rtin
MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA --------------------RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 31/PUU-XV/2017
PERIHAL PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA TERHADAP UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945
ACARA PEMERIKSAAN PENDAHULUAN (I)
JAKARTA RABU, 6 JULI 2017
MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA -------------RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 31/PUU-XV/2017 PERIHAL Pengujian Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika [Pasal 112, Pasal 114, dan Pasal 127] terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 PEMOHON 1. Sutrisno Nugroho ACARA Pemeriksaan Pendahuluan (I) Rabu, 6 Juli 2017, Pukul 14.45 – 15.26 WIB Ruang Sidang Gedung Mahkamah Konstitusi RI, Jl. Medan Merdeka Barat No. 6, Jakarta Pusat SUSUNAN PERSIDANGAN 1) Anwar Usman 2) Suhartoyo 3) Aswanto Cholidin Nasir
(Ketua) (Anggota) (Anggota) Panitera Pengganti
i
Pihak yang Hadir: A. Kuasa Hukum Pemohon: 1. Ristan B. P. Simbolon 2. Yustisia Andang 3. Ricko W. Marpaung
ii
SIDANG DIBUKA PUKUL 14.45 WIB 1.
KETUA: ANWAR USMAN Sidang Perkara Nomor 31/PUU-XV/2017 dibuka dan dinyatakan terbuka untuk umum. KETUK PALU 3X Assalamualaikum wr. wb. Selamat siang, salam sejahtera untuk kita semua. Pemohon dipersilakan untuk memperkenalkan diri.
2.
KUASA HUKUM PEMOHON: RISTAN B.P SIMBOLON Terima kasih, Yang Majelis. Mulai dari kami, saya bernama Ristan B.P. Simbolon, S.H. Dilanjut.
3.
KUASA HUKUM PEMOHON: YUSTISIA ANDANG Terima kasih. Dengan saya Yustisia Andang Ardiantoro, S.H.
4.
KUASA HUKUM PEMOHON: RICKO W. MARPAUNG Saya Ricko Wesli Marpaung, S.H.
5.
KETUA: ANWAR USMAN Baik. Permohonannya sudah kami baca, sudah kami telaah. Sesuai ketentuan hukum acara, Saudara dipersilakan untuk menyampaikan pokok-pokok dari permohonannya. Silakan.
6.
KUASA HUKUM PEMOHON: YUSTISIA ANDANG Baik. Terima kasih, Majelis Hakim Yang Mulia. Terima kasih atas kesempatannya. Pada kesempatan yang baik ini, maka kami akan menyampaikan pokok-pokok permohonan kami. Kami di sini selaku Kuasa Hukum dari Pemohon yang bernama Sutrisno Nugroho yang pada saat ini beliau sedang berada di lapas, yang dimana hak konstitusional sedang dirugikan dengan pasal-pasal yang akan kami ujikan, yaitu pada Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Baik, dalam permohonan kami, di sini kami menguji 3 pasal yang terdapat di dalam Undang-Undang Narkotika Nomor 35 Tahun 2009, yaitu Pasal 127, Pasal 112, dan Pasal 114. Sebelumnya, kami ingin iii
menyampaikan bahwa memang benar Pasal 127 dan Pasal 112 ini sebelumnya memang pernah diujikan di Mahkamah Konstitusi pada Tahun 2011. Namun berdasarkan Pasal 60 Undang-Undang RI Nomor 24 Tahun 2003, dimana menyatakan terhadap materi muatan ayat, pasal, dan/atau bagian dalam undang-undang yang telah diuji tidak dapat dimohonkan kembali, pengujian kembali karena hal tersebut nebis in idem. Namun di sini, kami ingin menjelaskan bahwa pasal ini memang sama pernah diujikan, tetapi dengan materi yang berbeda, sehingga di sini telah ... kami rasa telah memenuhi, tidak bertentangan dengan Pasal 60 Undang-Undang RI Nomor 2004. Karena pada Pengujian Pasal 127 dan Pasal 112 sebelumnya, Pemohon menguji mengenai redaksional pada Pasal 112 mengenai adanya unsur menguasai, unsur memiliki pada pengguna narkotika, dimana hal tersebut dapat dikatakan memiliki unsur yang hampir sama dengan Pasal 127, itu untuk penguji sebelumnya. Dan untuk mengenai Pasal 127, Pemohon sebelumnya menguji mengenai bahwa adanya suatu kontradiktif antara Pasal 127 dan Pasal 54, dimana dalam Pasal 54 setiap pengguna, penyalah gunaan narkotika, itu wajib direhabilitasi sehingga hal tersebut bertentangan dengan Pasal 127 yang mengandung unsur pidana, dan Pemohon sebelumnya mengajukan permohonan agar pidana tersebut dihapuskan ... apa ... pernyataan pidana pada Pasal 127 dihapuskan. Nah, kemudian pada permohonan kami saat ini, kami mengajukan materi yang berbeda dari permohonan sebelumnya. Pada Pasal 127, dimana pada hakikatnya Pasal 127 ini ditujukan kepada pengguna narkotika, dimana notebenenya seorang penyalah guna narkotika tersebut merupakan seorang korban di dalam suatu kasus tindak pidana narkotika. Nah, namun pada praktiknya, hal ini juga menjadi suatu adanya berbenturan juga dengan Pasal 112 yang dimana yang ada unsur menguasai, unsur memiliki. Nah, tidak mungkin seorang yang menggunakan narkotika tersebut tidak menguasai dan tidak memiliki, tapi kami di sini tidak mempermasalahkan masalah redaksional mengenai Pasal 112. Karena dalam praktiknya juga, permasalahan ini disalahgunakan oleh penyidik, penyidik di lapangan, sehingga dapat terjadi seperti jual beli pasal apabila seseorang tersebut ditangkap dengan ... ditangkap tangan dengan barang bukti narkotika, bahkan dengan jumlah yang sangat sedikit, contohnya di bawah 1 gram, dimana dia sebenarnya hanya pengguna. Namun penyidik tetap mengenakan dia Pasal 112 dan Pasal 114. Nah, di lapangan juga hal tersebut menjadi jual beli pasal jika mau bayar, ya, mungkin dapat dikenakan Pasal 127, seperti itu. Nah, di sini seperti yang saya katakan sebelumnya, tidak mempermasalahkan mengenai menguasai, memiliki yang ada dalam Pasal 112, seperti Pemohon sebelumnya. Di sini kami ingin lebih menegaskan pada aya …
2
pada Pasal 127, dimana harus terdapat suatu ukuran suku … suatu parameter kapan seseorang tersebut harus dikenakan Pasal 127. Nah, di sini kami me … mengajukan pada Pasal 127, apabila seseorang tersebut tertangkap dengan hanya barang bukti di bawah 1 gram dan dimana pada saat tes urine tersebut, pengguna tersebut dinyatakan positif. Maka, pengguna tersebut oleh pe … oleh penegak hukum wajib untuk di … wajib adanya Pasal 127, istilahnya wajib juga dikenakan Pasal 127. Entah itu nantinya akan dialternatifkan dengan Pasal 112 atau mungkin 114, itu yang pasti apabila seorang tersebut tertangkap tangan dengan jumlah narkotika, baik itu tanaman atau bukan tanaman yang di bawah suatu parameter, dimana parameter tersebut juga salah satunya telah diatur oleh se … SEMA RI Tahun 2 … Tahun 2010. Salah satunya contohnya misalnya sabu di bawah 1 gram. Nah, kemudian ditambah pengguna tersebut positif urinenya, maka wajib adanya Pasal 127 karena pada praktiknya sering pe … penyidik melakukan kesewenang-wenangan ketika hanya sedikit dan dia juga positif urine, ini juga apa yang dialami oleh Pemohon kami, Sutrisno Nugroho, itu untuk Pasal 127. Kemudian berikutnya, untuk Pasal 112 dan Pasal 114, seperti yang saya sampaikan sebelumnya bahwa di dalam unsur Pasal 112 tersebut terdapat unsur memiliki, menyimpan, atau menguasai. Nah, namun dalam praktiknya, banyak sekali terdapat dimana seorang penyalah guna narkotika tersebut, dimana unsur ini menuntut bahwa harus adanya barang bukti, harus adanya narkotika di dalam … di dalam syarat-syarat Pasal 112 ini karena ada memiliki, menyimpan, dan menguasai. Mustahil dia tidak … tidak ada barang bukti. Nah, namun dalam praktiknya, penegak hukum sering sekali menyalahgunakan hal ini. Dimana ada beberapa kasus seseorang tersebut tidak ditemukan sama sekali adanya barang bukti narkotika, berapa pun itu tidak ada sama sekali. Namun, tetap dikenakan Pasal 112 dan Pasal 114, seperti itu. Sehingga, dalam Pasal 112 dan Pasal 114 ini, kami selaku Kuasa Hukum Pemohon dan Pemohon ingin lebih menegaskan pada pasal ini bahwa apabila seorang penegak hukum ingin mengenakan pasal ini terhadap seseorang yang diduga melakukan penyalah gunaan narkotika hal tersebut harus diwajibkan adanya barang bukti. Baik dari tahap pertama hingga tahap pemeriksaan pengadilan karena tanpanya adanya … tanpa adanya barang bukti, sangat sulit untuk membuktikan adanya unsur memiliki, menyimpan, atau menguasai. 7.
KETUA: ANWAR USMAN Ya, sudah cukup?
3
8.
KUASA HUKUM PEMOHON: YUSTISIA ANDANG Baik.
9.
KETUA: ANWAR USMAN Apa yang diminta Petitumnya?
10.
KUASA HUKUM PEMOHON: YUSTISIA ANDANG Baik, dari apa yang Pemohon sampaikan bersama kami Kuasa Hukumnya. Pemohon mohon kepada Majelis Hakim Konstitusi Yang Mulia untuk berkenan memberikan putusan sebagai berikut. Yang pertama, menerima dan mengabulkan permohonan Pemohon untuk seluruhnya. Yang kedua, menyatakan bahwa Pasal 127, Pasal 112, dan Pasal 114 UU RI Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika dalam … adalah bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945, sehingga harus ditambahkan pada masing-masing pasal 1 ayat sehingga berbunyi sebagai berikut, pada Pasal 127 Undang-Undang RI Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika ditambahkan satu ayat, seperti ayat yang sudah ada sekarang. Ayat (1)-nya, “Setiap penyalah guna narkotika golongan I bagi diri sendiri dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 tahun. 1B, narkotika golongan II bagi diri sendiri dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 tahun. Dan 1C narkotika golongan III bagi diri sendiri dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 tahun.” Yang ayat (2), “Dalam memutus perkara sebagaimana dimaksud pada ayat (1), hakim wajib memerhatikan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54, Pasal 55, dan Pasal 103.” Yang ayat (3), “Dalam hal penyalah guna sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat dibuktikan atau terbukti sebagai korban penyalah guna narkotika, penyalah guna tersebut wajib menjalani rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial.” Nah yang untuk ayat ke (4) ini adalah pengajuan dari Pemohon untuk penambahan satu ayat pada Pasal 127, yaitu pasal ini wajib diterapkan kepada tersangka atau terdakwa apabila banyaknya barang bukti narkotika adalah kurang dari atau maksimal sama banyak dengan jumlah sebagaimana yang tercantum dalam SEMA RI Nomor 4 Tahun 2010 dan berdasarkan tes urine atas diri tersangka atau terdakwa dinyatakan positif menggunakan narkotika. Untuk Pasal 112 Undang-Undang RI Nomor 35 Tahun 2009, ada penambahan satu ayat lagi, untuk ayat yang ada sekarang ayat (1) dan ayat (2), kami Pemohon mengajukan satu penambahan ayat untuk ayat (3). Pasal 112 ayat (3) yang berbunyi, “Dalam penerapan pasal ini 4
terhadap tersangka atau terdakwa, wajib terdapat adanya barang bukti berupa narkotika golongan I bukan tanaman.” Kemudian untuk Pasal 114 yang pada undang-undang saat ini terdapat dua ayat, ayat (1) dan ayat (2), kami Pemohon ingin mengajukan satu ayat tambahan, yaitu ayat (3) yang berbunyi, “Dalam penerapan pasal ini terhadap tersangka atau terdakwa wajib terdapat adanya barang bukti berupa narkotika golongan I.” Baik, kemudian terakhir memerintahkan untuk memuat putusan ini dalam Lembaran Berita Negara Republik Indonesia sebagaimana mestinya. Atau Mahkamah berpendapat lain, mohon putusan yang seadil-adilnya. Terima kasih, Yang Mulia. 11.
KETUA: ANWAR USMAN Ya, baik. Majelis Panel berkewajiban untuk menyampaikan beberapa catatan ya, terkait dengan permohonan ini, bisa nanti dijadikan acuan atau bahan untuk perbaikan permohonan. Ini sebenarnya khusus untuk pasal tadi yang diakui sendiri oleh Pemohon ya, itu pernah diuji, khususnya Pasal 127 dan Pasal 112, ya. Dan sudah diputus oleh MK dan diakui pula bahwa sebenarnya kasus ini terkait dengan implementasi norma, ya. Kemudian, Pemohon juga meminta Mahkamah Konstitusi untuk menjadi positif legislator dengan penambahan ayat tadi. Ya, baiklah ada catatan dari, Yang Mulia. Silakan, Yang Mulia.
12.
HAKIM ANGGOTA: ASWANTO Terima kasih, Yang Mulia. Saudara Pemohon ya, ada beberapa catatan yang sekaligus sebagai saran. Ini permohonan Saudara cukup panjang sebenarnya sehingga ya banyak yang menjadi agak susah dipahami gitu, padahal sebenarnya bisa dibuat lebih simpel begitu ya, sehingga lebih mudah dipahami. Nah, kemudian secara keseluruhan kalau kita membaca permohonan Saudara ini kan, saya pribadi menilai bahwa ini adalah implementasi gitu. Atau dengan kata lain, setelah saya membaca bolakbalik, saya belum bisa yakin atau saya belum yakin bahwa ini persoalan norma. Nah, oleh sebab itu, saran saya, coba Saudara mengelaborasi kembali sehingga bisa menyakinkan kami bahwa yang Saudara ajukan ini memang persoalan norma yang dianggap bertentangan dengan Undang-Undang Dasar, bukan persoalan implementasi. Dari uraianuraian Saudara yang mengatakan bahwa ini nanti bisa salah di ... apa ... tafsirkan oleh atau bisa diselewengkan oleh aparatur di lapangan. Itu menggambarkan bahwa ini adalah persoalan implementasi, bukan
5
persoalan norma. Sementara Mahkamah Konstitusi kewenangannya adalah menguji norma, bukan implementasi. Termasuk pada bagian Petitum Saudara, Mahkamah Konstitusi tidak bisa menjadi positif legislator. Kalau tadi Saudara mengatakan menambahkan ayat, yaitu cocok untuk pembuat undang-undang. Mahkamah Konstitusi bisa menafsir. Oleh sebab itu, mungkin Saudara coba lihat nanti ... apa ... permohonan, apakah Saudara meminta konstitusional bersyarat atau inkonstitusional bersyarat. Konstitusional bersyarat atau inkonstitusional bersyarat itu kan sebenarnya dimaknai gitu. Jadi, kita merujuk pada norma yang sudah ada, lalu kemudian Saudara meminta teks yang tertulis atau norma yang ada di dalam teks yang tertulis itu, itu dimaknai oleh Mahkamah, itu boleh. Nah, oleh sebab itu, tolong nanti Saudara melihat contoh yang ... apa ... apakah Saudara meminta untuk konstitusional bersyarat atau inkonstitusional bersyarat. Yang intinya sebenarnya itu adalah apa yang termaktub di dalam undang-undang itu, kemudian dimaknai oleh Mahkamah, itu boleh. Tetapi kalau untuk membuat norma baru, itu enggak boleh, gitu ya. Nah, tolong nanti sekaligus dikoreksi juga pada bagian Petitum Saudara. Lalu, kemudian pada bagian ya memang seringkali, kawan-kawan yang mengajukan permohonan itu bingung mencampuradukkan antara apa yang harus ada di bagian legal standing dengan apa yang harus dimuat pada bagian posita atau alasan permohonan atau duduk perkara, gitu. Nah, pada bagian ... pada bagian ... apa namanya ... pada bagian legal standing ya Saudara memang sudah harus masuk di situ membuktikan bahwa ada kerugian ... apa ... ada kerugian konstitusional yang Saudara alami, gitu. Lalu, kemudian pada bagian pokok perkara nanti, kerugian konstitusional itu dielaborasi lebih komprehensif, sehingga tergambar bahwa dengan adanya norma itu, maka hak konstitusional Saudara atau hak konstitusional Pemohon itu dirugikan, itu yang Saudara elaborasi lebih komprehensif. Nah, sama dengan ini. Mestinya di pada bagian posita itu, Saudara menggambarkan kerugian konstitusional yang Saudara alami terhadap norma yang ada di dalam pasal yang Saudara minta untuk diuji itu apa, gitu? Bahkan, tidak hanya cukup dengan uraian mengenai kerugian konstitusional, Saudara juga harus menambahkan sesuai dengan amanat undang-undang, harus menambahkan bahwa dengan dinyatakan tidak mengikatnya, atau tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat pasal yang diuji itu, maka kerugian Saudara menjadi hilang atau tidak akan terjadi lagi. Nah, kerugian juga bisa ... bisa, kerugian konstitusional itu bisa juga kerugian dalam ... apa namanya ... bukan yang sudah terjadi, tapi juga bisa yang potensial terjadi. Jadi, menurut ... menurut nalar yang sehat, pasti terjadi kerugian kalau ada norma ini. Nah, di bagian posita 6
Anda harus elaborasi itu. Bahwa potensi kerugian yang kami alami, yang kami akan alami, itu kalau norma ini diubah atau norma ini dinyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat, itu menjadi hilang atau tidak akan terjadi lagi. Itu Saudara harus gambarkan karena itu adalah apa ... memang, perintah yang ada di dalam undang-undang sebagai kelengkapan permohonan. Harus meyakinkan Mahkamah bahwa Anda mempunyai kerugian konstitusional atau Anda potensial mengalami kerugian konstitusional. Dan Saudara harus menggambarkan untuk lebih meyakinkan bahwa dengan dikabulkannya permohonan Saudara, maka potensi kerugian konstitusional atau kerugian konstitusional yang Saudara alami itu menjadi tidak akan terjadi lagi. Nah, itu yang saya lihat masih ... masih apa, masih perlu diper ... apa ... lebih komprehensif lagi, sehingga Mahkamah bisa lebih yakin, gitu ya. Ini yang banyak Saudara urai panjang lebar, Saudara uraikan perbedaan antara permohonan yang dulu dengan Saudara. Enggak perlu terlalu panjang itu. Singkat saja. Ini yang dulu, ini yang kami ini, gitu. Nah, itu yang menurut saya perlu Saudara lakukan apa perbaikanperbaikan, gitu ya, yang lain-lain saya kira, ya. Satu lagi ini, saya kira ini cuma salah ketik saja, ya, UndangUndang Nomor 10 Tahun 2004 kan sudah diubah dengan UndangUndang Nomor 12 Tahun 2011, Undang-Undang P3 gitu ya, Peraturan Pembuatan Perundang-Undangan, ya. Saya memahami bahwa ini ada salah ketik saja. Nanti kalau orang lain yang baca, nanti dikira Saudara tidak tahu. Padahal sebenarnya saya yakin, Anda cuma salah ketika saja, undang-undang ... Anda mengutip Pasal 7 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2014, ya ada perubahan memang di Pasal 7 itu tadinya ndak ada, ada satu ayat saja, tapi kemudian setelah diubah itu kan ada beberapa ayat jadinya. Undang-Undang Nomor 12 ya, jadi dari Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan menjadi Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011, nama undangundangnya tetap sama, gitu ya. He em. Saya kira dari saya, Yang Mulia, cukup, terima kasih. 13.
KETUA: ANWAR USMAN Baik. Silakan, Yang Mulia.
14.
HAKIM ANGGOTA: SUHARTOYO Terima kasih, Pak Ketua Yang Mulia. Sudah cukup banyak, ya, yang disampaikan Yang Mulia Prof. Aswanto. Saya tambahkan sedikit saja, Para Pemohon ini, bukan Para Pemohon, Pemohon. Ini Para Kuasa, memang Anda-Anda pernah 7
beracara di Mahkamah Konstitusi belum? Pernah? Dari associate Saudara sudah pernah? Pernah. Kalau pernah, mestinya permohonan formatnya lebih straight, lebih ... jadi halaman 1 sampai 4 ini tidak lazim seperti ini. Jadi, pertama itu sistematikanya itu … coba ditulis, Mas! Pertama itu adalah mengenai … satu itu Kewenangan Mahkamah, I (satu romawi). Yang sebelumnya Anda tulis, “Kepada Yang Terhomat Ketua Mahkamah Konstitusi,” dan seterusnya, ya kan? “Dengan ini kami ajukan permohonan judicial review Pasal 112, Pasal 127, Pasal 114, atau untuk bertindak dan atas nama,” klien Saudara siapa. Baru diuraikan satu, pertama, yang Anda tulis di sini adalah persyaratan formil itu, Kewenangan Mahkamah. Kewenangan Mahkamah itu singkat saja bahwa permohonan yang Pemohon ajukan adalah berkaitan dengan pengujian Pasal 112, 114, 127 yang ini menjadi kewenangan Mahkamah sehingga Mahkamah berwenang. Nah, kemudian mengenai angka II, legal standing, seperti yang disampaikan Prof. Aswanto tadi. Apa kerugian konstitusional yang dialami oleh klien Saudara? Ini kan karena klien Saudara ini sebenarnya terbukti kena Pasal 127, ya? Ya, kan? 112? Kok 112 dihukumnya 7 bulan? 10 bulan? Ha? 15.
KUASA HUKUM PEMOHON: YUSTISIA ANDANG Maaf, Yang Mulia. 4 tahun 6 bulan pidana penjara.
16.
HAKIM ANGGOTA: SUHARTOYO Ya, mestinya menurut Saudara 127 dan rehabilitasi atau begitu, kan? Karena ... itu, itu yang sebenarnya itu jawaban bahwa apa yang disampaikan para Yang Mulia tadi bahwa sebenarnya ini jangan-jangan ada irisan dengan implementasi. Karena klien Saudara tidak mendapatkan keadilan yang diharapkan menurut klien Saudara, sehingga Saudara seolah-olah kemudian mencari-cari bahwa pasal ini yang kemudian ... padahal itu kan sebenarnya pilihan, pilihan bagi penegak hukum, polisi, jaksa, dan hakim. Apakah mau direhabilitasi kalau terbukti 127 ataukah tidak, kan tidak semua mutlak harus rehabilitasi. Nah, sekarang kalau Anda minta ini wajib tambahan pasal yang Anda inginkan kan 127 wajib, nah wajib ini kan juga nanti belum tentu menguntungkan bagi masyarakat kebanyakan, ya kan. Apakah tidak semua pemakai yang merupakan korban yang dimaksud Pasal 127 itu kemudian harus wajib dirahabilitasi? Kan tidak. Harus dilihat historisnya kan beda-beda antara pemakai satu dan yang lainnya. Nanti khawatirnya ini menjadi, menjadi celah bahwa pemberantasan narkotika ini, narkoba ini akan semakin sulit. Karena apa? Semakin banyak merebak anak-anak maupun siapapun termasuk orang tua yang 8
menggunakan karena dia sudah wajib direhabilitasi. Efek jeranya enggak ada, ya. Jadi efek jeranya enggak ada, deterrent efeknya sudah enggak muncul karena pasti direhabilitasi. Nah, itulah sebenarnya pilihanpilihan itu diberikan kepada penegak hukum, khususnya hakim di dalam menjatuhkan putusan supaya selektif. Kan tidak semua pemakai yang masuk kategori 127 itu kemudian wajib, kalau memang dia tidak memenuhi surat edaran ... apalagi Anda-Anda membawa surat edaran Mahkamah Agung 2010. Di sana kan straight juga harus tertangkap tangan, ya kan, minimal kalau ... itu ada, syarat-syarat ... di SEMA itu lengkap. Artinya SEMA itu pun mereduksi supaya tidak semudah itu memberikan rehabilitasi dan SEMA juga tidak kemudian menunjuk bahwa ini wajib, dapat, sebenarnya dapat direhabilitasi kalau memenuhi syarat-syarat sebagaimana yang dikehendaki dalam SEMA itu. Itu kan juga tidak dilepaskan begitu saja karena Mahkamah Agung juga pasti khawatir nanti kalau wajib direhabilitasi, hakim seluruh Indonesia akan tunduk itu kalau sudah SEMA itu. SEMA itu bagi para hakim itu adalah sudah merupakan lebih dari hukum formil sekalipun malahan kalau ... karena apa? Khawatir nanti putusan-putusan itu ketika dibawa ke tingkat banding atau tingkat kasasi terutama akan dianulir oleh peradilan kasasi karena straight dengan SEMA itu. Nah, artinya bahwa apa yang saya sampaikan ini ... ini contoh 127 saja supaya apakah Anda juga tetap firm bahwa ini harus ditambahkan meskipun sudah disampaikan Prof. Aswanto, MK tidak bisa tambahtambah ayat. Kalau pemaknaan, tadi seperti yang disampaikan Yang Mulia Pak Aswanto bisa di ... kecuali dimaknai bahwa ini wajib direhabilitasi misalnya, tapi saya bukan mengajari seperti itu dan bakal dikabulkan, bukan. Ini saya secara universal saja memberikan pandangan kepada Anda bahwa supaya terhindar dari penambahan ayat dan kesan Mahkamah itu adalah positif legislator yang merupakan itu larangan bagi Mahkamah supaya jalan keluarnya itu diberikan pemaknaan tadi, tapi semua itu juga tergantung Anda-Anda apakah mau nurut dengan apa yang disampaikan para Hakim ini ataukah tidak. Kemudian yang kedua, termasuk 112, 114. Tadi Anda mengatakan bahwa 127 dan 112 pernah diuji di 2011, tapi Anda kan menyitir bunyi pasalnya kan sepotong itu. Pasal 60 ayat (1) yang disampaikan tadi. Nah, ayat (2) nya apa? Ada kan? Ayat (2) nya itu yang sekarang selalu menjadi pendirian Mahkamah. Bahwa kecuali ada batu uji atau dasar pengujian yang berbeda, baru tidak nebis in idem, clue-nya di situ. Jadi nanti Adik-Adik cermati itu! Kalau Anda masih menggunakan batu pengujian atau dasar pengujian yang sama dengan yang 2011, Mahkamah sudah mempunyai pendirian berprinsip bahwa itu nebis in idem. Yang bisa kemudian dibuka itu kalau memenuhi ayat (2) tadi. Nah, coba Anda explore ada enggak kaitan-kaitan dengan prinsip9
prinsip di undang-undang dasar itu yang kemudian bisa masuk untuk menggantikan? Tapi kalau enggak ada ya, Anda juga harus apa ... gentleman, gentle, tarik saja. Karena kan pasti nanti ... bukan pasti, Mahkamah ... Panel ini akan merekomendasikan kepada Pleno bahwa ini diajukan dengan batu uji yang sama dan sudah menjadi pendirian Mahkamah bahwa ketika permohonan pasal-pasal yang sama dengan batu uji yang sama selalu dinyatakan nebis in idem. Mahkamah tidak akan bergeser dengan konsistensi itu. Kecuali yang 114, mungkin bisa lanjut, misalnya Anda firm bahwa batu ujinya tidak diubah. Ini hanya mengingatkan saja. Anda jangan sepotong memaknai Pasal 60 itu. Ayat (2) itu yang penting yang sekarang selalu menjadi rujukan Mahkamah bahwa hanya boleh tidak nebis in idem apabila batu ujinya berbeda, gitu ya. Kemudian yang halaman 1 sampai 4 tadi dibuang saja. Kemudian alasan-alasan permohonan itu yang ketiga, bagian ketiga. Jadi yang pertama tadi Kewenangan Mahkamah, yang kedua adalah legal standing, ketiga alasan-alasan permohonan. Nah, alasan-alasan permohonan itu pintu masuknya dari kasus konkret yang dialami oleh klien Saudara itu, singkat saja enggak usah semua putusan dimuat. Ini putusan tingkat banding, kasasi, enggak usah. Apalagi amarnya diulang-ulang itu kan akan membebani para yang membaca. Ini kan permohonan itu yang membaca tidak hanya Anda dan Hakim, semua orang yang bisa mengakses permohonan ini melalui media elektronik membaca. Nanti permohonan siapa ini kok ngalor-ngidul, gini kan? Wah, Pak Antonius CS dari dari kantor pak … nah, supaya Anda buat saja yang strict, yang rapi, tapi mengena sampai ke sasaran. Kemudian petitum, seperti tadi itu kalau Anda firm ini tetap dimajukan terus, tidak berpikir ulang untuk menarik kembali, misalnya kan. Karena sudah pernah diajukan. Oh, ya, saya tambahkan sedikit. Kenapa Mahkamah Konstitusi selalu konsisten bahwa terhadap pasal yang pernah diajukan pengujian kemudian tidak bisa diajukan lagi? Di ayat (1) itu bukan ayat (2). Karena begini, di dalam putusan yang sebelumnya kalau sepanjang Mahkamah sudah menyatakan bahwa pasal itu konstitusional mau dari angle manapun Anda masukin, tetap konstitusional. Tapi kalau kemudian dari batu uji yang berbeda, Mahkamah bisa mengkaji ulang dari pintu masuk pasal Undang-Undang Dasar yang Anda masukkan yang baru itu. Ya, itu yang penting supaya tidak di nebis in idem kan 127 dan 112. Kemudian yang Petitum bisa dipadatkan. Petitum itu jelas kalau apa yang disampaikan Prof. Aswanto tadi. Kalau Anda minta penambahan ayat, itu sulit bagi Mahkamah untuk bisa mempertimbangkan kecuali pemaknaan. Kemudian yang 114, 112, dalam penerapan pasal ini terhadap tersangka atau terdakwa wajib terdapat atau adanya barang bukti 10
berupa narkotika golongan I bukan tanaman ... ini … ini juga sebenarnya Anda yang Anda minta ini juga ada nyerempet-nyerempet implementasi juga kan. Karena begini, ketika ada penangkapan seseorang tersangka itu, mungkin … mungkin ini, dia sebenarnya tidak menyimpan, memiliki, ya kan? Membawa barang yang dimaksud, tapi kok tiba-tiba petugas menemukan, ya kan? Ini kan bentuk counter-an daripada Anda supaya jangan kemudian ada penyalahgunaan oleh aparat ketika seorang tersangka ditangkap itu yang sebenarnya dia tidak … tidak pernah menyimpan, memiliki, dan seterusnya, dulu seperti kasusnya Raffi Ahmad, gitu kan. Dia tidak pernah memiliki, tapi kok tiba-tiba petugas menemukan? Seperti ada razia di jalan, suratsurat mobil atau razia yang lain. Polisi menggeledah mobil kita, kita enggak pernah merasa men … menyimpan barang terlarang itu di mobil kita, tapi kok tiba-tiba petugas dari tangan, bawah joknya itu langsung menggenggam barang bukti, dari mana itu kan? Ini maksudnya bagus, tapi sebenarnya sudah … ini soal implementasi, bagusnya apa pun norma atau aturan yang kita buat, Mas, tapi kalau mental atau aparatnya juga ada yang masih ingin menyalahgunakan celah-celah itu, tetap semua juga tidak bisa mengobati. Nah, itu pikirkan kembali, apakah ini soal implementasi ataukah memang betul-betul karena ada norma yang kemudian harus diperbaiki oleh Mahkamah Konstitusi karena kemudian sering disalahtafsirkan, itu. Kemudian yang Pasal 114, dalam penerapan pasal ini terhadap tersangka dan terdakwa wajib terdapat … sama ini dengan Pasal 112. Tapi, yang model-model seperti ini sekali lagi, Mahkamah sulit, Mas, untuk mempertimbangkan kecuali pemaknaan, pemaknaan … tak … paham kan pemaknaan? Nah itu. Kecuali dimaknai bahwa yang bersangkutan harus ditemukan barang bukti di dalam tu … tangannya, misalnya dalam … ini kan … ini menjadi, Anda mengatakan bahwa wajib terdapat, nah terdapat itu di mana? Apa di lemarinya, apa di tasnya, apa di bawah kasurnya, apa di dalam tubuhnya, di kantong, di dompet, kan juga masih bias ini, coba di … di … anu … kembali nanti, di rumah diskusikan kembali dengan teman-teman. Apakah kemudian kalau sudah ditambah dengan pemaknaan bahwa tersangka harus wajib terdapat barang bukti itu, terdapat yang seperti apa? Apa harus melekat dalam tubuhnya? Bagaimana kalau di dalam tasnya? Bagaimana kalau di dalam lemarinya? Itu, itu yang mesti harus dicermati di situ, ya kan? Itu, barangkali itu jadi lebih baik di … apa … dipikirkan kembali yang lazim, ya pemaknaan kalau seperti ini sulit Mahkamah untuk … karena ini adalah positif legislator yang … yang seperti Prof. Aswanto sampaikan tadi, ini tempatnya mestinya di Senayan sana untuk menyampaikan unek-unek ini. Mungkin itu saja, Pak Ketua, terima kasih.
11
17.
KETUA: ANWAR USMAN Ya, baik. Jadi, sudah banyak masukan dari Panel, ya. Ya, kesimpulannya terserah Saudara, apakah mau menerima semua, atau sebagian, atau tidak sama sekali dan tetap dengan permohonan yang ada, ya itu hak Pemohon. Ada hal-hal yang ingin disampaikan? Cukup?
18.
KUASA HUKUM PEMOHON: RISTAN B.P SIMBOLON Terima kasih, Yang Mulia. Kami akan konsultasi dengan tim, apa yang sudah disampaikan oleh Majelis dan Ketua juga akan kami pertimbangkan, sehingga nanti kami akan memasukkan kembali apabila memang menerima semuanya, akan kami ajukan Yang Mulia.
19.
KETUA: ANWAR USMAN Ya.
20.
KUASA HUKUM PEMOHON: RISTAN B.P SIMBOLON Terima kasih, Yang Mulia.
21.
KETUA: ANWAR USMAN Baik. Kalau begitu, sidang ditunda hari Kamis, tanggal 6 Juli 2017, ya. Ini penyerahan perbaikannya, ya. Kalau untuk sidang berikutnya, nanti ya Majelis akan melaporkan nanti setelah ada perbaikan. Jadi, penyerahannya paling lambat, ya, hari Rabu, 19 Juli 2017, Pukul 10.00 WIB. Jadi, selambat-lambatnya 14 hari. Kemudian, sekali lagi untuk sidang selanjutnya ditentukan kemudian. Masih ada? Cukup?
22.
KUASA HUKUM PEMOHON: RISTAN B.P SIMBOLON Terima kasih, Yang Mulia, kami kira cukup, Yang Mulia. Terima kasih banyak, Yang Mulia.
12
23.
KETUA: ANWAR USMAN Cukup, ya? Baik, kalau begitu, sidang selesai dan ditutup. KETUK PALU 3X SIDANG DITUTUP PUKUL 15.26 WIB Jakarta, 6 Juli 2017 Kepala Sub Bagian Risalah, t.t.d. Yohana Citra Permatasari NIP. 19820529 200604 2 004
Risalah persidangan ini adalah bentuk tertulis dari rekaman suara pada persidangan di Mahkamah Konstitusi, sehingga memungkinkan adanya kesalahan penulisan dari rekaman suara aslinya.
13