27
3 METODE
3.1
Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni 2010 sampai Januari 2011 di
Laboratorium Preservasi dan Pengolahan Hasil Perikanan, Laboratorium Biokimia Hasil Perikanan, Laboratorium Mikrobiologi Hasil Perikanan, Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor. 3.2
Bahan dan Alat Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah daging limbah filet ikan
kakap merah yang diperoleh dari salah satu industri pengolahan filet kakap merah yang ada di wilayah Muara Angke, Jakarta Utara. Udang Vannamei (Litopenaeus vannamei) dalam bentuk PUD (peeled undevined) dengan ukuran 60-70 (dalam 1 kg terdapat udang PUD sebanyak 60-70 ekor), secang (Caesalpinia sappan L.), air, garam, es, cryoprotectant (gula), kertas saring, bahan pengemas berupa cling film, styrofoam serta bahan-bahan kimia yang digunakan untuk analisis kimia, fisika, dan mikrobiologis. Alat yang digunakan antara lain berupa peralatan untuk pembuatan surimi berupa pisau, timbangan, nampan plastik, grinder, kain kasa, talenan, cool box, lemari es untuk tempat penyimpanan, wadah untuk pelapisan, serta peralatan untuk analisis proksimat, asam amino, TVB, pH meter, aw meter, TPC, dan viscometer. 3.3
Metode Penelitian Penelitian ini dilakukan dalam dua tahap meliputi penelitian pendahuluan
dan penelitian utama. Penelitian pendahuluan meliputi pengujian bahan baku yang digunakan sebagai bahan dasar pembuatan edible coating dan karakterisasi bahan pewarna alami dari secang pada larutan edible coating. Penelitian utama meliputi pembuatan surimi dari daging limbah filet ikan kakap merah, ekstraksi secang (Caesalpinia sappan L), pembuatan edible coating pada berbagai konsentrasi surimi (2, 6, 10, dan 14%), aplikasi edible coating terhadap udang rebus, serta
28
pengamatan kemunduran mutu udang rebus yang dilapisi edible coating surimi selama penyimpanan 8 hari pada suhu 1-5 oC dengan lama pencelupan 30 menit. 3.3.1 Pembuatan surimi dari daging limbah filet ikan kakap merah (Lutjanus sp.) Analisis Total Volatile Base (TVB) dan pH untuk mengetahui tingkat kesegaran daging limbah filet ikan kakap merah yang digunakan dalam pembuatan surimi, sebelum diproses dilakukan. Metode pembuatan surimi dari daging limbah filet ikan kakap merah yang digunakan merupakan modifikasi dari penelitian Suzuki (1981). Daging ikan yang telah dipisahkan dari sisa filet digiling menggunakan grinder agar dihasilkan daging ikan yang halus dan lumat tanpa tulang, duri, dan kotoran. Setelah itu daging ikan dicuci dua kali menggunakan air dingin bersuhu (15±1) oC dan larutan garam 0,3% (b/b). Perendaman dengan air dingin (perbandingan air : daging adalah 3:1) dilakukan selama 10 menit untuk membersihkan kotoran-kotoran yang masih menempel pada daging lumat dan untuk melarutkan protein sarkoplasma. Daging ikan tersebut kemudian diperas dengan menggunakan kain blacu untuk mengeluarkan air. Perendaman kedua dengan larutan garam 0,3% (b/b) (perbandingan volume larutan garam : daging adalah 3:1) selama 10 menit, selanjutnya disaring kembali dengan menggunakan kain blacu sambil dilakukan pemerasan.
Cryprotectant
sebanyak 2% (b/b) ditambahkan dan dicampur menggunakan food processor sampai homogen. Penambahan cryoprotectant dilakukan untuk mencegah terjadinya denaturasi protein pada surimi. Surimi yang dihasilkan dimasukkan ke dalam plastik polyethylene dan disimpan dalam freezer pada suhu -15 oC, selanjutnya digunakan sebagai bahan baku pembuatan edible coating. Surimi yang dihasilkan dihitung rendemennya sebelum dilakukan penyimpanan. Surimi beku yang digunakan untuk bahan edible coating dianalisis pH dan TVB untuk mengetahui tingkat kesegarannya. Diagram alir pembuatan surimi dari daging limbah filet ikan kakap merah selengkapnya disajikan pada Gambar 5.
29
Limbah filet ikan kakap merah*
Pemisahan daging dari limbah filet
Daging ikan kakap*
Analisis TVB, pH
Penggilingan
Daging lumat
Pencucian dan perendaman dalam air dingin (15±1) oC selama 10 menit (ikan : air = 1:3)
Penyaringan dan pemerasan dengan kain blacu Pencucian dan perendaman dalam air garam dingin (garam 0,3% (b/b)) (15±1) oC selama 10 menit (ikan : air garam = 1:3)
Penyaringan dan pemerasan dengan kain blacu
Cryoprotectant (sorbitol 2%)*
Surimi
Rendemen
pencampuran
Pencetakan dan pengemasan Penyimpanan dalam freezer (suhu -15 oC) selama 1 minggu
Surimi beku
Analisis TVB dan pH
Gambar 5 Diagram alir pembuatan surimi dari daging limbah filet ikan kakap merah (Modifikasi* dari Suzuki 1981).
30
3.3.2 Ekstraksi secang (Caesalpinia sappan L.) Kayu secang kering digiling untuk memperkecil ukuran dengan menggunakan Hammer Mill disaring dengan saringan 40 mesh. Serutan kayu secang digunakan untuk tahap selanjutnya yaitu tahap ekstraksi. Ekstraksi pigmen kayu secang dilakukan menggunakan metode Ye Min et al. (2006) dengan pelarut air. Bahan (100 g) diekstrak dengan 1 liter air dan dilakukan berulang sebanyak 3 kali selama 30 menit pada suhu 80 oC. Setelah itu disaring dengan penyaring vakum menggunakan kertas Whatman No.1 dan pH filtrat diukur. Ekstrak dipekatkan dengan vacuum evaporator pada suhu 40 oC untuk menghilangkan sisa pelarutnya sehingga diperoleh ekstrak berupa bubuk kering. Serbuk ekstrak secang selanjutnya dicampurkan ke dalam edible coating sebagai pewarna alami untuk udang masak sebanyak 2,5 mg/ml. Ekstrak secang pada konsentrasi tersebut memiliki aktivitas antioksidan tertinggi (Weningtyas 2009), sehingga diharapkan dapat mempertahankan warna udang rebus selama penyimpanan. Skema proses ekstraksi ditunjukkan pada Gambar 6. 100 g bubuk kayu secang Diekstrak dengan 1 L air (80 oC selama 30 menit) diluang 3 kali
Ampas
Disaring kasar dengan kain saring
Filtrat Disaring dengan penyaring vakum menggunakan Kertas Whatman No.1 Larutan ekstrak
Analisis pH
Dipekatkan dengan vacuum evaporator pada suhu 40 oC
Ekstrak secang (serbuk)
Gambar 6 Skema proses ekstraksi secang (Caesalpinia sappan L.) (Metode Ye Min et al. 2006).
31
3.3.3 Pembuatan edible coating surimi Metode pembuatan edible coating berbahan dasar protein surimi dari daging limbah filet ikan kakap merah ini adalah modifikasi dari metode penelitian Shiku et al. (2004), yang menemukan bahwa edible film yang stabil telah berhasil terbentuk dari protein ikan alaska pollack dengan konsentrasi 2%. Hasil penelitian Neviana (2007) menunjukkan bahwa edible film terpilih dari surimi ikan rucah adalah edible dengan penambahan konsentrasi surimi 10%. Berdasarkan hasil penelitian tersebut, maka dalam penelitian ini digunakan kisaran penambahan surimi untuk larutan edible coating adalah 2, 6, 10, dan 14% (b/v). Surimi yang dalam keadaan beku dilakukan thawing terlebih dahulu selama 20 menit. Konsentrasi surimi terpilih diaplikasikan pada udang rebus yang disimpan pada suhu 1-5
o
C. Edible coating surimi yang dihasilkan kemudian dianalisis
viskositasnya. 3.3.4 Proses pembuatan udang rebus Udang yang digunakan dalam penelitian adalah jenis udang Vannamei (Litopenaeus vannamei) dalam bentuk PUD (peeled undevine) dengan ukuran 60-70 (dalam 1 kg terdapat udang PUD sebanyak 60-70 ekor). Udang segar dikupas kemudian dicuci dengan menggunakan air dingin. Udang direbus dalam air mendidih selama 5 menit. Penentuan lama perebusan berdasarkan penelitian Julikartika (2003). Setelah masak, udang ditiriskan untuk selanjutnya dicelupkan ke dalam larutan edible coating, dikemas dan disimpan pada suhu rendah. 3.3.5 Aplikasi edible coating terhadap udang rebus Edible coating berbahan dasar surimi yang telah terbentuk, selanjutnya diaplikasikan sebagai pelapis udang rebus dengan metode celup (30 menit). Penentuan lama pencelupan mengacu pada hasil penelitian Riyanto (2006), yang menyatakan bahwa pencelupan udang rebus selama 30 menit dalam larutan edible coating dapat mempertahankan masa simpan udang rebus. Tahapan aplikasi terdiri dari dua jenis: (1) udang kupas, direbus, dan dicelupkan ke dalam edible coating (2) udang dikupas, dicelupkan ke dalam edible coating, dan direbus.
32
Udang rebus yang telah dilapisi edible coating diamati ketebalan lapisannya menggunakan mikroskop elektron dengan perbesaran 10 kali. Permukaan udang rebus juga diamati menggunakan mikroskop elektron untuk mengetahui kecerahan dan warna permukaannya. Diagram alir pembuatan dan aplikasi edible coating disajikan pada Gambar 7. 3.3.6 Pengemasan udang rebus yang telah dilapisi edible coating Udang rebus yang telah dilapisi edible coating surimi selanjutnya disusun dalam wadah styrofoam berukuran 12 x 12 cm. Posisi susunan udang tidak saling menempel untuk menjaga keutuhan edible coating pada permukaan udang. Wadah kemudian ditutup menggunakan kemasan plastik wrap hingga menutupi seluruh permukaannya. Plastik wrap merupakan lapisan film plastik yang tipis, berbahan dasar Low Density Polyethilene (LDPE). 3.3.7 Penyimpanan udang rebus yang telah dilapisi edible coating Udang rebus yang telah dikemas disusun dalam wadah plastik berukuran 28 x 35 cm. Susunan kemasan udang terdiri dari satu lapis, tidak ditumpuk pada wadah untuk menghindari terjadinya kerusakan fisik pada udang rebus. Udang rebus disimpan pada lemari pendingin dengan suhu penyimpanan 1-5 oC selama 8 hari. Lemari pendingin sebelum digunakan sudah di set dan diukur suhunya. Wadah plastik disusun dalam lemari pendingin dan tidak ditumpuk, hal ini ditujukan supaya semua wadah memperoleh distribusi suhu yang sama selama proses penyimpanan. Perubahan kualitas udang rebus diamati setiap hari selama 8 hari penyimpanan. Analisis meliputi TVB, pH, kadar air, aw, TPC, WHC, dan perubahan warna udang rebus.
33
Surimi beku
Pelelehan (thawing) (20 menit) Pelarutan surimi (2%*, 6%, 10%****, dan14%) Penambahan akuades sampai 150 ml dan NaOH 1 M sampai pH 11
Pengadukan dan pemanasan (30 menit) suhu 55 oC
Larutan surimi
Penyaringan (nilon 150 mesh)
Filtrat Tanpa secang
Penambahan secang
Edible coating
Udang kupas Perebusan selama 5 menit** Pelapisan udang dengan pencelupan udang masak ke dalam edible coating surimi selama 30 menit***
Penyiangan
Pelapisan udang dengan pencelupan udang segar ke dalam edible coating surimi selama 30 menit
Perebusan selama 5 menit**
Pengemasan dan penyimpanan pada suhu 1-5 oC selama 8 hari
-Lapisan edible coating diamati di bawah mikroskop. -Perubahan kualitas udang masak diamati setiap hari selama 8 hari, meliputi analisis TVB, pH, kadar air, aw, TPC, WHC, dan perubahan warna.
Gambar 7 Diagram alir penelitian dan aplikasi edible coating surimi ikan kakap merah (Modifikasi Shiku et al. 2004*; Julikartika 2003**; Riyanto 2006***; dan Neviana 2007****).
34
3.4
Prosedur Analisis Prosedur analisis dari masing-masing parameter pengamatan adalah sebagai
berikut : 1)
Kadar air metode oven (AOAC 2005) Sebanyak 2 g sampel uji dikeringkan pada suhu 95-100 oC hingga berat
konstan di bawah tekanan ≤ 100 mm Hg selama kurang lebih 5 jam. Wadah yang digunakan adalah piringan alumunium diameter tutup ≥ 50 mm dan kedalaman 40 mm. Kehilangan dalam pengeringan dilaporkan sebagai perkiraan kandungan kelembaban. Perhitungannya adalah sebagai berikut :
Kadar air %(b/b) =
2)
berat hilang selama pengeringan (g) x 100% berat sampel uji (g)
Kadar abu (AOAC 2005) Sampel kering sebanyak 2 gram dipanaskan dalam piringan logam
50-100 mL pada suhu 100 oC hingga kandungan air keluar. Piringan ditempatkan pada tanur dengan suhu kurang dari 550 oC dan tunggu hingga abu berwarna putih terbentuk. Abu didinginkan lalu lembabkan dengan air, kemudian dikeringkan dalam steam bath dan dalam hot plate. Sampel diabukan kembali pada suhu 525 oC hingga mencapai berat konstan. Jika bahan yang diuji mengandung lemak dalam jumlah banyak maka pengabuan awal perlu dilakukan pada suhu yang serendah mungkin untuk menguapkan lemak tanpa membakarnya. Penentuan kadar abu menggunakan rumus : Kadar abu (%) =
3)
berat abu (g) x 100% berat sampel (g)
Kadar protein (AOAC 2005) Penentuan kadar protein menggunakan
metode semi mikro Kjeldahl.
Sampel sebanyak 0,75 g dimasukkan ke dalam labu Kjeldahl lalu ditambahkan 6,25 g K2SO4 dan 0,6225 g CuSO4 sebagai katalisator. Sebanyak 15 ml H2SO4. Jika sampel uji yang digunakan kurang dari 2,2 g, maka jumlah H2SO4 pekat dan 3 ml H2O2 secara perlahan-lahan ditambahkan ke dalam labu dan didiamkan
35
selama 10 menit dalam ruang asam. Tahap selanjutnya adalah proses destruksi pada suhu 410oC selama ±2 jam atau hingga diperoleh larutan jernih. Hasil destruksi
didiamkan
hingga
mencapai
suhu
kamar
dan
ditambahkan
50-75 ml akuades. Erlenmeyer disiapkan dan diisi dengan 25 ml larutan H3BO3 4% yang mengandung indikator (Bromchresol green 0,1% dan methyl red 0,1% (2:1)) sebagai penampung destilat. Labu Kjeldahl dipasang pada rangkaian alat destilata uap dan titambahkan 50 ml NaOH 40% (alkali). Kemudian hasil destilat ditampung dalam erlenmeyer tersebut hingga volume destilat mencapai 150 ml (hasil destilat berwarna hijau). Destilat dititrasi dengan HCl 0,2 N dan dilakukan hingga warna berubah menjadi abu-abu. Blanko diberi perlakuan yang sama seperti tahapan sampel. Pengujian dilakukan secara duplo. Kadar protein dihitung dengan rumus:
N (%) =
(ml HCl – blanko) x N HCl x 14,007 x 100% berat sampel (mg)x k Kadar Protein (%) = N (%) x 6,25
4)
Kadar lemak (AOAC 2005) Labu lemak yang telah dikeringkan di dalam oven (105 oC) ditimbang
hingga diperoleh berat konstan. Sebanyak 2 gram sampel dibungkus dengan kertas saring bebas lemak kemudian dimasukkan ke dalam selongsong lemak. Selongsong tersebut dimasukkan ke dalam tabung Soxhlet. Sebanyak 150 ml kloroform dimasukkan ke dalam labu lemak. Sampel direfluks selama 8 jam dimana pelarut sudah terlihat jernih yang menandakan lemak telah terekstrak semua. Pelarut yang ada pada labu lemak dievaporasi untuk memisahkan pelarut dan lemak lalu labu lemak dikeringkan dengan oven 105 oC selama 30 menit. Labu ditimbang hingga didapatkan berat konstan. Kadar lemak ditentukan dengan menggunakan rumus:
Kadar lemak (%) =
(Berat labu akhir − berat labu awal) x 100% Berat sampel
36
5)
Kadar karbohidrat (BeMiller 2003) Kandungan karbohidrat dilakukan dengan menggunakan metode analisis
karbohidrat by difference. Kadar karbohidrat ditentukan dengan rumus : Kadar karbohidrat (%) = 100% _ (% air + % abu + % protein + % lemak) 6)
Total Volatile Base (TVB) Prinsip dari pengujian terhadap kadar TVB adalah senyawa-senyawa basa
volatil (amonia, mono-, di-, trimetilamin, dan senyawa basa lainnya) yang terdapat di dalam sampel yang bersifat basa diuapkan. Senyawa-senyawa tersebut diikat oleh asam borat dan dititrasi dengan larutan HCl 0,02 N. Penentuan TVB dilakukan dengan metode Conway. Sebanyak 25 g sampel diblender selama satu menit dicampur dengan 75 ml larutan TCA 7%, lalu disaring untuk mendapatkan filtrate yang bening. Sebanyak 2 ml H3BO3 2% dimasukkan ke dalam inner chamber cawan Conway dan 1 ml filtrat ke outer chamber sehingga kedua macam larutan bercampur di outer chamber. Sebelum cawan ditutup, pinggir cawan diolesi vaselin supaya penutupan sempurna. Pada posisi hamper menutup ditambahkan K2CO3 1:1 (b/v) ke dalam outer chamber sebanyak 1 ml kemudian cawan Conway segera ditutup. Blanko dikerjakan dengan mengganti filtrat dengan 7% TCA. Prosedur yang dikerjakan sama seperti di atas, kemudian diinkubasi pada suhu 35 oC selama 48 jam. Larutan asam borat yang mengandung sampel atau tidak (blanko) ditetesi 2 tetes indikator (methyl red 0,1% dan bromthymol blue 0,1% (2:1)), kemudian dititrasi dengan larutan HCl sambil diaduk sehingga warnanya berubah menjadi merah muda. Kadar TVB kemudian dihitung menggunakan rumus:
Kadar TVB (mg N/100 g) =
(i − j)x N HCl x 14,007 x FP x 100 Berat sampel (g)
Keterangan: i=volume titrasi sampel (ml); j= volume titrasi blanko (ml); FP= faktor pengenceran.
37
7)
Nilai pH (AOAC 1995) Penetapan pH dilakukan setelah pH meter dikalibrasi terlebih dahulu dengan
pH 4 dan pH 7. Sampel disiapkan dan suhunya diukur, kemudian pengatur suhu pH meter ditetapkan pada suhu tersebut. Stabilisasi pH meter dilakukan selama 15-30 menit.
Setelah itu elektroda dibilas dengan akuades dan dikeringkan.
Elektroda dicelupkan ke dalam larutan sampel dan pengukuran pH dapat di set. Elektroda dibiarkan tercelup beberapa saat sampai diperoleh pembacaan yang stabil, kemudian pH sampel dapat dicatat. 8)
Nilai aw Alat yang digunakan untuk mengukur aktivitas air adalah aw meter.
Prosedur penggunaan alat tersebut adalah alat dihidupkan dengan cara tombol start ditekan sampai terbaca ready push to start. Penetapan nilai aw dilakukan setelah aw meter dilakibrasi terlebih dahulu. Kalibrasi dilakukan dengan cara cawan sampel diisi dengan 2-3 tetes larutan standar (NaCl). Tombol start ditekan dan terbaca under test, lalu ditunggu beberapa saat sampai terbaca completed, nilai aw dan suhu disesuaikan dengan yang tertulis dalam standar. Jika tidak sesuai maka dilakukan kalibrasi dengan cara menekan start kedua kali lalu memutar sekrup sampai nilai aw sesuai. Selanjutnya dilakukan pengukuran sampel dengan cara satu gram sampel dimasukkan ke dalam wadah. Tombol start ditekan dan ditunggu sampai terbaca comlpeted, maka akan terbaca nilai aw yang akan diukur. 9)
Penentuan total plate count (TPC) (Fardiaz 1992) Prinsip dari penentuan total plate count adalah menentukan besarnya
populasi bakteri yang terdapat pada udang sehingga dapat memberikan gambaran mengenai tingkat kesegaran udang tersebut, karena bakteri merupakan faktor utama penyebab pembusukan yang sedang berlangsung. Prosedur kerjanya meliputi empat tahap yang saling berhubungan yaitu tahap persiapan, inokulasi, inkubasi, dan perhitungan jumlah koloni bakteri. Sampel daging udang ditimbang sebanyak 20 gram secara aseptis, dimasukkan ke dalam blender jars steril dan ditambahkan 180 ml NaCl fisiologis steril, kemudian diblender selama beberapa detik dengan kecepatan rendah dan dilanjutkan dengan
38
kecepatan tinggi selama 2 menit. Larutan yang diperoleh adalah pengenceran 1:10, selanjutnya dipipet sebanyak 1 ml dimasukkan ke dalam cawan petri steril dan 1 ml lagi sebagai duplo. Kemudian disiapkan larutan contoh 1:100 dengan dipipet 1 ml larutan 1:10 dan dimasukkan ke dalam 9 ml larutan NaCl fisiologis, lalu divortex sampai homogen sehingga diperoleh larutan contoh 1:100, dipipet larutan contoh 1:100 dan dimasukkan ke dalam cawan petri steril kedua dan dilakukan secara duplo. Selanjutnya dengan cara yang sama dikerjakan inokulasi contoh sampai dengan pengenceran 1:1000.000.
Seluruh kegiatan dilakukan
secara aseptis. Ke dalam semua cawan petri yang telah berisi larutan contoh di atas, dituangkan secara aseptis media tumbuh plate count agar (PCA) steril bersuhu 45 oC sebanyak 10-20 ml, dan dibiarkan sampai agar dingin dan memadat. Setelah itu semua cawan petri tersebut diinkubasi pada suhu 37 oC dengan posisi terbalik selama 48 jam. Disamping itu dibuat blanko, yaitu ke dalam cawan petri steril hanya dituangkan media tumbuh PCA 10-20 ml dan 1 ml larutan pepton 1% steril. Selanjutnya dilakukan perhitungan jumlah bakteri dengan menggunakan colony counter. Perhitungan dilakukan disesuaikan dengan standard plate count (SPC). 10) Water holding capacity (Hamm 1972 diacu dalam Wahyuni 1992) Daya mengikat air (Water holding capacity/ WHC) ditentukan dengan alat carver press. Sebanyak 0,3 gram sampel diletakkan pada kertas saring kemudian dijepit dengan carver press berukuran 35 kg/cm2 selama 5 menit yaitu diantara dua plat jepitan. Luas area basah (wetted area) adalah luas air yang diserap kertas saring akibat penjepitan, yaitu selisih luas lingkaran luar dan dalam kertas saring. Pengukuran lingkaran dilakukan dengan planimeter merk Hruden. Kertas saring yang digunakan adalah whatman 1 No. 40. Bobot air bebas (air produk yang terlepas karena penekanan) dapat dihitung dengan rumus berikut :
Berat air (mg) =
luas daerah basah − 8,0 0.0948
Air bebas (%) =
berat air x 100% 30 mg
39
Dengan mengetahui kadar air total daging, maka air terikat atau WHC dapat ditentukan dengan : WHC (%) = kadar air total (%) – kadar air bebas (%) 11) Uji warna Pengukuran warna secara objektif menggunakan alat Chromometer CR200 dengan sistem notasi Hunter (L*a*b). Tingkat pewarnaan udang ditunjukkan dengan notasi (Soekarto 1990 dan Berrang et al. 1990) : L
: parameter kecerahan, menyatakan cahaya pantul yang menghasilkan warna akromatik putih, abu-abu dan hitam. Nilai L berkisar dari 0 (hitam) hingga 100 (putih).
a
: warna kromatik gradasi merah hijau dengan nilai plus (+) dari 0 hingga 100 untuk warna merah dan minus (-) a dari nilai 0 hingga- 80 untuk warna hijau.
b
: warna kromatik gradasi biru kuning dengan nilai plus (+) b dari 0 hingga 70 untuk warna kuning dan minus (-) b dari nilai 0 hingga -80 untuk warna biru.
12) Viskositas Pengukuran viskositas digunakan Viscometer Brookfield spindle no.2 dengan kecepatan putar 30 rpm. Sampel terlarut (larutan surimi yang telah dibuat sampai tahap penyaringan) dimasukkan ke dalam tabung viscometer, kemudian viscometer dinyalakan. Viskositas dipengaruhi oleh jumlah zat terlarut yang ada dalam larutan tersebut. Viskositas dihitung dengan mengalikan hasil pembacaan pada viscometer (dial reading) dengan faktor kali sesuai dengan nomor spindle dan rpm yang digunakan pada viscometer. Nilai viskositas dinyatakan dalam satuan centipoises (cP). 13)
Uji organoleptik (Soekarto 1985) Uji organoleptik dilakukan untuk mengetahui tingkat kesukaan panelis
terhadap penampakan, warna, aroma, dan rasa udang masak yang dilapisi edible coating. Cara penilaian organoleptik dilakukan dengan uji hedonik (Soekarto 1985), yaitu digunakan panelis agak terlatih sebanyak 30 orang. Bahan disajikan
40
secara acak dengan diberi nomor kode, kemudian panelis diminta untuk memberikan penilaian pada salah satu kriteria skala hedonik. Hasil pengamatan dinyatakan dengan angka dari 1-7, dengan urutan sebagai berikut : 1 (sangat tidak suka), 2 (tidak suka), 3 (agak tidak suka), 4 (netral), 5 ( agak suka), 6 (suka), dan 7 (sangat suka). 14)
Metode irisan (Suntoro 1983) Pengukuran ketebalan edible coating pada udang masak, dilakukan dengan
cara membuat preparat dengan gelas objek untuk dilakukan pemotretan di bawah mikroskop. Metode irisan yang digunakan adalah metode irisan dengan tangan. Metode irisan adalah suatu metode pembuatan sediaan dengan jalan membuat suatu irisan dengan tebal tertentu, sehingga dapat diamati di bawah mikroskop. Cara metode irisan dengan tangan adalah sebagai berikut: sepotong jaringan dipegang diantara ibu jari penunjuk, kemudian jaringan ini dipotong melintang menggunakan pisau tajam beberapa kali secara cepat, paralel dan sedekat mungkin dengan permukaan atas jaringan yang akan dipotong, agar diperoleh irisan yang setipis mungkin. Selanjutnya irisan yang tipis ini dapat diamati di bawah mikroskop. 3.5
Rancangan Percobaan Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
rancangan acak lengkap faktorial dengan dua faktor dan tiga kali ulangan. Rancangan percobaan ini terdiri dari : 1.
Pengamatan viskositas terdiri dari dua faktor: (a) Perlakuan secang yang terdiri dari edible coating surimi tanpa secang dan edible coating surimi ditambah secang. (b) Konsentrasi surimi yang terdiri dari 2%, 6%, 10%, dan 14%. Model matematika rancangan acak lengkap pola faktorial sebagai berikut: Y
Keterangan: i = 1,2 j = 1,2,3,4 k = 1,2,3
= µ + A + B + (AB) + ε
41
Yijk µ Ai Bj (AB)ij εijk
2.
= Respon pengaruh perlakuan secang pada proses ke-i dan perlakuan konsentrasi surimi pada persentase ke-j ulangan ke-k = Rata-rata sebenarnya = Pengaruh perlakuan secang pada proses ke-i = Pengaruh perlakuan konsentrasi surimi pada persentase ke-j = Pengaruh interaksi perlakuan secang pada proses ke-i dan perlakuan konsentrasi surimi pada persentase ke-j = Pengaruh galat percobaan
Pengamatan perubahan mutu udang rebus terdiri dari dua faktor: (a) Proses aplikasi edible coating yang terdiri dari: -
pencelupan udang dengan edible coating tanpa secang kemudian pemasakan (RM tanpa secang)
-
pencelupan udang dengan edible coating ditambah secang kemudian pemasakan (RM ditambah secang)
-
pemasakan udang kemudian pencelupan dengan edible coating tanpa secang (MR tanpa secang)
-
pemasakan udang kemudian pencelupan dengan edible coating ditambah secang (MR ditambah secang).
(b) Faktor kedua yaitu lama penyimpanan selama 8 hari dengan analisis setiap hari, mulai hari ke-0 sampai hari ke-8. Model matematika rancangan acak lengkap pola faktorial adalah sebagai berikut (Steel dan Torrie 1993) : =
Keterangan :
Yijk µ Ai Bj (AB)ij εijk
+
+
+(
) +
i = 1,2,3,4 j = 0,1,2,3,4,5,6,7,8 k = 1,2,3 = Respon pengaruh proses aplikasi edible coating pada proses ke-i dan perlakuan lama penyimpanan udang masak pada hari ke-j ulangan ke-k = Rata-rata sebenarnya = Pengaruh perlakuan proses aplikasi edible coating pada proses ke-i = Pengaruh perlakuan penyimpanan udang masak pada hari ke-j = Pengaruh interaksi perlakuan proses aplikasi edible coating pada proses ke-i dan perlakuan lama penyimpanan udang masak hari ke-j = Pengaruh galat percobaan
42
3. Hasil uji organoleptik diolah dengan uji statistik nonparametrik, yaitu Kruskal Wallis yang bertujuan untuk menegtahui apakah antara perlakuan berbeda nyata. Model matematika uji Kruskal Wallis adalah sebagai berikut : H=
12 n(n + 1)
R − 3(n + 1) n
T = (t – 1) t (t + 1) Pembagi = 1 −
T H , H′ = (n − 1)n(n + 1) pembagi
Keterangan : n = total pengamatan ni = banyaknya pengamatan pada perlakuan ke-i Rj = jumlah rangking dalam perlakuan ke-j.
Data hasil pengamatan diolah dengan analisis ragam (analysis variance). Untuk melihat tingkat validitas analisis yang ada dilakukan pengujian kenormalan, kehomogenan dan keaditifan data. Bila hasil dari analisis ragam memperlihatkan pengaruh yang nyata atau sangat nyata, maka dilakukan uji lanjut berupa nilai tengah dengan Multiple Comparison Tukey-HSD (Steel dan Torrie, 1993).