325
Pendederan tiram mutiara dengan perbedaan ukuran tebar awal... (Sudewi)
PENDEDERAN TIRAM MUTIARA (Pinctada maxima) DENGAN PERBEDAAN UKURAN TEBAR AWAL Sudewi, Apri I. Supii, dan Ibnu Rusdi Balai Besar Riset Perikanan Budidaya Laut Jl. Br. Gondol, Kecamatan Gerokgak Kabupaten Buleleng, Kotak Pos 140, Singaraja, Bali 81101 Email:
[email protected]
ABSTRAK Kesuksesan budidaya tiram mutiara (Pinctada maxima) ditunjukkan dengan tingginya sintasan. Namun, masih terdapat kendala yaitu sintasan benih yang lebih rendah daripada tiram mutiara dewasa. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh ukuran tebar awal terhadap pertumbuhan dan sintasan tiram mutiara pada masa pendederan. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan tiga perlakuan dan tiga ulangan. Perlakuan yang diberikan adalah ukuran tebar 3,44±0,44 mm (perlakuan A); 10,85±0,1 mm (perlakuan B); dan 20,36±0,55 mm (perlakuan C). Parameter yang diamati adalah laju pertumbuhan harian dan sintasan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa laju pertumbuhan panjang cangkang 0,44±0,01 mm/hari (perlakuan A); 0,46±0,03 mm/hari (perlakuan B) dan 0,30±0,01 mm/hari (perlakuan C). Laju pertumbuhan lebar cangkang 0,37±0,01 mm/hari (perlakuan A); 0,4±0,03 mm/hari (perlakuan B) dan 0,27±0,00 mm/hari (perlakuan C). Perlakuan A dan B menghasilkan pertumbuhan yang lebih tinggi (P<0,05) dibandingkan dengan perlakuan C. Sintasan yang diperoleh untuk perlakuan A, B, dan C berturut-turut 37,16%; 71,69%; dan 46,42%. Oleh karena itu, untuk memperoleh pertumbuhan dan sintasan yang baik, penebaran spat ke laut sebaiknya pada ukuran panjang cangkang ±10 mm.
KATA KUNCI:
Pinctada maxima, pertumbuhan, sintasan, ukuran awal spat.
PENDAHULUAN Tiram mutiara (Pinctada maxima) termasuk dalam kelas Bivalvia yang tidak hanya sebagai sumber bahan pangan tetapi juga sebagai penghasil mutiara. Tiram mutiara jenis ini menghasilkan produk mutiara laut selatan (South Sea Pearl) yang dihasilkan terutama oleh Negara Indonesia dan Australia. Indonesia saat ini menjadi penghasil South Sea Pearl terbesar dunia di atas Australia. Mutiara jenis ini menguasai 25% produksi mutiara dunia. Harga mutiara yang tinggi disebabkan proses produksinya yang sulit, lama, dan membutuhkan keahlian khusus yang belum dikuasai oleh masyarakat luas. Mutiara merupakan perhiasan yang dapat menunjukkan status seseorang. Permintaan terhadap perhiasan mutiara tetap tinggi karena produksi terbatas (Setiawan, 2008). Produksi mutiara dipengaruhi oleh ketersediaan tiram mutiara yang memenuhi syarat untuk proses implantasi/insersi nukleus (seeding/grafting). Kesuksesan produksi benih tiram mutiara ditunjukkan dengan tingginya sintasan. Namun, masih terdapat kendala yaitu sintasan benih yang lebih rendah daripada tiram dewasa. Mortalitas spat dapat mencapai 100% dalam 12-24 jam (Mcgladdery et al ., 2009). Spat Pinctada margaritifera mengalami kematian massal pada musim tertentu. Kondisi lingkungan yang merugikan seperti luapan air sungai, lumpur yang tebal atau organisme laut (biofouling) dapat menutupi tubuh tiram, di samping pencemaran domestik atau pun industri juga dapat menyebabkan mortalitas yang tinggi (Kurihara et al., 2005). Lebih jauh kondisi seperti salinitas, kecepatan arus, dan keberadaan predator mempengaruhi pertumbuhan dan sintasan spat (Grecian et al., 2000). Spat tiram yang ditebar dengan umur yang berbeda ke tahap pendederan diharapkan meningkatkan hasil panen (Christophersen, 2005). Pemeliharaan spat di hatcheri untuk periode waktu yang lebih lama sebelum ditebar ke laut, akan memperbaiki pertumbuhan dan sintasan selama pendederan (Pit & Southgate, 2001). Spat dengan umur yang muda masih rentan terhadap perubahan kondisi lingkungan yang drastis dan mengakibatkan rendahnya sintasan. Cigarria & Fernandez (2000) mengemukakan bahwa benih dengan ukuran kecil memiliki sintasan yang rendah saat dipindahkan ke laut. Ukuran spat bertambah dengan meningkatnya umur dan diharapkan lebih tahan terhadap kondisi lingkungan yang kurang mendukung.
326
Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2010 BAHAN DAN METODE
Penelitian dilakukan di Keramba Jaring Apung (KJA) Balai Besar Riset Perikanan Budidaya Laut (BBRPBL) Gondol-Bali pada bulan Maret sampai April 2009 di Teluk Pegametan Kabupaten Buleleng. Hewan uji yang digunakan adalah spat tiram mutiara hasil perbenihan di BBRPBL Gondol. Wadah untuk penelitian adalah 9 keranjang besi berlapiskan plastik dengan ukuran panjang 50 cm, lebar 35 cm, dan tinggi 70 cm. Kolektor spat diikatkan pada keranjang kemudian dibungkus dengan waring mata jaring 1 mm (sebagai pelindung dari predator) dan digantungkan di KJA pada kedalaman 5 m. Seminggu sekali dilakukan penggantian waring dan seiring pertumbuhan spat diganti dengan waring bermata jaring 5 mm. Penggantian dengan waring yang bersih dilakukan untuk menjaga ketersediaan pakan (plankton). Kolektor spat dibersihkan dari biofouling dengan cara direndam dalam larutan garam pekat selama ± 10 detik. Kolektor spat dilepaskan dari keranjang dan setelah direndam diikatkan kembali di keranjang. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 3 perlakuan dan 3 ulangan. Masing-masing ulangan dengan jumlah hewan uji rata-rata 158 ekor. Perlakuan ini terdiri atas A) Spat dengan ukuran panjang cangkang 3,44±0,44 mm; B) Spat dengan ukuran panjang cangkang 10,85±0,1 mm; dan C) Spat dengan ukuran panjang cangkang 20,36±0,55 mm. Parameter yang diamati adalah pertumbuhan mutlak, laju pertumbuhan harian, dan sintasan. Pengukuran panjang dan lebar cangkang dilakukan setiap minggu. Pengukuran dilakukan secara sampling terhadap 20 ekor spat pada setiap ulangan yang dipilih secara acak. Perhitungan hewan uji dilakukan setiap minggu dengan cara menghitung jumlah spat yang masih hidup (menempel pada kolektor). Pertumbuhan panjang mutlak cangkang dihitung berdasarkan rumus Cox (1996): L = Lt – Lo Keterangan: L = Pertumbuhan panjang mutlak hewan uji (ìm) Lo = Panjang cangkang rata-rata pada awal penelitian (ìm) Lt = Panjang cangkang rata-rata pada akhir penelitian (ìm) Laju pertumbuhan harian (Daily Growth Rate/DGR) dihitung berdasarkan rumus Ricker (1979):
DGR =
(Lt
- Lo) T
Keterangan: DGR = Laju pertumbuhan harian hewan uji (ìm/hari) Lo = Panjang cangkang rata-rata pada awal penelitian (ìm) Lt = Panjang cangkang rata-rata pada akhir penelitian (ìm) T = Lama pemeliharaan (hari) Sintasan (Survival rate/SR) dihitung berdasarkan rumus Effendie (1997):
SR =
Nt x 100 No
Keterangan: SR = Sintasan (%) N 0 = Jumlah hewan uji pada awal penelitian (ekor) Nt = Jumlah hewan uji yang hidup pada akhir penelitian (ekor)
327
Pendederan tiram mutiara dengan perbedaan ukuran tebar awal... (Sudewi)
Analisis kualitas air dan pengamatan jenis dan kelimpahan plankton dilakukan setiap minggu. Analisis kualitas air meliputi suhu, salinitas, pH, oksigen terlarut, fosfat, nitrat, dan nitrit. Pengambilan sampel plankton dengan plankton net 20 μm (standar untuk mikroplankton). Identifikasi plankton mengikuti petunjuk Yamaji (1973). Data pertumbuhan dan sintasan dianalisis dengan sidik ragam tingkat kepercayaan 95%, kemudian dilanjutkan dengan uji Tukey HSD untuk mengetahui beda nyata antar perlakuan. Analisis data dengan program SPSS (Versi-16). HASIL DAN BAHASAN Pertumbuhan dan Sintasan Pertumbuhan panjang mutlak pada perlakuan A sebesar 25,01±0,44 mm; perlakuan B: 26,31±1,51 mm dan perlakuan C: 16,98±0,61 mm. Laju pertumbuhan panjang dan lebar cangkang yang paling tinggi diperoleh pada perlakuan B yaitu 0,46±0,03 mm/hari dan 0,4±0,03 mm/hari. Diikuti oleh perlakuan A yaitu 0,44±0,01 mm/hari dan 0,37±0,01 mm/hari, dan perlakuan C yaitu 0,30±0,01 mm/hari dan 0,27±0,00 mm/hari (Tabel 1). Tabel 1. Pertumbuhan dan sintasan benih tiram mutiara (P. maxima) selama 8 minggu pemeliharaan dengan ukuran tebar awal berbeda Parameter Panjang rata-rata awal (mm) Panjang rata-rata akhir (mm) Pertumbuhan panjang mutlak (mm) Laju pertumbuhan panjang (mm/hari) Lebar rata-rata awal (mm) Lebar rata-rata akhir (mm) Pertumbuhan lebar mutlak (mm) Laju pertumbuhan lebar (mm/hari) Sintasan (%)
Perlakuan A
B
C
3,44±0,44 28,44±0,74 25,01±0,44 0,44±0,01b 2,69±0,36 23,83±0,99 21,14±0,73 0,37±0,01b 37,16a
10,85±0,1 37,16±1,49 26,31±1,51 0,46±0,03b 9,1±0,18 31,9±1,71 22,86±1,86 0,4±0,03b 71,69a
20,36±0,55 37,33±0,21 16,98±0,61 0,30±0,01a 16,66±0,05 32,07±0,56 15,41±0,51 0,27±0,00a 46,42a
Nilai dalam kolom diikuti dengan huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata
Ukuran tebar awal 10,85±0,1 mm (perlakuan B) dari awal hingga akhir penelitian menghasilkan rata-rata laju pertumbuhan harian yang paling tinggi kemudian diikuti perlakuan A dan C (Gambar 1).
Gambar 1. Rata-rata laju pertumbuhan panjang dan lebar harian cangkang benih P. maxima selama 8 minggu pemeliharaan dengan ukuran tebar awal yang berbeda
Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2010
328
Berdasarkan hasil tersebut dapat dinyatakan bahwa ukuran tebar awal 20,36±0,55 mm (perlakuan C) menghasilkan laju pertumbuhan yang paling rendah. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil yang dilaporkan oleh Magnesen & Christophersen (2007), bahwa spat kerang Pecten maximus dengan ukuran panjang < 2 mm menunjukkan laju pertumbuhan yang lebih tinggi (yaitu: 4,2%-5,2%/hari) daripada spat dengan ukuran 3,5 mm dan 7 mm yang hanya 1,4%-2,3%/hari. Beal & Kraus (2002), mendapatkan kerang Mya arenaria L. ukuran kecil (panjang cangkang 8,5 mm) pertumbuhan relatifnya 32% lebih cepat (220,4±1,95%) daripada kerang berukuran besar (panjang cangkang 11,8 mm) yaitu 166,6±1,32%. Akan tetapi berbeda dengan hasil penelitian Grecian et al. (2000), bahwa benih kerang Placopecten magellanicus, dengan ukuran 3,0 mm memiliki laju pertumbuhan yang lebih tinggi daripada benih ukuran 1,4-1,6 mm; 1,7-1,9 mm; dan 2,0-2,9 mm. Sintasan benih pada akhir penelitian untuk ukuran tebar 3,44±0,44 mm; 10,85±0,1 mm; dan 20,36±0,55 mm masing-masing sebesar 37,16%; 71,69%; dan 46,42% (Tabel 1). Wallace et al. (2000), melaporkan bahwa benih tiram Crassostrea virginica ukuran < 5 mm; 6-10 mm; 11-15 mm; dan 1620 mm memilki sintasan yang tidak berbeda. Kematian/mortalitas benih banyak terjadi pada umur 7 dan 8 minggu pada ukuran tebar 20,36±0,55 mm (perlakuan C) (Gambar 2). Hasil pengamatan plankton (Tabel 3) pada umur 7 dan 8 minggu terjadi penurunan kelimpahan plankton yang menyebabkan mortalitas tinggi pada tiram mutiara yang telah mencapai ukuran 37,33±0,21 mm (perlakuan C).
Gambar 2. Sintasan P. maxima selama 8 minggu pemeliharaan dengan ukuran tebar yang berbeda Selain ketersediaan pakan (plankton), faktor abiotik mempengaruhi pertumbuhan dan sintasan. Suhu dan salinitas adalah faktor utama yang mempengaruhi pertumbuhan awal benih Pecten maximus (Chauvaud, Thouzeau, & Paulet, 1998 dalam Christophersen & Lie, 2003). Mortalitas yang tinggi pada awal pemeliharaan terlihat pada benih dengan ukuran tebar 3,44±0,44 mm (perlakuan A). Mortalitas ini karena spat dengan ukuran kecil lebih rentan terhadap perubahan kondisi lingkungan yaitu dari hatcheri ke lingkungan laut. Anonim (2009), menyatakan bahwa sintasan spat Euvola ziczac dapat ditingkatkan dengan tetap memelihara spat di hatcheri hingga ukurannya lebih besar sebelum dipindahkan ke laut. Spat Euvola ziczac dengan ukuran 1,5 mm masih sangat kecil dan mudah hilang atau rusak (pecah) selama penanganan. Sedangkan Christophersen & Lie (2003) menyatakan perubahan lingkungan merupakan faktor utama yang menyebabkan mortalitas. Sintasan selain dipengaruhi oleh ukuran benih juga oleh sejumlah variabel seperti kualitas air, pencemaran, padat penebaran serta alat pelindung. Ukuran benih berhubungan dengan mudahnya terjadi stres akibat gangguan fisik. Kerang yang lebih kecil lebih mudah menjadi stres karena penanganan dan prosedur transportasi. Kerang yang lebih besar lebih mampu bertahan terhadap
329
Pendederan tiram mutiara dengan perbedaan ukuran tebar awal... (Sudewi)
perubahan lingkungan (Cigarria & Fernandez, 2000). Kerang ukuran besar lebih mudah mengatasi kondisi stres karena kebutuhan metabolismenya berlangsung lebih rendah (Bayne & Newel dalam Cigarria & Fernandez, 2000). Kualitas Air Parameter kualitas perairan yang terdiri atas suhu air, oksigen terlarut, pH, salinitas, PO4, NH3, NO2, NO3 merupakan parameter yang berpengaruh terhadap pertumbuhan dan sintasan tiram mutiara. Secara umum kondisi kualitas perairan di Teluk Pegametan masih mendukung bagi kehidupan tiram mutiara (Tabel 2). Tabel 2. Kisaran nilai parameter kualitas air di di Teluk Pegametan, Maret sampai April 2009 Parameter
Kisaran
Suhu (°C) Oksigen terlarut (mg/L) pH Salinitas (ppt) PO4 (mg/L) NH3 (mg/L) NO2 (mg/L) NO3 (mg/L)
27–31 4,45–6,25 8,1–8,29 33–34 0,012–0,055 0,006–0,028 0,001–0,01 0,005–0,052
Akan tetapi, hasil pengamatan pada umur 7 dan 8 minggu menunjukkan adanya kenaikan suhu hingga mencapai 31°C. Kenaikan suhu hingga di atas toleransi ini berpengaruh terhadap pertumbuhan dan sintasan. Christophersen (2005) menyatakan bahwa suhu merupakan faktor utama yang mempengaruhi pertumbuhan dan sintasan spat. Kelimpahan Plankton Hasil identifikasi plankton pada bulan Maret sampai April 2009 ditemukan 4 phylum yaitu Bacillariophyta, Protozoa, Arthropoda, dan Mollusca. Phylum Bacillariophyta diperoleh genera Nitschia, Skeletonema, Coscinodiscus, Rhizosolenia, Chaetoceros, Biddulphia, Hemiaulus, Fragilaria, Thalassiothrix, Pleurosigma, Xystonella, Navicula, Bacteriastrum, dan Asterionella. Phylum Protozoa: Peridinium, Triceratium, Ceratium, Pyrocystis, dan Gymnodinium. Phylum Arthropoda: Calanus, Naupli, serta dari Phylum Mollusca diperoleh larva Veliger. Kelimpahan plankton pada minggu pertama penelitian hingga minggu ke-6 cenderung mengalami kenaikan. Pada minggu ke-6, menunjukkan kelimpahan yang tertinggi (22.937 ind./L). Akan tetapi pada minggu ke-7 dan ke-8 terjadi penurunan kelimpahan yaitu 43 ind./L dan 31 ind./L (Tabel 3). Tabel 3. Kelimpahan plankton (ind./L) di Teluk Pegametan, Maret hingga April 2009 Kelimpahan (ind./L) Periode pengamatan Total (ind./L) (minggu) Bacillariophyta Protozoa Arthropoda Mollusca 1 2 3 4 5 6 7 8
251 398 230 341 3.971 22.887 34 24
8 111 96 62 27 24 0 3
18 80 55 26 17 18 9 4
0 26 19 14 16 8 0 0
277 615 400 443 4.031 22.937 43 31
Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2010
330
Kelimpahan plankton yang rendah pada minggu ke-7 dan ke-8 merupakan salah satu faktor penyebab turunnya sintasan benih tiram mutiara. Pit & Southgate (2001) menyatakan bahwa spat tiram mutiara membutuhkan suplai pakan (nutrisi) yang cukup dan terjaga dari fluktuasi kondisi lingkungan untuk mendapatkan pertumbuhan yang maksimum. KESIMPULAN DAN SARAN Perbedaan ukuran tebar awal berpengaruh terhadap pertumbuhan spat tiram mutiara (P. maxima). Ukuran tebar 3,44±0,44 mm dan 10,85±0,1 mm menghasilkan pertumbuhan dan sintasan yang lebih baik daripada ukuran 20,362±0,55 mm. Disarankan untuk memperoleh pertumbuhan dan sintasan yang baik, penebaran spat ke laut pada ukuran panjang cangkang ±10 mm. UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan terima kasih kepada Syamsul Fajar Gumilar dan Siyam Sujarwani yang telah membantu pelaksanaan teknis penelitian. DAFTAR ACUAN Anonim. 2009. Grow-out of juveniles: transfer from nursery to field. Installation and operation of a modular bivalve hatchery. FAO Fiheries Technical Paper, 5(492): 117–128. Beal, B.F. & Kraus, M.G. 2002. Interactive effects of initial size, stocking density, and type of predator deterrent netting on survival and growth of cultured juveniles of the soft-shell clam, Mya arenaria L., in eastern Maine. Aquaculture, 208: 81–111. Christophersen, G. & Lie, O. 2003. Nursery Growth, Survival and Chemical Composition of Great Scallop Pecten maximus (L.) Spat From Different Larval Settlement Groups. Aquaculture Research, 34: 641–651. Christophersen, G. 2005. Effects of Environmental Condition on Cultering Scallop Spat (Pecten maximus). Bergen Open Research Archive. http://hdl.handle.net/1956/802. diakses tanggal 10 Juni 2009. Cigarria, J. & Fernandez, J.M. 2000. Management of Manila clam beds. Influence of seed size, type of substratum and protection on initial mortality. Aquaculture, 182: 173–182. Cox, K.W. 1996. California Abalones. Famili Haliotidae. California Fish and Game. Fisheries Bulletin, 118 pp. Effendie, M.I. 1997. Biologi Perikanan. Pustaka Nusatama. Yogyakarta, 163 hlm. Grecian, L.A., Parsons, G.J., Dabinett, P., & Couturier, C. 2000. Influence of season, initial size, depth, gear type and stocking density on the growth rates and recovery of sea scallop, Placopecten magellancius, on a farm-based nursery. J. Aquaculture International, 8(2): 183"206. Kurihara, T., Yamada, H., Nakamori, J., Sano, M., & Shimizu, H. 2005. Effects of rearing condition on growth and survival in juvenile black-lip pearl oyster Pinctada margaritifera (L.) in subtropical Japan. J. of Shellfish Research, 24(4): 1191–1195. Magnesen, T. & Christophersen, G. 2007. Large-scale raceway nursery for improved scallop (Pecten maximus) spat production. Aquacultural Engineering, 36(2):149–158. Mcgladdery, S.E., Bondad-Reantaso, M.G., & Berthe, F.C.J. 2009. Pearl oyster health management. Part 2 : A Manual, p. 19–29 . Pit, J.H. & Southgate, P.C. 2001. When Should Pearl Oyster, Pinctada margaritifera (L.), Spat be Transferred From The Hatchery to The Ocean. Aquaculture Research, 31(10): 773–778. Ricker, W.E. 1979. Growth Rate and Models: Bioenergetics and Growth. In Hoar, W.S., Randall, D.J., & Brett, J.R. Fish Physiology, Vol. VIII. Academic Press, New York, p. 677–743. Setiawan, B. 2008. Pemasaran Mutiara Indonesia. Science and Entertainment Workshop. Sekolah Tinggi Perikanan. Jakarta, 22 Juni. Wallace, R.K., Rikard; F.S., Rouse, D.B., & Howe, J.C. 2000. Optimum Size for Planting Hatchery Produced Oyster Seed. Auburn University, Department of Fisheries and Allied Aquacultures. Final Technical Report Grant No. NA86RG0073 Project No. R/LR-46-NSI-2 http://d276864.h39.zeehosting.com/pdf/masgp/01-027.pdf diakses tanggal 14 November 2009. Yamaji, I. 1973. Illustration of the marine plankton of Japan. Hoikusha Publishing CO., LTD. Japan.