15
3 SEROPREVALENSI TRICHINELLOSIS PADA BABI DI TEMPAT PEMOTONGAN HEWAN OEBA KUPANG PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR
Abstract Trichinellosis is zoonosis caused by worm infection, Trichinella spp. nematode and it had been spread all over the world. Identification seroprevalence of trichinellosis in pig never been reported in East Nusa Tenggara Province particularly Kupang City. This study aimed to identify seroprevalensi of trichinellosis in pig in kupang city of East Nusa Tenggara Province. Crosssectional study research conducted through the examination of 376 blood samples, which were taken from a number of pigs in slaughterhouses Oeba Kupang with simple random sampling method. Blood samples were tested by indirect ELISA method using diagnostic kits ID Screen® Trichinella indirect multi-species ELISA France. In the presence of antibodies, a blue solution appears which becomes yellow after the addition of the stop solution. In the absence of antibodies, no coloration appears. The microplate is read at optical density (OD) 450 nm. Indirect ELISA test identified that 3 serum samples were positive with the seroprevalence were 0.8%. The presence of Trichinella in pigs in Kupang city could be a threat of human health. Keywords : cross sectional study, indirect ELISA, seroprevalence, trichinellosis
Abstrak Trichinellosis adalah zoonosis akibat infeksi cacing nematoda Trichinella spp. dan tersebar hampir di seluruh dunia. Identifikasi seroprevalensi trichinellosis pada babi belum pernah dilaporkan di Provinsi Nusa Tenggara Timur khususnya Kota Kupang. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi seroprevalensi trichinellosis pada babi di wilayah Kota Kupang Provinsi Nusa Tenggara Timur. Penelitian studi cross sectional dilakukan melalui pemeriksaan terhadap 376 sampel darah, yang diambil dari sejumlah babi di tempat pemotongan Oeba Kupang menggunakan metode pengambilan contoh acak sederhana. Sampel darah diuji dengan metode indirect ELISA menggunakan kit diagnostik ID Screen® Trichinella indirect multi-species ELISA dari ID-VET Perancis. Kehadiran antibodi, menyebabkan larutan biru yang tampak menjadi kuning setelah penambahan larutan. Jika tidak ada antibody maka tidak ada warna yang muncul. Microplate dibaca pada optical density (OD) 450 nm. Hasil pemeriksaan dengan metode indirect ELISA menunjukkan 3 serum sampel positif dengan seroprevalensi sebesar 0.8 %. Kehadiran Trichinella pada babi di Kota Kupang dapat menjadi ancaman terhadap kesehatan manusia. Kata kunci : cross sectional study, indirect ELISA, seroprevalesi, trichinellosis
17 Pendahuluan Trichinella merupakan salah satu nematoda parasit zoonosis yang terbagi dalam 8 spesies berdasarkan studi yang dilakukan terhadap diversitas genetik, zoogeografi serta penyidikan epidemiologi (Kapel 2001). Duabelas taksonomi secara genotip menggambarkan 2 klas berbeda yang ditandai oleh kehadiran atau ketiadaan kapsul kolagen dalam otot (Zarlenga 2006). Genotip Trichinella menampilkan encapsulated hanya pada jaringan otot mamalia, serta yang lainnya tidak menampilkan encapsulated (non encapsulated) setelah diferensiasi sel otot pada mamalia yang terinfeksi, burung (satu spesies), serta beberapa reptil (Pozio dan Murrell 2006). Kehadiran Trichinella pada peternakan babi diakibatkan kurangnya kebersihan serta rendahnya biosekuriti dalam sistem manajemen peternakan. Babi dapat terinfeksi ketika memakan sampah dari dapur yang mengandung daging terkontaminasi Trichinella, limbah tempat pemotongan babi yang terinfeksi Trichinella, terinfeksi oleh satwa liar, ataupun ketika ternak babi mengais bangkai babi yang terinfeksi, serta babi terinfeksi oleh hewan pengerat atau satwa liar lainnya (Kapel dan Gamble 2000). Prevalensi infeksi Trichinella pada babi sangat tinggi di China yaitu lebih dari 30%, disamping itu dari informasi yang dilaporkan, anjing terinfeksi Trichinella memainkan peranan penting dalam epidemiologi trichinellosis pada manusia (Gottstein et al. 2009). Di beberapa negara Eropa, Trichinella hampir sepenuhnya tidak ditemukan pada pemeriksaan daging babi. Tahun 1999 hingga tahun 2003 di Jerman, hanya ditemukan 1 babi terinfeksi hasil pemeriksaan dari 212 juta babi (Kociecka 2000). Hasil pemeriksaan terhadap Trichinella pada 300 ribu babi yang diproduksi dalam ruang (kandang tertutup) di Denmark antara tahun 1990 hingga tahun 2005 menunjukkan > 95% tanpa temuan positif (Dupouy-Camet 2006). Beberapa prosedur uji dapat dilakukan untuk mendiagnosa kasus yang dicurigai akibat infeksi Trichinella, meskipun sebagian besar kasus trichinellosis dengan gejala klinis asimptomatis. Hasil positif jelas terlihat pada pemeriksan kulit dan pemeriksaan serologis. Demikian juga pemeriksaan secara intradermal dimana pemeriksaan ini sangat sensitif dan hasilnya dapat diketahui dalam waktu kurang dari satu jam. Beberapa prosedur pemeriksaan serologis lainnya juga memberikan hasil yang sensitif seperti uji flokulasi dan uji aglutinasi. Namun hasil uji serologis memberikan hasil yang kurang menyakinkan atau hasil pemeriksaan negatif jika dilakukan pada tahap awal infeksi penyakit. Pemeriksaan dengan metode ELISA dapat mendeteksi antibodi anti-Trichinella paling cepat 12 hari setelah infeksi (Bogitsh et al. 2005). Metode pemeriksaan ELISA lebih mudah untuk dilakukan, dibandingkan dengan immunofluorescence antibody test (IFAT), western blot analysis (WBA), complement fixation test (CFT) dan haemagglutination test (HAT). Metode ELISA direkomendasikan untuk program surveilans kelompok serta berguna untuk pemeriksaan transmisi berkelanjutan Trichinella di tingkat peternakan. Namun metode ELISA kurang sensitif untuk pemeriksaan ternak babi yang terinfeksi pada tahap awal atau pada tingkat infeksi yang lambat. Hal inilah yang menjadi alasan metode serologi tidak dapat digunakan untuk menggantikan pemeriksaan secara langsung, misalnya dengan pooled sample digestion method dan metoda kompresi dalam mendeteksi larva Trichinella. Namun demikian dapat
18 direkomendasikan untuk penggunaan praktis pada pengawasan di peternakan babi (Mulia et al. 1999).
Bahan dan Metoda Waktu dan Tempat Penelitian Pengambilan darah babi untuk sampel serum dilakukan di RPH Oeba. Darah diambil (± 10 ml) dari vena jugularis, disimpan dalam tabung yang diletakkan dalam standar kayu, kemudian dibawa ke Laboratorium Mikro POLITANI untuk didiamkan 24 jam (semalam) pada refrigerator (kulkas). Setelah semalam, sampel darah disentrifus dengan kecepatan 3500 rpm selama 5 menit untuk mendapatkan serum uji. Pemeriksaan serum dilakukan di BBALITVET Bogor. Jangka waktu penelitian dimulai dari bulan Juli 2013 sampai dengan bulan Juli 2014. Desain dan Populasi Sampel Penelitian Penelitian ini merupakan studi cross-sectional. Pengambilan darah dilakukan dengan cara pengambilan contoh acak sederhana. Banyaknya sampel ditentukan dengan tingkat kepercayaan 95%, prevalensi 30% dengan software Win Episcope 2.0, serta tingkat kesalahan 5%, sehingga total sampel darah yang diambil sebanyak 376 sampel darah. Indirect ELISA Deteksi antibodi anti-Ttrichinella dilakukan dengan metode indirect ELISA menggunakan Kit diagnostik ID Screen® Trichinella indirect multi-species ELISA dari ID-VET Perancis. Prinsip dasar dari kit ini adalah penggunaan antigen excretory/secretory (E/S) untuk mendeteksi antibodi terhadap Trichinella spiralis serta beberapa spesies lain termasuk Trichinella pseudospiralis, Trichinella britovi dan Trichinella native. Kit ini dapat digunakan pada beberapa jenis hewan diantaranya kuda, babi, dan babi liar, serta jus daging. Pemeriksaan serologis digunakan untuk sertifikasi pengawasan bebas Trichinella (Gamble et al. 2000), serta pengawasan infeksi dan penyelidikan epidemiologi pada populasi hewan, khususnya di wilayah dengan prevalensi penyakit tinggi (Gamble et al. 2004). Komponen kit dalam sediaan ID Screen ® Trichinella indirect multi-species ELISA terdiri dari microplate yang dilapisi dengan antigen Trichinella E/S, konsentran konjugat (10X), kontrol positif, kontrol negatif, larutan buffer 2, larutan buffer 3, concentrated wash solution (20X), larutan substrat, stop solution (H2SO4 0,5 M). Prosedur pengujian yang dilakukan dengan urutan sebagai berikut; semua reagen dibiarkan pada suhu kamar (21 °C ± 5 °C) sebelum digunakan. Reagen dihomogenisasi dengan vortex. Sampel serum dan plasma diencerkan 1:20. Tambahkan larutan buffer 2 190 μl dan 10 μl dari kontrol negatif untuk sumur A1 dan B1. Selanjutnya tambahkan 190 μl larutan buffer 2 dan 10 μl dari kontrol positif untuk sumur C1 dan D1. Tambahkan 190 μl larutan buffer 2 dan 10 μl dari masing-masing sampel yang akan diuji ke sumur yang tersisa. Selanjutnya diinkubasi 45 menit ± 4 menit pada 21 °C (± 5 °C ). Kemudian setiap sumur dikosongkan. Selanjutnya cuci setiap sumur 3 kali dengan 300 μl larutan
19 pencuci. Hindari pengeringan sumur antara pembilasan. Konjugat 1X disiapkan dengan mengencerkan konsentrat konjugat 10X sampai 1:10 di larutan buffer 3. Penambahan 100 μl dari konjugat 1X pada setiap lubang, inkubasi 30 menit ± menit pada 21 °C ( ± 5 °C ). Kosongkan sumur. Pencucian setiap sumur 3 kali dengan 300 ml larutan pencuci. Pengeringan dihindari disetiap sumur saat pembilasan. Tambahkan 100 μl larutan substrat untuk setiap sumur dan inkubasi 15 menit ± 2 menit pada 21 ° C ± 5 °C ) dalam gelap. Penambahan 100 μl stop solution pada tiap sumur untuk menghentikan reaksi. Selanjutnya dilakukan pembacaan OD pada 450 nm. Intrepretasi Hasil dan Analisa Data Nilai rata-rata dari OD kontrol positif (ODPC) lebih besar dari 0.350. Rasio rata-rata OD nilai kontrol positif dan negatif (ODPC dan ODNC) lebih besar dari 3.5. Untuk setiap sampel, rasio S/P (S/P %): [ODSample - ODNC] / [ODPC - ODNC] x 100. Sampel kemudian diklasifikasikan sebagai positif, negatif atau meragukan tergantung hasil S/P %, seperti yang ditunjukkan Tabel 2. Tabel 2 Klasifikasi sampel serum berdasarkan hasil S/P % Hasil Status S/P % 50% 50% < S/P < 60% S/P % 60 %
Negatif Diragukan Positif
Hasil dan Pembahasan Pengujian dengan metode indirect ELISA terhadap 376 sampel serum ditemukan 3 sampel positif (Tabel 3). Tabel 3 Hasil pemeriksaan positif (+) serum uji dengan metode indirect ELISA Status babi Kode Tanggal S/P% Hasil sampel pengambilan Ras Umur/Sex 42 16/11/2013 Lokal Diatas 1,5 th 94 (+) /Jantan 105 8/12/2013 Eksotik Diatas 3 th 69 (+) /Betina 193 18/01/2014 Triplecross Diatas 3 th 112 (+) /Betina Hasil pengujian ini menunjukkan bahwa seroprevalensi trichinellosis pada babi di Kota Kupang adalah 0.8%. Seroprevalensi infeksi Trichinella pada babi di Thailand yang dilaporkan adalah sebesar 4%, Vietnam sebesar 19.9% serta Malaysia sebesar 2% (Chandrawathani et al. 2010). Hasil penelitian Wang dan Cui (2001), pada babi di Cina didapatkan seroprevalensi sebesar 0.09%.
20 Seroprevalensi pada tempat pemotongan babi di daerah pengungan Kathmandu Nepal sebesar 1% (Sapkota et al. 2006). Trichinellosis yang terjadi pada babi di Kota Kupang terkait dengan profil peternakan babi di Kota Kupang yang ada saat ini diantaranya manajemen pemeliharaan yang masih tradisional seperti sebagian besar peternak babi di Kota Kupang memberikan pakan dari sisa rumah atau sisa restoran untuk pakan babinya, kandang babi sebagian besar peternak terbuat dari bahan kayu dengan bangunan sederhana yang memungkinkan seringnya kontak dengan tikus. Penerapan manajemen kesehatan juga tidak rutin dilakukan seperti pemeriksaan kesehatan babi, pemberian obat cacing, dll, serta kurangnya informasi atau ketidaktahuan peternak akan trichinellosis dapat menjadi faktor penyebab terjadinya trichinellosis di Kota kupang. Munculnya kejadian trichinellosis berkaitan dengan praktik dalam pengelolaan manajemen peternakan (Gamble dan Bush 1999; Gamble et al. 1999). Babi dapat terinfeksi dengan Trichinella lewat makan daging setengah matang atau mentah yang mengandung larva infektif Trichinella. Sumber infeksi selain daging mentah adalah makan sisa makanan yang mengandung larva infektif atau kontak dengan satwa liar, bangkai satwa liar, atau tikus (Gamble 2011). Urquhart et al. (1996), infeksi pada babi diakibatkan pemberian pakan, memakan bangkai hewan pengerat contohnya tikus terinfeksi, infestasi oleh kotoran dari hewan yang terinfeksi serta oleh pakan sisa makanan manusia yang dimasak tidak sempurna. Faktor risiko yang berperan penting dalam penularan Trichinella pada peternakan babi dan ternak rentan lainnya diantaranya makan dari sisa makanan yang terinfeksi, dan paparan dari bangkai babi, tikus dan spesies satwa liar lainnya (OIE 2012).
Simpulan Seroprevalensi trichinellosis pada babi di Kota Kupang sebesar 0.8%. Kejadian trichinellosis yang ditemukan pada babi berkaitan dengan praktik pengolalaan manajemen peternakan. Ditemukannya trichinellosis di Kota Kupang pada ternak babi dapat menjadi ancaman kesehatan manusia.