3 METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan dalam tiga tahap. Tahap pertarna adalah o b s e ~ a s i lapangan sekaligus mengumpulkan dokumen-dokumen yang berkaitan dengan rencana penelitian, dan pengumpulan informasi ke berbagai instansi teknis di lapangan. Tahap kedua mengkaji bahan informasi yang didapat dengan dosen pembimbing dan kembali ke lapangan untuk mengumpulkan data lapang pada lokasi-lokasi sampling. Tahap ketiga adalah pengolahan dan analisis data primer maupun data citra untuk memperoleh informasi yang diperlukan dalam penyusunan kebijakan penggunaan alat tangkap dalam mngka pengelolaan wilayah perikanan tangkap yang berkelanjutan. Setelah tahap ketiga selesai dilakukan, peneliti masih kembali ke lapangan untuk menyempumakan berbagai data dan informasi yang berkaitan dengan penelitiamya. Tahap pertama penelitian dilaksanakan pada bulan Mei 2007 di KKL Berau, tahap kedua dilaksanakan pada bulan Juli 2007 sedangkan tahap terakhir adalah analisis data dan kajian spasial di laboratorium instalansi lingkungan dan cuaca, pusat pemanfaatan dan pengembangan penginderaan jauh, lembaga penerbangan dan antariksa nasional (ILC PUSBANGJA LAPAN) Pekayon, Jakarta Timur. Lokasi penelitian disajikan pada Gambar 2. 3.2 Bahan dan Alat
Bahan yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah : (I) Citra satelit NOAA-AVHRR untuk bulan Januari-Desember 2006.
(2) Citra satelit Terra-MODIS untuk bulan Januari-Desember 2006. (3) Data penangkapan dalam bentukjshing log book dari nelayan. (4) Peta digital Kabupaten Berau dan sekitarnya. Alat yang digunakan dalam menunjang penelitian ini adalah : (I) Komputer dan pencetak (printer). (2) Perangkat lunak (software) Er-mapper untuk pengolahan citra satelit. (3) Perangkat lunak (software) SIG Arc-view untuk analisis secara spasial. (4) Perangkat lunak (software) Expert Choice 2000 untuk analisis proses hierarki.
33 Metode Pengumpulan Data Data yang dapat menggambarkan status ekologi, sosial budaya dan ekonomi masyarakat sangat menentukan keberhasilan penentuan wilayah perairan perikanan tangkap yang berkelanjutan di Kawasan Konsewasi Laut Berau. Data-data yang akan dikumpulkan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer meliputi: (i) data fisik-oseanografi perairan KKL Berau, (ii) data perikanan tangkap, dan (iii) data persepsi masyarakat di pesisir KKL Berau mengenai masalah perikanan tangkap. Data primer diperoleh melalui obsewasi lapangan pada wilayah penelitian dan melalui hasii wawancara semi terstruktur dengan para pihak (stakeho1ders)yang terkait di wilayah tersebut. Data sekunder meliputi literatur-literatur penunjang dan data pendukung lainnya. Data sekunder yang dibutuhkan ditelusuri dari data statistik perikanan, hasil penelitian terdahuly dan data dari lembaga lain yang terkait dengan penelitian ini. Pengumpulan data sekunder dilakukan untuk memberikan masukan ke dalam sistem infomasi geografik, baik itu data spasial maupun data atribut. Rincian jenis data dan sumber data yang akan digunakan dalam penelitian ini disajikan dalam Tahel 1. Tabel 1 Jenis dan sumber data yang dibutuhkan dalam analisis kesesuaian wilayah perairan untuk perikanan tangkap di Kawasan Konsewasi Laut (KKL) Berau Kalimantan Timur
I BENTUK 1 SUMBER DATA NO PARAMETER A. DATA BIO-FISIK 1. Hidro-oseanografi, meliputi: I Citra NOAA-AVHRR Suhu permukaan laut Klorofil-a Citra TERRA-MODIS Kedalaman peta Dishidros TNI AL 2. 1 Ekosistem pesisir, meliputi: Laporan Program Bersarna Kelautan Mangrove Laporan Berau Padang lamun Laporan Temmbu karang6. ( Data Perikanan Tnngkap daa Sosial Ekonomi Masyarskat 1. I Perikanan Tangkap, I - . meliputi: I Jenis & Jumlah alat tangkap Statistik Dinas Kelautan dan Statistik Perikanan Kabupaten Jumlah Nelayan Statistik Berau Hasil Perikanan Tangkap
/
I1
I1
I
Tabel 1 Lanjutan NO I PARAMETER 2. ( Sosial Budaya, meliputi: Persepsi tentang KKL Persepsi tentang alat tangkap Pemahaman ttg metode penangkapan Ekonomi, meliputi: 3. Mata pencaharian pokok dan altematif Kelembagaan (kel. Nelayan, dll)
-
I BENTUK I SUMBER DATA I
1
Deskripsi Deskripsi Desktipsi
1
Wawancara dengan para pihaklstakeholder .
Deskripsi
Wawancara dengan nelayan
Deskripsi
Dalam menuangkan kerangka pemikiran sebagaimana tertulis di bab
sebelumnya, penulis mencoba menyusun tahapan penelitian yang diawali dengan penyusunan rencana keja,sebagaimana tahapan penelitian di bawah ini :
I
PENYUSUNAN RENCANA KERJA
I
PENGUMPULAN DATA
e
ANALlSlS ClTRA
ANALlSlS SDI
+
+
SEBARAN IKAN & ALAT TqNGKAP
ZONASI
I
ANALlSlS SIG
4
KESESUAIAN WILAYAH PERIKANAN TANGKAP
ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS ( AHP )
4 KEBIJAKAN PENGGUNAAN ALAT TANGKAP UNTUK PERIKANAN TANGKAP BERKELANJUTAN
Gambar 3 Tahapan penelitian
33.1 Pengnrnpulan citra satelit
Citra yang dikumpulkan berbentuk model data raster berasal dari jenis level dua yaitu telah terkoreksi baik secara geometric, radiometric dan memiliki informasi dasar. Citra yang telah diterima oleh antena penerimaan di ILC PUSBANGJA LAPAN, kemudian dilakukan : (1) Perekaman data kanal-kanal citra dari satelit NOAA-AVHRR dan Term-
MODIS pada computer induk. (2) Perubahan (konversi) data kanal-kana1 citra ke dalam bentuk raster. (3) Pemilihan citra bebas awan, dimaksudkan untuk memilih liputan citra yang hanya memiliki < 10% tutupan awan pada lokasi penelitian.
(4) Penyimpanan data kanal-kanal citra bebas awan ke dalam CD-ROOM untuk selanjutnya diolah.
33.2
Pengumpulan data posisi dan basil tangkapan Data posisi dan hasil tangkapan ikan paling sediiit dua tahun ke belakang.
Jika satu musim penangkapan yang dianalisis, maka data dikumpulkan merupakan data harian penangkapan per trip bulan operasi selama musim penangkapan. Pada penelitian ini, data yang dikumpulkan berasal dari aktivitas penangkapan bulan selama 5 tahun dari tahun 2001 - tahun 2005. Data jumlah alat tangkap diperoleh dari Sekretariat Bersama dari Februari 2005 hingga Febmari 2006.
3.4 Metode Pengolahan Data 3.4.1 Pengolahan citra satelit
Pengolahan data kanal-kanal citra satelit NOAA-AVHRR dan TERRAMODlS dilakukan dengan metode pengolahan citra berbasiskan komputer menggunakan perangkat lunak Er-mapper. 3.4.2 Pengolahan spasial
Pengolahan spasial yang berbasiskan SIG ini dimaksudkan untuk menghasilkan model spasial berbentuk peta yang berisikan berbagai informasi
untuk dipergunakan oleh stakeholder dalam mengkaji sebaran dan pola ruaya ikan dengan menggunakan perangkat lunak Arc-view. Adapun tahapan-tahapan yang akan dilaksanakan dalam kegiatan ini adalah: (1) Pembuatan even theme, dimaksudkan untuk menyajikan tabel klasifikasi
posisi tangkapan ke bentuk tema lokasi kelas posisi tangkapan ikan dengan menggunakan fasilitas udd even theme. (2) Digitasi, dimaksudkan untuk merubah peta yang tadinya berbentuk analog ke dalam bentuk digital vektor yang memiliki koordinat. Kegiatan ini ditujukan terhadap peta analog salinitas, kecepatan arus dan peta dasar Berau dengan menggunakan fasilitas digitize on screen.
(3) Retifikasi citra, dimaksudkan untuk menyesuaikan koordinat citra hasil olahan digital vektor peta dasar Berau agar nantinya dapat dianalisis dengan menggunakan fasilitas image analysis. (4) Pembuatan garis kontur ditujukan kepada semua tema informasi oseanografi
yang telah dimiliki baik yang berasal dari citra dan digital vektor dengan menggunakan fasilitas add area jenispolyline. 3.5 Analisis Data 3.5.1
Analisis spasial Analisis spasial dimaksudkan untuk mendapatkan keluaran infonnasi-
infonnasi penting dari berbagai tema sebagai data masukan yang dilakukan berdasarkan teknik SIC dengan memanfaatkan metode analisis spasial pada Arcview. Adapun analisis-analisis spasial yang dipergunakan adalah: (I) Diagram Voronoi (Prahasta 2004) ditujukan untuk membangun model spasial sebaran ikan yang tersaji dalam bentuk poligon area berdasarkan sekumpulan posisi penangkapan ikan yang tersebar secara acak dengan menggunakan program tambahan Thiessen Polygon analysis. Berikut ini tampilan hasil dari analisis diagram Voronoi dalam bentuk poligon dari sejumlah titik-titik yang tersebar secara acak:
.. ..
.
'.. ..,..?' UNSUR TlTlK
POLYGON
Gambar 4 Hasil dari analisis diagram Voronoi (2) Analisis jaring (tracking amlysis), dimaksudkan untuk membangun jalur
berbentuk unsur spasial garis yang &pat memperkirakan ruaya ikan berdasarkan posisi dari kelas tangkapan tinggi dengan memperguankan sub fasilitas make one polyline points pada program tambahan X-Tools (Prahasta 2004). Berikut ini contoh tampilan pembentukan jalur suatu objek berdasarkan analisis jalur (tracking analysis):
UNSUR TlTlK
JALUR (GARIS)
Gambar 5 Tampilan hasil analisis jalur pada sekumpulan titik (3) Penambahan luasan (buffering area), dimaksudkan untuk menambah luasan
area yang diinginkan dari suatu objek dengan menggunakan fasilitas create buffer (Prahasta 2004). Pembuatan buffer pada titik-titik potensial tangkapan dan perkiraan jalur ruaya dengan radius 3 mil, 5 mil dan 7 mil diiaksudkan untuk membentuk suatu zona potensial penangkapan (ZPPI) yang akan mempermudah operasi penangkapan jika pada titik-titik tangkapan potensial dan ruaya yang telah diperkirakan tidak memperoleh hasil tangkapan yang diinginkan, ha1 ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Nath (1993) yang mengindikasikan masih adanya keberadaan sumberdaya ikan
pada radius 3 mil, 5 mil dan 7 mil di sebelah kiri dan kanan dari area yang diduga sebagai tempat keberadaan ikan. Gambar berikut ini menjelaskan bentuk-bentuk hasil buffer pada unsur spasial titik dan garis:
Gambar 6 Hasil buffer pada unsur titik dan garis (4) Analisis tumpang-susun (overlay annlysis), dimaksudkan untuk mendukung kegiatan interpretasi secara spasial terhadap hubungan antar tiap tema yang telah dibuat (Prahasta 2004). Overlay pada penelitian ini dilakukan untuk menghubungkan antar tema poligon model daerah sebaran ikan dengan tiap tema kontur parameter oseanografi sehingga dapat diietahui informasi oseanografi apa saja yang mendukung terjadinya penyebaran ikan di lokasi penelitian teresebut. Secara matematis analisis tumpang susun diberikan sebagai suatu fungsi
...
(Prahasta 2004) yaitu: i
.
=.
.f
i :
,
.
>:,I
.....................................................................
(1)
atau secara teknis persamaan fungsi ini dapat dibuat sebagai sebuah penjumlahan dari beberapa tema (F'rahasta 2004): V = 7 . - .,...- :,; ...................................................................... (2) -'I dengan:
YCfl dan Y = Sebagai sebuah produk peta yang berisikan berbagai informasi '
.
..
I
= tema
pertama atau dasar
-
= tema kedua
= tema ke-i
secara tampilan ditunjukkan pada gambar berikut ini:
Gambar 7 Tampilan analisis tumpang-susun (overlay)
(5) Interpretasi (Interpretation), merupakan nilai analisis yang dilakukan secara visual atau kenampakan atas unsur-unsur spasial yang telah dibuat agar dapat diketahui informasi-informasi yang berguna bagi stakeholder seperti: arah ruaya (migrasi) ikan, sebaran (dishibusi) ikan dan kisaran-kisaran parameter oseanografi yang telah diperoleh dari pengolahan data yaitu: SPL, konsentrasi klorofil-a, salinitas dan kedalaman pada daerah ruaya (migrasi) dan sebaran (distribusi) ikan itu sendiri. 3.5.2
Analisis kesesuaian lahan daerah penangkapan ikan Analisis kesesuaian lahan daerah tangkapan ikan dilakukan untuk spesies
tertentu yang dominan sebagai spesies yang bernilai ekonomis penting. Untuk menentukan spesies yang bernilai ekonomis penting dilihat berdasarkan data hasil tangkapan ikan selama lima tahun, dari tahun 2001-2005. Berdasarkan hasil tangkapan, ikan akan dikelompokkan menjadi dua kelompok, yaitu kelompok ikan pelagis dan kelompok ikan demersal. Selanjutnya, ikan yang dominan sebagai hasil tangkapan dari tiap-tiap kelompok dipilih untuk dilakukan analisis kesesuaian lahan daerah tangkapan untuk jenis ikan tersebut. Berikutnya dilakukan analisis kesesuaian lahan. Analisis dilakukan dalam
4 tahap, yaitu: (i) penyusunan matriks kesesuaian setiap spesies yang dominan, (ii) pembobotan dan pengharkatan untuk tiap-tiap parameter pada matriks kesesuaian, (iii) analisis spasial dengan tahapan-tahapan seperti yang diuraikan pada sub-bab sebelumnya di atas, dan (iv) analisis overlay (tumpang susun), yaitu
proses penampakan coverage, dilakukan untuk menganalisis dan mengidentifikasi hubungan spasial antarafeaturv-feature dari coverage. Analisis dilakukan dengan menggunakan software Arc View 3.3. Pengkategorian kesesuaian wilayah perikanan tangkap untuk kelompok ikan pelagis dan ikan demersal dilakukan berdasarkan parameter oseanografi yang mempengaruhi distribusi dan keberadaan ikan, yaitu suhu permukaan laut, konsentrasi kholofil-a, kedalaman perairan, dan salinitas air laut. Pembobotan untuk parameter-parameter tersebut diperoleh dari studi literatur tentang tingkah laku ikan dan penelitian-penelitian sebelumnya tentang wilayah penangkapan ikan. Sebagian besar informasi tentang tingkah laku ikan, baik ikan demersal m a w pelagis, diperdehdari websitc www.fishbase.org
.
Suhu mempakan parameter utama dalam mempengaruhi distribusi dan keberadaan ikan. Setiap jenis ikan mempunyai karakteristik dan penyesuaian kisaran suhu optimum clan batas toleransi suhu yang berbeda-beda. Laevastu dan Hayes (1981) menyatakan bahwa suhu perairan sangat mempengamhi pertumbuhan ikan; aktifitas dan mobilitas gerakan; ruaya, penyebaran dan kelimpahan; penggerombolan, maturasi, fekunditas dan pemijahan;
masa
inkubasi dan penetasan telur serta kelulusan hidup larva ikan. Cakalang merupakan salah satu ikan pelagis yang memiliki karakteristik oseanografi yang lebih banyak dipengaruhi oleh kondisi perairan di bagian permukaan, sehingga kajian suhu permukaan laut dan klorofil-a akan lebih relevan untuk menjelaskan secara lebih spesifik lingkungan perairan yang didiaminya (Nontji 1993; Mann and Lazier 1996 yang diacu dalam Syahdan 2005). Khorofil menempati posisi kedua setelah suhu, karena tingkat kepentingan ikan akan nutrien tidak lebih tinggi dari suhu (Judianto 2001). Keberadaan khlorofil yang berlimpah dapat diidentifikasikan dengan terjadinya up welling dan
thermalfront. Satinitas air laut mempengaruhi keberadaan ikan karena setiap spesies ikan mempunyai tingkat adaptasi yang berbeda pada kondisi salinitas yang berbeda. Beberapa spesies mempunyai tipe euryhaline dan yang lain mempunyai tipe stenohaline.
Parameter kedalaman dianggap dapat mempengaruhi keberadaan ikan, karena ikan mempunyai habitat tertentu yang terletak pada kedalaman perairan yang berbeda. Berdasarkan hal-ha1 tersebut di atas, maka parameter yang akan digunakan dalam kriteria kesesuaian wilayah perairan untuk penangkapan ikan pelagis adalah suhu, khlomfil, kedalaman, dan salinitas. Sedangkan untuk ikan demersal kriteria tersebut ditambah parameter penutupan terumbu karang dan jenis substrat dasar perairan, karena kualitas dasar perairan sangat berpengaruh pada kehidupan ikan demersal. Pembobotan dm kelas kesesuaian (skoring) dari parameterparameter tersebut di atas untuk kriteria kesesuaian wilayah penangkapan kelompok ikan pelagis dan ikan demersal disajikan dalam Tabel 2 dan Tabel 3. Kelas kesesuaian (skoring) untuk tiap parameter disusun berdasarkan kebutuhan hidup ikan, baik ikan pelagis maupun ikan demersal. Namun karena ikan pelagis maupun ikan demersal mempunyai jenis yang sangat banyak, maka dipilih jenis-jenis ikan tertentu, yang akan dijadikan indikator kebutuhan hidup bagi masing-masing kelompok ikan. Ikan yang menjadi indikator adalah jenis ikan yang paling banyak ditangkap di KKL Berau. Untuk ikan pelagis digunakan 3 jenis ikan, yaitu ikan kembung, tongkol, dan teri. Sedangkan untuk ikan
demersal digunakan kerapu, kuwe, dan kakap. Dari website www.fishbase.org diperoleh informasi bahwa ikan pelagis seperti madihiang yellowfin twza (Thunnus aibacmes) hidup di kedalaman antara 1-250 m (Collette 1995). Dogtooth tuna (Gymnosarda unicoior) banyak ditemukan pada kedalaman 10-100 m (Lieske and Myers 1994) dan skipjack tuna (Katsuwonus pelamis) ditemukan pada kedalaman 0-260 m (Collette 1995). Ikan tongkol jenis Euthynnus ajinis ditemukan pada kisaran kedalaman 0-200 m (FA0 Figis 2005). Ikan kembung (RasrreNiger foughnr) umumnya ditemukan
pada kisaran kedalaman 150 m (Riede 2004) dan ikan kembung jenis lain RasfreNiger brochysoma ditemukan pada kisaran 15-200 m (Pauly and Torres
1996). Ikan teri (Sfolephorus commersonnii) banyak ditemukan pada kedalaman depth range 0 - 50 m (Whitehead 1988).
Berdasarkan kondisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa ikan pelagis umumnya ditemukan pa& kisaran antara 0- >250 m, dan kedalaman rata-rata untuk menemukan spesies pelagis tersebut di atas adalah pada kisaran 100-250 m. Kebutuhan akan suhu perairan ikan madidihang yellow j n tuna (Thunnus albacares) antara 15-31°C (Collette 1995), dogtwth tuna (Gymmsarda unicolor) pada suhu perairan antara 20-28OC (Lieske and Myers 1994), dan skipjack tuna (ffitsowonus pelamis) pada suhu perairan 15-30°C (Collette 1995). Ikan tongkol jenis Euthynnus aflnis ditemukan pada kisaran suhu 18-29°C (Collette 1983)
sedangkan ikan kembung Rastrelliger faughni ditemukan pada perairan dengan suhu yang tidak kurang dari 17OC, dan ikan kembung RustreNiger brachysoma ditemukan pada kisaran suhu 20 - 30°C (Riede 2004). Berdasarkan kondisi tersebut di atas, bahwa ikan pelagis umumnya ditemukan antara kisaran suhu 15-3l0C, dan suhu yang sangat sesuai untuk semua spesies tersebut dia atas adalah pada kisaran 20 - 30°C. Parameter khlorofil pada kondisi perairan normal (tidak terjadi blooming plankton), diasumsikan dengan semakin tinggi kandungan khlorofil, semakin banyak ikan yang ditemukan. Sedangkan rata-rata salinitas di perairan laut Indonesia antara 31-32 ppt merupakan salinitas yang paling optimum bagi keberadaan ikan. Tabel 2 Kriteria kesesuaian wilayah perairan yang mengindikasikan keberadaan ikan pelagis terutama jenis &an kernbung, tongkol dan teri Kelas Kesesuaian (Skor) Total Tidak Bobot Sangat Sesuai No. Kriteria Nilai sesuai Sesuai (3) (2) (1) Suhtr 15-20 (15 - >31 20 1 Permukaan Laut atau 20 - 30 Max 30-3 1 0 150 Konsentrasi 1,0660'566Min 0,066-0,565 15 2 Klorofil-a 1,501 1,065 50 (mg/m3) p p
3
Salinitas (ppm)
10
3 1-32
232-33
<3 1- >34
4
Kedalaman (m)
5
>loo-250
0-100
2250
Kelompok spesies demersal hidup pada perairan yang lebih dangkal, yaitu pada kedalaman 0-100 meter, dimana sinar matahari masih dapat menembus kolom air sampai ke dasar perairan sehingga benthos masih dapat hidup didasar perairan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan (1991) menyatakan bahwa biasanya jenis kakap merah tertangkap pada kedalaman dasar antam 40-50 meter dengan substrat sedikit karang dan salinitas 30-33 ppt serta suhu antara 532°C. Gunarso (1995) menambahkan bahwa ikan kakap merah yang benikuran besar antara umur 15-20 tahun, umumnya menghuni perairan mulai dangkal hingga kedalaman 6&100 meter (Gunarso 1995). Menurut Lieske dan Myers (1994) kakap merah dari jenis Luljanur argentirnaculattcs hidup pada kedalaman 10-120 m. Ikan demersal dari jenis kerapu sebagian besar hidup di terumbu karang, walau kadang-kadang juga ditemukan di estuari atau batuan karang. Kerapu umumnya berasosiasi dengan dasar yang keras atau berbatu, namun juvenilnya ditemukan di padang lamun, dan ikan dewasa dari beberapa spesies menyukai daerah yang berpasir atau berlumpur. Sebagian besar spesies berada pada habitat yang kedalamannya kurang dari 100 meter, namun beberapa spesies kadangkadang ada di kedalaman 100-200 meter (bahkan sampai 500 meter). Kerapu dari jenis Epinephelus fuscogu~tatusberasosiasi dengan karang, hidup pada kisaran kedalaman 1-60 m (Heemstra and Randall 1993). Jenis ikan kuwe Carangoides rnalabaricus hidup berasosiasi dengan karang pada kisaran kedalaman 20 - 140 m
(Randall 1995). Berdasarkan kondisi tersebut, dapat disimpukan bahwa ikan demersal umumnya ditemukan pada kisaran antara 0->I00 m, dan kedalaman rata-rata untuk menemukan spesies ikan demersal tersebut di atas adalah pada kisaran 40100 m. Sedangkan kebutuhan akan khlorofil diasumsikan sama dengan ikan
pelagis, yaitu semakin tinggi khlorofil semakin sesuai, karena rantai makanan yang terbentuk sebagai penyedia pakan bagi ikan demersal juga semakin banyak. Kebutuhan suhu untuk ikan demersal penting di KKL Berau tidak ditemukan literatur pendukungnya, sehingga diasumsikan bahwa suhu rata-rata perairan tropis antara 28-29°C merupakan suhu yang paling optimal bagi kehidupan ikan demersal.
Ikan demersal seperti kakap merah, kerapu, dan kuwe merupakan jenis ikan yang berasosiasi dengan terumbu karang, oleh k a n a itu perairan yang memiliki ekosistem terumbu karang merupakan perairan yang paling banyak ditemukan ikan jenis ini. Semakin tinggi penutupan terumbu karang, makin sesuai bagi kehidupan ikan demersal. Tabel 3 Kriteria kesesuaian wilayah perairan yang mengindikasikan keberadaan
/ I
Kondisi dasar peraimn
3.5.3
Strategi pengelolaan wilayah perikanan tangkap
10
Terumbu, lamun
pasir
Lumpur
Dengan melihat kondisi di daemh penelitian, strategi pengelolaan wilayah perikanan tangkap yang diperlukan adalah dengan melakukan kontrol terhadap variabel penangkapan. Dahuri (1999) mengemukakan dua langkah altematif, yaitu: (1) kontrol langsung, dan (2) substitusi altematif bagi pengurangan tingkat penangkapan. (1) Kontrol langsung dilakukan melalui beberapa hal, yaitu:
I) Penetapan kuota volume penangkapan 2) Pengaturan penangkapan berdasarkan waktu tertentu (closed semon)
3) Pengaturan daerah penangkapan (closed area) 4) Pengaturan cara penangkapan melalui kontrol selektifitas dan kekuatan
alat tangkap 5) Pembatasan ukuran ikan yang ditangkap
6) Kontrcl terhadap volume penangkapan, melalui pembatasan jumlah ijin kapal dan pembatasan volume ikan yang dibawa oleh setiap kapal.
(2) Substitusi altematif Mencari altematif lain sebagai upaya untuk pengalihan dari cara-cara penangkapan agar tidak tejadi peningkatan hasil tangkapan, perlu dilakukan agar sumberdaya ikan tidak semakin deplesi.
3.5.4
Hirarki penentuan kebijakan penggunaan alat tangkap Alat tangkap yang digunakan di perairan KKL Berau cukup banyak jenisnya
dan mempunyai selektivitas yang beraneka ragam. Dalam penelitian ini akan dilakukan klasifikasi terhadap berbagai alat tangkap tersebut untuk menentukan jenis alat tangkap yang ramah lingkungan dan sesuai digunakan di zona perikanan berkelanjutan perairan KKL Berau, agar sumberdaya di KKL Berau tidak terdegradasi akibat pemanfaatan oleh manusia. Strategi yang tepat dan sesuai untuk menentukan kebijakan penggunaan alat tangkap adalah dengan metode Proses Hirarki Analitik (PHA). Penetapan ini dilakukan untuk mempemleh output strategi yang paling tepat sesuai dengan penepsi stakeholder dalam mengelola wilayah perikanan tangkap KKL Berau. Persepsi stakeholder dalam ha1 ini diperoleh dari beberapa responden yang me~pctkan tokoh kunci dalam pengelolaan perairan KKL Berau. Teknik pengambilan responden dalam rangka menggali infonnasilpendapat stakeholders adalah metode expert judgement (Pendapat Pakar). Pakar ditentukan secara pupsive sampling. Pakar responden bejumlah 12 orang, yang merupakan key persons (tokoh kunci) yang mewakili kelompok-kelompok stakeholders yang
diperoleh pada saat identifikasi stakeholders. Kelompok stakeholders ini meliputi setiap unsur yang terkait dengan pengelolaan perairan KKL Berau, yaitu dari unsur birokrasi, akademisi, nelayan, dan lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang peduli pada pengelolaan pesisir. Menurut (Saaty 1991) bahwa pengambilan keputusan dengan PHA dilakukan melalui pendekatan sistem. Pendekatan sistem ini berusaha melihat pennasalahan yang kompleks menjadi persolaan yang sederhana dengan cara membaginya ke dalam bagian-bagian yang lebih kecil. Pemahaman terhadap situasi dan kondisi sistem membantu untuk melakukan prediksi dalam pengambilan keputusan.
Langkah paling awal dalam PHA adalah merinci pennasalahan ke dalam komponen-komponennya (tujuan, kriteria, sub kriteria, dan altematif kegiatan), kemudian mengatur bagian dari komponen-komponen tersebut ke dalam bentuk hirarki. Tahapan-tahapan dalam Proses Hirarki Analitik adalah sebagai berikut: (1) Identifikasi Sistem Identifikasi sistem dilakukan dengan cam mernpelajari kriteria alat tangkap ramah lingkungan yang layak digunakan di uura perikanan tangkap di kawasan konsewasi dan menentukan jenis alat tangkap yang ramah lingkungan.
(2) Penyusunan Struktur Hirarki Membuat struktur hirarki dari sudut pandang manajerial secara menyeluruh dari level puncak sampai ke level dimana dimungkinkan campur tangan untuk dapat memecahkan persoalan. Dalam penelitian ini dibuat menjadi 4 (empat) level struktur hirarki, mulai dari level alternatif alat penangkapan ikan, level subkriteria, level kriteria, dan level tujuan. Puncak dari hirarki, yang merupakan tujuan akhir, adalah menentukan jenis alat penangkapan yang ramah lingkungan untuk digunakan di zona perikanan tangkap kawasan KKL Berau, dari berbagai alat tangkap yang biasa digunakan nelayan di kawasan tersebut. Level altematif alat penangkapan ikan adalah jenis-jenis alat tangkap yang biasa digunakan nelayan di kawasan KKL Berau, meliputi 14 jenis, yaitu: pancing ladung, pancing tonda, panah ikan, jerat udang, jaring insanglgill net, rawaillong line, bubu, j a ~ gondronglrengge, g bagan apung, pukat cincin, hampang/sero, alat lainlpotas, mini trawl, dan trawl. Untuk mencapai tujuan akhir pemilihan alat penangkapan ikan dilakukan dengan mempertimbangkan kriteria alat tangkap ramah lingkungan yang dirujuk dari Monintja (2000) dan Arami (2006). Kriteria tersebut dikelompokkan menjadi 4, yaitu biologi, teknis, sosial, dan finansial. Dari keempat kriteria tersebut dimodifikasi lagi oleh peneliti menjadi 11 subkriteria.
Kriteria biologi ditunjukkan dengan sifat alat tangkap yang tidak merusak, sehingga pemanfaatannya berkelanjutan. Kriteria sosial ditinjau dari penerimaan masyarakat nelayan sebagai pengguna alat tangkap dan legalitas kegiatan penangkapan secara hukum. Kriteria teknis menunjukkan bahwa alat tangkap secara teknis dapat dikembangkan, meliputi enam sub-kriteria yaitu jenis alat tangkap yang tidak menimbulkan dampak pada ekosistem, mudah dioperasikan, aman bagi nelayan, tidak menimbulkan pencemaran, produksi yang berkualitas tinggi dan aman bagi konsmen. Sedangkan sub-kriteria dalam finansial dipertimbangkan berdasarkan jenis alat tangkap yang menguntungkan bagi nelayan.
(3) Membuat Matriks Perbandingan Berpasangan Dilakukan untuk menggambarkan pengaruh relatif setiap elemen terhadap masing-masing kriteriakepentingan yang berada satu tingkat di atasnya. Penentuan tingkat kepentingan pada setiap tingkat hierarki dilakukan dengan teknik komparasi berpasangan berdasarkan pendapat dari para pakar atau bukan, namun memahami permasalahan. Pada level kriteria, tiap jenis kriteria dibandingkan dengan kriteria yang lainnya, misalnya kriteria biologi dibandingkan dengan kriteria teknis, kriteria biologi dibandingkan dengan kriteria sosial, demikian seterusnya hingga keempat kriteria tersebut habis dibandingkan. Pada level subkriteria, tiap jenis subkriteria dibandingkan dengan subkriteria yang lainnya, misalnya subkriteria alat tangkap yang tidak merusak dibandingkan dengan subkriteria pemanfaatan berkelanjutan, subkriteria alat tangkap yang tidak merusak dibandingkan dengan subkriteria alat tangkap yang diterima masyarakat nelayan, demikian seterusnya hingga kesebelas subkriteria tersebut habis dibandingkan. Pada level alternatif, tiap satu jenis alat tangkap dibandingkan dengan satu jenis yang lainnya, untuk masing-masing subsubkriteria dan masing-masing subkriteria. Kuisioner untuk matriks perbandingan disajikan pada lampiran 4
(4) Menghitung Matriks Pendapat Individu Dilakukan dengan cara menghiipun semua pertimbangan yang diperlukan untuk mengembangkan perangkat matriks pada langkah ke 3 menjadi matriks pendapat individu.
(5) Menghitung Matriks Pendapat Gabungan Untuk membentuk suatu matriks yang mewakili matriks-matriks pendapat individu yang ada. Untuk memadukan matriks pendapat individu yang b e d dari responden tersebut menjadi vektor pfioritas gabungan, digunakan rata-
rata geomettik (GEOMETRIC MEAN) dengan formulasi sebagai berikut:
RGi = rata-rata geomettik baris ke-i m = responden (1 -n) Bi, = vektor prioritas baris ke-i kolom ke-j (6) Pengolahan Horisontal
Dimana:
Pengolahan horisontal digunakan untuk menyusun prioritas pengaruh setiap elemen pada tingkat hierarki keputusan tertentu terhadap sasaran utama.
(7) Revisi Pendapat Revisi pendapat dapat dilakukan apabila nilai CR (Consisremy Ratio) cukup tinggi yaitu 0,I dengan mencari Root Mean S p a r e (RMS) dan merevisi pendapat pada baris yang mempunyai nilai terbesar. Pengumpulan pendapat responden dilakukan dengan menggunakan teknii Focus Discussion Group (FGD), sedangkan pengolahan data dilakukan dengan
menggunakan Sofhare Expert Choice version 2000 dan Microsofi Excell 2003. Dari analisis ini dapat dihasilkan prioritas penggunaan alat tangkap yang ramah lingkungan unhk spesies-spesies: (i) ikan pelagis dan (ii) ikan demersal.
Tabel 4 Matrik berbandiig berpasangan
Keterangan: : Subkriteria atau sifat yangdigunakan untuk pembandingan C Al, A2, ...,An : Elemen yang akan dibandiigkan, satu tingkat dibawah C. a12, a13,...,1 : Kuantifikasi pendapat dari hasil komparasi yang mencerminkan nilai kepentingan Ai terhadap Aj. Dalam persoalan pengambilan keputusan, konsistensi penting untuk diperhatikan. Konsistensi ini bertujuan
untuk menilai seberapa besar kekonsistensian penialain satu variabel dengan faktor yang lain. Jika nilai
konsistensi tinggi, maka penilaian antar variabel sudah baik. Ratio konsistensi dihitung dengan rumus sebagai berikut : Perhitungan akar ciri nilai eigen (eigen value) maksimum dengan rumus : VA = aij x Vp dengan Va = (V aij) Dimana : VA adalah vektor antara VA VB = - dengan VB = V bi VP
Dimana : VB adalah nilai eigen
- Perhitungan indeks konsistensi (Cl), dengan rumus : CI =
h a k r -n n- 1
- Perhitungan rasio konsistensi (CR), dengan rumus :
Penjelasan nilai skor yang digunakan untuk menetapkan prioritas antara 1-9 sebagaimana disajikan pada Tabel 5.
Tabel 5 Skor penetapan prioritas &lam PHA
I1
Intensitas pentingnya -
1 .
I
I
I I
1 Kedua elemen sama pentingnya Elemen vane satu sedikit lebih penting ketimbang elemen yang lainnya Elemen yang satu sangat penting ketimbang elemen yang lainnya Elemen yang satu jelas lebih oentinp: ketimbang - elemen yang lainnya I Elemen yang satu sedikit lebih penting ketimbang elemen yang lainnya -
- . -
I1
Penjelasan
I
Dua elemen menyumbangkan
I sama besar sifat tersebut
I1
1 Pengalaman dan
sedkit menyokong satu elemen atas elemen lainnya Pengalaman dan pertimbangan 5 menyokong satu elemen atas elemen lainnya Satu elemen dengan kuat 7 disokong dan dominasi terlihat ( dalam p&tek 1 Bukti yang menyokong elemen 9 yang satu atas yang lain memiliki tingkat penegasan tertinggi yang mungkin menguatkan Kompromi diperlukan diantara Nilai diantara dua 2,4,6,8 pertimbangan yang berdekatan dua pertimbangan Sumber: Saaty (199 1)
-
Stmktur hirarki berbagai subkriteria dalam mencapai tujuan penentuan jenis alat tangkap yang ramah lingkungan dan sesuai untuk digunakan di zona perikanan berkelanjutan perairan KKL Berau &pat dilihat dalam Gambar 8.
Level 1:
Level 2: BIOLOGIS
Level 3:
Level 4:
Gambar 8 Diagram hirarki analisis penentuan jenis alat tangkap yang ramah lingkungan dan sesuai untuk digunakan di zona perilcanan berkelanjutan perairan KKL Berau