POLICY BRIEF NO. 005/DKK.PB/2017
Upaya Percepatan Pengarusutamaan Gender di Birokrasi Pendahuluan
I
stilah “gender” yang berasal dari bahasa Inggris tidak merujuk kepada jenis kelamin tertentu (laki-laki atau perempuan). Untuk memahami konsep gender perlu dibedakan antara kata sex dan kata gender. Sex adalah perbedaan jenis kelamin secara biologis, sedangkan gender perbedaan jenis kelamin berdasarkan konstruksi sosial atau konstruksi masyarakat. Pada hakekatnya, gender merupakan konsep yang dipergunakan untuk menggambarkan peran dan relasi sosial laki-laki dan perempuan. Gender merumuskan peran apa yang seharusnya melekat pada laki-laki dan perempuan dalam masyarakat. Konsep inilah yang kemudian membentuk identitas gender atas laki-laki dan perempuan yang diperkenalkan, dipertahankan, dan disosialisasikan melalui perangkat-perangkat sosial dan norma hukum yang tertulis maupun tidak tertulis dalam masyarakat. Gender merupakan pengertian yang dibentuk dan dipengaruhi oleh kebudayaan, adat istiadat, dan perilaku sosial masyarakat. Oleh karena itu, pengertian gender tidak bersifat universal, melainkan tergantung pada konteks sosial yang melingkupinya. Deklarasi Hak Asasi Manusia (HAM) pada tahun 1948 menandai awal mulainya perjuangan kaum perempuan dalam mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender. Pada sidang Umum PBB tahun 1957 lahirlah sebuah resolusi tentang partisipasi perempuan dalam pembangunan. Kemudian tahun 1963 lahir sebuah resolusi baru yang secara khusus mengakui peranan perempuan dalam pembangunan sosial ekonomi nasional. Konsep Pengarusutamaan Gender (PUG) pertamakali muncul saat Konferensi PBB untuk Perempuan ke-IV di Beijing tahun 1995. Pada saat itu, berbagai area kritis yang perlu menjadi perhatian pemerintah dan masyarakat di
INTEGRITAS PROFESIONAL INOVATIF
PEDULI
seluruh dunia untuk mewujudkan kesetaraan gender mulai dipetakan. Berikut 12 (dua belas) isu kritis yang muncul dan perlu mendapat perhatian dunia, serta harus segera ditangani: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12.
Perempuan dalam kemiskinan; Perempuan dan pendidikan/pelatihan; Perempuan dan kesehatan; Tindak kekerasan terhadap perempuan; Perempuan dan ekonomi; Perempuan dan konflik bersenjata; Perempuan dan pengambilan keputusan; Mekanisme kelembagaan bagi kemajuan perempuan; Hak Asasi Manusia; Perempuan dan media massa; Perempuan dan lingkungan hidup; dan Anak perempuan.
Dewan Ekonomi dan Sosial PBB (ECOSOC) mendefinisikan PUG sebagai strategi agar kebutuhan dan pengalaman perempuan dan laki-laki menjadi bagian tak terpisahkan dari desain, implementasi, monitoring, dan evaluasi kebijakan dan program dalam seluruh lingkup politik, ekonomi, dan sosial. Dengan demikian, perempuan dan laki-laki sama-sama mendapatkan keuntungan dan tidak ada lagi ketidakadilan. PUG merupakan sebuah strategi, bukan tujuan. Tujuan utamanya adalah mewujudkan keadilan gender. Pengarusutamaan Gender adalah proses untuk menjamin perempuan dan lakilaki mempunyai akses dan kontrol terhadap sumber daya, memperoleh manfaat pembangunan dan pengambilan keputusan yang sama di semua tahapan proses pembangunan dan seluruh proyek, program, dan kebijakan pemerintah (Inpres No. 9 Tahun 2000 tentang PUG dalam Pembangunan Nasional). Kesetaraan gender dalam kebijakan pembangunan menjadi indikator yang yang cukup signifikan, karena kesetaraan gender akan memperkuat kemampuan negara untuk berkembang, mengurangi kemiskinan, dan
memerintah secara efektif. Semakin tinggi apresiasi gender dalam proses perencanaan pembangunan, maka semakin besar upaya suatu negara untuk menekan angka kemiskinan, dan sebaliknya rendahnya apresiasi dimensi gender dalam pembangunan akan meningkatkan angka kemiskinan.
Dasar Hukum Pengarusutamaan Gender di Indonesia Komitmen Pemerintah terhadap PUG diamanatkan dalam Instruksi Presiden (Inpres) No. 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan Nasional. Presiden menginstruksikan kepada Menteri, Kepala Lembaga Pemerintahan Non Kementerian, Pimpinan Kesekretariatan Lembaga Negara, Panglima Tentara Nasional Indonesia, Kepala Kepolisian Republik Indonesia, Jaksa Agung, Gubernur, Bupati/Walikota untuk melaksanakan PUG guna terselenggaranya perencanaan, penyusunan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi atas kebijakan dan program pembangunan nasional yang berperspektif gender sesuai dengan bidang tugas dan fungsi serta kewenangannya masingmasing. Dalam melaksanakan PUG, Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak dapat memberi bantuan sesuai dengan bidang dan fungsi serta kewenangannya kepada seluruh instansi dan lembaga pemerintah di Pusat maupun Daerah. Selanjutnya pada tahun 2003 keluar Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 132 Tahun 2003 tentang Pedoman Umum Pelaksanaan Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan Daerah dan diperbaharui dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 15 Tahun 2008. Peraturan Menteri tersebut merupakan peraturan pelaksana dari Inpres tentang Pengarusutamaan Gender. Ketentuan mengenai PUG juga diatur dalam UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Beberapa ketentuan dalam UU tersebut yang terkait dengan PUG adalah sebagai berikut : 1. Pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak merupakan salah satu bentuk Urusan Pemerintahan Wajib yang
INTEGRITAS PROFESIONAL INOVATIF
PEDULI
tidak berkaitan dengan Pelayanan Dasar (Pasal 11 ayat (2) huruf b); 2. Dalam penyusunan Perda dan Perkada, dilarang bertentangan dengan ketertiban umum, diantaranya adalah unsur gender (Pasal 250 ayat (2) huruf e); 3. Dalam perumusan rencana pembangunan daerah dilakukan secara transparan, responsif, efisien, efektif, akuntabel, partisipatif, terukur, berkeadilan, dan berwawasan lingkungan. Yang dimaksud dengan “berkeadilan” salah satunya adalah harus memperhatikan prinsip gender (Pasal 262 ayat (1) beserta Penjelasannya); 4. Dalam Lampiran tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Konkuren antara Pemerintah dan Daerah Provinsi dan Daerah Kabupaten/Kota, Angka I Matriks Pembagian Urusan Pemerintahan Konkuren antara Pemerintah Pusat dan Daerah Provinsi dan Daerah Kabupaten/Kota, huruf H Pembagian Urusan Pemerintahan bidang Pemberdayaan Perempuan dan Pelindungan Anak, diatur beberapa hal sebagai berikut: a. Pada Sub Urusan Kualitas Hidup Perempuan, pelembagaan PUG dibentuk pada tingkat nasional, provinsi dan kabupaten/kota; b. Pemberdayaan perempuan bidang politik, hukum, sosial dan ekonomi pada organisasi kemasyarakatan tingkat nasional, provinsi dan kabupaten/kota; c. Standardisasi lembaga penyedia layanan pemberdayaan perempuan; d. Dalam rangka meningkatkan Kualitas Keluarga untuk mewujudkan Kesetaraan Gender (KG), diperlukan pengembangan lembaga dan standarisasi lembaga penyediaan layanan kualitas keluarga, baik di tingkat nasional, maupun provinsi dan kabupaten/kota; e. Pengembangan sistem Data Gender dan Anak dalam kelembagaan data tingkat nasional, provinsi dan kabupaten/kota.
Pelaksanaan Pengarusutamaan Gender di Birokrasi Terwujudnya kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan merupakan sasaran pokok pembangunan nasional dari RPJPN dan RPJMN. Dalam RPJMN 2015 – 2019 sasaran PUG adalah sebagai berikut : 1. Meningkatnya kualitas hidup dan peran perempuan di berbadai bidang pembangunan, yang diukur dari status kesehatan ibu, rasio Angka Melek Huruf (AMH), rasio rata-rata lama sekolah/Angka Partisipasi Sekolah (APS) laki-laki dan perempuan, Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) perempuan, sumbangan pendapatan penduduk perempuan di sektor non pertanian, serta keterwakilan perempuan sebagai pengambil keputusan di legislatif, eksekutif, dan yudikatif. 2. Meningkatnya perlindungan perempuan dari berbagai tindak kekerasan, termasuk
Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO), yang ditandai dengan meningkatnya upayaupaya pencegahan, efektivitas pelayanan, serta pemberdayaan perempuan korban kekerasan. 3. Meningkatnya kapasitas kelembagaan PUG dan kelembagaan perlindungan perempuan dari berbagai tindak kekerasan di tingkat nasional dan daerah, yang diukur dari ketersediaan peraturan perundangundangan yg responsif gender, aturan pelaksanaan terkait PUG dan kekerasan terhadap perempuan, data terpilah dan data kekerasan terhadap perempuan, SDM yang terlatih, serta terlaksananya kooordinasi antar-K/L/SKPD dan antar pusat dan daerah dalam pelaksanaan Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender (PPRG) serta pencegahan dan penanganan kekerasan terhadap perempuan.
Tabel 1. Arah Kebijakan dan Strategi Pelaksanaan PUG
Pelaksanaan PUG harus didukung dengan Perencanaan Responsif Gender (PRG). PRG dilakukan untuk menjamin keadilan dan kesetaraan bagi laki-laki dan perempuan dalam aspek akses, partisipasi, kontrol, dan manfaat
INTEGRITAS PROFESIONAL INOVATIF
PEDULI
pembangunan. Perencanaan ini dibuat dengan mempertimbangkan aspirasi, kebutuhan, permasalahan dan pengalaman perempuan dan laki-laki, baik dalam proses penyusunannya maupun dalam pelaksanaan kegiatan. PRG
diharapkan dapat menghasilkan Anggaran Responsif Gender (ARG), di mana kebijakan pengalokasian anggaran disusun untuk mengakomodasi kebutuhan yang berbeda antara perempuan dan laki-laki. Proses pengintegrasian isu gender ke dalam kebijakan pembangunan dapat dilihat program kegiatan yang dilaksanakan oleh Kementerian/ Lembaga/Pemerintah Daerah. Implementasi PUG di Kementerian/Lembaga berdasarkan Peraturan Presiden No. 2 Tahun 2015 tentang RPJMN 2015 – 2019 adalah sebagai berikut : Tabel 2. Implementasi Pelaksanaan PUG Di Kementerian/Lembaga No
Kementerian/Lembaga
Jumlah Isu Strategis/ Program/ Kegiatan
1
Kementerian PP dan PA
15
2
Kementerian Agraria dan Tata Ruang
11
3
Kementerian Pertanian
10
4
Kementerian Kelautan dan Perikanan
9
5
Kementerian Pendidikan Kebudayaan
7
Ket.
dan
6
Kementerian Sosial
7
7
Kementerian Kerja
5
8
Kementerian Agama
4
9
Kementerian Kesehatan
4
10
BKKBN
3
11
Kemenko Pembangunan Manusia dan Kebudayaan
3
12
Kementerian Negeri
Dalam
3
13
Kementerian Negeri
Luar
3
14
Komisi Umum
Pemilihan
2
15
Kementerian PDTT
Desa
2
16
Kejaksaan
2
17
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
2
Tenaga
INTEGRITAS PROFESIONAL INOVATIF
PEDULI
Ditjen Kesbangpol
Jumlah Isu Strategis/ Program/ Kegiatan
No
Kementerian/Lembaga
18
Komnaas HAM/Komnas Perempuan
1
19
Kementerian PPN
1
20
BPOM
1
21
BMKG
1
22
BPS
1
23
Kementerian Koperasi dan UMKM
1
24
LAN
1
25
BKN
1
26
Kemen PAN dan RB
1
Ket.
Data tersebut menunjukan bahwa pelaksanaan PUG di birokrasi masih terbatas, hal ini disebabkan oleh beberapa permasalahan sebagai berikut: 1. Kurangnya komitmen nyata dari pimpinan untuk melaksanakan PUG di Kementerian/Lembaga/Daerah, seringkali kebijakan/keputusan yang diambil bersifat netral gender (hanya memperhatikan tugas dan fungsi dari instansinya atau program prioritas nasional); 2. Kementerian/Lembaga/Daerah kurang mengakomodir program/kegiatan yang responsif gender dalam proses perencanaan, maupun penganggaran; 3. Belum memadainya kapasitas kelembagaan pelaksana PUG di Kementerian/ Lembaga/ Daerah; 4. Ketersediaan data terpilah mengenai gender masih belum memadai; 5. Belum adanya sistem pemantauan dan evaluasi terhadap pelaksanaan PUG.
Rekomendasi Beberapa rekomendasi yang dapat disampaikan oleh LAN untuk mempercepat implementasi PUG di birokrasi adalah sebagai berikut : 1. Melakukan review dan harmonisasi terhadap seluruh peraturan perundangundangan agar responsif gender;
2. Menyusun peraturan/kebijakan yang responsif gender di Kementerian/ Lembaga/Daerah; 3. Menyusun program/kegiatan yang responsif gender; 4. Membentuk kelembagaan PUG yang dapat melaksanakan program/kegiatan responsif gender sesuai dengan arah pembangunan (tidak hanya sekedar membentuk Pokja tanpa ada kegiatan yang jelas);
5. Meningkatkan kapasitas SDM lembaga koordinator dalam mengkoordinasikan dan memfasilitasi Kementerian/Lembaga/ Daerah tentang penerapan PUG melalui diklat teknis; 6. Menyusun instrumen untuk pemantauan dan evaluasi pelaksanaan PUG, termasuk PPRG.
Referensi Indraswari. Praktik dan Evaluasi Pengarusutamaan Gender Di Indonesia. Dipaparkan dalam Diskusi Media "Membedah Komitmen Negara Mewujudkan Kesetaraan Gender Di Indonesia", pada tanggal 15 Maret 2017 di Lembaga Administrasi Negara. Sudibyo, Darsono. Kebijakan Pelaksanaan Pengarusutamaan Gender Dalam Pembangunan Nasional. Dipaparkan dalam Diskusi Media "Membedah Komitmen Negara Mewujudkan Kesetaraan Gender Di Indonesia", pada tanggal 15 Maret 2017 di Lembaga Administrasi Negara. Susanti, Bivitri. Penyusunan Kebijakan Responsif Gender. Dipaparkan dalam Diskusi Media "Membedah Komitmen Negara Mewujudkan Kesetaraan Gender Di Indonesia", pada tanggal 15 Maret 2017 di Lembaga Administrasi Negara. Raharjo, Y. (2017). Gender, PUG dan Analisis Gender. Diambil dari website Bappenas : https://www.bappenas.go.id Saraswati, T. (2017). Pengarusutamaan Gender dalam Kebijakan Pembangunan. Diambil dari website Komnas Perempuan Website: https://www.komnasperempuan.go.id Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005 – 2025. Republik Indonesia, Peraturan Presiden Nomor 2 Tahun 2015 Tentang Rencana Pembangunan Jangka Menegah Nasional Tahun 2015 – 2019. Republik Indonesia, UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Republik Indonesia, Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan Nasional. Republik Indonesia, Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 15 Tahun 2008 tentang Pedoman Umum Pelaksanaan Pengarusutamaan Gender Di Daerah. Penulis:
Dian Eka Sawitri Rahayu, Peneliti PKSANHAN
[email protected]
Hubungi kami: Pusat Kajian Sistem dan Hukum Administrasi Negara Kedeputian Bidang Kajian Kebijakan Lembaga Administrasi Negara Republik Indonesia Jalan Veteran No. 10, Gedung B Lantai 3 Jakarta Pusat 10110
INTEGRITAS PROFESIONAL INOVATIF
PEDULI
Tel Faks Web Email Twitter
: : : : :
021-3455021 021-3865102 dkk.lan.go.id
[email protected] @pksanhan_lanri @DeputiKajianLAN Facebook : @pksanhan @deputi1lanri
Tentang kami: Pusat Kajian Sistem dan Hukum Administrasi Negara adalah unit eselon II di Kedeputian bidang kajian kebijakan, Lembaga Administrasi Negara Republik Indonesia yang memiliki tugas dan fungsi melakukan kajian administrasi negara khususnya kebijakan di bidang sistem dan hukum administrasi negara.
INTEGRITAS PROFESIONAL
INOVATIF
PEDULI