MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA --------------------RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 21/PUU-XV/2017
PERIHAL PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 1997 TENTANG KETRANSMIGRASIAN JUNCTO UNDANGUNDANG NOMOR 29 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 1997 TENTANG KETRANSMIGRASIAN TERHADAP UNDANGUNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945
ACARA PEMERIKSAAN PENDAHULUAN (I)
JAKARTA SENIN, 22 MEI 2017
MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA -------------RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 21/PUU-XV/2017 PERIHAL Pengujian Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1997 tentang Ketransmigrasian juncto Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas UndangUndang Nomor 15 Tahun 1997 tentang Ketransmigrasian [Pasal 23 ayat (1)] terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 PEMOHON 1. Sudding Dg. Nyau 2. Muntu Dg. Situju 3. Sakarang Dg. Tappo ACARA Pemeriksaan Pendahuluan (I) Senin, 22 Mei 2017 Pukul 10.57 – 11.50 WIB Ruang Sidang Gedung Mahkamah Konstitusi RI, Jl. Medan Merdeka Barat No. 6, Jakarta Pusat SUSUNAN PERSIDANGAN 1) I Dewa Gede Palguna 2) Aswanto 3) Saldi Isra Dian Chusnul Chatimah
(Ketua) (Anggota) (Anggota) Panitera Pengganti
i
Pihak yang Hadir: A. Kuasa Hukum Pemohon: 1. Baron Harahap Saleh 2. Resa Indrawan
ii
SIDANG DIBUKA PUKUL 10.57 WIB 1.
KETUA: I DEWA GEDE PALGUNA Sidang untuk pemeriksaan Permohonan Nomor 21/PUU-XIV/2017 dalam rangka Pemeriksaan Pendahuluan, saya nyatakan dibuka dan terbuka untuk umum. KETUK PALU 3X Saudara Pemohon, silakan perkenalkan diri terlebih dahulu.
2.
KUASA HUKUM PEMOHON: BARON HARAHAP SALEH Baik. Terima kasih, Yang Mulia. Saya Baron Harahap, di samping saya, ada Resa Indrawan Samir. Kami berdua adalah Kuasa dari Pemohon, masing-masing Sudding Dg. Nyau, Muntu Dg. Situju, dan Sakarang Dg. Tappo. Mohon izin, Yang Mulia karena Prinsipalnya tidak bisa hadir karena mohon maaf, terkendala di biaya, jauh sekali dari Takalar menuju ke Jakarta. Untuk sementara sekian, Yang Mulia.
3.
KETUA: I DEWA GEDE PALGUNA Tidak masalah Prinsipal tidak hadir, yang penting Saudara Kuasanya sudah hadir di sini, sama saja. Baik, kami sudah menerima Permohonan Saudara dan kami sudah membacanya. Oleh karena itu, kesempatan ini, pada Pemeriksaan Pendahuluan ini, sesuai dengan hukum acara di Mahkamah Konstitusi, kami mempersilakan Saudara untuk membacakan Permohonannya. Mungkin tidak perlu seluruhnya dibacakan, cukup poin-poinnya saja. Soal kewenangan mahkamah, barangkali tidak perlu karena ini adalah tentang pengujian undangundang. Yang mungkin perlu diperjelas adalah Kedudukan Hukum atau Legal Standing dari Pemohon dan alasan Permohonan, serta Petitum dari Permohonan itu. Ya mungkin tidak seluruhnya dibacakan. Saudara bisa memilih poin-poin yang terpenting yang Saudara perlu bacakan, khususnya di alasan Permohonan. Silakan.
4.
KUASA HUKUM PEMOHON: RESA INDRAWAN Baik, Yang Mulia. Terima kasih kesempatan yang diberikan. Jadi, dalam gugatan kami ada empat ini, bab. Pertama, kewenangan Mahkamah Konstitusi. Kedua, Kedudukan Hukum atau Legal Standing.
1
Ketiga, alasan-alasan Pemohon. Dan terakhir, Petitum, Yang Mulia. Kewenangan Mahkamah Konstitusi dianggap dibacakan, Yang Mulia. Tekait Kedudukan Hukum atau Legal Standing. Bahwa Pasal 51 undang-undang … ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2003 juncto Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 tentang Mahkamah Konstitusi telah menegaskan bahwa pihak yang menganggap hak dan kons … pihak yang menganggap hak dan/atau kewenangan konstitusionalnya dirugikan oleh berlakunya undang-undang yang dalam huruf a menyebutkan warga negara Indonesia. Selanjutnya dalam penjelasan atas Pasal 51 ayat (1) undang-undang a quo disebutkan bahwa yang dimaksud dengan hak konstitusional adalah hak yang diatur dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Bahwa Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 6/PUU-III/2005 juncto Putusan Nomor 11/PUU-V/2007 dan putusan-putusan (…) 5.
KETUA: I DEWA GEDE PALGUNA Ya, itu mungkin bisa dilewati. Langsung ke … anunya, keterangan tentang diri Pemohon, ya.
6.
KUASA HUKUM PEMOHON: RESA INDRAWAN Baik. Bahwa Para Pemohon merupakan warga negara Indonesia yang berdasarkan kartu tanda penduduk bertempat tinggal di Kabupaten Takalar, Provinsi Sulawesi Selatan yang saat ini memiliki serta menguasai sebidang tanah berdasarkan surat-surat kepemilikan tanah yang sah di Kabupaten Takalar, Provinsi Sulawesi Selatan, yaitu Pemohon I memiliki tanah seluas 6.420 meter [Sic!] dengan Sertifikat Hak Milik Nomor 69 di Desa Punaga Tahun 2000. Pemohon II memiliki tanah seluas 5.851 meter² yang terletak di Desa Punaga, Kecamatan Mangarombong, Kabupaten Takalar, dengan Sertifikat Nomor 81 Tahun 2000. Pemohon III juga memiliki objek tanah seluas 4.645 meter² yang terletak di Desa Punaga, Kecamatan Magarombong, Kabupaten Takalar, dengan Nomor Sertifikat 90 Tahun 2000 yang kami lampirkan dalam bukti. Bahwa dikarenakan bukti kepemilikan tanah yang digambarkan Para Pemohon pada poin 3 tersebut di atas merupakan sertifikat hak milik yang … maka, menurut hukum, Para Pemohon telah memiliki hak konstitusional terkait kepemilikan benda atau hak milik suatu benda yang dilindungi oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yaitu Pasal 28G ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan pada prinsipnya, “Setiap orang memiliki hak untuk mendapatkan perlindungan terhadap benda, harta yang dibawa kekuasaannya,” dan Pasal 28H ayat (4) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan, “Setiap
2
orang berhak memiliki hak miliki pribadi dan terhadap hak milik tersebut tidak boleh diambil dengan cara sewenang-wenang oleh siapa pun.” Bahwa Para Pemohon memaknai jika Pasal 28G ayat (1) dan/atau Pasal 28H ayat (4) dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 tersebut merupakan pengejawantahan terhadap perlindungan hak milik warga negara terhadap suatu benda yang tidak dapat diambil dengan cara sewenang-wenang dan melawan hukum. Oleh karena itu, baik dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Pokok-Pokok Agraria, yang dalam Pasal 18 menggambarkan, jika terhadap hak-hak milik atas tanah masyarakat ingin dicabut oleh negara demi kepentingan umum atau demi kepentingan bangsa dan negara, maka terlebih dahulu memberikan ganti kerugian yang layak dan menurut tata cara yang diatur dengan undang-undang terhadap masyarakat yang dicabut hak milik atas tanah tersebut. Kemudian juga digambarkan dalam Pasal 570 KUH Perdata, yang mana pada prinsipnya pencabutan hak itu demi kepentingan umum berdasarkan atas ketentuan undang-undang dan dengan pembayaran ganti kerugian. Maka berdasarkan hal tersebut, Pemohon memaknai pencabutan hak milik atas suatu benda yang didasari kepemilikan yang sah untuk kepentingan umum dan tidak dicabut dengan cara tidak memberikan ganti kerugian dan tidak berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, maka hal tersebut merupakan pelanggaran hukum dan mencederai hak konstitusional masyarakat yang dilindungi oleh UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Undang-Undang Pokok Agraria, dan KUH Perdata. Bahwa perlu Pemohon jelaskan, jika tanah hak milik yang saat ini telah diterbitkan sertifikat hak milik atas nama Para Pemohon tersebut, sebagaimana telah dijelaskan di atas, telah ditetapkan oleh Gubernur Sulawesi Selatan sebagai pencadangan tanah untuk lokasi pemukiman transmigrasi mulai dua keputusan atau SK, yaitu pada tanggal 22 November 1999, dengan Surat Keputusan Gubernur Kepala Daerah Tingkat 1 Sulawesi Selatan Nomor 929 Tahun 1999 tentang Pencadangan Tanah Untuk Lokasi Pemukiman Transmigrasi Tanah Keke dan selanjutnya dibacakan … dengan luas ... luas lahan yang dicadangkan sebagaimana dimaksud, 7182 hektare. Kemudian, surat keputusan tersebut diganti pada tahun 2007, tertanggal 7 Mei 2007, yaitu Keputusan Gubernur Sulawesi Selatan Nomor 1431/V/2007 tentang Pencadangan Tanah Untuk Lokasi Pemukiman Transmigrasi dan selanjutnya terus … dengan total luas ... luasan wilayah yang dicadangkan yaitu, 7.762,50 hektare. Bahwa terhadap Surat Keputusan tersebut Para Pemohon baru ketahui ... baru ketahui setelah mendapatkan balasan dari Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Sulawesi Selatan, dengan Nomor Surat 032858/Disnakertrans, tanggal 9 Maret 2017. 3
Bahwa penetapan tanah milik Pemohon, sebagai pencadangan tanah untuk lokasi pemukiman transmigrasi oleh Gubernur Sulawesi Selatan tersebut, tidak pernah diketahui, diberitahukan, disosialisasikan kepada Para Pemohon selama ini, dan juga tidak pernah diberikan ganti kerugian atau kompensasi, sedangkan diketahui tanah tersebut yang ditetapkan sebagai pencadangan, merupakan tanah milik Para Pemohon secara sah menurut hukum. Bahwa akibat dikeluarkannya surat keputusan yang disebutkan tersebut, menyebabkan Para Pemohon berpotensi merugikan karena dikarenakan apakah pemberlakuan keputusan tersebut menyebabkan sertifikat hak milik atas nama Pemohon batal dengan sendirinya. Dan tanah milik Para Pemohon, telah beralih kepada negara atau pemerintah daerah, sedangkan Para Pemohon memiliki sertifikat hak milik yang dimana terkait kepemilikan tersebut, dilindungi oleh Undang-Undang Dasar Tahun 1945, yang sampai saat ini belum diberikan ganti kerugian dan/atau disosialisasikan. Bahwa apa yang ditakutkan oleh Para Pemohon saat ini benarbenar terjadi, setelah Para Pemohon membaca di media, jika tanah yang diduduki dan dialasi hak sertifikat atas tanah atas nama Pemohon, di atas surat keputusan tersebut, telah diklaim sebagai tanah negara. Hal tersebut terbukti dengan adanya beberapa orang itu Saudara Risno Siswanto, Saudara Muhammad Nur Utari, dan Saudara Sila bin Laidi, yang ditetapkan tersangka dan telah ditahan oleh Kejaksaan Sulawesi Selatan, dengan alasan menjual tanah negara yang didasari surat keputusan yang disebutkan tersebut. Bahwa Para Pemohon takut serta khawatir akibat masalah hukum yang diketahui terjadi kepada Saudara Risno, Saudara Muhammad Nur Anshari, dan Saudara ... Utari, maaf, dan Saudara Sila bin Laidi, ditersangkakan juga terjadi ... dapat terjadi juga kepada Para Pemohon, maka hal tersebut merugikan Para Pemohon dikarenakan berpotensi dapat ditersangkakan dengan dilaporkan kepada pihak yang berwajib telah melakukan tindak pidana penyalahgunaan tanah negara sesuai dengan Pasal 385 KUHP telah melakukan tindak pidana pengancaman untuk menguasai tanah milik negara dengan melanggar Pasal 368 KUHP, telah melakukan tindak pidana pengrusakan barang milik orang lain di tanah negara dengan melanggar Pasal 406 KUHP, atau dengan tindak pidana penguasaan tanah milik orang lain tanpa izin, dengan melanggar Pasal 2 Undang-Undang Nomor 51/PRP/Tahun 1960 tentang Larangan Pemakaian Tanah Tanpa Izin, sedangkan yang diketahui, tanah yang ditetapkan berdasarkan surat keputusan gubernur tersebut tentang pencadangan tanah untuk lokasi pemukiman transmigrasi tersebut merupakan tanah milik Pemohon dengan status hukum yang sah. Bahwa oleh karena itu, dikarenakan Para Pemohon dirugikan akibat dikeluarkannya surat keputusan yang disebutkan pada Poin 6 tersebut di atas, yang dapat menyebabkan hak milik kebendaan Para 4
Pemohon yang dilindungi Undang-Undang Dasar Tahun 1945 Pasal 28G ayat (1), dan Pasal 28 ayat (4) Undang-Undang Dasar Tahun 1945, mohon maaf salah, Yang Mulia. Hilang … apalagi ... apalagi pengeluaran, dikeluarkannya surat keputusan tersebut tanpa adanya ganti kerugian, serta selain itu juga kita Para Pemohon juga berpotensi ditersangkakan akibat permasalahan ini, maka berdasarkan hal tersebut Para Pemohon mengajukan Permohonan ini berdasarkan Kedudukan Hukum yang dimiliki oleh Para Pemohon kepada Mahkamah Konstitusi, untuk melakukan pengujian Pasal 23 ayat (1) Undang-Undang Transmigrasi, Ketransmigrasian, terhadap Pasal 28G ayat (1) dan Pasal 28H ayat (4) Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Bahwa adapun alasan Para Pemohon melakukan pengujian, serta memohon kepada ... memohon untuk dilakukan penafsiran terhadap Pasal 23 ayat (1) Undang-Undang Ketransmigrasian terhadap Pasal 28G ayat (1) dan Pasal 28H ayat (4) Undang-Undang Dasar Tahun 1945, dikarenakan surat keputusan yang disebutkan pada Poin 6 tersebut dikeluarkan dan diterbitkan, didasari oleh Pasal 23 ayat (1) UndangUndang Ketransmigrasian yang menyudutkan pemerintah menyediakan tanah bagi penyelenggaraan transmigrasi, dan terhadap Pasal 23 ayat (1) tersebut, menurut Permohonan Para Pemohon, norma tersebut tidak jelas dan kabur, khususnya terkait pengaturan tahap-tahap apa saja dan tahap mana yang harus dikerjakan terlebih dahulu oleh pemerintah atau pemerintah daerah dalam menyediakan tanah untuk kegiatan transmigrasi. Bahwa Pasal 23 ayat (1) tersebut sejatinya hanya menyebutkan frasa pemerintah menjadikan tanah bagi penyelenggaraan transmigrasi. Akan tetapi, dalam pasal-pasal selanjutnya, tidak disebutkan lagi apa yang menjadi tahapan-tahapan yang harus dilakukan oleh pemerintah sebelum melakukan kegiatan penyediaan tanah untuk kegiatan transmigrasi, sehingga menyebabkan Para Pemohon dirugikan karena sewaktu-waktu berdasarkan Pasal 23 ayat (1) tersebut, pemerintah atau pemerintah daerah mengeluarkan surat keputusan terkait penyelenggaraan transmigrasi tanpa harus melakukan sosialisasi atau pemberitahuan terlebih dahulu kepada masyarakat atau memberikan ganti kerugian. Sedangkan hal tersebut cukup merugikan terhadap seseorang yang terkena dampak penyediaan tanah terhadap kegiatan penyelenggaraan transmigrasi oleh pemerintah, termasuk Para Pemohon yang dirugikan akibat hal tersebut. Bahwa pengujian yang dimohonkan oleh Para Pemohon adalah memohon kepada Mahkamah Konstitusi dapat menafsirkan Pasal 23 ayat (1) Undang-Undang Ketransmigrasian dikarenakan dalam pasal tersebut tidak dijelaskan secara tegas dan jelas terkait tahapan-tahapan atau step by step yang dilakukan oleh pemerintah atau pemerintah daerah dalam
5
menjalankan kewenangannya dalam menyediakan tanah bagi penyelenggaraan transmigrasi. Bagi para ... bagi Para Pemohon, tahapan-tahapan tersebut sangat penting dikarenakan dengan adanya tahapan-tahapan tersebut, Para Pemohon dapat mengetahui beberapa hal, yaitu kapan pemerintah atau pemerintah daerah melakukan sosialisasi pemberitahuan kepada masyarakat atau Para Pemohon terkait adanya rencana kegiatan penyelenggaraan transmigrasi. Kapan pemerintah atau pemerintah daerah menerima usulan atau persetujuan terkait adanya rencana kegiatan penyelenggaraan transmigrasi. Kapan pemerintah atau pemerintah daerah menyesuaikan dengan rencana tata ruangnya terkait dengan adanya rencana kegiatan penyelenggaraan transmigrasi. Kapan pemerintah dan/atau pemerintah daerah melakukan pembebasan lahan dengan cara memberikan ganti kerugian, sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku terhadap pemilik tanah atau Para Pemohon yang terkena dampak rencana kegiatan penyelenggaraan transmigrasi. Dan apakah pemerintah memberikan ganti kerugian terlebih dahulu, sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku kepada pemilik tanah atau Para Pemohon yang terkena dampak rencana kegiatan penyelenggaraan transmigrasi, sebelum dikeluarkannya penetapan wilayah kegiatan penyelenggaraan transmigrasi. Dengan adanya penafsiran terkait adanya tahapan-tahapan step by step yang dilakukan oleh pemerintah atau pemerintah daerah dalam menjalankan kewenangannya dalam menyediakan tanah bagi penyelenggaraan transmigrasi, maka kegiatan pengadaan tanah untuk kegiatan penyelenggaraan akan jelas dan tidak kabur, serta secara hukum tidak merugikan hak konstitusional Pemohon atau masyarakat terhadap konstitusional masyarakat, termasuk Para Pemohon yang saat ini dirugikan akibat tidak adanya tahapan-tahapan pengadaan tanah yang seharusnya ada dalam Undang-Undang Transmigrasi tersebut. Oleh karena itu, berdasarkan penjelasan di atas, Para Pemohon mempunyai Kedudukan Hukum untuk mengajukan kepada Mahkamah Konstitusi untuk melakukan pengujian terhadap Pasal 23 ayat (1) Undang-Undang Transmigrasi ... Ketransmigrasian terhadap Pasal 28G ayat (1) dan Pasal 28H ayat (4) Undang-Undang Dasar Tahun 1945 dengan cara meminta ... menafsirkan atau conditional unconstitutional terhadap Pasal 23 ayat (1) karena mengandung ketidakjelasan norma hukum. Bahwa alasan-alasan Pemohon ada dua, Yang Mulia, kami ... yang pertama, perlindungan terhadap negara ... terhadap hak milik Para Pemohon yang dijamin oleh Pasal 28G ayat (1) dan Pasal 28H ayat (4) Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Bahwa dalam Undang-Undang Dasar Tahun 1945 terdapat dua (...)
6
7.
KETUA: I DEWA GEDE PALGUNA Ya, itu intinya saja diuraikan, mungkin tidak semuanya diinikan. Yang paling poin yang mana itu, di antara itu? Kan kalau neutral rights (suara tidak terdengar jelas) sebagai teori itu kan.
8.
KUASA HUKUM PEMOHON: RESA INDRAWAN Oke, ya, sudah. Yang Mulia, mungkin poin keduanya. Perlunya penafsiran konstitusional terhadap Pasal 23 ayat (1) Undang-Undang Ketransmigrasian karena tidak jelasnya norma hukum yang mengatur terkait tahapan penyediaan tanah bagi penyelenggaraan transmigrasi yang menyebabkan kerugian konstitusional bagi Para Pemohon. Satu. Bahwa Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Ketransmigrasian menjelaskan transmigrasi adalah perpindahan penduduk secara sukarela untuk meningkatkan kesejahteraan dan menetap ... dan menetap di wilayah pembangunan transmigrasi atau lokasi pemukiman transmigrasi. Bahwa adapun tujuan adanya kegiatan transmigrasi atau penyelenggaraan transmigrasi, sesuai dengan bunyi Pasal 3 UndangUndang Transmigrasi untuk meningkatkan kesejahteraan transmigran dan masyarakat sekitarnya. Peningkatan dan pemerataan pembangunan daerah, serta memperkokoh persatuan dan kesatuan bangsa. Oleh karena itu, berdasarkan hal tersebut menurut Para Pemohon, kegiatan transmigrasi atau penyelenggaraan transmigrasi yang dikembangkan pemerintah dan pemerintah daerah sejatinya merupakan program yang perlu dikembangkan di suatu negara, khususnya negara berkembang seperti Indonesia. Karena dengan adanya kegiatan transmigrasi atau penyelenggara transmigrasi tersebut, maka meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Bahwa khusus untuk di Indonesia sendiri penyelenggaraan transmigrasi selama ini diatur dalam Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1997 tentang Ketransmigrasian, yang di mana pada tahun 2009, undang-undang tersebut diubah menjadi Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2009 tentang Ketransmigrasian. Yang perlu digarisbawahi di sini adalah Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2009 yang berlaku tersebut tidak serta-merta mencabut seluruh pasal-pasal yang ada di dalam Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1997, yang berlaku dari zaman orde baru, sehingga pasal-pasal yang ada di dalam Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1997, masih banyak dan masih berlaku hingga saat ini. Bahwa salah satu pasal yang masih berlaku dalam UndangUndang Nomor 15 Tahun 1997 tentang Ketransmigrasian yang belum dicabut adalah ... adalah pasal-pasal yang mengatur terkait penyediaan tanah bagi penyelenggaraan transmigrasi yang dituang hanya di dalam dua pasal, yaitu Pasal 23 ayat (1) dan ayat (2), dan Pasal 24 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) yang dimana terhadap pasal-pasal tersebut tidak 7
menjelaskan secara detail, bagaimana sebenarnya tahapan-tahapan atau prosedur-prosedur pengadaan tanah bagi kegiatan penyelenggaraan transmigrasi sebelum tanah tersebut ditetapkan oleh pemerintah atau pemerintah daerah sebagai tanah untuk kegiatan penyelenggaraan transmigrasi untuk para transmigran. Bahwa adanya yang ... adanya yang dimaksud tahapan-tahapan prosedur-prosedur pengadaan tanah bagi kegiatan penyelenggaraan transmigrasi bagi para (suara tidak terdengar jelas) yang seharusnya ada dalam pasal-pasal dalam Undang-Undang Ketransmigrasian tersebut adalah tahapan pemerintah atau pemerintah daerah melakukan kegiatan sosialisasi atau pemberitahuan kepada masyarakat terkait adanya rencana kegiatan penyelenggaraan transmigrasi. Kedua, kemudian tahapan terkait dengan perlunya usulan masyarakat setempat yang terkena dampak kegiatan penyelenggaraan transmigrasi kepada pemerintah atau pemerintah daerah sebelum adanya rencana kegiatan penyelenggaraan transmigrasi. Kemudian, tahapan pemerintah atau pemerintah daerah menyesuaikan dengan rencana tata ruangnya terkait adanya rencana kegiatan penyelenggaraan transmigrasi. Kemudian, pemerintah atau pemerintah daerah melakukan pembebasan lahan dengan cara memberikan ganti kerugian sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku terhadap pemilik tanah atau Para Pemohon yang terkena dampak rencana kegiatan penyelenggaraan transmigrasi. Dan setelah memberikan ganti kerugian kepada masyarakat setempat, maka selanjutnya pemerintah atau pemerintah daerah dapat menerbitkan surat keputusan terkait penetapan wilayah kegiatan penyelenggaraan transmigrasi bagi para transmigran. Bahwa menurut Para Pemohon, walaupun Undang-Undang Ketransmigrasian tersebut di dalam penjelasan-penjelasan Pasal 24 dijelaskan terkait dengan adanya kegiatan pemberian ganti kerugian terhadap masyarakat yang terkena dampak penyelenggaraan transmigrasi, apabila tanah tersebut merupakan tanah dilekati alas hak atas tanah. Akan tetapi, Undang-Undang Ketransmigrasian tersebut tidak menjelaskan kegiatan pemberian ganti kerugian tersebut masuk pada tahapan mana. Apakah pemberian ganti kerugian tersebut diberikan setelah adanya pemberitahuan ke masyarakat terkait adanya ... dengan adanya kegiatan penyelenggaraan transmigrasi atau setelah wilayah pemilik hak atas tanah tersebut ditetapkan oleh pemerintah atau pemerintah daerah sebagai wilayah penyelenggaraan transmigrasi bagi para transmigran. Bahwa yang perlu dipahami adalah akibat tidak adanya kepastian terkait bagaimana tahapan-tahapan atau prosedur-prosedur pengadaan tanah bagi kegiatan penyelenggaraan transmigrasi bagi Para Pemohon secara detail yang seharusnya ada dalam pasal-pasal dalam Undang8
Undang Ketransmigrasian tersebut. Akhirnya, Para Pemohon yang merasa dilindungi hak kepemilikannya berdasarkan Pasal 28G ayat (1) dan Pasal 28H ayat (4) oleh negara, merasa dirugikan karena fakta yang terjadi saat ini bagi Para Pemohon adalah Gubernur Sulawesi Selatan telah mengeluarkan Surat Keputusan Gubernur Sulawesi Selatan Nomor 1431/V/2017 [Sic!], yang di mana inti surat keputusan tersebut menetapkan tanah milik Para Pemohon masuk dalam areal yang ditetapkan dalam kegiatan penyelenggaraan transmigrasi, dalam hal ini pencadangan tanah untuk lokasi pemukiman untuk para transmigran. Sedangkan sampai saat ini, baik itu Pemerintah maupun Pemerintah Daerah Provinsi Sulawesi Selatan belum memberikan ganti kerugian kepada Para Pemohon sebagai para pihak yang terkena dampak terhadap surat keputusan tersebut. Bahwa oleh karena itu, menurut Para Pemohon, agar UndangUndang Ketransmigrasian tidak bertentangan dengan Pasal 28G ayat (1) dan Pasal 28H ayat (4) Undang-Undang Dasar Tahun 1945 yang mana dimaknai oleh Para Pemohon merupakan bentuk perlindungan terhadap negara terhadap salah satu hak kodratinya Para Pemohon, yaitu hak milik atau hak property rights yang dimana tidak boleh dikurangi dalam keadaan apa pun oleh negara. Maka Mahkamah Konstitusi perlu menafsirkan dan menyatakan khususnya Pasal 23 ayat (1) UndangUndang Ketransmigrasian, yang menyatakan pemerintah menyediakan tanah bagi penyelenggaraan transmigrasi bertentangan secara bersyarat dengan Pasal 28G ayat (1) dan Pasal 28H ayat (4) Undang-Undang Dasar Tahun 1945 sepanjang tidak dimaknai atau conditionally unconstitutional Pasal 23 ayat (1) Undang-Undang Ketransmigrasian, pemerintah menyediakan tanah bagi penyelenggaraan transmigrasi dengan melalui tahapan-tahapan sesuai berikut. Pemerintah atau pemerintah daerah wajib melakukan kegiatan sosialisasi atau pemberitahuan kepada masyarakat yang terkena dampak terkait adanya rencana kegiatan penyelenggaraan kegiatan penyediaan tanah bagi penyelenggaraan transmigrasi. Kedua, pemerintah atau pemerintah daerah wajib mendapatkan rekomendasi atau usulan dari masyarakat setempat yang terkena dampak terkait adanya rencana kegiatan penyediaan tanah bagi penyelenggaraan transmigrasi. Ketiga, pemerintah atau pemerintah daerah wajib menyesuaikan sesuai dengan rencana tata ruang ... rencana tata ruang sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku terhadap adanya rencana kegiatan penyediaan tanah bagi penyelenggaraan transmigrasi. Keempat, pemerintah atau pemerintah daerah wajib terlebih dahulu melakukan pembebasan lahan dengan cara memberikan ganti kerugian sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku terhadap pemilik tanah terkena dampak rencana kegiatan penyediaan tanah bagi penyelenggaraan transmigrasi. 9
Kemudian terakhir, pemerintah atau pemerintah daerah dapat menerbitkan surat keputusan terkait penetapan wilayah kegiatan penyelenggaraan transmigrasi bagi para transmigran setelah memberikan ganti kerugian kepada pihak terkena dampak sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku. Bahwa Para Pemohon telah membandingkan beberapa undangundang yang berlaku, yaitu salah satunya adalah Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 juncto Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2004 tentang Kehutanan yang dimana menurut para Pemohon dalam undang-undang tersebut dengan jelas mengatur terkait tahapan prosedur yang dilakukan pemerintah dalam menetapkan kawasan hutan yang dimulai dari awal hingga akhir sehingga tidak ada pihak yang dirugikan, yaitu apabila kita gambarkan di Pasal 15 Undang-Undang Kehutanan yang menyatakan, “Pengukuhan kawasan hutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14, dilakukan melalui proses sebagai berikut. Pertama, penunjukan kawasan hutan. Kemudian, penataan batas kawasan hutan. Tiga, pemetaan kawasan hutan. Lalu terakhir, penetapan kawasan hutan.” Oleh karena itu, berdasarkan hal tersebut, Para Pemohon beralasan hukum jika Para Pemohon memohon kepada Mahkamah Konstitusi untuk membatalkan Pasal 23 ayat (1) Undang-Undang Ketransmigrasian yang menyatakan, “Pemerintah menyediakan tanah bagi penyelenggaraan transmigrasi bertentangan secara bersyarat dengan Pasal 28G ayat (1) dan Pasal 28H ayat (4) Undang-Undang Dasar Tahun 1945 dengan alasan Pasal 23 ayat (1) tersebut sejajar, tidak jelas, dan tidak kabur mengenai prosedur atau penetapan penyelenggaraan transmigrasi untuk kepentingan penyelenggaraan transmigrasi.” Petitum. Berdasarkan hal tersebut di atas, kami memohon kepada Yang Mulia Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia untuk memeriksa dan memutus Permohonan uji materiil sebagai berikut. a. Mengabulkan seluruh Permohonan pengujian undang-undang yang diajukan Para Pemohon. b. Menyatakan ketentuan Pasal 23 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 1997 juncto Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2009 tentang Ketransmigrasian sepanjang frasa pemerintah menyediakan tanah bagi penyelenggaraan transmigrasi bertentangan dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat dengan Pasal 28G ayat (1) dan Pasal 28H ayat (1) Undang-Undang Dasar Tahun 1945, yaitu tidak konstitusional sepanjang tidak dimaknai Pasal 23 ayat (1) Undang-Undang Dasar Tahun 1945 ... Pasal 23 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 1997 juncto Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2009 tentang Ketransmigrasian, “Pemerintah menyediakan tanah bagi penyelenggara transmigrasi dengan melalui tahapan-tahapan sebagai berikut. 10
a. Pemerintah atau pemerintah daerah wajib melakukan kegiatan sosialisasi atau pemberitahuan kepada masyarakat yang terkena dampak terkait adanya rencana kegiatan penyediaan tanah bagi penyelenggaraan transmigrasi. b. Pemerintah atau pemerintah daerah wajib mendapatkan rekomendasi atau usulan dari masyarakat setempat yang terkena dampak terkait adanya rencana kegiatan penyediaan tanah bagi penyelenggaraan transmigrasi. c. Pemerintah atau pemerintah daerah wajib menyesuaikan sesuai rencana tata ruang sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku terhadap adanya rencana kegiatan penyediaan tanah bagi penyelenggaraan transmigrasi. d. Pemerintah atau pemerintah daerah wajib terlebih dahulu melakukan pembebasan lahan dengan cara memberikan ganti kerugian sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku terhadap pemilik tanah yang terkena dampak rencana kegiatan penyelenggaraan penyediaan tanah bagi penyelenggaraan transmigrasi. Dan terakhir, pemerintah atau pemerintah daerah dapat memberikan surat keputusan terkait penetapan wilayah kegiatan penyelenggaraan transmigrasi bagi para transmigran setelah memberikan ganti kerugian kepada pihak yang terkena dampak sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Terakhir. Memerintahkan pemuatan putusan ini dalam Berita Negara Republik Indonesia. Mohon putusan seadil-adilnya. Terima kasih, Yang Mulia. Kuasa Hukum Pemohon. 9.
KETUA: I DEWA GEDE PALGUNA Ya, terima kasih. Kami sudah membaca Permohonan Saudara dan kami sudah memahami maksudnya. Tapi sesuai dengan ketentuan Pasal 39 Undang-Undang Mahkamah Konstitusi, kami diwajibkan untuk memberikan nasihat kepada Saudara untuk memperbaiki Permohonan atau Permohonannya, sehingga Permohonan ini menjadi jelas. Setelah kami membaca, ini yang kami tangkap dari Permohonan Saudara, ini adalah sebenarnya masalah konkret, sesungguhnya masalah konkret. Jadi, sesungguhnya Saudara persoalkan itu bukan persoalan konstitusionalitas normanya sebenarnya, itu satu. Karena pada akhirnya, Permohonan ini adalah bertumpu pada adanya SK Gubernur Sulawesi Selatan yang menetapkan daerah untuk transmigrasi itu. Itu soal yang pertama. Persoalan konkret sebagai bukti bahwa ini juga persoalan konkret adalah kalau memang SK itu yang menjadi persoalan, ini kan bisa dipersoalkan di pengadilan tata usaha negara. Mungkin SK itu dianggap tidak sah atau bagaimana karena misalnya tidak memiliki tahapan seperti yang Saudara maksudkan. 11
Atau yang kedua, kalau itu sudah menimbulkan kerugian perdata, berarti Saudara bisa juga gugat di pengadilan perdata. Nah, sebab sesuai dengan Undang-Undang Dasar, kan memang kewajiban pemerintah untuk menyediakan tanah bagi penyelenggaraan transmigrasi kan sesuai dengan perintah pembukaan dalam rangka mewujudkan Indonesia sebagai masyarakat adil dan makmur dan sebagainya itu, untuk menanggulangi kemiskinan dan sebagainya. Yang Saudara sendiri sebenarnya di halaman 13 kalau ndak salah, itu Saudara akui bahwa transmigrasi itu penting, lebih-lebih bagi negara berkembang, gitu kan. Ah, itu soalnya. Nah, dalam Permohonan seperti ini, itu ... itu yang pertama. Kemudian yang kedua. Kalau kita ... kalau saya memahami Permohonan Saudara, itu Saudara meminta Mahkamah itu merumuskan norma baru yang tidak diatur dalam undang-undang ini. Walaupun Saudara mengatakan itu melalui conditionally unconstitutional. Tetapi rumusan bahwa ... itu kan meminta Mahkamah untuk merumuskan norma sebenarnya yang Saudara minta, bukan sekedar menafsirkan, tapi menambahkan karena sudah detail sendiri tahapan itu. Bahkan itu kesannya bukan lagi norma undang-undang, itu sudah norma pelaksanaan di bawah barangkali, itu sudah ... karena sudah sangat teknis yang Saudara minta. Apakah itu masuk materi muatan undangundang atau sudah peraturan pelaksanaanya. Coba kalau dilihat di ... tentang materi muatan peraturan perundang-undangan. Apakah hal yang semacam itu layak menjadi norma undang-undang, gitu misalnya. Itu ... itu soal yang berikutnya. Tapi persoalan pentingnya adalah Mahkamah tidak mempunyai kewenangan untuk merumuskan norma baru. Itu ... itu yang ... yang perlu di ... di ... Saudara pertimbangkan. Nah, Saudara, di dalam alasan mengenai Legal Standing, oke, mungkin yang paling penting untuk dijadikan dasar itu adalah begini, Saudara mendalilkan ada hak konstitusional, gitu kan. Hak konstitusional itulah yang menurut anggapan Saudara, itu dirugikan oleh berlakunya norma undang-undang ini. Nah, sekarang mari kita baca norma undangundangnya. Kan, norma itu mengatakan pemerintah wajib menyediakan itu kan ... untuk transmigrasi? Nah, di mana pertentangannya ini dengan hak konstitusional tentang hak milik kalau dibaca normanya seperti itu? Nah, kan kemungkinan akan terjadi adalah ketika norma itu diterapkan dalam praktik. Nah, kalau sudah melakukan praktik ... persoalan dalam penerapan dalam praktik, berarti konstitusionalitas norma itu tidak ada persoalan, tapi praktiknya itulah yang ada persoalan, kan begitu. Nah, ini … ini di uraian tentang Legal Standing itu harus jelas, ya bahwa itu bukan persoalan penerapan norma misalnya. Nah, saya atau kami atau setidak-tidaknya saya, saya belum menemukan uraian seperti itu. Saudara hanya mengatakan bahwa oke benar hak milik itu adalah, ya, terkuat, terpenuh, dan sebagainya, dan ada doktrin yang 12
menyatakan itu, kemudian Saudara juga merujuk beberapa undangundangnya. Tidak ada satu pun saya kira yang membantah soal itu, tetapi di mana keterkaitannya bahwa hak milik yang dijamin oleh Undang-Undang Dasar itu, itu dirugikan oleh berlakunya norma sebagaimana yang rumusannya yang Saudara sampaikan dalam Permohonan ini? Kan, itu yang jadi soal. Sebab kalau normanya dibaca, Pemerintah menyediakan tanah bagi penyelenggaraan transmigrasi. Tidak ada pelanggaran apa pun di situ kalau kita lihat dari rumusan itu. Baru mungkin terjadi pelanggaran, ketika itu diterapkan dalam praktik dan Saudara menjelaskan itu, yaitu dengan diterbitkannya SK gubernur, gitu kan? Berarti ini kan, persoalan praktik. Nah, itu yang … apa namanya ... perlu Saudara jelaskan nanti. Sebab kalau tidak, saya khawatir, ya, kami tidak mempunyai kewenangan untuk memutus ini, tapi kami akan melaporkan kepada Rapat Permusyawaratan Hakim, tapi kalau cuma begitu keterangan Saudara, nanti saya khawatir nanti Rapat Permusyawaratan Hakimnya akan menyatakan, “Oh, ini persoalan penerapan norma, bukan konstitusionalitas norma,” itu. Nah, yang kedua memang harus dibedakan, walaupun kadangkadang bertumpang-tindih antara persoalan Saudara dalam menjelaskan Kedudukan Hukum atau Legal Standing dengan alasan Permohonan yang intinya adalah untuk membuktikan bahwa norma itu bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Itu dua hal yang berbeda walaupun di satu titik, mungkin dia akan bersinggungan. Uraian menjelaskan Legal Standing adalah uraian untuk memperkuat argumentasi Saudara bahwa Saudara menganggap norma ini melanggar hak konstitusional Anda, itu yang harus diperkuat. Nah, alasan Permohonan adalah alasan untuk membuktikan bahwa norma yang Saudara persoalan itu bertentangan dengan Undang-Undang Dasar, itu kan, dua hal yang ini kan, dua hal yang berbeda walaupun saya katakan itu juga bersinggungan. Nah, dua hal itu jangan dicampuradukkan di dalam argumentasi, ya? Nah, itu. Jadi, kalau saya sementara ini, melihat ini masih persoalan penerapan norma dan Saudara meminta Mahkamah membuat rumusan norma baru, gitu ya, terhadap persoalan penerapan norma itu, suatu hal yang berada di luar kewenangan Mahkamah. Ini nanti yang di ini, ini enggak usah ditanggapi dulu nanti Saudara catat saja, nanti kalau ini kan, sudah di perbaikan Permohonan. Itu sementara yang di anu dari saya. Kemudian yang barangkali yang agak teknis yang di Petitum Permohonan itu biasanya, ya, setelah poin c itu ada kalimat ya, ini sudah masuk substansinya, tapi mungkin dirumuskan ulanglah, misalnya, atau apabila Mahkamah berpendapat lain mohon putusan yang seadil-adilnya, gitu ya, ex aequo et bono, gitu ya.
13
Nah, sedangkan di Petitum poin yang kedua itu, ya, barangkali kalau Saudara tetap meminta itu, ya, bertentangan dengan Undang-
Undang Dasar 1945 secara bersyarat dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Jadi, secara bersyarat-nya dipindahkan ke depan dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak ditafsirkan begini, gitu ya, itu yang di poin duanya. Sementara dari saya demikian dulu mungkin, Yang Mulia Pak Aswanto, ada tambahan? Silakan. 10.
HAKIM ANGGOTA: ASWANTO Baik. Terima kasih, Yang Mulia. Saudara Pemohon, ya. Saya hanya ingin menambahkan sedikit saja karena setelah saya baca berulang kali sama dengan Yang Mulia Ketua Panel tadi menyampaikan, saya belum bisa menemukan di mana persoalan konstitusionalnya. Kerugian-kerugian yang Saudara uraikan tadi, itu kan, ya, secara asumsi memang Saudara sudah mencoba berasumsi bahwa itu adalah kerugian konstitusional, tetapi dari uraian yang Saudara sampaikan, itu belum meyakinkan, belum bisa meyakinkan saya bahwa itu persoalan konstitusional. Memang berdasarkan uraian Saudara, ya, jelas ada kerugian karena tanah itu adalah tanah yang sudah bersertifikat, ya, hak milik, gitu ya, lalu kemudian dicanangkan sebagai wilayah transmigrasi tanpa melalui ganti rugi. Nah, mungkin Saudara bisa melihat di Pasal 24, ya, ini kan yang Saudara uji Pasal 23 ayat (1), Saudara lihat nanti Pasal 24. Pasal 24 ayat (2), itu dalam hal tanah yang akan diberikan kepada transmigran dikuasai oleh badan usaha dan seterusnya, itu kan harus diklirkan dulu, harus klir dulu, termasuk kalau tanah yang sudah bersertifikat, gitu kan? Ya, harus diklirkan dalam arti tidak ada lagi beban hak di atasnya. Kalau seperti yang Saudara alami kan mestinya dibayar ganti-rugi dulu, gitu, baru ada … karena kalau Saudara … Saudara … ya walaupun Saudara meminta secara bersyarat, ya, Pasal 23 ayat (1), ya. Siapa yang mau menyediakan lahan transmigrasi selain pemerintah? Lembaga mana kirakira yang punya tanggung jawab untuk menjadikan itu? Itu kan mesti pemerintah yang menyediakan. Bahwa kondisi faktual kalau lokasi yang dicanangkan sebagai wilayah transmigrasi, itu masih tersangkut dengan hak orang lain atau badan usaha, ya, itu harus diklirkan dulu. Nah, bagaimana cara klarifikasi … apa namanya … bagaimana cara untuk membersihkan atau mengklirkan? Itu kan ada undang-undang lain yang mengatur. Ada undang-undang lain, kan? Coba Saudara lihat misalnya di undangundang ini … ya itu kegiatan untuk kepentingan umum, lalu kemudian termasuk di Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, gitu. Ini kalau Saudara mempersoalkan bahwa perlu ada tahapantahapan untuk mengeluarkan izin itu, di Undang-Undang Nomor 26 14
Tahun 2007 itu sudah diatur, prosedur perolehan izin dan tata cara penggantian yang layak, ya. Itu sudah diatur di dalam Undang-Undang Nomor 26 dan ditegaskan bahwa itu diatur berdasarkan peraturan pemerintah. Seperti yang tadi Ketua sampaikan, Yang Mulia Ketua sampaikan. Ya, apakah tahapan-tahapan yang Saudara minta sebagai materi dari undang-undang ini nantinya setelah dikabulkan katakanlah Permohonan Saudara, itu persoalan implementasi. Nah itu perlu, Saudara. Tetapi silakan kalau Saudara mampu meyakinkan kami bahwa ini memang persoalan konstitusional, ya silakan. Dan Saudara juga belum menguraikan di dalam Permohonan Saudara bahwa seandainya Permohonan ini dikabulkan, maka ya potensi kerugian berdasarkan nalar, ya, itu tidak akan terjadi, gitu. Itu Saudara belum urai dengan apa … secara komprehensif. Sehingga saran saya mungkin bisa Saudara mendalami kembali dan mencoba membangun argumen secara komprehensif bahwa memang persoalan yang Saudara ajukan ini adalah persoalan konstitusional, gitu ya, bukan persoalan implementasi. Karena untuk sementara, saya secara pribadi masih melihat bahwa ini belum nampak persoalan konstitusionalnya, yang nampak adalah persoalan ya penerapan, gitu ya. Ya, mestinya memang … saya kira kita mengerti kalau hak miliknya seseorang ya, enggak boleh dirampas begitu saja, gitu, mesti ada mekanismenya, gitu. Apalagi ini kan sudah bersertifikat, kan? Jangan-jangan juga apa … yang menerbitkan izin pencanangan lokasi, itu enggak mengerti kalau itu tanah bersertifikat, gitu. Ini kan yang mengeluarkan izin, pak gubernur, kan? Gubernur sudah menerbitkan izin bahwa ini sudah dicanangkan sebagai wilayah transmigrasi. Ya mungkin laporan dari bawah enggak terlalu klir, sehingga pak gubernur tidak tahu kalau ternyata lahan yang dicanangkan itu adalah lahan yang bersertifikat hak milik, ya? Ya. Nah, di Undang-Undang Pokok Agraria juga Saudara bisa lihat nanti, tidak boleh mengambil hak … hak milik seorang secara sewenangwenang, walaupun fungsi tanah itu fungsi sosial, gitu ya. Kita harus punya paham yang sama bahwa fungsi tanah itu adalah fungsi sosial. Hak milik pun bisa dicabut, kan? Tetapi kan ada persyaratan-persyaratan untuk itu. Nah, saya kira itu saja dari saya. Mungkin nanti di apa … dielaborasi kembali untuk bisa lebih meyakinkan Mahkamah, meyakinkan kami bahwa ini persoalan konstitusional, bukan persoalan implementasi. Dari saya, Yang Mulia, cukup.
15
11.
KETUA: I DEWA GEDE PALGUNA Jadi itu, ya, tolong ditekankan. Sebab kunci pertanyaannya … sebelum saya minta Yang Mulia Prof. Saldi nanti untuk menambahkan, barangkali ada perlu yang lain diberikan. Begini, misalnya pertanyaannya begini. Andaikata SK gubernur itu diterbitkan dan kemudian Saudara misalnya ajukan ke pengadilan tata usaha negara dan ternyata dibatalkan oleh pengadilan. Saudara masih dirugikan? Jawabannya pasti tidak. Atau yang kedua, jika ternyata pengadilan tata usaha negara menyatakan misalnya … itu SK itu harus sah, tetapi kemudian Saudara hak milik atas tanah yang … yang melekat dalam tanah itu ternyata dilakukan … dicabut secara tidak sesuai dengan peraturan perundangundangan. Lalu gugatan ganti kerugian Saudara dikabulkan. Apakah Saudara masih dirugikan? Jawbannya tidak. Oleh karena itu, maka bukan norma ini bermasalah. Kan gitu jadinya, kan? Tetapi praktiknya itu yang nanti misalnya kalau itu di … apa namanya … penerapannya dan seterusnya itu. Sebab kan memang kewajiban pemerintah untuk menyediakan itu, untuk kepentingan umum. Nah, ini yang menjadi persoalan. Jadi, tolong jangan dicampuradukkan antara persoalan praktik dan ini. Dan jangan pula diminta Mahkamah untuk membuat norma. Apalagi norma itu sendiri juga andaikata pun Mahkamah punya, padahal tidak, gitu ya, (quod noun), apalagi norma itu sendiri sebenarnya bukan … bahkan bukan materi muatan undang-undang, gitu ya. Tadi malah disebutkan itu materi pemerintah. Dan ... dan ini yang penting tadi juga disampaikan. Persoalan ini kan tidak hanya terkait dengan satu undang-undang, ini terkait dengan Undang-Undang Tata Ruang. Anda sudah menyinggung Undang-Undang Tata Ruang. Persoalan misalnya pemanfaat ... pengadaan tanah untuk kepentingan umum dan ... dan itu harus Saudara kaitkan ini. Bahwa pembentuk undang-undang pasti sudah menyusun di situ. Nah, sudah mengaitkan itu. Sehingga, tidak ... norma ini sebenarnya tidak berdiri sendiri, gitu ya, kalau yang ... atau yang Saudara mohonkan tahapan itu, jangan-jangan sudah diatur di ... di ketentuan lain, gitu, yang berkait dengan persoalan ini. Karena ini menyangkut persoalan tanah, kan? Kan tidak hanya ... kalau misalnya mengatur tentang transmigrasi ... transmigrasi, bukan hanya Undang-Undang tentang Ketransmigrasian yang berlaku, kan? Tapi kalau ada persoalan tanah di situ, kan ada (suara tidak terdengar jelas). Kalau ada persoalan hutan, UndangUndang Kehutanan berlaku. Kalau ada soal perusakan hutan, bahkan ada undang-undang sendiri tentang perusakan hutan itu. Itu kan argumentasinya harus komprehensif, gitu. Untuk membuktikan bahwa ini bukan persoalan konstitusionalitas, tetapi mengingat ini juga adalah ...
16
bisa jadi ini adalah lebih pada persoalan implementasi itu. Itu yang penting. Silakan, Prof. Yang Mulia. 12.
HAKIM ANGGOTA: SALDI ISRA Terima kasih, Ketua Yang Mulia. Saya menambahkan sedikitsedikit saja karena semuanya sudah komprehensif oleh dua Yang Mulia terdahulu. Pertama, kalau ada SK Penetapan Pencadangan Tanah untuk Transmigrasi, lalu merujuk kepada ... apa ... kepada Pasal 23, itu tidak berarti Pasal 23 an sich yang akan berlaku soal adanya tanah kepemilikan di dalam lokasi yang dicadangkan itu, gitu. Jadi ... apalagi tadi disebutkan di Pasal 24-nya sudah diperjelas, “Kalau ada hak milik di atasnya, maka itu harus diselesaikan terlebih dahulu.” Bisa saja proses penyelesaiannya nanti akan tunduk kepada misalnya peraturan perundang-undangan tentang pengadaan tanah untuk kepentingan umum. Jadi, tahapan-tahapannya akan diikuti di sana. Nah, kalau kita perhatikan, prinsip dasar pengujian undangundang terhadap Undang-Undang Dasar Tahun 1945 itu kan, Pemohon harus menjelaskan, “Kalau pasalnya begini, kami itu dirugikan atau potensi dirugikan.” Nah, sekarang pertanyaannya tadi seperti Yang Mulia Pak Ketua tadi. Kalau pasal itu dihapuskan, siapa lagi yang mau mengadakan pencadangan tanah untuk ... apa ... kepentingan transmigrasi? Kalau mau minta tahapan-tahapannya diatur dengan baik, sudah ada ketentuan perundang-undangan lain yang mengatur bagaimana tahapan ... apa ... pengadaan tanah untuk kepentingan umum itu. Nah, bagi kami, yang paling penting, itu adalah bagaimana Pemohon menjelaskan bahwa Pasal 23 yang dipersoalkan di sini, itu memang merugikan Para Pemohon atau potensi merugikan Para Pemohon. Kalau pertanyaan lain, saya tambahkan misalnya sekarang. Kalau tanah yang punya sertifikat hak milik itu kemudian diberikan ganti kerugian oleh pemerintah, kan selesai? Kan tidak ada masalah kan, bagi para pemilik? Apalagi kalau ganti kerugiannya itu diberikan secara layak, begitu. Jadi, bukan pada norma undang-undang atau Pasal 23 yang didalilkan itu, tapi ini lebih kepada praktik. Nah, oleh karena itu, menurut saya, coba diperkuat lagi dalil-dalil di perbaikannya nanti, sehingga kami, Panel, menyampaikan bahwa Pemohon memang memiliki dasar argumentasi mempersoalkan Pasal 23 itu ke beberapa pasal yang disebutkan dalam konstitusi. Nah, kalau itu bisa dibangunkan dengan baik, nah kita bisa punya alasan untuk melanjutkannya ke Pleno. Nah, itu kan ada ruang untuk ... apa ... Pemohon memperbaiki Permohonannya. Yang berikutnya, jadi melihat undang-undang ... satu pasal dalam undang-undang, itu kan tidak boleh pasal itu saja. Jadi, harus di ... dicari 17
juga pasal-pasal terkait, bahkan ketentuan perundang-undangan lain yang terkait. Jangan-jangan, keluhan Pemohon di sini dijawab di ketentuan lain. Nah, itu. Jadi ... apa namanya ... argumentasi yang disampaikan ke Mahkamah ini betul-betul jelas argumentasinya dan lalu jelas kerugian konstitusionalnya itu. Nah, itu ... itu yang paling penting dari ... dari ... apa ... dari catatan saya. Terima kasih, Yang Mulia. 13.
KETUA: I DEWA GEDE PALGUNA Ya. Itu, ya. Jadi begini, banyak Permohonan yang menganggap uraian tentang Legal Standing atau Kedudukan Hukum Pemohon itu dianggap sebagai pelopornya, tidak. Saya sering mengingatkan, itulah pintu pertama yang harus Anda buka, supaya Mahkamah bisa memeriksa Pokok Permohonan. Sebab kalau ... kalau Mahkamah nanti tidak yakin bahwa Anda mempunyai Legal Standing, Pokok Permohonan tidak akan diperiksa. Karena Anda dianggap tidak mempunyai Kedudukan Hukum untuk mengajukan Permohonan. Jadi oleh karena itu, uraian tentang Legal Standing atau … atau Kedudukan Hukum Pemohon itu sangat penting, sangat penting dan itulah Mahkamah makanya menegaskan, apa maksud Pasal 51 itu. Pertama, harus Anda jelas dahulu, Anda dalam kedudukan sebagai apa? Anda sudah mengatakan sebagai perorangan Warga Negara Indonesia. Dalam kedudukan sebagai wa … perorangan Warga Negara Indonesia itu, Anda mempunyai hak konstitusional. Hak konstitusional apa itu? Itu jelas. Nah karena Anda mempunyai ka … hak konstitusional inilah, kemudian ada norma yang seperti ini, Anda menganggap hak konstitusional Anda itu dirugikan. Kerugian itu bisa faktual, kan gitu, sudah terjadi atau bisa potensial. Namun, bukan sekadar potensial, potensial jauh, enggak. Ingat satu tarikan napas itu dalam ketu … putusan Mahkamah itu, potensial yang menurut penalaran yang wajar dapat dipastikan akan terjadi, ya. Saya sering memberikan contoh begini, misalnya ada UndangUndang tentang Pemilihan Kepala Daerah, di situ memuat syarat tentang … tentang syarat menjadi kepala daerah, a, b, c, d, tiba-tiba nyelonong satu, umpa … umpama ini, ya, tiba-tiba nyelonong satu syarat di situ, kecuali perempuan, misalnya gitu. Nah, kalau tiba-tiba ada perempuan hadir mengajukan Permohonan di sini, nah, itu menurut penalaran yang wajar dapat dipastikan akan terjadi bahwa karena dia perempuan, pasti dia tidak akan bisa mencalonkan diri menjadi kepala daerah. Itu yang dimaksud dengan potensial menurut penalaran yang wajar dapat dipastikan akan terjadi, itu maksudnya. Nah, kalau ini, kan belum tentu. Saudara misalnya itu ada hak … hak milik, tidak ada yang membantah sertifikat hak milik itu. Tapi 18
ternyata ketika gubernur menye … mengeluarkan keputusan bahwa itu adalah untuk daerah transmigrasi, tadi sudah disinggung oleh Yang Mulia Prof. Saldi, ternyata ganti rug … ganti rugi dibayar secara layak, kan tidak ada kerugian. Itu faktual, ya. Tapi, kalau dengan norma ini sendiri kan, tidak ada persoalan kerugian yang kerugian konstitusional apa pun yang … yang tampak dirugikan. Kecuali misalnya, di situ misalnya, Mahkamah me … me … tidak perlu membayarkan ganti kerugian termasuk untuk yang bersertifikat hak milik. Nah, itu walaupun Anda belum terjadi, menurut penalaran yang wajar itu dapat dipastikan akan terjadi apabila ternyata tanah Saudara digunakan untuk … misalnya untuk kepentingan umum atau untuk dalam konteks Permohonan a quo misalnya untuk wilayah … anu … transmigrasi … untuk wilayah transmigrasi itu. Kira-kira begitu yang kami nasihatkan. Ada hal yang perlu di … Saudara tanyakan barangkali? Cukup? Ya, ini memang tidak perlu ditanggapi karena ini namanya nasihat, kan. Kami wa … kami diwajibkan untuk memberikan nasihat berdasarkan Pasal 39 dan Saudara diberikan waktu untuk memperbaiki Permohonan ini. Dalam pengertian memperbaiki itu juga, misalnya kalau ternyata dari hasil pemeriksaan ini Saudara berpendapat, “Oh, ternyata ini memang persoalan penerapan norma sehingga ya, bukan persoalan konstitusionalitas. Ya, buat apalah ini diperkarakan,” misalnya, “Lebih baik kami menarik Permohonan.” Misalnya begitu, itu juga tidak dilarang sebab undang-undang memang menyediakan ruang kepada Saudara untuk menarik Permohonan itu selama masih dalam tahap pemeriksaan, silakan saja kalau misalnya mau menarik kembali. Tetapi andaikata Saudara mau melakukan Perbaikan Permohonan, maka Saudara diberikan waktu selama 14 hari untuk melakukan Perbaikan Permohonan ini sesuai dengan nasihat tadi dan itu artinya kami sudah harus menerima Perbaikan Permohonan Saudara paling lambat hari Senin, tanggal 5 Juni 2017, ya, mohon dicatat lagi. Hari Senin, tanggal 5 Juni 2017, pada pukul 10.00 WIB. Pukul 10.00 WIB, hari Senin, 5 Juni 2017. Nah, tidak perlu menunggu persidangan, Perbaikan Permohonan itu langsung bisa diserahkan kepada Kepaniteraan, ya. Ya, tentu tidak harus menunggu 14 hari, kalau bisa lebih cepat seperti Pak JK sering bilang itu, lebih cepat lebih baik itu, ya. Itu silakan kalau Saudara ber … ber … berkehendak untuk melakukan Perbaikan Permohonan secepatnya. Nah, setelah itu, sidang selanjutnya akan ditentukan kemudian setelah perbaikan kami terima. Nah, andaikata sampai pada tanggal dan jam tadi Saudara tidak menyerahkan Perbaikan Permohonan, maka Permohonan yang akan kami laporkan ke Rapat Permusyawaratan Hakim adalah Permohonan yang ini yang belum ada perbaikan ini.
19
Demikian, ya, sekali lagi kalau Saudara misalnya berpendapat, “Oh ya, tidak perlu dilanjutkan, kami menarik Permohonan,” itu juga adalah sepenuhnya merupakan hak Saudara. Demikian, ya. Sudah jelas? Baik kalau sudah jelas. Baik kalau demikian, maka pemeriksaan persidangan untuk Pemeriksaan Pendahuluan pada hari ini, saya anggap cukup dan sidang, saya nyatakan ditutup. KETUK PALU 3X SIDANG DITUTUP PUKUL 11.50 WIB Jakarta, 22 Mei 2017 Kepala Sub Bagian Risalah, ttd. Yohana Citra Permatasari NIP. 19820529 200604 2 004
Risalah persidangan ini adalah bentuk tertulis dari rekaman suara pada persidangan di Mahkamah Konstitusi, sehingga memungkinkan adanya kesalahan penulisan dari rekaman suara aslinya.
20