakan metode Ford Walford yang diturunkan dari model Von Bertalanffy. Untuk t sama dengan t+1, persamaannya menjadi : −
=
.
(
)
. [1 −
]
Lt adalah panjang ikan pada saat umur t (satuan waktu), L∞ adalah panjang maksimum secara teoritis (panjang asimptotik), K adalah koefisien pertumbuhan (per satuan waktu) dan t0 adalah umur teoritis pada saat panjang ikan sama dengan nol. Kemudian kedua rumus di atas disubstitusikan dan diperoleh persamaan : −
atau :
=
=[ [1 −
−
][1 −
]
]+
Berdasarkan persamaan di atas dapat diduga dengan persamaan regresi linier =
+
, jika Lt sebagai absis (x) diplotkan terhadap Lt+1 sebagai ordinat (y).
14
(
)
=
+
Dengan demikian akan terbentuk kemiringan (slope) sama dengan e-K dan titik potong dengan absis sama dengan L∞[1 – e-K]. Dengan demikian, nilai K dan L∞ diperoleh dengan cara: = − ln ( )
dan
=
1−
Nilai t0 (umur teoritis ikan pada saat panjang sama dengan nol) dapat diduga melalui persamaan Pauly (1983) dalam Sparre dan Venema (1999): log(− ) = −0,3922 − 0,2752(
) − 1,038(log )
Keterangan: Lt = Panjang ikan pada saat umur t (mm) L∞ = Panjang asimptotik ikan (mm) K = Koefisien pertumbuhan (bulan-1) t = Umur ikan (bulan) t0 = Umur ikan pada saat panjang ikan nol (bulan)
3.4.4 Pendugaan umur ikan dengan modus panjang tertentu Dalam menduga umur ikan untuk masing-masing panjang yang didapatkan dari hasil penelitian (Lo) dapat menggunakan rumus pertumbuhan Von Bertalanffy yang disubstitusikan menjadi sebagai berikut: =
1−
−
+( .
)
Pada prinsipnya untuk menduga umur ikan (t) yang paling tepat untuk dipolotkan ke dalam kurva pertumbuhan Von Bertalanffy, dapat dilakukan dengan mencari nilai jumlah kuadrat deviasi panjang terkecil. Deviasi panjang adalah selisih antar panjang ikan hasil pengamatan (Lo) dan panjang ikan harapan berdasarkan model von Bertalanffy (Le), dapat dirumuskan sebagai berikut:
15
=(
−
)
Selanjutnya gunakan umur dugaan tersebut (sumbu x) untuk menentukan letak titiktitik modus panjang (sumbu y) hasil pengamatan pada gambar kurva pertumbuhan. Keterangan: t = Umur ikan (bulan) Lo = Observed length, panjang hasil pengamatan/modus panjang (mm) Le = Expected length, panjang harapan dihitung berdasarkan kurva pertumbuhan Von Bertalanffy (mm) d = Deviasi, penyimpangan nilai pengamatan dari nilai harapan