MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA --------------------RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 8/PUU-XV/2017
PERIHAL PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 36 TAHUN 1999 TENTANG TELEKOMUNIKASI TERHADAP UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945
ACARA PEMERIKSAAN PENDAHULUAN (I)
JAKARTA SELASA, 24 JANUARI 2017
MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA -------------RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 8/PUU-XV/2017 PERIHAL Pengujian Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi [Pasal 38, Penjelasan Pasal 38, dan Pasal 55] terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 PEMOHON 1. Rusdi 2. Arifin Nur Cahyo ACARA Pemeriksaan Pendahuluan (I) Selasa, 24 Januari 2017 Pukul 14.22 – 15.01 WIB Ruang Sidang Gedung Mahkamah Konstitusi RI, Jl. Medan Merdeka Barat No. 6, Jakarta Pusat SUSUNAN PERSIDANGAN 1) Suhartoyo 2) Wahiduddin Adams 3) Manahan MP Sitompul Cholidin Nasir
(Ketua) (Anggota) (Anggota) Panitera Pengganti
i
Pihak yang Hadir: A. Pemohon: 1. Rusdi 2. Arifin Nur Cahyo B. Kuasa Hukum Pemohon: 1. Budi Satria Dewantoro
ii
SIDANG DIBUKA PUKUL 14.22 WIB 1.
KETUA: SUHARTOYO Kita mulai ya, Pemohon ya. Baik, persidangan Perkara Nomor 8/PUU-XV/2017, dibuka dan persidangan dinyatakan terbuka untuk umum. KETUK PALU 3X Baik, disilakan diperkenalkan siapa yang hadir pada siang hari ini.
2.
KUASA HUKUM PEMOHON: BUDI SATRIA DEWANTORO Baik, terima kasih, Yang Mulia. Untuk perkara hari ini yang hadir saya sendiri Budi Satria Dewantoro, Kuasa Hukum. Kemudian, Rusdi, Prinsipal dan Nur Arifin, Prinsipal.
3.
KETUA: SUHARTOYO Baik. Jadi, Mahkamah sudah membaca permohonan Saudara, namun lebih jelasnya supaya disampaikan dipresentasikan pokok-pokok permohonan yang Saudara ajukan, secara garis besarnya saja, ya. Siapa yang mau menyampaikan?
4.
KUASA HUKUM PEMOHON: BUDI SATRIA DEWANTORO (Suara tidak terdengar jelas) sendiri (…)
5.
KETUA: SUHARTOYO Kuasa boleh, Prinsipal boleh.
6.
KUASA HUKUM PEMOHON: BUDI SATRIA DEWANTORO Baik, Yang Mulia.
7.
KETUA: SUHARTOYO Silakan.
iii
8.
KUASA HUKUM PEMOHON: BUDI SATRIA DEWANTORO Ya. Permohonan uji materiil Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Adapun Prinsipal masing-masing: Rusdi, kemudian sebagai Pemohon I dan Arifin Nur Cahyono sebagai Pemohon II. Pendahuluan. Bahwa konstitusi Negara Republik Indonesia dengan tegas menyatakan bahwa negara Indonesia adalah negara hukum. Kemudian sebagai negara hukum, maka hukum haruslah dirumuskan dan mencerminkan rasa keadilan dan kepastian hukum sehingga keadilan dan kepastian hukum itu bukan semata menurut yang memerintah saja. Kemudian kita mengenal adanya fiksi hukum, dimana asas … dimana itu dalam asas ... dimana itu adalah asas yang menganggap semua orang tahu hukum atau presumptio iures de iure. Namun sayangnya, minimnya sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat mengenai hukum atau undang-undang yang berlaku, membuat hukum bagi mereka adalah fiksi. Bahwa selain masyarakat, warga masyarakat tidak mengetahui mengenai ragam undang-undang yang berlaku. Hakhak konstitusional mereka juga terancam dilanggar dengan banyaknya undang-undang dengan rumusan materi yang tidak mengandung kepastian hukum. Kemudian bahwa salah satu peraturan perundang-undangan yang tidak mencerminkan kepastian hukum, menurut Para Pemohon adalah salah satunya Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 yang menjadi objek dari uji materiil dari permohonan ini. Kemudian tentang kewenangan konstitusi. Sebagaimana diatur Pasal 24C Undang-Undang Dasar Tahun 1945 dan seterusnya. Kemudian Pasal 10 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi dan seterusnya. Pasal 29 ayat (1) huruf a UndangUndang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman dan seterusnya. Pasal 9 ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan dan seterusnya. Karena itu, objek Pemohon pengujian ... permohonan pengujian undang-undang ini adalah Pasal 38 juncto Pasal 55 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi. Karena itu, kami beranggapan … maka Mahkamah Konstitusi berwenang untuk memeriksa dan mengadili permohonan ini. Selanjutnya tentang kedudukan dan kepentingan hukum Pemohon (legal standing). Bahwa Pasal 51 ayat (1) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 2
tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi menentukan bahwa Pemohon adalah pihak yang hak dan/atau kewenangan konstitusionalnya telah dirugikan oleh berlakunya undang-undang, yaitu: a. Perorangan warga negara Indonesia atau termasuk kelompok orang yang mempunyai kepentingan yang sama. b. Kesatuan masyarakat hukum adat sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diatur oleh undang-undang. c. Badan hukum publik atau privat. d. Atau lembaga negara. Kemudian bahwa sejak Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 006/PUU/III/2005 hingga saat ini kemudian telah menjadi pendirian Mahkamah Konstitusi bahwa untuk dikatakannya adanya kerugian hak dan/atau kewenangan konstitusional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) di atas, harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut. a. Adanya hak dan/atau kewenangan konstitusional Pemohon yang diberikan oleh Undang-Undang Dasar Tahun 1945. b. Hak dan/atau kewenangan konstitusional tersebut dianggap telah dirugikan oleh berlakunya undang-undang yang dimohonkan pengujian. c. Kerugian hak/atau kewenangan konstitusional tersebut (...) 9.
KETUA: SUHARTOYO tahu.
10.
Yang spesifik saja, kalau itu kan ketentuan yang sudah semua
KUASA HUKUM PEMOHON: BUDI SATRIA DEWANTORO Oke, baik. Adapun Para Pemohon dalam hal ini Pemohon I adalah berprofesi sebagai supir angkutan umum yang dapat memungkinkan mengalami kerugian potensial dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi. Mengingat tuntutan pekerjaan Pemohon sewaktu-waktu dapat … di saat mengemudikan kendaraan atau angkot, bisa saja mengalami kecelakaan dengan menabrak atau mengakibatkan rusaknya fisik jaringan telekomunikasi. Adapun fisik jaringan telekomunikasi dimaksud misalnya rumah kabel, tiang telepon, ataupun tower sehingga menyebabkan putusanya jaringan di lokasi tertentu tanpa disengaja. Kemudian Pemohon II. Selain sebagai pekerja swasta juga aktif berorganisasi kemasyarakat Kota Depok. Dengan aktivitasnya tersebut, Pemohon II juga biasa menggunakan kendaraan sepeda motor sewaktuwaktu dapat juga mengalami kecelakaan dengan menabrak jaringan
3
telekomunikasi sehingga mengakibatkan kerusakan pada jaringan tersebut tanpa disengaja. Bahwa Para Pemohon yang sering kali berada di jalanan, baik untuk mencari nafkah atau melakukan aktivitas lainnya, ringkasnya merupakan entitas yang rentan mengalami kecelakaan, khususnya kecelakaan atau ketidaksengajaan yang mengakibatkan rusaknya jaringan telekomunikasi yang dapat mengganggu penyelenggara ... penyelenggaraan telekomunikasi, sebagaimana ketentuan pidana yang diatur pada Pasal 38 juncto Pasal 55 Undang-Undang Telekomunikasi. Bahwa Para Pemohon mengetahui ancaman pidana yang berat, baik pidana penjara dan/atau denda yang diterapkan oleh UndangUndang a quo sehingga Para Pemohon merasa khawatir jika sewaktuwaktu dapat dikenakan sanksi tersebut. Bahwa berdasarkan uraian di atas, maka Pemohon mempunyai kedudukan hukum (legal standing) ... atau legal standing untuk bertindak sebagai Pemohon dalam Pemohon ... dalam permohonan pengujian Undang-Undang ini, baik sebagai perorangan Warga Negara Indonesia maupun sebagai warga negara yang hak konstitusinya setidak-tidaknya secara (suara tidak terdengar jelas) dapat dirugikan oleh berlakunya Pasal 38 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi. Kemudian alasan permohonan. A. Ruang lingkup Pemohon ... permohonan Pasal 38 juncto Pasal 55 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 ... di sini ada koreksi. Tahun 1999 tentang Telekomunikasi. Bahwa Pasal 38 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi berbunyi, “Setiap orang dilarang melakukan perbuatan yang dapat menimbulkan gangguan fisik dan elektromagnetik terhadap penyelenggaraan telekomunikasi.” Kemudian penjelasan Pasal 38 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 menyatakan, “Perbuatan yang dapat menimbulkan gangguan terhadap penyelenggaraan telekomunikasi itu berupa: a. Tindakan fisik yang menimbulkan kerusakan suatu jaringan telekomunikasi sehingga jaringan tersebut tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya. b. Tindakan fisik yang mengakibatkan hubungan telekomunikasi tidak berjalan sebagaimana mestinya.” Kemudian C, dan, E, dan seterusnya dianggap dibacakan. Bahwa ketentuan Pasal 55 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 juga menyatakan, “Barang siapa yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38, dipidana dengan pidana penjara paling lama enam tahun dan/atau denda paling banyak Rp600.000.000,00.” Bahwa dalam rumusan Pasal 38 Undang-Undang a quo terdapat tiga unsur pokok meliputi unsur setiap orang atau unsur subjektif, unsur melakukan perbuatan yang berakibat terhadap timbulnya gangguan 4
penyelenggaraan telekomunikasi atau objektif, dan unsur menimbulkan gangguan fisik dan elektromagnetik terhadap penyelenggaraan telekomunikasi atau objektif. Bahwa terkait unsur setiap orang atau barang siapa pada Pasal 38 juncto Pasal 55 Undang-Undang a quo, tidak memberikan pemisahan antara unsur-unsur subjektif dan perbuatan pidana atau delik yang dapat dikualifikasi sebagai delik kesengajaan, dolus atau offset, dan delik kealpaan, culpa atau schuld. Kemudian, dalam penjelasan Pasal 38 Undang-Undang a quo juga menjelaskan perbuatan yang dapat menimbulkan gangguan fisik sebagaimana tadi disebutkan di awal, antara lain tindakan fisik yang menimbulkan kerusakan suatu jaringan telekomunikasi sehingga jaringan tersebut tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya. Kemudian, tindakan fisik yang mengakibatkan hubungan telekomunikasi tidak berjalan sebagaimana mestinya. Tidak menjelaskan dengan terang apakah yang dimaksud dengan frasa ... bahwa Pasal 38 Undang-Undang a quo tidak menjelaskan dengan terang apakah yang dimaksud dengan frasa tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya tersebut dan frasa tidak berjalan sebagaimana semestinya itu bersifat permanen atau hanya sementara, temporer atau sesaat. Apakah itu rusak berat atau rusak ringan? Bahwa permasalahan selanjutnya dari Pasal 38 juncto Pasal 55 Undang-Undang a quo adalah ketentuan tentang penetapan sanksi pidana pokok yang bisa diberlakukan secara kumulatif, yaitu pidana penjara dan pidana denda karena penggunaan kata dan/atau. Karena itu, Pasal 38 juncto Pasal 55 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi, kami anggap bertentangan dengan Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Dimana bahwa Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Tahun 1945 menyatakan, “Negara Indonesia adalah negara hukum,” sebagaimana beberapa doktrin yang kami sampaikan di sini adalah menurut Dr. Jimly Asshiddiqie bahwa konsep negara hukum itu diidealkan bahwa yang harus dijadikan panglima dan dinamika kehidupan negara adalah hukum. Kemudian, lebih lanjut menurut Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, S.H., “Gagasan negara hukum itu dibangun dengan mengembangkan perangkat hukum itu sendiri sebagai suatu sistem yang fungsional dan berkeadilan dikembangkan dengan menata suprastruktur dan infra struktur kelembagaan politik, ekonomi, dan sosial yang tertib secara teratur serta dibina dengan membangun budaya kesadaran hukum yang rasional dan impersonal dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Untuk itu sistem hukum itu perlu dibangun law making ... dibangun atau law making dan ditegakkan atau law enforce, sebagaimana mestinya dimulai dengan konstitusi sebagai hukum yang paling tinggi.
5
Bahwa selanjutnya menurut Julius Stahl konsep negara hukum yang disebutnya dengan istilah rechtstaat itu mencakup empat elemen penting, yaitu perlindungan hak asasi manusia, kemudian pembagian kekuasaan, dan seterusnya, dan pendapat serupa juga disampaikan oleh Dr. Jimly Asshiddiqie, yaitu ada 12 prinsip pokok negara hukum antara lain supremasi hukum, persamaan dalam hukum, dan seterusnya. Kemudian baik Julius Stahl dan Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, berpendapat penghormatan dan penerimaan hak asasi manusia merupakan salah satu ciri dari negara hukum. Hal ini selaras juga dengan prinsip-prinsip yang dianggap sebagai ciri penting negara hukum menurut The International Commission of Jurists adalah sebagai berikut. 1. Negara harus tunduk kepada hukum. 2. Pemerintah menghormati hak-hak individu. 3. Peradilan yang bebas dan tidak memihak. Bahwa sebagai wujud pengakuan negara Indonesia terhadap perlindungan hak asasi manusia pasal ... pada Pasal 28I ayat (4) Undang-Undang Dasar Tahun 1945, menegaskan bahwa perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak asasi manusia adalah tanggung jawab negara terutama dalam hal ini adalah pemerintah. 11.
KETUA: SUHARTOYO Itu pengetahuan semua sudah tahu, konkretnya apa? Jadi alasan yang menjadi ... yang mendasar yang dijadikan dasar pengajuan permohonan ini, apa konkretnya?
12.
KUASA HUKUM PEMOHON: BUDI SATRIA DEWANTORO Bahwa berdasarkan uraian di atas, rumusan Pasal 38 juncto Pasal 55 Undang-Undang a quo sepanjang frasa perbuatan yang dapat
menimbulkan gangguan fisik terhadap penyelenggaraan telekomunikasi
secara terang dan nyata telah melanggar prinsip negara hukum atau the rule of law karena melanggar prinsip kepastian hukum dan itu bertentangan dengan asas legalitas dan kredibilitas, kemudian melanggar asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik, melanggar asas-asas mengenai muatan materi perundangundangan yang ... perundang-undangan dan melanggar hak asasi manusia khususnya hak atas pengakuan jaminan perlindungan dan perlakuan hukum yang adil, serta mendapat kepastian hukum dan perlakuan yang sama di depan hukum. Selanjutnya, Pasal 38 juncto Pasal 55 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi dianggap bertentangan, kami nilai bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945. Bahwa Pasal 28D ayat (1) sebagaimana tersebut dianggap dibacakan. 6
Selanjutnya bahwa menurut Drs. P.A.F Lamintang, S.H., yang dimaksud dengan unsur-unsur subjektif itu adalah unsur yang melekat pada diri si pelaku atau yang berhubungan dengan diri si pelaku dan termasuk di dalamnya, yaitu segala sesuatu yang terkandung di dalam hatinya. Sedangkan yang dimaksud dengan unsur objektif adalah unsur yang ada hubungannya dengan keadaan-keadaan mana, yaitu dalam keadaan mana tindakan dari si pelaku itu harus dilakukan. Kemudian, unsur-unsur subjektif tersebut adalah kesengajaan atau ketidaksengajaan (dolus atau culpa), maksud atau voornemen pada suatu percobaan atau poging seperti yang dimaksud dalam Pasal 53 ayat (1) KUHP macam-macam maksud atau oogmerk seperti yang terdapat di dalam kejahatan-kejahatan pencurian, penipuan, pemerasan, pemalsuan, dan lain-lain. Empat. Merencanakan terlebih dahulu atau (suara tidak terdengar jelas) seperti yang misalnya terdapat di dalam kejahatan pembunuhan menurut Pasal 340 KUHP, perasaan takut seperti yang antara lain terdapat dalam rumusan tindak pidana menurut Pasal 308 KUHP. Kemudian unsur objektif dari suatu tindak pidana itu adalah sifat melanggar hukum, kemudian kualitas dari si pelaku, dan kausalitas. Bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah negara hukum, telah dijelaskan tadi Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Tahun 1945 yang mana salah satu ciri dari negara hukum itu adanya kepastian hukum dan perlakuan yang sama di muka hukum sebagaimana diakui dan dijamin pada Pasal 28D ayat (1) UndangUndang Dasar Tahun 1945. Kemudian bahwa Pasal 38 dan Pasal 55 Undang-Undang a quo merupakan ketentuan yang mengatur perbuatan pidana di sektor penyelenggaraan telekomunikasi. Oleh karenanya kepastian dalam konteks hukum pidana tidak dapat dilepaskan dari asas legalitas yang diterapkan secara ketat sebagaimana terdapat empat syarat asas legalitas, yaitu pertama, tidak ada perbuatan pidana dan ... pidana tanpa undang-undang sebelumnya atau asas nullum crimen nulla poena sine praevia. Kemudian kedua, tidak ada perbuatan pidana, tidak ada pidana tanpa undang-undang tertulis. Kemudian ketiga, tidak ada perbuatan pidana, tidak ada pidana tanpa aturan undang-undang yang jelas. Keempat, tidak ada perbuatan pidana, tindak pidana tanpa undangundang yang ketat. Ringkasnya, menurut Para Pemohon bahwa ketentuan yang diatur dalam Pasal 38 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 ini rumusannya tidak jelas, misalnya bahwa unsur setiap orang dalam Pasal 38 UndangUndang Telekomunikasi tersebut tidak memisahkan antara pidana karena kesengajaan atau pidana karena kelalaian sehingga menimbulkan ketidakpastian hukum. Bahwa Pasal 38 Undang-Undang a quo dirumuskan secara samarsamar, tidak dijelaskan dengan rinci tentang perbuatan mana yang 7
dikualifikasi sebagai tindak pidana, serta pengertiaannya terlalu luas dan rumit, khususnya frasa melakukan perbuatan yang dapat menimbulkan gangguan fisik terhadap penyelenggaraan telekomunikasi sehingga berpotensi disalahgunakan oleh penyelenggara telekomunikasi maupun aparatur penegak hukum. Bahwa Pasal … Pasal … ketentuan Pasal 38 juncto Pasal 55 Undang-Undang a quo jelas bertentangan dengan asas lex certa karena unsur-unsurnya tidak dirumuskan secara terang, jelas, dan tegas atau tidak dirumuskan dan disebutkan batas-batas atau masuk perbuatan mana yang dilarang. Bahwa asas lex certa menghendaki rumusan hukum atau undangundang yang jelas dan pasti sehingga setiap individu memperoleh kepastian hukum dan tidak terancam oleh pasal-pasal yang multitafsir sebagai apa … sebagaimana apa yang dikemukakan oleh Boot [Sic!] dalam prinsip nullum crimen nulla poena sine lege certa. Kemudian tentang sanksi pidana sebagaimana ketentuan Pasal 55 Undang-Undang a quo yang menyebutkan barang siapa yang melanggar ketentuan dan seterusnya itu. Pertama, ketentuan mengenai sanksi pada Pasal 55 Undang-Undang a quo tidak jelas, menentukan pertanggungjawaban pidana tersebut untuk jenis tindak pidana yang dikualifikasi sebagai delik dolus atau delik culpa sebagaimana dibandingkan dengan ketentuan Pasal 408 dan Pasal 409 KUHP yang dengan jelas mengkualifikasi mana tindakan pidana yang dikualifikasi sebagai delik dolus dan delik culpa. Kemudian, kedua. Karena frasa dan/atau denda paling banyak Rp600.000.000,00 bisa diberlakukan oleh penguasa atau hakim secara kumulatif sebagai sanksi pidana pokok. Jika dibandingkan dengan Pasal 408 dan Pasal 409 KUHP, maka untuk delik dolus dikenakan sanksi pidana penjara paling lama empat tahun. Sedangkan untuk sanksi delik culpa dikenakan sanksi pidana secara alternatif, yaitu kurungan paling lama satu bulan atau pidana denda paling banyak Rp1.500,00. Ketiga. Bahwa pidana memiliki sisi lemah. Pidana memiliki sisi lemah yang hanya menguntungkan … pidana denda maksudnya di sini … memiliki sisi lemah yang hanya menguntungkan bagi orang-orang yang memiliki kemampuan finansial lebih sehingga ketentuan ini mencerminkan pembedaan kedudukan, dan perlakuan ketidakadilan, serta bisa bersifat diskriminatif. Keempat. Individu yang dijatuhkan sanski pidana tersebut oleh penyelenggara telekomunikasi yang menjadi korban atau setidaktidaknya mengalami kerugian, dapat pula dituntut mengganti kerugian yang ditimbulkan melalui sengketa keperdataan, sehingga dengan demikian penerapan pidana denda tersebut adalah tidak tepat karena pidana denda hanya menguntungkan negara. Bahwa dalam praktiknya sendiri untuk kasus-kasus serupa seperti Perkara Nomor 281/PID.B/2014/PN-SID dengan putusan hakim yang memvonis 8
terdakwa Suryanto alias Sur bin Eto [Sic!] itu telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana pencurian dalam keadaan memberatkan. Kemudian, Perkara Nomor 17/PID.B/2014/PN.TA dengan putusan hakim yang memvonis terdakwa Asri Putra Hermawan bin Muhammad, Asri telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana pencurian dalam keadaan memberatkan dan oleh karenanya kemudian dijatuhkan atas pidana penjara selama 10 tahun … 10 bulan. Hal ini menunjukkan bahwa Undang-Undang Telkom ini belum juga digunakan oleh aparat penegak hukum dalam 2 perkara tersebut. Padahal di situ jelas ada unsur untuk melakukan perusakan, dalam hal ini dengan mengambil jaringan kabel milik Telkom. Bahwa dengan demikian, Ketentuan Pasal 38 juncto Pasal 55 undang-undang a quo yang mengatur suatu ketentuan pidana dalam rumusannya telah melanggar asas legalitas yang menyebabkan ketidakpastian hukum. Kemudian terjadi pembedaan perlakuan atau diskriminatif dan tidak adil dan berpotensi diterapkan secara sewenangwenang kepada masyarakat, khususnya termasuk juga dalam hal ini para Pemohon. Sehingga dengan demikian, para Pemohon sebagaimana dijamin dalam … dan dilindungi dalam Pasal 28D ayat (1) UndangUndang Dasar Tahun 1945 dilanggar oleh Pasal 38 … hak konstitusionalnya oleh Pasal 38 juncto Pasal 55 undang-undang a quo. 13.
KETUA: SUHARTOYO Ya, alasan minta provisi apa ini?
14.
KUASA HUKUM PEMOHON: BUDI SATRIA DEWANTORO Bahwa Pasal 58 … alasannya dikhawatirkan adanya peraturanperaturan atau revisi Undang-Undang Telekomunikasi sendiri yang kemudian nanti akan memberatkan atau mengancam hak konstitusional dari Pemohon.
15.
KETUA: SUHARTOYO Baik, langsung petitum.
16.
KUASA HUKUM PEMOHON: BUDI SATRIA DEWANTORO Petitum dalam provisi menghentikan sementara segala upaya revisi, di sini ada koreksi terhadap undang-undang dan peraturan Undang-Undang Telekomunikasi dan undang-undang … peraturan perundang-undangan di bawah Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi hingga adanya putusan 9
dari Mahkamah Konstitusi. Kemudian dalam pokok perkara, menerima dan mengabulkan permohonan Pemohon untuk seluruhnya. Menyatakan Ketentuan Pasal 38 juncto Pasal 55 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 1999 bertentangan dengan Pasal 1 ayat (3) dan Pasal 28D ayat (1) Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Kemudian, ketiga, menyatakan Ketentuan Pasal 38 juncto Pasal 55 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 1999 tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat dengan segala akibat hukumnya. Menyatakan Penjelasan Pasal 38 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 1999 sepanjang frasa: a. Tindakan fisik yang menimbulkan kerusakan atau jaringan telekomunikasi, sehingga jaringan tersebut tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya. b. Tindakan fisik yang mengakibatkan hubungan telekomunikasi tidak berjalan sebagaimana mestinya, tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat dengan segala akibat hukumnya. Kemudian, lima, memerintahkan pemuatan putusan ini di dalam Berita Negara Republik Indonesia sebagaimana mestinya. Kemudian, dalam provisi dan pokok perkara, apabila Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi berpendapat lain, mohon putusan yang seadil-adilnya (ex aequo et bono). Demikian permohonan ini kami sampaikan. 17.
KETUA: SUHARTOYO Ya, baik, terima kasih. Sesuai dengan ketentuan, para Hakim Panel akan memberikan masukan-masukan, nasihat, dan lain sebagainya. Untuk itu kepada Yang Mulia Bapak Dr. Wahid dipersilakan.
18.
HAKIM ANGGOTA: WAHIDUDDIN ADAMS Baik. Terima kasih, Yang Mulia Dr. Suhartoyo. Dan Pemohon, ini Kuasanya, ya, Pemohonnya yang hadir?
19.
KUASA HUKUM PEMOHON: BUDI SATRIA DEWANTORO Ini Prinsipal di sebelah kanan.
20.
HAKIM ANGGOTA: WAHIDUDDIN ADAMS Ya, Prinsipalnya, ya. Oke. Sudah pernah beracara di sini?
21.
KUASA HUKUM PEMOHON: BUDI SATRIA DEWANTORO Kalau untuk PUU belum pernah, baru sekali ini, pertama kali, kalau untuk sengketa pilkada sudah beberapa kali, Yang Mulia. 10
22.
HAKIM ANGGOTA: WAHIDUDDIN ADAMS Oh, ya, ya. Oh, PUU yang baru sekarang, ya?
23.
KUASA HUKUM PEMOHON: BUDI SATRIA DEWANTORO Pertama, ya.
24.
HAKIM ANGGOTA: WAHIDUDDIN ADAMS Baik. Saya kira pertama apa yang disusun, dilihat dari format sistematikanya, ya karena tentu Saudara bisa contoh di beberapa permohonan-permohonan, ini sudah cukup baik. Namun, yang pertama adalah harus dipertajam betul tentang legal standing, kerugian, baik potensial atau aktual, ya. Karena kebetulan ini sudah undang-undang lama, ya, sehingga tentu mungkin sudah ada pernah pengalaman tidak saja potensial, tapi aktual yang dialami oleh apa … Pemohon, coba itu dipertajam betul. Ya, sesuai dengan ketentuan dari 5 kriteria di dalam … apa … kerugian hak dan/atau kewenangan konstitusionalnya, 5 syarat itu, ya di Putusan kita Nomor 006 Tahun 2005, coba itu, betul dites untuk itu. Yang kedua, Saudara akan tentu menggambarkan ini inkonstitusional bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945, ya, di sini batu ujinya atau dasar pengujiannya Pasal 1 ayat (3) dan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945. Di awalnya disebutkan ini, tapi kemudian di dalam uraian Saudara lebih banyak melihatnya dari segi peraturan perundang-undangan, ya, KUHP, Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, yang Saudara katakan ini bertentangan dengan Pasal 1 ayat (3) dan Pasal 28D itu enggak nampak muncul itu, kurang itu ya. Padahal di sana kan nanti di petitumnya kan. Ya bahwa itu dibantu dengan ketika ketidakjelasan rumusan, kepastian hukum sesuai dengan asas pembentukan peraturan perundang-undangan, ya, itu ya itu dalam rangka melihat teknik perundang-undangannya, ya, tapi substansinya akan Saudara mengatakan ini bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945, itu yang mestinya dipertajam betul, ya. Nah, kemudian, ya, Saudara ingin apa … putusan provisi. Nah, ini ya umumnya yang biasanya provisi ini dimintakan karena terkait dengan eksekusinya atau undang-undang ini baru khawatir ada peraturan pelaksanaannya yang nanti terkait dengan kerugian konstitusional Saudara, tapi ini kan peraturan pemerintahnya sudah banyak ini. Nah, ini artinya sudah berjalan, ya. Ya, sudah berjalan. Kemudian, ya … apa terkait revisinya mungkin Saudara lihat apakah memang sudah ada rencana untuk merevisinya, justru mungkin bagus Saudara masuk ke sana, ke revisinya itu. Kenapa revisinya dihambat? Siapa tahu kalau 11
revisinya sekarang misalnya sedang di DPR, buru-buru saja Saudara ke sana masukkan, hapus ini kan lebih cepat bisa-bisa. Kenapa itu? Coba dilihat betul ini sudah 17 tahun ini undang-undang ini, ya, sudah 17 tahun, tahun 1999 kan, ya. Terkait pasal yang Saudara sebutkan itu ada perintah untuk ada PP-nya mengenai pengamanan telekomunikasinya itu bagaimana itu sebetulnya, kan, ya. Saudara menyebutkan supaya ini dihentikan dulu kalau ada revisi, siapa tahu ternyata revisinya seperti yang ingin Saudara inginkan ini, dorong saja, misalnya ya. Nah, itu hal yang ingin … kemudian terkait apa … petitum, ya, petitum ini, satu ya. Dua, ini bisa disatukan nanti. Ketentuan Pasal 38, Pasal 55 (suara tidak terdengar jelas) bertentangan dengan … pasalnya sudah disebutkan, Undang-Undang Dasar 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat, tapi waktu yang empatnya Saudara penjelasannya ini bersyarat, penjelasan 38. Nah, kalau di duanya sudah dibatalin, ngapain lagi? Misalnya nanti, ya. Misalnya nanti ketentuan Pasal 38 bertentangan, lalu Saudara seolah-olah menganggap nanti Pasal 38 itu di penjelasannya hidup sebagian, a, b. c, d-nya tidak. Begitu kan? Ya, karena di sini kan yang keempat menyatakan penjelasan Pasal 38 sepanjang frasa a, b, berarti c, d-nya Saudara masih setuju kan? Nah, sementara di depan itu sudah menyatakan tidak mempunyai kekuatan mengikat, di poin 2-nya kan? Coba itu apa … seperti itu, ya. Kemudian … ya, itu saja dari saya, terima kasih, Pak. 25.
KETUA: SUHARTOYO Terima kasih, Yang Mulia.
26.
HAKIM ANGGOTA: MANAHAN MP SITOMPUL Terima kasih, Pak Majelis Panel. Saya coba menelusuri permohonan ini mungkin berangkat kekhawatiran ataupun perasaan yang khawatir. Di sini disebut ya, sewaktu-waktu dapat dikenai sanksi yang terdapat Pasal 38, ya, yang diujikan? Kemudian ada ancaman pidananya berapa tahun itu? Lima tahun, ya? Ha? Ya, dengan denda Rp600.000.000,00 ya. Tapi Saudara sudah ada uraikan di sini unsurunsur subjektif dari suatu tindak pidana itu adalah kesengajaan atau ketidaksengajaan, ya, seterusnya. Jadi ada unsur subjektif, kemudian juga ada unsur objektif. Nah, itu kalau dilihat dari asas setiap peraturan itu, undangundang itu kan apakah memang masih menganut seperti itu? Saya pun belum tahu ini, perundang-undangan sekarang ini. Apakah itu dianggap dengan sengaja seluruh perbuatan itu? Ya, nah itu juga menjadi suatu yang harus ditelurusi dari kekhawatiran Pemohon dengan ancaman 12
pidana yang ada dalam Pasal undang-undang a quo yaitu Pasal 38 dihubungkan dengan Pasal 55 Undang-Undang Telekomunikasi. Ini Para Pemohon apa ya … driver, ya? 27.
KUASA HUKUM PEMOHON: BUDI SATRIA DEWANTORO Ya.
28.
HAKIM ANGGOTA: MANAHAN MP SITOMPUL Ya, jadi artinya kalau ada tabrakan … nabrak tiang listriklah atau … bukan tiang listrik, alat telekomunikasi yang kadang-kadang di pinggir jalan, ya kan, gitu ya, rusak, gitu ya. Apakah itu menjadi kena dijerat dengan pasal undang-undang ini? Ya, memang menjadi suatu kekhawatiran, apakah juga kelalaian itu masuk ditampung di dalam ancaman pidana ini? Nah, itu juga memang harus ada kejelasan itu, ketegasan itu. Nah, sehingga oleh Pemohon ini dilihat dari legal standing-nya yang merupakan orang yang setiap hari wara-wiri ke sana, kemari membawa kendaraan, ya kan. Sudah susah cari uang, tahu-tahu tak sengaja menabrak itu. Tahu-tahu masuk penjara, gitu kan?
29.
KUASA HUKUM PEMOHON: BUDI SATRIA DEWANTORO Ya.
30.
HAKIM ANGGOTA: MANAHAN MP SITOMPUL Ya, memang dapat dimaklumi apakah ini memang undangundangnya bisa menjerat Anda atau tidak dan kemudian apakah perlu direvisi seperti halnya tadi sudah ada … apa namanya … legislative review, ya. Sekarang dalam tahap itu, maka ada apa ini … ada petitum ada … apa namanya … ada provisi ini.
31.
KUASA HUKUM PEMOHON: BUDI SATRIA DEWANTORO Belum melihat sepenuhnya.
32.
HAKIM ANGGOTA: MANAHAN MP SITOMPUL Belum, belum ada. Artinya apakah sekarang ini adalah ada legislative review-nya?
33.
KUASA HUKUM PEMOHON: BUDI SATRIA DEWANTORO Untuk tahun ini kiranya belum. 13
34.
HAKIM ANGGOTA: MANAHAN MP SITOMPUL Belum, ya.
35.
KUASA HUKUM PEMOHON: BUDI SATRIA DEWANTORO Ya.
36.
HAKIM ANGGOTA: MANAHAN MP SITOMPUL Jadi enggak usah terlalu khawatir dengan tuntutan provisi ini. Artinya begitu, kan? Jangan sempat ada di … apa dulu … dipergunakan undang-undang ini dulu selama diuji, begitu ya? Oh, ya. Boleh juga itu tapi ya kita kalau masalah undang-undang … masalah pengujian undang-undang itu tuntutan seperti ini tidak lazim hanya dalam sengketa kewenangan antarlembaga, ya, negara ya. Itu yang lazim. Kemudian ya, apakah hak konstitusional Para Pemohon ini sudah benar didasarkan kepada Pasal 24D saja ini? Pasal 24D dan … ya, hanya Pasal 24D ayat (1) ya. Apakah tidak ada yang bisa dilihat sebagai dasar pengujian dari Pasal a quo yang dimohonkan pengujian ini? “Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum.” Apakah hanya di situ saja, apakah ada di pasal-pasal lainnya? Tolong dilihat lagi nanti, ya.
37.
KUASA HUKUM PEMOHON: BUDI SATRIA DEWANTORO Siap, Yang Mulia.
38.
HAKIM ANGGOTA: MANAHAN MP SITOMPUL Barangkali itu saja dari saya. Terima kasih.
39.
KUASA HUKUM PEMOHON: BUDI SATRIA DEWANTORO Maaf, Yang Mulia. Artinya boleh menambah pasal dari undangundang … pasal yang lain, ya?
40.
KETUA: SUHARTOYO Boleh dalam perbaikan nanti.
41.
KUASA HUKUM PEMOHON: BUDI SATRIA DEWANTORO Siap.
14
42.
KETUA: SUHARTOYO Itu ya, jadi nasihat dari Para Yang Mulia supaya diperhatikan. Meskipun Anda tidak harus terikat, tergantung dari sisi Anda melihat manfaat dan keuntungan daripada permohonan Saudara ini.
43.
KUASA HUKUM PEMOHON: BUDI SATRIA DEWANTORO Siap, Yang Mulia.
44.
KETUA: SUHARTOYO Memang perlu diperjelas kembali bahwa kerugian konstitusional Prinsipal Anda itu apa dengan berlakunya undang-undang ini? Karena sebagai supir atau pekerjaan swasta, kemudian dirugikan dengan pasal ini karena ada kemungkinan-kemungkinan nanti suatu saat berpotensi atau mungkin mengalami adanya kerusakan sarana telekomunikasi yang sebenarnya barangkali ada apa … unsur yang sebenarnya tidak disengaja, kan gitu. Itu esensinya kan di situ. Tapi kalau begitu halnya, mestinya Anda juga konsekuen, konsisten bahwa kenapa yang dicontohkan kok perbuatan-perbuatan sejenis tapi tidak dijerat dengan itu. Artinya, itu justru menggugurkan ketakutan klien Anda, kan? Kenapa takut wong aparat tidak mengenakan pasal ini kok. Ya, kan?
45.
KUASA HUKUM PEMOHON: BUDI SATRIA DEWANTORO Ya.
46.
KETUA: SUHARTOYO Kalau Anda konsisten, mestinya justru cari perkara-perkara yang kemudian menjerat seseorang dengan Pasal 38 Undang-Undang Telekomunikasi ini yang sebenarnya undang-undang ini tidak konstitusional untuk diberlakukan karena berbagai kekurangan yang seperti Anda beberkan dalam alasan permohonan Saudara itu.
47.
KUASA HUKUM PEMOHON: BUDI SATRIA DEWANTORO Siap, Yang Mulia.
48.
KETUA: SUHARTOYO Jangan malah memberi contoh orang yang tidak dikenakan pasal itu padahal melakukan yang berkaitan dengan itu. Itu artinya malah 15
bersyukur dong malahan. Enggak usah takut kalau begitu. Kira-kira benar enggak omongan Majelis ini kan, benar kan? 49.
KUASA HUKUM PEMOHON: BUDI SATRIA DEWANTORO Siap, Yang Mulia.
50.
KETUA: SUHARTOYO Ya, cari contoh yang riil, yang benar. Orang tiba-tiba dijerat dengan pasal ini, kalau ada putusan dimana lebih bagus. Kalau tidak, lebih baik ini enggak usah dicontohkan, malah nanti melemahkan argumentasi Anda.
51.
KUASA HUKUM PEMOHON: BUDI SATRIA DEWANTORO Terima kasih, Yang Mulia.
52.
KETUA: SUHARTOYO Barangkali itu saja tambahan dari saya. Jadi, silakan karena itu penting. Meskipun Anda belum pernah mengajukan permohonan PUU ke sini, tapi dari segi permohonannya Anda sudah runut, argumentasi, kemudian … apa … dalil-dalil, kemudian di … apa … di … ditindaklanjuti di petitum sesuai dengan … ada runutan provisi, argumentasinya itu. Kemudian, pokok perkaranya, argumentasinya itu sudah secara berurutan. Jadi, mungkin kalau mau lebih singkat lagi, pendahuluan itu tidak perlu. Pendahuluan ada tadi, ya?
53.
KUASA HUKUM PEMOHON: BUDI SATRIA DEWANTORO Ada, Yang Mulia.
54.
KETUA: SUHARTOYO Itu … kalau itu memang ada esensinya berkaitan dengan alasan permohonan, gabung saja yang kira-kiranya senada. Jadi, dari permohonan Anda dari 18-19 halaman bisa jadi 12 atau 13 ini.
55.
KUASA HUKUM PEMOHON: BUDI SATRIA DEWANTORO Oke. Siap, Yang Mulia.
16
56.
KETUA: SUHARTOYO Yang penting pesannya tersampaikan, publik dapat membaca dengan sederhana, dengan mudah, itu lebih efektif daripada kelihatannya banyak, tapi sebenarnya malah ada redudansi di situ. Ada yang mau disampaikan?
57.
KUASA HUKUM PEMOHON: BUDI SATRIA DEWANTORO Hanya pertanyaan, Yang Mulia. Artinya, kalau misalnya provisi kami hilangkan, diperbolehkan, Majelis?
58.
KETUA: SUHARTOYO Bagaimana?
59.
KUASA HUKUM PEMOHON: BUDI SATRIA DEWANTORO Pada saat di perbaikan, misalnya sebagaimana tadi provisi yang kami mintakan atau ajukan di awal ini, kemudian nanti dihilangkan, masih bisa, Yang Mulia?
60.
KETUA: SUHARTOYO Masih bisa, bisa.
61.
KUASA HUKUM PEMOHON: BUDI SATRIA DEWANTORO Siap, baik.
62.
KETUA: SUHARTOYO Anda mencabut saja semua bisa kok ini.
63.
KUASA HUKUM PEMOHON: BUDI SATRIA DEWANTORO Siap.
64.
KETUA: SUHARTOYO Jadi, provisi … namanya minta, usaha boleh saja.
65.
KUASA HUKUM PEMOHON: BUDI SATRIA DEWANTORO Ya. 17
66.
KETUA: SUHARTOYO Cuma Majelis di sini dalam pengujian undang-undang memang sangat … yang pernah terjadi kan yang itu … sengketa antarlembaga itu … kewenangan lembaga negara itu.
67.
KUASA HUKUM PEMOHON: BUDI SATRIA DEWANTORO Ya.
68.
KETUA: SUHARTOYO Tapi, ya, namanya permohonan semacam ini, banyak. Tidak hanya Bapak saja, semua … hampir banyaklah.
69.
KUASA HUKUM PEMOHON: BUDI SATRIA DEWANTORO Ya.
70.
KETUA: SUHARTOYO Juga tidak semua provisi itu dimintakan.
71.
KUASA HUKUM PEMOHON: BUDI SATRIA DEWANTORO Baik.
72.
KETUA: SUHARTOYO Karena malah seperti yang disampaikan Yang Mulia Pak Wahid tadi. Barangkali dengan adanya jeda sekarang sedang ada pembahasan, Anda bisa pisau bermata dua ini. Ke DPR, unek-uneknya disampaikan, sambil juga ke MK. Nah, itu sambil menyelam minum air.
73.
KUASA HUKUM PEMOHON: BUDI SATRIA DEWANTORO Siap, Pak.
74.
KETUA: SUHARTOYO Sekali mendayung, berapa pulau (…)
75.
KUASA HUKUM PEMOHON: BUDI SATRIA DEWANTORO Terlampaui. 18
76.
KETUA: SUHARTOYO Pulau Tarutung, Pulau Sibolga, Pulau Seribu. Ya, jadi supaya enggak ngantuk kita sudah siang.
77.
KUASA HUKUM PEMOHON: BUDI SATRIA DEWANTORO Siap.
78.
KETUA: SUHARTOYO Prinsipal, ada yang mau disampaikan? Cukup, Pak? Ya, tidak usah takut kerja, ya. Kalau memang tidak sengaja, sesuatu itu tidak harus dipidana, ya. Enggak usah takut. Jangan kemudian takut berlebihan, Bapak malah malas bekerja, tidak semangat bekerja, jangan, ya. Memang lalai, kemudian alpa, itu manusia tempatnya, ya.
79.
KUASA HUKUM PEMOHON: BUDI SATRIA DEWANTORO Siap.
80.
KETUA: SUHARTOYO Oke. Kalau tidak … baik, sidang dinyatakan selesai dan dengan ini ditutup. KETUK PALU 1X
81.
KUASA HUKUM PEMOHON: BUDI SATRIA DEWANTORO Terima kasih, Yang Mulia.
82.
KETUA: SUHARTOYO Oh, sebentar. Perbaikan, ya, ini. Jadi, saya cabut ketukan palu terakhir … sekali tadi. Tadi perbaikan ditunggu hari Senin, tanggal 6 Februari (…)
83.
KUASA HUKUM PEMOHON: BUDI SATRIA DEWANTORO 6 Februari.
84.
KETUA: SUHARTOYO 2017, pukul 14.00 WIB, ya. Paham, ya? Sudah dicatat? 19
85.
KUASA HUKUM PEMOHON: BUDI SATRIA DEWANTORO Sudah, Yang Mulia.
86.
KETUA: SUHARTOYO Baik. Dengan ini, secara resmi diulang lagi, sidang selesai dan ditutup. KETUK PALU 3X SIDANG DITUTUP PUKUL 15.01 WIB Jakarta, 24 Januari 2017 Kepala Sub Bagian Risalah, t.t.d. Yohana Citra Permatasari NIP. 19820529 200604 2 004
Risalah persidangan ini adalah bentuk tertulis dari rekaman suara pada persidangan di Mahkamah Konstitusi, sehingga memungkinkan adanya kesalahan penulisan dari rekaman suara aslinya.
20