3 BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Biokimia Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor; Laboratorium Histologi, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor; Laboratorium Bioteknologi, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi, dan Laboratorium Farmakologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Brawijaya. Penelitian dilaksanakan mulai April 2008 – Agustus 2010.
3.2 Metode Penelitian Penelitian ini terdiri empat bagian yaitu: (1) aktivitas antioksidan dan elusidasi struktur, (2) toksisitas akut, (3) uji stres oksidatif, dan (4) uji disfungsi sel endotelium aorta. Uji aktivitas antioksidan dan elusidasi struktur ekstrak terdiri dari: rendemen, kadar florotanin, aktivitas antioksidan, dan elusidasi struktur. Uji toksisitas akut ekstrak terpilih dilakukan pada mencit strain BALB/c dengan mengamati berat badan, lethal doses 50% (LD 50 ), dan histopatologi hati dan ginjal. Uji stres oksidatif dan disfungsi sel endotelium aorta dilakukan pada tikus diabetes melitus. Uji stres oksidatif berupa pengamatan berat badan, glukosa darah, hemoglobin A 1c , superoksida dismutase (SOD), Cu,Zn-SOD, katalase, dan glutation peroksidase (GSH-Px), dan uji disfungsi sel endotelium aorta berupa pengamatan vasorelaksasi, kepekaan reseptor sel endotelium aorta (ED 50 ), dan rasio sel endotelium aorta.
3.3 Aktivitas antioksidan dan Elusidasi struktur 3.3.1Bahan Bahan yang digunakan pada tahap ini adalah rumput laut coklat (S. echinocarpum), etanol p.a., metanol p.a., aseton 70%, etanol 80%, metanol 80%, akuades, 50% H 2 SO 4 , EDTA, TCA, TBA, 1,1-difenil-2-pikrilhidrasil (DPPH), tokoferol, floroglusinol, sodium karbonat dan reagen Folin-Ciocalteu. Alat yang digunakan adalah blender, shaker, rotary evaporator, freeze dryer, jarum sonde, kandang pemeliharaan hewan uji, corong pemisah, kolom kromatografi, tabung
28 KLT, water bath, sentrifus, spektrofotometer, dan high performance liquid chromatography-electrospray ionization- time of flight-mass spectra (HPLC-ESITOF-MS). 3.3.2 Metode Ekstrak rumput laut coklat (S. echinocarpum) diperoleh menurut metode Koivikko et al. (2005) yakni ekstraksi, sentrifugasi, evaporasi, dan pengeringan. Rumput laut coklat yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari perairan pulau Talango, Madura. Ekstraksi dilakukan secara maserasi dengan pelarut: etanol p.a., aseton 70%, metanol p.a., etanol 80%, metanol 80%, dan akuades. Ekstraksi rumput laut coklat (S. echinocarpum) dan pengujian ekstraknya dapat dilihat pada Gambar 5. S. echinocarpum
Dimaserasi etanol p.a., metanol p.a., aseton 70%, metanol 80%, etanol 80%, dan akuades; (1/4:b/v); 4oC, dan 24 jam Disaring
residu Dimaserasi etanol p.a., metanol p.a., aseton 70%, metanol 80%, etanol 80%, dan akuades; (1/4:b/v); 4oC, dan 24 jam
Filtrat Disentrifus 1145 g selama 20 menit
pelet
Disaring
residu Dimaserasi etanol p.a., metanol p.a., aseton 70%, metanol 80%, etanol 80%, dan akuades; (1/4:b/v); 4oC, dan 24 jam
Filtrat Supernatan Disentrifus 1145 g selama 20 menit
pelet
Supernatan
Digabung dan dipekatkan
EKSTRAK TERPILIH
Filtrat
Disentrifus 1145 g, 20 menit
Dikering bekukan
EKSTRAK
Disaring
Supernatan
Uji : Rendemen, Florotanin, dan Aktivitas Antioksidan Uji : Elusidasi Senyawa Aktif dan Toksisitas Akut
Gambar 5. Bagan alir ekstraksi dan pengujian ekstrak
29 3.3.3 Rendemen Rendemen ditentukan berdasar nisbah antara berat ekstrak dan tepung kering S. echinocarpum dan dinyatakan sebagai persen. 3.3.4 Florotanin (Koivikko et al. 2005) Ekstrak sebanyak 2 gram dimaserasi dengan etanol 85% (1:2) pada ruang gelap selama 8 jam, lalu 0,05 mL ekstrak dilarutkan dalam 4,95 mL H 2 O, kemudian 1 mL campuran dipipet dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi. Tabung reaksi ditambah 1 mL reagen Folin-Ciocalteu dan 2 mL 20% Na 2 CO 3 , lalu dibiarkan berdiri tegak selama 3 menit. Setelah itu larutan dalam tabung reaksi diinkubasi pada ruang gelap dan suhu ruangan selama 45 menit, lalu disentrifus selama 5 menit pada 448 g. Supernatan diambil dan segera dibaca serapannya pada λ 730 nm. Sebagai standar digunakan floroglusinol. Kadar florotanin dinyatakan dengan setara mg floroglusinol tiap g ekstrak. 3.3.5 Aktivitas antioksidan (Sanchez-Moreno et al. 1998) Ekstrak 0,1-1 mg dilarutkan dalam 1 mL MeOH p.a. dan disaring. Larutan 0,5 mM DPPH dipersiapkan dengan melarutkan DPPH ke dalam MeOH p.a.. Larutan DPPH sebanyak 3,75 mL ditambahkan ke dalam 0,25 mL larutan ekstrak. Perbedaan absorbansi campuran DPPH diukur pada menit ke-30, λ = 517 nm. Sebagai pembanding digunakan tokoferol. Persentase radikal DPPH tersisa ditentukan dengan rumus =
Abs0 - Abs t x 100 %. Abs0
Nilai IC 50 menunjukkan 50% radikal DPPH tersisa berdasar nilai serapan akibat pemberian dosis ekstrak. Nilai ini diambil secara grafik hubungan antara besarnya konsentrasi ekstrak dan persentase DPPH tersisa dengan perangkat lunak statistik GraphPad Prism versi 5. Aktivitas antioksidan setara tokoferol (AAST) dinyatakan berdasar rumus: AAST (mg tokoferol/100 mg ekstrak) =
IC50 tokoferol IC50 ekstrak
x 100
keterangan: Abs 0 = Nilai serapan pada menit ke-0 Abs t = Nilai serapan pada menit ke-t IC 50 = Konsentrasi ekstrak yang dibutuhkan untuk menurunkan 50% DPPH
30 3.3.6 Elusidasi struktur Ekstrak terpilih dipartisi secara berurutan dengan dietil eter, akuades, kloroform, dan metanol. Fase metanol ditampung dan selanjutnya difraksinasi dalam kolom kromatografi silika gel G-60 dengan eluen kloroform:metanol (8:2), kloroform:metanol (5:5) dan kloroform:metanol (2:8). Eluat yang didapat selanjutnya diidentifikasi pada kromatogafi lapis tipis silika gel F254 dengan eluen kloroform:metanol:air:asam asetat (53:38:6:3). Floroglusinol digunakan sebagai standar. Eluat yang didapat selanjutnya ditambah sodium karbonat anhidrat, kemudian dicuci dengan metanol p.a. tiga kali dan dimasukkan dalam ruang pembeku selama semalam. Sebagian kristal yang didapat selanjutnya dihaluskan dan dibaca serapan spektra infra merahnya dengan spektrofotometer Shimazhu IR Prestige-21 FTIR-8000 Series. Sebanyak 5 mg kristal dilarutkan dalam dimetilsulfoksida p.a. untuk didapatkan konsentrasi 5 ppm, lalu dielusi dalam HLPC-ESI-TOF-MS (Waters system Alliance 2695) dengan detektor photodiode array 2996 (Waters). Kolom yang digunakan Sunfire C 18 , 5 µm, 4,6 mm id x 150 mm (Waters) dan sistem elusi secara isokratis dengan eluennya: 95% H 2 O + 0,05% asam format, 5% asetonitril. Volume injeksi 3 µL dan laju alir eluen 1 mL per menit. Deteksi dilakukan pada UV dengan λ 210 nm. Hasil berupa kromatogram serapan ultra ungu, kromatogram kromatografi cair kinerja tinggi, dan kromatogram spektra massa.
3.4 Toksisitas akut (OECD no. 425, 2001) 3.4.1 Bahan Bahan utama dalam pengujian ini adalah mencit (Mus musculus) strain BALB/c jantan dan betina berumur 2 bulan. Hewan uji didapat dari Universitas Gajah Mada. Bahan lainnya adalah ekstrak metanol S. echinocarpum, ransum, akuades, dan minyak wijen. 3.4.2 Metode Uji toksisitas akut dilakukan untuk menentukan dosis kematian 50% (LD 50 ) ektrak metanol S. echinocarpum pada mencit (Mus musculus) strain BALB/c.
31 Mencit dibagi secara acak dalam lima kelompok, masing-masing kelompok terdiri dari enam ekor yang terdiri dari tiga ekor jantan dan tiga ekor betina. Mencit diaklimatisasi dalam laboratorium selama tujuh hari. Sebelum diperlakukan, mencit dipuasakan terlebih dulu selama 3-4 jam dengan tetap diberi minum. Dosis ekstrak metanol S. echinocarpum yang diberikan mengikuti Nagayama et al. (2002) yaitu: 0, 625, 1250, 2500, dan 5000 mg/kgBB. Ekstrak diberikan secara oral dengan sonde satu jam sebelum pemberian ransum standar. Ransum standar dibuat berdasar formula AOAC 1995 yaitu: karbohidrat 75%, protein 8%, lemak 5%, mineral 5%, vitamin 1%, serat 1%, dan air 5%. Karbohidrat bersumber dari pati jagung, protein dari kasein, lemak dari minyak jagung, dan serat dari carboxy methyl cellulose (CMC). Ransum dan air minum diberikan secara ad libitum. Selanjutnya dalam 24 jam pertama hewan uji diamati jumlahnya yang mati. Bila tidak ada yang mati pengamatan dilanjutkan hingga 14 hari dengan juga mengamati perubahan berat badan harian. Nilai LD 50 dapat ditentukan berdasar nisbah jumlah hewan percobaan yang mati dan jumlah hewan uji tiap kelompok dan dinyatakan dalam persen. Nilai yang didapat selanjutnya dilihat nilai probitnya pada tabel harga probit. Sementara itu dosis perlakuan dikonversi menjadi log. Dosis toksisitas akut 50% (LD 50 ) ditentukan berdasar hubungan persamaan linier antara konsentrasi dosis (dalam log) sebagai nilai absis (x) dan nilai probit sebagai ordinat (y). Daftar harga probit terlihat pada Tabel 4. Tabel 4. Harga Probit % 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 99
0 3,72 4,16 4,48 4,75 5,00 5,25 5,52 5,84 6,28 7,33
1 2,67 3,77 4,19 4,50 4,77 5,03 5,28 5,55 5,88 6,34 7,37
2 2,95 3,85 4,23 4,53 4,80 5,05 5,31 5,58 5,92 6,41 7,41
3 3,12 3,87 4,26 4,56 4,82 5,08 5,33 5,61 5,95 6,48 7,46
Nilai Probit 4 5 3,25 3,36 3,92 3,96 4,29 4,33 4,59 4,61 4,85 4,87 5,10 5,13 5,36 5,39 5,64 5,67 5,99 6,04 6,55 6,64 7,51 7,58
Sumber: Derelanko dan Hollinger (1995)
6 3,45 4,01 4,36 4,64 4,90 5,15 5,41 5,71 6,08 6,75 7,65
7 3,52 4,05 4,39 4,67 4,92 5,18 5,44 5,74 6,13 6,88 7,75
8 3,59 4,08 4,42 4,69 4,95 5,20 5,47 5,77 6,18 7,05 7,88
9 3,66 4,12 4,45 4,72 4,97 5,23 5,50 5,81 6,23 7,33 8,09
32 Pengamatan histopatologi dilakukan pada akhir masa uji atau pada hewan uji yang mati untuk mengamati perubahan sel atau jaringan pada hati dan ginjal mencit uji. Mula-mula mencit dietanasi dengan cara dislokasi, selanjutnya perut dibedah. Persiapan sediaan histopatologis meliputi tahapan: persiapan jaringan, pembuatan blok, pemotongan blok, pemasangan pita sayatan, pewarnaan, penjernihan dan mounting. Persiapan jaringan dimulai dengan pengambilan organ uji dengan pinset dan segera dicuci dengan larutan fisiologis serta difiksasi dengan formalin buffer 10%. Jaringan selanjutnya dimasukkan dalam larutan alkohol 70% dan dilanjutkan dengan dehidrasi. Dehidrasi dilakukan bertujuan untuk menghilangkan air agar jaringan tidak mengkerut. Tahapan dehidrasi adalah jaringan dimasukkan dalam alkohol 80% selama 1 jam, lalu dalam alkohol 95% selama 1 jam dengan diulang 2 kali dan akhirnya dalam alkohol 100% selama 1 jam dengan pengulangan 3 kali. Jaringan selanjutnya diclearing untuk menghilangkan alkohol dengan dimasukkan dalam xylol selama 1 jam sebanyak 2 kali dan akhirnya jaringan dimasukkan dalam parafin cair yang dipanaskan dalam pemanas selama 3 jam agar seluruh ruang atau rongga antar atau dalam sel yang ditinggal xylol terisi sempurna oleh parafin. Pembuatan blok dimulai dengan pemberian label pada cetakan dan selanjutnya cetakan dituangi parafin cair. Jaringan ditempatkan dalam cetakan pada posisi yang diinginkan untuk memudahkan penyayatan jaringan. Setelah itu parafin didinginkan. Pemotongan blok dimulai dengan meletakkan blok pada mikrotom sesuai dengan posisi jaringan yang akan disayat. Selanjutnya pisau mikrotom dipasang dan mengatur tingkat ketebalan potongan yaitu 4 mikron. Hasil potongan berupa pita bersambung. Ujung pita diangkat dengan kuas dan direntangkan di atas permukaan air hangat. Pemasangan pita sayatan dimulai dengan melapisi gelas objek dengan lapisan putih telur yang tipis sebagai perekat dan dibiarkan mengering. Pita sayatan selanjutnya dipotong dengan silet yang terlebih dahulu direndam xylol dan potongan dibiarkan mengapung di atas air. Gelas objek selanjutnya dicelupkan dalam air yang berpita sayatan dan pita sayatan diangkat dengan gelas
33 objek tersebut. Lalu gelas objek dimasukkan dalam inkubator bersuhu 30oC selama 30 menit hingga 3 jam. Pita sayatan yang telah menempel pada gelas objek selanjutnya diwarnai. Pewarnaan dimulai dengan melakukan penghilangan parafin pada pita sayatan dengan merendam gelas objek dalam wadah berisi xylol selama 5 menit dan diulang 3 kali. Selanjutnya pita sayatan dihidrasi dengan memasukkan gelas objek dalam wadah berisi alkohol 100%, kemudian alkohol 95%, dan alkohol 80% masing-masing selama 2 menit. Pita sayatan selanjutnya diwarnai hematoksilin dengan cara merendam gelas objek selama 15 menit. Selanjutnya gelas objek dicuci dengan air mengalir selama 20 menit dan dilanjutkan dengan pencelupan dalam alkohol asam 2-3 kali dan diikuti dengan mengaliri air selama 2 menit. Selanjutnya pita sayatan diwarnai dengan eosin selama 0,5-1 menit. Selanjutnya dilakukan proses dehidrasi dengan mencelupkan sediaan ke dalam serial larutan alkohol 80 % dan 95% masing-masing selama 5 menit. Tahap akhir dari uji histopatologis ini adalah clearing dan mounting. Clearing atau penjernihan dilakukan dengan merendam gelas objek dengan xylol selama 5 menit dan diulang 3 kali. Gelas objek selanjutnya dimounting dengan cara menetesi permukaan objek gelas dengan Canadian balsem atau entelan lalu ditutup dengan gelas penutup. Pengamatan perubahan morfologi menggunakan mikroskop cahaya pada pembesaran 400X. Tiap bagian sampel masing-masing diwakili oleh sediaan dan perhitungan dilakukan pada tiga lapang pandang yang diambil secara acak. Pengamatan mikroskopis hati dan ginjal didasarkan pada perubahan jaringan. Skor pembacaan perubahan histopatologis hati yaitu: 0 = normal, 1 = ringan, 2 = moderat, dan 3 = parah. Hepatosit dinyatakan tidak mengalami nekrosis (normal) bila tidak ada piknosis, kariolisis, karioreksis, dan sel radang, Hepatosit dinyatakan nekrosis ringan bila perubahannya < 1/3, moderat bila perubahannya 1/3-2/3, dan parah bila perubahannya > 2/3 tiap lapang pandang (Sigala et al. 2006). Skor pembacaan perubahan histopatologis ginjal yaitu: 0 = normal, 1 = ringan, 2 = moderat, dan 3 = parah. Perubahan tubulus ginjal dinyatakan normal bila tidak ada dilatasi, sel epitel yang terkelupas, penggabungan antar tubulus,
34 membran dasar tubulus yang hilang, dan nekrosis. Perubahan ringan bila perubahannya < 1/3, moderat bila perubahannya 1/3-2/3, dan parah bila perubahannya > 2/3 tiap lapang pandang (Bayrak et al. 2008).
3.5 Stres oksidatif dan Disfungsi sel endotelium 3.5.1 Bahan dan Alat Bahan yang digunakan pada uji ini adalah tikus jantan (Rattus norvegicus) strain Sprague-Dawley dan ekstrak rumput laut coklat (S. echinocarpum), streptozotocin, minyak wijen, larutan Kreb’s, Karbogen, formalin buffer 10%, xylol, alkohol, parafin, Haematoksilin, Eosin, antibodi Cu,Zn-SOD, Diamino Benzidine, Dako Envision Peroxidase, Bovine Serum Albumin. Alat yang digunakan dalam tahapan ini adalah timbangan, gluko meter, spektrofotometer, inkubator, mikroskop berkamera dan komputer yang berperangkat lunak PowerLab. 2.5.2 Metode Tikus putih (Rattus norvegicus) strain Sprague-Dawley dengan umur sekitar dua setengah bulan digunakan dalam penelitian ini. Tikus diabetes model dibuat dengan menginjeksikan streptozotocin (stz) 45 mg/kg BB dosis tunggal secara intra peritoneal. Tikus yang digunakan dalam penelitian ini adalah tikus yang kadar glukosanya masih tetap > 200 mg/dL pada hari kesepuluh setelah penyuntikan (Williams et al., 1983). Uji ini dilakukan pada tikus model diabetes melitus selama 90 hari. Selama masa persiapan hingga penelitian tikus diberi ransum standar formula AOAC 1995 dan minum secara ad libitum. Tikus percobaan dibagi menjadi lima perlakuan dan tiap perlakuan terdiri dari 6 ekor. Dosis perlakuan ditentukan berdasar Scalbert et al. (2003) bahwa tiap hari manusia mengkonsumsi polifenol sekitar 1000-1500 mg. Pengelompokan tikus dalam penelitian ini disusun sebagai berikut: A = Tikus normal (kontrol negatif ) + 1 mL minyak wijen B = Tikus diabetes (kontrol positif) + 1 mL minyak wijen C = Tikus diabetes + ekstrak terpilih 150 mg/kg BB/mL minyak wijen D = Tikus diabetes + ekstrak terpilih 300 mg/kg BB/mL minyak wijen
35 E = Tikus diabetes + ekstrak terpilih 450 mg/kg BB/mL minyak wijen
Ekstrak rumput laut coklat terpilih diberikan tiap hari per oral. Tiap dua minggu dilakukan pengamatan berat badan dan kadar glukosa. Pada hari ke 90 setelah dimulainya perlakuan, tikus dietanasi secara dislokasi pada tulang leher. Hewan coba di-sectio dari bagian abdomen hingga toraks, selanjutnya aorta torasis diambil untuk pengujian vasorelaksasi, sensitivitas reseptor dan rasio sel endotelium aorta. Darah diambil dengan menggunakan semprit tidak berkoagulasi dari jantung dan segera dipindahkan ke dalam tabung sentrifus. Serum didapatkan dengan cara mensentrifus darah dengan kecepatan 251,5 g
selama 10 menit.
Serum digunakan untuk pengujian kadar peroksida lemak, aktivitas superoksida dismutase, katalase dan glutation peroksidase. Ginjal dan hati diambil dan dicuci larutan fisiologis
untuk menghilangkan darah yang tersisa. Ginjal dan hati
selanjutnya difiksatif dalam larutan formalin 10% guna pengujian profil Cu,ZnSOD.
3.5.3 Glukosa Darah Kandungan glukosa darah ditentukan berdasar metode glucose oxidase biosensor. Ekor tikus uji dihangati dengan air hangat, selanjutnya ujung ekor dipotong dan darah yang menetes dikenakan pada strip glukometer. Kadar glukosa darah dinyatakan dalam mg/dL.
3.5.4 Hemoglobin A 1c (HbA 1c ) (Gallagher et al., 2009) HbA 1c bertujuan mengukur kadar protein hemoglobin yang terglikasi glukosa. Kandungan HbA 1c ditentukan berdasar rerata kadar glukosa darah dengan rumus: HbA 1c (%) =
glukosa darah + 77,3 35,6
3.5.5 Peroksida Lemak (Ohkawa et al.,1979) a. Pengambilan serum
36 Darah diambil dari jantung dengan semprit. Darah yang didapat ditampung dan ditempatkan pada suhu ruang hingga terbentuk gumpalan darah, selanjutnya darah disentrifus 251,5 g selama 10 menit untuk mendapatkan dua bagian. Lapisan atas yang jernih merupakan serum darah dan diambil untuk segera dianalisis kandungan peroksida lemak dan aktivitas antioksidan enzimnya. b. Pembuatan larutan standar Larutan standar berkadar 2,5 dibuat dengan mencampurkan 200 µL SDS, 50 µL EDTA, 1500 µL TBA, 1150 µL aquades, dan 100 µL tetrametoksipropan ke dalam tabung reaksi. Setelah divorteks campuran ditambah 1500 µL TCA. c. Pembuatan larutan blanko Larutan blanko dibuat dengan cara mencampurkan 200 µL SDS, 50 µL BHT, 50 µL EDTA, 1500 µL TBA, dan 1250 µL aquades ke dalam tabung reaksi. Setelah divorteks campuran ditambah 1500 µL TCA. d. Pembuatan larutan uji Larutan uji dibuat dengan cara mencampurkan 200 µL SDS, 50 µL EDTA, 1500 µL TBA, dan 1250 µL plasma darah ke dalam tabung reaksi. Setelah divorteks campuran ditambah 1500 µL TCA. e. Pengujian peroksida lemak Larutan blanko, standar, dan uji setelah ditambah TCA disentrifus 10 g selama 10 menit. Supernatan yang terbentuk diambil dan dimasukkan dalam tabung reaksi. Selanjutnya tabung tersebut ditutup dengan kelereng dan ditempatkan pada penangas air bersuhu 80oC selama 20 menit. Selanjutnya supernatan diukur serapannya pada spektrofotometer dengan panjang gelombang 532 nm. Kadar peroksida ditentukan dengan rumus: Kadar Peroksida lemak (TBARS) (
Abs nmol )= mL Abs
uji
− Abs
blanko
std
− Abs
blanko
x [Std]
3.5.6 Superoksida Dismutase (Misra and Fridovich, 1972) Prinsip metode ini berdasarkan kemampuan SOD dalam menghambat autooksidasi epinefrin menjadi adenokrom. Satu unit aktivitas SOD adalah kemampuan menghambat 50% autooksidasi epinefrin menjadi adenokrom. Warna
37 coklat dari adenokrom diukur secara spektrofotometer pada panjang gelombang 480 nm.
a. Pembuatan pereaksi-pereaksi analisis SOD 1. Larutan epinefrin Larutan epinefrin 0,003 M dibuat dengan jalan melarutkan 5,496 mg epinefrin (berberat molekul 1832) dalam 10 mL HCl 0,01 N (simpan dalam botol berwarna). Larutan ini tahan untuk beberapa hari pada suhu 40oC. 2. Larutan bufer natrium karbonat a. Tabung a berisi Na 2 CO 3 .10H 2 O (BM 286) sebanyak 3,575 g yang dilarutkan dengan air bebas ion menjadi 250 mL b. Tabung b berisi NaHCO 3 (BM 84) sebanyak 1,05 g yang dilarutkan dengan air bebas ion menjadi 250 mL c. Tabung c berisi Na-EDTA (C 10 H 14 N 2 O 8 Na 2 .2H 2 O, BM 372,2) sebanyak 3,722 mg yang dilarutkan dengan air bebas ion menjadi 100 mL d. Pada gelas ukur 1000 mL bersih tambahkan larutan a, b, dan c sedikit demi sedikit sambil dicek pHnya dengan pH meter sampai menunjukkan 10,2 (tahan sampai 2 bulan pada suhu ruang) b. Pembuatan larutan standar SOD 3394,3 unit dilarutkan dalam 10 mL air bebas ion dan dinyatakan sebagai larutan standar kerja. Larutan standar kerja ini selanjutnya dibuat seri larutan standar SOD dengan menggunakan air bebas ion yaitu: 0, 50, 100, 150, 200, 250, 300 unit. Larutan standar 0 unit/mL dibuat dengan cara memipet 0 µL larutan standar kerja dan memasukkannya ke dalam tabung. Kemudian tabung diisi dengan 200 µL air bebas ion. Larutan standar 50 unit/mL dibuat dengan cara memipet 29,5 µL larutan standar kerja dan memasukkannya ke dalam tabung. Kemudian tabung diisi dengan 170,5 µL air bebas ion. Demikian seterusnya hingga larutan standar 300 unit/mL c. Pembuatan larutan berbahan uji dan tidak berbahan uji
38 Larutan bahan uji dibuat dengan memasukkan ke dalam kuvet 3 mL bufer natrium karbonat 2800 µL, sampel atau larutan standar 100 µL, dan 100 µL epinefrin. Larutan tidak berbahan uji dibuat dengan memasukkan 2800 µL bufer natrium karbonat, 100 µL air bebas ion, dan 100 µL epinefrin. d. Prosedur analisis Larutan berbahan uji atau tidak diukur serapannya segera setelah penambahan epinefrin pada panjang gelombang 480 nm dengan suhu 30oC. Pengukurannya adalah pada menit ke-1, 2, 3, dan 4 setelah penambahan epinefrin. δ nilai serapan harus 0,025/menit, jika lebih maka bahan diencerkan dengan bufer. Satuan aktivitas SOD dinyatakan dengan satuan Unit/mg protein setelah didapatkan persamaan regresi linier. Persamaan linier dibuat dari berbagai titik persentase hambatan sebagai absis (x) dan konsentrasi larutan standar sebagai ordinat (y). Besaran persentase hambatan didapatkan berdasar rumus sebagai berikut: Persentase hambatan (%) =
δ absorbansi tiap menit tanpa sampel − δ absorbansi tiap menit sampel x 100% δ absorbansi tiap menit tanpa sampel (U/mL)
=
(% hambatan x faktor pengenceran) (0,5 x 0,1)
3.5.7 Katalase (Sinha, 1972) Prinsip metode yang dikembangkan oleh Sinha menggunakan zat warna sebagai indikator. Zat warna yang digunakan adalah potasium bikromat (K2 Cr 2 O 7 ) 5% dalam suasana asam asetat glasial (1:3). Ion bikromat dalam suasana asam akan direduksi oleh H 2 O 2 menjadi kromat dan memberikan warna pada panjang gelombang 570 nm. 1 unit aktivitas katalase dinyatakan sebagai banyaknya H 2 O 2 dalam mol yang digunakan oleh katalase tiap menit. H+ Cr+6 + H 2 O 2
Cr+3 + H 2 O + O 2
a. Pembuatan pereaksi-pereaksi analisis katalase 1. Larutan K 2 Cr 2 O 7 5%
39 Potasium bikromat seberat 5 g dilarutkan dengan 100 mL air bebas ion. Selanjutnya ditambah asam asetat glasial dengan perbandingan 1:3, yaitu 50 mL larutan potasium bikromat dengan 150 mL asam asetat glasial. 2. Larutan bufer fosfat 0,05M pH 7,0 a. Tabung a berisi KH 2 PO 4 (BM 136,09) sebanyak 1,7 g yang dilarutkan dengan air bebas ion sampai volume 250 mL b. Tabung b berisi Na 2 HPO 4 (BM 142) sebanyak 1,775 g yang dilarutkan dengan air bebas ion sampai volume 250 mL c. Ke dalam larutan b ditambahkan sedikit demi sedikit larutan a sambil dicek pHnya hingga pH = 7,0. b. Pembuatan larutan standar Larutan H 2 O 2 30%
(BM 34,01 ≈ 9,8 M) dipipet sebanyak 4,1 mL,
kemudian diencerkan dengan air bebas ion hingga volume menjadi 100 mL dan dinyatakan sebagai larutan standar kerja 0,4 M. Larutan standar kerja ini selanjutnya dibuat seri larutan standar H 2 O 2 dengan menggunakan air bebas ion yaitu: 0, 0,04; 0,08; 0,12, 0,16; 0,2; dan 0,4 M. Larutan standar 0 M dibuat dengan cara memipet 0 mL larutan standar kerja dan memasukkannya ke dalam tabung. Kemudian tabung diisi dengan 10 mL air bebas ion. Larutan standar 0,04 M dibuat dengan cara memipet 1 mL larutan standar kerja dan memasukkannya ke dalam tabung. Kemudian tabung diisi dengan 9 mL air bebas ion. Demikian seterusnya hingga larutan standar 0,4 M. c. Pembuatan larutan uji Larutan bahan uji dibuat dengan mencampurkan 1 mL sampel dengan 5 mL bufer fosfat 0,05M pH 7,0 dan divorteks. Selanjutnya ditambah 4 mL H 2 O 2 0,2 M dan diinkubasi selama 30 detik. d. Prosedur analisis Larutan uji dan standar sebanyak 1 mL dipipet dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi. Selanjutnya ditambah 2 mL indikator pewarna. Tabung reaksi dipanaskan pada air mendidih selama 10 menit. Setelah dingin, baca serapannya pada panjang gelombang 570 nm. Serapan yang terbaca setara dengan konsentrasi
40 H 2 O 2 yang tersisa. Jumlah H 2 O 2 yang dipakai katalase = 0,2 M – konsentrasi H 2 O 2 terbaca. 3.5.8 Glutation Peroksidase (Paglia and Valentine, 1967) Prinsip
metode ini berdasarkan kemampuan glutation peroksidase
mengkatalisasi glutation tereduksi menjadi glutation teroksidasi. Glutation teroksidasi direduksi kembali menjadi glutation tereduksi oleh enzim glutation reduktase dengan kofaktor NADP dalam suasana asam. Jumlah glutation tereduksi diukur dengan menentukan jumlah mikromol NADPH sebagai pereduksi yang diukur secara spektrofotometer pada panjang gelombang 340 nm.
a. Pembuatan pereaksi-pereaksi analisis glutation peroksidase 1. Larutan NADPH 1,5 mM dalam NaHCO 3 0,1% NaHCO 3 0,1% dibuat dengan cara melarutkan 0,1 g NaHCO 3 dengan 100 mL air bebas ion. Selanjutnya sebanyak 12,5 mg NADPH (BM 833,4) dilarutkan sampai volume 10 mL dengan NaHCO 3 0,1%. 2. Larutan bufer fosfat 0,1 M pH 7,0 mengandung 0,001 M Na-EDTA a. Tabung a berisi NaHPO 4 (BM 138) sebanyak 3,45 g yang dilarutkan dengan air bebas ion hingga volume menjadi 250 mL b. Tabung b berisi Na 2 HPO 4 (BM 142) sebanyak 3,55 g yang dilarutkan dengan air bebas ion hingga volume menjadi 250 mL c. Tabung c berisi Na-EDTA (C 10 H 14 N 2 O 8 Na 2 .2H 2 O, BM 372,2) sebanyak 3,722 mg yang dilarutkan dengan air bebas ion menjadi 100 mL d. Campurkan larutan b dan c. Kemudian tambahkan sedikit demi sedikit dengan larutan a sambil dicek pHnya dengan pH meter sampai menunjukkan 7,0. b. Pembuatan larutan standar glutation reduktase 2,4 U/mg protein Glutation reduktase 198 unit/mg protein dilarutkan dengan 10 mL bufer forfat pH 7,0 dan dinyatakan sebagai larutan standar kerja. Larutan standar kerja ini kemudian diencerkan sehingga didapatkan larutan glutation reduktase 2,4 U/mg dengan menggunakan bufer fosfat. c. Pembuatan larutan glutation 10 mM
41 Sebanyak 25 mg glutation (BM 250,3) dilarutkan sampai 10 mL dengan menggunakan air bebas ion. d. Pembuatan larutan H 2 O 2 1,5 mM Larutan H 2 O 2 1,5 mM dibuat dengan cara mengencerkan 15,306 µL H 2 O 2 30% dengan air bebas ion hingga volume menjadi 100 mL. e. Prosedur analisis Bufer fosfat 0,1 M pH 7,0 sebanyak 200 µL, 200 µL sampel, 200 µL glutation 10 mM, dan 200 µL glutation reduktase 2,4 Unit dicampur. Campuran larutan tersebut selanjutnya diinkubasi selama 10 menit pada suhu 37oC. Selanjutnya ke dalam larutan ditambahkan 200 µL NADPH 1,5 mM dan diinkubasi lagi pada suhu yang sama selama 3 menit. Akhirnya H 2 O 2 1,5 mM sebanyak 20 µL ditambahkan dalam campuran tersebut. Serapan larutan dibaca di antara waktu 1-2 menit pada panjang gelombang 340 nm. Aktivitas glutation peroksidase ditentukan berdasar rumus: mUnit GSH-Px =
δ serapan x Vt 1 x 2 x 1000 x 6,22 x Vs mg protein
keterangan: δ serapan = perubahan serapan Vt = volume total dalam mL Vs = volume sampel dalam mL 6,22 = faktor ekstrinsik dari NADPH 2 = 2 mol glutation yang setara dengan 1 mol NADPH 1000 = perubahan menjadi miliunit 3.5.9 Kandungan Cu,Zn-SOD pada Hati dan Ginjal secara imunohistokimia (Wresdiyati et al, 2003) Hati dan ginjal difiksasi dalam larutan formalin bufer 10 %, lalu dipotong kecil dan dimasukkan ke dalam tissue casette untuk dilakukan proses dehidrasi di dalam seri larutan alkohol dengan konsentrasi bertingkat, dijernihkan di dalam xylol dan diembedding dalam parafin. Blok parafin dipotong serial pada ketebalan 4 µm dengan menggunakan mikrotom dan sayatan dilekatkan pada gelas objek dengan diberi perekat neofren. Selanjutnya deparafinisasi, rehidrasi dan kemudian disimpan di dalam running water. Kemudian sediaan dimasukkan ke dalam air yang telah mengalami ultrafiltrasi (milliQ). Sementara sediaan di dalam milliQ,
42 dilakukan pembuatan larutan 1,5 mL H 2 O 2 dalam 150 mL metanol, dan sediaan kemudian dimasukkan ke dalam larutan tersebut. Kembali sediaan disimpan dalam air mengalir, kemudian ke dalam milliQ dan dicuci dengan Phosphate Buffer Saline (PBS). Langkah selanjutnya adalah pemberian Bovine Serum Albumin (BSA) pada sediaan sebanyak 50-60 µL, diinkubasi pada suhu 37oC selama 60 menit, lalu dicuci kembali dengan larutan PBS. Antibodi yang diberikan pada pewarnaan imunohistokimia ini adalah antibodi monoklonal Cu,Zn-SOD dengan tingkat pengenceran 1:200 sebanyak 50-60 µL (tergantung besarnya preparat) dan sediaan disimpan dalam lemari es selama dua malam. Keluar dari lemari es, sediaan dicuci tiga kali dengan larutan PBS. Selanjutnya dilakukan pemberian antibodi kedua, yaitu Dako Envision Peroxidase System dalam jumlah yang sama dan kemudian diinkubasikan pada suhu 37oC. Setelah dicuci dengan PBS, sediaan dimasukkan ke dalam larutan Diamino Benzidine (DAB) dalam Tris buffer (sambil diperiksa di bawah mikroskop). Untuk perbandingan
dengan
reaktif
negatif
dilakukan
counter
stain
dengan
haematoxylin. Langkah akhir pewarnaan ini seperti halnya pada pewarnaan HE, yaitu dehidrasi, clearing dan mounting. Pengamatan perubahan morfologi menggunakan mikroskop cahaya yang dilengkapi dengan alat foto. Parameter yang diamati meliputi perubahan morfologi dan perubahan kandungan Cu,Zn-SOD pada kondisi hiperglikemik dan kemudian membandingkannya dengan kontrol. Perhitungan terhadap sebaran enzim antioksidan Cu,Zn-SOD ditentukan berdasarkan pada reaksi enzim antioksidan tersebut dengan antibodi Cu,Zn-SOD pada pembesaran 400X. Tiap bagian sampel masing-masing diwakili oleh sediaan serial dan perhitungan dilakukan pada tiga lapang pandang yang diambil secara acak. Pada pengamatan dilakukan pembagian kelompok berdasarkan intensitas reaksi yang terjadi yaitu: positif kuat (+++), positif sedang (++), positif lemah (+/), dan negatif (-). 3.5.10 Vasorelaksasi (Karaki dan Sudjarwo, 1993) Aorta yang endoteliumnya masih utuh diambil dan dicuci serta dipisahkan dari jaringan lemak. Aorta selanjutnya dipotong dalam bentuk cincin dengan
43 panjang sekitar 3 mm dan diinkubasikan ke dalam isolated organ bath yang berisi larutan Krebs. Larutan Krebs dibuat dari NaCl 136,9 mM, KCl 5,4 mM, CaCl2 1,5 mM, MgCl2 1,0 mM, NaHCO 3 23,8 mM, EDTA 0,01 mM dan glukosa 5,5 mM. Tiap cincin aorta dikaitkan pada sepasang logam stainless steel berbentuk “S” dan dibenamkan dalam 10 mL larutan Krebs yang ditempatkan pada organ bath. Larutan Krebs dalam organ bath suhunya dipertahankan pada 37oC dan terus diaerasi dengan campuran gas oksigen 95 % dan karbondioksida 5%. Salah satu ujung aorta difiksasi pada kait yang terdapat pada organ bath, sedangkan ujung yang lain dihubungkan dengan lever transduser (Grass FT 0.3, Quincy, MA) yang terhubung dengan amplifier dan rekorder untuk mencatat relaksasi dan kontraksi aorta yang terjadi. Lever diberi beban 2,0 ± 0,5 g bertujuan membentuk tegangan optimal untuk menginduksi kontraksi maksimal. Cincin tersebut dikondisikan dalam larutan Krebs selama 90 menit, tiap 15 menit larutan tersebut diganti. Tegangan isometrik cincin aorta ditampilkan dalam sistem akuisisi data (Power Lab system 400, ML 118, ADInstruments, Medford, MA). Setelah masa pengkondisian, cincin aorta diinduksi untuk berkontraksi dengan menambahkan 0,1 mL 10-4 M fenilefrin. Sesaat puncak kontraksi tercapai terlihat stabil, cincin aorta dipajan dengan asetilkolin 30 nM. Kondisi tersebut diulang kembali hingga pemberian asetilkolin 0,3 mM. Kontraksi dan relaksasi aorta diamati pada monitor komputer berperangkat lunak PowerLab. Respons dinyatakan sebagai persen relaksasi terhadap kontraksi yang diinduksi fenilefrin. Besarnya penglepasan EDRF dihitung berdasarkan rumus: Persentase penglepasan EDRF (%) =
relaksasi x 100% kontraksi
3.5.11 Dosis efektif 50% (ED 50 ) (Foreman and Johansen, 2003) Nilai ED 50 menunjukkan 50% penglepasan EDRF maksimal oleh sel endotelium akibat pemberian dosis kumulatif asetilkolin. Nilai ini diambil secara grafik hubungan antara besarnya konsentrasi agonis terhadap persentase vasorelaksasi dengan perangkat lunak statistik GraphPad Prism versi 5. Nilai ED 50 asetilkolin adalah dosis asetilkolin yang menimbulkan efek relaksasi pada
44 aorta tikus terisolasi dan dinyatakan sebagai nilai sensitivitas reseptor terhadap agonisnya.
3.5.12 Rasio sel endotelium Pewarnaan HE dilakukan untuk mengamati histopatologis sel endotelium aorta tikus diabetes melitus. Mula-mula tikus dikorbankan dengan cara dislokasi, selanjutnya perut dibedah. Persiapan sediaan histopatologis aorta meliputi tahapan: persiapan jaringan, pembuatan blok, pemotongan blok, pemasangan pita sayatan, pewarnaan, penjernihan dan mounting. Persiapan jaringan dimulai dengan pengambilan organ uji dengan pinset dan segera dicuci dengan larutan fisiologis serta difiksasi dengan formalin buffer 10%. Jaringan selanjutnya dimasukkan dalam larutan alkohol 70% dan dilanjutkan dengan dehidrasi. Dehidrasi dilakukan bertujuan untuk menghilangkan air agar jaringan tidak mengkerut. Tahapan dehidrasi adalah jaringan dimasukkan dalam alkohol 80% selama 1 jam, lalu dalam alkohol 95% selama 1 jam dengan diulang 2 kali dan akhirnya dalam alkohol 100% selama 1 jam dengan pengulangan 3 kali. Jaringan selanjutnya diclearing untuk menghilangkan alkohol dengan dimasukkan dalam xylol selama 1 jam sebanyak 2 kali dan akhirnya jaringan dimasukkan dalam parafin cair yang dipanaskan dalam pemanas selama 3 jam agar seluruh ruang atau rongga antar atau dalam sel yang ditinggal xylol terisi sempurna oleh parafin. Pembuatan blok dimulai dengan pemberian label pada cetakan dan selanjutnya cetakan dituangi parafin cair. Jaringan ditempatkan dalam cetakan pada posisi yang diinginkan untuk memudahkan penyayatan jaringan. Setelah itu parafin didinginkan. Pemotongan blok dimulai dengan meletakkan blok pada mikrotom sesuai dengan posisi jaringan yang akan disayat. Selanjutnya pisau mikrotom dipasang dan mengatur tingkat ketebalan potongan yaitu 4 mikron. Hasil potongan berupa pita bersambung. Ujung pita diangkat dengan kuas dan direntangkan di atas permukaan air hangat. Pemasangan pita sayatan dimulai dengan melapisi gelas objek dengan lapisan putih telur yang tipis sebagai perekat dan dibiarkan mengering. Pita
45 sayatan selanjutnya dipotong dengan silet yang terlebih dahulu direndam xylol dan potongan dibiarkan mengapung di atas air. Gelas objek selanjutnya dicelupkan dalam air yang berpita sayatan dan pita sayatan diangkat dengan gelas objek tersebut. Lalu gelas objek dimasukkan dalam inkubator bersuhu 30oC selama 30 menit hingga 3 jam. Pita sayatan yang telah menempel pada gelas objek selanjutnya diwarnai. Pewarnaan dimulai dengan melakukan penghilangan parafin pada pita sayatan dengan merendam gelas objek dalam wadah berisi xylol selama 5 menit dan diulang 3 kali. Selanjutnya pita sayatan dihidrasi dengan memasukkan gelas objek dalam wadah berisi alkohol 100%, kemudian alkohol 95%, dan alkohol 80% masing-masing selama 2 menit. Pita sayatan selanjutnya diwarnai hematoksilin dengan cara merendam gelas objek selama 15 menit. Selanjutnya gelas objek dicuci dengan air mengalir selama 20 menit dan dilanjutkan dengan pencelupan dalam alkohol asam 2-3 kali dan diikuti dengan mengaliri air selama 2 menit. Selanjutnya pita sayatan diwarnai dengan eosin selama 0,5-1 menit. Selanjutnya dilakukan proses dehidrasi dengan mencelupkan sediaan ke dalam serial larutan alkohol 80 % dan 95% masing-masing selama 5 menit. Tahap akhir dari uji histopatologis ini adalah clearing dan mounting. Clearing atau penjernihan dilakukan dengan merendam gelas objek dengan xylol selama 5 menit dan diulang 3 kali. Gelas objek selanjutnya dimounting dengan cara menetesi permukaan objek gelas dengan Canadian balsem atau entelan lalu ditutup dengan gelas penutup. Penghitungan rasio sel endotelium dilakukan menurut Griffith et al. (1984b) yaitu nisbah antara panjang sel endotelium dengan keliling aorta dan dinyatakan dalam persen.
3.6 Analisis data Uji aktivitas antioksidan dan elusidasi struktur merupakan penelitian observasional yakni mengamati karakteristik antioksidan dan struktur florotanin dalam ekstrak metanol S. echinocarpum. Penelitian observasional semacam ini disebut penelitian ex-post facto, dimana peneliti hanya mengamati fenomena yang telah ada tanpa dapat melakukan pengontrolan terhadap kejadian tersebut.
46 Fenomena atau karakteristik fenomena yang diamati pada tahap ini adalah: rendemen, kandungan florotanin, aktivitas antioksidan, dan elusidasi senyawa aktif yang terkandung dalam ekstrak rumput laut coklat (S. echinocarpum) terpilih. Tahap uji toksisitas akut, stres oksidatif dan disfungsi sel endotelium merupakan penelitian eksperimental dengan menguji pengaruh ekstrak metanol Sargassum echinocarpum pada mencit dan tikus coba. Penelitian ini dirancang secara acak lengkap. Sebagai perlakuan adalah dosis ekstrak metanol S. echinocarpum. Parameter yang diamati dalam penelitian ini antara lain: LD 50 , berat badan, kadar glukosa, HbA 1c , peroksidasi lemak, superoksida dismutase, glutation peroksidase, katalase, profil kandungan Cu,Zn-SOD ginjal dan hati, vasorelaksasi, ED 50 dan rasio sel endotelium aorta. Model persamaan rancangan penelitian tahap ini dapat dituliskan sebagai berikut: Y ij = µ + Ai + ε ij keterangan: Y ij = nilai pengamatan untuk perlakuan A pada level ke-i, dan pada ulangan ke -j µ = nilai tengah A i = pengaruh perlakuan A pada level ke-i ε ij = galat percobaan pada perlakuan A level ke-i dan ulangan ke-j Data yang didapat dinyatakan sebagai rerata dan simpangan baku. Data dianalisis sidik ragam untuk mengetahui perbedaan antar perlakuan dan uji beda nyata terkecil dilakukan untuk mendapatkan perlakuan terbaik. Taraf kepercayaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah α = 0,05.