10
3 METODOLOGI
3.1
Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari-Maret 2012. Kegiatan penelitian
ini dilakukan di beberapa laboratorium, yaitu; pengujian Total Plate Count (TPC), pengujian antibakteri kitosan tahap awal dan pembuatan formulasi Chitoplast di Laboratorium Mikrobiologi Hasil Perairan, pengujian analisis proksimat di Laboratorium Biokimia Hasil Perairan, Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor, analisis derajat deasetilasi di Laboratorium Analisis FTIR Departemen Fisika FMIPA IPB, pengujian formulasi chitoplast di laboratorium Pemeliharaan Hewan Percobaan Fakultas Kedokteran Hewan dan pengujian antibakteri kitosan tahapan lanjutan di Laboratorium Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Cibinong, Bogor. Pelaksanaan penelitian terdiri dari penelitian pendahuluan, penelitian utamadan pengujian penelitian serta analisis data. 3.2
Hewan Coba dan Pemeliharaannya Hewan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tikus putih galur
Sprague dawley (R. norvegicus) yang diperoleh dari Laboratorium Unit Pemeliharaan Hewan Percobaan Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor. Tikus berumur 2-3 bulan dengan berat badan 200-300 gram setelah aklimatisasi. Tikus yang digunakan sebanyak 12 ekor jenis kelamin jantan untuk 5 perlakuan konsentrasi, yaitu kontrol negatif (asam asetat 1,0 % atau larutan kitosan 0 %), larutan kitosan 0,5; 1,0; dan 1,5 %, kontrol positif (plester komersil) dan tikus tanpa penutup luka
dengan masing-masing diberi dua perlakuan
perbedaan waktu (pengujian pada 24 jam dan 48 jam). Tikus tersebut dikandangkan secara individu dengan menggunakan wadah plastik dan ditutup dengan kawat untuk menutupi bagian atas kandang yang dialasi dengan sekam. 3.2
Bahan dan Alat Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kitosan komersil larut
asam, bahan formulasi plester (lapisan poliester/adhesive plester, kasa steril, kain perekat, dan lem perekat). Bahan-bahan kimia yang digunakan terdiri dari aquades, CH3COOH, kitosan larut asam, media TPC, alkohol, selenium, H2SO4
11
pekat, H3BO3, HCl, NaOH, indikator bromcherosol green-methyl red, tablet kjeldahl, KBr, NA, NB MHA, dan sekam. Alat-alat yang digunakan meliputi alat timbangan digital, pipet volumetrik, pipet mikro, cawan petri, vortex, sudip, buret, inkubator, laminar, tabung reaksi, aluminium voil, wrapping, rak tabung, desikator, gunting, erlenmeyer, magnetic stirrer, kompor listrik, gelas ukur, gelas piala, batang pengaduk, kawat, wadah-wadah plastik, labu kjeldahl, paper disc, pinset, FTIR. Bahan-bahan dan alat yang dipergunakan untuk implementasi Chitoplast adalah alat pencukur, pinset, silet, gunting kecil dan zat anestesi pentotal 1,0 %. 3.3
Prosedur Kerja Prosedur penelitian yang dilakukan terdiri dalam dua tahap, yaitu tahap
penelitian pendahuluan dan penelitian utama. Penelitian pendahuluan terdiri dari: persiapan bahan dan karakterisasi bahan aktif serta pengujian antibakteri dan penelitian utama adalah (1) pembuatan plester chitoplast dan (2) formulasi chitoplast yang diujikan ke tikus percobaan. 3.3.1 Penelitian pendahuluan Penelitian pendahuluan tahap awal dilakukan dengan persiapan bahan aktif, Selanjutnya kitosan yang digunakan dianalisis mutu (kadar air, kadar abu, kadar nitrogen dan derajat deasetilasi), pengujian antibakteri untuk menentukan konsentrasi terbaik, serta pengujian sifat kelarutannya dalam asam asetat. 3.3.2 Penelitian utama Penelitian utama ini berupa pembuatan plester yang diawali dengan proses pelarutan kitosan 2,0 % (2 gram kitosan/larutan asam asetat 1,0 % dan aquades; b/v) kemudian larutan kitosan dihomogenizer dengan menggunakan magnetic stirrer selama 30 menit. Proses ini bertujuan untuk melarutkan kitosan dalam larutan asam asetat. Potongan kasa yang telah dibentuk dengan ukuran 1x2 cm2 selanjutnya diteteskan larutan kitosan sebagai zat aktif (drug reservoir) sesuai perlakuan. Perlakuan konsentrasi kitosan dilakukan dalam laminar untuk menjaga kesterilan bahan. Larutan kitosan pada kasa (lapisan drug reservoir) selanjutnya dipanaskan di dalam oven untuk proses pengeringan zat aktif. Menurut penelitian yang digunakan oleh Sheth dan Mistry (2011), matriks tipe transdermal patches
12
setelah digabung dengan backing membrane dikeringkan pada suhu 50oC (8 jam) sampai kering pada suhu ruang selama 24 jam. Hasil pengeringan dimasukkan ke dalam desikator sampai akan digunakan. Diagram alir penelitian utama dapat dilihat pada Gambar 4. Kitosan
Pelarutan kitosan 2 gr dalam asam asetat 1,0% Penghomogenan (Magnetic stirrer, 500 rpm, 30 menit)
Larutan kitosan 2%
pengenceran larutan kitosan (0.5 %; 1,0 %; 1.5 %) Pengujian antibakteri pada bakteri luka (S. aureus, Bacillus fumilis, P. aeruginosa, E. coli)
Penetesan kitosan pada potongan kasa (8 tetes) Pemotongan perekat adhesive plester dalam laminar Pengeringan kasa di oven (50oC, 8 jam) Perekatan dengan lapisan penyangga dan pelindung Chitoplast
Aplikasi pada tikus percobaan selama 24 jam dan 48 jam Analisis TPC kasa chitoplast dengan kitosan 0 % (control negative), 0,5 %; 1,0 %, dan 1,5 %, serta kontrol positif (iodine 1%). Analisis derajat infeksi luka
Gambar 4. Diagram alir penelitian utama
13
3.3.3 Formulasi chitoplast yang diujikan pada tikus percobaan Bahan-bahan
yang
digunakan
(transdermal patch chitoplast)
dalam
pembuatan
plester
kitosan
antibakteri adalah lapisan poliester (adhesive
plester), kasa steril dengan penambahan zat aktif kitosan larut asam dengan perbedaan konsentrasi (0,5 %, 1,0 %, dan 1,5 %) yang selanjutnya diberi lapisan pelindung (kertas pelindung). Plester yang telah dihasilkan dengan perbedaan konsentrasi, yaitu
konsentrasi asam asetat 1,0 % atau kitosan 0 % (kontrol
negatif), kitosan cair dengan konsentrasi 0,5 %, 1,0 %, dan 1,5 % serta pengujian dengan kontrol positif (plester komersil). Selanjutnya kelima perlakuan tersebut diuji efektivitasnya dalam pencegahan pertumbuhan bakteri terhadap sampel bakteri pada luka. Sampel bakteri diambil dari tikus percobaan yang dibuat luka sayat di daerah punggung yang diberikan anestesi sebelumnya agar tidak menyakiti, kemudian diberikan pengobatan dengan diuji menggunakan chitoplast dengan masing-masing perlakuan konsentrasi, kontrol positif dan kontrol negatif. Analisis waktu pengambilan sampel dilaksanakan dalam waktu 24 jam dan 48 jam dengan perlakuan yang sama. Selanjutnya sampel kasa kitosan tersebut diuji sampel bakterinya untuk kemudian dimasukan ke dalam larutan garfis 90 ml dan dilakukan pengenceran pada 10-1 sampai pengenceran 10-3 (1/10, 1/100 dan 1/1000) dan dilakukan inkubasi dengan suhu 37 ºC selama 24 jam (Henry 2007). Pengambilan sampel bakteri selanjutnya dianalisis menggunakan uji TPC. Selanjutnya hasil pengujian TPC dibandingkan dengan hasil uji kontrol negatif (kosentrasi kitosan 0 % atau asam asetat 1,0 %) dan kontrol positif (plester komersil). 3.4
Analisis Sampel Penelitian Analisis sampel penelitian yang dilakukan berupa analisis kadar air, abu,
nitrogen, derajat deasetilasi dan pengujian antibakteri kitosan pada beberapa konsentrasi. 3.4.1 Analisis kadar air (AOAC 2005) Analisis kadar air dilakukan dengan penguapan menggunakan oven. Tahap awal yang dilakukan adalah proses pengeringan cawan porselen dengan menggunakan suhu 102-105 oC selama 1 jam. Cawan tersebut diletakkan dalam desikator kurang lebih 15 menit hingga dingin kemudian ditimbang. Sampel
14
sebanyak 5 gram dimasukan ke dalam cawan kemudian dikeringkan dengan suhu 102-105 oC selama 6 jam. Setelah 6 jam cawan tersebut dimasukkan ke dalam desikator hingga dingin kemudian ditimbang bobotnya. Perhitungan kadar air: % Kadar air = B - C x 100% B–A Keterangan: A = Berat cawan kosong (gram) B = Berat cawan yang diisi sampel (gram) sebelum dioven C = Berat cawan dengan sampel (gram) setelah dioven 3.4.2 Analisis kadar abu (AOAC 2005) Analisis kadar abu dilakukan dengan mengabukan sampel di dalam tanur. Tahap pertama cawan abu porselen dikeringkan di dalam oven selama 1 jam pada suhu 105 oC, lalu didinginkan dalam desikator kemudian ditimbang. Sampel ditimbang sebanyak 5 gram dan dimasukkan ke dalam cawan pengabuan yang akan dipijarkan di atas nyala api bunsen hingga tidak berasap lagi. Setelah itu dimasukkan ke dalam tanur pengabuan dengan suhu 600 oC selama 6 jam, kemudian ditimbang hingga didapatkan berat yang konstan. Proses pengabuan dilakukan sampai abu berwarna putih. Setelah itu cawan didinginkan dalam desikator selam 30 menit, kemudian ditimbang bobotnya. Perhitungan kadar abu: % kadar abu = C - A x 100% B–A Keterangan: A = Berat cawan kosong (gram) B = Berat cawan yang diisi sampel (gram) sebelum ditanur C = Berat cawan dengan sampel (gram) setelah ditanur 3.4.3 Analisis kadar nitrogen (AOAC 2005) Tahap-tahap yang dilakukan dalam analisis protein terdiri dari tiga tahap, yaitu destruksi, destilasi, dan titrasi. Pengukuran kadar protein dilakukan dengan metode mikro Kjeldahl. Sampel ditimbang sebanyak 0,25 gram, kemudian dimasukkan ke dalam labu Kjeldahl 100 mL, lalu ditambahkan 0,25 gram selenium dan 3 mL H2SO4 pekat. Contoh didestruksi pada suhu 410 oC selama kurang lebih 1 jam sampai larutan jernih lalu didinginkan. Setelah dingin, ke dalam labu Kjeldahl ditambahkan 50 mL akuades dan 20 mL NaOH 40 %,
15
kemudian dilakukan proses destilasi dengan suhu destilator 100 oC. Hasil destilasi ditampung dalam labu Erlenmeyer 125 mL yang berisi campuran 10 mL asam borat (H3BO3) 2 % dan 2 tetes indikator bromcherosol green-methyl red yang berwarna merah muda. Setelah volume destilat mencapai 40 mL dan berwarna hijau kebiruan, maka proses destilasi dihentikan. Lalu destilat dititrasi dengan HCl 0,1 N sampai terjadi perubahan warna merah muda. Volume titran dibaca dan dicatat. Larutan blanko dianalisis seperti contoh. Kadar nitrogen dihitung dengan rumus sebagai berikut : % N = (mL HCl – mL blanko) x N HCl x 14,007 x faktor pengenceran x 100% mg contoh x faktor koreksi alat * *) Faktor koreksi alat = 2,5 *) Kadar protein = %N x 6.25 *) Faktor pengenceran= 10 3.4.4 Analisis pengukuran derajat deasetilasi (Domszy dan Robert 1985) Kitosan sebanyak 0,2 gram digerus dengan KBr dalam mortar sampai homogen, kemudian dimasukkan dalam cetakan pelet, dicetak dengan dipadatkan dan divakum sampai optimum. Selanjutnya pelet ditempatkan dalam sel dan dimasukkan ke dalam tempat sel pada spektrofotometer inframerah IR-408 yang sudah dinyalakan dan stabil kemudian dilakukan penekanan tombol pendeteksian, sehingga akan muncul histogram FTIR pada rekorder yang memunculkan puncakpuncak dari gugus fungsi yang terdapat pada sampel kitosan. Histogram yang diperoleh dapat digunakan untuk analisis kualitatif dan kuantitatif misalnya analisis kuantitatif derajat deasetilasi dari kitosan. Pengukuran derajat deasetilasi berdasarkan kurva yang tergambar oleh spektrofotometer. Puncak tertinggi (P0) dan puncak terendah (P) dicatat dan diukur
dengan garis dasar yang dipilih. Nisbah absorbansi dihitung dengan
rumus: A = Log P0 P Keterangan: P0 = Jarak antara garis dasar dengan garis singgung antara dua puncak tertinggi dengan panjang gelombang 1.655 cm-1 atau 3.450 cm-1.
16
P = Jarak antara garis dasar dengan lembah terendah dengan panjang gelombang 1.655 cm-1 atau 3.450 cm-1. Perbandingan absorbansi pada 1.655 cm-1 dengan absorbansi 3.450 cm-1 digandakan satu per standar N-deasetilasi kitosan (1,33). Dengan mengukur absorbansi pada puncak yang berhubungan, nilai persen N-deasetilasi dapat dihitung dengan rumus:
Keterangan:
A1.655
= Absorbansi pada panjang gelombang 1.655 cm-1.
A3.450
= Absorbansi pada panjang gelombang 3.450 cm-1.
1,33
= konstanta untuk derajat deasetilasi yang sempurna.
3.4.5 Analisis pengujian antibakteri kitosan (Lalitha 2004). Uji ini meliputi persiapan media cair, persiapan media padat dan prosedur aktivitas antibakteri. Pengujian aktivitas antibakteri dilakukan dnegan metode difusi agar (Kirby bauer) menggunakan kertas cakram (paper disc). a.
Persiapan media cair Penyegaran bakteri uji (refresh bakteri) yaitu menggunakan media NB
(nutrient broth). NB (Oxoid) ditimbang sebanyak 0,72 gram lalu dilarutkan ke dalam 60 ml akuades, media tsb dihomogenkan menggunakan hotplate pada suhu 100oC. Media yang telah homogen dimasukkan sebanyak 9 ml ke dalam tabung reaksi dan masing-masing tabung ditutup menggunakan kapas dan aluminium foil. Media tersebut disterilisasi dengan autoklaf pada suhu 121 oC selama 15 menit. Media didinginkan di tempat yang steril pada suhu ruang. b.
Persiapan media padat Media padat yang digunakan adalah MHA (muller hinton agar ). Media
MHA dibuat dengan cara melarutkan 38 % MHA ke dalam akuades. Larutan tersebut dihomogenkan menggunakan hotplate pada suhu 100oC. Larutan kemudian dipipet 20 ml dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan masingmasing tabung ditutup menggunakan kapas dan alumunium foil. Media tersebut disterilisasi dengan autoklaf pada suhu 121oC selama 15 menit. Media didiamkan
17
dalam laminar aseptik sampai agar beku. Apabila media sudah beku, media disimpan dalam refrigerator. c.
Persiapan suspensi bakteri Sebanyak satu ose bakteri uji dimasukkan ke dalam media cair NB yang
telah dingin secara aseptik, kemudian diinkubasi pada suhu 37oC (18-24 jam). Biakan bakteri yang telah diinkubasi tersebut diukur rapat optis atau OD (optical density) nya dengan nilai antara 0,5-0,8 pada panjang gelombang 600 nm. d.
Pengujian antibakteri Tahap pertama pada uji aktivitas antibakteri ini adalah meneteskan larutan
kitosan dengan konsentrasi 0,5 %, 1,0 %, dan 1,5 % pada setiap paper disc sebanyak 20 mikroliter sehingga didapat konsentrasi larutan kitosan per paper disc dengan menggunakan pipet mikro. Paper disc yang telah berisi larutan kitosan dibiarkan sampai mengering atau pelarutnya menguap dalam laminar steril. Tahap selanjutnya, sebanyak 20 ml media MHA dalam keadan cair ditambahkan 20 mikroliter bakteri uji yang telah diukur OD menggunakan pipet mikro. Media agar yang telah ditambahkan bakteri uji dihomogenkan dengan vortex, kemudian segera dituangkan ke dalam cawan petri steril dan digoyangkan membentuk angka delapan agar bakeri menyebar dan media MHA tercampur merata. Media agar terebut didiamkan dalam laminar aseptik selama 15 menit atau sampai agar beku. Apabila media MHA tersebut telah membeku, masing-masing paper disc diletakkan dalam cawan petri berisi agar dan bakteri dengan menggunakan pinset steril. Cawan tersebut kemudian diinkubasi dalam keadaan terbalik dalam waktu 18-20 jam dengan suhu 37oC. aktivitas antibakteri dapat dilihat dengan mengamati zona hambatan yang terbentuk di sekeliling paper disc. Antibakteri dikatakan positif jika terbentuk zona hambatan berupa zona bening di sekeliling paper disc dan antibakteri negatif ditandai dengan tidak terbentuknya zona bening. Diameter zona hambat yang terbentuk diukur lebarnya menggunakan penggaris atau jangka sorong. Besar diameter zona hambat dihitung dengan cara mengurangi diameter zona hambat yang terbentuk pada cawan petri uji dengan diameter paper disc.
18
3.4.6 Uji total plate count (TPC) (Fardiaz 1992) Prinsip kerja dari analisis TPC adalah perhitungan jumlah koloni bakteri yang ada di dalam sampel dengan pengenceran sesuai keperluan dan dilakukan secara duplo. Seluruh pekerjaan dilakukan secara aseptik untuk mencegah kontaminasi dan pengamatan secara duplo dapat meningkatkan ketelitian. Sebanyak 10 ml sampel dimasukkan ke dalam erlenmeyer 90 ml larutan NaCl 0,85 % (larutan garam fisiologis/garfis) sehingga didapatkan pengenceran 10-1. Penelitian ini menggunakan sampel kasa yang dimasukkan ke dalam tabung reaksi berisi 9 ml sehingga didapatkan pengenceran 100. Sebanyak 1 ml dari larutan tersebut dipipet, kemudian dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang telah berisi 9 ml larutan garam fisiologis untuk memperoleh pengenceran 10-1. Pengenceran disesuaikan dengan pendugaan tingkat koloni bakteri pada luka. Dari setiap tabung reaksi pengenceran tersebut diambil dengan menggunakan pipet sebanyak 1 ml selanjutnya dimasukkan ke dalam cawan petri yang sudah disterilkan. Setiap pengenceran dilakukan secara duplo. Kemudian setiap cawan tersebut digerakkan secara melingkar di atas meja agar media NA (nutrient agar) merata. Media agar ditambahkan ke dalam cawan petri dengan metode tuang sebanyak 20 ml dan digoyangkan sampai merata. Cawan petri diinkubasi dalam inkubator bersuhu 370C selama 48 jam. Setelah masa inkubasi, koloni yang tumbuh pada cawan petri dihitung dengan jumlah koloni yang dapat diterima 30-300 koloni percawan. Perhitungan jumlah bakteri total/gram dapat dihitung dengan memperhitungkan jumlah pada tingkat pengenceran dan pada cawan petri. 3.4.7 Analisis derajat infeksi luka Analisis derajat infeksi luka dilakukan dengan mengamati infeksi yang terjadi pada luka oleh pengamat yang terdiri dari peneliti dan konsultan dan kemudian membandingkan hasil pengamatan untuk selanjutnya diuji beda infeksinya. Derajat infeksi luka secara klinis dihitung berdasarkan teori penelitian Hulton et al. (1994) dalam Henry (2007), yaitu : a. Derajat 0
: tanpa infeksi
b. Derajat 1 : Eritema (kemerahan) dipinggir dan sekitar luka kemudian meluas setelah 24 jam, tanpa cairan serousa (cairan bening)
19
c.
Derajat 2 : Eritema (kemerahan) dengan cairan serousa (cairan bening) atau sanguinus (darah) dari luka
d. Derajat 3 : Cairan purulen (cairan bernanah) dari bagian luka tanpa pemisahan tepi luka e. Derajat 4 3.5
: Cairan purulen (cairan bernanah) bercampur darah dari luka dengan pemisahan tepi luka.
Rancangan Percobaan dan Analisis Data (Steel dan Torrie 1993) Rancangan percobaan pada penelitian utama digunakan untuk mengetahui
pengaruh perlakuan konsentrasi kitosan terhadap parameter subjektif dan objektif yaitu rancangan acak kelompok in time (RAK in time). Rancangan ini adalah percobaan yang melibatkan pengamatan berulang terhadap satu objek. Disamping perlakuan yang dicobakan, diharapkan juga mampu melihat perkembangan respon selama penelitian berjalan. Sehingga pengaruh waktu akan sangat bermanfaat untuk dikaji disamping perlakuan yang diberikan. Perlakuan yang diberikan yaitu konsentrasi kitosan. Perlakuan konsentrasi kitosan terdiri dari 5 taraf, yaitu kontrol negatif (kitosan 0 %), kontrol positif (plester komersil), Chitoplast 0,5 %; 1,0 %; dan 1,5 %. Menurut Steel dan Torie (1993) dengan model uji rancangan acak kelompok in time sebagai berikut : Yijk = µ + αi + βl + δijk + ωk +αωkj + γjk +εijkl Keterangan : Yijk
= nilai respon pada faktor A taraf ke-i, ulangan ke-j dan waktu ke-k.
μ
= nilai rata-rata
αi
= pengaruh faktor A taraf ke-i,
δijk
= komponen acak perlakuan,
ωk
= pengaruh waktu pengamatan ke-k,
αωkj
= pengaruh interaksi waktu dengan faktor A,
γjk
= komponen acak waktu pengamatan,
εijk
= komponen acak dari interaksi waktu dengan perlakuan.
βl
= nilai respon terhadap kelompok ke-l. Perlakuan yang diberikan pada penelitian ini terdiri dari 5 perlakuan yaitu
kontrol negatif (kitosan 0 %), kitosan 0,5 %, kitosan 1,0 %, kitosan 1,5 % dan
20
kontrol positif (plester komersil). Selanjutnya plester dicobakan pada tikus percobaan dengan perbedaan perlakuan. Sampel dari masing-masing tikus percobaan diambil pada rentang waktu sebelum menggunakan penutup luka, jam ke-24 dan jam ke-48. Tikus dibuat luka sayat di daerah punggung yang diberikan anestesi lokal sebelumnya agar tidak menyakiti hewan coba, kemudian diberikan plester sesuai dengan konsentrasi dan perlakuannya. Data dianalisis dengan menggunakan analisis ragam oneway ANOVA. Apabila hasil analisis ragam memberikan pengaruh yang berbeda nyata (tolak H0), maka dilanjutkan dengan uji lanjut Duncan. Analisis mutu kitosan menggunakan uji deskriptif untuk melihat pengaruh modifikasi kitosan menjadi chitoplast terhadap beberapa parameter yang diamati, berupa analisis proksimat dan derajat deasetilasi.