12
ketersediaan dan kesesuaian lahan untuk komoditas basis tanaman pangan. Tahap ketiga adalah penentuan prioritas komoditas unggulan tanaman pangan oleh para stakeholder dengan metode Analytical Hierarchy Process (AHP). Berdasarkan AHP diperoleh bahwa masyarakat Kabupaten Lampung Tengah memilih komoditas padi sebagai komoditas unggulan prioritas pertama. Prioritas yang kedua adalah jagung dan ketiga adalah ubi kayu. Berdasarkan beberapa pertimbangan perencanaan yang digunakan, pengembangan komoditas padi dialokasikan seluas 54.218 Ha, jagung seluas 41.271 Ha, dan ubi kayu seluas 38.852 Ha. Penggunaan analisis AHP dalam sektor pertanian di negara berkembang juga di gunakan oleh Alphonche (1997) untuk memutuskan bagian lahan yang akan dialokasikan untuk tanaman jagung, padi dan ketela. Kriteria yang berpengaruh adalah biaya produksi, resiko kerusakan, dan ketersediaan di pasar saat surplus. Selain itu, Oddershede et al. (2007) juga menggunakan AHP untuk mendukung kebijakan pengembangan masyarakat pedesaan di Chile. Tujuannya adalah pengembangan pembangunan daerah dimana AHP digunakan karena melihat adanya ketidaktepatan antara apa yang diinginkan oleh masyarakat, program yang ditawarkan dengan tujuan yang ada. Hasilnya menunjukkan bahwa sektor pariwisata memperoleh prioritas dengan pendidikan sebagai aspek yang paling mendukung sektor tersebut.
3 KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis
Konsep Sistem Agribisnis Penetapan komoditas unggulan dalam mendukung pengembangan agribisnis perlu dimulai dengan pemikiran dan pemahaman tentang agribisnis. Agribisnis sering diartikan sebagai suatu unit bisnis pertanian dan sebagai kumpulan aktivitas bisnis pertanian yang membentuk suatu sistem. Pemahaman agribisnis sebagai suatu unit bisnis pertanian merupakan pandangan agribisnis dalam arti sempit. Dalam mendukung pengembangan agribisnis dengan penetapan komoditas unggulan di Papua Barat, pandangan relevan adalah melihat agribisnis sebagai suatu sistem. Agribisnis sebagai suatu sistem dapat dijadikan sebagai suatu alternatif konsep pembangunan wilayah berbasis pertanian. Menurut Saragih (2010), sistem agribisnis merupakan keterkaitan dan antara industri hulu, on farm, industri hilir, dan jasa penunjang dalam sektor pertanian. Pertanian yang awalnya hanya dilihat bagian usahataninya dikaitkan dengan perusahaan pupuk, benih, pestisida di industri hulu, pabrik pengolahan hasil pertanian di industri hilir, serta jasa keuangan dan transportasi di jasa penunjang. Keterpaduan sistem agribisnis sangat penting peranannya dalam industri berbasis agribisnis. Untuk mendukung keterpaduan tersebut, kemampuan koordinasi sangat diperlukan. Koordinasi ini merupakan keterpaduan dalam
13
hubungan kelembagaan yang mengatur organisasi dan tata hubungan antar setiap komponen dalam sistem agribisnis. Berikut ini adalah konsep dan pemikiran sistem dan usaha agribisnis: Industri: Pembenihan/ Pembibitan tanaman/ hewan Industri agrokimia dan agro-otomotif Subsistem Hulu
Usaha Tanaman Pangan, hortikultura, peternakan, perikanan, perkebunan Subsistem Usahatani Agribisnis
Industri Makanan, Minuman, Agrowisata dan estetika, industri barang serat alam, rokok Subsistem Hilir Agribisnis
Distribusi, Informasi pasar, kebijakan pertanian, promosi, struktur Pasar
Subsistem Pemasaran Agribisnis
Perkreditan dan Asuransi Penelitian dan Pengembangan Pendidikan dan Penyuluhan Transportasi dan Pergudangan Subsistem sarana Penunjang
(Sumber: Saragih 2010) Gambar 1 Konsep dan pemikiran sistem agribisnis Dari diagram di atas dapat dilihat bahwa subsistem yang satu memiliki keterkaitan dengan subsistem lainnya, dan keseluruhan subsistem membutuhkan dukungan dari subsistem sarana penunjang. Melihat keterkaitan yang erat antar subsistem, menunjukkan bahwa subsistem yang satu dapat mempengaruhi subsistem lainnya. Misalnya jika tidak ada pengembangan dan distribusi merata komponen input pertanian dari subsistem hulu, maka akan berdampak pada tidak maksimalnya kualitas dan kuantitas komoditi yang dihasilkan oleh subsistem usahatani. Sebaliknya, dari subsistem usahatani pun sebaiknya ada transfer informasi mengenai penggunaan komponen input yang digunakan kepada subsistem hulu, sehingga industri yang terdapat di subsistem hulu dapat menyesuaikan produksi komponen input seperti alat mesin pertanian dan bibit sesuai permintaan pasar. Dalam konteks konsep pembangunan wilayah pertanian berbasis agribisnis dapat dipandang suatu wilayah homogen yang memperlihatkan satu tingkat koherensi dalam kesatuan keputusan-keputusan ekonomi, yang dapat dikembangkna bersama-sama dengan wilayah pertanian lainnya dalam kawasan tersebut melalui pengembangan agribisnis. Dalam perencanaan pengembangan satu wilayah untuk kegiatan pengembangan agribisnis, ada tiga pertanyaan pokok yang perlu didalami dan dianalisis lebih lanjut yaitu: 1) bagaimana rencana bentuk spasial kegiatan agribisnis dan prespektif perubahannya kedepan? Mengapa bentuk spasial kegiatan agribisnis tersebut dipilih demikian? Serta bagaimana bentuk spasial kegiatan agribisnis tersebut membangkitkan atau mendorong perekonomian wilayah (Dicken dan Lioyd 1999).
14
Pendekatan dengan sistem agribisnis akan memperbesar potensi pertanian, karena akan memberikan nilai tambah yang lebih besar bagi produk-produk pertanian dan dapat mendorong tingkat efisiensi usaha yang semakin tinggi. Sumbangan agribisnis bagi perekonomia dapat dipastikan akan jauh lebih besar dari sumbangan sektor pertanian. Sumbangan yang besar disertai dengan keterkaitan ekonomi yang luas dengan kegiatan lain menyebabkan agribisnis menjadi keiatan ekonomi yang sangat penting (Saragih 2010).
Pembangunan Wilayah Berbasis Agribisnis Konsep pengembangan wilayah dikembangkan dari kebutuhan suatu daerah untuk meningkatkan fungsi dan perannya dalam menata kehidupan sosial, ekonomi, budaya, pendidikan dan kesejahteraan masyarakat. Pengaruh globalisasi, pasar bebas dan regional menyebabkan terjadinya perubahan dan dinamika spasial, sosial, dan ekonomi antar negara, antar daerah, kecamatan hingga pedesaan. Menurut Daryanto (2004) pembangunan wilayah (regional development) pada dasarnya adalah pelaksanaan pembangunan nasional pada suatu wilayah yang telah disesuaikan dengan kemampuan fisik dan sosial serta ekonomi dari wilayah tersebut. Pemilihan prioritas pembangunan yang mengacu pada kebutuhan masyarakat pada hakikatnya kesejahteraan masyarakatlah yang diutamakan. Konsep pembangunan dengan berbagai dimensi yang diterapkan pada suatu wilayah sering menemukan kenyataan bahwa konsep tersebut memerlukan modifikasi atau penyesuaian ke arah karakteristik lokal. Konsep pengembangan wilayah menuju pembangunan nasional secara garis besar terbagi atas empat, sebagai berikut (Komet, 2000): 1. Pengembangan wilayah berbasis sumberdaya Sumberdaya merupakan semua potensi yang dimiliki oleh alam dan manusia. Bentuk sumberdaya tersebut yaitu tanah, bahan mentah, modal, tenaga kerja, keahlian, keindahan alam maupun aspek sosial budaya. 2. Pengembangan wilayah berbasis komoditas unggulan Penekanan konsep ini pada motor penggerak pembangunan wilayah pada komoditas yang dinilai dapat menjadi unggulan atau andalan, baik di tingkat domestik dan intemasional. 3. Pengembangan wilayah berbasis efisiensi Penekanan pada konsep ini adalah pengembangan wilayah melalui pembangunan bidang ekonomi yang mempunyai porsi lebih besar dibandingkan bidangbidang lainnya. Pembangunan ekonomi tersebut dijalankan dalam kerangka pasar bebas atau pasar persaingan sempuma. 4. Pengembangan wilayah menurut pelaku pembangunan Strategi pengembangan wilayah ini mengutamakan peranan setiap pelaku pembangunan ekonomi (rumah tangga, lembaga sosial, lembaga keuangan dan bukan keuangan, pemerintah maupun koperasi). Salah satu strategi pembangunan wilayah yang potensial mengintegrasikan antar sektor dan antar wilayah adalah pengembangan agribisnis. Pengembangan agribisnis bukan sekedar pengembangan bisnis komoditas pertanian saja, tetapi
15
lebih dari itu. Pendekatan agribisnis merupakan paradigma baru pembangunan ekonomi (wilayah, nasional) yang berbasis pertanian. Paradigma baru pembangunan ekonomi yang berbasis pertanian adalah membangun keempat subsistem agribisnis secara simultan dan terintegrasi vertikal mulai dari hulu hingga hilir (Saragih 2010). Dalam hubunganya dengan pembangunan wilayah yang terintegrasi, pembangunan wilayah dengan pendekatan agribisnis mampu memanfaatkan keunggulan komparatif dari setiap wilayah yang berbeda melalui pengembangan subsistem agribisnis yang relevan. Dengan mekanisme seperti ini, maka pembangunan dengan pendekatan agribisnis akan mampu mengintegrasikan perekonomian wilayah maupun antar sektor. Selain itu, melalui mekanisme pasar, pembangunan wilayah dengan pendekatan agribisnis akan mampu memperkecil pelarian sumber daya manusia dan modal. Agar proses yang demikian dapat terjadi, maka komoditas yang dikembangkan hendaknya merupakan komoditas yang memiliki keunggulan, baik keunggulan komperatif maupun keunggulan kompetitif.
Pengertian Komoditas Unggulan Dalam pengertian pembangunan wilayah, komoditas unggulan diartikan sebagai komoditas basis. Pengertian sektor basis (sektor unggulan) pada dasarnya harus dikaitkan dengan suatu bentuk perbandingan, baik itu perbandingan berskala internasional, regional maupun nasional. Dalam kaitannya dengan lingkup internasional, suatu sektor dikatakan unggul jika sektor tersebut mampu bersaing dengan sektor yang sama dengan negara lain. Sedangkan dengan lingkup nasional, suatu sektor dapat dikategorikan sebagai sektor unggulan apabila sektor di wilayah tertentu mampu bersaing dengan sektor yang sama yang dihasilkan oleh wilayah lain di pasar nasional atau domestik (Wijaya, 1996). Rusastra et al (2002) kegiatan basis merupakan kegiatan suatu masyarakat yang hasilnya baik berupa barang maupun jasa ditujukan untuk ekspor ke luar dari lingkungan masyarakat atau yang berorientasi keluar, regional, nasional dan internasional. Konsep efisiensi teknis maupun efisiensi ekonomis sangat menentukan dalam pertumbuhan basis suatu wilayah. Sedangkan kegiatan non basis merupakan kegiatan masyarakat yang hasilnya baik berupa barang atau jasa diperuntukkan bagi masyarakat itu sendiri dalam kawasan kehidupan ekonomi masyarakat tersebut. Konsep swasembada, mandiri, kesejahteraandan kualitas hidup sangat menentukan dalam kegiatan non basis ini. Saragih (2010) dalam pengertian pembangunan wilayah, komoditas basis adalah komoditas yang dihasilkan secara berlebihan untuk digunakan oleh masyarakat dalam satu wilayah tertentu sehingga kelebihan tersebut dapat dijual ke luar wilayah tersebut. Sehingga akibat upaya tranfer ke luar wilayah tersebut maka terciptalah kegiatan-kegiatan pendukung yang dapat meningkatkan nilai tambah serta memperluas kesempatan kerja. Dalam bahasa pembangunan wilayah, dampak tersebut dikenal dengan dampak pengganda (multiplier effect). Semakin besar dampak pengganda tersebut semain besar pula peranan komoditas tersebut sebagai komoditas basis atau unggulan.
16
Penetapan komoditas unggulan nasional dan daerah merupakan langkah awal menuju pembangunan pertanian yang berpijak pada konsep efisiensi untuk meraih keunggulan komperatif dan kompetitif dalam menghadapi era perdagangan bebas. Komoditas unggulan adalah komoditas andalan yang memiliki posisi strategis, baik berdasarkan pertimbangan teknis (kondisi tanah dan iklim) maupun sosial ekonomi dan kelembagaan (penguasaan teknologi, kemampuan sumber daya manusia, infrastruktur, dan kondisi sosial budaya setempat) untuk dikembangan disuatu wilayah setempat (Badan Litbang Pertanian 2003). Komoditi-komoditi unggulan perlu dikembangkan secara optimal karena memiliki keunggulan komparatif yang mampu meningkatkan perekonomian dan pendapatan pelaku ekonominya. Keunggulan komparatif yang dimiliki oleh suatu komoditi dapat mendorong terciptanya keunggulan kompetitif (keunggulan bersaing) terhadap komoditi sejenis di suatu wilayah. Keunggulan-keunggulan tersebut memberikan keuntungan terhadap komoditi dalam memenangkan persaingan pasar. Pangsa pasar yang luas serta unggul dalam persaingan pasar memberikan efek yang positif bagi penerimaan. Semakin luas pangsa pasar dan unggul dalam persaingan atau memiliki kekuatan daya saing produk yang tinggi dipasaran memungkinkan produk tersebut mendatangkan penerimaan yang tinggi pula dari proses penjualannya (Tarigan 2005). Menurut Glasson (1977) semakin banyak sektor unggulan dalam suatu daerah akan menambah arus pendapatan ke daerah tersebut, menambah permintaan terhadap barang dan jasa di dalamnya dan menimbulkan kenaikan volume sektor non unggulannya. Dengan kata lain, sektor unggulan berhubungan langsung dengan permintaan dari luar, sedangkan sektor non unggulan berhubungan secara tidak langsung, yaitu melalui sektor unggulan terlebih dahulu. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa sektor unggulan merupakan penggerak utama dalam pertumbuhan ekonomi suatu daerah.
Penetapan Prioritas dan Sentra Komoditas Unggulan Jhingan (1990) menyatakan bahwa sumbangan sektor pertanian pada pembangunan ekonomi antara lain: 1) Menyediakan surplus pangan yang semakin besar kepada penduduk yang kian meningkat; 2) meningkatkan permintaan akan produk industri; 3) menyediakan tambahan penghasilan devisa untuk impor barang-barang modal bagi pembangunan melalui ekspor produk-produk pertanian; 4) meningkatkan pendapatan desa untuk mobilitas pemerintah; 5) memperbaiki kesejahteraan rakyat pedesaan. Sebelumnya Johnston dan Miller (1961) dalam Jhingan (1990) menyebutkan bahwa peranan sektor pertanian dalam pembangunan ekonomi regional adalah: 1) sumber utama penyedia bahan makanan; 2) sumber penghasil dana dan pajak; 3) sumber penghasil devisa yang diperlukan untuk mengimpor modan, bahan baku dan lain-lain; 4) pasar dalam negeri untuk menampung hasil produksi pengolahan dan sektor bahan pertanian lainnya. Daryanto dan Hafizrianda (2010) kriteria-kriteria yang harus diperhatikan dalam menentukan komoditas unggulan suatu wilayah adalah:
17
1. Harus mampu menjadi penggerak utama pembangunan perekonomian. Dengan kata lain, komoditas unggulan tersebut dapat memberikan kontribusi yang signifikan pada peningkatan produksi, pendapatan dan pengeluaran. 2. Mempunyai keterkaitan ke depan dan ke belakang yang kuat, baik sesama komoditas unggulan maupun komoditas lain. 3. Mampu bersaing dengan produk sejenis dari wilayah lain di pasar nasional dan pasar internasional, baik dalam harga produk, biaya produksi dan kualitas pelayanan. 4. Memiliki keterkaitan dengan wilayah lain (regional linkages), baik dalam pasar (konsumen) maupun pemasok bahan baku. 5. Memiliki status teknologi yang terus meningkat, terutama melalui inovasi teknologi. 6. Mampu menyerap tenaga kerja berkualitas secara optimal sesuai dengan skala produksinya. 7. Dapat bertahan dalam jangka panjang tertentu, mulai dari fase kelahiran (increasing), pertumbuhan (growth) hingga fase kejenuhan (maturity) atau penurunan (decreasing). Jika komodias unggulan yang satu memasuki tahap kejenuhan atau penurunan maka komoditas yang unggulan lainnya harus mampu menggantikannya. 8. Tidak rentan terhadap gejolak eksternal dan internal. 9. Pengembangannya harus mendapatkan berbagai bentuk dukungan, misalnya keamanan, sosial, budaya, informasi dan peluang pasar, kelembagaan, fasilitas, insentif, dan lain-lain. 10. Pengembangannya berorientasi pada kelestarian sumber daya dan lingkungan. Porter (1990) menjelaskan bahwa komoditas yang dapat dijadikan keunggulan wilayah ditentukan oleh empat faktor pokok, yaitu 1) kondisi faktor produksi (factor conditions) meliputi kesusuaian agroekologi, sumber daya alam, sumber daya manusia, modal dan infrastruktur, 2) kondisi permintaan pasar (demand conditions) meliputi segmentasi pasar dan kebutuhan pembeli, 3) industri-industri terkait dan industri pendukung (related and supporting industries) meliputi keunggulan daya saing pemasok, serta 4) strategi, struktur dan persaingan (strategy, structure, and rivalry) meliputi strategi dan struktur perusahaan, tujuan perusahaan dan persaingan. Setelah menetapkan komoditas basis atau unggulan daerah yang sesuai dengan kondisi di lapangan, maka pendekatan selanjutnya adalah megkaji dan menetapkan sentra wilayah pengembangan. Penentuan sentra perwilayahan agribisnis mengandung beberapa perbedaan, baik dalam pendekatan maupun dalam luas cakupan wilayah. Dalam perwilayahan agribisnis, pendekatannya adalah pendekatan sistem agribisnis yang terdiri dari subsistem produksi (on farm agribusiness), subsistem agribisnis hulu (upstream agribusiness), subsistem hilir (downstream agribusiness) dan subsistem layanan pendukung. Suatu perwilayahan agribisnis diharapkan sebagian besar dari subsistem tersebut terdapat dalam suatu wilayh tertentu dengan skala kegiatan yang layak secara finansial. Hal ini tentunya tergantung dari seberapa besar tingkat produksi yang dihasilkan dalam wilayah tersebut (Saragih 2010).
18
Kerangka Pemikiran Operasional Pembangunan daerah dapat tercapai salah satunya dengan pengembangan komoditas unggulan melalui pendekatan agribisnis. Masing-masing daerah memiliki potensi wilayah seperti luas wilayah, tenaga kerja dan sosial budaya yang dapat mendukung keberlangsungan pengembangan agribisnis komoditas unggulan. Namun kenyataannya penetapan komoditas di Provinsi Papua Barat hanya menggunakan satu kriteria penentuan yaitu hanya melihat dari kemampuan produksi tanpa mengukur kriteria lain seperti kecocokan agroekosistem, faktor ekonomi, sumber daya manusia dan daya dukung lainnya. Untuk itu, perlu adanya penetapan komoditas unggulan berdasarkan kriteria-kriteria yang sesuai dalam upaya pengembangan agribisnis untuk mendukung pembangunan daerah. Kriteriakriteria tersebut meliputi kondisi agroekosistem yang mendukung, kesesuaian ekonomi, dan daya dukung. Dengan menggunakan Analytical Hierarchy Process (AHP), berbagai kriteria tersebut diberikan pertimbangan tingkat prioritasnya terhadap tujuan yang diinginkan. Setelah diketahui proiritas komoditas apa yang akan dikembangkan, maka akan di tentukan sentra pengembangannya sesuai dengan kriteria-kriteria yaitu jarak antara wilayah produksi dengan pasar terdekat, produktivitas, produksi, potensi lahan, dan kesesuaian lahan dengan menggunakan AHP. Secara deskriptif hasil penentuan komoditas unggulan dan sentra pengembangan dapat dijadikan rekomendasi arah pengembangan agribisnis di Provinsi Papua Barat. Subsistem yang di kembangkan dari agribisnis yaitu dimulai dari sumbektor hulu, usahatani, hilir, pemasaran serta lembaga-lembaga yang terkait dalam kegiatan agribisnis tersebut. Kerangka pemikiran secara ringkas mengenai arah alur penelitian disajikan pada Gambar 2 berikut:
Pembangunan Daerah • Agroekosistem • Ekonomi • Daya Dukung
Pengembangan Agribisnis
Penetapan Komoditas Unggulan
Masalah: • Kontribusi pertanian menurun padahal potensi daerah berlimpah • Pengembangan komoditas hanya berdasarkan satu elemen kriteria saja.
Penetapan Sentra Pengembangan
Rekomendasi Arah Pengembangan Agribisnis Komoditas Unggulan
Gambar 2 Kerangka pemikiran operasional
• Produksi • Produktivitas • Lokasi/jarak ekonomi • Potensi lahan • Kesesuaian lahan