rtin
MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA --------------------RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 32/PUU-XV/2017
PERIHAL PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG TERHADAP UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945
ACARA PEMERIKSAAN PENDAHULUAN (I)
JAKARTA RABU, 5 JULI 2017
MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA -------------RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 32/PUU-XV/2017 PERIHAL Pengujian Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang [Pasal 2 ayat (1)] terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 PEMOHON 1. Sutrisno Nugroho ACARA Pemeriksaan Pendahuluan (I) Rabu, 5 Juli 2017, Pukul 13.29 – 14.19 WIB Ruang Sidang Gedung Mahkamah Konstitusi RI, Jl. Medan Merdeka Barat No. 6, Jakarta Pusat SUSUNAN PERSIDANGAN 1) Manahan MP Sitompul 2) I Dewa Gede Palguna 3) Saldi Isra Ida Ria Tambunan
(Ketua) (Anggota) (Anggota) Panitera Pengganti
i
Pihak yang Hadir: A. Pemohon: 1. Tajudin bin Tatang Rusmana B. Kuasa Hukum Pemohon: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Abdul Hamim Jauzie Rara Tia Sandova Ruby Farhadi Andy Wiyanto Anto Tuntas Widi Setiawan Muhammad Toyib Athari Farhani
ii
SIDANG DIBUKA PUKUL 13.29 WIB 1.
KETUA: MANAHAN MP SITOMPUL Sidang dalam Perkara Permohonan Nomor 32/PUU-XV/2017, dibuka dan dinyatakan terbuka untuk umum. KETUK PALU 3X Kepada yang hadir, agar memperkenalkan diri lebih dahulu. Dipersilakan.
2.
KUASA HUKUM PEMOHON: ABDUL HAMIM JAUZIE Baik. Terima kasih, Yang Mulia. Saya Abdul Hamim Jauzie sebagai Kuasa Hukum dari Pemohon. Kemudian, paling kanan saya ada Rara Tia Sandova. Kemudian, ada Ruby Farhadi. Berikutnya, Pak Tajudin sebagai Pemohon. Sebelah kiri saya, ada Andy Wiyanto. Berikutnya, ada Anto Tuntas Widi Setiawan. Berikutnya, Muhammad Toyib. Dan terakhir, Athari Farhani. Demikian, Yang Mulia.
3.
KETUA: MANAHAN MP SITOMPUL Baik. Jadi dari yang 13 ini, tidak seluruhnya hadir kuasa, ya?
4.
KUASA HUKUM PEMOHON: ABDUL HAMIM JAUZIE Betul.
5.
KETUA: MANAHAN MP SITOMPUL Kemudian, kita pertanyakan Surat Kuasa yang sudah diserahkan ke Mahkamah, apakah sesuai dengan yang ada pada kami ini sekarang adalah surat kuasa tertanggal 26 Mei 2017?
6.
KUASA HUKUM PEMOHON: ABDUL HAMIM JAUZIE Betul.
7.
KETUA: MANAHAN MP SITOMPUL Benar, ya? Di sini ada 13 orang sebagai penerima kuasa. Yang memberi kuasa adalah 1 orang, yaitu Tajudin bin Tatang Rusmana. iii1
8.
KUASA HUKUM PEMOHON: ABDUL HAMIM JAUZIE Betul.
9.
KETUA: MANAHAN MP SITOMPUL Baik. Kami sudah baca permohonan dari Pemohon, melalui kuasanya telah disusun di sini, ya, permohonannya. Dari mulai identitas, kewenangan mahkamah, terus kedudukan, kepentingan Pemohon, hingga terakhir … saya ulangi, pokok permohonan dan kemudian petitumnya, ya. Kami harap agar disampaikan secara singkat dan jelas, ya, agar kita dapat mengerti tujuan dari permohonan ini. Kami persilakan.
10.
KUASA HUKUM PEMOHON: ABDUL HAMIM JAUZIE Baik. Mohon menyampaikan.
11.
izin,
Yang
Mulia,
rekan
saya
yang
akan
KUASA HUKUM PEMOHON: ANDY WIYANTO Terima kasih, Yang Mulia, atas kesempatannya. Yang pertama tentang Kewenangan Mahkamah. Dimulai dari Pasal 24C Undang-Undang Dasar, kemudian Pasal 10 ayat (1a) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang MK, Pasal 18 UndangUndang 48 Tahun 2009, Pasal 29 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009, Pasal 9 ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011. Dan mengenai kedudukan dan kepentingan hukum Pemohon, yang dapat kami sampaikan adalah Yang Mulia bahwa adanya undangundang ini, yaitu Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang menyebabkan kerugian konstitusional kepada Pemohon. Kerugian itu setidaknya sudah kami rangkum dalam permohonan kami. Yaitu pertama, terkait dengan jaminan pada Pasal 27 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, ada jaminan atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Kemudian, juga ada hak yang terlanggar terkait dengan Pasal 28D ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yaitu, “Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil.” Dan Pasal 28H ayat (1) UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 tentang Hak Hidup Sejahtera Lahir dan Batin. Kemudian, Pasal 28H ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 tentang 2
Hak Mendapat Kemudahan dan Perlakuan Khusus untuk Mencapai Persamaan dan Keadilan. Kemudian, Pasal 28I ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yaitu tentang identitas budaya yang dihormati, selama itu selaras dengan perkembangan zaman dan peradaban. Dan sebagai warga negara, Pemohon pada akhirnya mengajukan permohonan ini. Selanjutnya, akan dilanjutkan oleh rekan kami. 12.
KUASA HUKUM PEMOHON: ANTO TUNTAS WIDI SETIAWAN Baik, saya lanjutkan, Yang Mulia. Dalam doktrin ilmu hukum, dikenal adanya unsur perbuatan melawan hukum (wederechtilijk heit) atau dalam bahasa Inggris dikenal dengan unlawfulness. Menurut (suara tidak terdengar jelas) dalam Roeslan Saleh, sifat melawan hukum dari perbuatan pidana, halaman 17, menyatakan bahwa sifat melawan hukum berarti bermakna bertentangan dengan hukum. Hukum pidana mengklasifikasikan sifat melawan hukum menjadi dua, yaitu sifat melawan hukum formil dan sifat melawan hukum materiil. Sifat melawan hukum formil, formil wederechtilijk heit, berarti bahwa semua unsur atau bagian dari rumusan delik telah dipenuhi. Apabila unsur atau bagiannya telah terpenuhi, maka tidak perlu lagi diselidiki apakah menurut masyarakat perbuatan itu betul-betul dirasakan patut atau tidaknya. Intinya, menurut ajaran ini bahwa sifat melawan hukum terjadi apabila ada perbuatan yang bertentangan dengan undang-undang. Karena ajaran formil berpendapat bahwa melawan hukum adalah bertentangan dengan hukum yang tertulis saja. Sedangkan sifat melawan hukum materiil, materiil wederechtilijk heit, menyatakan bahwa melawan hukum bukanlah hanya sekadar bertentangan dengan hukum yang tertulis (juscriptum), tetapi bertentangan pula dengan hukum yang tidak tertulis, hukum nonscriptum. Pada intinya bahwa ajaran materiil menyatakan bahwa selain memenuhi syarat-syarat yang formil, yaitu memenuhi unsur-unsur yang disebutkan dalam rumusan delik, perbuatan tersebut juga harus betul dirasakan oleh masyarakat sebagai perbuatan yang tidak patut atau tidak boleh dilakukan. Apabila dilihat dari sudut pandang sumber hukumnya, sifat melawan hukum materiil dibagi menjadi dua, yaitu sifat melawan hukum materiil fungsinya yang negatif dan sifat melawan hukum materiil fungsinya yang positif. Sifat melawan hukum fungsi negatif menyatakan bahwa suatu perbuatan yang dilarang undang-undang dapat dikecualikan oleh aturan hukum tidak tertulis atau hukum yang berlaku di masyarakat, 3
bukanlah merupakan perbuatan yang tercela. Sedangkan sifat melawan hukum fungsi positif menyatakan bahwa (...) 13.
KETUA: MANAHAN MP SITOMPUL Tolong dihidupkan. Ya.
14.
KUASA HUKUM PEMOHON: ANTO TUNTAS WIDI SETIAWAN Ya, saya lanjutkan, Yang Mulia. Sedangkan sifat melawan hukum fungsi positif menyatakan bahwa walaupun tidak dilarang oleh undangundang, tetapi oleh masyarakat perbuatan tersebut dianggap tercela. Dan dengan itu, perlu menjadikannya perbuatan pidana. Tetapi, hal ini tidak mungkin dilakukan menurut sistem hukum di Indonesia karena adanya asas legalitas dalam Pasal 1 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Penjelasan tersebut tentunya dapat menggambarkan bahwa perbuatan melawan hukum tidak hanya dilihat dari perspektif formil, tetapi idealnya juga harus dilihat dari perspektif materiil. Hal ini apabila dikaitkan dengan Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang, khususnya frasa untuk tujuan mengeksploitasi orang juga idealnya harus dilihat dari dua perspektif tersebut. Lebih jauh dari itu, Satjipto Rahardjo pernah mengingatkan bahwa baik faktor peranan manusia maupun masyarakat ditampilkan ke depan, sehingga hukum lebih tampil sebagai medan pergulatan dan perjuangan manusia. Hukum dan bekerjanya hukum, seyogianya dilihat dalam konteks hukum itu sendiri. Hukum tidak ada untuk diri dan keperluannya sendiri, melainkan untuk manusia, khususnya kebahagiaan manusia. Satjipto Rahardjo, dalam Biarkan Hukum Mengalir. Sejumlah pihak pernah menyampaikan terkait pidana yang dikenakan Pemohon dan dapat dianggap mewakili perasaan umum masyarakat mengenai kasus anak-anak yang bekerja di Indonesia. Demikian, Yang Mulia.
15.
KETUA: MANAHAN MP SITOMPUL Saya kira masih yang belum di ... dibacakan itu. Yang paling penting apa Petitumnya?
16.
KUASA HUKUM PEMOHON: ANTO TUNTAS WIDI SETIAWAN Berdasarkan ... Petitum. Berdasarkan hal-hal yang telah diuraikan di atas dan bukti-bukti terlampir, dengan ini Pemohon memohon 4
kiranya Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi Yang Terhormat, berkenan memberikan putusan sebagai berikut. 1. Mengabulkan permohonan Pemohon. 2. Menyatakan Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang bertentangan dengan Pasal 27 ayat (2), Pasal 28D, Pasal 28H ayat (1) dan ayat (2), dan Pasal 28I ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Sepanjang frasa untuk tujuan mengeksploitasi orang dalam perkara a quo, tidak dimaknai dengan adanya perbuatan melawan hukum materiil yang berfungsi negatif, yaitu suatu perbuatan yang dilarang undang-undang dapat dikecualikan oleh aturan hukum tidak tertulis, hukum yang berlaku di masyarakat. Sehingga bukanlah merupakan perbuatan yang tercela. 3. Menyatakan Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang frasa untuk tujuan mengeksploitasi orang dalam perkara a quo, tidak dimaknai dengan adanya perbuatan melawan hukum materiil yang berfungsi negatif, yaitu suatu perbuatan yang dilarang undang-undang dapat dikecualikan oleh aturan hukum tidak tertulis, hukum yang berlaku di masyarakat, sehingga bukanlah merupakan perbuatan yang tercela. Atau apabila Majelis Hakim Konstitusi berpendapat lain, mohon putusan yang seadil-adilnya (ex aequo et bono). Demikian, Yang Mulia. 17.
KETUA: MANAHAN MP SITOMPUL Baik, sudah kita dengar dan juga sudah kita baca sebagian besar, ya, dari isi permohonan ini. Berdasarkan Undang-Undang Mahkamah Konstitusi, ya, Pasal 39, kami diwajibkan memberikan saran kepada Pemohon dalam hal substansi ataupun formalitas dari permohonan ini, sehingga Saudara mencatat. Jadi, walaupun kami diwajibkan, tapi Saudara tidak wajib mengikuti, namanya juga memberi saran, ya. Nah, saya memulai, Yang Mulia? Pertama dari penulisan dulu ini. Kalau dari formatnya, saya lihat sudah hampir memenuhi. Saya lihat di halaman 5, ya karena itu ada yang agak kabur nanti, coba dilihat di c itu di baris keempat. Sebab itu Pemohon menilai bahwa beberapa norma yang terkandung di dalam, nah, ini pasal atau apa ini maksudnya? Jangan hanya a quo itu. Jadi mempunyai ... jadi di dalam apa maksudnya? Di dalam norma atau di dalam pasal, ya? Mempunyai makna yang multitafsir, sehingga Pemohon berpendapat bahwa ketidakadanya ... ini ... apa ini? Tidak adanya, barangkali, ya? Tidak adanya, supaya jangan garbel dia,
5
supaya jangan jadi ... apa namanya itu ... tidak jelas. Itu dari segi penulisan. Kemudian, saya melihat dari substansinya dulu ini. Sebelum ke substansi, saya juga membaca di sini ada di halaman 8, ya, ini hanya membuat nomor perkara yang dialami oleh si Pemohon ini, ya. Hanya singkat, jadi ini kita mau jelas, perlu itu kasus itu diuraikan secara singkat dan jelas agar kita bisa mengerti secara komprehensif nanti untuk bisa membandingkan, apa sih yang dimaksud dalam permohonan ini, ya? Karena ini kan, dari kasus yang nyata. Jadi, dari berangkat dari kasus konkretnya yang dialami oleh Pemohon, sehingga itu sangat perlu nanti Majelis memperoleh apa yang menjadi substansi dari putusan itu dan apa pertimbangannya, secara singkat saja, walaupun mungkin dalam bukti sudah diajukan, ya, bukti P-4. Tapi kita memohon ... apa namanya ... menyarankan agar dalam permohonan ini diuraikan secara ringkas agar Mahkamah dapat membandingkan apa alasanalasan hakim, sehingga membuat putusan seperti ini, melepaskan terdakwa dari segala tuntutan hokum. Itu yang saya baca sementara dari permohonan ini, sehingga lebih jelasnya harusnya diuraikan lebih singkat. Karena dari situ juga nanti kita bisa lihat masalah apa konstitusionalitas yang mana yang menjadi permasalahan. Karena itu berangkat dari kasus konkret, kita bandingkan nanti alasan-alasan Pasal 28D itu, ya, sebagai kepastian hukum. Kemudian yang kedua, Saudara tadi sudah menyinggung di halaman 9, formil wederechtilijk heit atau materiil wederechtilijk heit, ya. Saya lihat di sini hanya formil wederechtilijk heit yang Saudara kemukakan, hanya setentang perbuatan itu diatur dalam undangundang, begitu ya. Tetapi, mungkin ada yang lebih jelas supaya bisa membandingkan dengan yang materiil wederechtilijk heit yang Saudara kemukakan, yakni di dalam formil wederechtilijk heit juga, pengecualiannya itu kan juga seperti itu. Dalam undang-undang pidana kan ada itu, artinya perbuatan yang diatur itu ... perbuatan yang dilarang itu diatur dalam undang-undang maupun yang dikecualikannya. Misalnya alasan pembenar dan alasan ... apa satu lagi itu ... alasan pembenar dan alasan pemaaf. Nah, mungkin di sini, supaya ada bandingannya nanti apa yang Saudara kemukakan dalam wederechtilijk heit materiil itu, supaya Saudara juga kan ada di situ mengemukakan adanya alasan pembenarnya atau alasan pemaafnya juga materiil ... yang hukum materiil yang ada yang hidup dalam masyarakat. Itu saran, ya, bisa mungkin ditambahkan itu nanti. Nah, Saudara juga membahas di bawah ini, hal ini tidak mungkin dilakukan menurut sistem hukum yang kita menganut asas legalitas, ya. Nah, itu Pasal 1, Saudara sudah kemukakan ini. Memang di Pasal 1 itu jelas, asas legalitas itu, ya. Kalau kita belajar dulu kan, nullum delictum noella poena sine praevia lege poenali, itu kan sudah jelas. Baru ada lagi, nullum crimen-nya, ya. Terus ... terus, itu mesti 6
ada hukum tertulis, ya, lex scripta. Kemudian, hukum yang tegas, jelas, lex certa, dan hukum yang strict yang atau tegas. Nah, itu, jelas itu memang. Namun, apakah dengan adanya ini saja, Saudara bisa membuat alasan, sehingga perlu kita me ... mengubah norma undang-undang ini? Ini menjadi pertanyaan juga bagi kita. Apa dengan alasan ini saja? Apakah Saudara juga bisa membandingkan seperti di ... di Belanda kan sudah ada arrest, misalnya, ya, yang meninggalkan ajaran melawan hukum formil itu? Misalnya, seperti vee arrest, ya. vee arsent arrest itu, ya. Itu kan meninggalkan itu. Nah, jadi saya melihat di sini, apakah masalah norma atau masalah penerapan hukum ... penerapan hukum dengan menggali teori-teori melawan asas ... melawan ... apa namanya ... ajaran melawan hukum formil atau ajaran melawan hukum materiil? Nah, ini juga menjadi pertanyaan nanti, ya. Sehingga, kalau kita lihat ke belakangnya, ya, kita lihat ini sepertinya masih dalam tataran kasuistis karena mungkin bisa beda di daerah sana, bisa beda di daerah sini tentang hukum materiil yang ... yang hidup di dalam masyarakat itu. Misalnya seperti di sini, saya juga belum jelas, apakah karena ini si yang dijadikan terdakwa ini memperkerjakan anak-anak di bawah umur, misalnya, ya. Mungkin di daerah lain, itu menjadi suatu adat kebiasaan yang mungkin harus dilindungi. Tapi ya di daerah ... di negara ... daerah lain, mungkin tidak. Nah, ini ... ini yang menjadi alasan saya menyatakan itu bahwa itu adalah kasuistis. Sehingga, mungkin ini menjadi ranahnya ... ranahnya hakim, ranahnya pengadilan dalam hal mempertimbangkan suatu kasus itu, sehingga nanti akhirnya menjadi ke mana? Akhirnya menjadi ke putusan atau yurisprudensi yang harus dibuat oleh hakim berdasarkan fakta-fakta yang diperolehnya di persidangan itu, mungkin sesuai dengan kasusnya si Pemohon ini, apa itu alasannya hakim. Apakah memang benar seperti itu karena ada alasan pembenar atau alasan pemaaf, sehingga terdakwa dilepaskan? Nah, itu kan masalah soal putusan. Jadi, kalau itu putusan itu nanti diikuti menjadi yurisprudensi, saya kira mungkin seperti itu tadi. Maka saya bilang itu masalah ini adalah mungkin masalah penerapan hukum. Tapi, saya tidak tahu nanti apakah ada pendapat-pendapat lain, ya. Kemudian, kalau di dalam Petitum, ya, saya mengoreksi dulu di Petitum kedua ini, ya. Ini tidak perlu ditulis lagi pasal dari UndangUndang Dasar, hanya disebut dengan bertentangan dengan UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sepanjang frasa untuk tujuan mengeksplotasi ... mengeksploitasi orang. Ndak usah lagi ada dalam perkara a quo. Ini kan sudah umum nanti sifatnya. Jangan ada lagi kata-kata itu. Ya, dalam perkara a quo, itu saya kira tidak perlu. Tidak dimaknai dengan adanya perbuatan melawan hukum 7
materiil yang berfungsi negatif, yaitu suatu perbuatan yang dilarang undang-undang dapat dikecualikan oleh aturan hukum tidak ... nah, ini terlalu ... terlalu panjang karena itu kan teori itu, ya. Jadi, teori itu saya kira ndak perlu nanti di dalam norma. Kita sudah tahu kalau teori itu menyatakan bahwa perbuatan hukum melawan materiil yang berfungsi negatif, yaitu suatu perbuatan yang dilarang undang-undang. Ini saya kira tidak perlu lagi. Jadi, coba nanti dirumuskan lebih singkat, misalnya setelah untuk tujuan mengeksploitasi orang dimaknai, terus dikecualikan oleh aturan dan seterusnya. Tapi itu hanya ... apa namanya ... saran saya supaya lebih ... lebih singkat. Boleh mungkin menggunakan kata-kata lain. Kemudian, selanjutnya saya lihat di Petitum, selanjutnya tidak ada ... ada ex aequo et bono juga ada di sini harusnya agar dicatatkan dalam berita negara, ya. Barangkali itu saja dari saya. Saya persilakan Yang Mulia Pak Dr. Palguna. 18.
HAKIM ANGGOTA: I DEWA GEDE PALGUNA Terima kasih, Yang Mulia Pak Ketua. Saudara Pemohon, satu hal yang sering terjadi menjadi semacam kekurangan dalam permohonan, itu adalah ketidakjelasan dalam menguraikan legal standing. Ini misalnya, contohnya Permohonan ini. Kan Undang-Undang Mahkamah Konstitusi sudah menjelaskan, kualifikasi orang yang bisa ... kualifikasi pihak yang bisa menjadi Pemohon, itu adalah perorangan warga negara Indonesia, kesatuan masyarakat hukum adat, badan hukum publik atau privat, atau lembaga negara. Ini perorangan ... Anda hanya menyebutkan di sini perorangan warga negara Indonesia, tapi kemudian dalilnya adalah berkaitan dengan kerugian yang Saudara dalilkan itu berkaitan dengan hak atas pekerjaan dan kehidupan yang layak bagi kemanusiaan. Pertanyaannya kemudian, apa hak dari Pemohon yang terganggu oleh pasal ini? Tidak ada dalam penjelasan ini, ya, kan? Apa? Bahkan secara negatif orang akan bisa ... kalau begitu Pemohon mempunyai apa ... mempunyai pekerjaan mengeksploitasi orang, apa itu pekerjaannya? Karena Saudara mengaitkan dengan hak atas penghidupan yang layak. Apakah mengeksploitasi orang itu bagian dari hak yang harus dilindungi oleh Undang-Undang Dasar? Satu. Karena tidak ada jelas di sininya, misalnya apa? Pekerjaan Pemohon itu adalah recruiter misalnya untuk tenaga kerja, ada kaitannya? Tapi ternyata dia dituduh mengeksploitasi, begitu kan? Tapi karena Saudara tidak menguraikan di sini, kan menjadi tidak jelas maksudnya. Ya, enggak?
8
Kemudian yang kedua. Setiap orang berhak atas pengakuan jaminan dan perlindungan ... oke, itu mungkin masuk karena barangkali atas dasar itu, kemudian Anda merasa dirugikan berdasarkan kasus yang nyata, umpamanya gitu. Nah, kemudian yang ketiga. Hak untuk hidup sejahtera lahirbatin dan bertempat tinggal ... ini kan kaitannya dengan persoalan lingkungan sebenarnya. Apa pekerjaan Pemohon yang terganggu oleh itu? Tidak ada kaitannya. Yang keempat. Hak untuk mendapatkan kemudahan dan perlakuan khusus … ini sebenarnya program afirmatif, misalnya untuk orang cacat, untuk orang komunitas yang selama ini dianggap tidak diperhatikan, gitu kan. Misalnya orang ... misalnya sekarang dibuatkan khusus trotoar tertentu, sehingga ramah terhadap penyandang cacat misalnya. Ini kan tidak ada hubungannya dengan persoalan-persoalan yang didalilkan oleh Pemohon. Kemudian, identitas budaya dan masyarakat tradisional. Pemohon ini perorangan warga negara Indonesia, apakah dia bagian dari masyarakat tradisional? Jadi, bukan sekadar mencantumkan kerugian, tetapi kaitannya dengan kualifikasi Pemohon, itu apa? Itu yang terpenting untuk Saudara uraikan di dalam Permohonan. Nah, yang juga sering menjadi kekeliruan adalah hanya sekadar pembayar pajak, tidak serta-merta memberikan legal standing kepada setiap orang untuk menjadi Pemohon karena itu berkaitan dengan ... walaupun dia pembayar pajak, tetapi kalau tidak ada kerugian konstitusionalnya, tidak juga serta merta jadi Pemohon. Itu tolong diperhatikan. Nah, itu soal uraian mengenai Legal Standing, jadi ada kaitannya. Saudara tidak perlu … apa namanya ... jangan Saudara ... jangan dicampurbaurkan antara penjelasan Saudara mengenai kerugian hak konstitusional Pemohon itu dengan pembuktian tentang inkonstitusionalnya suatu norma yang dimohonkan pengujian, itu dua hal yang terpisah walaupun ada kalanya berjumbuhan, ada kalanya berjumbuhan, tetapi dalil di depan itu adalah untuk membuktikan anggapan Saudara. Misalnya, saya sering memberikan contoh begini, ada satu undang-undang yang melarang perempuan misalnya menjadi kepala daerah. Nah, Pemohonnya adalah perempuan, nyata kelihatan di situ bahwa kalau dia mau mengajukan diri sebagai kepala daerah, sudah pasti dia tidak akan mungkin karena undang-undangnya melarang itu. Berarti di sini … kerugian konstitusionalnya apa? Satu, misalnya hak atas persamaan di hadapan hukum. Yang kedua, hak untuk tidak diperlakukan diskriminasi berdasarkan jenis kelamin. Itu logikanya, logikanya itu. Jadi, tidak sembarang bukan hanya sekadar mencantumkan apa yang tercantum dalam Undang-Undang Dasar, ini nanti semua hak 9
Saudara cantumkan walaupun tidak ada sangkut pautnya dengan kualifikasi Pemohon, bukan begitu, tapi yang ada relevansinya dengan status Pemohon, dengan kualifikasi Pemohon. Misalnya nanti kalau badan hukum yang mengajukan permohonan di sini, nanti Saudara masukkan di situ hak untuk menganut keyakinan dan agama, gitu, mana ada badan hukum yang beragama, gitu, kan enggak ada. Jadi bukan ... relevansinya itu harus ada dan koherensinya, kemasukakalannya, relevansi, dan koherensinya, itu harus tampak di dalam uraian mengenai Legal Standing. Jadi, itulah pentingnya kejelasan Pemohon terlebih dahulu, misalnya statusnya sebagai perorangan warga negara Indonesia. Dari status perorangan itu, kemudian hak konstitusional apa yang dirugikan oleh berlakunya norma undang-undang ini, menurut anggapan Pemohon dulu, tapi harus tampak logikanya, ya. Nah, baru kemudian kita masuk ke substansinya kepada norma yang Saudara persoalkan bertentangan dengan Undang-Undang Dasar. Nah, di situlah kesempatan Saudara untuk berargumentasi bahwa norma ini mengapa Anda anggap bertentangan dengan Undang-Undang Dasar. Karena dia mengatur begini, begini, begini, melarang diskriminasi karena ini. Nah, di situ nanti Saudara menggunakan alasan-alasan permohonan untuk membuktikan inkonstitusionalitas dari norma yang Saudara mohonkan pengujian. Nah, itu mengenai legal standing. Kemudian sekarang secara substansi. Kita semua sudah belajar hukum pidana, kan? Apakah sifat melawan hukum itu selalu harus ditegaskan di dalam rumusan delik? Artinya harus … secara melawan hukum, apakah selalu harus ada begitu? Kan, tidak juga. Tapi dari perbuatan itu sendiri sudah tampak sifat melawan hukumnya, kan? Itu juga tidak mesti harus ditegaskan, gitulah. Itu satu hal tentang sifat melawan hukum. Nah, kemudian yang kedua. Ini kan, pelajaran mendasar juga. Sifat melawan hukum itu untuk masing-masing bidang hukum kan, berbeda-beda. Sifat melawan hukum untuk hukum administrasi negara atau hukum tata usaha negara berbeda konsepnya dengan sifat melawan hukum dalam hukum pidana, juga berbeda dengan konsep melawan hukum dalam hukum perdata. Kalau dalam hukum perdata kita mengenal putusan yang sangat terkenal, ada kasus Cohen Lindembaum yang tidak hanya sekadar melawan undang-undang, tetapi juga dia melanggar kepentingan umum, kesusilaan, dan sebagainya, kan? Tapi kalau untuk hukum pidana itu kan strict karena ada asas legalitas yang tadi disinggung oleh Yang Mulia Pak Ketua itu. Karena kenapa? Karena hukum pidana itu memberikan sanksi yang keras. Istilahnya Profesor Moeljatno itu memberikan nestapa, kan? Kepada ininya, kepada pelakunya. Maka di situ kan, kemudian sebelum jadi rumusan yang satu kalimat nullum delictum noella poena sine praevia 10
lege poenali itu sebenarnya kan, ada 4 soal di situ dalam pengertian asas legalitas itu, yaitu nullum delictum sine lege praevia, undangundangnya harus ada terlebih dahulu, hukumnya harus ada terlebih dahulu. Nullum delictum sine lege scripta, harus tertulis. Nullum delictum sine lege certa, harus jelas. Dan nullum delictum sine lege stricta, penafsirannya harus penafsiran yang sempit, enggak boleh menggunakan … makanya dilarang menggunakan analogi, kan gitu? Oleh karena itu, maka sifat melawan hukum dalam hukum pidana itu memang dibatasi seperti yang disebutkan dalam undang-undang. Beda dengan sifat melawan hukum dalam hukum perdata, kan? Jadi kalau dalam secara pidana tidak dikatakan itu secara tertulis tidak disebutkan, tidak diundangkan terlebih dahulu, tidak secara sempit dimaknai seperti apa yang tertulis, orang tidak boleh dipidana. Orang tidak … maka di situ berlaku … apa … itulah makanya berlaku asas yang disebut tiada pidana tanpa kesalahan, ya kan? Mengapa tidak ada kesalahan? Tidak ada kesalahan karena tidak ada sifat melawan hukum, kan? Unsur strafbaar-nya tidak ada. Feit-nya dari yang dilakukan … strafbaar feit-nya itu tidak ada karena tidak dituliskan terlebih dahulu atau tidak dirumuskan dalam undang-undang, atau tidak dirumuskan secara tegas, dan tidak ditafsirkan secara sempit, kan itu anunya. Maka atas dasar itu, kalau permohonan Saudara ini dikabulkan, justru ini bisa merusak asas legalitas, ya kan? Karena bisa jadi orang di suatu tempat nanti dipidana, di tempat lain kalau dianggap tidak bertentangan dengan nilai-nilai yang hidup di situ, dia orang dipidana, di tempat lain tidak dipidana. Kan justru menimbulkan ketidakpastian hukum. Satu hal yang dihindari betul oleh hukum pidana karena sekali lagi, hukum pidana itu dalam … dalam sanksinya itu bisa merampas bahkan sampai nyawa orang karena menjatuhkan sanksi yang keras itu, maka dia ditempatkan sebagai obat terakhir, kan gitu. Unsur geen straf zonder schuld itu kan, di situ sebenarnya, tidak ada hukuman tanpa kesalahan, itu kan? Nah, kesalahan itu timbul dari sifat melawan hukum yang dibatasi secara sempit berdasarkan prinsip legalitas itu yang 4 unsur itu tadi. Nah, itu, itu yang sebenarnya penting untuk Saudara uraikan. Nah, dari situ kemudian … tapi ini kan, tentu … apa namanya … saran karena kami sekali lagi, tadi yang disampaikan oleh Yang Mulia Pak Ketua karena kami diwajibkan untuk menasihati, maka kami … saya khususnya melihat persoalan yang Saudara kemukakan ini sebenarnya lebih pada persoalan penerapan norma. Bukan kepada persoalan inkonstitusionalitas dari undang-undangnya, gitu. Jadi, penerapan norma apa? Yaitu pada soal kemampuan untuk membuktikan apakah … apa namanya … niat jahat di sini, itu. Mens rea-nya itu kan, di sini ada pada tujuan untuk mengeksploitasi … tujuan eksploitasi kan, mens reanya kan, di situ? 11
Mens rea itu terbukti apa enggak dalam persidangan? Tujuan mengeksploitasi itu. Kalau … saya kira kalau tujuan mengeksploitasi itu tidak mungkin dirumuskan dalam norma secara detail, kan? Saya … kita tentu masih ingat apa yang dikatakan oleh Profesor Van Apeldoorn ketika dia mendefinisikan tentang hukum. Orang bisa mengerti apa itu hukum karena seperti melihat gunung. Tapi coba didefinisikan gunung itu apa? Kan, tidak bisa begitu. Nah, tapi di sini persoalannya adalah pada persoalan pembuktian. Apakah niat jahat atau mens rea dari suatu perbuatan yang disebutkan terdahulu itu, yaitu … apa namanya … orang melakukan perekrutan, pengangkutan, dan seterusnya itu untuk tujuan. Untuk tujuan ini kan, sama dengan istilah dengan maksud, kan? Istilah dengan maksud. Nah di situ unsur mens rea-nya. Nah, kalau itu terbukti, ya orangnya dipidana sesuai dengan ketentuan ini. Kalau tidak terbukti, ya orangnya bisa dibebaskan. Apakah tidak terbukti bahwa itu perbuatan pidana, berarti orangnya … apa namanya … tidak terbukti orang yang melakukan itu, berarti orangnya dibebaskan, kan? Perbuatan yang terbukti, tapi itu bukan merupakan perbuatan pidana, maka orangnya dilepaskan, gitu kan? Ya, itu kan teori yang sangat mendasar yang kita peroleh di bangku-bangku awal perkuliahanlah itu kan, ya, itu harus dibedakan dan itu tidak mungkin kita rumuskan secara strict di dalam satu rumusan dari undang-undang. Maka saya berkesimpulan atau paling tidak saya melihat kalau … tolonglah Saudara pikir-pikirkan lagi, apakah ini memang layak untuk dimohonkan pengujian ataukah ini sebenarnya lebih merupakan persoalan penerapan norma? Nah, kalau soal penerapan norma tentu tidak bisa Mahkamah mencampuri itu karena itu bagian dari proses pembuktian. Nah, itu. Nah, yang soal Petitum tadi sudah saya singgung. Nah, justru kalau Petitumnya itu kan harus memberikan ketegasan karena ini menyangkut pidana, harus memberikan unsur kepastian. Tapi dengan Petitum seperti itu justru menimbulkan ketidakpastian. Itu satu … di satu pihak ada kemungkinan orang bisa di tempat lain dibebaskan karena dianggap tidak memenuhi unsur melawan hukum karena Anda menggantungkan pada … apa namanya … prinsip melawan hukum yang berbeda satu tempat dengan yang lain atau yang disebut kausistik oleh Yang Mulia tadi itu. Kebanyakan di … di tempat lain orangnya bisa dihukum atau dipidana dengan norma yang sama, ini suatu hal yang paling dihindari dalam hukum pidana justru itu. Nah, saya kira itu dari saya, Yang Mulia Pak Ketua. Terima kasih. 19.
KETUA: MANAHAN MP SITOMPUL Terima kasih, Yang Mulia. Silakan ke Yang Mulia Prof. Saldi Isra.
12
20.
HAKIM ANGGOTA: SALDI ISRA Terima kasih, Ketua Yang Mulia. Saudara Pemohon, saya hanya menambahkan sedikit saja. Pertama karena ini tulisan jadi harus hati-hati juga menulisnya. Jadi, harus memenuhi standar penulisan Bahasa Indonesia yang baik dan benar. Hampir semua di yang menunjukkan tempat itu tidak dipisah, ya, itu kan … apa namanya … orang mengeluhkan sarjana hukum ini enggak peduli dengan EYD. Nah, kita harus memperbaiki anggapan orang seperti itu. Coba periksa permohonan ini, nama orang harus huruf besar, tidak huruf besar. Judul harus huruf besar, tidak huruf besar awalnya. Nah, yang kayak-kayak begitu kan hal-hal yang standar kalau orang menulis Bahasa Indonesia. Jadi, bahasa hukum itu Bahasa Indonesia juga. Kaidah-kaidah Bahasa Indonesia berlaku juga dalam penulisan-penulisan hukum. Itu yang pertama. Yang kedua, ini kelihatan Pemohon tidak cermat, ya. Ini kan … saya menemukan di halaman 8 ketika merumuskan Legal Standing, mau memasukkan tax payer itu, masih ada di situnya. Punya NPWP, enggak, Tajudin? Nah, coba Anda lihat di halaman 6 itu. Jadi, kalau lawyer tidak correct nih susah kita yang kayak-kayak begini, kelihatan gitu. jadi kan harusnya … jadi, Hakim ini menimbulkan pertanyaan bagi kita, tepat atau tidak sebagai Kuasa Hukum meletakkan tax payer sebagai salah satu argumentasi untuk merumuskan legal standing. Nah, ini kan melanjutkan pertanyaan Yang Mulia Pak Palguna tadi. Jadi, kata orang Padang itu, “Kalau mau bersembunyi itu hilanghilang betul,” begitu. Nah, jangan kita bersembunyi, kepala hilang, tapi pantat kelihatan di belakang kan, nah gitu. Ini kayaknya ketangkap ini satu, ketidakcermatan. Nah, oleh karena itu, menurut saya, dengan menguraikan kerugian atau pengalaman yang pernah dilakukan oleh … apa … Pemohon Prinsipal Pak Tajudin, sebetulnya argumentasi di tax payer tidak relevan lagi dimunculkan. Nah, nanti kan kita bisa tanya, mana bu … NPWP-nya? Tidak sekadar NPWP, mana bukti pembayaran pajaknya, kan bisa harus di … dikemukakan kan untuk membuktikan secara benar bahwa Prinsipal itu memang pembayar pajak atau tax payer yang didalilkan itu. Nah, itu yang kedua. Yang ketiga, secara materiil kan, minta mengoreksi Pasal 2, ya? Pasal 2 ayat (1). Nah, kalau ini dikabulkan, misalnya tadi kan Yang Mulia Pak Palguna mengatakan kalau ini dikabulkan justru bisa menimbulkan ketidakpastian hukum di tempat lain. Nah, saya … saya melihatnya dari tempat lain lagi untuk ... apa … untuk mengusulkan … apa … perbaikan. Soal eksploitasi itu kan rumusannya tidak diletakkan di Pasal 2 ayat (1) itu, eksploitasi itu diletakkan di Pasal 1 angka 9 … angka 9 atau angka 7? angka 7. Jadi 13
sudah dirumuskan … ini apanya … eksploitasi adalah bla, bla, bla, bla. Kalau misalnya Pasal 2 angka 1 itu dikabulkan, sementara tidak ada koreksi terhadap Pasal 1 angka 7, itu kan … apa namanya … bisa jadi masalah juga. Nah, saran kami, apakah Anda mau menambahkan dengan Pasal 1 Angka 7 atau cukup berhenti di Pasal 2 ayat (1) itu saja? Nah, coba dipikirkan soal yang begini karena ini prinsip yang … yang bisa dipertimbangkan. Lalu yang ketiga, saya sependapat dengan apa … dengan dua Yang Mulia sebelumnya. Yang teori-teori itu tidak usah dinormakan, itu kan repot kalau semuanya harus … apa namanya ... melanggar hukum ditentukan ... melanggar hukumnya apa, sifatnya bagaimana dan segala macam, nah di situlah kerja hakim menghadapi kasus konkret. Jadi karena konsekuensi dari permohonan judicial review ini adalah erga omnes, dia tidak hanya untuk menyelesaikan kasus konkret, dalam hal ini kasus yang dihadapi oleh Prinsipal Saudara. Jadi, harus ditimbang-timbang betul. Hakim atau Mahkamah tidak akan pernah mengabulkan permohonan kalau karena menghadapi kasus konkret, lalu menimbulkan ketidakpastian hukum untuk kasus-kasus lain yang mungkin muncul. Makanya, argumentasi Pemohon itu harus klir betul, harus klir betul menjelaskan bahwa apa yang dihadapi oleh Pemohon Prinsipal Saudara itu, betul-betul kerugian konstitusionalnya, jelas. Nah, itu, itu beberapa tambahan dari saya di luar yang lain dan lalu ini harus hati-hati juga, ini ada Profesor Muzakir, Ahli Hukum Pidana Universitas Islam Indonesia, cek lagi, ini Pak Muzakir sudah betul-betul sudah profesor apa belum? Nah, itu, atau doktor saja baru, baru, atau betul-betul sudah bergelar profesor? Nah, salah satu ciri lawyer itu, menerangkan gagasan itu harus presisi, jadi jangan menuliskan sesuatu yang belum yakin betul kebenarannya. Nah, coba cek lagi ini soal ... apa ... penulisan nama apa ini ... nama Prof. Muzakir, Ahli Hukum Pidana Universitas Islam Indonesia, gitu. Nah, itu, itu koreksian saya, di luar yang lain, saya ikut dengan dua pendapat Yang Mulia sebelumnya. Terima kasih. 21.
KETUA: MANAHAN MP SITOMPUL Baik, terima kasih, Yang Mulia. Jadi itu tadi, ya, sudah ada beberapa itu yang menjadi saran dari Panel, untuk Saudara pikirkan atau untuk Saudara renungkan, apakah mengubah dari Permohonan Saudara ini, menambah, memperbaiki, nah itu terserah kepada Pemohon, ya. Untuk itu, Mahkamah memberi waktu untuk Perbaikan Permohonan ini selama 14 hari. Jadi, 14 hari tentunya tanggal 18 Juli 14
nanti, ya, 18 Juli 2017 sebagai hari yang terakhir untuk Perbaikan Permohonan ini, lebih cepat lebih baik, ya. Kalau memang bisa diperbaiki sebelum itu, boleh langsung diserahkan ke Kepaniteraan. Kalau mau mencabut, juga boleh, ya, tapi, ya, lebih cepat … apa namanya … tadi yang saya katakan itu, “Kalau ikan sepat, ikan gabus,” lebih cepat lebih baguslah, kalau mau dicabut atau mau diperbaiki, gitu, ya. Jadi, sampai tanggal 18 Juli 2017, pukul 10.00 WIB untuk Perbaikan Permohonan. Ada lagi, Yang Mulia? 22.
HAKIM ANGGOTA: I DEWA GEDE PALGUNA Ya, sedikit. Maaf, Yang Mulia. Tadi, saya sebenarnya mau menyampaikan tadi yang disinggung oleh Yang Mulia Prof. Saldi. Karena sebenarnya pengertian eksploitasi itu sudah dijelaskan di Pasal 1 angka 7 itu, maka kalau Saudara misalnya ... ya, kalau Saudara mencabut permohonan tentu berbeda, tidak perlu dipertimbangkan ini, ya, kalau mencabut ... setelah misalnya mendengar nasihat dari Hakim ternyata, ”Oh, ya, ini persoalan praktik kemudian, ya, buat apalah kita membuang-buang tenaga,” gitu kan, “Dan pikiran untuk permohonan,” kemudian mencabut permohonan, tentu saran ini kemudian tidak perlu Saudara pertimbangkan. Tapi, andai kata misalnya Saudara memperbaiki Permohonan, saya yakin ini Permohonan pasti akan total berubah karena persoalan eksploitasi itu sudah dijelaskan di dalam Pasal 1 angka 7 itu. Ini kan Saudara menambah, harus menambah amunisi argumentasi mengenai soal itu, padahal itulah tujuan yang terakhir yang mau dicapai oleh undang-undang itu, sehingga misalnya kalau itu yang Saudara ubah, berarti itu mengubah tujuan dari undang-undang. Itu akan memerlukan argumentasi yang ... ya, saya kira lebih banyak, ya, apalagi mendalilkan kemudian pengertian itu sebagai sesuatu yang bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945. Nah, itu saya kira harus, ya, perlu tenaga ekstra kalau misalnya diperbaiki. Tentu akan, sekali lagi, tentu akan menjadi lain apabila ternyata misalnya berdasarkan nasihat tadi Saudara berpikir, ”Oh, ini persoalan penerapan,” jadi persoalan pembuktian itu ... pembuktian di lapangan, sehingga tidak ada kaitannya dengan konstitusionalitas norma, misalnya itu, tentu Saudara setiap saat bisa mengajukan … apa namanya ... permohonan ... penarikan Permohonan. Nah, itu kalau misalnya masih Saudara memperbaiki, itu tadi sudah diberikan tenggang waktunya oleh Yang Mulia dan ya. Kalau lewat dari tenggang waktu itu, maka Permohonan ini yang akan kami laporkan nanti kepada Majelis Permusyawaratan Hakim itu. Jadi, dianggap tidak ada perbaikan. Hanya itu tambahan dari saya, Yang Mulia. Terima kasih. 15
23.
KETUA: MANAHAN MP SITOMPUL Baik. Jadi, sudah lebih menjelaskan lagi, ya, bagaimana ini, apakah persoalan konstitusionalitas atau masalah penerapan hukum oleh hakim dalam tugasnya dalam penemuan hukum, khususnya hukum pidana, ya. Hakim juga kan, banyak menemukan hukum dalam hukum pidana itu ya, sehingga banyak itu yurisprudensi-yurispridensi tentang itu. Jadi, ini ya, saya juga berpendapat seperti itu tadinya bahwa ini ranahnya ranah Hakim dalam menggunakan teori-teori hukum itu dalam putusannya. Itu yang saya lihat dari kasus ini, sehingga putusan tadi itu oleh hakimnya menyatakan si ter … ini si tersangka atau terdakwa ya, itu dilepaskan dari segala tuntutan hukum ya, seperti itu. Nah, tapi kalau itu tadi sudah harus menambah amunisi seperti apa yang dikemukakan oleh Panel Majelis tadi itu ya, silakanlah dipikirpikir, ya. Bukan menakut-nakuti, bukan mau apa, tapi silakan dulu dilihat lagi lebih jelas. Bagaimana Pasal 1 ayat (7) tadi itu di situ, apa sudah disebut di situ secara rinci apa yang dimaksud eksploitasi ini? Apakah itu tadi … nah, ini semuanya tadi niat itu. Apakah niat dari tersangka itu? Mungkin niatnya yang tidak terbukti. Tapi kalau ini tadi lepas dari segala tuntutan hukum karena belum saya baca putusan itu, saya larinya ke itu tadi, perbuatan itu, perbuatan terbukti, tapi bukan perbuatan pidana. Nah, itu. Tapi kita lihatlah nanti bagaimana sikap dari Pemohon, ya. Baik. Jadi, 2 minggu sampai 18 Juli 2017, pukul 10.00 WIB, itu waktu untuk perbaikan permohonan. Ada lagi yang mau dikemukakan?
24.
KUASA HUKUM PEMOHON: ABDUL HAMIM JAUZIE Cukup, Yang Mulia.
25.
KETUA: MANAHAN MP SITOMPUL Cukup, ya?
26.
KUASA HUKUM PEMOHON: ABDUL HAMIM JAUZIE Cukup.
16
27.
KETUA: MANAHAN MP SITOMPUL Baik. Sidang dalam perkara permohonan ini kami nyatakan ditutup. KETUK PALU 3X SIDANG DITUTUP PUKUL 14.19 WIB Jakarta, 5 Juli 2017 Kepala Sub Bagian Risalah, t.t.d. Yohana Citra Permatasari NIP. 19820529 200604 2 004
Risalah persidangan ini adalah bentuk tertulis dari rekaman suara pada persidangan di Mahkamah Konstitusi, sehingga memungkinkan adanya kesalahan penulisan dari rekaman suara aslinya.
17